Anda di halaman 1dari 20

Bagaimana cara berkomunikasi dengan baik itu ? Berikut adalah ulasannya.

1. Memberikan perhatian penuh kepada lawan bicara.

Jika pendengar kita merupakan salah satu skala prioritas, maka ada baiknya kita
berusaha untuk meluangkan waktu untuk berbicara. Kita beri perhatian penuh
terhadap lawan bicara. Sedapat mungkin kita menghindari perhatian kita terpecah
karena kita memikirkan hal yang lain.

2. Mengakui pikiran, gagasan, atau perasaan orang lain terlebih dahulu.

Maksudnya adalah perlihatkan kesiapan kita untuk mendengarkan dengan menyadari


dan mendengar pikiran, gagasan, dan perasaan orang lain. Pemberian komentar
mengindikasikan bahwa kita menyadari validitas perasaan orang lain.

3. Berbicaralah dengan cara yang dapat diterima oleh orang lain.

Ketika kita berhadapan dengan orang yang baru kita kenal, maka kita harus bisa
berbicara dengan menggunakan kata-kata, nada suara, dan infleksi yang tepat.
Meskipun begitu, potensi tidak diterimanya pesan dengan baik oleh orang yang kita
tuju juga sangat besar. Jika kita melihat reaksi yang tidak sesuai, maka kita bisa
dengan segera mengidentifikasi sumber kesalahpahaman dan menyatakan kembali
pesan yang ingin kita sampaikan dengan cara yang dapat diterima oleh orang yang
bersangkutan.

4. Berbicara dengan pelan.

Ketika kita berinteraksi dengan orang lain maka kita harus berbicara dengan pelan,
tidak perlu keras-keras, dan tidak terburu-buru. Hal ini agar orang lain mengerti dan
memahami apa yang menjadi maksud dan tujuan kita berkomunikasi.
5. Mengutarakan apa yang kita maksudkan dalam kata-kata yang berbeda.

Sebuah komponen terpenting dan terkuat dari mendengarkan secara aktif adalah
refleksi atau dikenal sebagai parafrase. Parafrase membiarkan orang lain mengetahui
bahwa kita berusaha untuk mengerti atau memahami. Parafrase juga mengklarifikasi
komunikasi dan memperlambat proses percakapan. Cara melakukan parafrase adalah
dengan mengulangi apa yang dikatakan oleh orang lain dengan menggunakan kata-
kata sendiri tanpa memberikan penambahan apapun.

6. Memberikan pertanyaan terbuka.

Pertanyaan dapat diberikan ketika kita memerlukan pertolongan saat merasa tidak
mengerti dengan apa yang dibicarakan. Kita dapat melakukannya melalui uji
penafsiran tentang apa yang dikatakan oleh orang lain. Caranya adalah dengan
memberikan pertanyaan terbuka yang relevan dan biasanya dimulai dengan “apa”,
“bagaimana”, “tolong jelaskan”, atau “gambarkan”.

7. Menyusun intisari dan melakukan klarifikasi.

Kita mengumpulkan semua hal yang telah kita dengar dan memastikan bahwa kita
memahami apa yang dimaksud oleh orang lain. Hal ini menghindari kita dari
persepsi selektif. Ketika kita melakukan persepsi secara selektif, maka kita telah
mengharapkan orang lain untuk bereaksi dalam cara tertentu seperti berdasarkan
pengalaman masa lalu, atau berdasarkan cara kita bereaksi. Kemudian kita
memberikan respon terhadap reaksi yang sebelumnya telah ditentukan bukan yang
sebenarnya. Hal ini tidak membantu dan komunikasi yang terjadi adalah komunikasi
yang tidak jelas. Menjadi jelas dapat membantu orang lain mengklarifikasi berbagai
pilihan yang mungkin.

8. Memberikan pendapat.
Hal ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan apakah orang yang bersangkutan
memiliki keinginan untuk mendengar pendapat kita atau tidak. Jika orang yang
bersangkutan tidak menginginkannya, maka kita jangan memberikan pendapat.

9. Memberikan perhatian kepada berbagai petunjuk yang dibutuhkan untuk


menjelaskan apa yang menjadi maksud kita.

Ketika berinteraksi dengan orang lain, maka kita akan menerima berbagai pertanyaan
yang kerapkali menstimulasi pemikiran hingga kita melihat perbedaan apa yang
menjadi tujuan kita dengan persepsi orang lain. Untuk itu, kita harus fokus dengan
berbagai petunjuk yang dibutuhkan guna mendukung penjelasan yang kita
sampaikan.

10. Melakukan koreksi dengan segera ketika melakukan kesalahan dalam


berbicara.

Terkadang, kita membuat pernyataan yang membuat kita menyadari dengan segera
bahwa terdapat kesalahan dalam pemikiran kita. Yang harus kita lakukan adalah
jangan mengingkari kesalahan yang telah kita buat namun segera mengakui dan
memperbaiki kesalahan sesegera mungkin.

