AJISAKA (1)
AL FAATIHAH (1)
AL HALLAJ (1)
DARMAGANDHUL (1)
GEGURITAN (1)
K E J A W E N (1)
L E L U N G I D A N (1)
M E D I T A S I (1)
MACAPAT (24)
NEUROSCIENCE (1)
NGELMU (1)
PUISI (9)
PUJINE DINA BADAN NAPAS NAPSU ATI WIJI LAN ANASIRING MANUNGSA
(1)
RASAJATI (3)
ROH (1)
RUWATAN (2)
SEH SITI JENAR LAN PARA WALI SAMYA MBABAR SESOTYO (1)
SEMEDI (2)
SUFI (1)
SULUK (3)
T I R A K A T (1)
WISDOM (3)
3 Votes
Banyak orang yang bertanya, mengapa dalam mempelajari Agama mesti harus mengenal
Rasa ? Memang kalau hanya sampai pada tingkat Syariat, bab rasa tidak pernah
dibicarakan atau disinggung. Tetapi pada tingkat Tarekat keatas bab rasa ini mulai
disinggung. Karena bila belajar ilmu Agama itu berarti mulai mengenal siapa Sang
Percipta itu.
Karena ALLAH maha GHOIB maka dalam mengenal hal GHOIB kita wajib mengaji rasa.
Jadi jelas berbeda dengan tingkat syariat yang memang mengaji telinga dan mulut
saja.Dan mereka hanya yakin akan hasil kerja panca inderanya.Bukan Batin!
Bab rasa dapat dibagi dalam beberapa golongan .Yaitu : RASA TUNGGAL, SEJATINYA
RASA, RASA SEJATI, RASA TUNGGAL JATI.
Mengaji Rasa sangat diperlukan dalam mengenal GHOIB.Karena hanya dengan mengaji
rasa yang dimiliki oleh batin itulah maka kita akan mengenal dalam arti yang
sebenarnya,apa itu GHOIB.
1. RASA TUNGGAL
Yang empunya Rasa Tunggal ini ialah jasad/jasmani. Yaitu rasa lelah, lemah dan capai.
Kalau Rasa lapar dan haus itu bukan milik jasmani melainkan milik nafsu.
Mengapa jasmani memiliki rasa Tunggal ini. Karena sesungguhnya dalam jasmani/jasad
ada penguasanya/penunggunya. Orang tentu mengenal nama QODHAM atau ALIF LAM
ALIF. Itulah sebabnya maka didalam AL QURAN, ALLAH memerintahkan agar kita
mau merawat jasad/jasmani. Kalau perlu, kita harus menanyakan kepada orang yang
ahli/mengerti. Selain merawatnya agar tidak terkena penyakit jasmani, kita pun harus
merawatnya agar tidak menjadi korban karena ulah hawa nafsu maka jasad kedinginan,
kepanasan ataupun masuk angin.
Bila soal-soal ini kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, niscaya jasad kita juga tahu
terima kasih. Kalau dia kita perlakukan dengan baik, maka kebaikan kita pun akan
dibalas dengan kebaikan pula. Karena sesungguhnya jasad itu pakaian sementara untuk
hidup sementara dialam fana ini. Kalau selama hidup jasad kita rawat dengan sungguhsungguh (kita bersihkan 2 x sehari/mandi, sebelum puasa keramas, sebelum sholat
berwudhu dulu, dan tidak menjadi korban hawa nafsu, serta kita lindungi dari pengaruh
alam), maka dikala hendak mati jasad yang sudah suci itu pasti akan mau diajak bersamasama kembali keasal, untuk kembali ke sang pencipta. Seperti halnya kita bersama-sama
pada waktu dating/lahir kealam fana ini. Mati yang demikian dinamakan mati Tilem
(tidur) atau mati sempurna. Pandangan yang kita lakukan malah sebaliknya. Mati dengan
meninggalkan jasad. Kalau jasad sampai dikubur, maka QODHAM atau ALIF LAM
ALIF, akan mengalami siksa kubur. Dan kelak dihari kiamat akan dibangkitkan.
