Anda di halaman 1dari 46

MENGENAL DIRI MELALUI GARAM.

MENGENAL ALLAH MELALUI ASIN

Mengenal Diri Melalui garam dan Mengenal Allah Melalui asin!

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah sekalian.

Marilah kita sama-sama mengikuti pelajaran mengenal diri melalui kiasan


garam dan mengenal Alllah melalui kiasan asin. Sebelum itu, saya ingin
sampaikan satu pertanyaanya.kenapa ikan tidak asin selama hidup
berendam didalam laut?. asinnya ikan itu, jika direndam dengan garam,
kenapa ikan tidak merasa asin bila berada didalam lautan asin!. Saya mau
saudara-saudara jawab,

Pelajaran ini, adalah pelajaran dengan suatu kiasan yang teramat akbar
bagi kita mengenal diri dan mengenal Allah dengan nyata dan jelas.
Sayangnya tidak banyak yang berfikir dan megambil iktibar darinya!. Allah
jadikan sedemikian rupa adalah semata-mata untuk mengajar kita arti
mengenal diri dan mengenal Allah.Bagi mereka-mereka yang berpandangan
jauh, akan dapat mengambil iktibar melaluinya.

Ikan tidak asin selama berada didalan lautan, sebabnya adalah karena
“ikan belum mati”. Karena ikan belum mati dan karena ikan masih
hiduplah sebabnya ikan itu tidak asin semasa berada didalam lautan asin!.
Setelah mati atau setelah berpisahnya nyawa dari jasad ikan, barulah ikan
akan menjadi asin bilamana berada didalam lautan.

Persoalannya disini, apakah hubungan nyawa dengan asin?.

Yang menerima asin itu, adalah jasad, bukannya nyawa, nyawa tidak ada
kena mengena dengan asin!. Tetapi kenapa jika ikan masih bernyawa,
jasadnya tidak bisa menerima asin. Bilamana ikan sudah mati dan setelah
nyawa berpisah dari jasad, barulah tubuh ikan itu bisa menerima asin!
kenapa?. Yang berendam didalam lautan asin itu, adalah jasad ikan
bukannya nyawa ikan! Kenapa ikan tidak bisa menerima asin jika adanya
nyawa?. Tubuh ikan hanya bisa menerima asin, setelah ketiadaan nyawa!.

Coba lihat bagaimana ikan yang sudah mati, pastinya akan menemui asin.
Iktibar atau pengajaran “mati” yang dapat kita kutip dari kiasan ikan
dengan garam itu, sebenarnya adalah salah satu cara mengajar kita
mengenal Allah. Kenapa ikan tidak bisa menerima asin?. Persoalan ikan
tidak bisa menerima asin adalah sama dengan persoalan kenapa kita tidak
bisa mengenal Allah?. Barang siapa tahu kenapa ikan tidak bisa menerima
asin, mereka akan tahu kenapa kita tidak bisa mengenal Allah!.
Ikan tidak bisa menerima asin, adalah karena ikan belum sampai kepada
tahap “mati”. Begitu juga dengan kita, diri kita tidak bisa sampai kepada
tahap mengenal Allah, adalah karena diri kita belum sampai kepada tahap
mati (matikan diri sebelum mati). Bilamana kita berjaya sampai kepada
tahap mematikan diri sebelum kita mati, disitulah nantinya kita akan dapat
sampai kepada tahap mengenal Allah Taala!.Sebab kita tidak bisa sampai
kepada tahap mengenal Allah itu, adalah karena kita belum berjaya sampai
kepada tahap mematikan diri!. Sesudah sampainya kita kepada tahap
“mematikan diri sebelum mati” dengan sebenar-benar sampai, barulah bisa
kita mengenal Allah Taala dengan sebenar-benarnya kenal!.

Setelah ikan sudah sampai kepada tahap mati, maka akan sampailah sifat
asin kepada jasad ikan. Begitu juga kiasannya dengan diri kita. Bilamana
kita sampai kepada tahap “Al mutu kablaan tamautu”, (matikan diri sebelum
mati), barulah kita akan sampai kepada tahap mengenal AllahTaala!.
Setelah diri sudah sampai kepada tahap “mati sebelum mati”, maka akan
sampailah kita kepada tahap mengenal Allah!. Untuk itu, barang siapa yang
berhajat atau bercita-cita untuk sampai kepada tahap mengenal Allah Taala,
seharus dan semestinya terlebih dahulu melalui proses mematikan diri
sebelum mati!.

Sebab tidak sampainya kita kepada tahap mengenal Allah itu, adalah karena
tidak berjayanya kita untuk sampai kepada tahap mematikan diri!. Setelah
sampainya kita kepada tahap ilmu mati sebelum mati, barulah kita akan
dapat sampai kepada tahap mengenal Allah, dengan sebenar-benarnya
mengenal!. Sesudah matinya ikan baru bisa menerima asin, begitulah juga
dengan diri kita. Sesudah diri kita mati sebelum mati, barulah Allah itu akan
dapat menghampiri, mendampingi, menyelubungi serta meliputi diri kita!.
dari situlah kita akan dapat mengenal Allah dengan nyata. Kita akan berjaya
sampai kepada tahap mengenal Allah dengan nyata , setelah kita mengenal
arti mati!. Untuk itu marilah kita belajar mengenal arti mati, “Al-mutu
Kabllaan tamautu” (mati sebelum mati).

Untuk mengenal Allah itu, mari kita umpamakan diri kita seumpama garam
dan mengenal Allah itu seumpama asin. Anggaplah diri kita ini garam.
Kiranya kita hendak binasakan sifat garam kedalam asin, campakkan garam
kedalam laut. Setelah garam kembali kedalam laut, maka akan hilanglah
sifat garam, setelah hilangnya sifat garam, maka kekallah ia dalam sifat
asinnya!. Begitu juga dengan diri kita.

Barangn siapa yang berhajat untuk mengenal diri, hendaklah ia mematikan


diri sebelum mati (membinasakan diri). Seumpama kiasan kita campak
garam kedalam laut. Setelah garam dipulangkan semula kedalam lautan,
barulah tidak lagi kelihatan garam.Yang nyata hanyalah asin. Begitu juga
dengan diri kita, barang siapa yang berhajat untuk mengenal diri,
campakkan diri kedalam lautan wajah Allah. Sifat garam atau sifat diri kita
sebenarnya tidak ada, tidak wujud dan tidak maujud. Yang ada, yang wujud,
yang ujud dan yang maujud itu, hanyalah asin.

Coba saudara ambil sebrongkah garam kasar. Saya ingin saudara genggam
garam itu dan masukkannya kedalam segelas air. Kerana ” berbrongkah”
itulah makanya kita panggil ia dengan panggilan garam. Coba larutkan
garam kedalam air, biar sifat brongkahanya hilang, maka garam tidak lagi
dipanggil garam, melainkan dipanggil ia dengan panggilan asin!.

Demikian juga dengan diri kita, kerana kita “bersifat” itulah makanya kita
panggil diri. Cuba kita hilangkan sifat diri, cuba kita bayangkan yang diri kita
itu mati!. Setelah mati dan setelah ditanam kedalam tanah, dimanakah yang
dikatakan diri?. Sebenarnya diri kita tidak ada. Diri kita sebenar-benarnya
tidak ada!. Sebenar-benarnya diri kita itu, tidak ada!. Adanya sifat diri
kita itu, hanyalah sekadar bersifat sebagaimanna sifatnya garam.
Kiranya kita hanyalah sekadar bersifat sebagaimana sifatnya garam, kenapa
kita masih mengaku yang kita itu ada?. Sekiranya sifat garam tidak ada,
maka sifat kita juga tidak ada. Kembalikan garam kedalam laut dan
kembalikan diri kita kedalam Allah! (wajah Allah). Allahh, Allah, Allah
…………………………………………………………………

MENGENAL ALLAH ITU, AKAN TERCAPAI SETELAH TIDAK


TERLIHATNYA DIRI

Mengenal Allah Itu, Akan Tercapai Setelah Tidak Adanya Diri!, selagi kita
masih mengaku “adanya diri”, selagi itulah sifat “adanya Allah itu” tidak akan
dapat kita lihat. Bila kita mengadakan sifat adanya diri, bererti kita telah
menafikan sifat adanya Allah. Kita tidak boleh untuk mengadakan
(menwujudkan) atau menggabungkan serentak antara kedua-dua sifat
makhluk dengan sifat Allah!. Sifat ada atau sifat wujud itu, adalah sifat
hanya bagi Allah. Sifat bagi makhluk itu, adalah tidak ada (tidak wujud).
Ingat sifat dua puluh.kalau kita itu bersifat ada atau kita itu bersifat wujud,
bererti kita telah mengadakan dua sifat wujud (dua sifat ada). Bererti kita
telah menduakan sifat Allah, yaitu satunya wujud bagi Allah dan satu lagi itu
wujud bagi diri makhluk, bermakna disini, kita telah mengadakan dua sifat
wujud. Sedangkan sifat wujud itu, hanya hak bagi Allah dan bukannya hak
bagi makhluk. Bagi yang menduakan sifat Allah, hukumnya adalah syirik.
Syirik itu, adalah dosa besar yang tidak boleh diampun Allah. Untuk itu,
jangan adakan dua sifat wujud (dua sifat ada). yang wujud dan yang bersifat
ada itu, adalah hanya bagi Allah, hanya bagi Allah dan hanya bagi Allah!
…………………………………………………………………………………….
Kita semua belajar dan kita semua tahu bahwa sifat “ada” itu adalah hanya
sifat bagi Allah!. jadi sifat bagi kita itu, adalah tidak ada!. Bila kita tidak ada
sifat, apa lagi yang hendak kita perkira-kirakan dalam soal ingat kepada
Allah!. Setelah semua makhluk bersifat tidak ada, bermakna yang ada itu,
adalah hanya Allah. Jadi yang ada dan yang wujud itu hanya Allah, buat apa
lagi ingat kepada selain Allah!.

MENGENAL ALLAH ITU, SEHINGGA TIDAK PERLU ADANYA DALIL

Mengenal Allah Itu, Sehingga Tidak Lagi Perlu Adanya Dalil!


Mengenal Allah itu, hendaklah sampai kepada tahap tidak perlu lagi kepada
dalil!, tidak perlu kepada saksi atau peyaksian . Kiranya masih perlu kepada
dalil atau saksi, bererti kita belum benar-benar mengenal Allah. Untuk
mengenal atau untuk ingat kepada kedua Ibu dan ayah kita, apakah perlu
lagi kepada saksi atau dalil?. Begitu juga dengan ilmu mengenal Allah.
Orang yang benar-benar mengenal Allah itu, adalah orang yang tidak lagi
perlu kepada dalil!. Allah itu, adalah Allah.
untuk ingat kepada Allah itu, sekiranya masih ada saksi, bersaksi dan masih
ada yang meyaksi, itu adalah peringkat mereka yang masih berkira-kira
untuk ingat. Berkira-kira untuk ingat kepada Allah itu, adalah tanda tidak
ingat dan belum ingat!. Masih dalam perkiraan akan ingat. Perkataan akan
ingat itu, adalah tandanya belum ingat dan tandanya tidak ingat. Sebenar-
benar ingat kepada Allah itu, setelah tidak lagi ingat kepada makhluk. Ingat
kepada Allah itu, setelah tidak lagi ingat kepada perkiraan, tidak lagi ingat
kepada sangka-sangka dan setelah tidak ingat lagi kepada dalil itu dan dalil
ini.

INGAT KEPADA ALLAH ITU, ARTINYA BELUM INGAT

Ingat Itu, artinya Belum Ingat!

“Ingat itu sesungguhnya tidak ingat”. Tahu itu sesungguhnya tidak tahu”.
“Tidak ingat itulah sebenar-benarnya ingat dan tidak tahu itulah sebenar-
benarnya tahu”. saya ingin mengajak saudara supaya bayangkan, ketika
saudara awal diterima bekerja dimana tidak tahu tempat lokasi kerja.

Dari rumah untuk pergi ke tempat kerja, saudara bertanya arah jalan,
bertanya nama-nama jalan, bertanya berapa banyak menempuh lampu
isyarat, bertanya apakah ada jalan yang belok kiri atau kanan dan
sebagainya. Lama kelamaan, jika sudah biasa, saudara tidak lagi perlu ingat
kepada tanda-tanda jalan atau tidak lagi ingat akan lampu isyarat dan tidak
lagi perlu ingat nama-nama jalan. Tahu-tahu saudara sampai ke tempat
kerja.Saudara bisa sampai ke tempat lokasi kerja dari rumah, tanpa ingat
jalan, tanpa ingat lampu isyarat keberapa, tanpa ingat belok kiri atau kanan
dan tanpa ingat nama-nama jalan lagi. Tahu-tahu saudara sampai ke tempat
lokasi kerja dengan selamat!.

“Tidak ingat, itulah tandanya ingat”. Dari rumah untuk kepejabat itu, tanpa
lagi perlu mengira-gira nama jalan atau lorong mana. Itulah tanda ingat.
Tanda ingat itu, adalah tidak ingat! dan tanda tidak ingat, itulah sebenar-
benar ingat!.
Saya ingin bertanya kepada saudara sekalian. Ketika saudara suapkan nasi
kemulut, apakah saudara ingat kepada tangan?. Saya yakin saudara tidak
ingat kepada tangan, dengan ada atau tidaknya tanngan saudara itu,
saudara sendiri tidak tahu dan tidak ingat!. Tahu-tahu tangan menyuap nasi
kemulut tanpa perlu ingat atau tanpa perlu disuruh, itulah tanda sebenar-
benar ingat.

Tak perlu kita menyuruh tangan menyuap nasi kemulut, tahu-tahu nasi
masuk kemulut!. Ingat kepada Allah itu, hendaklah sampai kepada tahap
tidak ingat!. Kita dikehendaki tidak ingat lagi kepada keberadaan diri kita.
Kita dikehendaki tidak perlu lagi ingat kepada adanya diri. Sekiranya kita
masih dalam keadaan berkira-kira untuk membuang diri, berkira-kira untuk
menfanakan diri dan masih berkira-kira untuk mebinasakan diri, itu
tandanya kita itu belum sempurna mengenal diri dan teramat jauh dari ingat
kepada Allah Taala.

Itu pada tahap atau peringkat masih dalam perkiraan, masih dalam keadaan
berkira-kira mau ingat. mau ingat itu, artinya belum ingat. Nak ingat itu,
ertinya baru nak ingat, baru nak ingat itu, bermakna belum ingat.

Ingat kepada Allah itu, hendaklah sampai kepada tahap, tidak ada apa-apa
lagi yang harus diingat. Ingat kepada Allah itu, jangan sampai adanya dalil.
Ingat kepada Allah itu, jangan sampai ada dikeranakan dengan suatu
kerana. Untuk ingat kepada Allah itu, jangan sampai disandarkan kepada
suatu peyandar. Ingat kepada Allah itu, tidak ada sebab dengan suatu
sebab.
Allah itu, adalah Allah, Allah itu, adalah Allah dan Allah itu, adalah
Allah…………………………………………………………………………………………Allah, Allah,
Allah…………………………

TIDAK TERLIHAT DIRI & MATI SEBELUM MATI

Setelah mempelajari ilmu makrifat, diri kita itu telah dikatakan mati, binasa,
hilang dan tidak lagi terlihat diri? Jika sekiranya mati dan jika sekiranya tidak
lagi terlihat adanya diri, persoalannya di sini, siapakah yang makan-minum
ini ? dan apakah orang mati itu masih butuh kawin ?

