Anda di halaman 1dari 6

KOMUNIKASI KITA

Kali ini saya nak berkongsi dengan sahabat-sahabat semua berkenaan dengan komunikasi.
Perkongsian ini saya dapat hasil daripada ceramah motivasi dan juga lain-lain. Rasa rugi
jika ilmu tak dikongsi bersama. Semoga kita sama-sama dapat bermuhasabah dan
memperbaiki diri berkenaan dengan komunikasi. InsyaAllah

Pertama sekali, suka saya ingatkan, setiap kali kita mendengar pengisian ataupun tazkirah
samada di masjid atau dari sahabat-sahabat kita. Marilah kita sama-sama merendah hati,
mendengar dengan teliti. Inject peringatan tersebut pada diri bukan pada orang lain dan
jangan sesekali kita memandang rendah kepada sesiapa pun yang memberi peringatan
selagi ia membawa manfaat kepada kita. Allah mengurniakan kita sepasang telinga untuk
kita mendengar perkara-perkara yang membawa dekat kepada Allah. Allah tidak pernah
mengizinkan telinga kita mendengar sesuatu dengan sia-sia melainkan ada sebab yang
harus kita teliti? Kerana kita perlu ingat pelajaran dari Allah ini boleh hadir samada melalui
orang-orang yang kita jumpa, suasana sekeliling, apa yang kita dengar, dan lain-lain. Maka
dengarkanlah dengan teliti selagi perkara yang kita dapat itu membawa kebaikan kepada
kita, jika kita menganggap orang tersebut perangai tak bagus untuk memberi nasihat
kepada kita bermakna kita masih mempunyai rasa ego kerana kita meletakkan standard
orang-orang tertentu sahaja untuk memberi teguran kepada kita. Semoga kita dijauhkan
dari rasa tersebut.

Berbalik kepada tajuk diatas, komunikasi sering berlaku samada secara percakapan
ataupun lain-lain. Kita berkomunikasi setiap hari. Kita berkomunikasi dengan Allah melalui
solat, malah Allah juga berkomunikasi dengan kita melalui Al-Quran yang kita baca setiap
hari. Lebih dari itu Allah berkomunikasi dengan kita melalui alam yang dipamerkan
terbentang indah didepan mata kita. Langit yang tinggi tanpa tiang, burung-burung yang
berterbangan tanpa jatuh, semut yang berada disekeliling kita, kucing yang berkeliaran
disekeliling kita. Dan macam-macam lagi bentuk komunikasi yang lain. Bukankah banyak
pertanyaan Allah kepada kita didalam al-quran, tidakkah kamu memerhatikan langit tanpa
cacat, tidakkah kamu lihat burung yang terbang siapa yang menahan? Tidakkah kamu
memikirkan? Dan macam-macam lagi pertanyaan Allah kepada kita. Bukankah komunikasi
pernah berlaku antara Nabi Sulaiman dengan semut. Hakikatnya binatang-binatang
sebenarnya sedang berkomunikasi dengan Allah melalui zikir cuma kita yang tidak dapat
memahaminya. Jadi setiap kali kita memerhatikan alam yang terbentang dengan meluas,
setiap kali kita menyaksikan apa jua kejadiaan alam. cuba tanya diri kita, apakah pelajaran
yang Allah nak berikan kepada kita? Cuba kita perhatikan burung yang dapat rezeki dari
Allah, macam mana hebatnya kuasa Allah mengilhamkan burung-burung untuk dapatkan
makanan walau tanpa akal. Maha Suci Allah. Komunikasi juga boleh berlaku kepada diri
sendiri. Kadang-kadang kita bercakap dengan diri kita sendiri. Suara hati kita berbicara
kepada diri kita sendiri, ataupun ucapan yang lahir dari mulut kita tentang diri kita. Sebab
itu kita kena berhati-hati dengan dua komunikasi ini terhadap diri, kerana apa yang kita
fikirkan tentang diri kita iaitu imej diri kita dan apa yang kita katakan pada diri kita, itulah
yang akan kita jadi.