Dalam mencari nafkah baik lahir maupun batin, jangan mengabaikan jasad. Jangan
melupakan waktu istirahat. Sebab itu ALLAH ciptakan waktu 24 jam (8 jam untuk
mencari nafkah, 8 jam untuk beribadah, dan 8 jam untuk beristirahat). Juga dalam hal
berpuasa, jangan sampai mengabaikan jasad. Sebab itu ALLAH tidak suka yang berlebihlebihan. Karena yang suka berlebih-lebihan itu adalah Dzad (angan-angan). Karena dzad
mempunyai sifat selalu tidak merasa puas.
2. SEJATINYA RASA
Apapun yang datangnya dari luar tubuh dan menimbulkan adanya rasa, maka rasa itu
dinamakan sejatinya rasa. Jadi sejatinya rasa adalah milik panca indera:
1. MATA : Senang karena mata dapat melihat sesuatu yang indah atau tidak senang
bila mata melihat hal-hal yang tidak pada tenpatnya.
2. TELINGA : Senang karena mendengar suara yang merdu atau tidak senang
mendengar isu atau fitnahan orang.
3. HIDUNG : Senang mencium bebauan wangi/harum atau tidak senang mencium
bebauan yang busuk.
4. KULIT : Senang kalau bersinggungan dengan orang yang disayang atau tidak
senang bersunggungan dengan orang yang nerpenyakitan.
5. LIDAH : Senang makan atau minum yang enak-enak atau tidak senang memakan
makanan yang busuk.
3. RASA SEJATI
Rasa sejati akan timbul bila terdapat rangsangan dari luar, dan dari tubuh kita akan
mengeluarkan sesuatu. Pada waktu keluarnya sesuatu dari tubuh kita itu, maka timbul
Rasa Sejati. Untuk jelasnya lagi Rasa Sejati timbul pada waktu klimaks/pada waktu
melakukan hubungan seksual.
DHAIM sudah mempergunakan Nur ILLAHI. Karena ada Rasa Sejati, maka Rasa
merupakan asal usul segala sesuatu yang ada. Oleh sebab itu bila hendak mendalami ilmu
MARIFAT Islam dianjurkan untuk selalu bertindak berdasarkan rasa. Artinya jangan
membenci, jangan menaruh dendam, jangan iri, jangan sirik, jangan bertindak sembrono,
jangan bertindak kasar terhadap sesame manusia, dll. Sebab dihadapan Tuhan Yang Maha
Kuasa, kita ini semua sama , karena masing-masing memiliki rasa. Rasa merupakan
lingkaran penghubung antara etika pergaulan antar manusia, juga sebagai lingkaran
penghubung pergaulan umat dengan Penciptanya. Rasa Tunggal jati ini mempunyai arti
dan makna yang luas. Karena bagai hidup itu sendiri. Apapun yang hidup mempunyai
arti. Dan apapun yang mempunyai arti itu hidup. Sama halnya apapun yang hidup
mempunyai Rasa. Dan apapun yang mempunyai Rasa itu Hidup.
Dengan penjelasan ini, maka dapat diambil kesimpilan bahwa yang mendiami Rasa itu
adalah Hidup. Dan Hidup itu sendiri ialah Sang Pencipta/ALLAH. Padahal kita semua ini
umat yang hidup. Jadi sama ada Penciptanya. Oleh sebab itu, umat manusia harus saling
menghormati, tidak saling merugikan, bahkan harus saling tolong menolang dll.
Dan hal ini sesuai dalam firman ALLAH : HAI MANUSIA! MASUKLAH KALIAN
DALAM PERDAMAIAN, JANGAN BERPECAH BELAH MENGIKUTI LANGKAH
SYAITAN, SESUNGGUHNYA SYAITAN ITU MUSUHMU YANG NYATA
Rasa
Ditulis Oleh Administrator
Sebelum saya menjelaskan masalah rasa lebih lanjut, sebaiknya kita mendasari pembicaraan ini dengan QS.surat Al hijr :
29;
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya , dan telah meniupkan kedalamnya RUH-KU, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud.