Orang yang mengenal Allah dan orang yang sudah sampai kepada makam
makrifat itu, bukan berarti dirinya tidak ada, bukan berarti dirinya hilang dan
bukan berarti dirinya menjadi Allah! Untuk memahami apa yang akan saya
jelaskan nanti, saya minta saudara duduk di hadapan televisi. Jika mau
menghayati betul-betul apa yang akan saya sampaikan ini, saya minta
saudara betul-betul apa yang saya sarankan, baru dapat barokah ilmu. Jika
saya suruh saudara tidak mau ikut, itulah sebab saudara tidak akan faham
apa yang akan saya sampaikan.

Sekarang pergi cari televisi, saya minta saudara duduk di hadapan kaca
televisi. Coba Lihat !dan saya minta saudara pandang televisi (yang belum di
on) atau yang belum dihidupkan atau televisi yang belum ada siaran (offkan
dulu televisi itu). Jika tidak ada televisi, saya minta berhenti dulu baca dan
pergi cari televisi (jika mau mendapat barokah dan supaya tidak timbul kata
tidak faham). Tidak faham itu, datangnya dari tidak mengikuti kata guru,
bukan datangnya dari salah guru.

Kepada ahli-ahli makrifat, duduklah perhatikan, tiliklah dan pandanglah pada


televisi. Lihat seluruh bagian televisi berapa inci, berapa besar, jenis apa,
hitam-putih atau berwarna dan lihat apa saja yang ternampak. Apakah
sudah dilihat? Jika sudah dilihat, saya minta dibuka (dionkan) televisi itu
sekarang. Sekarang saya mau saudara lihat, pandang dan tilik gambar,
cerita atau apa yang terdapat di kaca televisi.

Seumpama, saudara sedang menonton sepak bola atau sedang menonton


drama TV. Jika lihat pertandingan sepak bola, ketika saudara melihat
pertandingan sepak bola itu, apakah yang saudara nampak? Coba jawab
pertanyaan saya di dalam hati saudara. Apakah yang saudara nampak ketika
melihat pertandingan sepak bola di kaca TV? Apakah saudara nampak TV ?
atau nampak pertandingan sepak bola? Coba jawab dengan ilmu dan jujur!!,
nampak TV atau nampak pertandingan sepak bola? Jika kita bilang, kita lihat
pertandingan sepak bola, ke mana perginya TV dan jika kita bilang, kita lihat
TV, ke mana perginya pertandingan sepak bola? Jika kita lihat pertandingan
sepak bola, apakah bola sepak itu ada di dalam TV. Coba buka belakang TV,
yang ada hanyalah komponen elektronik (tidak ada bola dalam TV atau di
belakang TV). Yang kita lihat itu TV, tetapi kenapa terlihat, terpandang dan
tertilik pertandingan sepak bola? Ketika melihat pertandingan sepak bola, ke
mana perginya TV?, yang sebelumnya saudara lihat, tilik dan yang saudara
nampak. Sebelum buka siaran pertandingan sepak bola, tentunya lihat TV
dulu kan !, tetapi setelah siaran berlangsung, ke mana perginya TV?

Apakah ketika kita melihat pertandingan sepak bola, TV itu hilang?


Hilangkah TV itu jika kita lihat pertandingan sepak bola? Biarpun disaat kita
melihat pertandingan sepak bola,TV itu, tidak ke mana-mana, dia masih
berdiri utuh di tempatnya, tanpa berubah walau seinci. Kaca TV, tidak
berpindah tempat, tidak berubah wajah dan tidak bertukar warna. TV tidak
ke mana-mana, tidak hilang, tidak mati dan tidak binasa.

Yang dimaksudkan binasa atau leburnya TV itu, jika kita terlihat dan
terpandang siaran pertandingan sepak bola, biarpun TV di hadapan mata,
tetapi kita tidak lagi terpandang TV. Biarpun TV itu ada di hadapan mata,
yang terlihat itu, adalah siaran pertandingan sepak bola. Itulah yang
dimaksudkan mati sebelum mati, jangan sampai terlihat adanya diri dan
maksud yang dikatakan diri kita itu tidak ada.

Jika mengenal Allah, diri kita mati, diri kita lebur dan diri kita tidak lagi
terlihat diri. Di situ bukan bererti diri itu hilang, tetapi leburnya diri kita itu,
seumpama leburnya TV di saat kita sedang melihat siaran pertandingan
sepak bola. Maksud tidak ada di situ bukan bererti berubah tempat atau
bukan bererti berubah wajah, tetapi lebur dan tidak ada, sebagaimana lebur
dan tidak adanya TV, di kala siaran berlangsung atau tidak ada sebagaimana
tidak adanya TV, semasa kita menonton pertandingan sepak bola di kaca TV.

Yang tendang bola itu, bukan TV, yang tendang bola itu, adalah siaran TV.
Yang bergerak makan-minum, kawin, cerai, beranak, bawa mobil, rampok,
penyamun dan orang yang alim di dalam TV itu, bukan TV. Adapun yang
makan-minum, nikah ,kawin itu, adalah siaran TV (bukannya TV). Yang
berhajat kepada suara itu, siaran, yang berhajat kepada gambar itupun
adalah siaran, yang berhajat kepada lakon merampok itu, siaran, yang
berlakon makan, nikah, kawin, beranak-pinak itu, adalah siaran bukannya
TV.

Sungguhpun TV itu ada, cuba tuan-tuan bawa TV rosak, atau cuba tuan-tuan
matikan siaran perlawanan bola sepak sekarang atau matikan siaran drama
sekarang dan offkan TV sekarang. Apakah yang saudara lihat, apakah ada
lagi siaran yang minta makan, yang tendang bola dan apakah ada lagi siaran
yang nikah kahwin? Sedangkan TV, masih di hadapan tuan-tuan, apakah TV
bisa makan-minum, beranak isteri? Yang makan-minum dan beranak isteri
itu, adalah siaran TV. Jadi siapakah TV, TV (ibarat mahkluk) adalah sekadar
selaku penyata bagi siaran (ibarat Allah)! Diri kita itu, tidak ubah selaku
penyata bagi Allah. Bukannya bagi bertujuan makan-minum, nikah kahwin
atau lapar dahaga, tetapi diri kita itu, adalah selaku penyata bagi Allah.

Yang berhajat kepada sesuatu itu, bukan TV tetapi yang berhajat


itu, adalah siaran.

BAGAIMANA UNTUK INGAT ALLAH?

Inilah kajian yang teramat besar untuk dimengerti oleh sekalian yang
bergelar insan!.yaitu bagaimana caranya untuk ingat kepada Allah
swt. Marilah kita belajar bersama-sama !, saya ingin mengajak saudara-
saudara supaya sama-sama kita menyeberang lautan ilmu yang tidak
bertepi, agar suatu hari nanti, kita bisa sampai ke pesisir pantai “ingat
kepada Allah swt“.

INGAT ALLAH BUKAN PADA NAMANYA

Ingat kepada Allah itu, bukan dengan cara menyebut-yebut nama.


Ingat kepada Allah itu, bukan dengan cara menghitung-
hitung kebesaraNya. Juga ingat kepada Allah itu, bukan dengan cara
mengira-gira puji-pujian kesucian. Allah tidak makan dipuji. Allah tidak
terpengaruh dengan puji-pujian ataupun sogokan dari makhluk. Allah itu
bersifat Maha Terpuji dan Maha Suci. Yang tidak perlu kepada usaha
makhluk untuk mensuci akan Dia. Allah tidak perlu dibersih atau dicuci,
kerana Allah itu sudah suci dan sudah bersih. Allah itu, tidak sedikitpun
termakan bujukan serta rayuan makhluk. Allah tidak terpengaruh dengan
mimik muka sedih, tidak terpengaruh dengan linangan air mata makhluk!.
Allah itu sifatnya berdiri dengan kakinya sendiri (Kiyamuhu Binafsihi), tanpa
terpegaruh dengan bujuk rayu makhluk!. Sekalipun nama Allah itu, dipuja
atau dipuji, tidak sekali-kali bertambah kerajaan Allah dan sekiranya
nama Allah itu tidak sekali-kali disebut-sebut oleh bibir mulut makhluk,
sedikitpun tidak berkurangan kerajaan Allah!.

Ingat Allah itu, bukan dengan cara menyebut-yebut namaNya. Pada asalnya
Allah itu, tidak bernama dan tidak bergelaran apa-apa panggilan. Panggilan
nama Allah itu, tercipta dan terpanggil sesudah keberadaan Nur Muhamad.
Sebelum kejadian Nur Muhamad, Allah tidak bernama!. Setelah terciptanya
Nur Muhamad, barulah nama Allah itu terpanggil dan tersebut. Tetapi harus
diingat bahawa Allah itu, bukan nama panggil-panggilan!. Semasa Allah
bersendirian, semasa sebelum kejadian Nur Muhamad, siapa yang akan
memanggil namanya sebagai Allah?. Seumpama seorang Raja yang tidak
ada rakyat, siapa yang akan memangil nya sebagai Raja?. Begitu juga
Allah. Pada mulanya Allah itu, tidak bernama, setelah adanya Nur Muhamad
(atau adanya rakyat) , barulah Allah itu bernama. Ini menunjukkan kepada
kita bahawa Allah itu, bukan nama!.

Allah itu bernama adalah pada bibir Nur Muhamad dan pada bibir-bibir
makhluk!. Oleh itu, sadarlah saudara sekalian termasuk yang membaca
kajian ini, bahwa marilah mulai hari ini, jam ini dan saat ini, sama-sama kita
“mencari ingat” kepada yang sebenar-benar Allah. Allah yang tidak
berhuruf dan Allah yang tidak bersuara!. Tulisan atau perkataan Allah yang
berupa huruf, yang menempel didinding-dinding rumah atau yang ditempel
dicermin-cermin mobil, itu bukan Allah. Itu adalah tulisan, tulisan yang
berupa susunan huruf dari tangan makhluk!. Allah itu, bukan berupa tulisan,
susunan, ukiran atau berupa huruf. Apa yang kita tulis itu, adalah berupa
dakwat beserta kertas. Sifat yang bilamana dibakar ia hangus dan bilamana
direndam dia basah, itu adalah sifat makhluk, bukannya sifat Allah!. Allah
itu, bilamana terbakar tidak hangus, bilamana direndam tidak basah!.
Selagi terbakar dan selagi basah, itu bukan Allah. Jangan sekali-kali
beriktikad bahawa suara halkum yang terzahir pada bibir mulut kita itu,
adalah Allah!.
Allah bukan sesuatu tetapi nyata pada sesuatu!. ingat, ingat dan ingat
kata-kata saya yang sedikit itu!. Allah bukan nya sesuatu tetapi nyata dan
terzahir pada sesuatu!. Suara bibir yang menyebut perkataan Allah itu,
adalah merupakan sesuatu. Sedangkan Allah bukan sesuatu!. Mana Allah
dan bagaimana untuk ingat kepada Allah?.

Saya tinggalkan persoalan ini untuk saudara fikir sendiri!. Jika saya terus-
terus memperkhabarkan secara senang, tidak akan ada orang yang akan
menghargai ilmu ini. Ilmu ini akan dihargai orang bilamana ianya mahal!.
Mahalnya ilmu ini bilamana saya sorok atau saya sembunyikan puncanya
supaya tuan-tuan meraba-raba sendiri. Setelah puas dan letih meraba
didalam gelap, barulah tuan-tuan tahu menilai yang ianya amat beharga!.
Cuba cari dan cuba jawab, bagaimana nak ingat kepada Allah dengan
sebenar-benar ingat?.

Nampak seolah-olah saya mau mempromosikan buku iki, sebenarnya bukan


berniat atau bukan tujuan saya untuk berpromosi buku. tetapi sekadar
untuk menyatakankan yang benar. Itupun sekiranya dikehendaki Allah!.
Sekiranya tidak dikehendaki Allah, bacalah seribu kitab dan sekalipun turun
guru dari langit , kiranya tidak berkehendak Allah untuk memberi faham
kepada saudara-saudara tidak akan bisa faham. Kitab ataupun guru,
hanyalah sekadar alat untuk meyampaikan, sesungguhnya yang memberi
faham itu, adalah Allah swt!

INGAT KEPADA ALLAH ITU, BUKAN PADA SIFAT ATAU NAMANYA


(ALLAH TIDAK BERSIFAT)

Allah itu, tidak bersifat, Allah itu tidak berjirim dan Allah itu tidak berjisim.
Barang atau perkara yang tidak berjirim atau berjisim, mana mungkin ada
nama!. Setiap yang bernama itu, pasti ada sifat dan setiap yang bersifat itu,
pasti nama!. Sedangkan Allah itu tidak bersifat, mana mungkin Allah itu ada
nama!. (Barang yang tidak bersifat, pastinya tidak bernama. Barang yang
tidak bernama, pasti tidak bersifat!). Sedangkan Allah itu, tidak bersifat
sebagaimana sifatnya makhluk, mana mungkin ada nama!. Oleh itu,
barang siapa yang masih menyebut nama Allah, sesungguhnya mereka itu,
belum lagi dikatakan ingat kepada Allah!. Ingat kepada Allah itu, bukan
pada namaNya. Ingat kepada Allah itu, setelah kenal tuan yang
empunya nama!. Kenal tuan yang empunya nama, barulah dikatakan
ingat !. Ingat kepada Allah itu, setelah sampai kepada tahap mengenal tuan
yang empunya nama!. Mengenal tuan yang empunya nama itu pula,
hendaklah sampai kepada tahap tidak lagi berhuruf dan biarlah sampai
kepada tahap tidak lagi bersuara!. Yang tidak berjirim, yang tidak berjisim,
yang tidak berhurf dan yang tidak bersuara itu, itulah baru dikatakan
sebenar-benar Allah………………………………
Allah itu bersifat dengan sifat yang berlawanan sebagaiamana sifat makhluk.
. Sekiranya makhluk ada bentuk (ada sifat), pastinya Allah itu tidak ada
bentuk dan tidak ada sifat. Sekiranya makhluk ada nama, Allah pasti tidak
ada nama. Jika sekiranya Allah itu ada bentuk dan ada nama sebagaimana
makhluk . Itu bukan Allah!. Sekiranya Allah ada nama dan makhluk juga
ada mempunyai nama, apa bedanya dengan makhluk?. Sekiranya Allah ada
sifat dan makhluk juga mempunyai sifat, apa bedanya antara Allah dengan
makhluk . Menandakan Allah itu adalah Allah, yang sifatnya berlawanan
dengan yang baru, pastinya berbeda dengan sifat makhluk!. untuk
menentukan Allah itu tidak sama dengan sifat makhluk, hendaklah kedua-
duanya mempunyai sifat yang berlawan atau sifat yang berbeda antara satu
sama lain.

