Anda di halaman 1dari 7

Syahadat Pertamaku

“Maa-ma’na Asyhaduallailaahaillahohu?” pertanyaan yang dibacakan bapak dari


salah satu isi kitab Mabadi ul-fiqh juz satu. Malam hari ini, aku bersama Mas Deka mengaji
bersama Bapak diruang tamu.

“Ma’nahu, a’taqidu annalloha wahidun laa syarikalahu fii’ibadatihi walaa


fimulkihi.” Jawabku dan Mas Deka serentak.

“Murod’e diwaos1 Dek.” Perintah Bapak kepada Mas Deka.

“Neqodake sopo ingsun, ing setuhune Gusti Alloh iku sawiji, ora ono kang nyekutoni
iku maujud, ing ndalem ngibadah marang Gusti Alloh lan ora ing ndalem keratone Alloh 2.”
Jawab Mas Deka.

“Syahadat ini menjadi rukun islam yang pertama, mengapa demikian? Lantas
mengapa dalam islam yang pertama kali diikrarkan adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah, mengapa kita tiba-tiba bersaksi? Tahukah kalian apa yang kalian saksikan?
Mengapa harus bersaksi? Menjadi saksi dalam apakah kita?” pertanyaan itu dilontarkan oleh
bapak.

Seperti dalam permainan catur aku dan Mas Deka langsung diskak mati oleh
pertanyaan, yang bahkan tak pernah terlintas sekalipun dalam fikiranku, namun benarlah
kiranya kata bapak. Pertanyaan tadi, sebagai pendobrag hatiku untuk berfikir, berfikir dan
berfikir. Meski saat ini aku tak tahu bagaimana jawaban yang sesuai itu.

“Sebelumnya, bapak mau bertanya sebelum pertanyaan tadi terjawab. Tahukah kalian,
siapa Allah itu? Mengapa kita bersaksi Allah itu Tuhan kita? Lantas menurut kalian apakah
Tuhan itu? Bagaimanakah Tuhan itu? Seperti apa atau bagaimana cara menemukannya?
Dimana atau kapan kita dapat menemukan Tuhan? Apakah menurut kalian Tuhan itu sebuah
tulisan arab gabungan huruf alif lam lam ha, yang sering kalian tulis itu?”

Aku dan mas Deka hanya saling menggeleng, aku suka pertanyaan itu, pertanyaan
yang baik, sangat baik bagi kami seorang pemula, untuk selalu berfikir. Karena hal ini adalah
hal dasar, hal awal yang harus diketahui muslim.

1
Artinya dibaca
2
Saya meyakini bahwa sesungguhnya Allah itu Esa, tidak ada sekutu baginya di dalam ibadah kepada Allah dan
tidak ada sekutu baginya di dalam kerajaan-Nya.
Mataku mengisyaratkan kebingungan, dan berharap bapak saja yang menjelaskan
lebih banyak. Ku pasang telingaku lebar-lebar, bersiap mendengarkan dan mendengarkan lalu
menancapkan dalam hati, setiap kata dan ucapan yang terucap dari bapak.

“Baiklah,, begini. Secara umum Tuhan adalah segala hal yang sangat, sangat dan amat
sangat berpengaruh dalam diri kita. Maksudnya seperti ini, jika kalian menganggap kalian tak
bisa hidup tanpa uang, bisa jadi kalian menuhankan uang, atau misalkan kamu nanti jika
sudah menikah menganggap suamimu yang memberi rizki kepadamu, itu juga bisa
menuhankan suami, jika suami pulang tidak bawa uang, tuhannya dimarahi, hehe.” Jelas
bapak serasa melucu. Lalu kami tertawa.

“Sekarang banyak orang-orang yang menuhankan jabatan, menuhankan kepandaian,


menuhankan pekerjaan, dan lainnya. Karena semua itu berpengaruh dalam diri, yang
mempengaruhi itulah yang menjadikan kita bisa menganggap tanpa ini kita tidak bisa hidup,
tanpa ini kita tidak bisa ini, itu dan yang lainnya. Padahal yang maha hidup itu siapa?”

“Allah.” Jawab kami.

