Anda di halaman 1dari 6

KAJIAN MT.

KHANSA ALBATUL
Minggu, 18 Juli 2021
“Muslimkah kau di sisi-Nya?”
Pemateri : Ustadzah Muna Al-Munawwar

Ada beberapa dari kita yang belum mengerti betul apa itu Islam yang mana adalah
agama kita sendiri. Mengaku Islam itu menyerahkan segala sesuatu kepada Allah dan terikat
atas syari’at2 Allah SWT. Bukan hanya materi, tapi apapun yang Allah berikan dan ciptakan
untuk kita, kita serahkan semuanya kepada Allah. Menyerahkan jiwa raga kpada Allah SWT.
apakah kita sudah memberikan sgalanya kpada Allah SWT?. Bukankah kita diciptakan untuk
beribadah?. Ibadah memiliki makna yang luas, namun intinya adalah cara untuk kita
membenahi ikatan kita kepada Allah, bagaimana kita membenahi hubungan kita dngan Allah,
dengan perantara apapun yang ada di dunia ini. Itulah tujuan penciptaan kita sesungguhnya.
Namun, lihatlah bagaimana dunia membuat kita lalai dengan menyibukkan kita yang mana
hanya membuang2 waktu kita dengan kesia-siaan. Sebaik2nya orang islam adalah yang
meninggalkan segala sesuatu yang sia2, yang tidak ada manfaatnya untuk kehidupan akhirat.
Kita kini lebih banyak melakukan kegiatan yang sia2 daripada kita melakukan hal yang
berguna untuk kehidupan akhirat kita. Renungkan, selama hari ini kita lebih banyak
melakukan hal yang penting atau tidak untuk kehidupan akhirat kita? Dari kita bangun hingga
malam kita ingin tidur lagi, lebih banyak kegiatan yg kita inginkan atau Allah inginkan?

Pembuktian iman, adalah dengan amal yang sholeh. Maka seharusnya tampak ciri2 orang
yang beriman dari amal dan perbuatan yang baik di mata Allah. Dari kita bangun tidur hingga
kita tidur lagi bagaimana caranya agar semua yang kita lakukan menjadi ibadah, dan kita
memperlukan ilmu untuk melakukan seluruh kegiatan dengan hakikat ibadah. Hal yang
terlintas saat kita mendengar kata ibadah, yang terbesit adalah sesuatu yang sulit dan
membebani. Padahal kita tidak pernah tanya dan cari tahu atas kebenaran atas apa yang kita
pikirkan, darimana sumber pikiran bahwa ibadah itu berat. Kenapa kita tidak bisa belajar
agama sendiri? Karna kita akan tersesat oleh pikiran kita sendiri, bahkan definisi ibadah pun
kita tidak tau.
Para musuh Allah berhasil, membuat image ibadah adalah hal yang sulit. Yang mana Bahkan
Rasul tidak pernah mengatakan hal itu. Bahkan di Al-Qur’an dikatakan bahwa Allah itu
mnginginkan hal yang mudah untuk seluruh makhluk-Nya, Allah hanya ingin menginginkan
hal yang mudah untuk kita dengan cara Allah SWT. Jika seseorang mengatakan ia tidak bisa
melakukan ibadah kepada Allah, bukan tidak bisa, tapi tidak mau. Secara logika perintah
Allah SWT itu bisa kita lakukan. Padahal menundukkan pandangan adalah semudah kita
menutup mata. Menutup aurat adalah semudah mengangkat selembar kain. Allah telah
memberikan seluruh tata cara ibadah dengan mudah. Allah yang menciptakan kita, Ia tau
sejauh mana kemampuan kita, karena Allah yang menciptakan kita. Allah mustahil
memrintahkan hal yang tidak bisa kita lakukan. Allah itu sempurna, tidak asal mmberikan
perintah. Bahkan dalam perkara ujian pun Allah tidak akan memberikan ujian melebihi
kemampuan hamba-Nya. Saat kita mengerjakan ibadah2 justru adalah untuk memudahkan
hidup kita. Jika kita ingin hidup penuh keajaiban, kebrekahan, kebahagiaan, maka wujudkan
dengan cara Allah, bukan dengan cara kita.
