Anda di halaman 1dari 3

Asyiknya LDR dengan Tuhan

Bagi kawula muda istilah LDR tentunya tidak asing. Mengapa? Karena Sebagian dari mereka
adalah pelakunya.

Ketika seseorang pergi meninggalkan kedua orangtuanya di kampung halamannya untuk


bersekolah atau menempuh pendidikan tinggi di luar kota, maka acap kali dirinya akan merasakan rindu
atau pengen bertemu dengan mereka yang ditinggalkan. Munculnya rasa rindu itu, sebenaranya karena
otak sedang mengalami adaptasi, di mana yang biasanya mereka saling tatap, kini tidak dapat lagi. Yang
biasanya saling sentuh atau pukul, kini tidak dapat lagi.

Era sebelum ada internet dan telepon genggam (hp), mereka yang berjauhan tinggallnya (antar
kota maupun pulau) akan menggunakan jasa pos untuk mengirimkan surat yang berisi kabar dan
beberapa informasi penting. Dalam masa sekarang, didukung dengan kemajuan teknologi yakni internet
dan media sosial, membuat seseorang dapat melepas rindu dengan adanya kemunikasi jarak jauh (baik
melalui video call maupun pangggilan telepon). Namun, kalaulah pada saat ini tidak ada internet,
bagaimana kira-kira car akita untuk melepas rindu?

Yaa.. salah satu caranya ialah dengan bernyanyi, khususnya menyanyikan lagu-lagu sendu. Seolah-olah
alunan lagu yang dinyanyikan olehnya itu dapat disampaikan oleh angin kepada mereka yang dituju.

Bagaimana dengan Tuhan

Setuju atau tidak, kebenarannya membuktikan bahwa kita ini belum mengenal Tuhan. Kalau kita
sudah mengenal Tuhan, maka tidak perlu ada agama. Bahkan tentunya Alam-pun akan tetap asri dan
lestari.

Tetapi bagaimana fakta dan datanya? (silahkan kawan-kawan komen dalam kolom komentar)

Kita yang sudah beridentitaskan agama ini atau itu menjadi seolah-olah subjek yang memiliki kabar asyik
dengan Tuhan. Bahkan tidak heran dalam setiap komunikasi kita dengan Tuhan, kita justru
menempatkan diri kita paling cakep dan mantap. Sehingga muncullah pertanyaan dan pernyataan
bahwa: “saya rajin kok beribadah dan berdoa, tetapi kenapa saya masih miskin? Mengapa saya selalu
ditimpa masalah? dll”. Pada akhirnya tidak jarang dari kita yang menghujat atau bahkan mengumpat
Tuhan, mengatakan bahwa Dia begini, begitu, dll.

Namun pernahkah kita menghujat dan mengumpat kepada mereka yang berkhotbah di dalam rumah
ibadah? hehehe

Kira-kira bagaimana yaa suasana dan kondisinya? (silahkan tuliskan pada kolom komentar).

Kita sadar, bahwa ternyata sejak kecil kita adalah sosok yang di doktrin terus menerus oleh
orangtua kita untuk mengikuti ajaran Tuhan yang mereka anut. Atau dengan kata lain, kita justru
diperkenalkan dengan Tuhan, bagaimana Tuhan itu, siapa Tuhan itu, dll. Alhasil pada saat anak itu
beranjak remaja dan dewasa, maka ajaran-ajaran itu terpatri dalam memori dan neurotransmitter,
sehingga mereka juga akan melakukan hal yang sama pada generasi berikutnya.
Dengan demikian, kita yang sekarang sebagai subjek yang diperkenalkan dengan Tuhan
pernahkah kita merasa rindu kepada Tuhan? atau bahkan kita merasa bertanya-tanya bagaimana sih
Tuhan itu? kok Dia tidak langsung marah yaa bila ada yang melakukan perbuatan jahat? Dll.

Kawan-kawan bila pertanyaan itu muncul, maka hal itu adalah wajar. Mengapa? Karena kita bergelut
dalam zona nyaman manusia yang selalu mau bertemu, melepas rindu, merasakan sentuhan, dll.

Tetapi Tuhan yang diperkenalkan kepada kita bahkan belum pernah kita lihat, atau duduk bersama
sembari makan, minum atau bahkan nongkrong bersama: tertawa bersama, ngegibah, dll. Namun, kita
selalu dituntut untuk selalu menjalin komunikasi dengan Dia dan melakukan apa yang dikehendaki oleh
Tuhan, seperti memberi tumpangan kepada mereka yang tidak memiliki hunian, memberi makan dan
minum kepada mereka yang kelaparan dan kehausan, dll.

Lalu karena kita belum bisa melihat Tuhan atau nongkrong bareng denganNya, apakah melakukan yang
dituntut di atas adalah suatu perihal kebodohan? Atau Kesia-siaan??

TIDAK, kawan-kawan! Hal itu tidak benar!

LDR dengan Tuhan

Memang pada awalnya kita adalah subjek yang diperkenalkan dengan Tuhan. Tetapi seiring dengan
pertambahan usia dan perkembangan pola pikir,maka sekarang adalah waktunya kita mengenal Tuhan
bahkan untuk mencoba merasakan asyiknya LDR dengan Tuhan.

Kawan-kawan semua tentu pernah memiliki pacar, sahabat atau seseorang yang disayangi dan cintai,
yang jauh dari kita sekarang. Maka salah satu tindakan yang kita lakukan dikala rindu adalah melakukan
panggilan telepon, chatingan, bahkan melakukan panggilan video. Sehingga melalui tindakan itu, rasa
rindu itu seolah-olah terobati. Namun apa jadinya bila kita tidak menghubungi mereka dalam satu hari,
minggu, bulan atau tahun? Tentu mereka akan mencoba mencari diri kita. bahkan tidak heran juga ada
yang marah-marah. Yang lebih parahnya lagi, mereka yang pacaran dalam keadaan LDR acap kali mudah
putus.

Pertanyaanya mengapa sampai putus? Yaa… karena otak mereka amat terbiasa dengan pola yang lama.
Ketika memasuki pola baru, maka akan mengalami guncangan yang mengakibatkan adanya benturan
frekuensi gelombang sehingga muncullah pertimbangan-pertimbangan yang seolah-olah itu adalah
pilihan yang mantap. Padahal sejatinya itu terjadi karena adanya getaran pada pola, membuat pola itu
samar-samar. Tetapi bentuknya masih yang lama, teratur dan terstruktur sehingga muncullah aliran
listrik pada neurotransmitter untuk dikonfirmasikan pada sel-sel otak kita yakni harus memasuki pola
baru. Padahal itu adalah sebuah ritme kerja otak atau tipuan saraf.

Lalu bagaimana dengan hubungan kita dengan Tuhan?

Awalnya kita tidak kenal Tuhan. Setelah diperkenalkan baru kita kenal dan tahu. Tetapi itupun belum
sepenuhnya kenal dan tahu. Mengapa? Karena kita mungkin belum bertanya, mencari dan menemukan.

Memang Kita juga belum pernah ngopi bareng dengan Tuhan. Namun, ketika kita tidak mengabari
Tuhan satu hari, Apakah Dia akan mencari kita? apakah Dia akan marah? Atau bahkan Dia akan
memutuskan hubunganNya dengan kita?
Hubungan kita dengan Tuhan melampaui semua itu. Bila bagi manusia LDR itu adalah hubungan jarak
jauh, tetapi LDR itu bagi Tuhan adalah hubungan jarak dekat bahkan intim.

Tuhan selalu ada dan akan selalu ada untuk kita. Tidak peduli kita tengah senang, sedih atau
dikecewakan. Tuhan selalu memperhatikan kita dengan ramah. Tuhan juga selalu berkontribusi
bilamana kita menginginkannya.

Sejatinya Tuhan selalu mengabari kita dan tidak pernah memutuskan hubunganNya dengan kita. Ketika
kita bernafas dan menghirup oksigen itu adalah bentuk sapaan kabar dari Tuhan untuk kita. Ketika kita
menangis karena beratnya pergumulan hidup yang kita pikul, Tuhan juga kasih kabar kepada kita, bahwa
adalah perlu istrahat sejenak, menenangkan diri. Bahkan ketika oranglain tidak menganggap kita sebagai
manusia adanya atau justru mencampakkan kita, Tuhan juga mengabarkan kepada kita bahwa manusia
adalah ciptaan. Tidak layak sesama manusia bergantung kepada manusia. Untuk itu, Tuhan mau rangkul
kita dengan melihat diri kita dan mengoptimalkan apa yang kita punya, tidak pernah berhenti sampai
kita benar-benar mengupayakan titik nadir penghabisan kita.

Nahh kawan-kawan,

Bila engkau rindu kepada Tuhan cobalah hirup udara secara benar dan perlahan. Bila engkau ingin
melihat wajah Tuhan berilah bantuan kepada mereka yang membutuhkan, hiburlah mereka yang sedih
dan terluka hatinya, doakan dia yang patah semangat, dan ajarlah mereka yang tidak tahu. Dan terakhir
bila engkau ingin nongkrong bersama Tuhan, ajaklah mereka yang tidak seidentitas agamanya
denganmu, tanyakan apa makanannya maka ia akan menanyakan minumanmu, bila saat itu kamu
sedang menyaksikan seseorang yang berdiri dipojokan, jangan sungkan untuk mengajaknya bergabung,
dan temanmu akan menyuguhkan makanan lagi minuman kepadanya.

Anda mungkin juga menyukai