Anda di halaman 1dari 5

11 Manfaat Sifat Egois Positif

Terkendali, Kebaikan Yang Egois Hanya


Memberi Tak Harap Kembali
BYANONIMONSEPTEMBER 7, 2017 •( 1 KOMENTAR )

Sifat egois itu baik, tidak ada satupun sifat manusia di dunia ini yang buruk adanya. Semua
ekspresi pada dasarnya bermanfaat untuk menyeimbangkan ekspresi yang lain. Demikian juga
dengan ego adalah sifat yang baik tetapi tidak elegan rasanya jika sifat yang satu ini dibiarkan
menguasai hidup ini sendiri melainkan ada baiknya jika memeliharanya bersamaan dengan sifat
yang mau bergaul dan berbaur dengan sesama dan lingkungan sekitar. Untuk menyeimbangkan
kedua hal inilah butuh yang namanya pengalaman.
Egois menurut wikipedia adalah motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan
yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan
serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap
sebagai teman dekat. Sedangkan menurut KBBI Offline, ini adalah (1) orang yang selalu
mementingkan diri sendiri; (2) penganut teori egoisme. Sedangkan menurut kami sendiri, ini
adalah sifat yang mampu menempatkan diri sendiri sebagai pusat dari segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh diri sendiri. Diri sendiri adalah pusat kehidupan kita, baik buruknya sikap anda
ditentukan oleh diri sendiri, bahagianya kita mampu dihasilkan oleh diri sendiri dan pada
dasarnya segala sesuatu yang dibutuhkan dapat dihasilkan oleh diri sendiri.

Kejadian 2:18 TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku
akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”
Bila kembali lagi pada awal masa penciptaan, kita akan mengetahui dengan jelas pendapat Tuhan
tentang keberadaan manusia yang individualis, ketika Ia mengatakan bahwa: “Tidak baik,
manusia itu seorang diri saja.” Ini adalah pernyataan pertama Tuhan tentang ego yang ada
dalam diri manusia itu sendiri. Jadi jelas saja bahwa Tuhan tidak hanya menciptakan kita sebagai
pribadi/ individu yang memiliki ego melainkan juga menciptakan kita sebagai suatu makhluk
yang hidup secara sosial dengan manusia lainnya dan juga lingkungan sekitar.

Manfaat sifat individualis yang terkendali


Walau kita terpanggil untuk bersosial, bukan berarti meninggalkan sifat individualis yang ada
dalam diri masing-masing melainkan mampu menempatkan ego pada waktu dan situasi yang
tepat. Sebab ego yang kita miliki justru bermanfaat dalam beberapa hal seperti kami sampaikan
pada paragraf berikutnya. Oleh karena itu, mulailah belajar, melatih diri dan menambah
pengalaman agar mampu melampiaskannya pada hal-hal yang positif dan menghindari tebasan
yang berujung pada sisi negatif.

1. Memperteguh kebaikan kita untuk “hanya memberi tak harap kembali.”

Bila anda mampu mengekspresikan kebaikan yang egois niscaya setiap hal yang dieskpresikan
keluar begitu saja tanpa mengharapkan dan tanpa menantikan “entah sikawan membalasnya,
entah dia memperhatikannya, entah dia mempedulikannya dan lainnya.” Kasih semacam ini
sangat langka jaman sekarang sebab beberapa orang berbuat baik tetapi menambahkannya dalam
daftar utang bahkan menambahkan bunganya pula.

Mereka tidak peduli jika kebaikannya dibalas dengan pengabaian, tidak peduli jika kebaikannya
dibalas dengan ejekan/ sindiran, tidak peduli jika kebaikannya dibalas dengan penghinaan, tidak
peduli jika kebaikannya dibalas dengan kebencian; mereka akan tetap dan terus berbuat baik
hingga akhir hayatnya.

Ini adalah manfaat tertinggi dari sifat ego di dalam diri manusia. Sebab alasan seseorang
melakukan kebaikan telah teruji, dimurnikan dan dibersihkan dari segala niat yang tidak baik
alias tidak tulus. Melainkan seseorang berbuat baik dengan tujuan-tujuan untuk diri sendiri,
seperti:

o Saya berbuat baik karena Tuhan telah lebih dahulu berbuat baik kepada saya.
o Kami berbuat baik kepada orang lain untuk menyatakan kasih Allah kepada dunia.
o Karena setiap kebaikan yang saya lakukan, ditujukan kepada Tuhan sendiri.
o Kami sudah dibahagiakan Tuhan dan kamipun ingin orang lain merasakan hal yang sama.
o Saya sudah di sejahterakan Tuhan dan sayapun hendak membuat orang lain mengalami hal yang
sama.
o Kami berbaik hati agar kelak (di masa depan) Tuhan berkenan untuk bermurah hati bila kami
mengalami kesulitan.
o Pilihlah alasan-alasan dengan sudut pandang yang bersifat Alkitabiah karena hal-hal demikian
selalu berada dalam lingkaran persepsi positif.
2. Mampu bahagia sendiri.