11. Berhenti sejenak dan mendengarkan orang lain.

Ketika kita berada dalam diskusi atau bertukar pendapat dengan orang lain, seringkali
kita mengalami kesulitan untuk hanya mendengarkan pendapat orang lain. Seringkali
kita merasa takut pendapat kita tidak akan didengar dan untuk menutupinya kita akan
terus tetap berbicara dan memaksa orang lain untuk mendengarkan. Perilaku seperti
ini bukanlah perilaku yang baik jika merujuk pada etika komunikasi secara umum.
Begitu pula dalam etika komunikasi organisasi, etika komunikasi bisnis, etika
komunikasi antar pribadi, dan etika public relations, perilaku seperti ini harus
dihindari karena membuat orang lain tidak mau mendengarkan apa yang menjadi
pemikiran kita.

12. Paksakan diri kita sendiri untuk mau mendengar apa yang dikatakan orang
lain.

Ketika kita dapat berhenti sejenak namun pemikiran kita masih terus berjalan, maka
hal tersebut dapat membuat kita tidak mampu mendengar apa yang dikatakan oleh
orang lain. Untuk itu, hal yang dapat kita lakukan adalah memaksakan diri kita
sendiri untuk benar-benar mendengar apa yang dikatakan oleh orang lain. Teknik
yang biasa digunakan dalam komunikasi terapeutik dalam keperawatan ini hendaknya
tidak dilakukan dalam setiap saat karena hal itu dapat membuat orang lain merasa
tidak nyaman.

13. Bersikap sabar ketika mendengarkan orang lain.

Kita harus sabar mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang lain. Caranya adalah
dengan menghindari melakukan prediksi terhadap apa yang akan dikatakan oleh
orang lain dan tetap fokus pada apa yang sedang dikatakan oleh orang lain.
Melakukan prediksi dapat mengarahkan kita pada kesalahan dalam memberikan
respon. Hal ini dapat menimbulkan keslahapahaman yang tidak perlu.

ads

14. Melakukan konfirmasi atas apa yang kita pahami.

Ketika kita berinteraksi dengan orang lain untuk pertama kalinya, kemungkinan
untuk terjadinya kegagalan komunikasi sangat besar. Jika kita tidak yakin tentang apa
yang akan terjadi selanjutnya, memberikan pertanyaan adalah jalan terbaik. Jika kita
merasa yakin dengan apa yang kita pikirkan, maka tidak ada salahnya kita
menyatakan kembali apa yang kita pikirkan untuk mengkonfirmasi pemahaman
bersama. Terkait dengan hal ini, dalam teori pengurangan ketidakpastian telah
dijelaskan bahwa kita cenderung menggunakan komunikasi untuk meminimalisir
perasaan ragu-ragu ketika berinteraksi dengan orang lain. Pun dalam teori disonansi
kognitif yang menjelaskan kecenderungan kita untuk mengurangi disonansi atau
ketidaknyaman dalam situasi tertentu.

15. Mengingat percakapan sebelumnya.

Mengingat dan memanggil kembali berbagai informasi yang kita simpan sebelumnya
adalah salah satu elemen penting dalam komunikasi intrapersonal. Ketika
berkomunikasi, ada baiknya kita tetap mengingat apa yang telah kita komunikasikan
sebelumnya. Agar komunikasi yang terjalin dapat berjalan berkesinambungan.
Semakin banyak yang dapat kita ingat tentang isi percakapan sebelumnya, maka kita
akan dapat berkomunikasi secara lebih baik dan percakapan selanjutnya.

16. Bersikap terbuka dan jujur dengan orang lain.

Tidak semua orang bisa bersikap terbuka kepada orang lain. Beberapa orang bahkan
tidak dapat mengenali diri mereka sendiri, tidak mengerti apa yang ia butuhkan dan
inginkan. Namun, ketika kita berada dalam suatu hubungan, maka bersikap terbuka
adalah hal yang sangat penting. Bersikap terbuka artinya adalah kita dapat
membicarakan banyak hal yang tidak dapat kita bicarakan sebelumnya dengan orang
lain dalam hidup kita. Bersikap terbuka juga berarti kita bersikap jujur kepada orang
lain. Bersikap terbuka juga memiliki arti adanya kesempatan untuk kita mengalami
rasa sakit hati atau kekecewaan. Hal ini dikupas lebih mendalam dalam teori
komunikasi kelompok, teori-teori komunikasi antar pribadi atau teori komunikasi
interpersonal seperti teori penetrasi sosial.

17. Mengekspresikan diri sendiri ketika bersikap terbuka dengan orang lain.
Ketika kita bersikap terbuka dan jujur dengan orang lain maka kita juga terbuka pada
berbagai cara berkomunikasi yang berbeda dan mengetahui bahwa orang lain juga
membutuhkan keterbukaan yang sama. Bersikap terbuka dengan orang lain dapat
memudahkan kita dalam mengekspresikan apa yang kita pikirkan dan apa yang kita
rasakan kepada orang lain.