Berbicara mengenai rasa, sulit bagi sebagian orang memahaminya dengan baik, karena terkadang bahasa tidak mampu
mengungkapkannya makna rasa yang sebenarnya. Namun kita bisa memahami jika mengerti asal kejadian manusia. Yang
pada awalnya menusia tidak memiliki rasa "ADA". Setelah dihembuskan ruh-Ku, manusia itu merasakan "ADA" Ruh-Ku ini
menjadi sumber konflik antara kita. Sehingga banyak yang tidak berani membahas apa itu "RASA JATI", Dalam surat Al
isra':85 " katakan bahwa ruh itu amar Tuhanku " ada yang menterjemahkan bahwa ruh itu adalah rahasia Tuhanku.
Didalam Alqur'an surat Al Qiyamah:14, Akan tetapi di dalam diri manusia ada Bashirah ( rasa tahu )
Baiklah saya akan mencoba merunut asal rasa itu dari fisik yang kita rasakan sekarang.
Apabila panca indra seseorang mengamati dan menangkap perangsang dari luar, maka perangsang ini oleh pancaindra
diubah menjadi tenaga listrik yang disebut kesan. Kesan ini dikirim melalui syaraf tepi kepada syaraf pusat. Syaraf pusat
lalu memberi perintah-perintah melalui syaraf tepi kepada urat daging untuk melaksanakan perintah. Bila syaraf pusat
tidak memberikan perintah ,maka urat daging tak mungkin bergerak. Dengan demikian tidak terjadi suatu perbuatan.
Sampai mana arus itu mengalir, sampai itu pula kesadaran kita mencapai tingkatannya. Oleh sebab itu kesadaran manusia
bertingkat-tingkat.
1.
Jika arus ini mengalir sampai hanya pada pangkal otak, kesadaran nya dinamai kesadaran pendahuluan. Ini
terdapat pada bayi atau hewan yang berderajad rendah,
2.
Jika arus ini dapat mengalir sampai kepusat kesadaran dan pusat ingatan, maka dinamakan kesadaran
sederhana. Contoh: anak-anak pada masa usia 1-6 tahun, bangsa-bangsa primitif, dan binatang-binatang yang
berderajat lebih tinggi
3.
Kalau arus bio-electric dapat bergerak samapai ke pusat akal dan pusat kemauan, berarti bahwa seseorang telah
menemukan "AKU" nya. Mengenai ini dapat dilihat pada anak-anak yang mencapai akhir masa hayatinya
(pubertas) . dalam keadaan serupa ini kesadarannya disebut kesadaran diri-sendiri
4.
Apabila manusia di dalam sadarnya dapat berhubungan dengan rohaninya, maka kesadarannya meningkat
menjadi kesadaran luhur (kesadaran jiwa). Kalau hubungannya sudah konstan , tetap, tingkah lakunya pun
menunjukkan ketulusan hati yang dalam. Terhadap kesadaran ini dapat kita saksikan pada orang-orang yang
menjalankan zuhud (melepas segala ikatan materi), dan sudah sampai ke derajat yang mukhlasin.
5.
Lebih jauh lagi, bilamana kesadarannya sudah dapat menghubungkan diri kepada dzat mutlak (meta kosmos),
maka disebut kesadaran Ruh (AKU SEJATI) atau rasa jati. , yaitu rasa yang hakiki yang mengetahui semua rasa
(alam), Aku inilah yang mengetahui segala rasa, sedih, rasa takut, rasa marah, rasa benci, rasa capek, rasa
lapar, rasa ngantuk dan seluruh alam rasa. Sebab semuanya tidak ada manfaatnya jika sang Aku tidak ada.
Sebelum anda menyadari rasa jatinya , anda mengira sakit itu yang merasakan adalah tubuh ini, kemudian kita merunut
keatas, dari sentuhan fisik yang dihantar oleh bioelectric yang menghasilkan kesan ditangkap oleh pangkal otak ..dari
pangkal otak kita menyadari siapa yang merasakan setelah sampai pada pusat otak !! Ialah AKU sejati yang melihat
(merasakan ) itu, ialah pusat pengetahuan tentang rasa, dia berada meliputi fisik bukan didalam fisik. Sehingga jika sang
Aku telah meninggalkan fisik maka rasa itu tidak ada dalam fisik ini (mati) , anda perhatikan saat orang tidur ..walaupun
otak dia tetap bekerja,namun Aku tidak merasakan lagi sebagai fisik ini..akan tetapi pindah dari kesadaran fisik menuju
kesadaran jiwa, begitu seterunya .