Ibadah itu satu2nya jalan untuk memudahkan kehidupan kita. Bahkan dalam ibadah hanya
ada kemudahan sebenarnya. ISLAM, kita mengaku orang Islam, tapi untuk hal ini saja kita
tidak paham atau bahkan tidak mau paham. orang islam harusnya jadi yang paling ingin tau
terhadap perintah2 Allah, karena kita yang paling banyak diperintahkan mengerjakan ssuatu.
“kenapa kita harus sujud? Apa artinya? Apa tujuannya?” kok bisa jadi orang islam tidak ingin
tau, tidak penasaran tentang agamanya, tentang ibadahnya. Bukti kita tidak penasaran?
Adalah Sulitnya diajak ikut majlis ilmu. terkadang kita malu melihat seorang mualaf yang
benar-benar mempelajari agamanya, mempelajari Al-Qur’an, rasa penasaran kepada
agamanya yang mendorongnya untuk terus belajar.
Apa yg terjadi kepada kita yang katanya orang Islam? Udah tidak tau, tidak mau mencari tau,
dan terkadang sok tau. Sampai jika dinasihati, diberi tau kebnaran, tidak diterima. Merasa diri
kita paling benar padahal kita tidak pernah belajar dan tidak pernah tau kebenarannya.
Darimana engkau menghukumi semua ibadahmu itu benar? Belajar ga? Cari tau ga?.
Orang aja mau bikin makan cari resep yg benar. Kita mau ibadah, bawa bekal ke akhirat, kita
ga cari tau. Untuk makanan yg keluarnya kotoran kita cari tau, kok untuk ibadah yang
menentukan husnul khotimah/suul khotimah kita kita tidak pernah cari tau?
ORANG ISLAM, ORANG ISLAM MACAM APA YANG TIDAK PERNAH MAU TAU
KEBENARAN AGAMANYA, TIDAK MAU DIAJAK MAJELIS ILMU. TIDAK
PENASARAN IBADAH KITA, NABI KITA, AGAMA KITA, MUSLIM MACAM APA
KITA?’
Orang seburuk apapun, tidak akan pernah mengatakan bahwa orang yang kerjaannya hadir
majelis ilmu adalah orang yang hina. Pada hakikatnya, di lubuk hati mereka mengtahui
bahwa ilmu adalah kemuliaan, mereka mengetahui bahwa hadir ke majelis ilmu adalah hal
yang benar.
Adakah kita pantas disebut muslim jika dalam pengetahuan “Istislam” saja kita belum pantas.
Ini baru muslim, belum sampai membahas mukmin yang derajatnya jauh lebih tinggi.
Kita tidak bisa ngaku2 dihadapan Allah SWT. Karena setiap ikrar itu butuh pembuktian, dan
pastinya ikrar itu akan dituntut kebenaran dan buktinya. Karena kita pun tidak menrima ikrar
tanpa pembuktian.
Terlihatkan ia sebagai seorang beriman atau tidak? Orang muslim berbeda dengan orang yang
tidak memeluk agama Islam. “Saya mengaku orang Islam” tapi cara berpakaian, gaya bicara,
perilaku, kata2nya tidak menujukkan bahwa dirinya adalah orang Islam. Sampai keadaannya
dangan yang bukan orang Islam tidak bisa dibedakan. Bagaiman kamu disebut muslim jika
kamu saja tidak bisa dibedakan dengan yang bukan muslim. Karena Islam bukan sekedar
ikrar saja.
Rasulullah SAW bersabda : “Seorang muslim sejati, adalah orang yang menyelamatkan
muslim lainnya dari keburukan lisan dan tangannya.”
Kalau masih berbohong, membohongi orang, menyakiti orang lain, merendahkan orang lain
menggunakan lisan bahkan tanganm, Apakah saya seorang muslim?
Muslim itu harus berbeda, harus luar biasa. Karna menjaga lisan dan tangan adalah perintah
Allah SWT. Maka nanti Allah akan tau kita adalah muslim sejati dari bagaimana cara kita
menjaga lisan dan tangan kita.
Allah tetapkan segala aturan, segala perintah semua itu dilakukan hanya untuk mengetahui
siapa ynag paling baik amalnya, siapa yg paling baik perbuatan, lisan, akhlaknya. Allah akan
mengujinya untuk menangkat derajatnya.
Maka jika ada orang yang menyakiti kita melalui lisan, maka itu adalah ujian dari Allah,
Allah ingin mengetahui sejauh mana diri kita merespon omongan buruk tentang kita, kita
tidak akan pernah sadar dan tau dengan hakikat diri kita sendiri. Kita tidak ingin diomongi,
kita tidak ingin dijelekin, maka kita tidak seharusnya melakukan hal demikian kepada orang
lain. Kita seharusnya berterima kasih kepada orang2 yang mencaci kita karena kita bisa
menyadari hakikat diri kita yang sebenarnya, dengan bagaimana respon spontan kita terhadap
hal tersebut.
Orang yang menghina kita itu telah diizinkan oleh Allah, untuk melihat reaksi kita, dan
ganjaran apa yang akan Allah berikan kepada kita. “fokus cukup dengan apa yg kita ingin
dapatkan dari Allah, bukan apa yang kita dapat dari orang di skitar kita. Karena semuanya
akan kembali ke diri kita masing2”
Fitnah akan tetap menjadi fitnah, poinnnya adalah apa yg ingin kita dapatkan dari Allah. Jika
menginginkan kbaikan, maka reaksi kita harus baik terhadap yang mencaci kita. Jika memilih
keburukan untuk dirinya, maka keburukan untuk dirinya, bukan untuk diri saya.
Allah banyak menyandingkan Iman kepada Allah & hari akhir. Sejatinya orang yang beriman
dengan hari akhir ia memikirkan apa yang terbaik untuk akhratnya. Jika tidak bisa berkata
yang baik, lebih baik diam karna akan hal itu akan berdampak di hari akhir.
Kita jangan menjadi anak kecil, mau sampai kapan kita ingin menjadi anak kecil. Yg jika
tidak diberikan sesuatu yang kita mau, kita akan marah, persis. Sadar atau tidak sadar. Kita
akan katakan anak itu akalnya belum smpurna jikja berlaku demikian. Jika kita melakukan
hal yang sama, maka akal kita juga belum smpurna, dangkal, tidak dewasa, tidak bijaksana,
tidak berwibawa.
Kenapa kita harus punya ilmu? Karena dengan ilmu kita tidak akan mencapai tingkat
kedewasaan yang sesungguhnya. Semakin berilmu maka akan semakin dewasa dalam
menanggapi sesuatu hal yang terjadi di dalam kehidupannya. Semakin bodoh sesorang,
semakin tidak mendapat keinginannya, semakin ia tidak taat beribadah.
Masalahnya yang kita anggap nikmat adalah sesuatu yang kita inginkan saja. Saat kita
bangun dan berkaca pernahkan kita brsyukur atas apa yg Allah berikan dengan bentuk yang
sempurna dan masih di tempat yang semestinya, padahal itu adalah nikmat yang tidak bisa
kita bayar dngan apapun, sampai kita tidak tau bagaimana cara bertrima kasih kepada Allah.
Yang bahkan hanya mengucap “alhamdulillah” kita lupa. Muslim apakah kita yang
meembicarakan, merendahkan orang lain?. Karena Hal ini tidak kita prioritaskan, menjadikan
kita mudah melakukan keburukan melalui tangan dan lisan kita. Allah membrikan lisan untuk
berdzikir, untuk menyiapkan bekal untuk akhirat. Allah titipkan fasilitas (panca indra &
tubuh) kepada kita untuk memperbanyak bekal kita di akhirat, yang seharusnya kita gunakan
sebagaimana mstinya. Cara kita bersyukur adalah dengan menggunakan apa yang Allah
berikan sesuai dengan tujuan pengadaannya. Karna tidak adanya rasa penasaran, maka kita
tidak akan tau, kita tidak punya ilmu, bahkan kita sok tau. Jika kita tidak menggunakan apa
yang diberikan Allah sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka itulah yang disebut dengan
kufur nikmat. Kata Allah “Hati2 adzabku bgitu pedih (untuk orang yang kufur)” jika kita
bersyukur maka Allah akan tambah nikmat lebih dari apa yang Allah berikan.
Hati2 dengan lisan. Berapa banyak orang yang terjerumus ke neraka, karena tidak menjaga
lisannya. Kata Rasul “ada seorang yang terkadang sengaja berbicara sesuatu dengan tujuan
supaya teman2nya tertawa, kalimat2 yang membuat lalai. Orang2 seperti itu, akibat dari
ucapannya, akan dilempar dan terjerumus ke neraka Jahannam selama perjalanan 70 tahun”
Pada zaman rasul, terdapat seseorang yang mati di dalam medan peperangan, dan seorang
sahabat mengatakan “betapa beruntungnya ia Mati syahid, dan masuk Surga” . lalu dijawab
oleh Rasulullah “Apa yang membuatmu yakin ia masuk surga, bisa jadi ia mengatakan hal2
yang tidak bermanfaat sehingga menghambat ia masuk Surga.
