Anda di halaman 1dari 21

Berpisah Dengan Teman,

Biasa Saja

Primo Rizky

PENULIS & PENERBIT

ILUSTRASI OLEH: MUTUALIST CREATIVE

Tak pernah ada yang tahu bagaimana cara semesta bekerja karena Tuhan tak
memberikan kita cheat sheet atas apa yang akan terjadi selanjutnya. Hari ini tertawa,
esok berduka. Yang kemarin masih bersama, lusa mungkin terpisah.

Kehidupan tak pernah dapat kita tebak. Segala sesuatu dapat dengan mudahnya berubah
dalam sekejap mata – termasuk hubungan antar manusia. Ingatkah kamu dengan
seseorang yang dulu pernah mewarnai hidup, namun kini semakin menjauh? Seperti
teman-teman masa kecilmu, contohnya.
Dulu mungkin temanmu itu adalah orang yang selalu ada di sisi. Rekan yang setia
tertawa dalam setiap canda dan menguatkan dalam keterpurukan. Dia adalah orang
pertama yang tahu rahasia-rahasiamu. Dia yang berjanji untuk terus bersama hingga
dewasa nanti.

Namun semua terkadang tak selalu berjalan sesuai rencana. Semakin kita beranjak
dewasa, seringnya mereka akan terlupakan. Terkadang kita berjauhan bukan karena
sebuah pertengkaran. Bisa saja tanpa ada alasan yang jelas, kita saling berlayar ke dua
arah mata angin yang berbeda. Manusia berubah – penjelasan paling sederhana bagi
sebuah perpisahan.

Faktanya, dalam hierarki hubungan antar manusia, pertemanan berada di tingkat


terbawah. Pasangan, orangtua, anak – semuanya berada dalam prioritas teratas.
Pertemanan merupakan hubungan yang unik karena tidak seperti keluarga, kita dapat
memilih untuk menjadi bagian dari mereka. Pertemanan pun tidak seperti pernikahan
karena kita tak terikat dalam struktur formal dengan mereka. Sifat hubungannya yang kita
pilih atas kehendak sendiri ini menjadikan pertemanan sebagai ikatan yang rapuh.

Pada hakikatnya manusia adalah yang makhluk yang senantiasa berubah. Perubahannya
pun kadang terjadi dalam waktu yang singkat. Bisa saja kita di esok hari bukan lah kita
yang sama seperti hari ini. Mungkin nilai yang kita anut, pemikiran yang kita lahirkan,
dan perasaan yang kita miliki akan berubah. Semakin dewasa, manusia pun akan semakin
memikirkan kepentingan diri sendiri. Artinya, jalan hidup yang akan dilewati pun
berbeda dan tak lagi berada di jalan yang sama dengan teman-teman kita.

Mungkin kita akan berusaha tetap menjaga pertemanan tersebut agar tidak menjauh.
Salah satunya dengan bantuan teknologi. Di Facebook atau Instagram mungkin kita
masih berteman, masih bertukar ucapan ulang tahun, atau saling menyukai foto anak-
anak kita. Meski sifatnya ‘mekanis’, setidaknya langkah-langkah itu menjadi semacam
life-support bagi keberlangsungan pertemanan.
Namun sesungguhnya tak ada yang salah dengan sebuah perpisahan – situasi yang
lambat laun mengubah teman menjadi orang yang asing. Jalan hidup yang berbeda
terkadang menjadikan beberapa orang tak lagi relevan. Konsep yang terdengar
mengerikan memang. Tapi begitu lah hidup.
Didengarkan,
Mendengarkan

