AH
AL
J
MA
eBook Kumpulan
Artikel Terpopuler
di Majalah Pearl
Grace Suryani Halim - Sarah Eliana - Lia Stolzfus -
Natalia Setiadi - Mekar A. Pradipta - Tabita D. Utomo -
Felisia Devi - Alphaomega P. Rambang - Fiona Harjono
Kata Pengantar
Shalom Pearlians!
E-book ini adalah salah satu bukti pimpinan Tuhan tersebut. Dalam
10 tahun ini, tulisan-tulisan yang dimuat dalam buku ini adalah
tulisan-tulisan yang paling diminati oleh para pembaca Pearl. Kami
yakin ini adalah bukti keterlibatan Roh Kudus.
Salam sejahtera,
Tim Majalah Pearl
Daftar Isi
Single
Tanda Jodoh 1
Tanda Jodoh 2
How do we know he loves God?
Sepertinya Tuhan bilang dia orangnya
Lebih berhaga dari permata
Relationship
Galau Pranikah
Pengaruh wanita terhadap pria
Sisakan perawan untuk kami!
Ada mereka di antara kita
Batasan fisik dalam berpacaran
Marriage
Penolong yang sepadan
Help! I marry the wrong person!
Kesalahan seorang istri
Letter to new wives
Why get married
Parenting
One of Godly mommy
Melatih ketaatan kepada anak
Atalya: mata rantai dosa
Nyanyian Pujian Hana
Let your curse be on me
Devotionals
Pohon ara dan salib Kristus
Pelecehan seksual dalam Alkitab
Spiritual refreshment
Gak peduli apa kata orang, kamu sangat berharga sayang!
Illustrasi keselamatan dengan cokelat
Single
Tanda Jodoh
(part 1)
GRACE SURYANI HALIM
“Iya, kemaren tuh ya, dia udah lama banget ngga kontak-kontak gue.
Trus gue doa dan bilang sama Tuhan, “Tuhan kalo emang dia jodoh dari
loe, tolong supaya dia hari ini telepon gue.” Baru aja gue bilang “Amin”,
tiba-tiba telepon gue bunyi, dan tebak siapa yang telepon!? COWO ITU,
DONGG!! Gilaaaa gue amazed bangett! Sebelumnya dia ngga pernah
telepon pas jam kantor! Ini pasti bener-bener pertanda dari Tuhan!!”
Okay Pearlians, siapa yang pernah berdoa dan minta tanda seperti itu?
:P Iya deh, mungkin tandanya bukan supaya dia telepon, tapi supaya
dia tiba-tiba dateng ke gereja, atau bahkan supaya dia tiba-tiba datang
ke gereja pake kemeja ijo!! Terus kalau si gebetan itu tiba-tiba nongol
di depan kita di gereja dengan kemeja ijo loreng-loreng, kita langsung
berpikir, “INI PASTI JODOH DARI TUHAN!!” Ha iyalahhh, karena
kita doa minta gitu dan Tuhan jawab! Jadi ngga mungkin salah lagi!!
Yang lucu adalah… ketika gue lagi deket sama cowo itu dan ada
sekian “tanda” berseliweran, Tuhan mengingatkan gue sama sesuatu
yang simple tapi itu menjaga hati gue:
Ketika loe lagi naksir sama seseorang, loe akan tiba-tiba melihat dia di
mana-mana!! Mulai dari bintang film favorit doi yang nongol pas loe
nyetel TV, lalu loe naik mobil buat berangkat kuliah dan mobil loe ada
di sebelah mobil dengan warna kesukaan doi. Eits, masih ada lagi. Pas
berhenti di lampu merah, loe liat ada mobil yang jalan di depan loe and
guess what? Nomor plat mobil itu adalah tanggal lahir gebetan loe!! Luar
biasa! Ketika loe nyetel radio, lagu pertama yang loe denger adalah lagu
kesukaannya, lalu ternyata ada orang telepon ke radio itu dan namanya
sama persis dengan nama gebetan loe. Lalu loe berdoa dalam hati, “Tuhan,
kenapa dari tadi semua yang gue liat itu ada hubungannya sama dia! Apa
maksudmu Tuhan? Mungkinkah dia ini jodoh dari-Mu?”, tepat ketika loe
lagi bertanya-tanya, tiba-tiba telepon berbunyi dan tebak dari siapa itu?
Gebetan loe tercinta.
… is that true?
NOPE.
Tapi kita harus ingat: cara Tuhan bekerja itu jelas-jelas ngga seperti
itu. If that man is the right one, he’ll draw you near to God and love Him more.
He’ll inspire you to be more like Jesus Christ—bukannya malah menebak-
nebak dan main tanda-tandaan sama Babe!! Kalo iya, maka
blablablabla. Kalo bukan, maka berarti bukan. Come on, Pearlians! Grow
up!! Tuhan menginginkan tumbuhnya relasi di antara kita dengan-Nya,
bukannya main tebak-tebakan! Tuhan juga ingin agar dalam masa-
masa pergumulan seputar pasangan hidup itu, kita bertanya kepada-
Nya, dan menunggu Dia menjawab lewat FIRMAN-NYA—bukan
lewat tanda ntar-dia-pake-baju-apa.
Hi, Pearlians! Di artikel ini, gue pengen share deeper kenapa sebaiknya
kita menghindari minta tanda-tanda semacem ini, “Kalo dia beneran
jodoh gue, tolong supaya dia telpon gue/ dia ke rumah gue/ dia
ngajar gue ke gereja/ dia muncul di gereja pake kemeja pink dan
sebangsanya.” So in case Pearlians belum baca bagian pertamanya,
silakan baca part 1-nya di sini, yaa.
Nah, seringkali kalau ada orang yang minta tanda-tanda, itu BUKAN
tanda untuk mengukur karakter seseorang. Tapi lebih ke arah untuk
memenuhi keinginan diri sendiri. Contohnya, kenapa tanda yang
paling sering diminta itu kayak, “Tuhan, kalo dia emang jodoh gue,
tolong supaya dia telepon/chat gue hari ini”? Kalo mau jujur nih,
itu karena sebenarnya kita sendirilah yang PENGEN ngobrol ama
cowo/cewe itu, tapi kita malu/gengsi/jaim. Jadilah Tuhan yang kita
“suruh” memenuhi keinginan hawa nafsu kita. >.< Jujur deh Pearlians,
sekalipun kita belum naksir sama cowo itu, tapi kalo ditelepon setiap
hari kita seneng juga, kan? Gue rasa karena itulah tanda yang paling
sering diminta.
Nah, coba kita cek sendiri. Selama ini, tanda-tanda macam apa
yang kita minta? Tanda yang membuat kita lebih bisa mengenal
karakter si doikah? Atau tanda-tanda yang cuman untuk memuaskan
keinginan kita buat ngobrol sama dia, ketemu dia, jalan bareng dia
(sekalipun dibalut dengan aneka kedok rohani model pelayanan dan
sebangsanya)?
Itulah kenapa Tuhan kasih surat cinta buat kita setebal 2000-an
halaman. Bukan buku manual yang isinya cuma poin-poin, atau
sehelai kertas berisi cara mengetahui kehendak Tuhan. Kehendak-
Nya hanya bisa diketahui lewat hubungan yang akrab, itupun Dia
menyingkapkannya setahap demi setahap—sesuai kapasitas dan
kesiapan kita. So, kalau kita cuma mau deket ama Tuhan hanya
sebatas biar dapet jodoh, dan cuman berdoa untuk minta tanda-
tanda, bertobatlahhh :p Duh kalau mau blak-blakan nih yaa, semua
yang Tepen bisa kasih ke gue itu ngga ada seujung kukunya dibanding
dengan semua yang TUHAN udah kasih buat gue. Bukan karena
Tepen ngga kasih apa-apa buat gue, dia emang kasih banyak hal…
tapi kalo itu dibandingin ama Babe mahh jauhhhhhh. :p
So, kalau kita cuman mau deket ama Babe hanya demi jodoh, kitanya
yang rugi!! Serius. Itu kayak lebih milih makan gorengan di pinggir
jalan padahal sebenernya kita bisa makan All You Can Eat di Shangri-
La gratis!!
***
Kalo kayak gitu, mesti gimana, nih? Misal ada cowok yang potential
banget, nih… Trus kalo jangan minta tanda, kita kudu gimana, dong?
2. Selidiki
Daripada minta tanda-tanda lucu bin aneh, mending minta
Tuhan bukakan mata kita biar bisa lihat kekurangannya, cara
dia memperlakukan keluarganya, siapa teman-teman
dekatnya, bagaimana hubungannya dengan Tuhan, apa
pandangannya soal tujuan hidup (kalo dia aja ngga punya tujuan
hidup, LUPAIN AJA!!), cara dia bekerja, prioritas hidupnya (dia
lebih mengutamakan Tuhan atau online games?), cara dia mengatur
waktu, dan sebagainya. Singkatnya, mintalah kepada Tuhan agar kita
bisa melihat hal-hal yang bisa membuat kita tahu karakternya dan
bisa membuat kita berpikir, “Apa orang kayak gini yang gue pengen
buat jadi ayah/ibu anak-anak gue?” Pastinyaa pikiran seperti ini
harus objektif ya, Pearlians! Minta Roh Kudus untuk terus-menerus
memurnikan hati kita agar bisa memandang si doi dengan netral dan
memakai logika dengan bijak (bukannya dihanyutkan sama perasaan
aja).
As a wrap, banyak hal berguna yang lebih valid untuk dijadikan dasar
pertimbangan kita dalam memilih pasangan hidup! Daripada minta
tanda-tanda ngga jelas, mending habiskan waktu baca Alkitab, denger
khotbah, maupun menyembah Tuhan! God bless you, Pearlians! :D
How Do We Know
He Loves God?
FELISIA DEVI
Yaaa intinya, pada saat itu gue mengalami kebingungan karena nggak
punya arah yang tepat bagaimana seharusnya mencari pasangan yang
diperkenan Tuhan. Seiring berjalannya waktu, yang gue pikirkan
adalah, “Asal suka sama suka, baik, ada chemistry, ya udah jalanin aja
dulu.” Apalagi kalo sama-sama beragama Kristen, gue udah sampai
berpikir, “Mungkin dia nih, yang Tuhan kasih buat gue.” Haiyaa cepet
banget kan penilaiannya, tanpa mengenali si doi dulu. Nggak heran
kalo kadang-kadang di dalam pelaksanaannya, gue tetap merasa ada
yang kurang dan nggak sreg kalo melihat ada sifat maupun kelakuan si
doi yang bisa membuat gue jadi illfeel.
Thanks God, semakin gue ngerti isi hati Tuhan, semakin diubahkan
pula hidup gue oleh Dia. Gue jadi semakin dimampukan buat ngerti
kehendak Tuhan—mana yang baik, berkenan dan sempurna (Roma
12:2). Perubahan ini, salah satunya, termasuk mengenali orang-orang:
apakah dia ini benar-benar punya hubungan sama Tuhan atau nggak,
apalagi soal membangun hubungan pria dan wanita—untuk PH (ehh,
ini bukan untuk menghakimi ya, tapi kita jadi bisa mendeteksi sebelum
memantapkan hati buat melangkah lebih jauh). Gue bisa kayak gini
karena ada proses yang harus dilewati, sehingga gue jadi semakin
mengenal Tuhan dan disadarkan kalo PH yang Dia mau—dan gue
butuhkan—itu bukan sekadar berlabel agama Kristen: bukan
sekadar ke gereja tiap minggu, rajin pelayanan, suka ngomongin
Tuhan (intinya cuma Kristen KTP (Kristen Tanpa Pertobatan), deh).
Sebaliknya, yang Tuhan mau adalah gue berpasangan dengan cowok
yang takut akan Dia, punya hubungan yang intim dengan-Nya,
dan semuanya itu kelihatan jelas melalui kesehariannya, keputusan-
keputusannya, fokus hidupnya, cara berbicaranya, serta berbagai
perubahan hidupnya—yang selalu mengarah pada pertumbuhan di
dalam Tuhan. Well, dari kehidupan sehari-hari seseorang, kita bisa
melihat siapa yang memegang kendali kehidupannya (Tuhan atau dia),
dan apakah dia punya hubungan pribadi sama Tuhan atau nggak.
Tapi nggak cuma itu; kita juga membutuhkan orang-orang yang bisa
menjadi para penjaga biar nggak kecolongan. Disadari atau nggak,
orang yang jatuh cinta itu bisa lupa daratan. Walaupun udah tahu
banyak teori dan prinsip mengenai PH yang harus dipilih, kalo udah
jatuh cinta… sangat mudah bagi kita untuk melupakan semuanya.
Bahkan nggak jarang kita merasa he is the right one, sehingga kita nggak
bertanya (atau konsultasi) dulu pada orang-orang yang—biasanya—
bisa melihat dengan lebih netral.