Selain dari itu, komunikasi juga wujud antara kita dengan orang lain. Sememangnya
komunikasi berlaku setiap hari samada melalui percakapan ataupun bahasa badan yang kita
tunjukkan. Apa yang kita ucapkan, mimik muka yang kita pamerkan, itulah gambaran yang
lahir dari pemikiran kita. Samada positif ataupun negatif, manusia yang berada didepan
kita mampu membacanya. Contoh mudah, bila kita sedih dan gembira, perkataan yang kita
ungkapkan juga berbeza dan eksperesi wajah kita juga akan menujukkan mimik muka yang
berbeza-beza .
Menurut kajian, kesan komunikasi boleh dibahagikan kepada tiga bahagian iaitu Words 7%,
Tonaliy 38%, fisiologi 55%. Perkataan ialah ucapan yang kita cakap, tonality ialah nada
suara samada tinggi atau rendah. Fisiologi ialah seperti senyum sebelum bercakap pandang
orang dengan penuh kasih sayang dan lain-lain. Bayangkan fisiologi sangat-sangat
mempengaruhi nilai komunikasi kita dengan orang lain. Manusia yang berkomunikasi
dengan perasaan marah menunjukkan nada yang tinggi dan fisiologi yang sangat negatif.
Mungkin boleh bayangkan sekejap macam mana kalau kita sedang memarahi orang lain.
Penting untuk kita mengetahui tentang hal ini kerana komunikasi yang sebenarnya bukan
sekadar apa yang kita cakap tetapi kesan yang orang dapat hasil daripada apa yang kita
cakap. Sebab itulah sebelum kita menegur orang lain yang berperangai buruk, tingkatkan
akaun emosinya terlebih dahulu. Beri pujian dan penghargaan sebelum memperbaiki,
jangan kita terlalu gopoh untuk menegur kesilapan orang lain. Kita juga perlu bertanya
kepada diri sendiri, apakah teguran untuk melepaskan kemarahan kita atau untuk
memperbaikinya. Kita tidak mampu mengubah orang lain hasil dari apa yang kita
cakapkan, tetapi Allah yang mengubah hati manusia untuk merasai kesan atas apa yang kita
perkatakan.

Hulurkanlah senyuman pada setiap orang dan pandanglah dengan penuh kasih sayang,
tidak ada sebab untuk kita membenci sesiapa pun apatah lagi sahabat-sahabat kita di dalam
perjuangan islam yang sebaris dengan kita. Kita tahu Rasulullah saw sangat baik melayan
semua orang, akhlak baginda adalah al-Quran. Berkomunikasilah dengan baik, ingatlah
ucapan yang lahir dari mulut kita lebih tajam dari mata pedang. Mampu menghiris
perasaan orang lain, banyakkanlah mendengar ucapan orang lain dari bercakap banyak
yang sia-sia kerana kita dikurniakan dua telinga dan satu mulut. Elakkan dari mengumpat
orang lain dan memperlekehkan atau merendah-rendahkan orang lain. Ringkanlah mulut
dengan ucapan terima kasih dan memohon maaf.

Akhir sekali, peringatan buat diri sendiri terutama. Ingatlah suatu hari nanti apa yang kita
ucapkan akan dihitung didepan Allah swt. Masa kita melutut didepan Allah. Mulut kita
akan terkunci dan anggota kita akan berbicara. Semoga kita terpelihara dari komunikasi
yang sia-sia.
Mintak maaf kalau apa yang saya tulis mengguris rasa, ayat berterabur dan sebagainya.
sekadar perkongsian. Semoga bermanfaat untuk kita bersama.
Indahnya Komunikasi dengan Hati

“setiap orang mempunyai alunan musik masing-masing di dalam dirinya,, dan


bukan seberapa tajam pendengaran kita yang bisa mendengarkannya, tetapi
perasaan terbuka satu sama lain yang membuat kita bisa saling memahami,, itulah
komunikasi ”

Suara adzan yang merdu dari mulut ayah, suara gemericik air hujan, suara ibu yang memanggil
kita dengan penuh kasih sayang,, pernahkah kita bayangkan, jika kita tidak bisa atau bahkan
tidak pernah mengenal semua itu?! Ya, itulah yang dialami oleh teman-teman kita di SLB Santi
Rama, Jakarta Selatan yang aku kunjungi beberapa hari yang lalu bersama rekan sejawat.

