Pelajaran ini, adalah pelajaran dengan suatu kiasan yang teramat akbar
bagi kita mengenal diri dan mengenal Allah dengan nyata dan jelas.
Sayangnya tidak banyak yang berfikir dan megambil iktibar darinya!. Allah
jadikan sedemikian rupa adalah semata-mata untuk mengajar kita arti
mengenal diri dan mengenal Allah.Bagi mereka-mereka yang berpandangan
jauh, akan dapat mengambil iktibar melaluinya.
Ikan tidak asin selama berada didalan lautan, sebabnya adalah karena
“ikan belum mati”. Karena ikan belum mati dan karena ikan masih
hiduplah sebabnya ikan itu tidak asin semasa berada didalam lautan asin!.
Setelah mati atau setelah berpisahnya nyawa dari jasad ikan, barulah ikan
akan menjadi asin bilamana berada didalam lautan.
Yang menerima asin itu, adalah jasad, bukannya nyawa, nyawa tidak ada
kena mengena dengan asin!. Tetapi kenapa jika ikan masih bernyawa,
jasadnya tidak bisa menerima asin. Bilamana ikan sudah mati dan setelah
nyawa berpisah dari jasad, barulah tubuh ikan itu bisa menerima asin!
kenapa?. Yang berendam didalam lautan asin itu, adalah jasad ikan
bukannya nyawa ikan! Kenapa ikan tidak bisa menerima asin jika adanya
nyawa?. Tubuh ikan hanya bisa menerima asin, setelah ketiadaan nyawa!.
Coba lihat bagaimana ikan yang sudah mati, pastinya akan menemui asin.
Iktibar atau pengajaran “mati” yang dapat kita kutip dari kiasan ikan
dengan garam itu, sebenarnya adalah salah satu cara mengajar kita
mengenal Allah. Kenapa ikan tidak bisa menerima asin?. Persoalan ikan
tidak bisa menerima asin adalah sama dengan persoalan kenapa kita tidak
bisa mengenal Allah?. Barang siapa tahu kenapa ikan tidak bisa menerima
asin, mereka akan tahu kenapa kita tidak bisa mengenal Allah!.
Ikan tidak bisa menerima asin, adalah karena ikan belum sampai kepada
tahap “mati”. Begitu juga dengan kita, diri kita tidak bisa sampai kepada
tahap mengenal Allah, adalah karena diri kita belum sampai kepada tahap
mati (matikan diri sebelum mati). Bilamana kita berjaya sampai kepada
tahap mematikan diri sebelum kita mati, disitulah nantinya kita akan dapat
sampai kepada tahap mengenal Allah Taala!.Sebab kita tidak bisa sampai
kepada tahap mengenal Allah itu, adalah karena kita belum berjaya sampai
kepada tahap mematikan diri!. Sesudah sampainya kita kepada tahap
“mematikan diri sebelum mati” dengan sebenar-benar sampai, barulah bisa
kita mengenal Allah Taala dengan sebenar-benarnya kenal!.
Setelah ikan sudah sampai kepada tahap mati, maka akan sampailah sifat
asin kepada jasad ikan. Begitu juga kiasannya dengan diri kita. Bilamana
kita sampai kepada tahap “Al mutu kablaan tamautu”, (matikan diri sebelum
mati), barulah kita akan sampai kepada tahap mengenal AllahTaala!.
Setelah diri sudah sampai kepada tahap “mati sebelum mati”, maka akan
sampailah kita kepada tahap mengenal Allah!. Untuk itu, barang siapa yang
berhajat atau bercita-cita untuk sampai kepada tahap mengenal Allah Taala,
seharus dan semestinya terlebih dahulu melalui proses mematikan diri
sebelum mati!.
Sebab tidak sampainya kita kepada tahap mengenal Allah itu, adalah karena
tidak berjayanya kita untuk sampai kepada tahap mematikan diri!. Setelah
sampainya kita kepada tahap ilmu mati sebelum mati, barulah kita akan
dapat sampai kepada tahap mengenal Allah, dengan sebenar-benarnya
mengenal!. Sesudah matinya ikan baru bisa menerima asin, begitulah juga
dengan diri kita. Sesudah diri kita mati sebelum mati, barulah Allah itu akan
dapat menghampiri, mendampingi, menyelubungi serta meliputi diri kita!.
dari situlah kita akan dapat mengenal Allah dengan nyata. Kita akan berjaya
sampai kepada tahap mengenal Allah dengan nyata , setelah kita mengenal
arti mati!. Untuk itu marilah kita belajar mengenal arti mati, “Al-mutu
Kabllaan tamautu” (mati sebelum mati).
Untuk mengenal Allah itu, mari kita umpamakan diri kita seumpama garam
dan mengenal Allah itu seumpama asin. Anggaplah diri kita ini garam.
Kiranya kita hendak binasakan sifat garam kedalam asin, campakkan garam
kedalam laut. Setelah garam kembali kedalam laut, maka akan hilanglah
sifat garam, setelah hilangnya sifat garam, maka kekallah ia dalam sifat
asinnya!. Begitu juga dengan diri kita.
Coba saudara ambil sebrongkah garam kasar. Saya ingin saudara genggam
garam itu dan masukkannya kedalam segelas air. Kerana ” berbrongkah”
itulah makanya kita panggil ia dengan panggilan garam. Coba larutkan
garam kedalam air, biar sifat brongkahanya hilang, maka garam tidak lagi
dipanggil garam, melainkan dipanggil ia dengan panggilan asin!.
Demikian juga dengan diri kita, kerana kita “bersifat” itulah makanya kita
panggil diri. Cuba kita hilangkan sifat diri, cuba kita bayangkan yang diri kita
itu mati!. Setelah mati dan setelah ditanam kedalam tanah, dimanakah yang
dikatakan diri?. Sebenarnya diri kita tidak ada. Diri kita sebenar-benarnya
tidak ada!. Sebenar-benarnya diri kita itu, tidak ada!. Adanya sifat diri
kita itu, hanyalah sekadar bersifat sebagaimanna sifatnya garam.
Kiranya kita hanyalah sekadar bersifat sebagaimana sifatnya garam, kenapa
kita masih mengaku yang kita itu ada?. Sekiranya sifat garam tidak ada,
maka sifat kita juga tidak ada. Kembalikan garam kedalam laut dan
kembalikan diri kita kedalam Allah! (wajah Allah). Allahh, Allah, Allah
…………………………………………………………………
Mengenal Allah Itu, Akan Tercapai Setelah Tidak Adanya Diri!, selagi kita
masih mengaku “adanya diri”, selagi itulah sifat “adanya Allah itu” tidak akan
dapat kita lihat. Bila kita mengadakan sifat adanya diri, bererti kita telah
menafikan sifat adanya Allah. Kita tidak boleh untuk mengadakan
(menwujudkan) atau menggabungkan serentak antara kedua-dua sifat
makhluk dengan sifat Allah!. Sifat ada atau sifat wujud itu, adalah sifat
hanya bagi Allah. Sifat bagi makhluk itu, adalah tidak ada (tidak wujud).
Ingat sifat dua puluh.kalau kita itu bersifat ada atau kita itu bersifat wujud,
bererti kita telah mengadakan dua sifat wujud (dua sifat ada). Bererti kita
telah menduakan sifat Allah, yaitu satunya wujud bagi Allah dan satu lagi itu
wujud bagi diri makhluk, bermakna disini, kita telah mengadakan dua sifat
wujud. Sedangkan sifat wujud itu, hanya hak bagi Allah dan bukannya hak
bagi makhluk. Bagi yang menduakan sifat Allah, hukumnya adalah syirik.
Syirik itu, adalah dosa besar yang tidak boleh diampun Allah. Untuk itu,
jangan adakan dua sifat wujud (dua sifat ada). yang wujud dan yang bersifat
ada itu, adalah hanya bagi Allah, hanya bagi Allah dan hanya bagi Allah!
…………………………………………………………………………………….
Kita semua belajar dan kita semua tahu bahwa sifat “ada” itu adalah hanya
sifat bagi Allah!. jadi sifat bagi kita itu, adalah tidak ada!. Bila kita tidak ada
sifat, apa lagi yang hendak kita perkira-kirakan dalam soal ingat kepada
Allah!. Setelah semua makhluk bersifat tidak ada, bermakna yang ada itu,
adalah hanya Allah. Jadi yang ada dan yang wujud itu hanya Allah, buat apa
lagi ingat kepada selain Allah!.
“Ingat itu sesungguhnya tidak ingat”. Tahu itu sesungguhnya tidak tahu”.
“Tidak ingat itulah sebenar-benarnya ingat dan tidak tahu itulah sebenar-
benarnya tahu”. saya ingin mengajak saudara supaya bayangkan, ketika
saudara awal diterima bekerja dimana tidak tahu tempat lokasi kerja.