Gue baru mulai belajar bahasa Inggris, jadi masih baru di tahap
beginner. Nah, ada orang (si A) yang ngaku sama gue kalo dia bisa
bahasa Inggris. Gue lihat dia ngomong sama orang bule, pake bahasa
itu, bla bla bla… ngomongnya lancar banget. Sebagai orang yang
pengetahuan tentang bahasa Inggrisnya masih cethek (dangkal), gue
merasa kagum, “Gilee jago nih orang. Tadi ngomongnya lancar, PD
banget sama tuh bule.”
Abis itu gue bilang sama temen gue yang lain (si B), “Si A jago loh
bahasa Inggrisnya. Tadi gue lihat dia ngomong pake bahasa Inggris
sama bule tuh lancar, bla bla bla…” Bedanya dari gue, si B ini punya
pengetahuan bahasa Inggris yang jauh di atas gue, tahu tenses, dan
lain-lain.
Ngeri kan, kalo kita pergi ke luar negeri dengan si A tapi dia ternyata
nggak benar-benar bisa berbahasa Inggris? Jangan-jangan kita bisa
tersesat! Apalagi kalo kita menikah dengan orang yang salah, yang
arah hidupnya juga nggak jelas! That’s why, kalo jatuh cinta, kita butuh
penilaian orang-orang sekitar—terutama pemimpin rohani yang cover
kita (karena kita mau PH yang takut akan Tuhan kan, jadi butuh
orang yang dewasa rohani untuk melihat pria ini dewasa rohani atau
nggak).
Kalo kita pengen punya PH yang takut akan Tuhan (beserta kriteria-
kriteria lainnya), selain didoakan, jangan lupa minta Tuhan menuntun
agar kita juga diubahkan terlebih dulu menjadi pribadi yang takut
akan Dia. Ibaratnya, kalo mau menikah dengan “pangeran”, kita
harus jadi “putri” dulu. Sebaliknya, kalo mau dapetin putri kerajaan
Allah, si dia harus jadi pangeran dulu.
Bagaimana bisa tahu apakah itu benar dari Tuhan? Hmmm, yang
utama, kita harus memiliki habit membangun hubungan pribadi
dengan Tuhan. Semakin intim kita dengan Tuhan, semakin peka kita
dengan suara-Nya. Jangan lupa untuk mendiskusikannya dengan
wanita-wanita lain yang bijaksana dan minta mereka untuk ikut
berdoa dan memberikan pengawasan. Orang itu bisa saja pemimpin
rohani, orang tua, atau sahabat yang bisa dipercaya. Tahap ini penting
agar mata dan telinga kita tetap terbuka pada apapun penyataan
Tuhan. Diakui atau tidak, cinta di hati kita bisa membutakan dan
menulikan mata hati kita hehehe… Biasanya mereka bisa melihat
apa yang tidak bisa kita lihat, termasuk salah satunya kenyataan
bahwa pria itu mungkin tidak sebaik yang kita kira. Ngga mau kan,
kalo kita jadi menyalahkan siapapun (termasuk diri sendiri) setelah
mengabaikan feedback dari orang-orang yang Tuhan hadirkan di sekitar
kita, dan ternyata kita memang sedang berelasi (bahkan menikah)
dengan orang yang salah?
Kedua, kalo misalkan benar janji itu dari Tuhan, kadang kita
jadi gelisah dengan bagaimana janji itu akan digenapi. Kita
juga cenderung tidak sabar menunggu pemenuhan janji itu.
Ketidaksabaran ini nih yang kadang bikin kita lupa kalo God wants us to
behave like a ruby (kaya yang aku tulis di post ini). Mungkin aja kita, para wanita,
jadi berpikir it›s okay untuk bertindak duluan karena kita punya janji Tuhan (lewat firman,
mimpi, nubuatan atau tanda apapun, deh). Di sisi lain, bisa juga saking
ngga sabarnya, akhirnya kita jadi “sok menolong” Tuhan (dan pria-
pria itu) “menggenapi” janji yang kita terima. Misalnya dengan kirim
surat ke si pria (dengan kertas pink bunga-bunga beraroma bunga
sedap malam dan cap bibir di amplopnya :D), yang berisi, “Engkaulah
orangnya. Tuhan sudah menyatakannya padaku. Would you marry me?”
*Halaaaahhhh...*
Di buku A Good Man is Hard to Find ada pembahasan soal sikap kita ketika kita (sepertinya)
menerima pewahyuan bahwa si dia adalah pria yang dikehendaki Tuhan buat jadi pasangan
kita. Hoho... Kayak gini, nih...
Ya intinya, ga peduli how real the promise seems, tetap biarkan si pria yang
melakukan inisiatif. Kalo belum, tunggu. Dalam fase ini mungkin
timbul pertanyaan-pertanyaan, “Boleh ngga aku SMS (okelah, kalo
sekarang mah chat) dia?” atau “Boleh ngga aku sapa dia di Facebook
(atau Instagram)?” Mmm, itu kembali pada tiap pribadi, apa
tujuannya SMS/chat dia? Apakah memang ada sesuatu yang perlu
disampaikan? Atau hanya sekedar memuaskan rasa ingin ngobrol?
Atau jangan-jangan untuk memancing dia bertindak? Hal ini penting
karena kita perlu tetap menetapkan batasan-batasan untuk menjaga
hati kita tidak terikat padanya secara emosional (bisa baca artikel Ci
Grace Suryani tentang batasan fisik dan batasan emosi—khususnya
dalam berpacaran. Ngga apa-apa, baca-baca aja dulu biar bapernya
ngga bablas :p). Penting juga untuk menjaga perilaku kita kepada pria
itu tidak berlebihan. Kalo kata Mas Joshua Harris, “Keintiman adalah
upah dari komitmen.” ^^
Mungkin kita jadi bertanya, kalo memang ternyata bukan dia, kenapa
Tuhan membiarkan aku menunggu? Kenapa Tuhan ngga bilang aja
langsung orangnya bukan dia? Kenapa Tuhan ngga bilang langsung,
“Woi, anak-Ku, itu bukan janji-Ku! Itu cuma perasaanmu aja!”?
Kenapa Tuhan justru mengizinkan kita menunggu? (here is a lil meme
video of what the talks can be) Wkwkwk… Maksud Tuhan bisa berbeda
pada setiap orang, tapi tetap saja, there are a lot of treasures we can learn when God teaches
us how to wait upon Him. Trust me. Pada akhirnya ini bukan soal mendapatkan
siapapun pria itu, tapi soal mengalami Tuhan dan dibentuk serupa dia.
:) Percayalah bahwa jalan-Nya sangat bijaksana.
Bagi Pearlians yang pernah baca blognya Ci Nelly (yang belum bisa
klik di sini) dan baca post yang judulnya How I Know that He is The One
from God (yang ada tujuh jilid sejauh ini ^^) pasti udah tahu perjuangan
Ci Nelly buat menghidupi janji spesifik tentang Bang G. Tuhan bilang
Bang G adalah jodohnya, dan itu diteguhkan lewat firman, mimpi,
dan pemimpin rohani. Bahkan ketika Ci Nelly mau berhenti menunggupun,
Tuhan terus ingetin Ci Nelly buat terus menunggu. Bayangin
aja, Bang G udah naksir orang lain, Tuhan tetep suruh Ci Nelly
ngelanjutin proses itu. A big wooowww!!!
Satu hal yang pasti, dalam kisah Ci Nelly ini tetap ada bagian dimana
Ci Nelly melepaskan Bang G. Bukan berarti Ci Nelly give up on the
promises, tapi lebih kepada berserah kepada cara Tuhan dan waktu
Tuhan. Ci Nelly tidak melakukan apapun untuk mendorong pria itu
memilih Ci Nelly. She just prayed, prayed, and prayed. Consulted God and
her leader always. Bahkan dia terbuka pada kemungkinan kalo ternyata dia salah
dalam mendengarkan suara Tuhan. Kalopun pria itu ternyata tidak
jadi miliknya, dia juga ngga akan pernah kecewa karena Tuhan tetap
memakai masa menunggu itu untuk membentuk dan mempertajam
karakternya. Dia juga ngga akan kecewa karena Tuhan selalu cukup
buat dia. Hal ini jadi obat anti-galau buat dia. :)
Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh;
Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.
Mazmur 32:8
MEKAR A. PRADIPTA
Who can find a virtuous woman? For her price is far above rubies.
“Pay attention to the word ‘find’ in Proverbs, chapter 18 and 31. It is there for
a reason, it is up to the man to do the finding, the discovering. It is not for you to
go out and hunt down your own guy. The world will tell you there are millions of
hungry women out there looking for one good man and that you must join the fray.
Get out there, find one, fight for him. You’ve heard the whole routine. But the Bible
says that ‘he’ shall find you...”
[He who] finds a wife finds a good [thing], And obtains favor from the LORD.
Sebagai contoh konkretnya nih, kita pasti pernah membaca kalimat ini
di undangan-undangan pernikahan.
Dunia boleh bilang, “Hai, wanita, go out, arrange something, chase some
men in that crowd and find a husband. Pergilah ke gereja dan duduk
paling depan supaya pemain musik itu menyadari kehadiranmu.
Bergabunglah dalam komsel, siapa tahu di sana ada pria baik cinta
Tuhan yang cukup potensial. :”) Mari bersikap ramah kepada pria-pria
itu, buatkan mereka makanan, kirimi mereka ayat-ayat Alkitab, kasih
senyum semanis lollipop, siapa tahu ada yang terjerat.”
Sounds familiar?
Kalau kita termasuk wanita-wanita yang melakukan hal itu, mari cek
lagi hati kita, perhatikan lagi motivasi kita. Memang sih, hanging out,
join with the new community, atau apapun dengan label “bergaul” itu tidak
salah, tapi saat kita melakukannya hanya untuk mendapatkan suami...
Apakah Tuhan tidak mampu membawa seorang pria menemukan kita,
sampai kita heboh menjemput pria-pria itu? Sebegitu khawatirkah kita
sampai harus berjuang memanipulasi keadaan?
Kehendak Allah akan digenapi dalam hidup anda, kalau anda adalah
miliknya dan mau menjalani hidup anda sesuai dengan firmanNya.
...
...
Husbands, go all out in your love for your wives, exactly as Christ died for the
church--a love marked by giving, not getting.
Ephessians 5:25 (The Message)
Saat para pria itu menjadi suami kita kelak, mereka memang dituntut
bisa mengasihi kita dengan cinta yang all out seperti cinta Kristus
kepada jemaat. Itulah kenapa Tuhan menetapkan kita hard to
find (Amsal 31:10 – the Message), supaya dalam proses menemukan
itu para pria diproses untuk memiliki kasih seperti Kristus. Di lain
pihak, dengan bersikap hard to find, kita juga diproses untuk menjadi
wanita dengan a gentle and quite spirit, yang ditandai dengan
ketenangan, kesabaran dan pengendalian diri.
Tapi, bukan berarti lalu kita diem-diem aja kaya ulat yang kerjanya
cuma ngulet-ngulet. Dideketin-diem, digoyang-goyang-diem juga,
dilempar sandal deh lama-lama :D Peran kita sebagai wanita adalah,
tidak menyerahkan hati kita dengan gampang, namun justru ber-
partner dengan Allah dalam menguji para pria itu. Hard to find bukan
berarti jual mahal, tapi meresponi dengan hikmat. God has give us our
identity: far above rubies, let’s behave according to that identity. Mari melepaskan
kontrol untuk mendapatkan para pria dan membiarkan diri kita
“ditemukan”.
Relationship
Galau Pranikah
NATALIA SETIADI
Berkaca dari pengalaman, biasanya ini nih, yang ada di pikiran para
calon pengantin:
Galau.
Bimbang.
Why?
Lah kalo segitu ngerinya, apa mendingan ngga usah nikah aja?
“Karena itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.”
(Matius 19:5)
Intinya kalo belum bisa nyelesaiin konflik dengan dewasa (baca: masih
dikendalikan ego diri dan bukannya belajar menundukkan diri di
hadapan Allah serta mau taat pada proses sanctification ini), ada baiknya
keputusan untuk menikah itu ditunda dulu. Hehe.
Satu hal yang pasti, we have Almighty God who will carry us and our marriage
all the way through. Itulah alasan penting banget dari awal mindset harus
di-setting dulu, to NEVER CONSIDER DIVORCE AS A WAY
OUT. Pikiran yang berbunyi, “Merid aja dululah, entar kalo ada
masalah tinggal cerai” kudu DIHAPUS bersih-bersih dari pikiran
kita. BIG NO NO. PAMALI. TABU. HARAM! Kalopun ada keluarga
(atau bahkan orang tua) yang pakai perceraian untuk menyelesaikan
masalah pernikahan, well biarlah rantai kegelapan itu diputuskan
melalui pernikahan kita—dengan pertolongan Tuhan, tentunya.
Hidup itu penuh liku-liku (jadi lagu dangdut deh halaaah…), ga tau
kapan nanjak, kapan turun, kapan belok kiri or belok kanan. Kaya
naik roller coaster, eh tiba-tiba kita masuk ke gua—yang nunjukkin
adanya kegelapan total. :) Namun selama kita naik roller coaster-nya
bersama Tuhan, hidup berjalan bersama Tuhan, menikah di dalam
Tuhan, dan menjadikan Dia sebagai yang terutama dalam hidup
pernikahan kita, we can trust Him. He will be there along the way. Pasang
baik-baik sabuk pengamannya, merem kalo takut, and ENJOY THE
RIDE!
“Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang
lain apabila yang seorang menaruh dendam* terhadap yang lain; sama seperti
Tuhan telah mengampuni kamu, perbuatlah juga demikian. Di atas semuanya itu,
kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.
Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah
kamu telah dipanggil dalam satu tubuh. Dan bersyukurlah.”
(Kolose 3:13-15)
(*kata dendam ini dalam versi bahasa Inggrisnya adalah grievance, yang artinya a cause or reason for
complaint, atau bahasa prokemnya GANJELAN alias UNEG-UNEG).
Pengaruh Wanita
Terhadap Pria
FELISIA DEVI
Ada hal yang menarik dari khotbah pak Jeffrey Rachmat (pastor
JPCC) yang menyinggung tentang kejadian di awal penciptaan,
dimana Iblis mencobai manusia. Pastor Jeffrey memberikan ilustrasi
dari pemikiran dia, “Bisa aja si Iblis terlebih dahulu mencobai pria tapi
ga berhasil, makanya iblis mencobai Hawa” (*mungkin sih, tapi ingat
ya, ini tidak tertulis di Alkitab)
Pastor Jeffrey bilang, karena mereka belum jatuh dalam dosa, natur
mereka, keinginan mereka belum berdosa, tapi iblis memanipulasi
Hawa, mungkin maksud Hawa mulia, demi kebaikan Adam, tapi tidak
sesuai perintah Allah yang melarang mereka makan buah pohon itu,
jadi jatuhlah mereka berdua.
Gue punya cerita yang bisa jadi contoh dalam hidup sehari-hari
tentang wanita lebih berpengaruh. Dalam keluarga-keluarga yang
gue temui, sebagian besar lebih deket ke keluarga nyokap. Klo sang
istri gak mau deket sama keluarga pria, ya udah keluarganya jauh dari
keluarga besar suami.
Gue sendiri mau semakin belajar untuk jadi wanita yang taat firman,
karena hanya kebenaran Firman Tuhan yang membuat gue mengerti
fungsi gue sebagai penolong seperti apa, terutama buat para pria.
Gue pengen dalam hal kecil: perkataan, pakaian, tingkah laku, tidak
menjatuhkan mereka, membuat mereka tersandung jatuh dalam dosa,
tetapi memberkati mereka, membangun mereka...
Dalam pakaian juga, perlu bener2 belajar banget, apalagi setelah baca
buku Every Young Man’s Battle, betapa kasihannya para pria,
bener-bener butuh anugrah untuk hidup dalam kekudusan ditengah
dunia yang banyak memakai pakaian “miskin”, dan teknologi canggih
yang tinggal enter muncul situs-situs porno.
Emang ya kalo dipikir2 di jaman sekarang ini iblis bekerja begitu lihai
sekali, sehingga banyak dari kita anak-anak Tuhan yang jatuh bangun
dalam masalah yang satu ini: seksualitas dan kekudusan/purity.
Tapi, yang mau gw bahas di sini bukanlah gimana kita harus menjaga
kekudusan tubuh kita, karena gw yakin kita udah seringgggg banget
dengar tentang yang satu ini baik di gereja, di persekutuan muda/i, cell
group, dan tentu dari orang tua juga kan? So, what do I want to talk
about? Gw mau ngomongin tentang PURITY AND VIRGINITY! hehe...
Kenapa? Karena menurut gw kita sering kecele antara dua hal
ini, dalam pikiran kita, kalo seorang cewek itu menjaga kekudusan
tubuhnya maka dia pasti... PERAWAN. Padahal pada nyatanya gak
gitu! HEH? Yup!
Ingat Raja Daud yang mencuri Batsyeba dari suaminya? Ini masa lalu
Daud yang terus kita ingt sampe sekarang, dan yang bahkan dicatat
dalam silsilah Tuhan Yesus! Poin gw adalah banyak anak-anak Tuhan
yang, dulu sebelum mengenal Tuhan, jatuh dalam dosa seks karena
mereka duluuuu gak mengerti bahwa hal-hal itu mendukakan hati
Tuhan. Akibatnya... gak sedikit jumlah cewek-cewek dan cowok-cowok
yang sekarang udah terima Tuhan, dan betul-betul 100% cinta Tuhan
tapi .. gak perawan/perjaka!
Ingat salah satu God’s purpose for marriage? No? Let me remind you: supaya
melalui pernikahan kita, kebesaran kasih Kristus
disebarkan. =) Love... kalo ngomongin love, we can’t go far from 1
Korintus 13: kasih itu sabar... kasih itu murah hati... Ia tidak
menyimpan kesalahan orang lain. Tuhan, Pencipta semesta alam
mengasihi kita, dan membuang jauh2 kesalahan kita, Dia memilih
untuk gak mengingat lagi dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kita yang
telah bertobat dan menerima-Nya dalam hati dan hidup kita. Kasih
yang seperti ini yang Tuhan mau kita laksanakan dalam pernikahan
kita! Hubungannya dengan purity apa? Well, kalo Tuhan bawa dan
kenalkan seorang cewek/cowok dan Tuhan bilang “Look! She/he is
beautiful in my sight, although she/he has made some mistakes in the past, she/he
has now turned back to ME, I love her/him, and I think she/he will be very good
for you.” Boys and girls, jangan ditolaaaakkkk hanya karena dia pernah
melakukan kesalahan di masa lalu dan sekarang gak perawan/perjaka
lagi! Yang penting adalah sekarang dia mencintai Tuhan with all of
his/her heart, mind and soul! Dan kalo you accept this gift from God, jangan
simpan2 kesalahannya... buang jauh-jauh, lupakan, and always
remember that he/she is precious in God’s sight!
Tuhan gak mau kita menjadi seperti para Farisi yang menyeret seorang
cewek yang ketauan berselingkuh untuk dihukum dan dirajam. God
is saying, «Kalo ada di antara kamu yang gak pernah berbuat salah,
cast the first stone!” He wants us to be MERCIFUL AND GRACIOUS just like
Him, NOT judgmental like the Pharisees.
Yang Tuhan mau adalah kita menikah dengan orang yang betul-betul
cinta Tuhan sekarang, bukan orang yang masa lalunya bersih dari
kesalahan (karena setiap orang pasti pernah berbuat salah dan dosa!).
Yang Tuhan mau kita menikah dengan orang yang hatinya pure karena
dari hatilah terpancar kehidupan. =) Yang Tuhan mau kita gak so
shallow dengan hanya mau menikah dengan perawan/perjaka, tapi
Tuhan mau kita go deeper than that dan menikah dengan orang yang
menjaga kekudusan hati, pikiran dan perkataannya juga, bukan karena
takut dirajam batu sampe mati, tapi because he/she LOVES GOD. =)
Orang yang dalam doanya berkata:
Create in me a pure heart, O God, and renew a steadfast spirit within me.
Pastor Jeffrey Rachmat sekitar tahun 2004 pernah bilang satu kalimat
yang kira-kira bunyinya begini, “Apa sih yang salah dengan para artis
kita yang suka kawin cerai? Ya, karena ketika mereka pacaran, mereka
sembunyi-sembunyi. Ngga ngaku. Tapi begitu mereka married, ada
masalah, panggil infotainment. Padahal seharusnya sewaktu mereka
pacaran, buka lebar-lebar, dan setelah menikah, tutup rapat-rapat. “
Menurut gue itu bener banget. Banyak orang pas pacaran, diem-diem,
sembunyi-sembunyi, ngumpet2, pas udeh married, kalo ada masalah,
telpon mami, curhat ama sahabat. KEBALIK!! Pas waktu masih
pacaran, buka semuanya lebar-lebar, undang orang-orang untuk kenal
dan menilai pasangan kita. Tapi, begitu menikah, TUTUP RAPAT-
RAPAT. Sejak gue married sampe sekarang kalo gue berantem ama
Tepen, NGGA PERNAH gue kasih tau nyokap gue. Never. Bukan
karena gue ngga sayang lagi sama nyokap gue, tapi karena sekarang
urusan Tepen dan gue itu urusan INTERNAL kami berdua.
Tapi ketika masih pacaran, itu harus dibuka... Gue dulu kalo berantem
ama Tepen, cerita ama bokap nyokap gue, dan seringnya gue yang
kena tegur -.- Hehehe... Oke sekarang coba kita bahas satu-satu ya...
WHAT?
Apa sih yang gue maksud dengan komunitas itu? Komunitas itu
adalah tempat di mana kita mengizinkan orang-orang terdekat yang
kita tahu sayang dan mengasihi kita untuk melihat the best, the good, the
bad and the ugly di dalam diri kita. Tempat kita bisa saling bertumbuh.
Tapi ngga papa, Tuhan selalu rindu ada anak-anak-Nya yang mau
membawa perubahan. Kalo kalian baca note ini trus kalian manggut-
manggut pada paragraf di atas, itu artinya YOU ARE THE ONE
that must offer grace and forgiveness in your church. :)) You’re the one that
must pray for YOUR church so that your church can really be the Church of
Christ. Bukannya trus malah ngomel-ngomel dan bilang, “Betullll
banget ci Grace, kemaren tuh di gerejaa gueee...” jadi gossip ngalor
ngidulll... No... Tuhan rindu kalo kalian merasa ada sesuatu yang
kurang, itu artinya ada sesuatu yang bisa kalian berikan untuk gereja
kalian :))
WHO?
Siapa sih orang-orang yang bisa kalian jadikan “mereka” untuk berada
“di antara” kalian dan calon pasangan kalian??
Ini komentar paling sering yang gue denger. You know what guys, baca
Alkitab kalian. Tidak pernah sekalipun ditulis, “Hormatilah ayahmu
dan ibumu KALO MEREKA KRISTEN,” atau “Hormatilah ayahmu
dan ibumu, kalo mereka sudah dibaptis,” atau “Hormatilah ayahmu
dan ibumu kalo mereka rajin ke gereja.” Ngga pernah guys. Kecuali
Alkitab kalian beda sama Alkitab gue :p Di alkitab LAI punya gue
sih itu cuman tertulis “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut
umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”
Tidak ada prasyarat. Hormat kepada orang tua itu hukumnya WAJIB.
TITIK.
Papa mama mertua sampe detik ini masih belon percaya. Kita terus
berdoa supaya Tuhan jamah hati mereka. Kalau selama gue pacaran
ama Tepen mereka belon percaya, prinsipnya beda dong!? Oh ya pasti
ada yang beda. Tapi TIDAK SEMUA prinsip mereka salah. Tidak
semua sesuai firman Tuhan, iya, tapi ngga sedikit juga prinsip Papa
Mama yang bagus.
So, ortu HARUS dijadikan dan dimasukkan ke dalam orang yang kita
mintai pendapat tentang pasangan hidup karena mereka punya tiga
kriteria penting yang tidak dimiliki oleh hamba Tuhan yang paling
penuh urapan sekalipun.
Lalu, kakak rohani ini haruslah seseorang yang kamu TEMUI dalam
KEHIDUPAN NYATA. Bukan nemu di medsos, atau di website.
Kenapa gue perlu nyatakan itu dengan jelas? Karena, sejak gue sering
nulis notes di facebook banyak email yang masuk. Banyak yang cerita
dan curhat. Tapi masalahnya, kadang gue bener-bener ngga tau mesti
jawab apa. Terutama kalo pertanyaan-pertanyaannya model:
“Kapan kira-kira aku perlu cerita tentang masa laluku yang rada
kelam sama dia?”
Kalo dapet pertanyaan begitu, biasanya gue cuman bisa berdoa, “Oh
Tuhan... Mesti jawab gimanaa?!?!” :p
Paling banter gue cuman bisa kasih kalian few insights, and pray for you,
but I will strongly recommended you to go back to your church and find someone that
you can trust and ask for his/her guidance. :))
Tapi, gimana oh gimana kalo saat ini di sekitar kalian sepertinya tidak
orang yang cocok buat jadi kakak rohani?
Awal tahun kemaren ketika gue pindah ke Singapura, gue juga sempet
merasa sedih dan kering. Waktu itu gue baru ikut lomba Weddingku
dan di situ ketemu dengan banyak amazing woman. Buat gue yang
baru married, berteman secara maya dengan mereka-mereka ini sangat
menguatkan. Gue bolak balik kembali diingatkan untuk put my husband
first, buat jadi istri yang baik, dan lain-lain. Dari sharing2 dengan
mereka gue tuh sangat diberkati. But... sometimes gue begitu kangen,
begitu rindu punya kakak rohani yang NYATA, yang bisa gue ajak hang
out, yang bisa gue denger suaranya di telpon... So I prayed... and God gave
me ONE. :D Dia ternyata kakak kelas gue di SMA dulu yang sekarang
lagi lanjut kuliah teologi disini, and we’re in the same church!! We share a
lot of common things, have the same values, dan dia juga yang nemenin gue
nangis-nangis ketika sebuah impian retak.