Tujuan kami berkunjung ke sana adalah untuk belajar empati terhadap pasien-pasien yang
mengalami gangguan pendengaran. Kami berlatih bagaimana caranya membina komunikasi
yang baik dengan pasien yang memang memiliki keterbatasan dalam indera pendengarannya.
Dari pengalaman berkunjung ke sana aku belajar satu hal penting, bahwa komunikasi yang baik
itu tidak hanya bertumpu pada seberapa jauh suara dan bahasa kita bisa didengar dan
dimengerti oleh lawan bicara kita, tetapi perasaan terbuka dan saling memahami satu sama lain
pun penting. Tanpa dua hal itu, maka komunikasi yang berjalan akan menjadi tidak sempurna.

Bukan hal mudah untuk mengaplikasikan kedua hal di atas. Terlebih lagi bagi kita yang masih
diberikan pendengaran yang sehat, yang terkadang mengabaikan dua hal penting tadi dalam
berkomunikasi. Tetapi, di sekolah ini,aku benar-benar menemukan sejumlah orang yang belajar
sekuat tenaga untuk mengaplikasikan rasa saling terbuka dan memahami dalam berkomunikasi
tersebut. Di saat Tuhan menguji mereka dengan keterbatasan indera pendengaran, maka
mereka terus berusaha lebih keras, agar komunikasi yang baik bisa terjalin di antara mereka.

Maka, sudah sepantasnya kita yang dianugerahi kesempurnaan dalam fungsi pancaindera, bisa
lebih bersyukur dengan mengaplikasikan dua hal penting di dalam komunikasi tadi. Dan sudah
menjadi tugas kita, untuk membantu dan memahami lebih jauh, saudara-saudara kita yang
diberi ujian dengan keterbatasan seperti itu oleh Tuhan.
AlQuran dan Sains: Jiwa manusia

Pada masa lalu, tabir yang menyelimuti misteri jiwa manusia, masih sulit untuk disingkap,
hingga para ilmuwan menjadi bingung kerananya. Mereka mendapatkan kesulitan untuk
mengetahui hakikat dari jiwa manusia, fungsi dan mekanisme kerjanya dalam merespon
dan memberikan reaksi atas berbagai masalah yang datang dari luar dirinya.

Namun dengan kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kejiwaan (psikologi),
para ilmuwan sedikit demi sedikit dapat mengetahui rahsia di sebalik misteri itu. Pada
awalnya, ilmu kejiwaan menitikberatkan pada pembahasan tentang fungsi jiwa dalam
memahami hubungan antara berbagai perasaan yang dialami manusia dan respon terhadap
perasaan-perasaan itu dengan pengaruh yang datang dari luar dirinya. 

Dalam upaya untuk mengenal lebih lanjut tentang jiwa manusia ini, para ahli jiwa
dihadapkan pada berbagai pertanyaan, diantaranya: Apakah tanpa perasaan (syu‘ur) yang
dimilikinya, indera manusia boleh merespon semua pengaruh yang datang dari luar dirinya
(ihsaas)? Apakah perasaan dan alat indera itu saling berkaitan dan saling melakukan
intervensi? Dalam memberikan reaksi atas pengaruh yang datang dari luar dirinya, apakah
jiwa yang berperanan atau sistem saraf?

Dengan kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu kejiwaan ini, misteri tentang jiwa
manusia ini sedikit terbongkar. Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahawa bahagian tubuh
yang mengawal perasaan manusia dan kehendak untuk merespon pengaruh eksternal dan
internal yang menimpa diri manusia, adalah jiwa yang dimilikinya. 