18. Menaruh perhatian kepada berbagai petunjuk nonverbal.

Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan dengan orang lain bukanlah apa yang
kita katakan namun bagaimana kita mengatakannya. Komunikasi nonverbal meliputi
bahasa tubuh, nada suara, kontak mata, dan seberapa jauh jarak ketika kita
berkomunikasi dengan orang lain. Belajar cara berkomunikasi dengan baik berarti
kita belajar bagaimana membaca berbagai petunjuk seperti kita mendengar apa yang
dikatakan oleh orang lain.

Perlu diperhatikan juga bahwa ketika kita memperhatikan berbagai petunjuk


nonverbal yang disampaikan oleh orang lain, kita juga jangan melupakan berbagai
petunjuk nonverbal yang kita berikan untuk orang lain. Ketika berkomunikasi dengan
orang lain, kita juga harus membuat dan mengelola kontak mata, menjaga posisi
tubuh tetap netral, menjaga nada suara, dan duduk di depan atau di hadapan orang
tersebut ketika berbicara dengan mereka.

19. Menilai pengetahuan lawan bicara.

Daripada kita bersikap merendahkan atau mengagungkan latar belakang seseorang


dalam topic tertentu, ada baiknya kita menanyakan apa yang ia ketahui tentang topik
yang sedang dibicarakan. Namun perlu diingat bahwa kurangnya pengetahuan
seseorang di bidang yang benar-benar kita kuasai tidak berarti bahwa mereka kurang
informasi atau berpendidikan rendah. Lebih baik dilakukan pengecekan untuk
memahaminya selama percapakapan dan membuat penyesuaian yang diperlukan.
20. Tetap fokus pada pokok permasalahan.

Terkadang, suatu diskusi berkembang menjadi debat atau perang opini. Untuk
menghadapi situasi seperti ini, maka ada baiknya masing-masing orang yang terlibat
dalam diskusi atau debat tetap memberikan rasa hormat satu sama lain dan tetap
fokus pada pokok permasalahan. Jika salah satu pihak tidak berusaha untuk mencoba
mengendalikan eskalasi debat, maka debat akan menjadi semakin besar. Untuk itu,
masing-masing pihak perlu mengendalikannya salah satunya dengan keluar dari
situasi debat.

Namun, ketika meninggalkan situasi debat, kita harus melakukannya dengan cara-
cara yang terhormat. Misalnya dengan berkata, “Kita telah menjalani hari yang sangat
melelahkan dan apa yang kita diskusikan saat ini tidak menemukan hasil yang positif.
Ada baiknya kita pulang ke rumah masing-masing untuk istirahat dan
membicarakannya kembali besok pagi.”

21. Menunjukkan rasa hormat terhadap nilai-nilai yang dimiliki lawan bicara.

Melakukan beberapa penelitian dasar dengan cara melihat kembali pernyataan atau
tujuan individu atau organisasi dan lain-lain untuk memperoleh perspektif orang yang
bersangkutan tentang dunia. Kita harus bisa memastikan bahwa berbagai gagasan
yang kita miliki sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh orang lain.

22. Menggunakan referensi yang dikenal.

Maksudnya adalah mempelajari tentang latar belakang professional, hobi, gaya hidup,
keluarga, dan lain-lain dari lawan bicara. Caranya adalah dengan menggunakan
metafora dan bercerita yang menghubungkan berbagai konsep dengan pengalaman
hidup mereka.
23. Berusaha untuk mengendalikan emosi ketika membicarakan sesuatu hal yang
sangat penting.

Tidak seorangpun dapat berbicara tentang hal-hal yang penting atau hal-hal besar jika
mereka merasa rentan secara emosi dan marah. Rasa marah dapat menyuguhkan
informasi dan merangsang energi yang dapat digunakan secara positif. Adalah
penting untuk memahami emosi orang lain seperti rasa sakit, frustrasi, kehilangan,
dan lain-lain. Ketika membicarakan topik tertentu yang mungkin dapat memancing
emosi, maka kita harus berhati-hati dangan penggunaan bahasa, kalimat, serta kata-
kata yang kita gunakan.

24. Memahami kemarahan atau emosi sendiri dan bagaimana mereka berdampak
pada respon yang kita berikan.

Ketika kita dikuasasi oleh emosi, maka pola pikir kita pun agak terganggu. Kita
menjadi tidak terkontrol dalam mengeluarkan kata-kata dan pendapat kita. Bahkan
berdampak pula terhadap perilaku kita. Sebaiknya kita dapat menghidari hal-hal yang
tidak kita inginkan sehingga kita dapat berpikir tenang dan memberikan respon yang
baik dan dapat diterima oleh orang lain tanpa menimbulkan hal-hal yang dapat
merusak hubungan antar manusia atau bahkan hubungan sosial.

25. Mengakui pemikiran, gagasan, atau perasaan orang lain.

Ketika kita menunjukkan minat kita, orang yang sedang marah cenderung untuk
mulai tenang. Ketika situasi mulai kondusif, maka komunikasi dapat kita lanjutkan.
Kita bisa mulai dengan mengakui dan menghormati pemikiran, gagasan, atau
perasaan orang lain. Kemudian kita sampaikan maksud kita tanpa menyinggung
perasaan orang lain.