Alkitab bilang,
“Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”
(1 Kor 15:33)
So menurut gue, untuk sahabat kalian harus cari yang punya nilai-nilai
kristiani yang sama. Bukan hanya sekedar Kristen dan pelayanan tapi
bener-bener punya prinsip hidup yang jelas.
WHY?
WHEN?
Gimana sih caranya melibatkan ‘mereka’ untuk ada di antara kita dan
pasangan kita?
1. UNDANG MEREKA
Itu kunci pertama. Kita harus mengundang mereka. Kita harus bilang
dulu sama mereka kerinduan kita untuk membawa mereka terlibat ke
dalam pergumulan kita mengenai masalah CPH alias calon pasangan
hidup.
Terutama dengan ortu, kita harus nyatakan dengan jelas bahwa kita
pengen mereka bantu kita, kasih kita input, dan nyatakan kalo kita akan
menghargai semua masukan mereka. Kenapa gue bilang kita harus
NYATAKAN? Karena ortu zaman sekarang itu beda guys. Mereka
rata-rata menghargai anak-anak mereka dan mereka juga tau bahwa
urusan pacar tuh urusan ‘anak-anak muda’. Pernah denger kata-kata,
“Ya, kita jadi ortu mah ngikut aja, kalo anaknya udah suka ya udah.”
Gue ama adek cewek gue dulu bikin perjanjian ama bokap gue. Ada
beberapa poin tapi intinya, kalo ada cowok yang mau deketin gue
(ngajak gue jalan bareng BERDUA SAJA) maka gue akan suruh dia
kenalan ama bokap gue, dan gue ngga akan membicarakan masalah
pernikahan dengan seorang cowok sampai dia bicara sama bokap gue.
Sehabis gue bikin perjanjian itu, gue balik ke China dan bokap gue di
Jakarta.
Cowok laen gue gituin senyam senyum, keder lalu kaburrr :p Tepen,
gue gituin, minta email bokap gue, dan, beneran dia email bokap gue.
Minta izin mo ngajakin gue jalan. My father was impressed. :p
2. TERBUKA
Setelah kita mengundang mereka dan mereka mulai ‘masuk’, siap-
siaplah merasakan ketidak nyamanan. :p Akan ada saran-saran yang
ugghhhhh bikin kuping gatel, akan ada pertanyaan-pertanyaan yang
bikin hati gerah. That’s natural and that’s healthy! Kalau orang-orang
yang kamu ajak untuk terlibat itu benar-benar orang-orang yang
sayang dan peduli denganmu, mereka akan BUKA MATA mereka
lebar-lebar menyelidiki pasanganmu dari atas, bawah, kiri, kanan,
depan, belakang. Itulah tujuan utama mengundang mereka :p Untuk
membuat kita bisa melihat pasangan kita dari sudut-sudut yang
berbeda. Di mata kita, pasangan kita pasti sempurna. Pasti bener.
Kita pasti SELALU bisa mengerti pasangan kitaaa *maklum lagi jatuh
cintaaaa*, tapi di mata orang laen yang tidak punya ikatan emosi,
mereka akan bisa melihat dengan lebih jernih.
***
Gue emang sensi banget soal kekudusan ini, karena dengan mantan
gue, gue tuh nyarrisss jatuh ke dalam dosa-dosa yang tak diharapkan
tetapi diinginkan >.< (jujur lah gue mah muna abis kalo gue bilang
gue kagak pengen). Makanya gue jadi sangaaaattt hati-hati.
Jadilah gue pusing tujuh keliling dan gue tanya ama Babe, “Be... Be,
ini kalo begini, begimane yeee?! Gue mo jaga kekudusan tapi tapiii...
kalo primary love language-nya Tepen physical touch gimana caranya to show
that I love him without compromising our purity!?”
Akhirnya gue dan Tepen duduk bareng dan set some rules.
Rules no.1 : NO LIPS KISSING until marriage.
Rules no 2 : No hugging.
Rules no 3 : Grace yang putusin kapan boleh gandengan tangan, dll.
Nah, tapi dalam hati gue itu tetep bergumul. I know that primary love
language itu sangat penting buat seseorang untuk dia merasa dikasihi.
En gue pengen Tepen juga merasa dikasihi dalam bahasa yang dia
mengerti. So, gue bener-bener berdoa dan tanya Tuhan minta Tuhan
kasih gue hikmat untuk bisa ‘bicara’ dalam bahasa yang paling Tepen
mengerti dalam tetap menjaga kekudusan. Lalu gue baca buku itu
sekali lagi, en Tuhan kasih gue jawabannya.
So, setiap Tepen pulang dan kita hang out bareng, kalo gue pengen
nunjukkin gue sayang dan kepedulian gue sama dia, gue kasih tepukan
di bahu sambil bilang “Cape ya?” Laen waktu gue tepuk-tepuk di
punggung. And he loved it! Kadang kalo SMS, gue suka bilang, *hugzzz*
*pok pok pok* (kalo virtual hugs boleh, hahaha).
Selain itu, gue juga selalu cross check ama dia. “Kalo begini, kamu turn
on ngga?” Kalo dia bilang, “Iya”, gue stop. Kalo ngga, ya ngga papa.
Jadi gals, buat kalian yang punya pasangan yang primary love language-
nya physical touch ... Ask God for wisdom and BE CREATIVE!!! Ada
banyak sentuhan fisik ringan yang bisa diberikan tanpa mengarah
ke hal-hal sensual. Jangan keburu panik or langsung cap pasangan
kalian maniak, etc. No, no, no... Physical touch is just one of the love language,
and guesswho created that love languages?! GOD. Dan Tuhan Yesus selama
di dunia juga menggunakan bahasa kasih itu... Dia menyentuh
orang kusta, memeluk anak-anak, menyentuh mata orang buta,
membungkuk.
Beberapa kali kejadian, waktu kita naek motor bareng, gue duduk
terlalu deket, terlalu dempet, pas nyampe Tepen bilang, “Mmm, nanti
duduknya jangan deket-deket ya.” Lalu pernah juga, Tepen belai-belai
rambut gue dan itu bikin gue ngerasa ngga nyaman trus gue bilang.
Alhasil sampe MARRIED, Tepen jarraaaangggg banget belai-belai
rambut gue lagi. Hahaha. keterusan :p Lupa kalo udeh married.
Kalo ada orang tanya jadi apa batasannya, gue suka kembali ke tulisan
gue yang gue tulis bertahun-tahun yang lalu ini :p
***
Ini sepertinya pertanyaan wajib dalam session LSD (Love, Sex, Dating).
Gue dah ikut sesi LSD dari sejak kelas 2 SMP. Itung-itung dah lebih
dari 5-6 kali gue ikutan sesi LSD. Pastiii deeeh ada pertanyaan ini!!
Mulai dari gue di Jakarta, Surabaya, balik Jakarta lagi, sampe di China
pun, ini pertanyaan wajib keluar.
Ada banyak jawaban yang diberikan. Tapi sejujurnya ngga ada satu
jawaban pun yang memuaskan gue dan memuaskan para penanya :p
Kenapa? Karena buktinya tiap tahun pertanyaan itu keluar lagi dan
lagi dan lagi!!
Tata bahasa dari pertanyaan itu bener sih, tapi MOTIVASI di balik
pertanyaan itu yang salah. Kenapa gue ampe berani bilang itu salah?
Jawab dengan jujur, guys, kenapa pertanyaan itu selalu muncul di
benak kita? Karena kita... pengen bermain-main sedekat mungkin
dengan jurang dosa. Kita pengen bermain-main dengan dosa tapi kita
MENOLAK untuk dikatakan berdosa.
Kita bilan lagi, “Oke, kita ngga buka baju. Tangan aja yang masuk.
Baju ngga kebuka. Ngga dosa donks!”
Kita bilang, “Oke, ngga cium bibir. Cuma cium tangan, cium leher,
cium kuping, cium mata, dan cium-cium yang laen. Yang penting ngga
cium bibir kan!? Gue ngga cium bibir. Ngga dosa dong! Bearti boleh,
tuhh....”
Guys, kata temen gue, maling itu biasanya lebih pinter daripada polisi.
Kita anak muda, punya segudang alasan buat ‘mengakali’ peraturan-
peraturan yang ada. Akui aja, kita tuh paling pinter buat cari-cari
celah untuk tetap melakukan dosa, tapi ngga keliatan dosa. Dulu tuh
ye, gue paling pinter cari alasan buat hal-hal begini.
Waktu gue pacaran ama mantan gue, gue tetapin peraturan. Kalo
duduk jaraknya mesti dua tegel. Nah loh. Tapi tetep aje, gue bisa
berdosa dalam batasan-batasan gue. Gue sih ngga ngelanggar, tapi
akal kadal gue nemuin celah-celah dari batasan itu dan gue pakelah
celah-celah itu buat memuaskan hawa nafsu gue.
So, guys, menurut gue, pertanyaan itu salah karena sebagian besar
motivasi dari penanya (baca : kita) adalah mencari kesempatan untuk
berbuat dosa. Kalo kita ngomongin batasan, dibikin batasan seketat
apapunnnn kita tetep bisa mencuri-curi kesempatan kok. Kayak gue
dulu. >.<
“Biarlah berakhir kejahatan orang fasik, tetapi teguhkanlah orang yang benar,
Engkau yang menguji hati dan batin orang, ya Allah yang adil”
Mazmur 7 : 9
Tuhan ngga liat peraturan kita. Yang Tuhan liat itu hati kita… Tuhan
menguji hati, bukan menguji peraturan.
“Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah
yang menguji hati.”
Amsal 21 : 2
***
Dari hubungan gue ama Tepen, yang gue pelajari adalah ada satu
hal yang lebih penting dari sekedar set rules, yaitu hati yang SERIUS
mau jaga kekudusan sehingga begitu ada sesuatu hal kecil aja yang
membuat kita ngerasa kita bermain-main dengan kekudusan kita
langsung bilang, bukannya malah mikir, “Ah ini ngga termasuk
dalam aturan kok.” Set rules, itu awal yang sangat baik, tapi di dalam
perjalanannya, kita harus kudu tetap denger-dengeran ama suara Babe
dan peka dengan kondisi dan keadaan kita sendiri! Begitu ada hal kecil
yang ngga beres langsung speak it up. Motivasi kita bukan MENJAGA
supaya tidak melanggar peraturan tapi MENJAGA supaya hubungan
kita MENYENANGKAN HATI TUHAN.
Udah lama engga nulis apa-apa guys. Papa Mama sedang berkunjung
ke Singapore. Kemarin gue sempet lunch sekalian ngobrol bareng sama
seorang temen gue, Karmel. Setelah ngobrol ngalor ngidul tiba-tiba
tercetus soal “penolong yang sepadan”.
Selama ini kalo kita denger kata penolong yang sepadan muncul deh
serangkaian list berisi daftar kriteria penolong sepadan. Sama-sama
anak Tuhan, bobot bibit bebet seimbang, pendidikan setara, dan lain-
lain. Tapi sadarkah kita bahwa selain syarat penolong itu harus sama-
sama anak Tuhan, sebenernya tidak ada standard atau definisi khusus
untuk penolong yang sepadan?
Kenapa begitu?
Karena setiap pria itu berbeda. Tuhan menciptakan setiap pria itu
berbeda. Mereka semua punya tujuan masing-masing, punya visi
masing-masing, punya impian masing-masing, punya kelebihan
masing-masing dan punya kekurangan masing-masing. Karena mereka
berbeda, maka engga heran juga kalo mereka membutuhkan penolong
dengan standard yang berbeda.
Contohnya, suami temen gue, dia seorang theolog yang suka berdiskusi.
Istrinya menjadi penolong yang sepadan buat dia ketika istrinya
berdiskusi dan memberi pendapat kepada suaminya.
Dan satu hal yang kita harus ingat... People learn and grow along the way.
Manusia bisa bertumbuh dan berubah tiap waktu. Apa yang jadi
impian dan ketakutan pasangan kita tahun lalu, belum tentu tetap
menjadi ketakutannya tahun ini.Apa yang jadi harapannya 2 tahun
yang lalu belum tentu tetap sama. People change. Demikian juga dalam
pernikahan. Karena pernikahan itu terdiri dari 2 orang jadi sangat
salah kalo kita beranggapan sekali menikah dengan kondisi A maka
selamanya akan A. A bisa berubah menjadi Z bisa juga berubah
menjadi AA atau bahkan triple A, atau ABCDEFG :p
Ketika gue merenungkan itu semua gue jadi makin sadar akan salah
satu panggilan yang Tuhan berikan kepada para istri. Bagian para
istri bukan lagi mengenal dan dekat dengan sebanyak mungkin orang
(bandingkan dengan tulisan Bersahabat dengan Lawan Jenis) tapi
mengenal suaminya sedalam mungkin. Panggilan istri dalam hal
hubungan bukan lagi melebar tapi berubah menjadi mendalam.
