Mungkin ini sedikit lebih lebay, namun sungguh berpengaruh. Ketika kita tak dapat memahami
pemikiran orang lain dan hanya mementingkan ego pribadi kita, pasti akan membawa dampak yang buruk
bagi diri kita dan orang lain. Lalu apakah yang harus diperbuat? Saya sendiri tidak menjawab hal ini.
Nyatanya terkadang kita tak bisa mengelak ego yang terlalu besar, dan mungkin lebih dari itu. Sengaja
maupun tak sengaja, itu telah membuat citra diri kita telah rusak dimata orang-orang, terutama orang
terdekat kita seperti keluarga, saudara dan sahabat. Keegoisan itu berawal dari emosi yang terkendali oleh
karena teguran yang membuat kita tersinggung seakan menunjukkan bahwa diri kitalah yang benar dan
merekalah yang salah. Kebaikan dan keburukan yang diterima, sulit untuk ditelaah dengan baik akibat dari
keeogisan yang dicampur aduk dengan emosi atau amarah yang meluap-meluap. “Lawan terkuatmu ialah
Dirimu sendiri”, itulah pepatah orang tua dulu tentang apa yang harus kita lihat dalam diri kita tentang
siapakah kita ini sebenarnya. Seorang teolog ternama bernama Ps. Dr. Erastus Sabdono mengatakan
bahwa untuk mengalah monster dalam diri kita, maka membiarkan dia bangkit dan menghancurkannya
saat itu juga agar dapat terkikis secara perlahan. Ini memberikan kita pelajaran, ketika emosi atau rasa ego
itu keluar maka segera dikendalikan atau dihancurkan. Pada saat kita menerima sindiran, celaan dan
teguran, disitulah kita menguji kepekaan kita untuk mengendalikan diri kita sepenuhnya.