Mungkin dibawah ini membantu menambah pengertian atas rasa tadi :
Sebelum anda bisa mengendarai (menyetir) mobil, menurut perasaan anda mobil itu besar sekali dan jalanan sepertinya
sangat sempit, sehingga tampak terpisah antara mobil dan pikiran..anda menjadi gugup saat berpapasan dengan
pengendara sepeda motor
Lama- kelamaan rasa anda meluas meliputi body mobil, seakan tubuh anda menjadi mobil itu sendiri, sehingga jika
berjalan kencangpun terasa mengikuti irama perasaan anda. Reflek otak anda menggerakkan rem, kopling, wiper, bunyi
knalpot, dan getaran mobil, sehingga jika ada sesuatu yang ganjil terhadap bunyi mesin itu terasa menyentuh langsung
kepada perasaan anda (otak). Jika mobil itu terantuk batu yang besar .ADUH !! anda merasakan kesakitan. Mengapa anda
yang menjerit kesakitan ..padahal anda dengan mobil itu berbeda..anda bukanlah sebuah mobil itu. Siapa yang
merasakan enak tidaknya membawa mobil .mobil itu tidak bisa merasakan apa-apa. tapi saya bisa merasakan mobil itu
enak atau tidak ..itulah gambaran rasa jati ..asalnya segala rasa, yang meliputi segala sesuatu.
Ilmu rohani juga dikatakan ilmu rasa (zauk) kerana perbahasan ilmu ini adalah mengenai rasa.
Yakni rasa-rasa atau perasaan semula jadi yang bertapak di hati sama ada rasa positif atau rasa
negatif. Rasa ini berhubung kait dengan roh. Bila ada roh, adalah rasa. Bila roh tidak ada seperti
jamadat (seperti batu, pasir, besi), rasa pun turut tidak ada padanya.
Ertinya hakikat rasa adalah rohnya. Yang rasa marah itu adalah roh. Yang rasa sakit adalah roh.
Yang rasa angkuh pun roh. Yang rasa sabar dan rasa sayang adalah roh. Begitulah seterusnya
rasa-rasa yang lain. Sebab itulah ilmu roh ini juga dikatakan ilmu rasa.
Rasa positif seperti cinta, berani, ikhlas, kasih, sabar dan lain-lain, semuanya dirasa oleh roh di
dalam jasad. Begitu juga dengan rasa negatif seperti kecewa, marah, angkuh, hasad dan lain-lain
lagi. Ini juga berhubung kait dengan roh.
Rasa positif (mahmudah) yang bertapak di hati itu akan lahir pada sikap atau pada anggota lahir
yang akan bertindak melakukan macam-macam kebaikan. Manakala rasa-rasa negatif
(mazmumah) juga akan lahir pada sikap atau pada anggota lahir, yang mana ia juga akan
bertindak secara negatif pula.
Di sini kita akan bahaskan tentang ilmu rasa sehingga rasa positif dan negatif yang bertapak di
hati itu benar-benar dapat dirasakan, bukan sekadar diakal-akalkan. Dengan itu, sifat-sifat
mahmudah dapat dimiliki (dirasai) dan dapat disuburkan. Manakala sifat-sifat mazmumah pula
dikenal pasti dan dikikis-buangkan.
Mungkin selama ini kita baru tahu (sekadar akal) tentang sifat-sifat mahmudah dari ilmu yang
kita pelajari tetapi kita belum benar-benar merasai (di hati) sifat-sifat mahmudah itu. Begitu juga
dengan sifat-sifat mazmumah, kita sekadar tahu adanya sifat-sifat itu tetapi buat acuh tak acuh
sahaja hinggakan tidak serius berusaha membuangnya dan menggantikannya dengan sifat-sifat
mahmudah.
Melalui kaedah roh melihat roh, rasa-rasa positif atau negatif ini dapat dikesan. Setelah dapat
dikesan serta dapat pula disuburkan melalui mujahadah dan latihan-latihan secara istiqamah,
maka perasaan-perasaan mahmudah yang bertapak di hati itu akan mampu mengubah anggota
lahir manusia atau tindaktanduk atau tabiat untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Yakni ia
menjadi motor (pendorong) atau kuasa untuk seseorang itu berbuat baik.