Don’t waste your time dengan bermellow-mellow kenapa gue belon juga
punya pacar... Use your time to serve God, to build a strong relationship with
Him, and berteman sebanyak-banyaknya…
God has gave us a privilege to be a helper for our husband. Engga semua wanita
dapat kehormatan itu. So, kita semestinya menginvestasikan waktu
khusus untuk mengenal suami kita dengan lebih baik, dengan lebih
dalam.
Help! I Married
the Wrong Person!
NATALIA SETIADI
Single:
“Aduh, amit-amit deh, jangan sampe kejadian...”
Istri/suami baru:
“Puji syukur, gue married the RIGHT person...”
Hmm... Kalau ada pernikahan yang bertahan sekian lama tapi tidak
harmonis, apa itu masih bisa dikatakan amazing grace? Menurut saya
itu juga amazing grace karena untuk BERTEKUN dalam pernikahan
yang sulit dan bertahan dengan orang yang sama selama itu, jelas
butuh amazing grace.
Kadang kita merasa bahwa pelajaran yang kita terima terlalu susah,
rasanya tidak sanggulagi. Too much pain, too much tears. Daripada saling
menyakiti, bukannya lebih baik disudahi saja?
Saya suka sekali dengan versi The Message dari Yakobus 1:4-5:
“So don’t try to get out of anything prematurely. Let it do its work so you become
mature and well-developed, not deficient in any way. If you don’t know what
you’re doing, pray to the Father. He loves to help. You’ll get His help, and won’t be
condescended to (=tidak akan dipermalukan) when you ask for it.”
(James 1:4-5)
Well, so what? Tidak banyak orang yang mau mengaku jika sedang
bertengkar sama pasangannya. Jadi jangan dikira yang terlihat
bahagia itu tidak pernah berselisih atau tidak punya masalah. Setiap
pernikahan pasti punya pergumulan masing-masing.
Saya suka merasa tidak bahagia kalau ‘love tank’ saya kosong (baca
buku Lima Bahasa Kasih, atau Five Love Languages, karangan Gary
Chapman). Memang tugas suami membuat istri merasa disayang,
mengisi love tank-nya, tapi sebagai wanita dewasa, saya seharusnya bisa
mencari kebahagiaan sendiri (LOH?!). Maksudnya bukan suka pergi-
pergi keluar karena haus kasih sayang, tapi punya kehidupan sendiri
supaya saya tidak jadi istri perongrong, atau penodong :) Tidak perlu
sampai punya identitas rahasia (emangnya Catwoman), tapi sebaiknya
punya komunitas, kesibukan yang memenuhi kebutuhan saya, untuk
aktualisasi diri misalnya membuat blog, kerja part time, melakukan hobi
supaya kita senang, dan masih banyak lagi. Karena TIDAK ADIL
kalau saya menuntut suami untuk bisa jadi sumber kebahagiaan saya.
Tidak ada manusia yang bisa memenuhi ekspektasi setinggi itu.
Saya pernah share artikel berjudul Angry Women and Passive Men di
Facebook. Bagi yang belum membacanya, HIGHLY RECOMMENDED
untuk dibaca ya (it’s in English sih). Lebih bagus lagi kalau membaca
bukunya: Love Must Be Tough, karangan dr. James Dobson.
Sama kayak menonton film, kapan kita bisa menilai film itu bagus
atau tidak? Pasti setelah menonton dan terlihat tulisan THE END.
Demikian juga pernikahan, baru bisa dinilai di akhirnya, jadi jangan
terlalu cepat menyimpulkan bahwa pernikahan ini tidak fulfilling.
God’s is the battle, God’s shall be the praise (dikatakan oleh Elisabeth Elliot di
buku Through the Gates of Splendor).
“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan
bersorak-sorai.
Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang
dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.”
(Mazmur 126:5-6)
Kesalahan
Seorang Istri
GRACE SURYANI HALIM
Sebagai istri,
Namun ketika dia bercanda, kita bilang bahwa candannya tidak lucu.
Namun, ketika ada acara di kantor atau dia bekerja lembur, kita
mengeluh dan berkata, “Kamu kok kerja terus sih?!?! Jangan jadi
workalholic donk. Inget sekarang dah punya anak istri.” (padahal salah
satu alasan dia bekerja keras adalah karena ia INGAT dia punya anak
istri).
Namun ketika suami kita mengajak kita berduaan, kita bilang, “Aduh
aku cape...”
Kita mengeluh dan merasa kenapa suami kita tidak pernah menjadi
pemimpin keluarga di dalam Tuhan, pasif, pendiam, jarang bercerita,
sibuk sendiri nonton bola, cuek dengan pekerjaan rumah tangga, tidak
pernah memeluk anak kita dan jarang menghabiskan waktu dengan
anak-anak.
Kita mengeluh dan berkata, “Yah suamiku payah...” dan mulai
membanding-bandingkan dia dengan suami teman kita/saudara kita/
tetangga kita, “Tuh coba kamu liat si X, dia blablablabla...”
Lalu kita pun mengeluh kepada teman-teman wanita kita, “Ah cowok
kalo udeh married beda.”
Tanpa kita sadar bahwa kita pun berbeda. Tak lagi mengaguminya,
tak lagi mendukung idenya, tak lagi menghormatinya, tak lagi
menganggapnya pintar.
***
Tuhan tahu bahwa sebagai istri, kita merindukan suami yang menjadi
pemimpin, berinisiatif, pelindung bagi keluarga, mengasihi istri dan
anak-anak. Dan Tuhan pun menanamkan kerinduan yang sama di
dalam hati suami kita untuk menjadi seperti itu.
Tuhan tahu bahwa kita rindu punya suami yang akan memimpin
keluarga, karena itu Ia memberikan perintah supaya kita tunduk
kepada suami kita.
***
“Isteri yang cakap adalah mahkota suaminya, tetapi yang membuat malu adalah
seperti penyakit yang membusukkan tulang suaminya.”
(Amsal 12:4)
“Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada
permata. Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan
keuntungan. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang
umurnya.”
(Amsal 31 : 10-12)
Letter to New Wives:
You’re A Wife Now!
LIA STOLTZFUS
You are a wife now... uda ganti ‘status’ :) Sebuah status baru yang disertai
dengan tanggung jawab baru tentunya.
Bukan lagi anak kuliahan yang bisa bebas maen game, baca komik atau
nonton DVD korea begadangan sampe tengah malem.
Bukan lagi ‘wanita karir’ yang bebas pake duit gajinya beli sepatu,
tas branded dan macem-macem aksesoris lainnya.
Statusmu sudah beda dan kamu harus SADAR akan hal itu :)
“He who finds a wife finds what is good and receives favor from the LORD.”
(Proverbs 18:22)
TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri
saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan
dia.”
(Kejadian 2:18)
Enakan beli, klo masak lama udah gitu kudu nyuci piringnya lagi... if
money is not your problem, sok atuh tapi inget juga... suami bisa punya
‘kebanggaan’ tersendiri klo tau istrinya bela-belain belajar masak
apalagi makanan kesukaannya :) Lagian someday juga pasti ‘mentok’
kudu masuk dapur juga pas uda punya anak, gak ada yang rela
kan kasih makan anaknya makanan gak jelas kebersihan dan juga
kualitasnya? Masak sendiri lebih irit, lebih terjamin kebersihannya dan
juga pastinya bisa bebas dari MSG kan? =)
Dan percayalah, klo masak emang awal-awal cukup ribet dan makan
waktu lama tapi kalo uda ‘terbiasa’ jadi cepet kok, malah bisa sambil
‘merem’ masaknya ;p huehehehe *lebay!* Tapi bener, berlaku prinsip
‘bisa karena biasa’ dalam hal ini :)
Some tips:
- Belajar masak yang simple-simple dulu, ngecah/ numis-numis/ nge-
soup.
- Belajar masak makanan kesukaan suami (minta mertua ajarin dan
kasih tau resep-resepnya).
Suami juga butuh pakaian yang bersih dan tersetrika rapi. Belajar jadi
penolong dalam hal-hal kecil seperti mempersiapkan baju kerja suami
(kemeja, celana, kaos kaki, dasi) sudah siap ketika dia mandi. Jangan
sampe kaos kaki cuma ada sebelah, yang sebelah lagi jadi ‘emutan’
anjing peliharaan.
Dan jangan lupa juga kalo suamimu tetap butuh ‘teman-teman pria’-
nya sama seperti kamu juga butuh teman-teman wanitamu so jangan
‘kekang’ dia kalo dia mau pergi olahraga dengan teman-temannya
main bola atau bulutangkis or yg lainnya (tentunya dengan frekuensi
yg normal).
// Respect
- Gak ngomong dengan nada ‘bossy’ ke suami.
- Gak koreksi perkataan or tingkah laku suami dengan sikap I-am-wiser-
than-you.
- Gak kasih masukan/ kritik/ advice dengan sikap ‘menggurui’.
- Gak menceritakan ‘peristiwa memalukannya’ sebagai bahan ledekan
khususnya pas lagi kumpul sama temen-temen.
- Gak ‘ember’ ceritain kelemahan dia khususnya ke sembarang orang
yang gak tepat.
- Minta izin/ approval dari suami klo mau pergi-pergi (Inget, kamu
bukan single lagi) atau mau beli barang yang harganya cukup mahal.
- Appreciate and be thankful for his hardwork.
- Be thankful for his efforts to find and buy something as your gift (Eventhough
barangnya gak sesuai ‘seleramu’, namanya juga pasangan baru, butuh
pengenalan terus-menerus yah...).
// Trust
- He needs you to trust him, sekali pun dia pernah gagal dalam make
a good decision for the family, sekali pun dia juga sempet gagal dalam
mengembangkan bisnisnya, sekalipun dia gagal dalam menangin
proyek or dapetin customer ‘kelas kakap’. Tetaplah percaya bahwa dia
mampu, suatu kali akan sukses, suatu hari bakalan berhasil. Terus
dukung suamimu, setia di sampingnya... Dalam suka maupun duka,
dalam miskin maupun kaya... Dalam keadaan apa pun juga :) Itu kan
yang jadi bagian ‘wedding vow’-mu?
Jangan nyerah... Belajar... Belajar dan terus punya hati mau belajar
(dan diajar).
*Girls, your worth is not in your marital status or in how many children you have.
There is nothing wrong in wanting to be married and to be a mother. What is evil is
making marriage and parenthood the sole objective and goal to define womanhood or
to find worth.
Satu hal yang aku tau, Tuhan tidak ciptakan pernikahan itu hanya
supaya kita bisa “live happily ever after”. Aku baru menikah 9 tahun
dan aku tau kalo pernikahan itu gak gampang. Banyak pengorbanan
yang harus kita lakukan saat menikah: waktu, diri kita sendiri, uang,
karir, dll. Pada dasarnya, pernikahan adalah panggilan, dan sama
seperti panggilan-panggilan yang lain, pernikahan itu juga butuh kerja
keras. Reality check: cinta doank gak cukup bow!! Pernikahan juga bukan
satu hal yang bisa membuat kita bisa ngerasa “utuh”. Suami/istri gak
mungkin bisa kita jadikan object yang dapat memberikan rasa utuh ke
diri kita. Ada buku dari Gary Thomas yang judulnya Sacred Marriage,
dan di dalam bukunya, dia bilang gini:
(Bila kita mencari seorang manusia untuk melengkapi kita, hal itu
—secara rohani— adalah penyembahan berhala. Kita semestinya
mencari kepenuhan dan tujuan hidup di dalam Tuhan... Dan bila
kita mengharapkan pasangan menjadi ‘tuhan’ bagi kita, dia akan
senantiasa gagal. Tidak ada manusia yang dapat memenuhi ekspektasi
setinggi itu.) (Terj. Editor)
Ya, Tuhan pengen kita bahagia, tapi Dia lebih pengen lagi kita
punya hubungan yang intim dengan-Nya, karena itulah sumber
kebahagiaan yang sejati. Listen to this, girls: Tuhan ciptakan pernikahan
karena Tuhan mau lewat pernikahan itu kita bisa memiliki keintiman
spiritual dengan-Nya. Tuhan panggil kita untuk menikah karena
Tuhan mau suami dan istri saling mengingatkan tentang Tuhan,
saling membangun di dalam Tuhan, saling menopang di dalam
Tuhan. Misalnya gini: waktu lagi aku lagi sakit/capek, suami gak
malu-malu masuk ke dapur untuk membuatkan makanan. Untukku,
waktu ngeliat dia yang rela melakukan hal ini untukku, aku melihat
Yesus, sang Raja Surgawi, yang rela menjadi hamba yang melayaniku.
Pinjem kata-katanya Gary Thomas: Suamiku “is modeling God to me,
revealing God’s mercy to me, and helping me to see with my own eyes a very real
spiritual reality.” Dan hopefully, sebaliknya juga demikian. Bahwa lewat
aku istrinya, suamiku bisa melihat karakter dan kasih Kristus yang
sejati. Apa yang tuhan inginkan melalui pernikahan anak-anak-Nya
adalah bahwa kita dan pasangan semakin bertumbuh di dalam Tuhan,
semakin merasakan betapa nyatanya Tuhan kita itu.
Suami dan istri itu udah pasti beda banget. Yang satu mahkluk logika,
yang satu feeling-nya lebih berbicara. yang satu diciptakan to provide,
yang satu diciptakan to build relationships. Yang satu suka yang praktis-
praktis, yang satu suka yang indah-indah. Nah, penyatuan dari dua
orang yang sangat berbeda ini justru sebetulnya melahirkan satu
kesatuan yang indah. Dari dua orang yang berbeda ini kita melihat
pribadi Allah yang utuh: Tuhan yang menciptakan ombak dan
badai topan, tapi juga Tuhan yang menciptakan angin sepoi-sepoi.
Tuhan yang menciptakan singa yang gahar, tapi juga Tuhan yang
menciptakan cuddly little rabbits! Tuhan yang mengobrak-abrik Bait
Allah, tetapi juga Tuhan yang menangisi Yerusalem. Tuhan yang
mendisiplin anak-anak-Nya, tapi juga Tuhan yang rela mati di kayu
salib demi anak-anak-Nya! Tuhan ciptakan pernikahan karena dari
kesatuan pria dan wanita we represent the totality of God! Tuhan ciptakan
pernikahan juga supaya orang lain yang melihat pernikahan kita
bisa melihat seperti apa Tuhan itu. Karena kita dan suami kita yang
mengasihi Tuhan, orang lain dapat melihat the total image of God, jadi
lebih mengenal seperti apa Tuhan itu... bukan hanya Tuhan yang
mendisiplin anak-anak-Nya, tapi juga Tuhan yang berhati lembut dan
mengayomi. Bukan hanya Tuhan sang Pencipta, tapi juga Tuhan sang
Pemelihara.
Dan sedihnya, ini yang makin banyak terjadi. People get married for all
the wrong reasons, karena itu tingkat perceraian makin tinggi. “But if we
marry for the glory of God, to model His love and commitment to our children,
and to reveal His witness to the world, divorce makes no sense.” =) Itu sebabnya
juga, guys, kenapa Tuhan berkali-kali wanti-wanti dalam Firman
Tuhan bahwa anak-anak terang gak bisa bercampur dengan anak-
anak gelap. Anak-anak Tuhan gak boleh menikah dengan orang-orang
yang belum kenal Tuhan; karena bagaimana mungkin orang yang
belum kenal Tuhan bisa mengerti kalo ia harus memasuki pernikahan
dengan misi yang sangat penting: to glorify the Lord Creator God?
Coba tebak, siapa saja wanita dalam Alkitab yang menjadi ibu? Hm,
rasanya banyak banget ya. Ada Hawa, Sara, Rahel, Lea, Rahab,
Delila, Ratu Syeba, Bernike, Klaudia, blablabla... Tapi, coba kita
persempit lingkarannya. Dari sekian banyak wanita yang menjadi ibu,
berapa banyak wanita yang menjadi ibu yang mengajarkan tentang
firman Tuhan kepada anak-anaknya? Kita bisa menyebut Maria, yang
adalah ibu dari Yesus Kristus, atau mungkin Hana, yang walaupun
setelah dia melahirkan Samuel dia menyerahkannya kepada Eli—
imam di Silo. Tapi pada tulisan kali ini, kita akan membahas tentang
seorang wanita yang mungkin jarang dibahas keberadaannya dalam
Alkitab. Dia adalah ibu dari salah satu anak rohani Paulus, di mana
kita bisa membaca dua surat Paulus kepada anak muda ini. Coba
tebak, siapa ibu yang dimaksud... She is Eunike!
Nama “Eunike” berarti “good victory”, dari kata eunich. Wanita ini
termasuk keturunan Yahudi. Ibunya bernama Lois. Eunike menikah
dengan seorang pria yang merupakan keturunan Yunani. Dialah
yang melahirkan Timotius, salah satu anak rohani Paulus itu.
Kisahnya hanya tercantum dua kali di dalam Alkitab, tapi di sana
Paulus menyatakan bahwa kehidupannya telah menjadi teladan bagi
Timotius—satu hal yang juga Paulus lihat.
“Paulus datang juga ke Derbe dan ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama
Timotius; ibunya adalah seorang Yaudi dan menjadi percaya, sedangkan ayanya
seorang Yunani.”
Kisah Para Rasul 16:1
”Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-
tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku
yakin hidup juga di dalam dirimu.”
2 Timotius 1:6
Kalau mengingat kisah tentang Eunike dan Timotius, aku jadi teringat
dengan perintah Tuhan kepada orang Israel di Ulangan 6:6—7.
Hati ibu mana yang tidak sedih saat melihat anaknya pergi jauh dan
bahkan tidak tahu kapan dia akan kembali? Mungkin hati kecil Eunike
merasa bingung saat mendengar Paulus mengajak Timotius untuk
melayani bersamanya. Tapi ternyata... Eunike let Timotius go with Paul!
Dia mengesampingkan keinginannya agar Timotius tetap bersamanya,
dan memilih untuk mengizinkan anaknya itu untuk pergi bersama
Paulus.
Ladies, kita tidak tahu apa yang akan terjadi kelak saat kita memiliki
anak. Tapi satu hal yang perlu kita ingat, kita harus mengajarkan
firman Tuhan kepada mereka setiap saat. Bukan hanya melalui
perkataan kita, tapi juga lewat perbuatan kita (kalau omdo—omong
doang—‘kan kita bisa dianggap pembohong sama anak-anak nanti
hehe). Aku yakin Timotius telah melihat kehidupan ibunya yang luar
biasa, sehingga dia pun meneladani kehidupan ibunya itu.
Entah apapun status kita saat ini (single, masih sekolah/kuliah, mulai
meniti karier, baru saja menikah, sedang jadi bumil (ibu hamil), atau
bahkan telah mempunyai anak), perintah Tuhan itu harus selalu kita
ingat dan lakukan.
Mengajarkan anak-anak untuk melakukan firman Tuhan memang
tidak mudah, apalagi kalau anak-anak telah tumbuh dewasa tanpa
mengenal firman-Nya. That’s why... setiap ibu (dan calon ibu)
harus mempersiapkan diri sejak awal untuk mendidik anak-anak
berdasarkan firman Tuhan.
Kita perlu belajar dari Eunike, yang dengan rendah hati menyerahkan
Timotius kepada Paulus untuk melayani di berbagai tempat. Aku
menduga, Eunike bisa melakukannya karena dia percaya bahwa
Tuhan yang akan menuntun Timotius untuk tetap hidup di dalam
kehendaknya.
And how about us? Sudah siapkan kita untuk menjadi seorang wanita
yang tetap percaya kepada Tuhan dalam segala pergumulan kita? Jika
suatu saat nanti Tuhan mengaruniakan anak-anak kepada kita, apakah
kita akan tetap hidup setia kepada-Nya, dan memberikan teladan
hidup benar kepada mereka?
Keep the answer in your heart, and pray that God will help us to be a Godly
mommy (wannabe) :)
Melatih Ketaatan
Kepada Anak
FIONA HARJONO
“Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu, akan dipatuk
gagak lembah dan dimakan anak rajawali”
(Amsal 30:17)
“Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah
pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang”
(Pengkotbah 12:13-14)
Salah satu kisah dalam Alkitab yang bisa kita pelajari adalah kisah
Raja Saul; seseorang yang dipilih dan diurapi oleh Tuhan untuk
menjadi raja pertama bangsa Israel (1 Samuel 11:15), bangsa pilihan
Allah; seseorang yang gagah perkasa dan membawa bangsa Israel
mengalami banyak kemenangan dalam peperangan; namun pada
akhirnya Tuhan menolak dia menjadi raja Israel akibat ketidaktaatan.
“Tetapi jawab Samuel: “Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran
dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN?
Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan,
memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan”.
(1 Samuel 15:22)
“Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai
pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.”
(Hosea 6:6)
“Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah
sama seperti menyembah berhala dan terafim…”
(1 Samuel 15:23a)
“Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti
yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.”
(Efesus 6:2-3)
“Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau
mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.. Tetapi jika engkau tidak mendengarkan
suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan
ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka segala kutuk ini
akan datang kepadamu dan mencapai engkau”
(Ulangan 28:2, 15)
Definisi Ketaatan
Mengajar vs Melatih
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya
pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”
(Amsal 22:6)
Proses mengajar dan melatih ketaatan kepada anak-anak
membutuhkan waktu dan tidak dapat dilepaskan dari tindakan disiplin
yang kita berikan selama proses itu.
Saya dan suami pun masih terus belajar untuk memberikan tindakan
disiplin yang tepat kepada anak-anak saya. Kami membuat kesalahan
dan gagal berulang kali. Namun Firman Tuhan selalu mengingatkan
kami bahwa kedewasaan adalah hasil dari sebuah proses.
“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-
tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku
yakin hidup juga di dalam dirimu.”
(2 Timotius 1:5)
Hal inilah yang perlu dilakukan para orang tua secara terus-menerus
untuk melatih anak-anak di dalam ketaatan.
“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya,
kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”
(Galatia 6:9)
Ketika orang tua memberikan sebuah instruksi, maka orang tua perlu
mengharapkan anak memberikan respon langsung dan lengkap sesuai
dengan apa yang dimaksudkan; tanpa menunda dan tanpa mengeluh.
Jangan pernah takut untuk menetapkan standar yang tinggi dan
memelihara standar itu.
Para orang tua harus konsisten dengan instruksi yang diberikan untuk
semua keadaan; tentu dengan tuntunan hikmat dari Tuhan yang perlu
dicari para orang tua setiap saat.
“Ketika aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai
anak tunggal bagi ibuku, aku diajari ayahku, katanya kepadaku: “Biarlah hatimu
memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan
hidup”
( Amsal 4:3-8 )
Bahasa tubuh yang bisa kita latih kepada anak-anak dalam merespon
sebuah instruksi adalah memberikan jawaban “ya” disertai dengan
menatap wajah orang tua pada level mata anak.
Respon seperti ini merupakan salah satu cara yang selalu kami
lakukan ketika memberikan instruksi atau menegur anak-anak. Sejak
mereka berusia 1 tahun, hampir selalu mereka dapat merespon
dengan jawaban “ya” dan menatap wajah kami, meskipun tidak selalu
instruksi kami dilakukan secara benar dan tepat. Seringkali kami harus
berkali-kali melakukan hal yang sama untuk sebuah instruksi, namun
kami yakin bahwa proses pelatihan yang konsisten akan memberikan
hasil yang baik.
Kekanak-kanakan dan Kebodohan
Penting diingat para orang tua bahwa tujuan dari koreksi dan tindakan
disiplin adalah agar hati anak berubah, sehingga kebodohan dan
ketidak-taatan tidak menetap dalam hatinya dan tidak terulang
kembali. Faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan orang
tua dalam memberikan koreksi dan tindakan disiplin kepada anak usia
batita: frekuensi pelanggaran dalam periode tertentu, jenis dan alasan
pelanggaran anak, konteks kejadian, serta umur dan tipe kepribadian
anak.
Sikap orang tua saat melakukan tindakan koreksi dan disiplin kepada
anak perlu hati yang tenang dan berhikmat, dan tegas serta mantap.
Kegagalan utama orang tua di dalam melatih anak-anak adalah cepat
menyerah dan tidak tegas.
Kesimpulan
“Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh,
memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu
tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya.
Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum
TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada
banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan
dari sarang lebah. Lagipula hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan
orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar.”
(Mazmur 19:8-12)
“Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia
mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi
dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang
ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan
penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,
yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala
kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya
sendiri, yang rajin berbuat baik.” (Titus 2:11-14)
Referensi:
“Preparation for The Toddler Years” oleh Gary Ezzo & Anne Marie
Ezzo via Modul Training Early Childhood by Parenting Life Team 2010
“Preparation for Parenting” oleh Gary Ezzo & Anne Marie Ezzo via Modul
Training Early Childhood by Parenting Life Team 2010
“Raising Godly Tomatoes” oleh Elizabeth Krueger via Godly Parenting Groups
Atalya:
Mata Rantai Dosa
TABITA DAVINIA UTOMO
Atalya yang dibesarkan dengan orang tua seperti Ahab dan Izebel,
tumbuh pula menjadi wanita yang tidak mengenal Allah. Yuk, kita
belajar dan berefleksi dari empat peran buruk Atalya yang dicatat
dalam Alkitab!
Ia (Yoram) hidup menurut kelakuan raja-raja Israel seperti yang dilakukan keluarga
Ahab, sebab yang menjadi istrinya adalah anak Ahab. Ia melakukan apa yang jahat
di mata TUHAN.
(2 Raja-raja 8:18 - TB)
Dari peran pertama ini, kita bisa crosscheck dan bertanya ke diri kita
masing-masing. Apakah sebagai istri atau calon istri kita:
Ahazia berumur empat puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun
lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Atalya, cucu Omri. Ia
pun hidup menurut kelakuan keluarga Ahab, karena ibunya menasihatinya untuk
melakukan yang jahat. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN sama
seperti keluarga Ahab, sebab sesudah ayahnya mati, mereka (keluarga Ahab)
menjadi penasihat-penasihatnya yang mencelakakannya.