Satine Zaneta

MUSISI

Ingin didengarkan merupakan kebutuhan dasar manusia. Sedari kecil, kita selalu ingin
mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan pada orang sekitar. Mungkin ini juga
bagian dari ego dalam diri manusia yang selalu ingin didengarkan untuk dimengerti.
Adalah wajar jika kita pernah merasa tidak ada orang yang mengerti. Ini pun terjadi
padaku ketika masa puber. Namun, yang aku pelajari adalah ternyata aku sendiri tidak
mengerti apa yang diinginkan. Seringkali aku merasa kesulitan mengurai pikiran sendiri
hingga bingung bagaimana cara mengungkapkannya pada orang lain. Biasanya kalau
sudah begini, aku butuh waktu untuk diri sendiri, refleksi, dan mempertanyakan apa yang
sebenarnya diinginkan. 
Agar dapat bisa lebih mudah dimengerti oleh orang lain, kita harus tahu dulu apa yang
diinginkan. Tapi lebih dari itu, sebenarnya kita harus mau mendengarkan orang lain juga.
Ketika kita tidak tahu apa yang diinginkan tapi tetap ingin mau didengarkan, akhirnya
kita tetap mempersulit keadaan. Tidak akan ada yang lebih mengerti apa yang diinginkan
dari diri kita sendiri. Jadi, jika ingin dimengerti, kita harus mencoba mendengarkan dan
mengerti orang lain juga supaya terjadi jalinan komunikasi yang baik. Tidak bisa instan,
memang. Apalagi jika sebelumnya kita belum menyadari bahwa sudah menjadi
pendengar yang baik atau belum. Tapi, kita bisa terus berusaha untuk membangun
kebiasaan mendengar orang lain itu. 

Agar dapat bisa lebih mudah


dimengerti oleh orang lain, kita
harus tahu dulu apa yang
diinginkan.
Aku adalah salah satu orang yang beruntung karena di rumah mendapatkan ruang untuk
bicara. Orang tuaku mengajarkan bahwa komunikasi merupakan hal paling utama untuk
menjaga hubungan dalam keluarga. Sesederhana memilih jurusan kuliah atau saat ayah
membicarakan pekerjaannya, itu sudah dapat dikatakan latihan berkomunikasi. Sudah
pasti adanya lima kepala memiliki lima pikiran yang berbeda, tapi untungnya kami bisa
selalu punya ruang untuk mengungkapkan apa yang dirasa. 

Dalam berargumentasi pun kami melatih diri untuk memiliki pola pikir bahwa pendapat
tiap-tiap dari kami bisa saja berbeda. Yang terpenting adalah bagaimana cara
menerimanya, mencari jalan tengah, dan mencari solusi yang terbaik untuk semua. Selain
itu, cara mengurakan pendapat juga menjadi sangat penting demi melancarkan
komunikasi. Pesan akan sampai hanya jika diutarakan dengan cara yang baik. Jika ada
perdebatan, itu amat wajar dan bukan dijadikan masalah. Sebaliknya, perdebatan
dijadikan pelajaran untuk di masa depan. 

Pesan akan sampai hanya jika


diutarakan dengan cara yang
baik.
Berkata begini, bukan berarti aku tidak pernah mengutarakan pendapat dengan tidak baik.
Dulu aku pernah merasa menjadi seseorang yang sangat vokal, tidak peduli orang lain
paham atau tidak dengan pendapatku. Namun, akhirnya aku menyadari sikapku tersebut
tidak bermanfaat. Tidak ada orang yang bisa mendengarkan jika aku terus mengutarakan
pendapat dengan cara seperti dulu. Lambat laun, aku memperbaiki diri. Setelah
berdiskusi dengan ayah dan bunda, aku menyadari bahwa cara komunikasiku sering
salah. Kehadiran adik-adik juga cukup membantuku untuk menjadi pribadi yang lebih
sabar dan untuk belajar mengerti orang lain, mengerti bahwa tidak semua hal perlu
diperdebatkan. Terkadang kita cuma perlu setuju dan memahami saja. 

Komunikasi juga menjadi kunci saat lagu “Utuh” dipublikasikan. Faktanya, lagu ini lahir
berkat adanya diskusi antara aku dan orang tua. Khususnya dengan ayah yang membuat
lirik lagu tersebut bersama Om Ario Bayu. Aliran musik aku dan ayah cukup berbeda.
Beliau lebih suka musik rock sedangkan aku lebih suka musik pop. Kemudian ayah
banyak bertanya aku ingin dan nyamannya membawakan lagu tersebut seperti apa.
Bersyukurnya, ayah dan ibu sangat mendukung apapun yang aku lakukan selama itu
positif dan tidak merugikan orang lain. Akhirnya, aku pun bisa berkarya dengan caraku
sendiri. 