ALLAH ITU SEKADAR PENYATA BAGI NAMA.

Bilamana Allah ada, makhluk bersifat tidak ada, bilamana Allah melihat,
makhluk bersifat tidak melihat dan bilamana sifat makhluk bernama, sudah
barang tentu Allah bersifat dengan sifat yang tidak bernama!. Panggilan
Allah itu, adalah sekadar penyata bagi nama, bukan penyata bagi tuan!.
Penyata bagi tuan yang empunya nama itu, adalah “rasa”.

ALLAH ITU, BERLAWANAN SIFATNYA DENGAN MAKHLUK!

Bilamana makhluk bersifat, Allah tidak bersifat. bilamana makhluk


berbentuk, Allah tidak berbentuk. Bilamana makhluk bernama, Allah tidak
bernama. dengan sifat ada bentuk, manakala Allah pula pasti tidak bersifat
dan tidak berbentuk. Sekiranya makhluk ada sifat dan Allah juga ada nama,
sekiranya makhluk ada nama dan Allah juga ada nama, apa bedanya
Allah dengan makhluk?. Sekiranya makhluk ada nama, Allah pasti tidak
ada nama, sekiranya makhluk ada sifat, Allah pasti tidak ada sifat. Kerana
Allah itu sifatNya berlawanan dari yang baru dan berseberangan dari sifat
makhluk!.

ALLAH BUKAN SUARA DARI HALKUM!

Sekiranya saudara-saudara masih lagi menyebut nama, berarti saudara-


saudara belum penuh ingat kepada Allah!. Ingat kepada Allah itu, bukan
dengan menyebut namanya, ingat kepada Allah itu, adalah dengan cara “
ingat kepada tuan yang empunya nama!”. Tuan yang empunya nama itu
pula, tidak berhuruf dan tidak bersuara, tidak berjirim dan tidak berjisim.
Suara yang terkeluar dari kedua bibir mulut itu, adalah perkara yang masih
bersifat suara dan masih bersifat jirim (huruf). Sedangkan Allah itu, sifatNya
tidak berjirim atau berjisim!. Allah itu bukan huruf atau tulisan dan Allah itu,
bukan suara sebagaimana suara yang terkeluar dari halkum!.
ALLAH BUKAN SUARA BIBIR MULUT!

Allah tidak sebagaimana suara yang terkeluar dari bibir. Suara yang
terkeluar dari bibir mulut itu, berupa angin yang dihembus dari halkum.
Hembusan angin yang terkeluar dari halkum dalam bentuk suara yang
berbunyi nama atau dalam bentuk pangil-panggilan dengan sebutan nama
Allah, itu bukan Allah. Yang berbunyi itu suara, manakala suara itu bukan
Allah!. Suara bibir mulut makhluk itu, bukan Allah. Allah tidak berada pada
pita suara (halkum) dan Allah tidak berada pada sebutan nama!, Mana Allah
dan bagaimana cara untuk ingat kepada Allah?. Coba saudara jawab?.
Sebelum saya meneruskan ungkapan yang tidak seperti ini, saya mau
saudara-saudara jawab. Jika tidak bisa jawab, bagaimana selama ini saudara
ingat kepada Allah?.

INGAT ITU ADALAH TIDAK INGAT DAN TIDAK INGAT ITULAH YANG
DIKATAKAN SEBENAR-BENAR INGAT!

Untuk ingat kepada Allah itu, kita tidak lagi perlu kepada dalil!. Bagi sesiapa
yang masih lagi meraba-raba mencari dalil untuk ingat kepada Allah,
sesungguhnya mereka itu adalah golongan mereka-mereka yang belum
ingat kepada Allah. Bagi siapapun yang masih mencari-cari dalil untuk ingat
kepada Allah, itu tandanya mereka belum ingat kepada Allah, mereka-
mereka itu masih berada pada tahap mengigati dalil, bukannya ingat
kepada Allah tetapi mereka hanya ingat kepada dalil!. Sedangkan Allah itu,
bukan dalil. Allah itu adalah Allah!. Untuk ingat kepada Allah itu, kita
sepatutnya tidak lagi perlu kepada dalil. Allah itu, bukan sesuatu, Sedangkan
dalil itu, adalah merupakan sesuatu!. Yang berupa sesuatu itu, bukan Allah
kerana Allah itu bukan sesuatu!. Untuk ingat kepada Allah itu, tidak lagi
perlu kepada dalil!.

Jika sekiranya masih berdalil-dalil untuk ingat kepada Allah, tandanya


saudara-saudara teramat jauh dari Allah. Bilamana teramat jauh dari Allah,
berarti saudara-saudara dalam keadaan teramat dekat kepada lupa kepada
Allah. Jika tidak keterlaluan, izinkan kepada saya untuk menuduh dan
untuk mengatakan yang bahawa saudara-saudara belum sampai kepada
tahap ingat kepada Allah!. Apakah Allah itu tidak cukup terang dan apakah
Allah itu, tidak cukup jelas sampai kepada mencari dalil untuk ingat kepada
Allah?. Allah bukan sesuatu, kenapa masih mencari sesuatu untuk ingat
kepada Allah. Allah bukan sesuatu tetapi nyata pada sesuatu!. Kenapa
perlu cari lagi?…………………………………….

Selagi masih berdalil untuk ingat kepada Allah, sesungguhnya saudara-


saudara bukan dari golongan orang-orang yang ingat kepada Allah!. Mencari
dalil Allah , dengan sebutan , mencari dalil Allah, dengan berzikir, mencari
dalil Allah, dengan perbuatan, mencari dalil Allah dengan suara, mencari
dalil Allah dengan sembahyang dan mencari dalil Allah dengan puasa.
Kenapa perlu lagi kepada dalil?. Tidakkah Allah itu, teramat nyata dan
teramat terang?. Tidak cukupkah Allah itu Allah!. Sesungguhnya Allah
itulah Allah!.

Allah itu nyata, lebih nyata dari diri kita sendiri, kenapa perlu dalil?. Coba
jawab pertanyaan saya…………………….

Allah itu terang, lebih terang dari cahaya matahari, kenapa perlui dalil?..
Coba jawab pertanyaan saya……………………………………

KALIMAH SYAHADAH

MOHON PETUNJUK TERLEBIH DAHULU SEBELUM BERSYAHADAH!

Sebelum berkalimah syahadah, terlebih dahulu marilah sama-sama kita


memohun petunjuk dan hidayah dari Allah swt, agar lafaz yang terkeluar
dari kalam bibir kita itu, dipersetujui, diperkenan dan diridhoi Allah Taala.
Untuk mendapat perkenan atau persetujuan Allah, hendaklah terlebih
dahulu kita tanya kepada diri kita sendiri, apakah kalimah syahadah yang
telah berlangsung dikalam bibir kita itu, dihayati dengan sajian ilmu atau
berlangsung dengan sekadar dendagan alunan suara bibir?.

Hanya hati mereka-mereka yang dituntun, ditunjukkan, dianugerahkan dan


yang dikehendaki Allah saja yang dapat membuka ikatan iman yang
tersembunyi disebalik kalimah syahadah. Allah saja yang dapat membuka
ikatan iman itu dan hanya Allah saja yang dapat memberi petunjuk kearah
megetahui rahasia disebalik syahadah. ikatan iman yang terikat disebalik
syahadah itu, teramat sulit untuk dibuka oleh akal. Syahadah itu, terikat
disebalik ikatan iman. ikatan iman itu terikat didalam kalimah “tahu”
tetapi tidak “ mengetahui” (kenal). Perkataan tahu itu, adalah ikatan
yang terikat disebalik khayalan akal atau hanya sekadar angan-angan.

MAKSUD LAFAS SYAHADAH YANG SEBENAR

Terjemahan sebenar-benarnya kalimah La Ila haillah itu, adalah bermaksud


“Aku mengetahui tiada lain melainkan hanya Allah”. Jika kita tidak
faham dan kita tidak megetahui makna disebalik maksud. Berapa banyak
sekalipun kita menyebut perkataan bersaksi atau kita menyebut perkataan
naik saksi, tidak bermakna kita sudah bersyahadah!. Lafaz syahadah kita
itu, hanyalah sekadar lafasan bibir yang berangan-angan atau berkhayalan
akal semata-mata!.

Lafas syahadah dalam keadaan tidak megetahui, adalah lafaz yang tidak
terlafaz atau ucap yang tidak terucap. Syahadah dari bibir mereka-
mereka yang dalam berkeadaan hilang ingatan, hilang akal, hayal atau
dalam berkeadaan mabuk. Lafaz syahadah dari bibir orang yang “tidak
megetahui” itu, seumpama garam yang tiada asin!. Lafaz yang tidak
diterima Allah!.

Maksud atau makna perkataan “mengetahui” itu, adalah menuju kepada


“mengenal“. Semisal kita tidak mengenal Allah, apa kesaksian yang hendak
kita persaksikan atau yang hendak kita persembahkan kepada Allah, coba
saudara-saudara jawab pertanyaan saya?. Setaip yang bersaksi, hendaklah
terlebih dahulu mengenal antara satu sama lain. Sepatutnya yang bersaksi
itu, mengenal dengan yang meyaksikannya!. Semisal saksi tidak kenal
kepada yang meyaksi dan yang menyaksi pula tidak mengenal kepada yang
bersaksi, apakah artinya bersyahadah?. Diantara mereka saling tidak kenal
mengenal diantara satu sama lain, apa yang hendak kita persaksikan?.
Coba jawab pertanyaan sayadengan jujur?.

NAIK SAKSI TETAPI TIDAK BERSAKSI. (SAKSI TIDAK MENGENAL


YANG DISAKSI!).

Jika saudara-saudara masih tidak faham apa itu maksud saksi dan apa itu
maksud yang meyaksi, mari ikut saya, saya bawa saudara-saudara sekejab
kedalam mahkamah!. Saya mau saudara-saudara menjadi seorang saksi
dalam sebuah kasuh perampokan bersenjata yang mendatangkan kematian.
Secara kebetulan saudara melihat dan meyaksikan perampokan tersebut
dengan mata kepala sendiri. Sebagai saksi, tuan hakim meminta saudara
mengenal pasti pelaku yang melakukan perampokan. Hakim mengumpulkan
beberapa orang tersangka untuk saudara kenal pasti, salah satu perompak
yang benar-benar melakukan perampokan tersebut. Coba saudara jawab
pertanyaan saya, bagaimana jika saudara tidak dapat cam/merekam pelaku
perampokan dan proses kejadian atau tidak dapat untuk mengenal pasti
pelaku yang melakukan perampokan tersebut, bisakah saudara disebut
sebagai seorang saksi?. Bisakah saudara dipanggil sebagai seorang saksi?.
Sebagai seorang saksi itu, hendaklah mengenal orang yang disaksikannya!.

Begitu juga dalam soal kita berkaliamah syahadah. Kita mengaku untuk
bersaksi bahawa tidak ada Allah lain selain Allah!. Coba saudara-saudara
jawab pertanyaan saya, bila katanya saudara mengenali Allah?. Bila katanya
saudara pernah melihat Allah?. Semisalnya tuan-tuan belum pernah melihat
Allah dan belum pun pernah mengenal Allah. Bagaimana saudara-saudara
mau jadikan diri saudara-saudara itu sebagai seorang saksi, ternyata
saudara-saudara sendiri belum pernah meyaksikannya. Seorang saksi yang
belum pernah dipersaksikan (belum pernah diperlihatkan), mana mungkin
dapat menjadi saksi bagi meyaksikan suatu kesaksian ?. Coba jawab, coba
jawab dan cuba jawab dengan hati yang jujur?. Boleh atau tidak?. Jika
jawapannya “tidak”, bagaimana kesaksian saudara-saudara terhadap
kalimah syahadah yang saudara-saudara sendiri sebut dan yang saudara-
saudara sendiri lafazkan?. Tidakkah itu suatu pembohongan atau suatu
penipuan?. Saudara-saudara adalah seorang makhluk pendusta!. Dusta pada
Allah, dusta pada pandangan masyarakat dan dusta juga kepada diri
sendiri!. Apakah artinya saudara-saudara sebagai hamba Allah yang bersaksi
kepada kalimah syahadah?. Coba jawab kepada diri sendiri!.

PEMAHAMAN SYAHADAH ITU, BUKAN MENGIKUTI PEMAHAMAN


AKAL!

Maksud atau makna mengenal itu pula, adalah menuju kepada kefahaman
Allah, bukan datangnya dari kefahaman atau pengertian khayalan akal atau
angan-angan!. Setelah mengenal Allah, barulah muncullah perkataan
sebutan bibir yang disertai dengan perkara “rasa“. Perkataan rasa itulah
maksud mengetahui. Lafas dengnan mengetahui itulah, baru sah
melafazkan kalimah syahadah. Mari kita sama-sama melafazkan dua
Lafazlah kalimah syahadah dengan megetahui Allah, bukannya dengan
pegetahuan kita!. Untuk melafaz bersama dengan mengetahui Allah, terlebih
dahulu harus kita faham apa itu pengertian perkataan “aku”!.

Bilamana menyebut perkatanan”aku”, tujulah kepada Allah, perkataan “aku”


disitu, bukanya menuju kepada diri kita!. Diri kita bersifat tidak megetahui,
hanya Allah saja yang bersifat tahu dan megatahui!. Bilamana menyebut
perkataan “Aku megetahui”, tujulah bahwa yang megetahui itu, adalah sifat
Allah swt. Allah itu, tiada lain selain Allah!. Aku itu, adalah Aku. Allah itu,
adalah Allah!. (Allah itu, tiada lain selain Allah).

Selagi kita mengaku kita yang megetahui dan kita yang tahu, berarti kita
belum lagi bersyahadah. Perkataan “Aku megetahui” itu, adalah menuju
kepada Allah. Yang megetahu itu hanya Allah !. Bilamana kita melafaz ,
tasdiklah kedalam hati dan ingatlah dengan perasaan akal yang lemah itu,
bahawasanya yang bisa megetahui akan syahadah kita itu hanya Allah. Yang
mengerti dan yang faham akan syahadah kita itu, hanya Allah.

Sesudah kita faham maksud megetahui Allah, barulah kita bisa tambah
dengan perkataan aku bersaksi atau aku naik saksi. Sesudah kita faham
akan duduknya makna yang tersirat itu, sebutlah apa saja perkataan yang
terlafaz oleh bibir, ia tidak lagi memberi bekas. Karena yang memberi bekas
itu, adalah hanya Allah. Ucaplah apapun yang kita sanggup ucap, ianya tidak
sedikitpun memberi bekas kepada Allah, kerana yang terlafaz, terucap dari
bibir itu, adalah dengan megetahui Allah! (dalam ilmu Allah).

Orang yang dalam berkeadaan tidak megetahui itu, adalah sama dengan
orang yag dalam berkeadaan mabuk, lalai, hilang akal atau hilang ingatan.
Tidak tahu dari apa yang dilafaz atau tidak tahu dari apa yang diperkatakan.
Sekadar manis di mulut untuk berkata!. Sekiranya sekadar manis mulut,
anak kecil atau radio kasetpun bisa mengucap sebagaimana lafaz bibir
mulut saudara-saudara!. Apakah hanya itu yang diajarkan dalam syariat?.
Mengucap sekedar lepas dari bibir, apakah itu yang disarankan oleh agama
kita?. Coba jawab pertanyaan saya. Jika tidak betul dari apa yang saya
sangka, coba saudara-saudara ceritakan bagaimana lafaz shayadah yang
sebenar-benarnya?.Coba saudara jelaskankan kepad saya, apa yang hendak
dinafi dan apa yang hendak diisbatkan, coba saudara jawab!

Bagi mereka-mereka yang sudah mengenal diri dan mengenal Allah, Tidak
ada lagi yang menjadi saksi, bersaksi atau menyaksi. Setelah segalanya
sudah lebur, binasa dan lebur, apakah lagi yang tersisa atau terdapat pada
kita?. Sebagai makhluk, kita adalah bersifat dengan sifat binasa. Setelah
binasa segala sifat makhluk, mana lagi adanya kita?. Setelah kita tidak ada
dan setelah sifat kita binasa, siapa lagi yang hendak menjadi saksi?.
Seandainya tidak ada saksi, mana mungkin untuk meyaksikan kesaksian!.
Saksi itu roh dan yang bersaksi itu tubuh badan (bibir mulut), dan yang
meyaksikan kesaksian kita itu, adalah Allah Taala.

Seandainya sifat tubuh badan dan roh kita binasa, kemana lagi hendak kita
hadapkan peyaksian kita?. Itulah makanya bagi mereka yang sudah sampai
kepada tahap makrifat, tidak ada lagi yang menjadi saksi, bersaksi dan tidak
ada lagi yang meyaksi!. Melainkan garam sudah kembali kepada asin. Tidak
ada lagi sifat garam melainkan segala-galanya asin belaka!. Siapa yang
hendak menyaksi siapa?. Sesudah segalanya binasa!.

Selagi tidak binasa, tidaklah ia bersyahadah, melainkan sekadar angan-


angan atau hayalan akal!. Bersaksi itu, jika ada dua sifat wujud. Setelah
wujud diri yang bersifat majazi itu. lebur, mana ada lagi wujud yang lain
selain wujudnya Allah!. Wujud yang lain akan dengan sendirinya menjadi
lebur musnah, bilamana penglihatan mata hati terpandang akan wujudnya
Allah!. Arti wujud itu, bermaksud ada. Sifat ada itu, adalah hanya bagi
Allah. Makhuk itu, adalah bersifat dengan sifat binasa/tidak ada!. Setelah
makhluk bersifat binasa, mana ada lagi wujudnya makhluk. Setelah tidak
wujudnya makhluk, disitulah baru timbulnya sebenar-benar yang dikataan
Allah itu wujud dengan sendiri.
Jika kita sampai kepada tahap itu, barulah bisa dikatakan bahawa saksi itu
Dia, yang beraksi itu Dia dan yang meyaksipun Dia. Dialah seDia-Dianya.
Allahlah seAllah-Allahnya Allah!. Tidak adalah yang wujud, yang ujud dan
yang maujud dialam ini selain Allah. Allah itulah Allah, Allah, Allah
………………………………………………………

Inilah syahadah yang sebenar-benar syahadah, pengakuan yang sebenar-


benar pengakuan dan tauhid yang sebenar-benar tauhid!. Pengakuan yang
bukan hanya di bibir mulut, tetapi pengakuan yang beserta dengan tasdik
hati yang ikhlas dan jujur!. Yang boleh dikatakan ikhlas dan jujurnya tasdik
hati itu, setelah kita campakkan garam kedalam sifat asin,kita nafikan diri
keakuan dengan mengisbatkan Allah semata.hanya Allah,Allah,Allah………..

Siapa Sebenarnya Yang Bersembahyang

Saudara-saudara yang dirahmati Allah sekalian. Semua orang boleh


mengerjakan sembahyang lima waktu dengan taat!. Sayangnya tidak banyak
dikalangan kita yang tahu siapakah sebenarnya yang bersembahyang!.

Perlu diingatkan disini bahawa sebelum kita mendirikan sembahyang,


hendaklah terlebih dahulu kita pastikan siapakah sebenar-benarnya yang
bersembahyang?. Kita dikehendaki megetahui:

1) Sembahyang sebelum sembahyang (solat sebelum solat)

2) Sembahyang semasa sembahyang (solat semasa solat)

3) Sembahyang sesudah sembahyang (solat sesudah solat)

Sesudah kita benar-benar tahu tiga perkara diatas, barulah bisa dikatakan
yang kita itu benar-benar sembahyang!. Barang siapa yang berhajat untuk
mengetahuinya, mari kita sama-sama ikut pelayaran ilmu ini bersama saya.

Pelayaran melalui bahtera saya ini, adalah pelayaran bahtera ilmu yang
selalu menempuh gelombang fitnah, tiupan angin sesat yang kencang dan
gelora tuduhan salah yang bisa mendatangkan maut dan karam. Gelora
fitnah dilautan ilmu makrifat itu, selalunya tidak pernah sepi!. Namun
barang siapa yang tahan dengan gelombang, gelora serta ombak lautan
fitnah makrifat, Ayo sisingkan pergelangan tangan, Ayo kita mengembara
bersama saya. Sebelum kita berlayar di lautan fitnah ini, ingin terlebih
dahulu saya mengajukan satu pertanyaan kepada saudara-saudara.

Siapakah Yang Bersolat Sebelum Kita Solat!

Siapakah terlebih dahulu mengerjakan sembahyang, sebelum saudara-


saudara bersembahyang (bersolat)?. Sebelum saudara-saudara bersolat,
siapakah terlebih dahulu yang bersolat?. Bisakah solat kita itu, dibuat-buat
sendiri, ditetapkan, dikerjakan atau diperlakukan dengan kuasa diri kita
sendiri?. Bisakah kita berkuasa untuk berdiri mengerjakan solat,jika tidak
“terlebih dahulu didirikan” ?. Siapakah yang mendirikan kaki saudara-
saudara?, siapakah yang mendatangkan gerak sebelum saudara-saudara
bergerak untuk bersembahyang?. Siapakah yang menetapkan saudara-
saudara untuk mengerjakan sembahyang. Sebelum saudara-saudara berdiri,
siapakah yang mendirikan kaki saudara-saudara?. Coba jawab dengan
ikhlas?.

Bisakah kaki kita itu berdiri tanpa didahulukan oleh berdirinya Allah?.
Bisakah kita berniat, sebelum diniatkan terlebih dahulu oleh Allah, Bisakah
kita rukuk, sebelum terlebih dahulu dirukukkan oleh Allah. Siapakah yang
memulai pekerjaan sembahyang, jika tidak dimulai oleh Allah?. Siapakah
yang sebenarnya bersolat, jika tidak …………

Apakah kuasa sembahyang itu kita?, Apakah yang memulai sembahyang itu
kita?. Apakah yang rukuk itu kita?. Apakah yang sujud itu kita?. Coba
jawab?. Mana kuasa, mana kudrat dan mana kehendak serta kemauan kita?.
Jika tidak digerakkan, dimulai dan jika tidak dengan kudrat dan iradat Allah,
bisakah kita bersembahyang?.

Sebelum kita bersembahyang, sebenarnya Allah telah terlebih dahulu


mendirikan sembahyang kita di Loh Mahfuz !. Sebelum kita beranak atau
sebelum kita dilahirkan kedunia ini, sebenarnya kita telah dididirikan oleh
Allah untuk bersembahyang!. Berdirinya kita untuk bersembahyang itu,
sebenarnya adalah berdiri yang telah Allah dirikan!. Kita sebenarnya telah
ditetapkan oleh Allah untuk mendirikan sembahyang, semasa didalam kitab
Loh Hul Mahfuz!. Allah telah terlebih dahulu dirikan kita untuk bersolat,
semasa dialam sebelum kita dilahirkan. Allah sudah mendirikan kita lagi
sembahyang, semasa didalam perut ibu. Berdirinya sembahyang kita itu,
adalah diatas berdirinya yang telah didirikan oleh Allah semasa didalam alam
“Loh Hul Mahfuz” !.
Jika tidak ditetapkab oleh Allah didalam Loh Hul Mahfuz, masa bisa kita
berdiri sembahyang!. Pekerjaan sembahyang yang kita dirikan itu, adalah
pekerjaan yang telah siap di kerjakan oleh Allah, sedari dialam Loh Hul
Mahfuz!. Perbuatan kita itu, sebenarnya bukan atas ketetapan atau
kerajinan kita, kita hanya ikut garis yang telah Allah tetapkan sedari dulu.
Kita hanya lalu, hanya ikut dan hanya turuti apa yang telah Allah tetapkan.

Kita hanya ikut apa yang sudah Allah tetapkan. Pekerjaan sembahyang yang
kita dirikan itu, bukan pekerjaan baru atau bukan perbuatan baru,
Allah telah sediakan skenarionya didalam kitab loh mahfuz!. Kita ini hanya
sekadar melakonkannya lagi!. Kita hanya melakonkannya semula skrip
yang telah disiapakan oleh Allah swt.

Kita sebenarnya adalah sifat yang melakukan pekerjaan yang Allah


tetapkan. Kita melakukan pekerjaan yang telah siap dikerjakan oleh Allah!.
Apakah bisa kita mengaku yang sembahyang itu kita punya?. Apakah bisa
kita mengaku yang mengerjakan sembahyang itu kita?. Coba jawab?
…………………..

Jika Kaki milik orang, kuasa untuk kaki untuk berdiri sembahyang milik
orang . Kehendak untuk berniat sembahyang, milik orang . Yang
mengerakkan solat, milik orang . Setelah semua seisi solat itu, milik orang
atau orang punya, mana yang dikatakan bersolat itu kita?. Coba jawab?………

Dimanakah Yang Dikatakan Rumah Allah?

Saudara-saudara, muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah sekalian.

Tujuan besar kita menunaikan fardhu haji, adalah bertujuan untuk sampai
kerumah Allah (Baitullah).

Tujuan besar kita menghadapkan hati kita kepada Kiblat, adalah bertujuan
supaya tertuju kepada rumah Allah (Baitullah).

Barang siapa yang berhasil sampai kerumah Allah, akan bersih dosanya, suci
putih hatinya dan terampun dosanya menjadi seperti bayi yang baru lahir.

Sayangnya tahukah kita dimana Rumah Allah?. Apakah rumah Allah itu
diperbuat dari batu?. Apakah rumah Allah pernah terbakar?.. Apakah batu
Hajaratul Aswat dirumah Allah itu pernah dicuri berpuloh tahun oleh tentera
Rom?. Apakah rumah Allah pernah dilanda banjir. Apakah rumah Allah itu
pernah runtuh. Apakah rumah Allah itu, harus ada kelambu. Orang buat
rumah, mereka mendiami rumahnya, apakah Allah membuat rumah tidak
didiamiNya?.
Ya Allah ya Tuhan ku, apakah artinya semua ini?. Tidak pandaikah Engkau
menjaga rumah Mu sendiri, ya Allah?. Sehingga mengharap makhluk
manusia yang menjaganya?. Manusia buat rumah tetapi pandai menjaganya
sendiri, apakah Engkau yang Maha Berkuasa, tidak tahu dan tidak pandai
menjaga rumah Mu ya Allah?.

Perkara-perkara ini semua, adalah menjadi satu bahan bukti kepada ita yang
mau berfikir, dimanakah sebenarnya rumah Mu ya Allah?.

Ada pula terdapat dalam ayat suci Al-Quraan yang mengatakan bahawa ”
Qalbu Mukmin Baitullah”. Qalbu mukminlah sebenar-benar rumah Mu. Yang
mana satukah rumah mu yang sebenar ya Allah?…………………………..

Jika benar

qalbu mukmin itu sebenar-benar rumah Mu, dimanakah qalbu?. Setahu


kita, qalbu itu bukan berada didalam dada dan tidak juga berada diluar
dada?. Dimanakah qalbu dan dimanakah rumah Allah?……………………………..

Sebenar-Benar Air Sembahyang Yang Sah.

“Barang siapa yang mengingati Allah ketika berwudhu, niscaya dicucikan


Allah akan tubuhnya secara keseluruhan dan barang siapa yang tidak
mengingati Allah, niscaya tidak disucikan Allah dari tubuhnya melainkan
hanya kena air saja”.

Coba renungkan Hadis diatas!. Ukur kepada diri saudara-saudara sendiri.


Apakah saudara-saudara sudah dapat mencapai kepada tahap ingat kepada
Allah semasa megambil air sembahyang?. Untuk ingat kepada Allah ketika
megambil air wudhu, hendaklah terlebih dahulu mengingat dan mengenal
Allah sebelum berwudhu!. Barulah kita bisa ingat Allah dalam berwuhdu!.

Wudhu itu umpama benih dan solat itu umpama pohon. Tidak dapat hidup
pohon jika benih tidak hidup. Benih itu, adalah alas bagi sebuah bangunan!.

Sekarang,saya minta saudara-saudara bertanya kepada diri sendiri. Apakah


selama hidup kita ini, kita ingat Allah ketika berwudhu?.

Jika tidak ingat Allah saat berwudhu, apalah arti wudhu?, saudara-saudara
jawablah sendiri!…………………………………
Carilah Air Mutlak
Untuk itu, ambillah air sembahyang dengan menggunakan air yang mutlak.
kucuri anggota jasad dengan air yang mutlak sambil ingat kepada Allah.

Barang siapa yang dapat menemukan Air mutlak, dengan sendirinya ingatan
ingat kepada Allah itu, akan datang serentak beserta air sembahyang.

Air mutlak itu sendiri yang akan ingat kepada Allah!. Bukan sebuah akal
yang akan ingat kepada Allah ketika megambil air sembahyang,
sesungguhnya air mutlak itu sendiri yang akan ingat kepada Allah!.

Jika kita kucuri jasad atau tubuh badan kita dengan menggunakan air
mutlak, jasad atau tubuh badan kita nantinya akan bersih zahir dan batin.
Air mutlak adalah air yang dapat meresap kedalam darah daging, tulang
belulang sampai kepada jantung kalbu dan akan membersih sehinggga
kepada najis. Najis yang dalam perut akan menjai bersih, barang siapa yang
dapat berjumpa dengan air yang mutlak!.

Air sembahyang dengan mengunakana air yang mutlak, sesungguhnya air


mutlak itu sendiri yang akan mengigatkan kita kepada Allah, diketika kita
megambil wudhu!. Bukan kita yang ingat kepada Allah, malahan yang ingat
kepada Allah itu, adalah air mutlak.

Air mutlak dengan perkara ingat kepada Allah itu, adalah ibaratnya asin
dengan garam dan seumpama gula dengan manis dan seumpama bayang
dengan yang empunya bayang. Ianya bergabung serentak dan sekali. Jumpa
dengan air mutlak, menandakan saudara-saudara jumpa dengan perkara
ingat kepada Allah. Kerana air mutlak itu sendiri, adalah air ingat kepada
Allah!.

Air mutlak itu, adalah air yang datangnya daripada hati nurani. Bilamana
hati nurani mencurahkan air makrifatnya keatas tangan atau jasad kita,
maka air tersebut akan menjadikan seluruh jasad kita ingat kepada Allah!.

Permasalahanya disini, saudara-saudara tidak tahu untuk memancurkan air


mutlak untuk membasahi jasad!.

Carilah air mutlak, kerana air mutlak itu, bisa mengingatkan kita kepada
Allah ketika berwudhu!.
Mengenal Allah Hanya Melalui Benang

Mengenal Allah Melalui Sejengkal Benang Dan Setitik Nokhtah!.

Jika saudara-saudara mau , mari kita ikut megembara bersama saya


menyelami ilmu mengenal Allah, hanya melalui sejengkal benang dan setitik
nokhtah!. Untuk mengenal Allah melalui sejengkal benang dan setitik
nokhtah, mari kita ikuti kisah dan cerita dari seorang guru Makrifat ini;

Pada suatu malam yang indah, rumah saya didatangi oleh seorang sahabat
ayahnda saya yang bernama Tuan Mat (saya panggil beliau ayah Mat),
beliau berasal dari kampong pengkalan Batu Pasir Mas Kelantan. Saya
pernah dibawa ayahnda Mohd Yusof kerumah ayahnda Tuan Mat, di
Pengkalan Batu Pasir Mas. Isteri beliau adalah seorang peniaga budu dan
pembuat budu di Pengkalan Batu Pasir Mas. Itulah kali pertama saya melihat
bagaimana orang membuat atau memproses budu!. Dikala itu, umur saya
sekitar tingkatan satu.

Arwah Ayahnda Tuan Mat, dipanggil dengan gelaran Tuan Mat pengkalan
batu (sebab, ramai yang bernama Tuan Mat). Beliau adalah anak murid
kesayangan ayahnda Mohd Yusof Cik Wook. Beliau meninggal dunia lebih
kurang dua atau tiga tahun yang lepas di kampong Dangar Pasir Mas
Kelantan. Selepas kepulangan ayahnda saya kerahmatullah, saya terputus
hubungan dengan beliau (kerana beliau berpindah alamat). Selepas
kematian beliau, baru saya diperkhabarkan oleh kakak saya yang ayahnda
Tuan Mat meninggal dunia. Kakak saya (Khadijah) tahu rumah beliau di Kg.
Dangar Pasir Mas. Kepada anak cucu ayahnda Tuan Mat, yang tidak sempat
belajar dan tidak sempat menuntut ilmu makrifat dari beliau, kiranya terbaca
risalah saya ini, inilah ilmu makrifat yag dipelajarinya!. Setelah habis kisah
ayahnda Tuan Mat Pengakalan Batu, mari kita sambung semua kisah
bagaimana cara mengenal Allah melalui sejengkal benang dan setitik
nokhtah!.

Semasa kedatangan beliau (Tuan Mat Pengkalan Batu) kerumah saya,


ayahnda saya Mohd Yusof, mengarahkan Tuan Mat, mencari benang yang
panjangnya kira-kira sejengkal!. Tuan Mat dengan tidak berfikir panjang dan
tidak menanyakan apa-apa, tanda patuh dan hormatnya orang dahulu
kepada gurunya, lalu terus bangun dari kerusi, mencari benang.

Di saat itu, saya hanya memerhatikan saja apa yang diperbuat ayahnda
Tuan Mat!. Bukan ayahnda saya (Mohd Yusof) tidak boleh mencari benang
itu, tetapi beliau menyuruh Tuan Mat sendiri yang mencarinya (ini satu
kaidah guru terdahulu mengajar muridnya menuntut ilmu). Sebab itu ilmu
orang dahulu berkat (barokah).
Lalu Tuan Mat, memanggil ibunda saya dengan panggil dengan panggilan
moh (halimah). “Moh tolong carikan ambo benang”. Lalu ibunda saya dengan
segera mencarinya didalam laci mesin jahit. Ibunda saya yang saya panggil
‘MEK”, pada masa mudanya, dia pandai menjahit dan ada sesekali ambil
upah jahit baju kurung. Kalau tak salah saya, mesin jahit itu cap (brand
basikal) “Rally”. Maaf saya tak berapa ingat dan tak berapa pandai untuk
mengeja perkataan rally.

Selain belajar bagaimana cara mengenal Allah melalui sejengkal benang dan
setitik nokhtah, saya juga ingin mengajak tuan-tuan untuk menyelami,
bagaimana cara murid-murid terdahulu mematuhi gurunya!. Itu makanya
murid-murid terdahulu berkat ilmunya. Berkat ilmu pengajian guru-guru
terdahulu, adalah kerana sikap patuhnya kepada perintah guru.

Ayahnda Mohd Yusof mengarahkan Tuan Mat mencari benang. Setelah


ibunda saya menghulukan benang, lalu saya lihat Tuan Mat memutuskan
benang dengan giginya. Sesudah mendapatkan benang, baru Ayahnda Tuan
Mat bertanya, nak buat apa dengan benag ini?. Ayahnda Mohd Yusof
berkata, “ambo nok (hendak) demo (tuan Mat) buat ukiran huruf, bermula
dari huruf alif sampai ke huruf ya, dengan menggunakan benang yang
sama!.

Bermaknanya disini, ayahanda Mohd Yusof mengarahkan ayahnda Tuan Mat


mengeja atau menulis atau membentukkan tulisan alif, ba, ta sampai kepada
huruf ya dengan menggunakan benang yang sejengkal itu. (kalau boleh
biarlah benang yang tebal sedikit, supaya mudah dibentuk)!.

Lalu saya melilhat ayahnda Tuan Mat memintal-mintal benang itu menjadi
huruf alif. Selepas itu, dipintalnya pula benang yang sama menjadikan huruf
ba sampai kepada huruf ya dengan menggunakan benang yang sama diatas
meja. ayahnda Mohd Yussof memerhatikan saja gelagat ayahnda Tuan Mat,
sambil hisap rokok dan meneguk air kopi yang dibuatnya sendiri. Mak saya
(mek), abang saya Ghazalil dan kakak saya Khadijah selalunya tidur awal,
beliau kurang meluangkan masa untuk dengar perbualan kawan-kawan
ayahnda saya.

Namun seorang anak budak yang bernama Shaari Mohd Yusof (anak kepada
Mohd Yusof Cik Wook), satu-satunya anak beliau yang tidak tidur. Beliau
tidak mau ketinggalan ilmu ayahndanya, beliau selalunya tidak tidur dan
sama-sama menguping obrolan sahabat-sahabat ayahndanya dengan tidak
jemu-jemu!.

Sesudah ayahnda Tuan Mat selesai mengukir huruf sampai kepada huruf ya,
ayahnda Mohd Yusof pun bertanya, apakah kamu sudah mengenal Allah?.
Ayahnda Tuan Mat menjawab, “kenal Allah belum tetapi kenal benang sudah,
sambil tertawa dan meneguk kopi mantap.

Ayahnda Mohd Yusof berkata ,jika kita tau kiasan benang dan kiasan
titik nokhtah itu, kita akan dapat mengenal segala-galanya;

1) Mengenal Allah

2) Mengenal Rasul

3) Mengenal Nabi

4) Mengenal Iblis, Syaitan, Jin, Jembalang, Hantu

5) Mengenal nafsu

6) Mengenal roh

7) Mengenal Muhamad

8) Mengenal arti ikhlas, sabar, tekun, patuh, alim, ridho, menyerah

9) Mengenal nama-nama Allah yang berbiliun-biliun

10) Mengenal malaikat, syurga, neraka, Quraan, Mengenal esa, Ahad

11) Mengenal seluruh tujuh petala langit dan tujuh petala


bumi………………………….

Hanya dengan sejengkal benang dan setitik nokhtah saaja!. Mau tidak
saudara-saudara belajar ilmu ini?……………………Atau apakah saudara-saudara
sudah ada jawaban?…………………………

Dari kiasan benang yang dipintal menjadi huruf alif sehingga huruf ya itu,
bukan suruh kita lihat pintalan benang atau benang menjadi huruf!. Maksud
kiasan dari pintalan benang itu, adalah untuk mengambarkan kepada kita
bahawa segala buruk-baik, jahil-alim, taat-ingkar, kafir-Islam, hitam-putih,
perang-damai, masak-putik, Budha, Kristien, Hindu, makhluk manusia –
makhluk binatang, malaikat-syaitan, Firaun-Rasul, Quraan-surat khabar dan
segalanya itu, adalah datangnya dari Allah yang SATU!.

Benang yang satu itu juga yang menjadikan huruf Alif dan benang yang itu
juga, menjadikan sehingga huruf ya. Sebenarnya benang itu, bukansuruh
kita lihat huruf alif atau huruf ya, sebenar-benarnya maksud benang itu,
adalah suruh kita lihat benang, bukan suruh lihat huruf!.
Benang memberitahu kepada kita bahwa alif pun benang, ba pun benang
dan ya pun dari benang yang sama. Cuma bentuk benang saja yang
berlainan!. Huruf alif, tidak sama dengan hutf lam dan huruf lam pula tak
sama dengan huruf mim. Tetapi dari mana datangnya huruf alif, lam atau
mim?, jika tidak dari benang yang satu!.

Apakah huruf alif boleh berbangga dengan cara dia berdiri, apakah huruf ba
berbangga dengan kerana dia ada titik dibawah, apakah huruf mim boleh
berbangga kerana dia huruf yang bersimpul dan huruf lam pula boleh
bergangga kerana hurufnya seperti mata pancing?. Siapa yang boleh
bergangga dengan dirinya yang berhuruf dari benang yang sama?, coba
jawab?………………………………….

Bolehkan huruf dal berbangga dan bolehkah huruf shim berbangga?. Coba
jawab?………….Benang tidak suruh lihat sifat huruf, sebenarnya benang
mengajak kita mengenal benang, walaupun dalam berbagai bentuk

ILMU TITIK NOKHTAH

Begitu juga kiasan yang diberi Sang guru kepada muridnya, perumpamaan
titik nokhtah!.

Bermulanya 6666 ayat Al-Quraan itu, adalah dengan huruf titik dan berakhir
juga dengan huruf titik!. Segala macam huruf yang terkandung didalam Al-
Quraan itu, bukannya bertujuan untuk dilihat pada huruf atau perkataan.
Orang makrifat menyuluh bahawa yang hendak dilihat itu, adalah titiknya!.

Allah, bukan suruh melihat huruf atau ayat-ayat tulisan Al-Quraan, Allah
suruh melihat Allah disetiap huruf, melihat Allah disetiap perkataan dan
melihat Allah disetiap ayat!.

Dari satu titik menjadi huruf alif, dari titik yang sama menjadikan huruf ba
dan dari titik yang sama juga menjadikan huruf ya!. Tertulis perkataan
syurga atau neraka, adalah dari titik yang sama. Tertulis perkataan api atau
air pun dari titik kalam yang sama!. Menulis jahil dan tertulis alimpun dari
titik kalam yang sama juga!.

Coba perhatikan baik-baik kiasan sang guru kepada anak muridnya!. Kita ini
tidak ada lebih dan tidak ada kurang daripada orang lain. Kita adalah
asalnya dari titik yang sama!.

Buat apa mengaku alim, sedangkan alim atau jahil itu, adalah datangnya
dari titik yang sama. Allah suruh pandang Allah disebalik alim dan nampak
Allah disebalik jahil!……………….Jangan bertepuk dada mengatakan aku
gagah, sedangkan yang lemahpun datangnya dari Allah. Apa beda lemah
dengan gagah dan apa beda alim dengan jahil?. Apa beda anjing dengan
kaledai dan apa beda kucing dengan lembu?. Beda cuma pada sifat dan
nama, tetapi yang didalam babi, didalam anjing, didalam unta, didalam
lembu atau yang didalam diri makhluk manusia itu, apakah berbeda?. Coba
jawab, adakah berlainan?……………………………

Jangan kita pandang keji kepada anak yang megandung tanpa bapa!.
Sebelum anak gadis sebelah rumah itu megandung anak luar nikah,
siapakah yang menulis, mengarang, merencana atau menetapkan kisah
hidupnya?. Apakah Allah tidak tahu yang perempuan itu akan megandung
anak luar nikah?. Apakah Allah hanya tahu anak halal saja?. Coba jawab?
……………………….Coba jawab saya mau tahu?…………………………..

Apakah Allah tidak tahu jika kita bersembahyang pada hari ini?. Apakah
sembahyang kita itu, suatu perkara baru yang Allah tidak tahu sebelumnya?.
Apakah Allah itu, hanya pandai mencatat atau hanya pandai merencana
perkara-perkara baik saja, sedangkan perkara yang jahat itu, apakah ada
Allah lain yang merencana. Coba jawab?………………………….Apakah kita
sekarang ada dua Allah? (Allah baik dan Allah jahat), coba jawab?……………….

Bahasa benang dan bahasa titik nokhtah itu, cukup-cukup jelas


menceritakan kepada kita tentang ilmu mengenal, melihat, memandang dan
menilik Allah!. Kenapa saudara-saudara masih tidak sadar?………………..

Ayahnda Mohd Yusof meneruskan lagi ceramahnya kepada ayahnda Tuan


Mat. Katanya lagi, hidup kita ini jangan meninggi diri, jangan sombong,
jangan takbur, jangan anggkuh dan jangan bersifat takabur. Karena apa,
kerana asal datangnya segala huruf itu, adalah dari benang dan dari titik
yang sama itu juga. Benang dan titik nokhtah yang satu jua menulis huruf
alif sampai huruf ya.

Setelah kita sadar bahwa kita ini, tidak ada yang berbeda dengan yang lain.
Barulah datangnya perasaan sabar, takwa, ikhlas, tidak lekas marah, tidak
pendendam, tidak iri hati, barulah datang dan timbulnya sifat jujur, taat,
setia dan disitulah timbul keinsafan merendah diri…

Bagaimana Cara Bercinta Dengan Allah ?

Saudara -saudara yang dirahmati Allah sekalian. Pada kebiasaanya bercinta


itu berlaku diantara dua pasangan atau melibatkan antara dua pihak!.
Cinta kepada Allah itu, tidak boleh sama sebagaimana cinta sesama
makhluk, yang memerlukan adanya dua pihak!. Cinta kepada Allah itu,
hanya berlaku setelah hanya ada satu pihak!.

Bagaimanakah berlakunya cinta satu pihak?…………..Bagaimana mungkin


bertepuk hanya sebelah tangan?. Cinta makhluk kepada sesama makhluk
itu, harus bertepuk kedua belah belah tangan!. Manakala cinta kepada Allah
itu hanya bertepuk sebelah tangan dan hanya bercinta dalam keadaan satu
tanpa ada dua pihak?………………..

Bagaimanakah caranya?……..Tunggu………

Jika saat ini kita masih bernama, marilah berikut ini, kita tinggalkan sekalian
nama-nama diri. Biarlah mulai hari ini, kita biarkan diri tinggal bersendirian
(sudah sekian lama diri kita tingal dengan ditemani!). Sampailah waktunya
untuk kita biarkan diri kita tinggal bersendirian. Jika dulu diri kita sentiasa
ditemani dengan sifat nama,sifat afaal, sifat dzat dan sifat!.

Mari kita sama-sama tinggalkan segala yang bersifat, yang bernama, yang
berafaal dan mulai hari ini, marilah kita sama-sama tinggalkan apa-apa yang
bernama dzat!. Mari kita mandiri pada diri yang sebenar-benar diri. Ituah
cinta sejati.

Jangan lagi bercinta dengan perkara-perkara yang masih bersifat!. Cinta


kepada yang bersifat itu, tidak kekal.Cinta kepada yang bersifat itu, ada
kalanya kaki putus, tangan putus dan leher putus.Cinta kepada yang
bernama itu, setelah kita mati, nama kita tidak lagi dingati orang dan tak
usah kata semasa sesudah mati, ada kalanya sebelum mati pun, orang
sudah lupa kepada nama kita!. Cinta kepada afaal, feel, perangai atau cinta
kepada tingkah laku, sekali kita buat salah, biarpun beribu kali sebelumnya
kita berbuat baik, orang sudah tidak kenang kebaikan kita yang beribu kali.
Yang orang lihat itu, adalah jahat yang sekali!. Cinta kepada dzat, dzat (roh)
akan putus bila habis nyawa.

Cinta kepada yang besifat itu tidak kekal. Mari awali mulai hai ini, kita sama-
sama beralih cinta kepada kekasih yang tiada awal dan kekasih yang tiada
akhir!. Mari kita berkasih dengan Kekasih yang tiada sifat, tiada nama, tiada
afaal dan tiada zat!.

Itu makanya, dari tulisan awal saya, saya ada menyatakan bahwa, barang
siapa yang masih bercinta itu, tandanya ia belum bercinta. Mana mungkin
kita bercinta dengan yang tidak punya sifat, tidak punya afaal, tidak punya
asma dan tidak punya zat!.Bercinta dengan Allah itu, adalah bercinta yang
bertepuk sebelah tangan.
Ilmu rasa itu, ada tujuh tahap atau tujuh makam sudut pandang makrifat :

1) Maqam taubat:

Manakala taubat bagi golongan yang berilmu makrifat atau yang berilmu
hakikat itu, adalah bertaubat mereka atas kelalaian terhadap Allah Taala.
Dipandang berdosa besar kiranya mereka lupa, lalai atau alpa kepada Allah
walaupun sesaat!.

Taubat orang makrifat itu, adalah berarti mengalamani “mati didalam


hidup!”.

Dari Mana Asal Datangnya Dosa, Sehingga Memaksa Kita Bertaubat?

Dosa itu, bukan sesuatu perkara yang baru. Dosa atau pahala itu,
sesungguhnya sudah ada bersama kita sejak zaman azali!.

Segala perbuatan yang mendatangkan dosa atau pahala itu, adalah


datangnya dari ketetapan Allah. Untuk membuang atau untuk
mendatangkan dosa itu, sesungguhnya adalah datannya dari Allah. Kita
sebagai mahkluk yang diciptakan, tidak berdaya untuk mendatangkan dan
membuang dosa!. Untuk itu, mari kita serahkan diri kepada Allah, semoga
diri tidak lagi menanggung dosa!.

2) Maqam wara’:

Orang wara’ itu, adalah orang melakukan perbuatan ibadah dengan benar-
benar mengenal Allah Taala. Bukannya ibadah yang sekadar melakukannya
atau ibadah dibuat-buat sebagai memenuhi tuntutan budaya, tanpa
mengenal siapa yang disembah!. Tahu dari mana datanngnya ibadah dan
tahu pula siapa yang mengerjakan ibadah!. Orang wara’ itu, adalah orang
yang tahu bahawa datangnya ibadah itu, adalah dari Allah dan yang
mengerjakan ibadah juga bukan dirinya!. Ibadah oranng wara’ itu, bukan
dari Allah kepada Allah atau dengan Allah. Perkataan dari Allah, kepada Allah
dan dengan Allah, semua itu hanyalah perkataan istilah!. Istilah itu, adalah
perkataan yang sekadar memberi makna, tidak memberi kenyataan. Untuk
mengelak beribadah dengan hanya sekadar beristilah, kita hendaklah
membuang perkataan istilah dari Allah, kepada Allah atau beserta dengan
Allah.

Beribadahnya orang wara’ itu, adalah beribadah yang bukan datangnya dari
perkataan dari Allah, kepada Allah atau beserta Allah, sudah tidak ada istilah
perkataan dari, kepada atau beserta Allah, tetapi ibadah mereka yang
benar-benar wara’ itu, adalah yang ibadah hanya Allah, Allah, Allah, Allah,
Allah……

Coba saudara dasarkan atau asaskan perbuatan ibadah saudara, apakah


datangnya kerajinan ibadah kita itu, datangnya dari diri sendiri?. Apakah ada
kuasa kita untuk mengerjakan ibadah, jika tidak tertulis dan jika tidak
tercatat dari awal di dalam kitab luh mahfuz?

Ibadah atau amal kita itu, bukan datangnya dari rajin atau usaha kita, tetapi
datangnya dari Allah!. Wara’ itu, adalah perkara yang tidak masuk dalam
hatinya kecuali Allah, Allah, Allah, Allah, Allah……

3) Maqam zuhud :

Tidak mengutamakan atau tidak berkeinginan kepada balasan atau


ganjaran. Zuhud itu, selalu hanya diperdengarkan kepada perkara-perkara
dunia saja. Seumpama menghindari diri dari berkeinginan kepada perkara-
perkara keduniaan. Ada yang sampai tidak mau naik mobil, ada yang sampai
tidak mau beli sofa (hanya duduk atas lantai) dan ada yang sanggup
berhenti dari bekerja dari birokrasi pemerintahan, katanya uang gaji dari
pemerintah itu, datangnya dari hasil perkara shubhat. Ada yang menjauhi
diri atau mengasingkan diri daripada bergaul dengan masyarakat!.
Ada yang mendakwa bahawa hanya dengan cara menjauhi diri dari dunia
dan dari masyarakat saja yang membolehkan kita untuk berzuhud!. Dengan
menolak terus keduniaan.zuhud tidak berarti tidak boleh pakai baju atau
trend kekinian,zuhud itu bukan berdiri didepan orang ramai dengan
memakai jubah,surban dan tasbih stiginya. Banyak orang yang
berpandangan bahwa zuhud itu bisa ditempuh dengan cara menarik diri
untuk tekun beribadah atau menghindarkan diri dari berkeinginan menikmati
kelazatan hidup didunia.
Zuhud menurut sudut pandang ilmu makrifat itu, bukan saja perkara-
perkara sebagaimana yang tersebut diatas. Zuhud menurut pandanngan
ilmu makrifat itu, adalah “kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
terlepas dari kita” dan “ Kamu jangan terlalu bergembira terhadap apa yang
diberikanNya kepada kita”.

:‫للكيلل لتيألسيو ا لعلل ى لم ا لف الت ك يم لولل لتيفلركحو ا لبلم ا آلت ا ك يم لو اللك لل كيلحبب ك لل كميخلت الل لفكخولر‬

(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (QS 57:23)

Orang zuhud itu, tidak bergembira dengan adanya dunia dan tidak berduka
cita dengan adanya akhirat. Pengertian atau tafsiran zuhud itu, tidak saja
berkisar kepada menghindari kelazatan atau kenikmatan hidup didunia
saja.menurut sudut pandang atau menurut tafsiran ilmu makrifat, zuhud itu,
adalah menghendaki supaya kita menghindari sesuatu selain Allah. Maksud
dan makna sebenar-benar zuhud itu, adalah bilamana sampai kepada tahap
“tidak ada lagi yang hendak dizuhud”. Jika masih ada perkara-perkara yang
hendak dizuhudkan, tandanya masih ada dunia, bilamana masih ada dunia,
artinya jauh dari Allah, bilamana jauh dari Allah bermakna belum berzuhud.

Jika masih duduk dalam keadaan berzuhud (membuang dunia), berarti dunia
masih melekat pada tubuh akalnya!. Selagi hati berpaut dengan adanya
keberadaan dunia, selagi itu belum berzuhud. Zuhud itu, setelah tidak lagi
berpaut hati pada dunia. Inilah yang dikatakan zuhud, mengikuti
pemahaman asas ilmu makrifat.
Zuhud itu, hanya bagi mereka-mereka yang belum nyata Allah. Dunia dan
diri bagi orang makrifat itu, sudah lama terkubur dan terkaram dalam wajah
Allah, yang tidak ada apa lagi hendak dizuhudkan!. Setelah Allah nyata
dalam hatinya, sudah tidak ada lagi yang hendak dizuhudkan.karena yang
nampak hanya Allah semata.

4) Maqam fakir :

Menutut ilmu feqih, fakir itu adalah miskin.tidak punya uang, rumah, tanah,
dan tidak punya makanan untuk dimakan dan sebagainya.fakir menurut asas
ilmu makrifat itu, adalah mengosongkan seluruh fikiran dan harapan dari
kehidupan masa kini dan kehidupan yang akan datang dan tidak
menghendaki serta tidak berkeinginan apapun kecuali Allah!. Fakirnya orang
makrifat itu fakir akan lenyapnya sifat kesadaran keberadaan diri sendiri
selain Allah.

Fakir menurut makrifat itu, bukan mengarah kepada fakir miskin yang tidak
punya harta atau uang. Fakir itu, boleh terjadi kepada seorang jutawan,
seorang presiden atau bahkan seorang yang memiliki bank sendiri. Fakir itu,
bukan ukurannya pada uang!. Fakir yang sebenar-benar fakir itu, adalah
orang yang hatinya tidak kepada yang lain, selain Allah. Fakir itu, adalah
orang yang tidak berkeinginan atau tidak berkehendak kepada sesuatu
apapun, selain Allah!.

Untuk memahami sifat fakir, mari kita ingat kembali sifat wara’. Wara’ itu,
adalah tidak masuk kedalam ingatan hatinya kecuali Allah. Manakala zuhud
itu, adalah meninggalkan sifat keakuan, meninggalkan sifat makhluk dan
sifat dunia kepada segala-galanya yang Nampak hanya Allah semata.

Adapun sifat fakir itu, bukanya fakir dari segi kekurangan uang!. Yang
dimaksudkan fakir dari asas ilmu makrifat itu, adalah fakir dari terlihatnya
adanya sifat keberadaan (wujud) diri atau masih ada sifat keakuan!. Tidak
punya apa-apa termasuk tidak berkeinginan dan tidak berkehendak selain
Allah!.

5) Maqam sabar :

Sabar menurut tafsiran feqih;“Tahan menderita yang tidak disenangi dengan


rela dan menyerah diri kepada Allah”.Selama ini, kita hanya bisa mengucap
perkataan sabar kepda sahabat-sahabat yang ditimpa musibah atau ujian.
Setelah terkena kepada diri sendiri, ternyata perkataan sabar yang selalu
kita ucapkan kepada orang lain itu, jika terkena pada diri sendiri, tidak dapat
kita terjemahkan dan membekas!. Sabar itu, adalah bagi orang yang
berserah diri kepada Allah. Setelah kita berserah diri kepada Allah itu, maka
Sabar itu, setelah kita serahkan bencana atau kecelakaan itu, datang dari
Allah, serahkan kemiskinan, kerugian, kemusnahan dan segala penderitaan
yang kita tanggung itu, adalah sebenar-benarnya bukan datang dari orang
atau bukan datang dari makhluk. Makhluk tidak boleh memberi bekas atau
tidak boleh memberi kesan sedikitpun atas kita, melainkan Allah. Setelah
kita sadar segala apa yang terjadi, yang mendatang dan yang menimpa kita
itu, adalah datangnya dari Allah!.jika datangnya dari Allah, semestinya
terbaik untuk kita!. Setelah segalanya datang dari Allah, apakah patut kita
mengeluh?. Aapakah patut kita tidak puas hati?. Perkara yang datang dari
Allah itu, adalah perkara yang terbaik untuk kita. Maka kita menerima apa
adanya. Itulah arti sabar!.

Sabar bukan berarti sanggup menahan lapar. Sabar bukan berarti sanggup
mengerjakan ibadah. Sabar bukan berarti sanggup menanggung penderitaan
hidup!. Tahan lapar, sanggup mengerjakan ibadah dan tahan dari
menanggug derita itu, bukan atas daya yang datangnya dari diri kita, kita
tidak bisa menangung sabar,jika tidak diberi daya oleh Allah. Kita tidak bisa
bersabar atau tidak bisa menahan dari derita jika tidak datangnya kesabaran
itu dari Allah. Kita tidak mampu untuk menganggung sabar, jika tidak dari
kuasa Alah!. Sabar itu bukan milik kita, tetapi milik Allah. Untuk menjadikan
sabar itu milik Allah, hendaklah kita berserah diri kepada Allah. Setelah
berserah diri kepada Allah, barulah dikatakan sebanr-benar sabar.
Sesungguynya sabar itu milik Allah. Kita tidak akan bersabar kiranya tidak
diberi kekuatan sabar dari Allah. Sebenar-benar sabar itu milik siapa?. Coba
saudara jawab……

Sabar itu, adalah bagi mereka yang berserah diri kepada Allah. Serahkan
miskin kepada Allah, serahkan sakit kepada Allah, serahkan amal ibadah
kepada Allah dan serahkan hidup dan mati kepada Allah barulah dikatakan
sabar. Orang yang bersabar itu, adalah orang yang telah beranggapan
bahwa orang yang menabrak mobil kita, orang yang memaki kita, orang
yang mengkhianati keluarga kita atau orang tidak bayar hutang kepada kita
itu, bukan datangnya dari kehendak orang, tetapi adalah datangnya dari
kehendak Allah. Allah yang menetapkan hari itu mobil kita tertabrak, maka
tertabraklah mobil kita dan tak bisa dihindarkan. Orang yang tak bayar
hutang itu, telah tidak dibayar oleh Allah sejak zaman azali, bukan kemauan
orang yang berhutang untuk tidak mau bayar, tetapi telah ditetapkan oleh
Allah di luh mahfudz. Itu, barulah datangnya sabar.

Pendapat ini adalah pendapat yang berbahasa dengan bahasa makrifat.


Mungkin tidak akan dapat diterima oleh orang umum atau yang berpelajaran
bahasa feqih!. Bahasa ini, adalah basa karam, bahasa fana dan bahasa
makrifat. Seumpama bahasa ayam tidak difahami oleh itik. manakala kedua-
dua bahasa itu benar bagi mereka yang faham.
Orang sabar itu, adalah orang yang tidak ada perasan marah, putus asa,
kecewa, merungut atau orang yang tidak menuduh/berprasangka kepada
orang lain. Orang lain sebanarnya tidak menabrak mobil kita, yang
menabrak mobil kita itu, adalah ketetapan Allah. Bukan orang yang tidak
mau bayar hutang kita, yang tidak mau bayar hutang kita itu, adalah
ketetapan Allah sejak azali dan sebagainya. Kita hanya mengikut kepada
ketetapan Allah didalam kitab luh mahfuz sejak azali, maka akan datanglah
perkara sabar. Itulah maksud arti dan makna sabar.
Sabar yang sebenar-benar sabar itu, adalah setelah menyerahkan segalanya
kepada Allah.

6) Maqam tawakkal:

Dalam ilmu feqih Tawakkal berarti memberikan perwakilan, kepasrahan,


dan penyerahan diri kita kepada Allah. “Tawakkal” ialah pelepasan daripada
kekuasaan dan kekuatan, tidak ada kekuasaan dan kekuatan apa pun
melainkan daripada Allah semata. Seseorang yang bertawakal adalah
seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala
urusannya hanya kepada Allah SWT.Bagaimana cara saudara-saudara
menyerahkan diri dengan total ? Dalam sudut pandang ilmu makrifat ,saya
ambil cara mudah untuk memahami tawakkal sebenar-benarnya ,Adapun
cara menyerah diri kepada Allah itu, hendaklah difahami konsepnya
sebagaimana konsep “membuang air besar!”.

Sebelum itu, saya ingin bertanya kepada saudara-saudara sekalian, apakah


najis yang saudara-saudara lepaskan itu, perlu difikirkan lagi sesudahnya?.
Apakah najis yang tuan-tuan lepaskan itu bertujuan untuk diambil lagi?.
Apakah yang kita buang itu, kita fikir untuk diambil balik sebagiannya atau
diambil balik semuanya?. Apakah kita fikir najis itu akan pergi kemana dan
apakah kita masih terfikir akan jadi apa najis itu sesudahnya?.

Tentu tidak bukan?.saya kira saudara-saudara tidak lagi memikirkan apa


yang akan berlaku setelah najis dilepaskan keluar, begitu juga dengan diri
kita!. Selepas kita serahkan diri kita kepada Allah, kita tidak lagi perlu
memikirkannya lagi. Begitu juga dengan konsep penyerahan diri kepada
Allah!. Setelah kita serahkan diri kepada Allah, serahlah sepenuhnya!.
Serahkan segala-galanya, sehingga sampai kepada tahap tidak ada apa-
apa lagi yang hendak diambil atau tidak ada apa-apa lagi yang perlu diambil
kembali!. Lepaskan segala diri kepada Allah, sebagaimana lepas keluarnya
segala najis dari tubuh!.

Biarlah kita serahkan segalanya kepada yang Maha Berkuasa untuk


mengaturkannya!. Tidak perlu lagi kita fikir-fikirkan apa-apa. Setelah
keluarnya najis dari perut kita, kita tidak lagi perlu untuk memikirkannya
apa-apa!. seserah-serahnya kepada Allah!. Biar Allahlah mengaturkannya.
Allah jadikan kita, biarlah Allah juga yang mengaturkannya kelakuan gerak
kerja dan tidur bangun kita!. Tidak mungkin Allah yang menjadikan kita dari
bersifat tidak ada (fana) kepada bersifat ada (wujud), selepas diadakan dan
selepas jadikan Allah, tidak mungkin Allah tidak pandai untuk
mengaturkannya?.

“Wallah hu kholakokum wama takmalun” (Allah jadikan kamu dan apa-


apa yang kamu perbuat). Dari Firman ini, tidakkah kita yakin yang
bahawasanya, segala-galanya yang terjadi dan yang berlaku kepada kita,
segalanya adalah datangnya dari ciptaan Allah, sempurnanya ciptaan Allah
itu berkonsepkan konsep baik atau konsep buruk . “Kul kullun Min
indillah” (segala bail buruk itu, datangnya dari Allah). Dari angapan atau
dari pandangan kita, kita katakan yang sesuatu itu buruk, sedangkan dari
pandangan serta anggapan Allah, perkara itu adalah baik!. Sesungguhnya
buruk atau baik itu, bukan dari pandangan kita, biar kita serahkan perkara
baik buruk itu, kepada yang mencipta!.

Begitulah penyerahan diri kepada Allah Taala.penjelasan saya ini,sekilas


pandang, nampaknya keji atau jijik, tetapi demi untuk mencari kaidah
mudah untuk difahami dan bertujuan untuk memberi faham dengan cara
mudah dimengerti, saya terpaksa gunakan kaedah ini, biarpun kelihatannya
agak jijik!. .

YANG BANYAK MENJADI SATU!

Penyerahan diri kepada Allah itu, hendaklah bulat dan padu!. Bulat atau
padunya penyerahan diri kepada Allah itu, hendaklah sempurna
sebagaimana sempurnanya najis!. Asalnya najis dari berbagai-bagai
campuran. Kita makan nasi, makan ikan, makan sayur, dicampur pula
dengan buah-buahan, bubur kacang, air cendul dan berbagai-bagai jenama
telah masuk kedalam perut!. Setelah keluar dari perut, apakah dapat kita
beda-bedakan?.
Segala-galanya telah menjadi satu. Begitulah juga konsep penyerahan diri
kepada Allah!. Kita jangan serah sebagian dan sebagian lagi kita pakai!.
Seumpama kita serah segalanya anggota tubuh kepada Allah dan serahkan
anggota tubuh bagi mengabdikan diri dibawah penjagaan dan pengawasan
Allah.jika dari segi penyerahan anggota akal fikiran, kita masih beranggapan
bahawa akal fikiran, ikhtiar dan usaha itu, milik kita !. Itu berarti
penyerahan yang tidak sempurna, tidak suci dan tidak habis!.

Kita mendakwa berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tetapi dalam waktu
yang sama dalam hal yang bersangkutan dengan harta pencarian, kita
masih beranggapan yang harta kekayaan itu, adalah hasil dari pencarian
kita!. Kita mendakwa berserah diri kepada Allah, tetapi dalam waktu yang
sama, kita masih lagi berfikir bahwa anak isteri itu dibawah penjagaan
kita!. Ini semua memberi gambaran kepada kita yang bahawa, penyerahan
kita itu, belum sempurna lengkap!. Masih ada lagi sebagian berserah kepada
Allah dan ada sebagian lagi masih bergantung & berharap kepada usaha dan
ikhtiar kita!.

Penyerahan seperti itu, bukan secara sepenuh penyerahan!. Tidak


sebagaimana penyerahan ketika membuag najis (membuang buang air
besar!). Jika kita berserah diri kepada Allah, hendaklah berserah segala-
galanya. Termasuk harta, anak isteri dan termasuk usaha dan ikhtiar akal!.

DIRI KITA ITU, SEBENARNYA DALAM BERKEADAAN KOTOR

Diri kita itu kotor, sebagaimana kotornya najis!. Diri yang menyerah diri
kepada Allah, barulah dikatakan diri yang bersih!. Barang siapa yang tidak
berserah diri kepada Allah secara total (secara mutlak), diri kita itu, adalah
kotor seperti najis!. Sekotor-kotornya najis tai itu, sesungguhnya terlebih
kotor diri daripada najis tai, bagi siapa yang tidak berserah diri kepada
Allah!.

Itulah makanya Islam itu, memperkenalkan konsep berwudhu atau mandi


hadas (junub). Adalah kerana bagi mengambarkan bersuci. Bersuci itu
bukan saja pada anggota tubuh badan, bersuci sebenar itu, adalah bersuci
dari segi berserah diri kepada Allah Taala!. Itulah sebenar maksud bersuci
dan mandi wajib!. Dan itulah juga konsep berserah diri kepada Allah!.

7) Maqam ridho
Ridho dalam pandangan asas makrifat adalah penerimaan rasa setelah
sampai pada maqam tawakkal sebenar-benarnya secara total terhadap
ketetapan qodo qodar/baik buruk itu dari Allah semata.

Meridloi qodlo’ dan qodar, karena ditimpa bencana atau menderita sesuatu,
sangat disukai oleh agama. Tetapi sekali-kali tiada dibenarkan seseorang
meridhoi kekufuran dan kemaksiatan !!.

Ridho dengan taqdir Allah adalah suatu perangai yang terpuji dan mulia
serta membiasakan jiwa menyerahkan diri atas keputusan Allah, juga dapat
mendapatkan hiburan yang sempurna di kala menderita segala bencana.
Dialah obat yang sangat mujarab untuk menolak penyakit gelap mata hati.
Dengan ridho atas segala ketetapan Allah, hidup seseorang menjadi
tenteram dan tidak gelisah.

Setiap bencana yang menimpa seseorang, semua musibah itu ada hikmah
atau pengetauhan untuk kita yang mau berfikir

Menyerah kepada (keputusan takdir) Allah termasuk tidak boleh mengandai-


andaikan, misalnya andaikan tadinya dia tidak ikut rombongan ini,
barangkali dia tidak termasuk korban kecelakaan ini, sebagaimana firman
Allah SWT.:

Hai orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir, yang
berkata kepada saudara-saudara mereka tatkala mereka bepergian di bumi,
atau sedang bertempur : Sekiranya bersama-sama kami, niscaya mereka
tidak akan mati, dan tidak akan terbunuh. Yang demikian itu menunjukkan
manusia yang jahil dan masih belum ridho atas ketetapan .Allah dan belum
kenal Allah, Bahwa Allah yang membuat segala urusan dan Allah pula yang
menyelesaikan.Karena Allah Maha Agung dan Maha berkehendak atas segala
ciptaanya ,sejatinya apapun yang terjadi dalam kehidupan hanyalah
perbuatan Allah semata,Allah bersendaugurau dengan dzatnya
sendiri,karena yang wujud mutlak hanyalah Allah,Allah,Allah dan Allah……..

PERINGKAT “Tabdi” AL ARIF BILLAH


Apakah maksud, makna, tafsiran atau Arti tabdi?

Jawapan: Makna, maksud atau Arti tabdi itu, adalah tetap, tidak beranjak
lagi, tidak bergoyang, tidak was-was, tamat, muktamad, bulat atau putus.

Peringkat ini, adalah peringkat tidak ada lagi terpandang yang lain, tidak lagi
terpandang zahir dan tidak lagi tertilik batin, melainkan Allah Taala sahaja
wujud yang mutlak, semutlak-mutlaknya, yang utuh wujudnya (meliputi
seru sekalian alam). Peringkat ini, adalah peringkat:

“La yazuk wala ya arif” bermaksud “Hanya yang menikmati saja yang tahu
rasanya”.
“Ana sirrri waana sirruhu” bermaksud “Aku rahsiamu dan kamu rahsia Aku”.
“La Maujud Bil Haqqi Illalah” bermaksud “Tiada yang wujud ini, selain Allah”.

Mereka yang minum saja yang tahu rasa. Untuk mendapat rasa nikmatnya
bersolat dengan hukum qalbi itu, marilah kita sama-sama rasa. Jika
saudara-saudara berhajat untuk mengembara, untuk merasa atau untuk
pergi ke makam (ke peringkat) yang lebih tinggi, ke peringkat yang lebih
zuk atau ke peringkat yang lebih atas lagi, saudara-saudara hendaklah
sampai kepada tahap “tidak ada rasa dan tidak ada zuk”. Itulah makam
sebenar-benar tabdi yang sejati. Jika masih ada rasa atau masih ada zuk,
artinya belum tabdi yang sejati dan belum zuk sejati.

Tabdi sejati itu, adalah duduknya atau berpegangnya sehingga sampai


kepada tahap yang “tidak lagi berhuruf, tidak bersuara, tidak berjirim dan
tidak lagi berjisim”. Untuk belajar sampai kepada tahap tidak berhuruf dan
tidak bersuara itu, hendaklah saudara-saudara sekali lagi ikut apa saranan
saya.

Sekarang saya mau saudara-saudara masuk ke dapur dan ambil mangkok.


Kemudian letakkan mangkok itu di hadapan saudara-saudara. Setelah
mangkok sudah berada di hadapan mata,sekarang saya mau saudara-
saudara coba ambil mangkok dan letakkan mangkok tersebut ke telinga.
Dengar baik-baik dan perhalusi baik-baik, setelah mangkok itu sudah diletak
ke telinga, apakah mangkok itu ada berkata-kata? Apakah mangkok itu
mengaku kalau dia itu mangkok atau apakah mangkok itu bersuara dan
mengaku kalau dia itu mangkok, coba jawab?

Apakah saudara-saudara mendengar percakapan mangkok, perkataan


mangkok atau apakah saudara-saudara mendengar pengakuan mangkok?
Ternyata mangkok tidak mengatakan kalau dia itu mangkok, ternyata
mangkok tidak mengaku kalau dia itu mangkok dan ternyata mangkok tidak
pernah berkata kalau dia itu mangkok. Kenapa mangkok tidak mengaku
kalau dia itu mangkok? Sebab mangkok tidak mengaku kalau dia mangkok,
adalah karena sememangnya dia itu mangkok (sebabnya mangkok itu sudah
memang mangkok). mangkok tidak perlu mengaku kalau dia mangkok,
sebabnya mangkok itu sememangnya sudah mangkok. Dia memang sudah
mangkok, buat apa pengakuan. Mangkok tidak perlu berkata kalau dia itu
mangkok, sebab mangkok itu sudah sememangnya mangkok.

Tidak mengaku mangkokpun, dia sudah sememangnya mangkok, jadi buat


apa mengaku mangkok.Mangkok tidak perlu mengaku kalau dia itu
mangkok, sebabnya dia sudah memang mangkok sejak azali. Biarpun tidak
mengaku kalau dia itu mangkok, memang mangkok itu tetap mangkok.
Mangkok tidak perlu mengaku kalau dia itu mangkok, sebab dia sudah
memang mangkok. Buat apa mengaku kalau dia itu mangkok sedangkan dia
itu sudah sememangnya mangkok. Jadi tidak perlu lagi mangkok mengaku
kalau dia itu mangkok, karena sememangnya dia itu mangkok(mangkok
tidak perlu mengaku mangkok).

Begitulah bagi siapapun yang berhajat kepada sebenar-benar bersolat


(khusyuk atau zuk) kepada Allah Taala. Bagi siapa yang sudah sampai ke
puncaknya zuk, penghujung khusyuk dan bagi yang sudah kepuncaknya
tabdi, hendaklah sehingga sampai kepada tahap di mana tidak terlafaz dan
sehingga tidak lagi terucap, “La hurfan wala sautin” (Sehingga tak berhuruf
dan tak bersuara). Inilah baru dikatakan sampai ke makam tabdi yang
sebenar-benar tabdi sejati. Sejati tabdi itu, adalah sehingga terbuang segala
rasa. Jika masih merasa itu dan merasa ini, itu tandanya belum rasa. Tahap
rasa itu, adalah sehingga tidak merasa, tidak merasa itulah yang dikatakan
sebenar-benar rasa.

Solat (sembahyang) dengan hukum qalbi (tabdi) itu, tidak lagi perlu kepada
rasa, khusyuk atau zuk. Mana mungkin garam mengenal asin. Mana
mungkin orang yang sudah mati (berserah) bisa menerima zuk atau merasa
khusyuk? Mana mungkin garam bisa mengenal asin, karena garam itu sudah
sememangnya asin. Mata tidak akan bisa melihat penglihatan kerana
penglihatan itu, sudah sememangnya mata. Mau rasa apa lagi, tidakkah
yang merasa itu, sudah sememangnya yang dirasa! Yang melihat itu, adalah
yang dilihat dan yang disembah itu, adalah yang menyembah. Itulah tahap
penghabisan, tahap penghujung atau tahap penamat makam qalbi yang
bernama “tabdi”. Sehingga tidak ada lagi perkara rasa (sehingga tidak ada
rasa, itulah sebenar-benar rasa). Begitu juga dengan perkara zuk, penamat,
penyudah, pemutus atau penghujung zuk atau khusyuk itu, adalah sehingga
sampai kepada tahap hilang rasa dan hilangnya zuk.