26. Mengungkapkan kembali apa yang kita dengar dari apa yang dikatakan oleh
orang lain.

Orang yang sedang marah tidak akan mudah menerima respon yang kita berikan
hingga pemikiran, gagasan atau perasaannya tidak dapat dikomunikasikan dan
dipahami dengan baik. Ada baiknya kita mencoba untuk membuatnya tenang,
menarik nafas, agar ia dapat mengkomunikasikan kembali pemikiran, gagasan atau
perasaannya dengan baik. Setelah semua terkendali, kemudian kita coba untuk
mengungkapkan kembali apa yang telah kita dengar dari orang lain dan sekaligus bisa
memberikan respon secara elegan. Dengan demikian, apa yang menjadi maksud kita
dapat tersampaikan dengan baik.

27. Bersiap untuk mengalah.

Dalam hubungan dengan kedekatan yang erat seperti pasangan hidup, tentunya kita
sering terus berdebat dalam suatu diskusi karena kita ingin menjadi yang paling
benar. Sejatinya kita memang sering dihadapkan pada situasi seperti ini dimana salah
satu pihak berupaya untuk mempengaruhi pemikiran pihak lain bahwa pihaknyalah
yang benar namun pihak lain tidak ingin mundur alias sama-sama keras kepala.
Ketika dihadapkan pada situasi seperti ini, jalan terbaik adalah kedua belah pihak
harus sama-sama mengalah.

Dengan melakukan hal ini bukan berarti kita menyerah kalah dengan berkompromi
dan tidak bersikeras dengan apa yang dianggap benar. Hal ini adalah sesuatu yang
hanya dapat kita putuskan sendiri, apakah ingin berada dalam hubungan yang sehat
dan saling menghormati satu sama lain atau sebaliknya. Jika kita hanya
mementingkan apa yang kita anggap benar dan mengesampingkan kebahagiaan orang
lain maka kita bukanlah mitra yang baik.

28. Mengembangkan selera humor dan bermain.

Kita tidak perlu menjadi lucu sekedar untuk menggunakan humor dalam sebuah
percakapan. Yang perlu kita lakukan hanya menggunakan selera humor yang kita
miliki dan mencoba untuk memasukkannya lebih banyak ke dalam percakapan atau
komunikasi dengan orang lain. Humor membantu mencerahkan hati dan pikiran.
Humor juga dapat membantu menempatkan hal-hal kedalam sebuah perspektif atau
sudut pandang yang lebih baik dibandingkan metode lain. Bermain tidak hanya
monopoli anak-anak. Orang dewasa juga butuh bermain sekedar untuk melepaskan
diri dari penatnya kehidupan dan lain-lain.

29. Menanyakan umpan balik.

Komunikasi adalah tentang keterhubungan dengan orang lain hingga sangat


dimungkinkan kita dapat melakukan kesalahan. Memikirkan tentang berapa banyak
orang berbicara tentang diri mereka sendiri dan bukan tentang orang yang mereka
ajak bicara.

30. Komunikasi itu lebih dari sekedar berbicara.

Dalam konteks komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi, untuk dapat
berkomunikasi dengan baik dan lebih efektif dalam hubungan yang kita jalani, kita
tidak perlu harus selalu berbicara. Kita juga dapat berkomunikasi melalui berbagai
macam cara seperti melalui tindakan dan secara elektronik seperti melalui media
sosial. Hal ini juga berlaku dalam konteks komunikasi dan bidang komunikasi
lainnya misalnya komunikasi organisasi, komunikasi bisnis, dan komunikasi antar
budaya. Hendaknya kita tetap berhubungan sepanjang hari melalui surat elektronik
atau media lainnya karena hal ini mengingatkan kita akan pentingnya orang tersebut
dan bagaimana pentingnya mereka bagi kehidupan kita.

12 Cara Berkomunikasi yang Efektif dan Baik dalam


Percakapan

1. Berikan kesan antusias pada lawan bicara


Cara berkomunikasi efektif pertama adalah buatlah lawan bicara Anda merasa
senang dengan menunjukkan antusiasme Anda. Dengan begitu mereka akan
berpikir bahwa mereka adalah lawan bicara terbaik yang pernah bicara dengan
Anda. Mereka juga akan berpikir bahwa Anda sangat peduli dengan mereka dan
secara tidak langsung Anda memberikan perasaan positif bagi mereka. Mereka
jadi lebih percaya diri, lebih terbuka dan mereka pun tidak segan lagi untuk
membuka percakapan yang lebih dalam.

2. Berani mengungkapkan apa yang dipikirkan


Untuk membangun suatu komunikasi efektif dan baik, maka Anda perlu memiliki
rasa percaya diri dan keberanian. Hal ini diperlukan agar Anda bisa turut andil
dalam sebuah percapakan. Jangan berpikir bahwa pendapat Anda tidak
berharga. Karena berharga atau tidaknya pendapat seseorang adalah sesuatu
yang relatif. Bisa jadi pendapat Anda memang tidak berharga bagi satu orang
namun bukan berarti orang lainnya juga mengaggap sama. Bisa saja orang yang
lainnya justru menganggap pendapat Anda sangat bermanfaat dan berharga.