Meskipun lirik lagu tersebut seputar hubungan percintaan, tapi aku dan ayah sepakat
bahwa lagu ini tidak hanya sekadar hubungan asmara melainkan membicarakan masalah
komunikasi di semua jenis hubungan. Mendengarkan, didengarkan, mengerti, dan
dimengerti itu adalah bagian dari komunikasi. Jika tidak menjaga komunikasi dengan
baik, akan sulit untuk kita bisa merasa utuh sebagai manusia. Kita mempersulit orang lain
untuk mengerti kita, dan pada saat yang sama kita sebenarnya tidak tahu keinginan dan
perasaan sendiri sebab tidak tahu bagaimana cara yang produktif untuk
menyampaikannya. Ini berarti kita belum bisa membangun komunikasi yang baik dengan
diri sendiri maupun dengan orang lain. 
Menikmati Proses
Merelakan

Marvin Sulistio

JURNALIS TELEVISI

“You can’t wait until life isn’t hard anymore before you decide to be happy. “

Satu kalimat yang mengubah pandangan saya akan hidup.

“Kamu tidak bisa menunggu sampai hidup tidak sulit lagi, sebelum kamu memutuskan
untuk menjadi bahagia.”

Sebuah kalimat yang tetiba muncul dari seorang kontestan bernama panggung Nightbirde
dari America’s Got Talent tahun 2021. Sebuah kalimat simpel, yang datang dari seorang
kontestan yang tengah bergelut dengan kanker di sejumlah titik di tubuhnya.
Meskipun ia dikatakan hanya memiliki 2% chances of survival, namun dia tetap
memberikan senyuman terbaiknya.

“Ia tetap berkata: 2% itu artinya bukan 0%. 2% adalah sesuatu!”

Atau ketika dia ditanya bagaimana ia bisa sekuat itu dalam senyumannya, ia hanya
berkata:

“It’s so important that everyone knows that i so much more than a bad thing about me.”
(Sangat penting jika semua orang tahu jika saya jauh lebih baik dari hal buruk yang
tengah saya hadapi)

Tidak peduli berapa banyak saya menyaksikan video itu, tetap air mata saya tak
terbendung lagi.

Nightbirde mengajarkan kita betapa ia mampu untuk merelakan atau let go segala hal
buruk tidak menutupi semangatnya dalam mencapai misinya.

Namun di sini saya tidak akan berbicara mengenai Nightbirde. Saya disini berbicara
mengenai saya dan anda semua. Saya akan berbicara mengenai menikmati proses
merelakan segala sesuatunya.

Saya yakin, kita pernah merasakan sebuah proses yang disebut ‘letting go’ atau proses
merelakan segala sesuatu. Bisa merelakan sebuah kesempatan kerja, hubungan dengan
pasangan, atau kehilangan anggota keluarga kita. Namun kadang kita sulit untuk
menerima fakta sebelum akhirnya kita bisa melepaskan hal itu secara penuh.

Beberapa langkah yang saya rasakan untuk letting go, ada 3 hal, diantaranya:

1. Fase Berduka

Fase di mana kita merasakan kehilangan adalah bukan suatu hal yang nyata. Kita masih
belum bisa menerima fakta, jika kita memang saat ini sedang kehilangan. Semua memori
apik masih terlukis di pikiran kita, seakan kita berharap muncul keajaiban dan akhirnya
kita kembali bersama lagi dengan pasangan, keluarga, atau kesempatan yang hilang.

Fase ini sangat rawan dengana danya penyangkalan segala macam hal, kita menyangkal
akan perasaan kita, atau bahkan menyangkal fakta bahwa ia sudah tidak bersama kita. DI
fase ini pula kita mungkin merasakan emosi kita menguasai logika kita. Seluruh tindakan
yang kita kira bisa dilakukan untuk memperbaiki kerusakan ini, malah sebaliknya,
memperparah. Lalu apa kunci untuk bisa memperbaikinya?

2. