TIM WIDYAISWARA
1
SELISIH HASIL USAHA (SHU)
Tim Widyaiswara BP3W
didalam koperasi disebut dengan Sisa Hasil Usaha (SHU). SHU ini setelah dikurangi
dengan biaya-biaya tertentu akan dibagikan kepada para anggota sesuai dengan
disebutkan bahwa Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi merupakan pendapatan koperasi
yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan
kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Sisa Hasil
dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi,
serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari
koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota (pasal 45 ayat (2). Pada ayat ke
2
(3) disebutkan bahwa besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat
Anggota.
Secara teoritis atau keilmuan baik di Indonesia maupun dibelahan dunia lain
pada perusahaan koperasi tidak terdapat istilah Sisa Hasil Usaha (SHU), yang ada
istilahnya yaitu Surplus, istilah ini mengikuti kecenderungan dari berbagai lembaga
Organization (ILO) dan lain-lain yang menggunakan istilah Surplus untuk kelebihan
defisit. Terminologi surplus dan defisit lebih sesuai digunakan di dalam koperasi dari
pada terminologi laba/rugi, karena koperasi tidak berorientasi kepada laba. Istilah
bahwa tujuan koperasi adalah untuk mempromosikan anggota dan karena itu Roy
(1981) menyatakan koperasi bekerja atas dasar operasional at cost (bekerja pada
tingkat biaya). Walaupun secara teoritis bahwa istilah SHU tidak ada, tetapi didalam
kelebihan antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh koperasi disebut
dengan Sisa Hasil Usaha (SHU), maka dalam pengertian ini yang kita pakai adalah
yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yaitu dengan sebutan
3
II. SURPLUS KOPERASI
partisipasi neto anggota untuk menutupi biaya-biaya riil overhead pelayanan dan
sesuatu transaksi keuangan dan karena itu perhitungan surplus harus ditelusuri dari
kebutuhan proses pada rumah tangga anggota, sebanyak Q unit sesuai dengan
program Kerjanya. Harga beli input sebesar Rp 1.000, dan kopersasi mengambil
marjin harga sebesar Rp 100 Per unit. Sehingga anggota harus membayar harga
input kepada koperasi sebesar Rp 1.100 per unit. Berdasarkan contoh tersebut, maka
dan organisasi koperasi. Katakanlah, pada periode tutup buku tercatat biaya riil
untuk overhead pelayanan sebesar Q(Rp 60) dan biaya organisasi sebesar Q(Rp 15).
4
Karena pendapatan sebesar Q(Rp 15) disebut sebagai sisa partisipasi anggota.
Sisa partisipasi anggota sebesar Q (Rp 15) disebut sebagai surplus koperasi
(di Indonesia digunakan istilah Sisa Hasil Usaha), bilamana kegiatan koperasi hanya
melayani anggota saja. Hal ini perlu ditegaskan, mengingat didalam praktek banyak
koperasi terhadap bukan anggota merupakan bisnis murni, karena koperasi tidak
terikat oleh tugas mempromosikan bukan anggota. Karena sifatnya bisnis murni,
laba/rugi.
Karena disebut sebagai sisa partisipasi anggota, maka nilai surplus sebesar
Q(Rp 15) dikembalikan kepada anggota yang berhak. Prinsip koperasi yang universal
menyebutkan bahwa surplus koperasi (sisa hasil usaha) dibagikan kepada anggota
menurut jasa masing-masing anggota. Jasa anggota dimaksudkan di sini adalah jasa
5
masing-masing anggota. Apabila anggota ke 1, 2, 3 dan seterusnya telah
q1
Anggota ke 1 :
()
Q
.Q( Rp.15 )
q2
Anggota ke 2 :
()
Q
.Q( Rp .15 )
dan seterusnya
neto anggota di atas biaya overhead riil koperasi. Kelebihan ini dikembalikan kepada
Berdasarkan logika tersebut maka yang disebut dengan jasa anggota adalah identik
dengan partisipasi neto anggota. Partisipasi neto anggota adalah kewajiban anggota
untuk ikut serta mengangggung biaya organisasi koperasi, karena itu berlaku prinsip
anggota membiayai koperasi. Pada sisi lain, anggota juga diwajibkan untuk menyetor
penyertaan modal sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh koperasi. Karena itu
pengertian anggota memodali koperasi dan anggota membiayai koperasi adalah dua
6
III. DEFISIT KOPERASI
defisit. Defisit koperasi mengindikasikan bahwa partisipasi bruto dan atau partisipasi
neto anggota terhadap koperasi tidak mencukupi untuk menutup semua beban
pengeluaran koperasi. Karena itu setiap anggota yang telah menggunakan pelayanan
defisit kopersai tersebut. Sama halnya seperti mendistribusikan surplus, maka defisit
defisit koperasi sebesar Q(Rp. 5), maka: beban tambahan yang harus disetorkan
q1
()Q
.Q( Rp.5)
q2
()Q
.Q( Rp .5)
dan seterusnya
koperasi sebesar partisipasi netonya tidak mencukupi untuk menutup semua beban
menyetor sejumlah kekurangannya. Dalam hal ini tetap berlaku prinsip pembagian
7
menurut jasa masing-masing anggota. Artinya, pada saat koperasi memiliki surplus
maka angggota menerima pembagian surplus sesuai dengan bobot jasa atau
partisipasi netonya. Sebaliknya, pada saat koperasi mengalami defisit, maka setiap
prinsip ini, maka tidak ada persoalan tentang untung atau rugi di dalam koperasi,
melainkan yang ada adalah persoalan ada tidaknya dampak manfaat koperasi
terhadap rumahtangga anggota. Timbulnya surplus atau defisit, bukan untung atau
anggota.