3. Jadilah pendengar yang baik


Anda sudah percaya diri untuk mengungkapkan isi pikiran Anda, tapi bukan
berarti Anda harus mendominasi percakapan. Berilah kesempatan pada lawan
bicara Anda untuk menyampaikan juga apa yang ada dalam pikirannya.
Dengarkan mereka baik-baik karena jika tidak, maka percakapan akan jadi ‘tidak
nyambung’. Anda tentu tidak ingin disebut tulalit, bukan?

Cara berkomunikasi efektif yang selanjutnya adalah ketika Anda sedang


menyimak apa yang dikatakan oleh lawan bicara, Anda tak melulu harus jadi
pendengar yang setia. Sesekali ajukanlah pertanyaan sehingga percakapan
tidak putus begitu saja ketika bahasan telah habis. Sebaiknya ajukan pertanyaan
berupa seberapa besar minat mereka terhadap sesuatu yang disukainya. Atau
sedikit pertanyaan tentang kehidupan mereka. Itu akan mengesankan bahwa
Anda sedang berusaha mengenal mereka lebih dekat dan berusaha membuka
diri terhadap suatu hubungan yang baru. Selain itu, mereka juga akan
memperoleh perspektif baru tentang diri mereka dan apa sebenarnya tujuan
hidup mereka.

5. Lakukan kontak mata


Saat percakapan berlangsung maka usahakan untuk memAndang mata lawan
bicara Anda apapun posisi Anda, entah sebagai pembicara maupun sebagai
pendengar. Hal ini akan membuat interaksi Anda dan lawan bicara jadi lebih
intens. Kontak mata memberikan kesan adanya ketertarikan sehingga lawan
bicara juga tertarik untuk bicara dengan Anda.

6. Berpikir sebelum berucap


Pepatah ini sepertinya tidak pernah mati. Demikian halnya dalam berkomunikasi.
Ketika sedang berbicara dengan orang lain maka sebaiknya pikirkan dulu apa
yang akan Anda ucapkan. Karena berpikir sebelum bertindak tentu lebih baik
daripada tidak berpikir. Tapi jangan lupa bahwa lawan bicara Anda juga
menunggu apa yang akan Anda ucapkan sehingga jangan terlalu lama berpikir.
Anda tentu tidak ingin disebut ‘telat mikir’, bukan?

7. Amati bahasa tubuh lawan bicara


Bahasa tubuh atau gesture bisa menunjukkan apa yang dipikirkan seseorang
meskipun berbeda dari yang diucapkannya. Amati gesture lawan bicara Anda
dan perhatikan pula nada bicaranya. Dengan begini Anda bisa menyesuaikan
kata-kata, gesture dan intonasi suara Anda agar mereka bisa memberi respon
positif. Selain itu, hal ini juga berfungsi untuk melihat apakah lawan bicara
tertarik atau tidak dengan obrolan Anda.

8. Gunakan gesture dan ekspresi


Cara berkomunikasi efektif yang selanjutnya ialah setelah mengamati gesture
lawan bicara, saatnya Anda yang menerapkannya. Ajak lawan bicara Anda untuk
masuk dalam topic pembicaraan Anda dengan membuat gersture yang menarik.
Gerakan tangan, ekspresi wajah, dan seluruh tubuh haruslah tampak ‘berbicara’.
Gesture harus disesuaikan dengan jumlah lawan bicaara Anda. Sedangkan
ekspresi harus sesuai dengan topic pembicaraan. Anda tentu tidak mungkin
tertawa saat lawan bicara Anda sedang bercerita mengenai keluarganya yang
baru saja meninggal.

9. Gunakan bahasa yang baik


Bahasa yang baik adalah bahasa yang sopan, mudah dimengerti, dan sesuai
dengan kondisi lawan bicara Anda. Misalnya, Anda tentu tidak mungkin bicara
dengan menggunakan bahasa ilmiah untuk bicara kepada seorang petani. Juga,
usahakan langsung to the point karena pada umumnya orang tidak suka dengan
sesuatu yang terlalu bertele-tele. Anda juga harus menghargai lawan bicara
Anda dengan tidak menyela perkataannya.

10. Tunjukkan kekaguman


Kejujuran adalah salah satu cara terbaik untuk menjalin sebuah hubungan
dengan orang lain. Maka dari itu, jujurlah tentang apa yang Anda sukai dari
mereka dan mengapa Anda menyukainya. Jika Anda ragu untuk mengatakan
secara langsung kalimat “Anda sangat cerdas, saya kagum pada Anda”, maka
Anda bisa memberi memberi pernyataan tidak langsung, misalnya “saya selalu
senang dengan orang cerdas seperti Anda”.

11. Tersenyumlah
Senyum bisa memberikan aura positif pada setiap orang. Senyum adalah pesan.
Saat Anda tersenyum pada lawan bicara secara tidak langsung Anda sedang
memberitahukan pada orang tersebut bahwa Anda tertarik padanya. Orang yang
menerima senyum Anda biasanya juga akan melempar kembali senyumnya
untuk Anda. Hal itu secara tidak langsung akan membentuk suatu hubungan
Anda dengan orang tersebut.

12. Akhiri percakapan dengan sopan


Cara berkomunikasi efektif yang terakhir adalah setelah melakukan serangkaian
percakapan, maka akhirilah dengan kesan yang baik, yakni dengan salam dan
sopan santun. Hal itu akan memberikan kesan positif dari lawan bicara Anda
sehingga di pertemuan selanjutnya mereka tidak akan bosan dengan Anda.

1. Praktek: Praktek adalah kunci untuk mencapai kesempurnaan. Jika Anda


memiliki masalah berbicara di depan umum atau memulai diskusi, Anda bisa
latihan berbicara dengan teman atau anggota keluarga Anda.
2. Ambil inisiatif: Untuk menjadi unggul dalam diskusi kelompok, ambil inisiatif
dalam memulai diskusi, misalnya, menentukan topik. Jangan terlihat terlalu
antusias, tetap tenang saat memulai diskusi. Tujukan aspek positif yang
dapat Andasoroti ketika Anda memimpin diskusi. Ini tidak hanya
menunjukkan bahwa Anda dapat memimpin dengan efisiensi manajerial,
tetapi juga kemampuan Anda untuk membuat orang mendengarkan Anda
dalam diskusi.

3. Jadilah tidak argumentatif: Diskusi kelompok merupakan peristiwa pendek


dan terikat waktu. Anda harus sangat tepat tentang poin yang ingin Anda
katakan dalam diskusi. Diskusi tersebut untuk mengevaluasi rasa percaya diri
Anda, kesabaran, soft skill, keterampilan memimpin, dan kemampuan
meyakinkan orang lain. Berikan pandangan yang jelas dan tidak argumentatif
karena terkesan negatif.

4. Bahasa tubuh yang positif dan ekspresi: Setiap emosi atau bahasa tubuh
yang negatif bisa membuat kesan buruk tentang Anda. Bahkan, jika Anda
merasa gugup atau stres, cobalah untuk tidak menunjukkannya dan
menutupinya dengan kepercayaan diri Anda.

5. Hal yang harus dihindari!: Anda harus berhati-hati ketika berbicara. Jangan
menggunakan jenis bahasa yang kasar dalam diskusi kelompok. Jangan
tidak hormat, mengangkat jari atau mengerutkan dahi pada orang lain di
tengah-tengah diskusi. Ini menunjukkan tanda-tanda pengaruh yang negatif.

Salah satu yang ditakuti dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial &
profesional kita adalah ketika harus berbicara di depan banyak orang, baik untuk
acara sosial, seminar, kuliah, presentasi bisnis, pidato perpisahan, bahkan dalam
acara-acara yang sebagian hadirin telah kita kenal dengan baik. Berbicara di depan
publik bagi sebagian besar kita adalah sesuatu yang menegangkan dan menakutkan,
seluruh mata ditujukan kepada kita seakan-akan menjadi terdakwa yang sedang
diadili oleh para hadirin. Berbicara di depan publik, suka atau tidak suka merupakan
ketrampilan yang harus kita kuasai, karena pada suatu saat dalam kehidupan kita,
pastilah kita akan berbicara di hadapan sejumlah orang, kita harus berkomunikasi
secara efektif, benar dan tepat sasaran.
Berikut adalah kendala-kendala yang sering terjadi dalam public speaking :

• Gugup ( Kecemasan yg berlebihan /demam panging)


Gugup adalah salah satu kendala yang paling besar dalam komunikasi Publik
Speaking ( berbicara didepan khalayak banyak). Penyebab Anda gugup tidak terbiasa
atau tidak terlatih tidak percaa diri, tidak bisa, tidak menguasai materi,. Dan orang
yang belum pernah sama sekali berbicara didepan Khalayak akan mengalaminya,.
Gugup atau Gerogi dalam public speaking disebut juga dengan istilah Demam
Panggung (Irwan. 2015)