Umpamanya, rasa ikhlas dalam hati akan menjadikan seseorang itu ikhlas di dalam
perbuatannya. Rasa kasih menjadikan dia berkasih sayang dengan manusia. Rasa tawakal dalam
hati menjadikan dia seorang yang menyerah diri pada Allah dalam setiap kerjanya. Rasa
rindukan Allah dalam hatinya menjadikan dia perindu Allah dan sanggup berkorban apa saja
demi Tuhan. Rasa takutkan Allah menjadikannya gementar apabila mendengar nama-Nya
disebut dan dia akan menjauhkan segala larangan-Nya. Rasa yakin dengan janji-janji Allah
menyebabkan dia terhibur dengan kebenaran dan tahan dengan ujian.
Sehingga lahirlah dalam kehidupan seharian kebaikan-kebaikan yang terserlah seperti dia akan
jadi orang yang ikhlas, tawadhuk, berkasih sayang, pemurah, tawakal, sabar, redha, baik sangka,
pencinta dan perindu Allah, sangat sensitif dengan dosa dan kesalahan, suka mengutamakan
orang lain dan lain-lain sifat mahmudah lagi.
Firman Allah: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila
disebutkan nama Allah, maka gementarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya, bertambahlah keimanan mereka (kerananya) dan kepada Tuhanlah mereka
bertawakal. (Al Anfal: 2)
Sabda Rasulullah SAW:
1. Dari Iyadh bin Himar r.a., katanya telah bersabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah
telah mewahyukan kepada saya, bertawadhuklah (merendah diri) sehingga seseorang tidak
menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap dirinya.
(Riwayat Muslim)
2. Daripada Abu Hurairah r.a., katanya Rasulullah SAW telah bersabda: Tidak kurang harta
kerana bersedekah dan Allah tidak menambah pada seseorang yang memaafkan melainkan
kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhuk (merendah diri) kerana Allah, melainkan
dimuliakan Allah. (Riwayat Muslim)
3. Daripada Aisyah r.ha., katanya bahawa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah
lunak, tenang dan suka pada ketenangan dalam semua urusan. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
4. Sebaik-baik manusia ialah yang dapat memberi manfaat kepada manusia yang lain.
(Riwayat Qudhai dari Jabir)
Terlalu banyak sifat mahmudah ini disebut di dalam Al Quran dan Hadis khususnya ditujukan
kepada orang-orang mukmin. Tujuannya supaya mereka meyakini kemudian merasainya.
Meyakini tidak sama dengan merasai. Meyakini atau mempercayai itu hanya pada akal atau atas
dasar ilmu. Ada hujah-hujah dan dalil tentang itu sehingga akal tidak boleh menolaknya. Tetapi
merasai itu di hati, iaitu hati menghayatinya serta sangat memberi kesan terhadap sikap
hidupnya.
Selama ini kita hanya yakin atau percaya tentang sabar, redha, tawakal, takut, cinta, harap, kasih
sayang, pemurah, ikhlas, zuhud, malu, merendah diri, tolak ansur, pentingkan orang lain dan
lain-lain lagi. Tetapi ia belum subur di dalam hati dan tidak pernah menjadi pengalaman dalam
diri, apalagi merasai hal-hal itu semua. Yakni hati belum lagi menghayatinya dan belum menjadi
tabiat diri. Maka ia tidak akan berkesan di dalam sikap diri dan dalam kehidupan.
Seperti yang dikatakan tadi, meyakini sifat-sifat itu tidak sama dengan merasai (menghayati)nya.
Dua perkara yang san-gat berbeza. Semua orang boleh bercakap atau memperkatakan hal ini,
bahkan mempercayainya. Percaya itu di akal tetapi rasa itu di hati.
Untuk mudah difahami biar dibuat satu perbandingan. Seorang yang yakin dan percaya bahawa
harimau itu menakut-kan tidak sama dengan seorang yang rasa takutkan harimau. Percaya, baru
di peringkat ilmu tetapi rasa takutkan harimau itu adalah rasa dan pengalaman. Semua orang bila
sebut harimau akan percaya yang harimau itu menakutkannya. Tetapi rasa takut itu belum ada
dalam hati.