Dari rumah untuk pergi ke tempat kerja, saudara bertanya arah jalan,
bertanya nama-nama jalan, bertanya berapa banyak menempuh lampu
isyarat, bertanya apakah ada jalan yang belok kiri atau kanan dan
sebagainya. Lama kelamaan, jika sudah biasa, saudara tidak lagi perlu ingat
kepada tanda-tanda jalan atau tidak lagi ingat akan lampu isyarat dan tidak
lagi perlu ingat nama-nama jalan. Tahu-tahu saudara sampai ke tempat
kerja.Saudara bisa sampai ke tempat lokasi kerja dari rumah, tanpa ingat
jalan, tanpa ingat lampu isyarat keberapa, tanpa ingat belok kiri atau kanan
dan tanpa ingat nama-nama jalan lagi. Tahu-tahu saudara sampai ke tempat
lokasi kerja dengan selamat!.
“Tidak ingat, itulah tandanya ingat”. Dari rumah untuk kepejabat itu, tanpa
lagi perlu mengira-gira nama jalan atau lorong mana. Itulah tanda ingat.
Tanda ingat itu, adalah tidak ingat! dan tanda tidak ingat, itulah sebenar-
benar ingat!.
Saya ingin bertanya kepada saudara sekalian. Ketika saudara suapkan nasi
kemulut, apakah saudara ingat kepada tangan?. Saya yakin saudara tidak
ingat kepada tangan, dengan ada atau tidaknya tanngan saudara itu,
saudara sendiri tidak tahu dan tidak ingat!. Tahu-tahu tangan menyuap nasi
kemulut tanpa perlu ingat atau tanpa perlu disuruh, itulah tanda sebenar-
benar ingat.
Tak perlu kita menyuruh tangan menyuap nasi kemulut, tahu-tahu nasi
masuk kemulut!. Ingat kepada Allah itu, hendaklah sampai kepada tahap
tidak ingat!. Kita dikehendaki tidak ingat lagi kepada keberadaan diri kita.
Kita dikehendaki tidak perlu lagi ingat kepada adanya diri. Sekiranya kita
masih dalam keadaan berkira-kira untuk membuang diri, berkira-kira untuk
menfanakan diri dan masih berkira-kira untuk mebinasakan diri, itu
tandanya kita itu belum sempurna mengenal diri dan teramat jauh dari ingat
kepada Allah Taala.
Itu pada tahap atau peringkat masih dalam perkiraan, masih dalam keadaan
berkira-kira mau ingat. mau ingat itu, artinya belum ingat. Nak ingat itu,
ertinya baru nak ingat, baru nak ingat itu, bermakna belum ingat.
Ingat kepada Allah itu, hendaklah sampai kepada tahap, tidak ada apa-apa
lagi yang harus diingat. Ingat kepada Allah itu, jangan sampai adanya dalil.
Ingat kepada Allah itu, jangan sampai ada dikeranakan dengan suatu
kerana. Untuk ingat kepada Allah itu, jangan sampai disandarkan kepada
suatu peyandar. Ingat kepada Allah itu, tidak ada sebab dengan suatu
sebab.
Allah itu, adalah Allah, Allah itu, adalah Allah dan Allah itu, adalah
Allah…………………………………………………………………………………………Allah, Allah,
Allah…………………………
Setelah mempelajari ilmu makrifat, diri kita itu telah dikatakan mati, binasa,
hilang dan tidak lagi terlihat diri? Jika sekiranya mati dan jika sekiranya tidak
lagi terlihat adanya diri, persoalannya di sini, siapakah yang makan-minum
ini ? dan apakah orang mati itu masih butuh kawin ?
Orang yang mengenal Allah dan orang yang sudah sampai kepada makam
makrifat itu, bukan berarti dirinya tidak ada, bukan berarti dirinya hilang dan
bukan berarti dirinya menjadi Allah! Untuk memahami apa yang akan saya
jelaskan nanti, saya minta saudara duduk di hadapan televisi. Jika mau
menghayati betul-betul apa yang akan saya sampaikan ini, saya minta
saudara betul-betul apa yang saya sarankan, baru dapat barokah ilmu. Jika
saya suruh saudara tidak mau ikut, itulah sebab saudara tidak akan faham
apa yang akan saya sampaikan.
Sekarang pergi cari televisi, saya minta saudara duduk di hadapan kaca
televisi. Coba Lihat !dan saya minta saudara pandang televisi (yang belum di
on) atau yang belum dihidupkan atau televisi yang belum ada siaran (offkan
dulu televisi itu). Jika tidak ada televisi, saya minta berhenti dulu baca dan
pergi cari televisi (jika mau mendapat barokah dan supaya tidak timbul kata
tidak faham). Tidak faham itu, datangnya dari tidak mengikuti kata guru,
bukan datangnya dari salah guru.
Yang dimaksudkan binasa atau leburnya TV itu, jika kita terlihat dan
terpandang siaran pertandingan sepak bola, biarpun TV di hadapan mata,
tetapi kita tidak lagi terpandang TV. Biarpun TV itu ada di hadapan mata,
yang terlihat itu, adalah siaran pertandingan sepak bola. Itulah yang
dimaksudkan mati sebelum mati, jangan sampai terlihat adanya diri dan
maksud yang dikatakan diri kita itu tidak ada.
Jika mengenal Allah, diri kita mati, diri kita lebur dan diri kita tidak lagi
terlihat diri. Di situ bukan bererti diri itu hilang, tetapi leburnya diri kita itu,
seumpama leburnya TV di saat kita sedang melihat siaran pertandingan
sepak bola. Maksud tidak ada di situ bukan bererti berubah tempat atau
bukan bererti berubah wajah, tetapi lebur dan tidak ada, sebagaimana lebur
dan tidak adanya TV, di kala siaran berlangsung atau tidak ada sebagaimana
tidak adanya TV, semasa kita menonton pertandingan sepak bola di kaca TV.
Yang tendang bola itu, bukan TV, yang tendang bola itu, adalah siaran TV.
Yang bergerak makan-minum, kawin, cerai, beranak, bawa mobil, rampok,
penyamun dan orang yang alim di dalam TV itu, bukan TV. Adapun yang
makan-minum, nikah ,kawin itu, adalah siaran TV (bukannya TV). Yang
berhajat kepada suara itu, siaran, yang berhajat kepada gambar itupun
adalah siaran, yang berhajat kepada lakon merampok itu, siaran, yang
berlakon makan, nikah, kawin, beranak-pinak itu, adalah siaran bukannya
TV.
Sungguhpun TV itu ada, cuba tuan-tuan bawa TV rosak, atau cuba tuan-tuan
matikan siaran perlawanan bola sepak sekarang atau matikan siaran drama
sekarang dan offkan TV sekarang. Apakah yang saudara lihat, apakah ada
lagi siaran yang minta makan, yang tendang bola dan apakah ada lagi siaran
yang nikah kahwin? Sedangkan TV, masih di hadapan tuan-tuan, apakah TV
bisa makan-minum, beranak isteri? Yang makan-minum dan beranak isteri
itu, adalah siaran TV. Jadi siapakah TV, TV (ibarat mahkluk) adalah sekadar
selaku penyata bagi siaran (ibarat Allah)! Diri kita itu, tidak ubah selaku
penyata bagi Allah. Bukannya bagi bertujuan makan-minum, nikah kahwin
atau lapar dahaga, tetapi diri kita itu, adalah selaku penyata bagi Allah.
Inilah kajian yang teramat besar untuk dimengerti oleh sekalian yang
bergelar insan!.yaitu bagaimana caranya untuk ingat kepada Allah
swt. Marilah kita belajar bersama-sama !, saya ingin mengajak saudara-
saudara supaya sama-sama kita menyeberang lautan ilmu yang tidak
bertepi, agar suatu hari nanti, kita bisa sampai ke pesisir pantai “ingat
kepada Allah swt“.
Ingat Allah itu, bukan dengan cara menyebut-yebut namaNya. Pada asalnya
Allah itu, tidak bernama dan tidak bergelaran apa-apa panggilan. Panggilan
nama Allah itu, tercipta dan terpanggil sesudah keberadaan Nur Muhamad.
Sebelum kejadian Nur Muhamad, Allah tidak bernama!. Setelah terciptanya
Nur Muhamad, barulah nama Allah itu terpanggil dan tersebut. Tetapi harus
diingat bahawa Allah itu, bukan nama panggil-panggilan!. Semasa Allah
bersendirian, semasa sebelum kejadian Nur Muhamad, siapa yang akan
memanggil namanya sebagai Allah?. Seumpama seorang Raja yang tidak
ada rakyat, siapa yang akan memangil nya sebagai Raja?. Begitu juga
Allah. Pada mulanya Allah itu, tidak bernama, setelah adanya Nur Muhamad
(atau adanya rakyat) , barulah Allah itu bernama. Ini menunjukkan kepada
kita bahawa Allah itu, bukan nama!.
Allah itu bernama adalah pada bibir Nur Muhamad dan pada bibir-bibir
makhluk!. Oleh itu, sadarlah saudara sekalian termasuk yang membaca
kajian ini, bahwa marilah mulai hari ini, jam ini dan saat ini, sama-sama kita
“mencari ingat” kepada yang sebenar-benar Allah. Allah yang tidak
berhuruf dan Allah yang tidak bersuara!. Tulisan atau perkataan Allah yang
berupa huruf, yang menempel didinding-dinding rumah atau yang ditempel
dicermin-cermin mobil, itu bukan Allah. Itu adalah tulisan, tulisan yang
berupa susunan huruf dari tangan makhluk!. Allah itu, bukan berupa tulisan,
susunan, ukiran atau berupa huruf. Apa yang kita tulis itu, adalah berupa
dakwat beserta kertas. Sifat yang bilamana dibakar ia hangus dan bilamana
direndam dia basah, itu adalah sifat makhluk, bukannya sifat Allah!. Allah
itu, bilamana terbakar tidak hangus, bilamana direndam tidak basah!.
Selagi terbakar dan selagi basah, itu bukan Allah. Jangan sekali-kali
beriktikad bahawa suara halkum yang terzahir pada bibir mulut kita itu,
adalah Allah!.
Allah bukan sesuatu tetapi nyata pada sesuatu!. ingat, ingat dan ingat
kata-kata saya yang sedikit itu!. Allah bukan nya sesuatu tetapi nyata dan
terzahir pada sesuatu!. Suara bibir yang menyebut perkataan Allah itu,
adalah merupakan sesuatu. Sedangkan Allah bukan sesuatu!. Mana Allah
dan bagaimana untuk ingat kepada Allah?.
Saya tinggalkan persoalan ini untuk saudara fikir sendiri!. Jika saya terus-
terus memperkhabarkan secara senang, tidak akan ada orang yang akan
menghargai ilmu ini. Ilmu ini akan dihargai orang bilamana ianya mahal!.
Mahalnya ilmu ini bilamana saya sorok atau saya sembunyikan puncanya
supaya tuan-tuan meraba-raba sendiri. Setelah puas dan letih meraba
didalam gelap, barulah tuan-tuan tahu menilai yang ianya amat beharga!.
Cuba cari dan cuba jawab, bagaimana nak ingat kepada Allah dengan
sebenar-benar ingat?.
Allah itu, tidak bersifat, Allah itu tidak berjirim dan Allah itu tidak berjisim.
Barang atau perkara yang tidak berjirim atau berjisim, mana mungkin ada
nama!. Setiap yang bernama itu, pasti ada sifat dan setiap yang bersifat itu,
pasti nama!. Sedangkan Allah itu tidak bersifat, mana mungkin Allah itu ada
nama!. (Barang yang tidak bersifat, pastinya tidak bernama. Barang yang
tidak bernama, pasti tidak bersifat!). Sedangkan Allah itu, tidak bersifat
sebagaimana sifatnya makhluk, mana mungkin ada nama!. Oleh itu,
barang siapa yang masih menyebut nama Allah, sesungguhnya mereka itu,
belum lagi dikatakan ingat kepada Allah!. Ingat kepada Allah itu, bukan
pada namaNya. Ingat kepada Allah itu, setelah kenal tuan yang
empunya nama!. Kenal tuan yang empunya nama, barulah dikatakan
ingat !. Ingat kepada Allah itu, setelah sampai kepada tahap mengenal tuan
yang empunya nama!. Mengenal tuan yang empunya nama itu pula,
hendaklah sampai kepada tahap tidak lagi berhuruf dan biarlah sampai
kepada tahap tidak lagi bersuara!. Yang tidak berjirim, yang tidak berjisim,
yang tidak berhurf dan yang tidak bersuara itu, itulah baru dikatakan
sebenar-benar Allah………………………………
Allah itu bersifat dengan sifat yang berlawanan sebagaiamana sifat makhluk.
. Sekiranya makhluk ada bentuk (ada sifat), pastinya Allah itu tidak ada
bentuk dan tidak ada sifat. Sekiranya makhluk ada nama, Allah pasti tidak
ada nama. Jika sekiranya Allah itu ada bentuk dan ada nama sebagaimana
makhluk . Itu bukan Allah!. Sekiranya Allah ada nama dan makhluk juga
ada mempunyai nama, apa bedanya dengan makhluk?. Sekiranya Allah ada
sifat dan makhluk juga mempunyai sifat, apa bedanya antara Allah dengan
makhluk . Menandakan Allah itu adalah Allah, yang sifatnya berlawanan
dengan yang baru, pastinya berbeda dengan sifat makhluk!. untuk
menentukan Allah itu tidak sama dengan sifat makhluk, hendaklah kedua-
duanya mempunyai sifat yang berlawan atau sifat yang berbeda antara satu
sama lain.
Bilamana Allah ada, makhluk bersifat tidak ada, bilamana Allah melihat,
makhluk bersifat tidak melihat dan bilamana sifat makhluk bernama, sudah
barang tentu Allah bersifat dengan sifat yang tidak bernama!. Panggilan
Allah itu, adalah sekadar penyata bagi nama, bukan penyata bagi tuan!.
Penyata bagi tuan yang empunya nama itu, adalah “rasa”.
Allah tidak sebagaimana suara yang terkeluar dari bibir. Suara yang
terkeluar dari bibir mulut itu, berupa angin yang dihembus dari halkum.
Hembusan angin yang terkeluar dari halkum dalam bentuk suara yang
berbunyi nama atau dalam bentuk pangil-panggilan dengan sebutan nama
Allah, itu bukan Allah. Yang berbunyi itu suara, manakala suara itu bukan
Allah!. Suara bibir mulut makhluk itu, bukan Allah. Allah tidak berada pada
pita suara (halkum) dan Allah tidak berada pada sebutan nama!, Mana Allah
dan bagaimana cara untuk ingat kepada Allah?. Coba saudara jawab?.
Sebelum saya meneruskan ungkapan yang tidak seperti ini, saya mau
saudara-saudara jawab. Jika tidak bisa jawab, bagaimana selama ini saudara
ingat kepada Allah?.
INGAT ITU ADALAH TIDAK INGAT DAN TIDAK INGAT ITULAH YANG
DIKATAKAN SEBENAR-BENAR INGAT!
Untuk ingat kepada Allah itu, kita tidak lagi perlu kepada dalil!. Bagi sesiapa
yang masih lagi meraba-raba mencari dalil untuk ingat kepada Allah,
sesungguhnya mereka itu adalah golongan mereka-mereka yang belum
ingat kepada Allah. Bagi siapapun yang masih mencari-cari dalil untuk ingat
kepada Allah, itu tandanya mereka belum ingat kepada Allah, mereka-
mereka itu masih berada pada tahap mengigati dalil, bukannya ingat
kepada Allah tetapi mereka hanya ingat kepada dalil!. Sedangkan Allah itu,
bukan dalil. Allah itu adalah Allah!. Untuk ingat kepada Allah itu, kita
sepatutnya tidak lagi perlu kepada dalil. Allah itu, bukan sesuatu, Sedangkan
dalil itu, adalah merupakan sesuatu!. Yang berupa sesuatu itu, bukan Allah
kerana Allah itu bukan sesuatu!. Untuk ingat kepada Allah itu, tidak lagi
perlu kepada dalil!.
Allah itu nyata, lebih nyata dari diri kita sendiri, kenapa perlu dalil?. Coba
jawab pertanyaan saya…………………….
Allah itu terang, lebih terang dari cahaya matahari, kenapa perlui dalil?..
Coba jawab pertanyaan saya……………………………………
KALIMAH SYAHADAH
Lafas syahadah dalam keadaan tidak megetahui, adalah lafaz yang tidak
terlafaz atau ucap yang tidak terucap. Syahadah dari bibir mereka-
mereka yang dalam berkeadaan hilang ingatan, hilang akal, hayal atau
dalam berkeadaan mabuk. Lafaz syahadah dari bibir orang yang “tidak
megetahui” itu, seumpama garam yang tiada asin!. Lafaz yang tidak
diterima Allah!.
Jika saudara-saudara masih tidak faham apa itu maksud saksi dan apa itu
maksud yang meyaksi, mari ikut saya, saya bawa saudara-saudara sekejab
kedalam mahkamah!. Saya mau saudara-saudara menjadi seorang saksi
dalam sebuah kasuh perampokan bersenjata yang mendatangkan kematian.
Secara kebetulan saudara melihat dan meyaksikan perampokan tersebut
dengan mata kepala sendiri. Sebagai saksi, tuan hakim meminta saudara
mengenal pasti pelaku yang melakukan perampokan. Hakim mengumpulkan
beberapa orang tersangka untuk saudara kenal pasti, salah satu perompak
yang benar-benar melakukan perampokan tersebut. Coba saudara jawab
pertanyaan saya, bagaimana jika saudara tidak dapat cam/merekam pelaku
perampokan dan proses kejadian atau tidak dapat untuk mengenal pasti
pelaku yang melakukan perampokan tersebut, bisakah saudara disebut
sebagai seorang saksi?. Bisakah saudara dipanggil sebagai seorang saksi?.
Sebagai seorang saksi itu, hendaklah mengenal orang yang disaksikannya!.