“Iya, Allah yang Maha Hidup, Maha segala-galanya, lalu mengapa Tuhan dalam
agama kita ditulikan dengan lafad Alloh, yaitu gabungan dari huruf alif lam lam ha?
Sebenarnya Tuhan dalam bahasa arab itu berasal dari kata ilaahun, tapi kenapa menjadi
Alloh, nah dari kata ilaahun inilah ditambahkan huruf lam lagi diantara alif dan lam, huruf
lam yang ditambahkan ini mempunyai arti tidak, maksudnya Dia tidak membutuhkan apapun
dari yang diciptakannya, tidak menyerupai yang diciptakannya, tidak semua yang dijelaskan
dalam sifat mustahil Allah. Dan ini juga yang bagusnya, jika kita berdzikir atau mengingat
mengucapkan lafadz Allah sebanyak apapun, seberapapun lafadz itu takkan berubah, tetap
menjadi Allah. Tapi jika yang kita ingat kata Tuhan, dibaca hanya tiga kali saja kata Tuhan
berubah menjadi hantu. Tak percaya? Silahkan dicoba! Tuhantuhantuhan, iya kan menjadi
hantu. Lantas bagaimana cara kita menemukan Allah itu, yang haruslah kita yakini sebagai
Tuhan kita?”

Jujur saja, jika pertanyaan yang muncul dari bapak. Aku tak bisa menjawabnya,
karena menurutku ini hal baru, yang tak pernah sebelumnya aku dengar. Aku hanya bisa
berharap, Alloh kan selalu memasukan semua pelajaran ini dalam hatiku yang terdalam agar
senantiasa ku ingat. Dan tak pernah tuk melupakannya.
“Sebelumnya bapak jelaskan dulu bagaimana cara kita menemukan sesuatu.
Bagaimana? Jadi, kita dapat menemukan sesuatu itu dengan dua cara, yang pertama dengan
pancaindra dan yang kedua dengan rasa.”

“Contoh’e pripun pak?” tanya Mas Deka.

“Misal begini, kita menemukan sesuatu dengan pancaindra, korek ini, korek yang
tergeletak didepan bapak, bisa ditemukan dengan cara kita melihat. Dengan indra
penglihatan,indra yang digunakan adalah mata, iya kan? Coba jika korek ini bapak
sembunyikan. Apa kalian bisa menemukannya? Itu contoh sederhananya. Tapi mata jika
butapun tak dapat menemukan, sekalipun korek ini tidak bapak sembunyikan. Lalu, misalkan
Mas Deka kentut. Brut... yang bisa menemukan suara kentutnya mas Deka siapa? Apakah
mata? Tidak, mata tidak bisa melihat bunyi, berarti indra pendengaran kan yang dapat
menemukan bunyinya, yaitu telinga. Namun jika telinga yang tuli, diperdengarkan suara
sekeras apapun tidak bisa mendengar kan?” lalu kami tertawa lagi.

“Misal lagi, Mas Deka kentut, mambu toh. Ini misal ya Dek, aja digawa ati. Tapi
emang aslinya juga ngono ya.” Gurauan bapak.

“Ngih pak, mboten nopo.”

“Baunya, yang bisa menemukan siapa? Apakah mata? Atau telinga? Kalau di film-
film bisa dimunculkan, ceritanya kentut kaya asap warna hijau atau apalah semisalnya, ya
kan? Tapi yang bisa menemukan bau hanya indra penciuman? Dan lagi-lagi, jika hidung kita
terkena firus flu atau pilek misalnya kitapun tak bisa menciumnya kan, jadi bersyukurlah kita
yang pilek bila ada yang kentut tak dapat tembus dalam hidung kita.”

“Lalu, jika kita makan, yang kita rasakan pada indra perasa kita ada manis, pahit, asin,
asam, dan lainnya, yang dapat menemukan ya itu, indra perasa. Tapi jika kita sedang sakit.
Lalu Alloh mematikan indra perasa kita, apa yang terjadi? Semua makanan rasanya hambar,
iya kan?”

“Itulah, mungkin beberapa contoh cara menemukan sesuatu dengan alat indra kita.
Dan seperti namanya, alat indra, alat indra hanya sebagai alat. Alat bukanlah pengendali.
Karena terdapat pengendali yang agung yang memfungsikan alat-alat indra kita supaya dapat
berfungsi, jika pengendali itu berkehendak ingin mencabutnya, maka apalah daya kita. Dan
siapakah pengendali itu? Kalian sudah mengetahuinya.”
“Sekarang, yang kedua. Cara menemukan sesuatu dengan rasa. Bagaimana caranya?
Kalian pasti pernah merasakan yang namanya sedih, senang, marah, bingung dan lainnya, iya
kan? Bapak bertanya, lalu seperti apa sedih itu? Apakah berbentuk lingkaran atau
bagaimana? Dan cinta. Ini rasa yang sering terjadi pada remaja. Tapi bagaimana cinta itu?
Apakah bentuknya seperti daun waruh, yang sering digambarkan anak-anak muda sekarang.
Pasti bukan seperti itu kan? Karena rasa sedih, cinta, dan lainnya itu tidak seperti apa-apa.
Ya.. tidak seperti apa-apa, tapi ada. Dan kalian pun percaya, kalian percaya kan sedih, susah,
bingung itu ada? Karena ketidak adaannya itu yang menjadikan dia ada.Contohnya lagi
sinyal. Sinyal dihp kalian ini apakah berbentuk? Seperti apa? Tidak ada kan? Tidak seperti
apa-apa kan? Tapi kalian percaya itu ada, kalau sinyal sedang eror, rela mencari-cari sampai
naik atas pohon bahkan ada yang naik atap rumah, itu tandanya kalian percaya sinyal itu ada
meskipun kalian juga tidak tahu bentuknya seperti apa.”