untuk menarik tambahan partisipasi finansial dari anggota, apalagi bila jumlah
anggota sedemikian banyaknya dan berada pada lokasi yang tersebar. Karena itu,
pada saat koperasi memperoleh surplus, maka surplus tersebut tidak seluruhnya
cadangan. Fungsi utama dana cadangan adalah untuk menutup defisit koperasi
mudah dan anggota terhindar dari beben tambahan, yang bila terjadi dapat menjadi
sumber permasalahan bagi manajemen koperasi. Selama defisit belum terjadi, dana
cadangan dapat diputar sebagai modal koperasi dengan status sebagai modal
sendiri.
8
Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat disimpulkan bahwa koperasi tidak
memiliki laba dan rugi, sebab hal manapun yang terjadi akan jatuh ke tangan
anggota juga. Sebagian besar pelaku usaha kapitalistik berpendapat bahwa pola
kerja seperti koperasi adalah hal yang niscaya. Sampai kapanpun koperasi tidak
mungkin maju dan menjadi besar. Kaum kapitalis meyakini bahwa satu-satunya
faktor pendorong memajukan usaha adalah dicapainya laba secara optimum. Mereka
tidak bersumber pada laba melainkan pada partisipasi anggota. Bila diinginkan agar
koperasi sebagai suatu institusi ekonomi menjadi lebih besar dan lebih maju, maka
anggota harus bersedia berpartisipasi lebih besar lagi. Misalnya, koperasi perlu
memperkuat modal koperasi. Dana cadangan yang secara terus menerus dipupuk
berkembang sesuai dengan tuntunan anggotanya. Dana cadangan tersebut tidak lain
merupakan wujud dari partisipasi anggota karena merupakan sisa partisipasi neto
anggota yang tidak didistribusikan. Karena itu dana cadangan adalah milik seluruh
anggota dan bila dana cadangan diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk aset
9
koperasi, maka aset-aset tersebut juga dimiliki oleh seluruh anggota. Artinya,
anggota sebagai pemilik koperasi memiliki klaim terhadap seluruh aset koperasi.
Yang dimaksud dengan bisnis koperasi dengan bukan anggota adalah bahwa
transaksi jual-beli dengan bukan anggota di dalam komoditas yang sama. Misalnya,
anggota, maka koperasi juga menjual input yang sama kepada bukan anggota. Atau,
sama dari bukan anggota. Apabila hal ini terjadi begitu saja tanpa landasan
kebijakan yang jelas maka cenderung koperasi bergeser menjadi market lingkage
cooperative dan dapat berakibat menjauhkan koperasi dari tugas pokoknya untuk
Karena itu, bila bisnis koperasi dengan bukan anggota perlu dilakukan oleh
koperasi maka seharusnya masih tetap di dalam kerangka misi koperasi untuk
mempromosikan anggota. Hal ini terjadi berhubung dengan kapasitas gabungan dari
kapasitas gabungan tersebut masih belum mencapai MES (Margin Economic Scale) di
koperasi.
10
Gambar grafik dibawah menggambarkan kondisi biaya persatuan produk pada
rumah tangga anggota. Kapasitas optimum individual berada pada jumlah produksi
sebesar OQi = 1.000 unit tingkat biaya OC i. Apabila hasil produksi seluruh individu
unit, dan biaya produksi di tingkat rumah tangga anggota berhasil diturunkan sampai
sebesar OCa. Tetapi pada kapasitas OQa itu koperasi belum bekerja secara optimum,
sebab MES dicapai pada kapasitas OQ k = 100.000 unit. Apabila koperasi bekerja
pada skala mencapai MES, maka biaya produksi pada rumah tangga anggota dapat
diturunkan lebihrendah lagi menjadi sebesar OC k. Dalam hal ini menejemen harus
kerangka koperasi untuk memproduksi manfaat bagi anggota agar menjadi lebih
besar lagi, yaitu untuk mencapai tingkat biaya yang paling efisien.