Kita diciptakan oleh Allah sesempurna mungkin, maka Saat kita berbohong, kita mengucap
hal yang tidak berguna, maka kitalah yang akan menurunkan derajat kita sendiri
Sesungguhnya seorang yang mengatakan 1 kata yang tidak dipikirkan akibatnya, dampaknya
bisa menjadi sbab ia dilemparkan ke api neraka, yang mana ia terlempar seakan dari timur ke
barat.
Kata Rasul : Barangsiapa yang bisa menjaga apa yang ada diantara kedua rahangnya dan
menjaga kmaluannya, maka aku jaminkan Surga
Peringatan dari Rasul : jangan memperbanyak ucapan selain dzikir kepada Allah, karna
banyak bicara selain dzikir menyebabkan hati menjadi keras. Dan Seorang hamba yang
paling jauh dari Allah adalah hamba yang keras hatinya.
Jika Kita mencaci orang lain, itu tidak akan meningikan drajat kita, dan saat kita mencaci
orang lain tidak akan merndahkan orang yang kita caci. Ucapan yang keluar dari lisanmu
akan menunjukkan perangai sesungguhnya siapa dirimu, bukan menunjukkan dirinya (yang
dihina) yang sesungguhnya.
Karna teko hanya akan mengeluarkan isi yang adal didalamya, jika isinya teh maka akan
keluar teh, tidak mungkin isinya susu yang keluar adalah teh. Maka seseorang juga hanya
akan mengluarkan isi yang ada pada dirinya.
Jangan suka membuka aib sendiri dengan membicarakan aib orang lain. Karna kita sedang
menunpahkan isi diri kita. Saat kita merendahkan orang lain , itu pada hakikatnya hanya akan
membuka aib kita sendiri. Betapa buruknya kita, adalah bagaimana buruknya kita berbicara.
Orang yang hakikatnya mulia akan tetap mulia walaupun dia direndahkan semua orang.
Sedangkan orang yang hakikatnya hina akan tetap hina walaupun ia dipuji smua orang.
Setiap spontanitas yang kita lakukan, adalah menunjukkan hakikat kita yang sesungguhnya.
Karena seseorang yang hatinya bersih, hatinya baik, akan menunjukkan spontanitas yang
baik. Jika ia menasihati orang lain dengan kelembutan, menasehati di dalam kesendirian. Dan
hanya memperlihatkan keindahan dan kebersihan hati pada setiap ucapan dan tingkah
lakunya. Begitupun yang buruk.
Ada seorang pemimpin (hajjaj) dzalim suka membunuh orang. Dan di dalam riwayat ia
adalah seorang hafidz. Maka ia dibicarakan keburukannya, sampai ia meninggal pun masih
dibicarakan. Ada seseorang yang membicarakan keburukan pemimpin (hajjaj) itu, lalu
didengar oleh muhammad bin sirin, Beliau mendekatinya dan menasihatinya “jagalah
lisanmu, hajjaj telah kembali kepada Allah, sesunggunya dosa kecil yang kau lakukan di
dunia akan lebih kau ssali daripada dosa besar yang dialami orang lain. Dosanya akan ia
tanggung, dan dosamu akan kau tanggung. Tidaklah engkau mengatakan 1 kata saja dari
lisanmu, ingatlah ada malaikat yang mencatat, maka pikirkanlah berulang kali saat engkau
ingin mengatakan keburukan walaupun hal itu benar adanya . Ketahuilah Allah akan
mengadili orang yang berlaku buruk dan baik secara nyata. Karena kau tidak akan pernah
mendapat kebaikan dari keburukan yang kau ucapkan. Orang mencaci Hajjaj sama dengan
melakukan dosa seperti Hajjaj, janganlah kau mengatakan hal yang buruk.
Allah berulangkali mengatakan “celaka bagi orang2 yang tidak menjaga lisannya” hati2
orang yang masih membiasakan kebohongan, mencela, merendahkan orang lain ia adalah
golongan orang yang celaka. Maka mana yang kau pilih, yang celaka atau yang bahagia di
kehidupan akhiratmu?”

Anda mungkin juga menyukai