“Sekarang kalian percaya yang tidak ada itu ada? Maka dari itu, mulai sekarang
jangan mau dibohongin sama orang-orang yang ingin menyesatkan kita sebagai orang
muslim. Biasanya orang-orang seperti itu menipunya anak-anak TK. Mereka membujuknya
seperti ini. “anak-anak kalian percaya Allah itu ada?” Iya,, Allah itu ada, jawab anak-anak
yang polos itu. Coba kalian tutup mata kalian lalu minta sama Allah, ya Allah kami minta
permen.” Lalu anak-anak melakukan yang dikatakan orang tadi. Karena tidak ada apa-apa
yang terjadi orang itu berkata lagi. “Bagaimana, dikasih atau tidak?”Tidak,, jawab anak
serentak. “Kalau begitu coba minta sama bu guru, bu guru kami minta permen.” Lalu anak itu
melakukan yang dikatakan orang itu, dan guru mereka memberikan anak-anak muridnya
permen. “Jadi anak-anak Alloh itu tidak ada, yang ada itu bu guru, buktinya tadi kalian minta
permen, yang kasih permen siapa? Bu guru kan, bukan Allah.”

“Jikalau kita yang imannya lemah, orang dewasa sekalipun jika diterangkan seperti itu
bisa jadi akan menukarkan agamanya dengan mie instan, beras sembako dan uang. Jadi
paham maksud bapak? Kesimpulannya, kalian harus percaya sama yang tak seperti apa-apa,
karena tidak semua yang ada itu berbentuk. Seperti juga Allah, Ia ada namun tak seperti apa-
apa. Karena ketidakadaannya Allah itulah yang menjadikan-Nya ada. Seperti dalam sifat
wajib Allah yang pertama itu wujud artinya ada, jadi wujud itu ada bukan bentuk. Karena
Alloh tak berbentuk, tapi iya ada. Dan tidak seperti apa-apa.”

“Lalu bagaimana kita bersaksi, apa yang kita saksikan?”


“Ah,, sebelum itu tadi bapak bertanya kan bagaimana kita bertemu Tuhan, mungkin
itu saja dahulu yang akan bapak bahas.”

“Baiklah,, begini. Sekarang cobalah kalian pegang dada kalian masing-masing,


dengan jari telunjuk kalian, rasakan dimana tempat jantung kalian, rasakan detakan jantung
itu. Dan rasakan pula nafas yang kalian hirup serta kalian keluarkan. Lalu fikirkan, apakah
detakan jantung itu dirimu yang melakukannya sendiri? Rasakan pula, apakah tarikan nafas,
cara udara masuk ke dalam hidungmu. Apakah kau rasakan sebenarnya bukan dirimu yang
melakukan, ya bukan dirimu. Ada kekuatan besar yang menjadikan udara masuk dalam
hidungmu dan keluar dari dalamnya, yang mengalirkan darah menuju jantung untuk
diedarkan ke seluruh tubuh, sehingga jantungmu berdetak. Rasakan bahwa jantungmu
berdetak karena ada yang mendetakkannya, menghadirkan tanda-tanda kehidupan dalam
dirimu. Dia dekat anakku! Sangat dekat. Dapatkah kalian rasakan itu! Dia lebih dekat dari
panjangnya urat nadi yang terhubung di lehermu. Sekarang bagaimana? Kalian
memahaminya? Dia dekat, Dia disini, bersama kita, bersamamu. Bahkan Dia juga yang
mengendalikanmu, mengendalikanku. Membuatku berbicara, menguatkanku untuk duduk.
Jika kalian memahami itu, disaat itulah kau bertemu dengan-Nya. Kau pernah rasakan, pada
saat kau menghadapi ujian di sekolah, saat kau kebingungan. Lalu kau bertanya, dalam
hatimu. Sebenarnya pada siapakah saat itu kau bertanya? Lalu ketika ada jawaban yang
datang, yang kau tahu itulah kata hatimu yang berbicara, sebenaarnya siapa yang berbicara
pada saat itu padamu? Tidakkah kau menyadarinya anakku?”

Tiba-tiba kurasakan mataku berair dan pipiku hangat oleh air mata.