Begitu juga dalam soal kita berkaliamah syahadah. Kita mengaku untuk
bersaksi bahawa tidak ada Allah lain selain Allah!. Coba saudara-saudara
jawab pertanyaan saya, bila katanya saudara mengenali Allah?. Bila katanya
saudara pernah melihat Allah?. Semisalnya tuan-tuan belum pernah melihat
Allah dan belum pun pernah mengenal Allah. Bagaimana saudara-saudara
mau jadikan diri saudara-saudara itu sebagai seorang saksi, ternyata
saudara-saudara sendiri belum pernah meyaksikannya. Seorang saksi yang
belum pernah dipersaksikan (belum pernah diperlihatkan), mana mungkin
dapat menjadi saksi bagi meyaksikan suatu kesaksian ?. Coba jawab, coba
jawab dan cuba jawab dengan hati yang jujur?. Boleh atau tidak?. Jika
jawapannya “tidak”, bagaimana kesaksian saudara-saudara terhadap
kalimah syahadah yang saudara-saudara sendiri sebut dan yang saudara-
saudara sendiri lafazkan?. Tidakkah itu suatu pembohongan atau suatu
penipuan?. Saudara-saudara adalah seorang makhluk pendusta!. Dusta pada
Allah, dusta pada pandangan masyarakat dan dusta juga kepada diri
sendiri!. Apakah artinya saudara-saudara sebagai hamba Allah yang bersaksi
kepada kalimah syahadah?. Coba jawab kepada diri sendiri!.
Maksud atau makna mengenal itu pula, adalah menuju kepada kefahaman
Allah, bukan datangnya dari kefahaman atau pengertian khayalan akal atau
angan-angan!. Setelah mengenal Allah, barulah muncullah perkataan
sebutan bibir yang disertai dengan perkara “rasa“. Perkataan rasa itulah
maksud mengetahui. Lafas dengnan mengetahui itulah, baru sah
melafazkan kalimah syahadah. Mari kita sama-sama melafazkan dua
Lafazlah kalimah syahadah dengan megetahui Allah, bukannya dengan
pegetahuan kita!. Untuk melafaz bersama dengan mengetahui Allah, terlebih
dahulu harus kita faham apa itu pengertian perkataan “aku”!.
Selagi kita mengaku kita yang megetahui dan kita yang tahu, berarti kita
belum lagi bersyahadah. Perkataan “Aku megetahui” itu, adalah menuju
kepada Allah. Yang megetahu itu hanya Allah !. Bilamana kita melafaz ,
tasdiklah kedalam hati dan ingatlah dengan perasaan akal yang lemah itu,
bahawasanya yang bisa megetahui akan syahadah kita itu hanya Allah. Yang
mengerti dan yang faham akan syahadah kita itu, hanya Allah.
Sesudah kita faham maksud megetahui Allah, barulah kita bisa tambah
dengan perkataan aku bersaksi atau aku naik saksi. Sesudah kita faham
akan duduknya makna yang tersirat itu, sebutlah apa saja perkataan yang
terlafaz oleh bibir, ia tidak lagi memberi bekas. Karena yang memberi bekas
itu, adalah hanya Allah. Ucaplah apapun yang kita sanggup ucap, ianya tidak
sedikitpun memberi bekas kepada Allah, kerana yang terlafaz, terucap dari
bibir itu, adalah dengan megetahui Allah! (dalam ilmu Allah).
Orang yang dalam berkeadaan tidak megetahui itu, adalah sama dengan
orang yag dalam berkeadaan mabuk, lalai, hilang akal atau hilang ingatan.
Tidak tahu dari apa yang dilafaz atau tidak tahu dari apa yang diperkatakan.
Sekadar manis di mulut untuk berkata!. Sekiranya sekadar manis mulut,
anak kecil atau radio kasetpun bisa mengucap sebagaimana lafaz bibir
mulut saudara-saudara!. Apakah hanya itu yang diajarkan dalam syariat?.
Mengucap sekedar lepas dari bibir, apakah itu yang disarankan oleh agama
kita?. Coba jawab pertanyaan saya. Jika tidak betul dari apa yang saya
sangka, coba saudara-saudara ceritakan bagaimana lafaz shayadah yang
sebenar-benarnya?.Coba saudara jelaskankan kepad saya, apa yang hendak
dinafi dan apa yang hendak diisbatkan, coba saudara jawab!
Bagi mereka-mereka yang sudah mengenal diri dan mengenal Allah, Tidak
ada lagi yang menjadi saksi, bersaksi atau menyaksi. Setelah segalanya
sudah lebur, binasa dan lebur, apakah lagi yang tersisa atau terdapat pada
kita?. Sebagai makhluk, kita adalah bersifat dengan sifat binasa. Setelah
binasa segala sifat makhluk, mana lagi adanya kita?. Setelah kita tidak ada
dan setelah sifat kita binasa, siapa lagi yang hendak menjadi saksi?.
Seandainya tidak ada saksi, mana mungkin untuk meyaksikan kesaksian!.
Saksi itu roh dan yang bersaksi itu tubuh badan (bibir mulut), dan yang
meyaksikan kesaksian kita itu, adalah Allah Taala.
Seandainya sifat tubuh badan dan roh kita binasa, kemana lagi hendak kita
hadapkan peyaksian kita?. Itulah makanya bagi mereka yang sudah sampai
kepada tahap makrifat, tidak ada lagi yang menjadi saksi, bersaksi dan tidak
ada lagi yang meyaksi!. Melainkan garam sudah kembali kepada asin. Tidak
ada lagi sifat garam melainkan segala-galanya asin belaka!. Siapa yang
hendak menyaksi siapa?. Sesudah segalanya binasa!.
Sesudah kita benar-benar tahu tiga perkara diatas, barulah bisa dikatakan
yang kita itu benar-benar sembahyang!. Barang siapa yang berhajat untuk
mengetahuinya, mari kita sama-sama ikut pelayaran ilmu ini bersama saya.
Pelayaran melalui bahtera saya ini, adalah pelayaran bahtera ilmu yang
selalu menempuh gelombang fitnah, tiupan angin sesat yang kencang dan
gelora tuduhan salah yang bisa mendatangkan maut dan karam. Gelora
fitnah dilautan ilmu makrifat itu, selalunya tidak pernah sepi!. Namun
barang siapa yang tahan dengan gelombang, gelora serta ombak lautan
fitnah makrifat, Ayo sisingkan pergelangan tangan, Ayo kita mengembara
bersama saya. Sebelum kita berlayar di lautan fitnah ini, ingin terlebih
dahulu saya mengajukan satu pertanyaan kepada saudara-saudara.
Bisakah kaki kita itu berdiri tanpa didahulukan oleh berdirinya Allah?.
Bisakah kita berniat, sebelum diniatkan terlebih dahulu oleh Allah, Bisakah
kita rukuk, sebelum terlebih dahulu dirukukkan oleh Allah. Siapakah yang
memulai pekerjaan sembahyang, jika tidak dimulai oleh Allah?. Siapakah
yang sebenarnya bersolat, jika tidak …………
Apakah kuasa sembahyang itu kita?, Apakah yang memulai sembahyang itu
kita?. Apakah yang rukuk itu kita?. Apakah yang sujud itu kita?. Coba
jawab?. Mana kuasa, mana kudrat dan mana kehendak serta kemauan kita?.
Jika tidak digerakkan, dimulai dan jika tidak dengan kudrat dan iradat Allah,
bisakah kita bersembahyang?.
Kita hanya ikut apa yang sudah Allah tetapkan. Pekerjaan sembahyang yang
kita dirikan itu, bukan pekerjaan baru atau bukan perbuatan baru,
Allah telah sediakan skenarionya didalam kitab loh mahfuz!. Kita ini hanya
sekadar melakonkannya lagi!. Kita hanya melakonkannya semula skrip
yang telah disiapakan oleh Allah swt.
Jika Kaki milik orang, kuasa untuk kaki untuk berdiri sembahyang milik
orang . Kehendak untuk berniat sembahyang, milik orang . Yang
mengerakkan solat, milik orang . Setelah semua seisi solat itu, milik orang
atau orang punya, mana yang dikatakan bersolat itu kita?. Coba jawab?………
Tujuan besar kita menunaikan fardhu haji, adalah bertujuan untuk sampai
kerumah Allah (Baitullah).
Tujuan besar kita menghadapkan hati kita kepada Kiblat, adalah bertujuan
supaya tertuju kepada rumah Allah (Baitullah).
Barang siapa yang berhasil sampai kerumah Allah, akan bersih dosanya, suci
putih hatinya dan terampun dosanya menjadi seperti bayi yang baru lahir.
Sayangnya tahukah kita dimana Rumah Allah?. Apakah rumah Allah itu
diperbuat dari batu?. Apakah rumah Allah pernah terbakar?.. Apakah batu
Hajaratul Aswat dirumah Allah itu pernah dicuri berpuloh tahun oleh tentera
Rom?. Apakah rumah Allah pernah dilanda banjir. Apakah rumah Allah itu
pernah runtuh. Apakah rumah Allah itu, harus ada kelambu. Orang buat
rumah, mereka mendiami rumahnya, apakah Allah membuat rumah tidak
didiamiNya?.
Ya Allah ya Tuhan ku, apakah artinya semua ini?. Tidak pandaikah Engkau
menjaga rumah Mu sendiri, ya Allah?. Sehingga mengharap makhluk
manusia yang menjaganya?. Manusia buat rumah tetapi pandai menjaganya
sendiri, apakah Engkau yang Maha Berkuasa, tidak tahu dan tidak pandai
menjaga rumah Mu ya Allah?.