(2 Tawarikh 22:2-4 - TB)
Yang lebih “aneh” lagi, usia Ahazia saat menjadi raja sudah 42 tahun.
Bukan usia yang muda, namun bisa dimaklumi jika dia memerlukan
penasihat (yah, kita tahu bahwa memimpin sebuah negara/kerajaan
pasti butuh nasihat yang bijak karena menyangkut kepentingan banyak
orang). But at least, seharusnya Ahazia paham kalau apa yang ibunya
lakukan itu salah. Tidak dijelaskan apakah kejahatan yang Ahazia
lakukan ini juga karena ayahnya yang melakukan hal yang sama; tapi
ada kemungkinan demikian. Jika tidak, kenapa Ahazia tidak menolak
usulan ibunya saat keluarga Ahab (yang notabene adalah musuh
kerajaan Israel waktu itu) menjadi penasihatnya?
Dear mommies and mommies soon to be, mati kita periska diri kita, apakah
kita:
***
Sebagai saluran berkat dan refleksi kasih Allah, mari kita menjadi
mata rantai yang meneruskan teladan Kristus dalam segala aspek dan
peran kita di dunia ini.
Nyanyian Pujian
Hana
NATALIA SETIADI
Yang satu adalah Hana sang nabiah lanjut usia di Injil Lukas (Lukas
2:36-38).
Hana yang ingin saya bahas adalah Hana, ibu dari nabi Samuel.
Pendeta J. Ichwan dalam khotbahnya di gereja saya Minggu lalu
membahas tentang pujian Hana, makanya saya jadi ingin menggali
lebih dalam di sini.
Seperti yang telah kita semua ketahui, Hidup Hana sangat menderita,
seperti kisah tokoh protagonis di sinetron atau drama Korea. Dia
dimadu, di-bully oleh istri muda suaminya yang bernama Penina,
karena Hana tidak bisa punya anak sedangkan Penina punya banyak
anak. Alkitab berkata, Elkana, suami Hana, mengasihi Hana. Jadi,
kemungkinan Elkana nikah lagi sama Penina bukan karena cinta, tapi
karena tekanan budaya Israel pada masa itu, yaitu harus memiliki
keturunan.
Seolah-olah punya anak itu semudah buang air besar. Padahal buang
air besar aja tidak bisa sesuka hati kita kan?
“Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan?
Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu daripada sepuluh
anak laki-laki?”
1 Samuel 1:8.
Waduh, tidak peka sekali Elkana ya... biarpun cinta, tapi Hana
memiliki perasaan ingin diakui dan diterima sebagai wanita. Pada
zaman Perjanjian Lama, istri sebaik apa pun kalua tidak punya anak
bisa-bisa dikira, “jangan2 ada dosa tuh” atau “mungkin ada sesuatu
yang membuat Tuhan menutup kandungannya”. Alkitab penuh
dengan banyak kisah perempuan yang mandul, yang pada akhirnya
bisa memiliki anak secara mukjizat, sebut saja Sara isteri Abraham,
Ribka isteri Ishak, perempuan kaya di zaman nabi Elisa.
Suatu ketika setelah Hana di-bully lagi sama Penina, Hana tidak mau
makan lagi, lalu kabur dari keluarganya yang sedang berkumpul
setelah ibadah. Hana lari ke depan pintu Kemah Pertemuan (atau Bait
Suci). Di situ Hana berdoa sampai nangis dan sampai bernazar segala
bahwa kalau sampai diberikan anak, Hana akan menyerahkan anak
itu buat jadi hamba Tuhan. Demikian Hana berdoa sambil nangis
berurai air mata. Saya menduga itu nangisnya walaupun tidak keluar
suara, cukup heboh dan mungkin sedikit mengarah ke arah histeris
dengan gaya yang menarik perhatian orang lain. Soalnya imam Eli
yang sudah tua dan matanya mungkin mulai rabun, yang sedang
duduk di pintu Bait Suci saja memperhatikan Hana sambil nge-judge,
bahwa Hana itu pasti perempuan mabok! Sedemikian intens-nya
kesan itu, sampai imam Eli menegur Hana, supaya bertobat dari
kebiasaan maboknya!
Ingat, bahwa imam Eli ini anak-anaknya yang pada dursila aja
tidak dia tegur? Mungkin Eli lebih gampang menegur jemaat, entah
bagaimana, yang jelas imam Eli sampai menegur Hana supaya
bertobat, saya yakin tangisan dan doa Hana bukan nangis dan doa
biasa.
Setelah Hana mencurahkan isi hatinya kepada Eli, lalu Eli mendoakan
Hana, dan Hana mendapatkan janji Tuhan bahwa dia akan dapat
anak. Wuah! Ini baru BIG NEWS!!
Bagi Hana, campur aduknya pastinya lebih ya, ada rasa lega, puas,
bangga, penuh syukur, sukacita, khawatir dan waswas yang normal
sekaligus yang “abnormal”, akibat ingat nazarnya dulu kepada Tuhan,
yaitu bahwa anak itu nanti harus diserahkan kepada Tuhan.
Baca deh kisah anak-anak imam Eli yang dursila di 1 Samuel 2:12-17
dan 1 Samuel 2:22-25.
Sebuah ketaatan pada Tuhan dan langkah iman yang luar biasa!
Saya yakin hati Hana juga sangat sedih dan pasti Hana selalu
memikirkan Samuel-nya itu. Hana sangat mengasihi dan mencintai
Samuel, terbukti dari setiap tahun Hana membuatkan jubah untuk
Samuel dan setiap tahun Hana menjenguk Samuel lalu memberikan
jubah yang dibuatnya itu (1 Samuel 2:19).
Hanya setahun sekali bertemu Samuel, tetapi Hana bisa tahu dengan
tepat ukuran jubah yang harus dibuat untuk Samuel.
Lalu bagaimana caranya supaya Samuel hidup tanpa luka hati karena
“dibuang” orangtuanya (walaupun diserahkan kepada Tuhan)? Anak
saya saja merasa sedih jika papanya sibuk sampe 2-3 hari tidak bisa
bertemu. Bagaimana dengan Samuel yang sejak balita diserahkan ke
orang lain? Pastinya ini bukan perkara yang kecil.
Setelah itu, tidak ada lagi cerita tentang Hana yang sedih.
Dimulai dengan
Sangat mengagumkan.
Semoga dengan kisah Hana ini, pembaca juga terinspirasi, untuk tetap
ingat memuji Tuhan baik di saat hidup sedang dalam keadaan baik
maupun dalam keadaan tidak baik karena kita mengingat kebaikan
Tuhan dan pemeliharaan Tuhan yang terus menerus tanpa henti, baik
di saat hidup kita baik maupun terlihat tidak baik.
Let Your Curse
be on Me
GRACE SURYANI HALIM
Tetapi ibunya berkata kepadanya: “Akulah yang menanggung kutuk itu, anakku;
dengarkan saja perkataanku, pergilah ambil kambing-kambing itu.”
Kejadian 27:13
So, ayat ini diambil ketika Ishak mau memberkati Esau lalu menyuruh
Esau membuat masakan daging kesukaannya. Lalu, terdengarlah oleh
Ribka dan Ribka buru-buru bilang sama Yakub supaya Yakub ‘pura-
pura’ jadi Esau. Nah, selama ini gue pikir Yakub sama dengan orang
yang engga sabar yang berusaha mengambil hak kesulungan dengan
caranya sendiri. Yakub berusaha menggenapi janji Tuhan pakai cara
dan kekuatannya sendiri. Tapi tuh kalo dibaca dengan teliti, ternyata
kejadiannya tuh kayak begini.
Nah, sebagai young mother, ayat itu nuancep banget ke gue, karena
sekarang tuh gue mengerti sedikit dari maksudnya si Ribka. Kalo
gue dapet nubuatan tentang anak gue, gue rasa, gue juga bakal mati-
matian berusaha untuk genapin tuh nubuatan. Dan sebagai seorang
ibu, mungkin gue bakal mikir kayak Ribka, “Udeh ntar biar gue yang
tanggung harganya. Dikutuk dikutuk dah, yang penting tuh anak gue
dapet noh berkatnye.”
Hati gue jadi gentar tuh. Gue doa, “Tuhan pleaseee tolonggg
jangan sampe gue bersikap seperti Ribka. Tolong jaga gue biar gue
engga berusaha untuk ‘membuat kutukan’ dan sok jadi pahlawan
menanggung kutukan tersebut. Kagak sanggup aye. Aduh Tuhan,
tolooonggg … engga sanggup jadi seorang ibu kalo engga Tuhan
tolong. Karena gue ngerti banget kenapa Ribka bersikap begitu dan
bukan engga mungkin suatu hari nanti gue begitu. Karena ituuu
tolonggg kalo mau kejadian tolong ingetin!”
Gue jadi diingetin sebagai ibu, gue harus ati-atiii banget. Jangan
sampe gue berusaha buat jadi ‘Tuhan’ buat anak gue. Jangan sampe
gue berusaha untuk menggenapi rencana Tuhan buat anak-anak gue
pake cara gue sendiri.
Hal kedua yang gue pelajari dari ayat itu adalah soal ketaatan. Sebagai
ibu baru, yah jujur aje guys, salah satu cita-cita gue adalah punya anak
yang nurut. Siapa coba ibu yang engga mau punya anak yang nurut?
Semua pasti mauu … dan gue sadar bahwa Tuhan tuh kasih otoritas
kepada orangtua atas diri anak-anaknya, so, gue tau gue berkewajiban
untuk mendidik anak-anak gue jadi anak yang nurut kepada Tuhan
dan kepada orangtua.
TAPIII … abis baca itu ayat, gue jadi sadar engga cukup didik anak
supaya nurut sama gue. Nih yah, itu ayat bahasa inggrisnya bunyinya
kayak begini:
But his mother said to him, “Let your curse be on me, my son; only obey my voice,
and go, get them for me.”
Dan Yakub anak yang taat engga ya? Taat loh, soalnya ayat berikutnya
berbunyi demikian,
“So he went and got them and took them to his mother.”
Jadi sehabis Ribka bilang, “Taati aku nak!,” Yakub taat. Dia turutin
tuh semua perintah mamanya. Dia ambil tuh kambing dan bawa ke
Ribka.
Di sini gue baru ngeh. Gak cukup gue didik anak gue taat sama gue.
Di atas itu gue kudu didik anak gue untuk TAAT sama Babe, biar
ketika mungkin suatu hari nanti gue meminta dia melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan Firma Tuhan, anak gue cukup punya
nyali untuk bilang, “Sorry mom, but I can’t obey you on this. Ini melanggar
Firman Tuhan, mom.”
Karena gue sadar gue tuh manusia biasa. Dan berlumuran dosa (ceila
hehehe), dan sekalipun gue berusaha untuk hidup dekat Tuhan dan
tahu bahwa gue dibenarkan oleh Kristus tetep saja sangat mungkin
ada kalanya gue jatuh. Sangat mungkin gue sesekali berdosa dan
mungkin tanpa gue sadari mau nyeret anak-anak gue ikut berdosa
juga (amit-amit … sekiranya mungkin jauhkanlah itu daripadaku), dan
ketika itu terjadi gue berharap anak-anak gue engga blindly obey me, tapi
berani untuk berdiri di atas Firman Tuhan dan meninggalkan their old
mom :p (dan, Be, tolong kalo sekiranya itu tadi toloonggg supaya gue
sadar dan sadar bahwa Tuhan itu sedang berbicara lewat anak-anak
gue, dan bukannya jadi bete).
By the way, kayaknya di artikel ini gue nulis banyak banget kata tolong
ya? Hehehe… Why? Yah karena jujur sejujur-jujurnya setelah 8 bulan
jadi ibu, rasanya banyak teori tentang parenting yang tadinya gue
pegang erat-erat hilang ditelan asap hahaha. Banyak cita-cita gue
tadinya mau begini mau begono jadi raib. Realitas ternyata kagak
segampang itu. Well, itu engga berarti terus I give up, but gue jadi sadar,
gue bener-bener teramat sangat banget-banget butuh yang namanya
God’s grace. Ya begitu deh, so bener-bener GOD HELP MEE! Hehehe.
Devotional
Pohon Ara dan
Salib Kristus
SARAH ELIANA
Aku ini bukan nabi dan aku tidak termasuk golongan nabi,
melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan.
Buah ara hutan yang disebutkan di sini adalah Sycamore, bukan buah
ara Ficus Carica. Di sini, kita melihat bahwa Amos merendahkan diri
dan berkata bahwa ia bukan nabi, bukan termasuk golongan yang
dihormati banyak orang. Ia seorang peternak, bahkan lebih rendah
dari seorang peternah, ia pemungut Sycamore. Di Israel jaman itu,
Sycamore hanya dimakan oleh orang - orang miskin atau bahkan jadi
makanan umpan babi peliharaan. Kita semua tau bahwa untuk
Bangsa Israel, babi termasuk binatang kotor dan haram. So, you see
... pohon ara alias Sycamore yang dipanjat Zakheus sebenernya adalah
pohon ara yang sangat inferior. Kebayang gak? Zakheus si orang
kaya ... si kepala pemungut cukai memanjat pohon yang buahnya jadi
makanan binatang haram. Perbuatan si Zakheus sebetulnya adalah
perbuatan yang sangat memalukan untuk orang Israel jaman itu.