• Tidak yakin atau kurang percaya diri


Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang merasa takut dan tidak
percaya diri dalam public speaking, yaitu (Muljanto, 2014) :
1. Takut akan gagal, ingin selalu sukses dan takut gagal malah kadangkala
membuat ketakutan itu semakin besar.
2. Tidak ada rasa percaya diri, merasa diri tidak mampu untuk melakukan hal
tersebut.
3. Traumatis, memiliki rasa takut dan merasa sendirian ketika berdiri di
panggung dan semua mata melihat padanya.
4. Takut dinilai/dihakimi, hal ini terjadi karena adanya perasaan takut ketika
banyak orang membicarakan dirinya atau pendapatnya.
5. Terlalu perfeksionis, perfeksionis baik, tetapi terlalu perfeksionis dan
berharap terlalu banyak pada dirinya sendiri malah membuat efek negatif.
6. Takut akan orang banyak, merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri
ketika berbicara di depan puluhan, ratusan atau ribuan orang.
7. Kurangnya persiapan, persiapan yang minim membuat rasa takut untuk
berbicara di depan umum ini semakin menjadi-jadi.
8. Stress, menghindari stress ketika berbicara di depan umum.
9. Blank, takut tidak tahu apa yang harus dilakukan, apa yang harus
dibicarakan ketika berbicara didepan umum
Gejala-gejala Takut dan Tidak Percaya Diri
Pernahkah Anda merasa gelisah, keluar keringat dingin, kerongkongan kering,
ingin buang air kecil sesaat sebelum tampil dalam public speaking. Natalie Rogers
dalam buku Berani Bicara di depan Publik(dalam Muljanto, 2014) : Cara Cepat
Berpidato menjelaskan ada tiga gejala umum yang sering dilaporkan oleh mereka
yang sulit bicara di depan publik.
Pertama, gejala fisik. Gejala ini bisa dirasakan jauh hari sebelum seseorang
tampil yang muncul dalam rupa ketegangan perut atau sulit tidur. Ketika tampil di
depan, gejala fisik tersebut bisa berbeda untuk setiap orang, namun umumnya berupa
:
1. Detak jantung semakin cepat;
2. Lutut gemetar, sulit berdiri atau berjalan menuju mimbar, atau sulit berdiri
tenang di depan pendengar anda;
3. Suara yang bergetar, seringkali disertai mengejangnya otot tenggorokan
atau terkumpulnya lendir di tenggorokan;
4. Gelombang hawa panas, atau perasaan seperti akan pingsan;
5. Kejang perut, terkadang disertai perasaan mual;
6. Hiperventilasi, yaitu kesulitan untuk bernafas;
7. Mata berair atau hidung berlendir.
Kedua, gejala-gejala yang masuk dalam kategori kedua terkait dengan proses
mental dan umumnya terjadi selama pembicara tampil, antara lain :
1. Mengulang kata, kalimat, atau pesan sehingga terdengar seperti radio
rusak;
2. Hilang ingatan, termasuk ketidakmampuan pembicara untuk mengingat
fakta atau angka secara tepat dan melupakan hal-hal yang sangat penting;
3. Tersumbatnya pikiran, yang membuat pembicara tidak tahu apa yang
harus diucapkan selanjutnya.
Gejala fisik dan mental umumnya diawali atau disertai dengan sejumlah
gejala emosional, diantaranya :
1. Rasa takut yang dapat muncul sebelum seseorang tampil;
2. Rasa tidak mampu;
3. Rasa kehilangan kendali;
4. Rasa tidak berdaya, seperti seorang anak yang tidak mampu mengatasi
masalah;
5. Rasa malu atau dipermalukan, saat presentasi berakhir;
6. Panik
Ketiga, kelompok gejala diatas bisa saling berinteraksi. Rasa takut yang
muncul saat seseorang duduk menunggu giliran untuk bicara, dapat menyebabkan
jantung berdetak lebih cepat tak terkendali. Detak jantung yang demikian bisa
membuat orang tersebut menjadi lebih gugup yang juga menyebabkan tenggorokan
mulai menegang. Gejala—gejala fisik tersebut kemudian mengganggu konsentrasi
sehingga bicaranya menjadi kacau dan tidak jelas arah/maksud pembicaraannya
(Muljanto, 2014)

• Munculnya noises yg tak terhindari


Siapa sih yang ngga pernah berisik di saat seseorang tengah menerangkan sesuatu di
hadapan anda? Baik di saat upacara bendera saat bersekolah, atau ketika dosen
menerangkan mata kuliah di kelasmu, kamu pasti pernah mengobrol. Ingin disangkal
atau tidak, jelas terlihat bahwa ‘mengobrol’ sudah menjadi budaya yang begitu
melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita. Ini bisa menjadi kebiasaan
yang sangat buruk, ketika memang kita sedang menghadiri sebuah acara yang
notabene tidak diperkenankan mengobrol (http://swaragama.com/stc/?p=45)..
• Alat bantu yang justru mengganggu
Alat bantu dalam public speaking sangat beragam. seperti microfon, Pengeras suara,
Laptop LCD, dan lain-lain. Contoh kasus Laptop yang gagal dikoneksikan dengan
LCD adalah salah satu dari gangguan Multimedia yang kerap kali dihadapi para
pembicara dalam sebuah presentasi atau mungkin rapat pertemuan. Suara audio yang
tidak keluar, video yang tersendat atau kualitas resolusi LCD yang buruk merupakan
contoh lain dari gangguan multimedia yang mungkin kamu hadapi. Bila hal ini
terjadi, kamu harus pandai untuk tetap menjaga mood dari audience. Jangan biarkan
konsentrasi mereka jadi pecah, atau justru sampai pergi meninggalkan ruangan
karena terlanjur kehilangan mood. Penguasaan materi juga sangat penting, agar
setidaknya kamu memiliki bahan yang tetap cukup untuk disampaikan di saat
gangguan multimedia terjadi. Selalu siapkan rencana cadangan untuk antisipasi hal
tersebut terjadi (http://swaragama.com/stc/?p=45).
• Penutup yang bertele-tele atau ngambang
Penutup biasanya berisi kesimpulan, saran, atau pesan yang di berikan oleh seorang
public speaker kepada audience, dan tidak jarang pula ita temui pembicara/ sesorang
dalam suatu forum yang menutupnya dengan bertele-tele atau ngambang.