Perkara-perkara ini semua, adalah menjadi satu bahan bukti kepada ita yang
mau berfikir, dimanakah sebenarnya rumah Mu ya Allah?.
Ada pula terdapat dalam ayat suci Al-Quraan yang mengatakan bahawa ”
Qalbu Mukmin Baitullah”. Qalbu mukminlah sebenar-benar rumah Mu. Yang
mana satukah rumah mu yang sebenar ya Allah?…………………………..
Jika benar
Wudhu itu umpama benih dan solat itu umpama pohon. Tidak dapat hidup
pohon jika benih tidak hidup. Benih itu, adalah alas bagi sebuah bangunan!.
Jika tidak ingat Allah saat berwudhu, apalah arti wudhu?, saudara-saudara
jawablah sendiri!…………………………………
Carilah Air Mutlak
Untuk itu, ambillah air sembahyang dengan menggunakan air yang mutlak.
kucuri anggota jasad dengan air yang mutlak sambil ingat kepada Allah.
Barang siapa yang dapat menemukan Air mutlak, dengan sendirinya ingatan
ingat kepada Allah itu, akan datang serentak beserta air sembahyang.
Air mutlak itu sendiri yang akan ingat kepada Allah!. Bukan sebuah akal
yang akan ingat kepada Allah ketika megambil air sembahyang,
sesungguhnya air mutlak itu sendiri yang akan ingat kepada Allah!.
Jika kita kucuri jasad atau tubuh badan kita dengan menggunakan air
mutlak, jasad atau tubuh badan kita nantinya akan bersih zahir dan batin.
Air mutlak adalah air yang dapat meresap kedalam darah daging, tulang
belulang sampai kepada jantung kalbu dan akan membersih sehinggga
kepada najis. Najis yang dalam perut akan menjai bersih, barang siapa yang
dapat berjumpa dengan air yang mutlak!.
Air mutlak dengan perkara ingat kepada Allah itu, adalah ibaratnya asin
dengan garam dan seumpama gula dengan manis dan seumpama bayang
dengan yang empunya bayang. Ianya bergabung serentak dan sekali. Jumpa
dengan air mutlak, menandakan saudara-saudara jumpa dengan perkara
ingat kepada Allah. Kerana air mutlak itu sendiri, adalah air ingat kepada
Allah!.
Air mutlak itu, adalah air yang datangnya daripada hati nurani. Bilamana
hati nurani mencurahkan air makrifatnya keatas tangan atau jasad kita,
maka air tersebut akan menjadikan seluruh jasad kita ingat kepada Allah!.
Carilah air mutlak, kerana air mutlak itu, bisa mengingatkan kita kepada
Allah ketika berwudhu!.
Mengenal Allah Hanya Melalui Benang
Pada suatu malam yang indah, rumah saya didatangi oleh seorang sahabat
ayahnda saya yang bernama Tuan Mat (saya panggil beliau ayah Mat),
beliau berasal dari kampong pengkalan Batu Pasir Mas Kelantan. Saya
pernah dibawa ayahnda Mohd Yusof kerumah ayahnda Tuan Mat, di
Pengkalan Batu Pasir Mas. Isteri beliau adalah seorang peniaga budu dan
pembuat budu di Pengkalan Batu Pasir Mas. Itulah kali pertama saya melihat
bagaimana orang membuat atau memproses budu!. Dikala itu, umur saya
sekitar tingkatan satu.
Arwah Ayahnda Tuan Mat, dipanggil dengan gelaran Tuan Mat pengkalan
batu (sebab, ramai yang bernama Tuan Mat). Beliau adalah anak murid
kesayangan ayahnda Mohd Yusof Cik Wook. Beliau meninggal dunia lebih
kurang dua atau tiga tahun yang lepas di kampong Dangar Pasir Mas
Kelantan. Selepas kepulangan ayahnda saya kerahmatullah, saya terputus
hubungan dengan beliau (kerana beliau berpindah alamat). Selepas
kematian beliau, baru saya diperkhabarkan oleh kakak saya yang ayahnda
Tuan Mat meninggal dunia. Kakak saya (Khadijah) tahu rumah beliau di Kg.
Dangar Pasir Mas. Kepada anak cucu ayahnda Tuan Mat, yang tidak sempat
belajar dan tidak sempat menuntut ilmu makrifat dari beliau, kiranya terbaca
risalah saya ini, inilah ilmu makrifat yag dipelajarinya!. Setelah habis kisah
ayahnda Tuan Mat Pengakalan Batu, mari kita sambung semua kisah
bagaimana cara mengenal Allah melalui sejengkal benang dan setitik
nokhtah!.
Di saat itu, saya hanya memerhatikan saja apa yang diperbuat ayahnda
Tuan Mat!. Bukan ayahnda saya (Mohd Yusof) tidak boleh mencari benang
itu, tetapi beliau menyuruh Tuan Mat sendiri yang mencarinya (ini satu
kaidah guru terdahulu mengajar muridnya menuntut ilmu). Sebab itu ilmu
orang dahulu berkat (barokah).
Lalu Tuan Mat, memanggil ibunda saya dengan panggil dengan panggilan
moh (halimah). “Moh tolong carikan ambo benang”. Lalu ibunda saya dengan
segera mencarinya didalam laci mesin jahit. Ibunda saya yang saya panggil
‘MEK”, pada masa mudanya, dia pandai menjahit dan ada sesekali ambil
upah jahit baju kurung. Kalau tak salah saya, mesin jahit itu cap (brand
basikal) “Rally”. Maaf saya tak berapa ingat dan tak berapa pandai untuk
mengeja perkataan rally.
Selain belajar bagaimana cara mengenal Allah melalui sejengkal benang dan
setitik nokhtah, saya juga ingin mengajak tuan-tuan untuk menyelami,
bagaimana cara murid-murid terdahulu mematuhi gurunya!. Itu makanya
murid-murid terdahulu berkat ilmunya. Berkat ilmu pengajian guru-guru
terdahulu, adalah kerana sikap patuhnya kepada perintah guru.
Lalu saya melilhat ayahnda Tuan Mat memintal-mintal benang itu menjadi
huruf alif. Selepas itu, dipintalnya pula benang yang sama menjadikan huruf
ba sampai kepada huruf ya dengan menggunakan benang yang sama diatas
meja. ayahnda Mohd Yussof memerhatikan saja gelagat ayahnda Tuan Mat,
sambil hisap rokok dan meneguk air kopi yang dibuatnya sendiri. Mak saya
(mek), abang saya Ghazalil dan kakak saya Khadijah selalunya tidur awal,
beliau kurang meluangkan masa untuk dengar perbualan kawan-kawan
ayahnda saya.
Namun seorang anak budak yang bernama Shaari Mohd Yusof (anak kepada
Mohd Yusof Cik Wook), satu-satunya anak beliau yang tidak tidur. Beliau
tidak mau ketinggalan ilmu ayahndanya, beliau selalunya tidak tidur dan
sama-sama menguping obrolan sahabat-sahabat ayahndanya dengan tidak
jemu-jemu!.
Sesudah ayahnda Tuan Mat selesai mengukir huruf sampai kepada huruf ya,
ayahnda Mohd Yusof pun bertanya, apakah kamu sudah mengenal Allah?.
Ayahnda Tuan Mat menjawab, “kenal Allah belum tetapi kenal benang sudah,
sambil tertawa dan meneguk kopi mantap.
Ayahnda Mohd Yusof berkata ,jika kita tau kiasan benang dan kiasan
titik nokhtah itu, kita akan dapat mengenal segala-galanya;
1) Mengenal Allah
2) Mengenal Rasul
3) Mengenal Nabi
5) Mengenal nafsu
6) Mengenal roh
7) Mengenal Muhamad
Hanya dengan sejengkal benang dan setitik nokhtah saaja!. Mau tidak
saudara-saudara belajar ilmu ini?……………………Atau apakah saudara-saudara
sudah ada jawaban?…………………………
Dari kiasan benang yang dipintal menjadi huruf alif sehingga huruf ya itu,
bukan suruh kita lihat pintalan benang atau benang menjadi huruf!. Maksud
kiasan dari pintalan benang itu, adalah untuk mengambarkan kepada kita
bahawa segala buruk-baik, jahil-alim, taat-ingkar, kafir-Islam, hitam-putih,
perang-damai, masak-putik, Budha, Kristien, Hindu, makhluk manusia –
makhluk binatang, malaikat-syaitan, Firaun-Rasul, Quraan-surat khabar dan
segalanya itu, adalah datangnya dari Allah yang SATU!.
Benang yang satu itu juga yang menjadikan huruf Alif dan benang yang itu
juga, menjadikan sehingga huruf ya. Sebenarnya benang itu, bukansuruh
kita lihat huruf alif atau huruf ya, sebenar-benarnya maksud benang itu,
adalah suruh kita lihat benang, bukan suruh lihat huruf!.
Benang memberitahu kepada kita bahwa alif pun benang, ba pun benang
dan ya pun dari benang yang sama. Cuma bentuk benang saja yang
berlainan!. Huruf alif, tidak sama dengan hutf lam dan huruf lam pula tak
sama dengan huruf mim. Tetapi dari mana datangnya huruf alif, lam atau
mim?, jika tidak dari benang yang satu!.