Ini adalah salah satu manfaat terbaik dari sikap dengan ego tinggi yang terkendali. Mereka
adalah orang-orang yang mampu menemukan rasa senang sekalipun hanya seorang diri saja.
Orang seperti ini tidak butuh pujian, tidak butuh penghargaan, tidak butuh penghormatan, tidak
butuh popularitas, tidak butuh materi yang berlebihan untuk menjadi pribadi yang berbahagia.
Melainkan mereka mampu menciptakan rasa itu sekalipun tidak ada siapa-siapa disekitarnya.
Simak teman, Bagaimana rasanya kebahagiaan itu?

Kemampuan semacam ini barulah anda peroleh jikalau menemukan Tuhan yang benar. Allah
yang mengasihi manusia bukan dari tampangnya yang bagus, bukan dari bakatnya yang banyak,
bukan dari jabatannya yang tinggi dan bukan pula dari hartanya yang banyak. Melainkan Allah
kita mengasihi setiap orang apa adanya dan kemurahan hatinya berlaku bagi segala umat. Jika
anda selalu terhubung dengan Allah niscaya rasa bahagia itu selalu ada di dalam hati sekalipun
sedang sendiri bahkan sekalipun suasana di luar diri sedang kacau balau. Saksikan teman, Cara
sederhana selalu bahagia.

Ada banyak cara untuk selalu terhubung dengan Tuhan, salah satunya hidup menurut perintah
dan larangan-Nya. Dimana yang terbaik adalah saat pikiran sebagai pusat kehidupan manusia
selalu terhubung dengan Sang Khalik dalam doa, firman dan nyanyian pujian untuk kemuliaan
nama-Nya.

Untuk menepis egoisme yang berlebihan maka jangan hanya peduli dengan kebahagiaan
sendiri melainkan bahagiakanlah juga orang lain yang ada disekitarmu lewat perkataan
(ramah tamah), sikap (potensi, talenta) dan sumber daya yang dimiliki.

3. Mampu mandiri.

Kemandiriaan adalah suatu kesan dimana anda mampu mengurus segala sesuatu seorang diri
tanpa harus menunggu keputusan dan campur tangan orang lain. Pelajaran tentang kemandirian
dilatih terus-menerus. Ini dimulai sejak masih anak kecil yang diawali dari hal yang kecil-kecil
terlebih dahulu. Seperti bisa mengurus diri sendiri (mandi, berpakaian, makan, minum dan
lainnya bisa sendiri), mengurus kamar sendiri, mengurus rumah hingga mengurus keungan
sendiri bahkan mengurus orang lain juga (menikah dan mampu membiayai kehidupan keluarga).

Tetap saja berhati-hatilah dalam sifat ini sebab mandiri yang kebablasan tidak diperlukan.
Misalnya, saat anda ditempatkan untuk bekerja dalam tim, sudah otomatis anda mengutamakan
kepentingan tim di atas kepentingan pribadi dan bukan malah sebaliknya.
Untuk menepis kemandirian yang berlebihan berbaurlah dengan orang lain, pedulilah
dengan masalah mereka dan bantulah orang lain untuk mandiri seperti anda.

4. Tidak candu terhadap hal-hal duniawi (materi dan gemerlapan duniawi) apapun.

Berhati-hatilah dengan ketergantungan anda di dunia ini. Apa yang membuat anda candu
beresiko tinggi menimbulkan kekecewaan hingga memancing rasa sakit di dalam hati. Oleh
karena itu, kenali apa-apa saja yang membuat anda candu. Biasanya saat ketergantungan dengan
suatu hal, pas berhenti langsung menimbulkan rasa sakit. Misalnya, saat kemana-mana biasanya
naik sepeda motor tetapi kali ini anda harus jalan kaki: terpaksa anda melakukannya dengan
penuh rasa kesal di hati. Contoh lainnya, biasanya anda mengkonsumsi lauk dari ikan basah
tetapi untuk kali ini hanya ikan asin yang ada: terpaksa anda menghabiskannya juga walau
dengan sedikit sungut-sungut.

Pada dasarnya hal-hal yang sudah terbiasa menyebabkan rasa sakit ketika itu berhenti sama-
sekali. Satu-satunya cara untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan menikmati hidup
secara fluktuatif dimana kadang enak, kadang tawar, kadang mahal, kadang murahan dan
lain sebagainya. Ingatlah bahwa sekalipun cara kita menikmati hidup sifatnya fluktuatif tetapi
tetaplah konsisten dalam bersikap (berkata-kata dan berperilaku).