Bilakah rasa takut itu benar-benar bertapak di hati? Itulah sewaktu terserempak dengan harimau.
Spontan saja timbul rasa takut yang amat sangat di dalam hati. Takut yang mungkin tidak
terkawal lagi. Ibarat kucing yang sedang menggonggong anaknya, akan terjatuh anaknya dari
mulutnya lantaran rasa takut itu terlalu menguasai dirinya. Itulah kesan dari rasa takut.
Sedangkan orang yang tidak berdepan dengan harimau, tidak terkesan apa-apa. Walaupun dia
tahu yang harimau memang menakutkan.
Demikianlah bandingannya dengan contoh rasa-rasa yang lain. Seperti rasa manis pada gula,
tidak dapat dikesan kalau kita cuma tahu yang gula itu manis. Tetapi bila dimakan barulah terasa
manisnya. Demikian juga rasa pedas pada cili. Atas dasar ilmu memanglah semua orang percaya
yang cili itu mempunyai sifat pedas tetapi belum merasai pedas. Sudah makan cili barulah rasa
pedasnya. Selagi tidak dimakan, walaupun kita cukup tahu yang cili itu pedas, pasti tidak akan
terasa pedasnya.
Begitu jugalah selama ini, akal atau ilmu kita percaya dan yakin bahawa takut, hebat, sayang,
gerun, sensitif, malu, me-rendah diri, cinta, harap, tawakal dan rindu dengan Allah itu semuanya
diperintahkan tetapi kita belum merasainya di dalam hati.
Rasa-rasa ini jika benar-benar bertapak dalam hati, ia akan mendorong anggota lahir manusia
bertindak membuat seribu satu macam kebaikan. Dengan kata-kata lain, ia merupakan
penghayatan tauhid di dalam hati. Yakni bukan sekadar diketahui oleh akal sebagai ilmu tetapi ia
benar-benar dirasai oleh hati. Setiap ilmu itu kalau sekadar difahami di akal tanpa dirasai oleh
hati, maka ilmu itu akan jadi mental exercise semata-mata. Tidak untuk dijadikan tindakan di
dalam kehidupan. Jadilah ia bahan perbahasan di dalam kertas-kertas kerja atau teori falsafah
sahaja. Ia sekadar menjadi bahan perbincangan di muktamarmuktamar atau seminar-seminar,
sebagai perbahasan ilmiah di dalam tulisan-tulisan, sebagai bahan kajian atau tesis atau hanya
untuk peperiksaan bagi melayakkan dapat sijil atau degri serta sekadar diperbincangkan.
Ternyata ia tidak berlaku dalam sikap dan kehidupan.
Itulah yang berlaku di kalangan sebahagian besar para ilmuan terutama para ulama sekarang ini.
Iaitu ilmu menjadi bahan perbincangan semata-mata. Tidak untuk mengubah sikap daripada jahat
kepada baik. Daripada tidak berakhlak kepada berakhlak. Daripada sombong kepada merendah
diri. Daripada bakhil kepada pemurah. Tidak juga mengubah daripada cinta dunia kepada cinta
Allah SWT. Daripada takutkan makhluk kepada takutkan Allah. Daripada sensitif dengan dunia
kepada sensitif dengan kesalahan dan dosa atau sensitif dengan Akhirat. Daripada kasar kepada
berkasih sayang. Daripada keluh-kesah kepada ketenangan. Daripada penting diri kepada
mengutamakan orang lain dan sebagainya.
Ilmu rohani atau ilmu rasa (zauk) ini bukan senang hendak disuburkan ke dalam hati, sekalipun
asasnya sudah ada. Selama mana hati tidak dapat dibersihkan daripada mencintai dunia serta
sifat-sifat mazmumah yang lainnya, maka selama itulah cinta kepada Allah tidak akan bertapak
di hati. Rasa hamba tidak akan terasa. Rasa hebat kepada Allah tidak akan tersemat. Rasa kasih
sayang tidak akan berbunga. Rasa rindu jauh sekali. Rasa timbang rasa tidak akan wujud. Rasa
pemurah tidak akan ada. Rasa diawasi oleh Allah tidak akan timbul. Rasa sensitif dengan dosa
tidak akan bertapak di dalam hati. Rasa senang menunggu janji dari Allah tidak akan ada dan
begitulah seterusnya.