Sumber Referensi :
Irwan. 2015. Tips Mengatasi Gugup dalam Public Speaking untuk Pemula. Di unduh dari
lamanhttp://www.irwanteasosial.com/2015/04/tips-mengatasi-gugup-dalam-
public.html
Muljanto, M.A. 2014. Mengatasi Rasa Takut dan Tidak Percaya Diri dalam Public Speaking,
di unduh pada laman http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/168-artikel-
pengembangan-sdm/19844-mengatasi-rasa-takut-dan-tidak-percaya-diri-dalam-
public-speaking
(http://swaragama.com/stc/?p=45).

Duduk persoalannya
Meskipun setiap orang mengalami, baik pembicara pemula maupun kelas wahid, namun
setiap orang mempunyai cara dan sikap yang berbeda-beda untuk mengatasi rasa takut
dan cemas.
Pertanyaannya:
Bagaimana mengatasi (bukan menghilangkan) rasa takut dan cemas sebelum maupun
pada saat kita berbicara di depan umum?
Kita mesti mengetahui terlebih dahulu alasan orang merasa takut dan cemas sebelum
tampil:

 Takut ditertawakan
 Takut dimarahi jika salah
 Takut mengecewakan pendengar
 Takut mendapat kritik
 Takut terjadi hambatan di tengah proses
 Takut dengan bayangan publik yang lebih pintar
 Takut kehilangan muka
 Takut mengungkapkan pendapat yang hanya diwakili oleh kelompok minoritas
 Takut .......... dan lain-lain, setiap orang bisa berbeda-beda alasannya.

Dengan kita mengetahui alasan-alasan tersebut, maka hal yang perlu kita lakukan untuk
mengatasinya:
Pertama:
Yang penting ialah persiapan yang teliti.
Ada pendapat ahli yang mangatakan “jika kita telah melakukan persiapan dan
perencanaan yang serius, maka kita telah meraih keberhasilan 95%.” Selebihnya yang
5% adalah kenyataan yang akan dihadapi.
Kedua:
Kalimat pertama dan terakhir harus dihafal dan sangat kita kuasai.
Oleh karena itu selama kita berpidato/tampil berbicara perlu sekali:

 Membina kontak mata dengan pendengar


 Menganggap pendengar sebagai kawan (sederejat), bukan lawan
 Mengembangkan pikiran positif:

- pada orang lain (publik kita):


* mereka/pendengar tidak akan mentertawakan kita, mereka
akan mendengarkan pendapat kita
* Pendengar tidak menentang kita! Mereka datang hanya untuk mendengar
ceramah kita. Kalau tidak mereka pasti tidak akan hadir dalam ceramah
kita
- pada diri sendiri:
* Jika terjadi hambatan kecil selama proses kita berbicara, usahakan jangan
langsung gusar, tetaplah menenangkan diri, caranya: bersikaplah bahwa
kita sedang “menyatu” dengan diri sendiri, tidak akan menyalahkan siapa
pun (termasuk diri sendiri). Terimalah diri kita apa adanya.
* Jika terjadi kegagalan pula, anggaplah tidak terlalu tragis karena
hidup kita tidak akan “musnah” hanya karena kegagalan itu.
* Kegagalan hendaknya dianggap sebagai kemenangan yang tertunda.

 Buatlah jeda di tengah pembicaraan


 Ingatlah selalu kalimat ini: SAYA HARUS! SAYA MAU! SAYA SANGGUP!
 Dalam hal ini pepatah orang Cina sangat tepat: satu perjalanan yang 1000
kilometer jauhnya, mulai juga dengan langkah pertama.

Jadi tidak perlu khawatir lagi dengan perasaan takut dan cemas dalam diri kita.
Ingatlah bahwa segala keberhasilan di dalam hidup ini, selalu didahului oleh rasa
cemas dan takut.
Sekedar berbagi pengalaman:
Kadang kala saya memulai pembicaraan (di depan umum), dengan membawakan cerita
sebagai ilustrasi awal atau cerita anekdot yang lain. Tujuannya: meraih perhatian
pendengar dan mengurangi rasa takut dan cemas saya. Dengan begini saya bisa
melepaskan nafas/udara awal dalam diri saya yang begitu membebani. Lalu saya bisa
bernafas dan bicara dengan leluasa.
Ini hanya salah satu tips dan trick!!!
.

Anda mungkin juga menyukai