Apakah huruf alif boleh berbangga dengan cara dia berdiri, apakah huruf ba
berbangga dengan kerana dia ada titik dibawah, apakah huruf mim boleh
berbangga kerana dia huruf yang bersimpul dan huruf lam pula boleh
bergangga kerana hurufnya seperti mata pancing?. Siapa yang boleh
bergangga dengan dirinya yang berhuruf dari benang yang sama?, coba
jawab?………………………………….
Bolehkan huruf dal berbangga dan bolehkah huruf shim berbangga?. Coba
jawab?………….Benang tidak suruh lihat sifat huruf, sebenarnya benang
mengajak kita mengenal benang, walaupun dalam berbagai bentuk
Begitu juga kiasan yang diberi Sang guru kepada muridnya, perumpamaan
titik nokhtah!.
Bermulanya 6666 ayat Al-Quraan itu, adalah dengan huruf titik dan berakhir
juga dengan huruf titik!. Segala macam huruf yang terkandung didalam Al-
Quraan itu, bukannya bertujuan untuk dilihat pada huruf atau perkataan.
Orang makrifat menyuluh bahawa yang hendak dilihat itu, adalah titiknya!.
Allah, bukan suruh melihat huruf atau ayat-ayat tulisan Al-Quraan, Allah
suruh melihat Allah disetiap huruf, melihat Allah disetiap perkataan dan
melihat Allah disetiap ayat!.
Dari satu titik menjadi huruf alif, dari titik yang sama menjadikan huruf ba
dan dari titik yang sama juga menjadikan huruf ya!. Tertulis perkataan
syurga atau neraka, adalah dari titik yang sama. Tertulis perkataan api atau
air pun dari titik kalam yang sama!. Menulis jahil dan tertulis alimpun dari
titik kalam yang sama juga!.
Coba perhatikan baik-baik kiasan sang guru kepada anak muridnya!. Kita ini
tidak ada lebih dan tidak ada kurang daripada orang lain. Kita adalah
asalnya dari titik yang sama!.
Buat apa mengaku alim, sedangkan alim atau jahil itu, adalah datangnya
dari titik yang sama. Allah suruh pandang Allah disebalik alim dan nampak
Allah disebalik jahil!……………….Jangan bertepuk dada mengatakan aku
gagah, sedangkan yang lemahpun datangnya dari Allah. Apa beda lemah
dengan gagah dan apa beda alim dengan jahil?. Apa beda anjing dengan
kaledai dan apa beda kucing dengan lembu?. Beda cuma pada sifat dan
nama, tetapi yang didalam babi, didalam anjing, didalam unta, didalam
lembu atau yang didalam diri makhluk manusia itu, apakah berbeda?. Coba
jawab, adakah berlainan?……………………………
Jangan kita pandang keji kepada anak yang megandung tanpa bapa!.
Sebelum anak gadis sebelah rumah itu megandung anak luar nikah,
siapakah yang menulis, mengarang, merencana atau menetapkan kisah
hidupnya?. Apakah Allah tidak tahu yang perempuan itu akan megandung
anak luar nikah?. Apakah Allah hanya tahu anak halal saja?. Coba jawab?
……………………….Coba jawab saya mau tahu?…………………………..
Apakah Allah tidak tahu jika kita bersembahyang pada hari ini?. Apakah
sembahyang kita itu, suatu perkara baru yang Allah tidak tahu sebelumnya?.
Apakah Allah itu, hanya pandai mencatat atau hanya pandai merencana
perkara-perkara baik saja, sedangkan perkara yang jahat itu, apakah ada
Allah lain yang merencana. Coba jawab?………………………….Apakah kita
sekarang ada dua Allah? (Allah baik dan Allah jahat), coba jawab?……………….
Setelah kita sadar bahwa kita ini, tidak ada yang berbeda dengan yang lain.
Barulah datangnya perasaan sabar, takwa, ikhlas, tidak lekas marah, tidak
pendendam, tidak iri hati, barulah datang dan timbulnya sifat jujur, taat,
setia dan disitulah timbul keinsafan merendah diri…
Bagaimanakah caranya?……..Tunggu………
Jika saat ini kita masih bernama, marilah berikut ini, kita tinggalkan sekalian
nama-nama diri. Biarlah mulai hari ini, kita biarkan diri tinggal bersendirian
(sudah sekian lama diri kita tingal dengan ditemani!). Sampailah waktunya
untuk kita biarkan diri kita tinggal bersendirian. Jika dulu diri kita sentiasa
ditemani dengan sifat nama,sifat afaal, sifat dzat dan sifat!.
Mari kita sama-sama tinggalkan segala yang bersifat, yang bernama, yang
berafaal dan mulai hari ini, marilah kita sama-sama tinggalkan apa-apa yang
bernama dzat!. Mari kita mandiri pada diri yang sebenar-benar diri. Ituah
cinta sejati.
Cinta kepada yang besifat itu tidak kekal. Mari awali mulai hai ini, kita sama-
sama beralih cinta kepada kekasih yang tiada awal dan kekasih yang tiada
akhir!. Mari kita berkasih dengan Kekasih yang tiada sifat, tiada nama, tiada
afaal dan tiada zat!.
Itu makanya, dari tulisan awal saya, saya ada menyatakan bahwa, barang
siapa yang masih bercinta itu, tandanya ia belum bercinta. Mana mungkin
kita bercinta dengan yang tidak punya sifat, tidak punya afaal, tidak punya
asma dan tidak punya zat!.Bercinta dengan Allah itu, adalah bercinta yang
bertepuk sebelah tangan.
Ilmu rasa itu, ada tujuh tahap atau tujuh makam sudut pandang makrifat :
1) Maqam taubat:
Manakala taubat bagi golongan yang berilmu makrifat atau yang berilmu
hakikat itu, adalah bertaubat mereka atas kelalaian terhadap Allah Taala.
Dipandang berdosa besar kiranya mereka lupa, lalai atau alpa kepada Allah
walaupun sesaat!.
Dosa itu, bukan sesuatu perkara yang baru. Dosa atau pahala itu,
sesungguhnya sudah ada bersama kita sejak zaman azali!.
2) Maqam wara’:
Orang wara’ itu, adalah orang melakukan perbuatan ibadah dengan benar-
benar mengenal Allah Taala. Bukannya ibadah yang sekadar melakukannya
atau ibadah dibuat-buat sebagai memenuhi tuntutan budaya, tanpa
mengenal siapa yang disembah!. Tahu dari mana datanngnya ibadah dan
tahu pula siapa yang mengerjakan ibadah!. Orang wara’ itu, adalah orang
yang tahu bahawa datangnya ibadah itu, adalah dari Allah dan yang
mengerjakan ibadah juga bukan dirinya!. Ibadah oranng wara’ itu, bukan
dari Allah kepada Allah atau dengan Allah. Perkataan dari Allah, kepada Allah
dan dengan Allah, semua itu hanyalah perkataan istilah!. Istilah itu, adalah
perkataan yang sekadar memberi makna, tidak memberi kenyataan. Untuk
mengelak beribadah dengan hanya sekadar beristilah, kita hendaklah
membuang perkataan istilah dari Allah, kepada Allah atau beserta dengan
Allah.
Beribadahnya orang wara’ itu, adalah beribadah yang bukan datangnya dari
perkataan dari Allah, kepada Allah atau beserta Allah, sudah tidak ada istilah
perkataan dari, kepada atau beserta Allah, tetapi ibadah mereka yang
benar-benar wara’ itu, adalah yang ibadah hanya Allah, Allah, Allah, Allah,
Allah……
Ibadah atau amal kita itu, bukan datangnya dari rajin atau usaha kita, tetapi
datangnya dari Allah!. Wara’ itu, adalah perkara yang tidak masuk dalam
hatinya kecuali Allah, Allah, Allah, Allah, Allah……
3) Maqam zuhud :
:للكيلل لتيألسيو ا لعلل ى لم ا لف الت ك يم لولل لتيفلركحو ا لبلم ا آلت ا ك يم لو اللك لل كيلحبب ك لل كميخلت الل لفكخولر
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (QS 57:23)
Orang zuhud itu, tidak bergembira dengan adanya dunia dan tidak berduka
cita dengan adanya akhirat. Pengertian atau tafsiran zuhud itu, tidak saja
berkisar kepada menghindari kelazatan atau kenikmatan hidup didunia
saja.menurut sudut pandang atau menurut tafsiran ilmu makrifat, zuhud itu,
adalah menghendaki supaya kita menghindari sesuatu selain Allah. Maksud
dan makna sebenar-benar zuhud itu, adalah bilamana sampai kepada tahap
“tidak ada lagi yang hendak dizuhud”. Jika masih ada perkara-perkara yang
hendak dizuhudkan, tandanya masih ada dunia, bilamana masih ada dunia,
artinya jauh dari Allah, bilamana jauh dari Allah bermakna belum berzuhud.