Hal itu terjadi berdasarkan instuisi (pengetahuan) yang terdapat di dalam dasar jiwanya.
Dengan adanya pengetahuan ini, jiwa mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan
terhadap segala hal yang menimpa dirinya.

Namun kemampuan untuk mengambil keputusan ini, antara satu individu dengan individu
yang lainnya berbeza, bergantung kepada pengetahuan yang terdapat di dasar jiwa masing-
masing dan kecepatan dirinya dalam mensintesiskan pengetahuan itu dengan pengaruh
yang datang kepadanya. Termasuk juga kekuatan sistem saraf yang dimilikinya.

Berdasarkan hal di atas, kita dapat memahami hubungan antara jiwa dan sistem saraf serta
fungsi dari berbagai indera yang dimiliki manusia, sebagai hubungan perpaduan yang
menakjubkan. Di mana sel-sel saraf berfungsi untuk menghantarkan pengaruh yang datang
dari luar, untuk dikelola dan difahami oleh otak dengan bantuan pengetahuan yang dimiliki
jiwa, sehingga respon yang muncul dalam menyikapi pengaruh yang datang dari luar
tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dapat dilaksanakan oleh alat inderanya.

Hal ini sesuai dengan yang digambarkan oleh Alquran sejak 14 abad yang lalu, di dalam
ayat yang berkaitan dengan jiwa manusia. Allah S.w.t berfirman dalam surah Asy-Syams
ayat 7 dan 8: "Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya). Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya."

Ayat di atas memberikan isyarat, bahawa jiwa manusia memiliki kemampuan untuk memilih
berbagai kemungkinan dari keputusan yang akan diambilnya, baik ia bersifat baik atau
jahat. Ini didasarkan atas ilham yang diberikan Allah S.w.t kepadanya dalam bentuk
pengetahuan (intuisi) yang memungkinkan dirinya menghadapi berbagai masalah yang
dihadapinya.
Dalam ayat di atas juga, Allah S.w.t menjelaskan bahawa jiwa manusia telah
disempurnakan-Nya. Dan kesempurnaan yang dimaksud dalam ayat ini, adalah kebebasan
mutlak yang dimiliki jiwa untuk memilih apa yang dikehendakinya, di mana ia tidak dapat
dipaksa untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya.

Dalam ayat 53 dari surah Yusuf, Allah S.w.t berfirman: "Kerana sesungguhnya jiwa itu
selalu menyuruh kepada kejahatan."

Ayat di atas secara jelas menyebutkan bahawa jiwa mempunyai kebebasan untuk memilih,
iaitu terbukti dengan seruannya untuk melakukan kejahatan. Dan ini adalah sebahagian dari
sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh jiwa. Di bahagian lain dari Alquran yang terdapat pada
surah Al-Qiyamah ayat 2, Allah S.w.t berfirman tentang sifat lain yang dimiliki jiwa: "Dan
aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)."

Penyesalan yang diderita jiwa, merupakan salah satu bentuk dari kebebasan yang
dimilikinya untuk memilih  berbagai kemungkinan yang dapat diambilnya. Bahkan dalam
ayat lain yang terdapat dalam Al-Quran, dijelaskan bahawa jiwa boleh menjadi pendorong
kepada pembunuhan yang dilakukan manusia. Allah S.w.t berfirman tentang kisah dua
orang anak Nabi Adam: "Maka jiwa Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh
saudaranya."

Berdasarkan ayat ini, jiwa manusia boleh memiliki keinginan untuk melakukan
pembunuhan. Bahkan dalam kes Qabil, jiwanya yang menggerakkan seluruh anggota
tubuhnya untuk melaksanakan pembunuhan saudaranya. Dari situ, kita juga dapat
menyimpulkan bahawa jiwa memiliki kebebasan dalam mengarahkan seluruh anggota tubuh
untuk mengambil sikap tertentu sebagai respon dan reaksi atas pengaruh yang datang dari
luar dirinya melalui berbagai alat indera yang dimilikinya.