Padahal buat apa dia panjat-panjat? Toh dia banyak uang ... kirim saja
salah satu budaknya untuk mengundang Yesus ke rumahnya, selesai
toh masalah? Sebegitu desperate-nya kah Zakheus sehingga ia rela
mengotorkan diri dan memanjat pohon yang inferior itu demi melihat
Yesus?
Oh ... that we all become like Zaccheus. You see, dengan memanjat pohon
sycamore itu, Zakheus merendahkan diri. Zakheus si kepala pemungut
cukai. Zakheus si orang kaya. Zakheus yang pasti punya banyak
pembantu dan budak untuk disuruh-suruh. Kenapa ia memanjat
pohon “najis” itu? Girls, lewat kisah Zakheus ini, semoga kita bisa
belajar bahwa untuk “melihat” Yesus, kita harus menyalibkan
kesombongan kita di salib Kristus. Tuhan mau merendahkan diri
serendah-rendahnya di hadapan salib Kristus dan meninggalkan
manusia lama kita untuk disalibkan.
“Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan,
supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita
menghambakan diri lagi kepada dosa.”
-Roma 6:6
Tuhan mau kita sadar bahwa kita beroleh keselamatan dengan gratis,
tapi itu tidak berarti bahwa keselamatan itu murahan! Ada harga yang
harus dibayar untuk beroleh keselamatan. Yang pertama, saat Yesus,
Raja segala raja itu merendahkan diri dan mati untuk kita di atas kayu
salib yang hina. Yang kedua, kita juga harus rela merendahkan diri
dan menyalibkan manusia lama kita supaya kita tidak lagi menjadi
hamba dosa.
Baru-baru ini, lebih dari 300 aktris, penulis skenario dan sutradara di
Hollywood ikut serta dalam gerakan Time’s Up. Kampanye ini adalah
usaha untuk memerangi pelecehan seksual yang kerap terjadi di dunia
kerja, terutama di dunia hiburan. Kemunculan Time’s Up dipicu oleh
dari beberapa aktris mengenai pelecehan seksual yang dilakukan oleh
produser film Harvey Weinstein.
***
Tapi sebelum kita membahas tiga peristiwa itu, ada baiknya kita bahas
dulu mengenai seks dan pelecehan seksual dalam perspektif Alkitab.
Allah menciptakan seks sebagai suatu hal yang baik, untuk tujuan
yang baik. Untuk itu, Allah memberikan rambu-rambu yang jelas,
yaitu pernikahan. Tidak berhenti sampai disitu, Allah juga mengatur
kehidupan seks di dalam pernikahan. Dalam Efesus 5:25 dan 28,
Ia menginginkan agar para suami mengasihi istrinya dan tidak
berlaku kasar, tentu saja termasuk dalam hal melakukan hubungan
seks. Sementara, bagi para istri, Allah menginginkan hubungan seks
dilakukan dalam penundukKan diri dan penghormatan kepada suami
(Efesus 5:22). Selain itu, prinsip lain yang Tuhan perintahkan adalah
agar seks di dalam pernikahan dilakukan atas dasar kerelaan, karena
tubuh para istri bukan lagi miliknya sendiri, melainkan milik suaminya,
dan demikian pula sebaliknya.
“Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh
belalang pindahan, belalang pelompat, belalang pelahap dan belalang pengerip,
tentara-Ku yang besar yang Kukirim ke antara kamu.” (Yoel 2:25)
Ayat ini biasanya dipakai dalam konteks keuangan, tapi Firman Tuhan
jelas: Yesus sanggup mengubah kondisi yang buruk menjadi baik.
Dia sanggup menyembuhkan luka hati arena pelecehan. Dia sanggup
membuang perasaan bersalah dan tidak berharga, menggantikannya
dengan perasaan dicintai yang melimpah. Dia sanggup memampukan
korban pelecehan mengampuni pelaku dengan kasih dari Allah. Dari
perspektif pelaku, pelaku memiliki jaminan pengampunan dosa di
dalam Yesus, karena bagaimanapun dosanya telah ditanggung di kayu
salib. Yesus juga sanggup mencabut akar dosa yang membuat dia
melakukan kejahatan, termasuk tidak memiliki pandangan yang benar
terhadap lawan jenis
God bless.
Spiritual Refreshment
LIA STOLTZFUS
Itu yang saya rasain, babak belur jatuh bangun kalo saya gak mulai
hari saya sama Tuhan.
Orang pikir saya punya disiplin rohani yang baik tapi mereka gak tau
betapa saya juga bergumul untuk punya kehidupan doa dan juga lively
personal devotions. Saya gak bergumul soal bangun pagi, I am a morning
person and early riser. Bangun di antara jam 4-5 pagi itu sudah jadi
kebiasaan buat saya sejak saya masih single. Tapi saya bergumul untuk:
gak buka facebook or blog or email sebelum saya buka Firman Tuhan,
bergumul untuk ‘kendaliin’ pikiran saya (baca: FOKUS) selama saya
baca Firman, bergumul buat gak ‘nyasar’ kemana-mana kalo lagi
ambil waktu buat ngerenungin Firman dan pikir gimana caranya
saya bisa apply Firman dalam hidup saya sehari-hari. Bergumul...
bergumul... bergumul, kadang menang, kadang juga gagal, tapi saya
gak mau nyerah. Yah, saya juga ngalamin waktu-waktu dimana saya
gak merasa haus dan lapar akan Tuhan. I don’t desire God anymore dan
saya tau kalo saya kaya gitu, artinya ‘alarm’ uda kelap-kelip, spirit saya
tentu saja super duper weak dan saya kudu buru-buru BERTOBAT!
Pada tahun 2013, saya banyak pengalaman pribadi yang indah sama
Tuhan tapi ada juga hal-hal yang saya GAK PUAS dalam hubungan
saya sama Dia. Saya tau banget hubungan saya sama Tuhan itu
SANGAT MEMPENGARUHI hubungan-hubungan lainnya, kalo
saya gak deket sama Tuhan yang paling bisa rasain efek negatifnya tuh
suami dan anak-anak saya. Begitu sebaliknya, kalo saya INTIM sama
Tuhan, mereka juga yang paling rasain ‘manis’-nya mama mereka
*hahaha, madu kaleee*
Semakin lama jadi mama, semakin saya sadar kalo saya bener-bener
butuh kekuatan dan hikmat dari Tuhan buat jalanin fungsi saya.
KEKUATAN dan HIKMAT Tuhan itu kita dapatkan lewat Firman
Tuhan. Baca Alkitab doang gak cukup, kudu ngerenungin, bahkan
juga kalo bisa hafalin, perkatakan dan juga tentunya praktekkan
Firman Tuhan tersebut. Bagian kita adalah baca... baca... baca...,
renungin dan praktekkin. YES, sebisa mungkin kita kudu ‘store’ Firman
Tuhan di dalam hati kita, nanti Roh Kudus yang memberikan rhema.
Rhema adalah FIRMAN yang ‘dihidupkan’ Roh Kudus sesuai dengan
SITUASI yang kita hadapi untuk menjawab ‘KEBUTUHAN’ kita.
So inilah yang saya lagi berusaha untuk terus bangun secara konsisten:
Saat teduh pagi secara pribadi (doa dan baca Firman) jadi hal yang
diprioritaskan sebelom lakuin yang laen.
6. Pray anytime
Anytime means anytime. When folding the laundry or washing the dishes, we can
pray for people who come into our mind or kadang bisa juga pelan-pelan
berbahasa roh membangun iman kita. Kita juga bias berdoa pas
malem-malem susah tidur, kebangun tanpa alasan ato juga waktu
menyusui anak. Selain itu, ambil waktu buat mendoakan orang lain
waktu doa ngucap syukur buat makanan. Babe mertua saya kalo
mimpin doa buat ngucap syukur pas meal time selalu ambil waktu buat
doain orang lain juga (buat mereka yang sakit/ngalamin kesusahan/
ada pergumulan khusus) gak heran anaknya (baca: suami saya) juga
kayak gitu ;p Yah, hal ini jadi momen yang bagus buat bikin sekeluarga
juga jadi doain orang lain.
Kayak gini gampangnya, ada seorang yang ngatain kalo aku bodoh.
Trus aku jadi down dan kesal, wajar lah ya, sapa yang terima dikatain
gitu waktu ngerasa dah doing my best. Oke, itu wajar... awal-awal juga
aku pasti ngerasa down bin kesal. Tapi yang aku gak habis pikir,
setelah gitu, ngapain sepanjang hari aku bilang BERULANG KALI,
”Iya, emang aku ni bodoh.” Buat apaaaa???? Yang denger aja ikutan
kesal. Trus yang ngucapin tuh jadi tambah nelongso, apa gak jatuh-
jatuhnya jadi mengasihani diri sendiri?
I KNOW MYSELF.
Gak peduli apa pun yang dikatakan orang, apa yang paling penting
adalah apa yang aku pikirkan sendiri.
TAPIIIIIII..................
Kami mahal, karena kami gak bisa ditebus dengan emas perak atau
duit ato barang yang fana lainnya.
Kami mahal…
kami berharga, karena kami ditebus dengan darah yang mahal, darah
Kristus.
“Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini
mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu,
dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.” -Yesaya 43:4
“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu
yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan
barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan
dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti
darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” -1 Petrus
1:18-19
See?
Dalam sebuah sesi Kelompok Besar di Kelas Berakar yang aku ikuti
(materinya tentang Jalan Keselamatan waktu itu), fasilitatornya
mengacungkan tinggi-tinggi dua batang coklat Silver Queen,wahhh...
kami semua yang melihat langsung bermata coklat (kalau liat duit
katanya bermata hijau,berhubung ini coklat jadi bermata coklat deh
:p).
Fasilitator tersenyum penuh arti melihat tingkah kami. Nah lo, ucapku
dalam hati, bentar lagi kita disuruh ngapain nih buat dapat tu coklat.
Biasanya kan gitu ya, kalo kita ditawarin apa gitu ujung-ujungnya
ternyata syarat dan ketentuan berlaku. Paling bete sama promo ginian
di KFC, berasa ditipu, hahahaha.
Lalu fasilitator bilang gini, “Siapa yang mau, silahkan maju dan ambil
coklat ini”. Kali ini tangannya yang memegang coklat itu diturunkan
dan diarahkan ke kami.
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
-Yohanes 3:16
Kemudian fasilitator menjelaskan, kalau coklat itu seperti keselamatan
yang diberikan Allah melalui Kristus. Saat kita percaya dan
menerima Kristus, maka kita menerima keselamatan tersebut. Coklat
(keselamatan) tadi ditawarkan kepada semua orang, tapi yang mau
bertindak dan maju saja yang akan menerimanya. Butuh langkah
iman untuk mempercayai. Dan kita bertindak untuk menunjukkan
kepercayaan kita. Mereka yang maju tadi adalah yang percaya
dan mau bertindak. Allah mau kita semua menerima keselamatan
dan beroleh hidup yang kekal, tapi apakah kita mau percaya
dan menerimanya? Itu tergantung kita. Seringkali kita ragu dan
mencurigai kebaikan-Nya. Pikir kita, masa sih kita hanya harus maju
dan menerima? Beneran nih gak perlu syarat pake puasa, atau berbuat
baik ke sesama, atau melakukan ini itu? Kita susah mempercayai Dia.
Dan ini lah yang jadi masalah. Menerima keselamatan membutuhkan
kepercayaan kita untuk menerima dan maju.
Satu lagi yang dikatakan fasilitator itu yang aku ingat sampai sekarang.
Coklat (keselamatan) itu diinginkan semua orang karena enak dan
sepertinya gratis, tapi itu tidak gratis. Kita sering lupa kalau coklat
(keselamatan) bisa kita terima karena sudah ada yang membayarnya
terlebih dahulu. Lunas. Ini gak gratis. Kristus sudah membayar
lunas keselamatan kita di kayu salib. Susah dipercaya memang, ada
seorang fasilitator (Kristus) mau memberikan coklat (keselamatan)
yang berharga itu dengan menanggung rugi, karena harus
membayarkannya supaya kita bisa menerima. Tapi bukankah bagian
kita adalah percaya? :-) Keselamatan tidak cuma-cuma, keselamatan
itu mahal. Kita tidak mampu membayarnya dengan apapun. Bahkan
dengan semua perbuatan baik dan amal kita. Puji Tuhan, ada Kristus
yang karena begitu besar kasihNya kepada kita bersedia menanggung
rugi dan berkorban sehingga kita menerima keselamatan itu. Bagian
kita adalah menerima kasihNya yang begitu besar itu. Maukah kamu
menerimanya.
Masih mau membaca lebih banyak artikel lainnya?
Bisa kalian temukan di
www.majalahpearl.com