Jika masih duduk dalam keadaan berzuhud (membuang dunia), berarti dunia
masih melekat pada tubuh akalnya!. Selagi hati berpaut dengan adanya
keberadaan dunia, selagi itu belum berzuhud. Zuhud itu, setelah tidak lagi
berpaut hati pada dunia. Inilah yang dikatakan zuhud, mengikuti
pemahaman asas ilmu makrifat.
Zuhud itu, hanya bagi mereka-mereka yang belum nyata Allah. Dunia dan
diri bagi orang makrifat itu, sudah lama terkubur dan terkaram dalam wajah
Allah, yang tidak ada apa lagi hendak dizuhudkan!. Setelah Allah nyata
dalam hatinya, sudah tidak ada lagi yang hendak dizuhudkan.karena yang
nampak hanya Allah semata.
4) Maqam fakir :
Menutut ilmu feqih, fakir itu adalah miskin.tidak punya uang, rumah, tanah,
dan tidak punya makanan untuk dimakan dan sebagainya.fakir menurut asas
ilmu makrifat itu, adalah mengosongkan seluruh fikiran dan harapan dari
kehidupan masa kini dan kehidupan yang akan datang dan tidak
menghendaki serta tidak berkeinginan apapun kecuali Allah!. Fakirnya orang
makrifat itu fakir akan lenyapnya sifat kesadaran keberadaan diri sendiri
selain Allah.
Fakir menurut makrifat itu, bukan mengarah kepada fakir miskin yang tidak
punya harta atau uang. Fakir itu, boleh terjadi kepada seorang jutawan,
seorang presiden atau bahkan seorang yang memiliki bank sendiri. Fakir itu,
bukan ukurannya pada uang!. Fakir yang sebenar-benar fakir itu, adalah
orang yang hatinya tidak kepada yang lain, selain Allah. Fakir itu, adalah
orang yang tidak berkeinginan atau tidak berkehendak kepada sesuatu
apapun, selain Allah!.
Untuk memahami sifat fakir, mari kita ingat kembali sifat wara’. Wara’ itu,
adalah tidak masuk kedalam ingatan hatinya kecuali Allah. Manakala zuhud
itu, adalah meninggalkan sifat keakuan, meninggalkan sifat makhluk dan
sifat dunia kepada segala-galanya yang Nampak hanya Allah semata.
Adapun sifat fakir itu, bukanya fakir dari segi kekurangan uang!. Yang
dimaksudkan fakir dari asas ilmu makrifat itu, adalah fakir dari terlihatnya
adanya sifat keberadaan (wujud) diri atau masih ada sifat keakuan!. Tidak
punya apa-apa termasuk tidak berkeinginan dan tidak berkehendak selain
Allah!.
5) Maqam sabar :
Sabar bukan berarti sanggup menahan lapar. Sabar bukan berarti sanggup
mengerjakan ibadah. Sabar bukan berarti sanggup menanggung penderitaan
hidup!. Tahan lapar, sanggup mengerjakan ibadah dan tahan dari
menanggug derita itu, bukan atas daya yang datangnya dari diri kita, kita
tidak bisa menangung sabar,jika tidak diberi daya oleh Allah. Kita tidak bisa
bersabar atau tidak bisa menahan dari derita jika tidak datangnya kesabaran
itu dari Allah. Kita tidak mampu untuk menganggung sabar, jika tidak dari
kuasa Alah!. Sabar itu bukan milik kita, tetapi milik Allah. Untuk menjadikan
sabar itu milik Allah, hendaklah kita berserah diri kepada Allah. Setelah
berserah diri kepada Allah, barulah dikatakan sebanr-benar sabar.
Sesungguynya sabar itu milik Allah. Kita tidak akan bersabar kiranya tidak
diberi kekuatan sabar dari Allah. Sebenar-benar sabar itu milik siapa?. Coba
saudara jawab……
Sabar itu, adalah bagi mereka yang berserah diri kepada Allah. Serahkan
miskin kepada Allah, serahkan sakit kepada Allah, serahkan amal ibadah
kepada Allah dan serahkan hidup dan mati kepada Allah barulah dikatakan
sabar. Orang yang bersabar itu, adalah orang yang telah beranggapan
bahwa orang yang menabrak mobil kita, orang yang memaki kita, orang
yang mengkhianati keluarga kita atau orang tidak bayar hutang kepada kita
itu, bukan datangnya dari kehendak orang, tetapi adalah datangnya dari
kehendak Allah. Allah yang menetapkan hari itu mobil kita tertabrak, maka
tertabraklah mobil kita dan tak bisa dihindarkan. Orang yang tak bayar
hutang itu, telah tidak dibayar oleh Allah sejak zaman azali, bukan kemauan
orang yang berhutang untuk tidak mau bayar, tetapi telah ditetapkan oleh
Allah di luh mahfudz. Itu, barulah datangnya sabar.
6) Maqam tawakkal:
Penyerahan diri kepada Allah itu, hendaklah bulat dan padu!. Bulat atau
padunya penyerahan diri kepada Allah itu, hendaklah sempurna
sebagaimana sempurnanya najis!. Asalnya najis dari berbagai-bagai
campuran. Kita makan nasi, makan ikan, makan sayur, dicampur pula
dengan buah-buahan, bubur kacang, air cendul dan berbagai-bagai jenama
telah masuk kedalam perut!. Setelah keluar dari perut, apakah dapat kita
beda-bedakan?.
Segala-galanya telah menjadi satu. Begitulah juga konsep penyerahan diri
kepada Allah!. Kita jangan serah sebagian dan sebagian lagi kita pakai!.
Seumpama kita serah segalanya anggota tubuh kepada Allah dan serahkan
anggota tubuh bagi mengabdikan diri dibawah penjagaan dan pengawasan
Allah.jika dari segi penyerahan anggota akal fikiran, kita masih beranggapan
bahawa akal fikiran, ikhtiar dan usaha itu, milik kita !. Itu berarti
penyerahan yang tidak sempurna, tidak suci dan tidak habis!.
Kita mendakwa berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tetapi dalam waktu
yang sama dalam hal yang bersangkutan dengan harta pencarian, kita
masih beranggapan yang harta kekayaan itu, adalah hasil dari pencarian
kita!. Kita mendakwa berserah diri kepada Allah, tetapi dalam waktu yang
sama, kita masih lagi berfikir bahwa anak isteri itu dibawah penjagaan
kita!. Ini semua memberi gambaran kepada kita yang bahawa, penyerahan
kita itu, belum sempurna lengkap!. Masih ada lagi sebagian berserah kepada
Allah dan ada sebagian lagi masih bergantung & berharap kepada usaha dan
ikhtiar kita!.
Diri kita itu kotor, sebagaimana kotornya najis!. Diri yang menyerah diri
kepada Allah, barulah dikatakan diri yang bersih!. Barang siapa yang tidak
berserah diri kepada Allah secara total (secara mutlak), diri kita itu, adalah
kotor seperti najis!. Sekotor-kotornya najis tai itu, sesungguhnya terlebih
kotor diri daripada najis tai, bagi siapa yang tidak berserah diri kepada
Allah!.
7) Maqam ridho
Ridho dalam pandangan asas makrifat adalah penerimaan rasa setelah
sampai pada maqam tawakkal sebenar-benarnya secara total terhadap
ketetapan qodo qodar/baik buruk itu dari Allah semata.
Meridloi qodlo’ dan qodar, karena ditimpa bencana atau menderita sesuatu,
sangat disukai oleh agama. Tetapi sekali-kali tiada dibenarkan seseorang
meridhoi kekufuran dan kemaksiatan !!.
Ridho dengan taqdir Allah adalah suatu perangai yang terpuji dan mulia
serta membiasakan jiwa menyerahkan diri atas keputusan Allah, juga dapat
mendapatkan hiburan yang sempurna di kala menderita segala bencana.
Dialah obat yang sangat mujarab untuk menolak penyakit gelap mata hati.
Dengan ridho atas segala ketetapan Allah, hidup seseorang menjadi
tenteram dan tidak gelisah.
Setiap bencana yang menimpa seseorang, semua musibah itu ada hikmah
atau pengetauhan untuk kita yang mau berfikir
Hai orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir, yang
berkata kepada saudara-saudara mereka tatkala mereka bepergian di bumi,
atau sedang bertempur : Sekiranya bersama-sama kami, niscaya mereka
tidak akan mati, dan tidak akan terbunuh. Yang demikian itu menunjukkan
manusia yang jahil dan masih belum ridho atas ketetapan .Allah dan belum
kenal Allah, Bahwa Allah yang membuat segala urusan dan Allah pula yang
menyelesaikan.Karena Allah Maha Agung dan Maha berkehendak atas segala
ciptaanya ,sejatinya apapun yang terjadi dalam kehidupan hanyalah
perbuatan Allah semata,Allah bersendaugurau dengan dzatnya
sendiri,karena yang wujud mutlak hanyalah Allah,Allah,Allah dan Allah……..
Jawapan: Makna, maksud atau Arti tabdi itu, adalah tetap, tidak beranjak
lagi, tidak bergoyang, tidak was-was, tamat, muktamad, bulat atau putus.