5. Si egois yang mampu menunggu dengan sabar.

Hidup ini penuh dengan proses menunggu. Kita terkadang tidak menyadarinya tetapi semuanya
ini berlangsung hampir dalam seluruh lini kehidupan. Itulah mengapa dikatakan bahwa
“kesabaran adalah atmosfer kehidupan manusia.” Tidak hanya saat menunggu antrian di loket
tertentu, ini juga bisa anda temukan saat menantikan panggilan surat lamaran kerja yang telah
dikirimkan ke instansi tertentu.

Mereka yang egonya tinggi mampu menunggu berlama-lama sambil memfokuskan pikiran pada
hal-hal yang positif. Entah itu pada pekerjaan yang sebelumnya dilakukan, bisa juga dengan
membahas-bahas pelajaran tertentu dan alternatif terbaik adalah dengan cara senantiasa fokus
kepada Tuhan sembari memuji dan memuliakan nama-Nya yang kudus.

Untuk menepis ego yang berlebihan saat menunggu, tidak ada salahnya jika anda
bercengkrama dengan orang yang anda kenal disana atau bisa juga dengan menyibukkan diri
dengan hal-hal positif yang ada disekitarmu.

6. Si egois dengan semangat kerja yang tidak mudah menyerah.

Kawan yang satu ini, egonya jelas tinggi. Sebab ia bekerja dan belajar sendiri-sendiri sampai
mencapai hasil yang maksimal. Semangat untuk bekerja luar biasa semata-mata bertujuan untuk
menggapai apa yang dicita-citakannya. Ia juga melakukannya demi menghidupi keluarga yang
dicintainya. Perjuangan yang penuh integritas, disiplin, tekun dan tidak kenal lelah sebab ia
melakukan hal-hal yang baik dan mendatangkan manfaat bagi sesama.

Untuk menyeimbangkan ego kerja yang tinggi sebaiknya bekerjalah dalam tim dan utamakan
kepentingan team di atas kepentingan pribadi.

7. Egois menghargai orang.


Sifat yang selalu menghargai siapapun sekalipun dirinya tidak pernah dihargai. Ini adalah sikap
yang tidak menuntut untuk dihargai tetapi selalu mengambil kesempatan untuk menghargai.
(Baca lagi poin satu).

8. Egois menghormati sesama.

Mereka yang selalu bisa menghormati siapapun sekalipun dirinya tidak pernah dihormati. Ini
adalah sikap yang tidak menuntut untuk dihormati tetapi selalu mengambil peran untuk
menghormati. (Baca lagi poin ke satu).

9. Egois memuji orang lain.

Orang yang memuji sesamanya pada waktu yang tepat sekalipun dirinya tidak pernah dipuji.
Merupakan sikap yang tidak menuntut untuk dipuji oleh sesamanya tetapi dengan ikhlas memuji
keunggulan orang lain. (Baca lagi poin ke satu).

10. Egois memperhatikan sesama.

Sifat yang peduli sebisanya kepada orang lain sekalipun dirinya tidak pernah sedikitpun
dipedukan orang. Ini merupakan sifat yang tidak mengharuskan dan menuntut untuk diperhatikan
orang lain tetapi memberi perhatian pada waktu yang tepat kepada sesama semampunya. (Baca
lagi poin ke satu).

11. Sikap egois terhadap ujian sosial.

Mereka yang merelakan diri untuk diuji oleh orang lain dan lingkungan sekitarnya tanpa peduli
siapa-siapa saja (nama, status, asal, latar belakang, alasan dan lain-lain) yang mengujinya.
Menjalani semuanya itu dengan penuh kesabaran, tetap tenang, diterima apa adanya dan selalu
santai. Sekalipun berulang-ulang kali dicobai, tidak ada satupun dendam di dalam hati kepada
orang lain seputar kejadian tersebut. Sebab mereka memandang semuanya itu sebagai bagian
dari pembentukan kepribadian menjadi lebih kuat dan bijak yang merupakan bagian dari rencana
Tuhan sendiri.

Apapun sikap egois yang anda miliki saat ini, selalu pastikan bahwa semuanya itu berada di jalur
yang benar. Jangan biarkan keegoisanmu menggiring anda untuk menyakiti orang lain tetapi
biarlah mereka menyakitimu untuk membentuk anda menjadi orang yang lebih baik, lebih kuat,
lebih tangguh dan lebih bijak hari lepas hari. Egoisme yang positif menempatkan anda sebagai
pusat dari semua yang dibutuhkan, dimana semuanya itu sudah terpenuhi, baik kebutuhan
jasmani (materi), mental (kebahagiaan dan ketenteraman hati) dan sosial (bergaul karib dengan
Allah – fokus Tuhan). Tetapi tetap mampu mengimbangi sikap ini dengan memberi kesempatan
untuk bercengkrama dengan sesama diwaktu-waktu tertentu.

Anda mungkin juga menyukai