Anda di halaman 1dari 3

LNG Tangguh adalah mega-proyek yang membangun kilang LNG di Teluk Bintuni, Papua Barat , untuk

menampung gas alam yang berasal dari beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni, seperti Blok Berau , Blok
Wiriagar dan Blok Muturi . LNG Tangguh ini melengkapi pengilangan gas yang sudah ada di Indonesia ,
yaitu di LNG Arun , Aceh dan LNG Bontang,

Kalimantan Timur .

Proyek LNG Tangguh mulai dibangun sesuai dengan persetujuan akhir dari Pemerintah

Republik Indonesia dan partner pada bulan Maret 2005 . Proyek ini kini sedang tahap akhir
pembangunan, dengan pengapalan komersial perdana pada akhir kwartal ke-2 tahun 2009. [1]

Lokasi dan dimensi proyek

Proyek ini meliputi kegiatan pengeboran gas dari enam lapangan untuk menarik cadangan gas sekitar
14,4 triliun kaki kubik melalui dua anjungan lepas pantai yang terletak di Teluk Bintuni . Dari dua
anjungan tersebut, gas akan mengalir melalui pipa bawah laut menuju fasilitas proses LNG di pantai
selatan teluk. Dari sana, LNG akan dibawa ke pasar energi menggunakan tanker LNG. [2]

Proyek LNG Tangguh ini terletak di Teluk Bintuni yang berada di daerah kepala burung

Pulau Papua pada koordinat 2°26′30″LS,

133°08′10″BT . Dari Jakarta , membutuhkan waktu tempuh sekitar tujuh jam perjalanan udara untuk
sampai ke lokasi.

LNG Tangguh telah memperoleh empat kontrak jangka panjang dengan Fujian LNG di Cina, K-Power dan
POSCO di Korea , serta Sempra Energy di Meksiko.

Tangguh LNG merupakan suatu pengembangan unitisasi dari enam lapangan gas terunitisasi yang
terletak di wilayah Kontrak Kerja Sama (KKS) Wiriagar, Berau dan Muturi di Teluk Bintuni, Papua Barat.

Cadangan gas ditemukan pada pertengahan tahun 1990-an oleh Atlantic Richfield Co. (ARCO). Tangguh
LNG dioperasikan oleh BP Berau Ltd. (100% milik BP). Anak perusahaan lain milik BP lainnya dalam
pengembangan Tangguh LNG ini adalah BP Muturi Holdings B.V., BP Wiriagar Ltd. dan Wiriagar Overseas
Ltd. – sehingga membuat BP memiliki 40.22% kepesertaan di Tangguh LNG.

Mitra-mitra kerja lainnya:

• MI Berau B.V. (16.30%)

• CNOOC Muturi Ltd. (13.90%)


• Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd. (12.23%)

• KG Berau Petroleum Ltd (8.56%)

• KG Wiriagar Overseas Ltd. (1.44%)

• Indonesia Natural Gas Resources Muturi Inc. (7.35%)

Tangguh mulai berproduksi pada tahun 2009, hanya empat tahun setelah memperoleh persetujuan dari
Pemerintah. Kini Tangguh beroperasi sesuai kapasitas terpasangnya, dan pekerjaan sedang berlangsung
untuk mengembangkan Tangguh dengan penambahan satu kilang LNG baru (Train 3)

Sejak tahun 1997, ketika perusahaan Amerika ARCO mengumumkan ditemukannya cadangan gas yang
besar di Teluk Bintuni [1] , kecepatan ekspolitasi sumber daya alam di Papua telah meningkat tajam.
Meskipun ada krisis keuangan Asia, jatuhnya Soeharto dan meningkatnya masalah politik di Papua,
semakin banyak perusahaan Indonesia dan asing yang mencari keuntungan dari sumber daya ini. Selain
mineral, minyak dan gas, hutan Papua merupakan target utama ekploitasi. Pembalak mengambil kayu
yang berharga secara komersial dari banyak wilayah hutan dan pengusaha perkebunan kelapa sawit dan
pulpwood (kayu untuk bubur kayu) mengikuti jejak mereka. Sekarang ini ada rencana ambisius untuk
mengembangkan tanaman pangan dan energi di Merauke, di bagian selatan Papua. Kekhawatiran global
mengenai perubahan iklim juga telah mendorong adanya fokus baru-baru ini, yaitu mengenai
keuntungan yang mungkin diperoleh dari pelestarian stok karbon di hutan-hutan Papua yang masih ada.

Masuknya masyarakat dari daerah lain di Indonesia menyediakan tenaga kerja bagi industri-industri ini
dan mendorong adanya perubahan sosial dan ekonomi di Papua. Sementara itu ketegangan politik terus
berlanjut dengan gagalnya Otonomi Khusus yang diberikan pemerintah pusat hampir satu dekade yang
lalu untuk mengatasi tuntutan untuk merdeka. Otonomi Khusus gagal mengangkat sebagian besar
masyarakat Papua dari kemiskinan atau memberi mereka suara dalam pengambilan keputusan mengenai
pemerintahan dan pengelolaan sumber daya alam mereka yang kaya di masa mendatang.

Ini adalah konteks bagi proyek LNG Tangguh BP, yang terletak di distrik Teluk Bintuni dalam provinsi
Papua Barat. [2] Lokasi utama proyek itu terletak di pesisir selatan Teluk Berau, sebelah selatan
semenanjung 'Kepala Burung' Papua Barat. Batas-batas distrik itu ditentukan pada tahun 2006 dan terdiri
dari 11 kecamatan dan 97 desa. Luas daerah itu meliputi 18.658,00 km2, dengan penduduk sebanyak
48.079 orang. [3]

Warga daerah itu adalah masyarakat adat Papua dan masyarakat dari luar Papua yang tinggal di sana
karena program transmigrasi dari pemerintah
[4] juga penghuni lain. Masyarakat adat Papua di Teluk itu terdiri dari tujuh kelompok: Irarutu, Wamesa,
Sebiar, Sumuri, Kuri, Soub, dan Moskona. Mata pencaharian penduduk asli di daerah ini terutama adalah
berburu, meramu dan mencari ikan. [5]

Kondisi geologi di Teluk itu cukup kaya akan mineral, minyak dan gas. Menurut BP, konsesi Tangguh
memiliki hak atas 14,4 triliun kaki kubik cadangan gas yang telah terbukti, dengan cadangan yang
mungkin ada sebesar 24-25 triliun kaki kubik.[6]

Proyek Tangguh LNG memiliki tiga blok konsensi: Wiriagar, yang masa kontraknya berlaku hinggal 2023,
dan Berau serta Muturi, yang masa kontraknya berlaku masing-masing hingga 2017 dan 2022. Untuk
memproses gas, BP Tangguh telah membangun pabrik LNG di atas lokasi seluas 3.500 hektare di Distrik
Babo. [7] Investasi modal seluruhnya untuk proyek ini, yang diharapkan akan berjalan selama paling tidak
20 tahun adalah sebesar sekitar US$5 miliar.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/LNG_Tangguh

http://www.bp.com/in_id/indonesia/bp-di-indonesia/tangguh-lng.html

http://www.downtoearth-indonesia.org/id/story/bp-tangguh-teluk-bintuni-dalam-konteks-papua

Anda mungkin juga menyukai