Hal yang sama kita dapati juga dalam kisah Nabi Ya’kub yang mencela anak-anaknya,
ketika mereka tiba-tiba datang pada suatu malam dan memberitahunya bahawa serigala
telah memakan Yusuf, anaknya. 

Mendengar itu, Nabi Ya’kub yang mengetahui bahawa anak-anaknya itu berbohong, berkata
kepada mereka sebagaimana dalam firman Allah S.w.t dalam surah Yusuf ayat 18:
"Sebenarnya jiwamu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu, maka
kesabaran yang baik itulah (kesabaranku),  dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-
Nya terhadap apa yang kamu ceritakan."

Dan dalam ayat 185 dari surah Ali Imran, Allah S.w.t berfirman tentang apa yang akan
menimpa jiwa manusia: "Tiap-tiap (yang ber)jiwa pasti akan merasai mati."

Berdasarkan semua hal di atas, jelaslah bagi kita, bahawa jiwa memiliki hubungan dengan
panca indera. Hal mana tidak diketahui oleh ilmu pengetahuan moden, kecuali beberapa
dekad yang lalu.
Ketenangan jiwa

Para saintis telah banyak melakukan penelitian untuk mengetahui rahsia di sebalik perasaan
senang yang dirasakan manusia di saat mereka mengambil suatu keputusan tertentu, atau
yang disebut dengan ‘ketenangan’ (ithmi’naan). 

Untuk maksud itu, mereka telah melakukan eksperimen melalui cara pembedahan, dengan
tujuan untuk mengetahui bahagian mana dari tubuh manusia yang mempunyai peranan
bagi proses ‘ketenangan’ ini. Penelitian itu, untuk sementara waktu, menyimpulkan bahawa
pusat dari ‘ketenangan’ ini terdapat pada otak sebagai sentral bagi semua saraf yang
berfungsi untuk mengawal semua proses penangkapan dan pengenalan isyarat yang masuk
ke dalam tubuh.

Akan tetapi ketika dilakukan penelitian dengan menggunakan bukti-bukti empirikal, analisa
darah dan hitungan besaran detik jantung, kemudian dilakukan perbandingan detik jantung
dalam berbagai kondisi berikut: 1) Ketika manusia diam dan tidak berfikir untuk mengambil
keputusan apa pun. 2) Ketika dia mengambil keputusan dan merasa senang kerananya. 3)
Ketika dia mengambil keputusan dan merasakan kekhuatiran atas akibat yang akan
diterimanya. 4) Ketika dia mengambil keputusan di bawah tekanan jiwanya yang tidak
normal.

Penelitian empirikal dan perbandingan antara berbagai kondisi di atas, menunjukkan


adanya perbezaan kondisi hati dilihat dari sudut fisiologi. Berdasarkan penelitian di atas
yang diperkuat juga oleh hasil pengamatan kondisi biologi dari hati ketika dia merasakan
kepuasan atas peristiwa yang menimpanya, para saintis meyakini bahawa hatilah yang
mempunyai tanggung jawab terbesar atas timbulnya perasaan tenang dan senang yang
dirasakan manusia. Meskipun mekanisme timbulnya perasaan tenang itu, belum diketahui
secara pasti oleh para ahli.

Kerumitan penelitian, seperti yang digambarkan di atas, apabila kita bandingkan dengan
apa yang kita dapatkan dalam Alquran, maka kita dapati bahawa Alquran dengan ringkas
namun padat, sejak 14 abad yang lalu telah menyatakan hal yang sama dengan hasil
penelitian di atas. Dalam surah Ar-Ra’d ayat 28, Allah S.w.t berfirman : "Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah, hati menjadi tenteram."

Sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 260, Allah S.w.t berfirman: "Dan (ingatlah)
ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku, bagaimana Engkau
menghidupkan orang mati?" Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab:
"Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)."

Anda mungkin juga menyukai