Kalau rasa-rasa yang disebut di atas tadi belum bertunjang di hati atau tidak subur di dalam hati
(zauk), dengan apa lagi yang akan mendorong manusia untuk membuat kebaikan? Apakah lagi
perkara lain yang akan menjadi enjin atau motor yang mampu menolak kejahatan atau
mendorong mencetuskan kebaikan?
Kalaupun kelihatan ada kebaikan-kebaikan lahir yang di-buatnya, itu bukanlah didorong oleh
hati (iman). Tetapi atas dorongan kepentingan peribadi huzuzunnafsi.
Contoh-contohnya:
Seorang yang menolong orang atas dasar inginkan undinya.
Memberi fatwa untuk hiburkan hati tuan, bukan Tuhan.
Berkhidmat kepada masyarakat kerana inginkan kemasy-huran.
Bersedekah kerana nama.
Membantu kerana hendak mengelak daripada kejahatan manusia.
Hormatkan orang kerana takutkan kuasanya.
Beri kasih sayang kerana inginkan bantuan dan pemberian-nya.
Bekerja kerana gaji atau elaun.
Membanteras kemungkaran kerana diarahkan oleh tuan, bukan kerana itu perintah Tuhan.
Berseminar atau membentangkan kertas kerja kerana ada peluang-peluang untuk dapat duit
yang dicurahkan dalam seminar-seminar itu dan bukan tujuan perlaksanaan.
Memperkatakan Islam supaya jangan rasa ketinggalan di zaman kebangkitan Islam ini. Atau
jangan sampai dituduh orang tidak mengikuti perkembangan semasa dan macam-macam desakan
kepentingan peribadi (huzuzunnafsi).
Semua itu bukan merupakan kebaikan yang hakiki, tetapi cuma untuk sementara waktu. Ia hanya
dorongan luaran, bukan dorongan dalaman. Di sisi Allah, mereka termasuk ke dalam golongan
orang yang berpura-pura baik atau bersifat nifak. Di waktu-waktu kepentingan tidak ada,
kebaikan itu tidak dibuat lagi. Orang begini biasanya kebaikan yang dibuat itu tidak tahan diuji.
Yakni kalau ada ujian dia tidak akan dapat meneruskan kebaikan itu.
Untuk golongan ini Allah SWT ada mengingatkan di dalam rman-Nya: Barangsiapa yang
mengkehendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), kerana di sisi Allah ada pahala dunia dan
Akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (An Nisaa: 134)
CARA MENDAPATKAN ILMU RASA (ZAUK)
Ilmu rohani atau ilmu tasawuf atau ilmu rasa (zauk) ini tidak akan dapat diperolehi dengan hanya
diberitahu atau dipelajari saja. Ianya mesti diusahakan melalui beberapa langkah iaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Istiqamah bermujahadah.
7.
Allah.
Selalu berkir tentang dosa dan kelemahan diri di samping berkir tentang kebesaran
8.
Sebenarnya, lapan cara untuk mendapat zauk ini tiada beza-nya dengan cara-cara mendapatkan
iman dan taqwa. Sebab zauk ini adalah sama dengan menanamkan iman dan taqwa. Kelainan
istilah dan susunan hanya memperlihatkan bahawa proses itu boleh berlaku dalam berbagai cara.
Apa yang berlaku di seluruh dunia hari ini ialah sekolah-sekolah, kolej-kolej, institusi-institusi
dan universiti-universiti Islam menyampaikan ilmu semata-mata. Ertinya pelajar-pelajar atau
siswa-siswi atau orang ramai hanya diberikan taalim tanpa diberi tarbiah atau didikan, tanpa ada
latihan (riadatunnafsi), tanpa bimbingan mujahadatunnafsi, tanpa disiplin-disiplin ibadah tertentu
dan tanpa pimpinan terus oleh guru-guru yang terlibat dengan taalim yang mana guru itu pula
mesti menjadi contoh. Untuk mendapat guru mursyid memanglah susah terutama di akhir zaman
ini kerana bukan mudah untuk menjadi guru mursyid. Iaitu guru yang dirinya itu menjadi model
dan contoh.
Guru yang sekadar berikan kuliah ilmu, lepas itu terpulanglah kepada murid untuk faham atau
tidak, untuk beramal atau tidak. Esoknya ditambah dengan kuliah ilmu yang baru pula. Guru
seperti ini mudah dicari. Begitu juga pelajar-pelajar dan siswa-siswi hanya buka kitab, tutup
kitab dan strugglelah sendiri kalau ingin faham atau lulus dalam pelajaran mereka. Hubungan
murid dengan guru tidak ada langsung. Lebih-lebih lagi guru-guru itu tidak pula menjadi contoh
kepada pelajar-pelajarnya. Usahkan guru hendak memimpin murid, dirinya sendiri pun tidak
terpimpin. Kalaupun ada kelas tambahan atau tutorial selepasnya, itupun dibuat kerana hendak
lulus periksa. Bukan dibuat untuk memimpin dan mendidik murid-muridnya. Jadi bagaimanakah
mereka dapat melahirkan anak-anak murid yang terdidik dan berakhlak mulia?
Begitu juga berlaku sebahagian besar di pondok-pondok dan pesantren-pesantren di seluruh
dunia hari ini, selepas guru-guru atau ustaz-ustaz mengajar Babul Buyuk (bab jual beli)
misalnya, mereka tidak pun berusaha untuk melaksanakan apa yang dipelajari. Seolah-olah Allah
suruh belajar untuk tahu sahaja, bukan untuk dilaksanakan. Yang sedihnya kadang-kadang kita
lihat, betul-betul di sebelah pondok atau pesantren itu, tersergam kedai orang bukan Islam yang
berniaga dan menjadi tempat belibelah penduduk sekitar pondok itu. Seluruh kakitangan pondok,
dari murid-muridnya hingga ke ustaz-ustaznya turut bertumpu ke kedai tersebut. Membantu
membangun dan memajukan ekonomi orang bukan Islam.
Sistem ekonomi Islam yang dipelajari tidak pun diusahakan dan ditegakkan. Patutnya hasil
pelajaran itu, guru-guru terus melatih murid-muridnya mempraktikkan ilmu dalam kedai-kedai
kecil yang modalnya diusahakan bersama. Usahakan sampai kaedah perniagaan Islam itu
tertegak dan perniagaan yang tidak ikut sistem Islam itu dapat dihapuskan. Sebagaimana
Rasulullah SAW berjaya mengatasi ekonomi kapitalis Yahudi di Madinah melalui perniagaan
Islam Suqul Ansar.
Firman Allah SWT: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengannya adalah keras terhadap orang kar tetapi berkasih sayang sesama mereka. (Al Fath:
29)
Tetapi mengapa terjadi sekarang ini hal yang sebaliknya? Sebab ilmu yang diberi itu ilmu yang
mati (beku). Tidak ada rohnya. Maka kesannya, guru dan murid tidak rasa apa-apa terhadap
perniagaan orang kar itu. Tidak timbul rasa cemburu, tidak rasa tercabar, tidak malu dan tidak
ingin berlumba-lumba untuk menegakkan ekonomi Islam bagi menggantikan ekonomi orang
bukan Islam itu. Tegasnya, jiwa perjuangan atau jihad sabilillah tidak ditanam ke dalam jiwa
melalui pengajaran yang dibuat. Hasilnya murid tiada upaya untuk memperjuangkan ilmu Allah
yang telah diketahuinya. Jadilah umat Islam jumud dan beku.
Jadi, ilmu yang hanya menjadi mental exercise ini tidak akan dapat dihayati oleh hati. Akhirnya
lulusan pengajian Islam ini tidak dapat menjadi contoh kepada masyarakat. Hinggakan
masyarakat tidak nampak contohnya lagi. Maka berterusanlah masyarakat hidup dalam dunia
sekularnya.
Oleh itu menghayati ilmu rasa atau ilmu tasawuf itu sangat penting kepada kaum muslimin
kerana ia menjadi pendorong yang kuat kepada kebaikan dan benteng yang kebal kepada
kejahatan. Kalau tidak nanti manusia itu ibarat kereta tanpa enjin. Walaupun bodynya baik,
cantik dan gagah tetapi ia tidak dapat bergerak ke hadapan atau tidak dapat digunakan atau tidak
dapat dimanfaatkan.