11
AC AC
C MES
C
C
Non
Anggota
Q Q
0 Q1 0 Q1 Q2
1.000 70.000 100.000
maka koperasi bekerja pada kapasitas Q a =70.000 unit, sedangkan MES di koperasi
dapat dicapai pada kapasitas Qk =100.000 unit. Kelebihan kapasitas sebesar 30.000
mempromosikan mereka. Terhadap bukan anggota, semua nilai, norma dan prinsip-
laba. Tidak ada istilah sisa partisipasi bukan anggota, melaikan yang ada adalah laba
atau rugi dan ditampilkan dalam bentuk laporan laba/rugi seperti halnya dilakukan
oleh perusahaan kapitalistik. Karena itu, pelayanan koperasi terhadap anggota dan
bisnis koperasi dengan bukan anggota, harus dicatat dan diadministrasikan secar
terpisah, sebab terhadap ke duanya ada perlakuan dan pelaporan yang berbeda.
12
Proporsi aktivitas koperasi, antara volume pelayanan terhadap anggota dan
volume bisnis dengan bukan anggota, dapat dijadikan sebagai salah satu indikator
mengenai arah orientasi kegiatan koperasi. Sangat mungkin terjadi di dalam praktek
bahwa koperasi bekerja 100% untuk berbisnis dengan pasar bebas, dengan alasan
kesejahteraan anggota. Koperasi di arahkan untuk mengejar laba dan laba koperasi
adalah keliru, sebab yang didirikan seharusnya adalah perusahaan kapilalistik, bukan
berbentuk koperasi.
Laba/rugi koperasi yang diperoleh dari bisnis koperasi dengan bukan anggota
distribusikan dengan cara yang sama seperti halnya mendistribusikan sisa partisipasi
anggota, atau dengan cara yang berbeda diputuskan oleh koperasi di dalam rapat
anggota atau diatur menurut aturan baku. Di dalam banyak kasus terjadi bahwa
kekuatan modal koperasi bersumber dari dana cadangan yang disisihkan dari surplus
secara terus menerus. Dana cadangan adalah surplus koperasi yang tidak dibagikan,
cadangan adalah milik anggota juga, berasal dari sisa partisipasi anggota yang tidak
partisipasi neto anggota tergantung pada besar kecilnya partisipasi anggota sebagai
13
pelanggan. Berdasarkan alur logika seperti ini, maka terdapat kontribusi anggota
terhadap dana cadangan yang besar kecilnya ditentukan oleh partisipasi anggota
dengan bukan anggota antara lain dapat dilakukan dengan memperhitungkan jasa
sisa partisipasi anggota, maka surplus atau defisit koperasi dibentuk oleh dua unsur,
koperasi. Apabila surplus defisit koperasi didominasi oleh sisa partisipasi anggota,
kapasitas lebih saja. Apabila terjadi sebaliknya dapat disimpulkan bahwa koperasi
2001) menyatakan bahwa bisnis koperasi dengan bukan anggota hendaknya tidak
lebih 40% dari volume total kegiatan koperasi. Batasan tersebut dimaksudkan agar
koperasi tetap berada pada tugas pokoknya dan tidak bergeser menjadi perusahaan
14
surplus/defisit koperasi, maka perhitungan surplus/defisit koperasi disusun sebagai
berikut:
Surplus koperasi sebesar Q1 (Rp 15) + Q2 (Rp 80) didistribusikan kepada anggota
15
VI. PEMBAGIAN/DISTRIBUSI SISA HASIL USAHA (SHU)
Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu
tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk
pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Kemudian dijabarkan dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27, pada pernyataan 33, 76 dan 77 yang
menghendaki bahwa SHU merupakan gabungan dari sisa partisipasi anggota dan
laba/rugi koperasi, maka didalam perhitungan hasil usaha perlu ditampilakan adanya
pemisahan antara sisa partisipasi anggota dan laba/rugi koperasi tersebut. Dengan
anggota;
3. Beban usaha perlu dialokasikan kepada transaksi dengan anggota dan transaksi
5. Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan gabungan dari sisa hasil partisipasi anggota
dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang
16
dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk
keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari koperasi, sesuai dengan
1. CADANGAN 30 %
2. BAGIAN ANGGOTA:
JASA TRANSAKSI 25 %
JASA MODAL 10 %
3. DANA PENGURUS 10 %
4. DANA PEGAWAI 5%
5. DANA PENDIDIKAN 10 %
6. DANA PEMBANGUNAN 5%
7. DANA SOSIAL 5%
JUMLAH 100 %
17
c) Data simpanan dan jasa transaksi anggota sebagai berikut:
27.500.000
X 100 % = 3,438 %
800.000.000
Maka bagian SHU Amat = 3,438 % x 8.000.000 = 275.000
Atau
SHU bagian Amat atas Jasa Transakasi Amat SHU bagian Anggota atas Jasa
= X
Transaksi Total Transaksi Anggota Transaksi
8.000.000
= X 27.500.000 = 275.000
800.000.000
11.000.000
X 100 % = 2,245 %
490.000.000
SHU bagian Amat atas Jasa Total Simpanan Amat SHU bagian Anggota atas
= X
Modal Total Simpanan Seluruh Anggota Jasa Modal
12.510.000
= X 11.000.000 = 280.837
490.000.000