Peringkat ini, adalah peringkat tidak ada lagi terpandang yang lain, tidak lagi
terpandang zahir dan tidak lagi tertilik batin, melainkan Allah Taala sahaja
wujud yang mutlak, semutlak-mutlaknya, yang utuh wujudnya (meliputi
seru sekalian alam). Peringkat ini, adalah peringkat:
“La yazuk wala ya arif” bermaksud “Hanya yang menikmati saja yang tahu
rasanya”.
“Ana sirrri waana sirruhu” bermaksud “Aku rahsiamu dan kamu rahsia Aku”.
“La Maujud Bil Haqqi Illalah” bermaksud “Tiada yang wujud ini, selain Allah”.
Mereka yang minum saja yang tahu rasa. Untuk mendapat rasa nikmatnya
bersolat dengan hukum qalbi itu, marilah kita sama-sama rasa. Jika
saudara-saudara berhajat untuk mengembara, untuk merasa atau untuk
pergi ke makam (ke peringkat) yang lebih tinggi, ke peringkat yang lebih
zuk atau ke peringkat yang lebih atas lagi, saudara-saudara hendaklah
sampai kepada tahap “tidak ada rasa dan tidak ada zuk”. Itulah makam
sebenar-benar tabdi yang sejati. Jika masih ada rasa atau masih ada zuk,
artinya belum tabdi yang sejati dan belum zuk sejati.
Solat (sembahyang) dengan hukum qalbi (tabdi) itu, tidak lagi perlu kepada
rasa, khusyuk atau zuk. Mana mungkin garam mengenal asin. Mana
mungkin orang yang sudah mati (berserah) bisa menerima zuk atau merasa
khusyuk? Mana mungkin garam bisa mengenal asin, karena garam itu sudah
sememangnya asin. Mata tidak akan bisa melihat penglihatan kerana
penglihatan itu, sudah sememangnya mata. Mau rasa apa lagi, tidakkah
yang merasa itu, sudah sememangnya yang dirasa! Yang melihat itu, adalah
yang dilihat dan yang disembah itu, adalah yang menyembah. Itulah tahap
penghabisan, tahap penghujung atau tahap penamat makam qalbi yang
bernama “tabdi”. Sehingga tidak ada lagi perkara rasa (sehingga tidak ada
rasa, itulah sebenar-benar rasa). Begitu juga dengan perkara zuk, penamat,
penyudah, pemutus atau penghujung zuk atau khusyuk itu, adalah sehingga
sampai kepada tahap hilang rasa dan hilangnya zuk.
Begitu juga tahap “tabdi”, tahap tabdi itu, adalah tahap tetap, tahap tak
bergoyang, tahap putus, tahap bulat dan tahap “Ana Sirri Waana Sirruhu”.
Sudah tidak ada istilah engkau dan sudah tidak ada istilah aku. Tahap
bersolat dengan hukum qalbi itu, adalah tahap yang sehingga tidak tahu lagi
antara aku atau engkau. Tidak ada istilah engkau dan sudah tidak ada lagi
istilah aku. Tahap duduk yang putus dan duduk yang sebenar-benar bulat.
Tidak ada lagi bahasa untuk menggambarkan tahap tabdi, melainkan “La ya
zuk wala ya arif” artinya “Orang yang mengecapi saja yang tahu akan
rasanya”, orang yang minum saja yang tahu manis atau asinnya air.
Peringkat ini, adalah peringkat hanya Dia yang mengenal Dia, hanya Dia
yang memandang Dia, hanya Dia yang mengingati Dia, hanya Dia yang
menyembah Dia, hanya Dia yang tahu Dia dan hanya Dia yang seDia-Dianya
Dia. Yang Awal, yang Akhir, yang Zahir dan yang Batin itu, adalah Dia seDia-
Dianya Dia!
Kepada yang belum sampai kepada tahap ini, janganlah hendaknya pandai-
pandai untuk memberi komentar. Sebelum memberi komentar, silakan lihat
diri sendiri, apakah saudara-saudara masih ada diri? Jika masih adanya diri,
harap jangan sekali-kali memberi komentar tetapi sekiranya saudara-
saudara sudah sampai tidak ada keberadaan diri, silahkan beri pendapat,
kerana pendapat orang yang sudah tidak ada diri itu, adalah pendapat orang
yang sudah mati. Pendapat orang yang sudah mati itu, adalah pendapat
yang bersifat “Ada”, adapun yang bersifat “Ada” itu, adalah hanya Allah
Taala.
Itu saja yang saya dapat sampaikan ke dalam bentuk bahasa kalam, supaya
dapat dimengerti oleh siapapun yang dikehendaki Allah. Bagi yang belum
sampai ke dalam lubang ini, janganlah hendaknya pandai-pandai
menghukum. Masuklah sendiri ke dalam lubang ini, semoga tahu akan
duduknya perkara. Bilamana masuk ke dalam lubang ilmu haq, diri saudara-
saudara akan tertimbun bersamanya,dan akan tahu sebenar-benarnya Allah.
Dibukanya Pintu Makrifat
Penjelasan :-
Diriwayatkan Allah telah menurunkan wahyu kepada salah seorang nabi (AS)
: Aku telah menurunkan bala (ujian) kepada seorang hamba maka ia berdoa
dan tetap Aku tunda permintaannya. Akhirnya ia mengeluh, maka Aku
berkata kepadanya : hambaKu… bagaimana Aku akan melepaskan
daripadamu rahmat yang justru bala itu mengandung rahmatKu. Kerana
dengan segala kelakuan kebaikanmu kau tak dapat sampai ketingkat yang
akan Aku berikan kepadamu, maka dengan bala itulah kau dapat mencapai
tingkat dan kedudukan disisi Allah.
Penjelasan :
Tidak sepatutnya seorang hamba berburuk sangka kepada Allah akibat doa-
doanya belum dikabulkan oleh-Nya. Dan sebaiknya bagi hamba, yang tidak
tahu apa yang akan terjadi atas dirinya esok hari, segera melakukan
instropeksi diri. Karena Allah sendiri sudah mengatakan dalam sebuah
firman-Nya,
(al-Qashash:68)
Dan hendaknya kita senantiasa mengingat firman Allah Ta’ala berikut ini.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan
boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.
Allah Maha mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(al-Baqarah:216)
Penjelasan:
Sebagai hamba, manusia tidak mengetahui kapan persisnya Allah aka
menurunkan karunia dan rahmat-Nya. Sehingga apabila seseorang melihat
tanda-tanda tertentu, maka ia akan menduga bahwa itulah saat yang
dijanjikan oleh Allah. Sementara dari sisi Allah, sebetulnya masih ada
persyaratan yang Dia kehendaki atas diri hamba itu yang belum
terpenuhi.Jadi, jangan sampai menuduh Allah melanggar janji-janjiNya.
Allah berfirman :
(al-baqarah:214)
Dalam firman Allah yang lain digambarkan, bahwa menusia itu memiliki sifat
cenderung tergesa-gesa.
(al-Israa': 11)
Penjelasan :
Penjelasan :
(al-Ankabuut:60)
(Thaahaa:132)
Penjelasan :
Sebagian orang yang tidak memiliki hasrat cukup tinggi. Sampai ada yang
berkhayal, bahwa mereka mampu untuk mengubah hukum alam
( sunnatullah) dalam waktu cepat. Pemikiran semacam ini muncul dari
keinginan untuk melakukan perubahan tanpa diimbangi dengan data yang
kuat tentang serangkaian sebab dan akibat yang mungkin terjadi. Seakan-
akan mereka melupakan firman Allah Ta’ala berikut,
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila
dikehendaki oleh Allah, Rabb seluruh alam.”
(at-Takwir:29)
“Dan tidaklah engkau mampu (menempuh jalan itu), kecual apabila Allah
menghendaki.Sungguh Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.
” (al-Insaan:30)
Penjelasan :
Syaikh Ibn ‘Atha’illah mengajak untuk memperhatikan, bahwa
kecenderungan semacam ini (tajrid) kadang muncul akibat pengaruh hawa
nafsu, bukan karena pengaruh rasa cinta yang tulus terhadap akhirat.
Bagi mereka yang melangkahkan kaki di jalan Allah, yang dalam hatinya
terbersit keinginan untuk meninggalkan asbab dan aktivitas duniawi karena
dorongan cintanya kepada Allah, maka Syaikh Ibn ‘Atha’illah berpesan agar
mereka itu memperhatikan adab dalam beramal.Yaiti, apabila Allah Ta’ala
meletakkan kita pada asbab, maka tetaplah berpijak atasnya. Dan jika
ketetapan itu tidak sesuai dengan keinginan kita, sebagaimana tergambar
dalam firman-Nya berikut,
(al-Baqarah:14
Oleh karena itu Syaikh Ibn ‘Atha’illah rahimahullah berkata,bahwa salah satu
tanda dari seseorang yang menyandarkan diri pada kekuatan amal usahanya
semata adalah berkurangnya raja’ ( harapan terhadap rahmat dan karunia
Allah Ta’ala) ketika dia melakukan kesalahan(dosa), atau tidak tercapainya
suatu tujuan.
Beliau menjawab,
‘Aku juga, hanya saja Allah meliputiku dengan ampunan dan kasih sayang
(rahmat)-Nya.”