Penghujung makrifat itu, adalah sehingga sampai kepada tahap makrifat.


Jika kita duduk pada tahap makrifat, itu adalah tahap yang belum
mengetahui Allah. Bagi siapapun yang masih duduk pada tahap ilmu
makrifat itu, adalah mereka-mereka yang masih berada atau masih duduk
pada tahap anak tangga perkhabaran (tangga ilmu). Sebenar-benar makrifat
itu, adalah bilamana sudah tidak lagi ada makrifat, itulah sebenar-benar
makrifat yang sejati.

Begitu juga tahap “tabdi”, tahap tabdi itu, adalah tahap tetap, tahap tak
bergoyang, tahap putus, tahap bulat dan tahap “Ana Sirri Waana Sirruhu”.
Sudah tidak ada istilah engkau dan sudah tidak ada istilah aku. Tahap
bersolat dengan hukum qalbi itu, adalah tahap yang sehingga tidak tahu lagi
antara aku atau engkau. Tidak ada istilah engkau dan sudah tidak ada lagi
istilah aku. Tahap duduk yang putus dan duduk yang sebenar-benar bulat.
Tidak ada lagi bahasa untuk menggambarkan tahap tabdi, melainkan “La ya
zuk wala ya arif” artinya “Orang yang mengecapi saja yang tahu akan
rasanya”, orang yang minum saja yang tahu manis atau asinnya air.

Peringkat ini, adalah peringkat hanya Dia yang mengenal Dia, hanya Dia
yang memandang Dia, hanya Dia yang mengingati Dia, hanya Dia yang
menyembah Dia, hanya Dia yang tahu Dia dan hanya Dia yang seDia-Dianya
Dia. Yang Awal, yang Akhir, yang Zahir dan yang Batin itu, adalah Dia seDia-
Dianya Dia!

Kepada yang belum sampai kepada tahap ini, janganlah hendaknya pandai-
pandai untuk memberi komentar. Sebelum memberi komentar, silakan lihat
diri sendiri, apakah saudara-saudara masih ada diri? Jika masih adanya diri,
harap jangan sekali-kali memberi komentar tetapi sekiranya saudara-
saudara sudah sampai tidak ada keberadaan diri, silahkan beri pendapat,
kerana pendapat orang yang sudah tidak ada diri itu, adalah pendapat orang
yang sudah mati. Pendapat orang yang sudah mati itu, adalah pendapat
yang bersifat “Ada”, adapun yang bersifat “Ada” itu, adalah hanya Allah
Taala.

Penghujung rasa, penghujung zuk, penghujung makrifat dan penghujung


solat itu, adalah kembalinya kita kepada anak tangga “syariatin”. Kembalilah
kita kepada, “Sunnah Muhamad Rasulullah”.

Itu saja yang saya dapat sampaikan ke dalam bentuk bahasa kalam, supaya
dapat dimengerti oleh siapapun yang dikehendaki Allah. Bagi yang belum
sampai ke dalam lubang ini, janganlah hendaknya pandai-pandai
menghukum. Masuklah sendiri ke dalam lubang ini, semoga tahu akan
duduknya perkara. Bilamana masuk ke dalam lubang ilmu haq, diri saudara-
saudara akan tertimbun bersamanya,dan akan tahu sebenar-benarnya Allah.
Dibukanya Pintu Makrifat

“Apabila tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk makrifat (mengenal


padaNya), maka jangan menghiraukan soal ilmumu yang masih sedikit,
sebab tuhan tidak membukakan bagimu melainkan Dia akan memperkenal
diri kepadamu.Tidakkah kau ketahui bahwa makrifat itu semata-mata
pemberian kurnia Allah kepadamu, sedang amal perbuatanmu hadiah
daripadamu, maka dimanakah letak perbandingannya antara hadiahmu
dengan pemberian kurnia Allah kepadamu.”

Penjelasan :-

Sh. Ibnu ‘Atha’illah menasihatkan bahwa makrifat (mengenal) kepada Allah,


itu adalah puncak keuntungan seorang hamba. Maka apabila tuhan telah
membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepadaNya, maka tidak
usah kau menghiraukan berapa banyak amal perbuatanmu, meskipun masih
sangat sedikit amal kebaikanmu, sebab makrifat itu suatu kurnia pemberian
langsung dari Allah, maka ia sekali- kali tidak tergantung kepada banyak
atau sedikitnya amal kebaikan.

Abu Hurairah (RA) berkata : Bersabda rasullullah (SAW): Allah berfirman :


apabila Aku menguji hambaKu yang beriman, kemudian ia tidak mengeluh
kepada pengunjung-pengunjungnya, maka Aku lepaskan ia dari ikatanKu
dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari semula, dan
ia boleh memperbaharui amal sebab yang lalu telah diampuni semua.

Diriwayatkan Allah telah menurunkan wahyu kepada salah seorang nabi (AS)
: Aku telah menurunkan bala (ujian) kepada seorang hamba maka ia berdoa
dan tetap Aku tunda permintaannya. Akhirnya ia mengeluh, maka Aku
berkata kepadanya : hambaKu… bagaimana Aku akan melepaskan
daripadamu rahmat yang justru bala itu mengandung rahmatKu. Kerana
dengan segala kelakuan kebaikanmu kau tak dapat sampai ketingkat yang
akan Aku berikan kepadamu, maka dengan bala itulah kau dapat mencapai
tingkat dan kedudukan disisi Allah.

Tertundanya Pengabulan Doa

“Terlambat datangnya pemberian (Allah), mesti sudah dimohonkan


berulang-ulang, janganlah membuatmu patah harapan. Karena Dia telah
menjamin untuk mengabulkan permintaanmu sesuai dengan apa yang Dia
pilihkan untukmu, bukan menurut keinginan engkau sendiri. Juga dalam
waktu yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau inginkan.”

Penjelasan :
Tidak sepatutnya seorang hamba berburuk sangka kepada Allah akibat doa-
doanya belum dikabulkan oleh-Nya. Dan sebaiknya bagi hamba, yang tidak
tahu apa yang akan terjadi atas dirinya esok hari, segera melakukan
instropeksi diri. Karena Allah sendiri sudah mengatakan dalam sebuah
firman-Nya,

“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.Sekali-


kali tidak ada hak bagi mereka untuk memilih.”

(al-Qashash:68)

Dan hendaknya kita senantiasa mengingat firman Allah Ta’ala berikut ini.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan
boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.
Allah Maha mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

(al-Baqarah:216)

Syaikh Ibn ‘Atha’illah juga mengingatkan,

“Tidak terlaksananya sesuatau yang dijanjikan oleh Allah, janganlah sampai


membuatmu ragu terhadap janji Allah itu. Ini agar tidak mengaburkan
bashirah-mu ( pandangan mata batin) dan memadamkan nur (cahaya)
hatimu.”

Penjelasan:
Sebagai hamba, manusia tidak mengetahui kapan persisnya Allah aka
menurunkan karunia dan rahmat-Nya. Sehingga apabila seseorang melihat
tanda-tanda tertentu, maka ia akan menduga bahwa itulah saat yang
dijanjikan oleh Allah. Sementara dari sisi Allah, sebetulnya masih ada
persyaratan yang Dia kehendaki atas diri hamba itu yang belum
terpenuhi.Jadi, jangan sampai menuduh Allah melanggar janji-janjiNya.

Allah berfirman :

“Ingatlah, bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

(al-baqarah:214)
Dalam firman Allah yang lain digambarkan, bahwa menusia itu memiliki sifat
cenderung tergesa-gesa.

“Dan adalah manusia itu bersifat tergesa-gesa.”

(al-Israa': 11)

Tak Perlu Mengatur Semua Urusan Dunia

“ Istirahatkanlah dirimu dari melakukan tadbir ( mengatur urusan duniawi)


dengan susah payah. Karena, sesuatu yang telah diurus untukmu oleh selain
dirimu (sudah diurus oleh Allah), tidak perlu engkau turut mengaturnya.”

Penjelasan :

Syaikh Ibn ‘Atha’illah mengingatkan kepada kita akan pemahaman yang


salah pada kebanyakan orang mengenai mutiara hikmah ini. Hingga
memunculkan gambaran negatif yang bisa membawa pengaruh buruk dalam
tata kehidupan masyarakat Islam. Menurut Syaikh Ibn ‘Atha’illah, seorang
hamba harus mengenal kewajiban yang dibebankan Allah atas dirinya,
termasuk juga tugas untuk mengurus dan menata dunia. Sedangkan apa
yang menjadi haknya, merupakan kewenangan bagi ‘Sang pemberi’
kewajiban untuk menentukannya. Oleh karena itu, ia tidak perlu lagi merasa
risau secara berlebihan atas keputusan-Nya. Sebab kerisauan semacam itu
justru menunjukkan lemahnya iman sang hamba.

Rezeki yang sudah Ditetapkan

“ Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu (oleh Allah)


dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, itu
merupakan tanda butanya bashirah (mata batin).”

Penjelasan :

Nasehat bijak ini memberikan pemahaman kepada kita, bahwa sebaiknya


jangan memaksakkan diri untuk mengejar apa yang sesungguhnya elah
dijamin oleh Allah Ta’ala atas seluruh makluk ciptaan-Nya.
Sebagaimana disitir oleh Allah Ta’ala dalam sebuah firman-Nya,
“Dan berapa banyak binatang melata yang tidak (mampu) membawa
(mengurus) rezekinya sendiri.Allah-lah yang memberika rezeki kepadanya
dan kepadamu, juga Dia Mahamendengar lagi Maha Mengetahu.”

(al-Ankabuut:60)

Juga firman Allah Ta’ala yang lain,

Juga firman Allah yang lain,


“Kami (Allah) tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.”

(Thaahaa:132)

Seorang bijak yang bernam Ibrahim al-Khawwash pernah berkata,

“Janganlah memaksakan diri untuk mencapai apa yang telah dijamin


(untukdicukupi), dan jangan menyia-nyiakan (mengabaikan) apa yang telah
diamanahkan (diwajibkan) kepadamu untuk memenuhinya.”

Dalam sebuah hadist, rasulullah saw, bersabda,

“Sesungguhnya Allah sangat mencintai seorang hamba yang apabila


melakukan suatu pekerjaan, maka ia melakukannya dengan sebaik-baiknya.”

(HR Abu ya’la dan al-Asykari)

Tak Ada yang Mampu Mengubah Ketentuan Allah

“Himmah yang kokoh takkan mampu menembus dinding takdir.”.

Penjelasan :
Sebagian orang yang tidak memiliki hasrat cukup tinggi. Sampai ada yang
berkhayal, bahwa mereka mampu untuk mengubah hukum alam
( sunnatullah) dalam waktu cepat. Pemikiran semacam ini muncul dari
keinginan untuk melakukan perubahan tanpa diimbangi dengan data yang
kuat tentang serangkaian sebab dan akibat yang mungkin terjadi. Seakan-
akan mereka melupakan firman Allah Ta’ala berikut,

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila
dikehendaki oleh Allah, Rabb seluruh alam.”
(at-Takwir:29)

Juga firman Allah Ta’ala yang lain,

“Dan tidaklah engkau mampu (menempuh jalan itu), kecual apabila Allah
menghendaki.Sungguh Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.

” (al-Insaan:30)

[Antara Urusan Dunia dan Akhirat

“ Keinginanmu untuk tajrid (meninggalkan urusan duniawi, termasuk


mencari rejeki) padahal Allah telah menempatkan engkau pada asbab
(usaha, dimana Allah telah membekali manusia dengan saran penghidupan),
adalah termasuk dalam (bisikan) syahwat yang samar.
Sebaliknya, keinginanmu untuk melakukan asbab padahal Allah telah
menempatkanmu pada kedudukan tajrid, adalah suatu kemerosotan dari
himmah (tekad spritual) yang luhur.”

Penjelasan :
Syaikh Ibn ‘Atha’illah mengajak untuk memperhatikan, bahwa
kecenderungan semacam ini (tajrid) kadang muncul akibat pengaruh hawa
nafsu, bukan karena pengaruh rasa cinta yang tulus terhadap akhirat.

Bagi mereka yang melangkahkan kaki di jalan Allah, yang dalam hatinya
terbersit keinginan untuk meninggalkan asbab dan aktivitas duniawi karena
dorongan cintanya kepada Allah, maka Syaikh Ibn ‘Atha’illah berpesan agar
mereka itu memperhatikan adab dalam beramal.Yaiti, apabila Allah Ta’ala
meletakkan kita pada asbab, maka tetaplah berpijak atasnya. Dan jika
ketetapan itu tidak sesuai dengan keinginan kita, sebagaimana tergambar
dalam firman-Nya berikut,

“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka


akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi.”

(al-Baqarah:14

] Bersandar Diri Hanya Kepada Allah

“ Salah satu tanda bergantungnya seseorang kepada amalnya adalah


kurangnya raja’ (harapan terhadap rahmat Allah) tatkala ia mengalami
kegagalan (dosa).”
Penjelasan :
Guna meraih keridhaan Allah Ta’ala, seseorang muslim diwajibkan untuk
beramal. Tapi dalam waktu yang bersamaan diwajibkan pula pada kita untuk
tidak menyandarkan diri kepada amalnya itu semata.Semua ini dimaksudkan
agar dapat sampai kepada keridhaan-Nya. Karena, betapapun seorang
muslim itu telah melaksanakan suatu amalan, ia tidak akan pernah mampu
untuk menunaikan apa yang menjadi ‘hak Allah’ secara utuh. Juga, ia tidak
mungkin mampu melakukanseluruh kewajiban secara sempurna sebagai
bentuk rasa syukur kepada-Nya.

Oleh karena itu Syaikh Ibn ‘Atha’illah rahimahullah berkata,bahwa salah satu
tanda dari seseorang yang menyandarkan diri pada kekuatan amal usahanya
semata adalah berkurangnya raja’ ( harapan terhadap rahmat dan karunia
Allah Ta’ala) ketika dia melakukan kesalahan(dosa), atau tidak tercapainya
suatu tujuan.

Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :

“ Berlakulah kalian setepat dan secermat mungkin (proporsional). Sebab


ketahuila, ahwa amal salah seorang dari kalian tidak akan memasukkannya
ke dalam surga. “

Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Lalu bagaimana dengan anda, wahai


Rasulullah? ”

Beliau menjawab,

‘Aku juga, hanya saja Allah meliputiku dengan ampunan dan kasih sayang
(rahmat)-Nya.”

(Diriwayatkan oleh enam imam hadits).

Allah Ta’ala berfirman,

“ Ini merupakan karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur


atau justru mengingkari (nikmat-nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan
barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya lagi Mahamulia.

Anda mungkin juga menyukai