“Dari perkataan bapak tadi, perkataan yang telah Alloh kuatkan melalui mulut ini.
Bapak berharap kepada-Nya kalian senantiasa difahamkan akan hal ini, dan dalam hal-hal
lainnya. Jadi apa yang kita saksikan? Mengapa kita bersaksi?”

“Sebagai contoh ada suatu peristiwa tentang pencurian ayam. Terdapat orang yang
mengaku sebagai saksi atas kejadian ini, namun orang yang mengaku sebagai saksi itu tidak
mengetahui kejadian yang sebenarnya. Lantas bagaimana menurut kalian tentang hal ini?
Pastilah ia tidak diterima persaksiannya. Dari contoh tadi, apa yang bisa kita pahami? Kita
sebagai saksi yang sudah mengikrarkan kesaksiannya, haruslah mengungkapkan kesaksian
yang sebenar-benarnya. Tak ada kedustaan, tak ada penyelewengan dalam kejadian yang
terjadi. Maka dari itu, kesaksian inilah yang menjadi kunci, yang menjadi awal terbukanya
cahaya islam jika kau ingin memasukinya.”
“Lantas apa yang kita persaksikan?”

“Anakku, tidakkah kau menyadari. Berapa umurmu sekarang Dek? Res?”

“Kulo nembelas taun3 pak.” Jawab mas Deka.

“Resthi mpun sewelas taun4 pak.” Jawabku.

“Nah,, dalam proses kalian menuju umur kalian yang sekarang, apa saja yang telah
terjadi? Kalian rasakan? Dari awal kalian berada di rahim ibu kalian, dari awal kalian
berwujud segumpal darah, berubah, menjadi segumpal daging, berubah lagi, hingga kalian
menjadi janin yang siap keluar dari rahim ibu kalian. Menjadi bayi kecil yang lemah yang
hanya bisanya menangis dan menangis kemudian kalian bertambah besar menjadi balita,
bertambah besar lagi menjadi anak-anak dan sekarang kalian telah dewasa. Dialah Allah
yang telah memberi kehidupan kepada kita. Dialah Allah yang telah memberi kekuatan
kepada kita, memberi kesempatan kepada kita, memberi segala yang kita terima tanpa kita
memintanya sekalipun, maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.
Bersyukurlah. Maka dari itu dalam kitab ini diterangkan makna lafadz
asyhaduallailahaillalloh yaitu saya berkeyakinan bahwa Alloh adalah dzat yang tunggal.
Tidak ada yang menyekutukan Alloh di dalam ibadah kepada Alloh dan dalam kekuasaan
atau kerajaan Alloh.”

“Marilah kita bersama-sama bersaksi, meyakini, mengikrarkan dalam hati kita


masing-masing melalui perkataan yang terucap. Semoga Alloh menerima persaksian kita.
Semoga Alloh membenarkan persaksian kita. Karena Dialah Sang Penolong dihari kemudian.
Disaat tidak ada penolong lain selain Rahmat-Nya.

Pohon-pohonpun bersaksi menjadi saksi kami atas persaksian yang kami ucapkan,
dan burung-burungpun bersaksi atas persaksian kami lalu terbang ke tingginya awan
menyampaikan pesan persaksian kami kepada Tuhan.

“Asyhaduallaa ilaaha illalloh wa asyhadu anna Muhammadarrosululloh.”

Dan Tuhan telah memilihku kedalam jalan-Nya. Jika memang itu kehendak-Mu
Kumohonkan Rahmat-Mu Yang selalu mengalir dalam desahan nafasku Ku saksikan kuasa-
Mu Dalam perjalanan hidupku. Rengkuhlah diri ini, ke dalam wadah cinta-Mu

Tentang Penulis
3
Saya enam belas tahun
4
Sudah sebelas tahun
Eti Yuliana. Seorang mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri Saifuddin Zuhri
Purwokerto. Kota kelahiran dari Purbalingga tahun 2000.
Alumni Madrasah Tsanawiyah al-Hikmah Kalikabong dan
Madrasah Aliyah Negeri Purbalingga. Pernah belajar di Pondok
Pesantren Ar-Rohman Kalikabong dan sekarang aktif sebagai tutor
privat dan pengajar sekaligus kepala di lembaga pendidikan Quran
di Desa nya (Kalimanah Kulon). Aktif dalam organisasi Ikatan
Pelajar Putri Nahdlatul Ulama di tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
Suka dengan berbagai hal tentang dunia bisnis, gambar, desain, editing dan podcast. Akun
sosial media,
Facebook : Resthi Aristy Ar-Riykhana
Instagram : @arriykhana dan @etiyulianastore
Motto hidup ; jadilah versi terbaik dari diri sendiri 

Anda mungkin juga menyukai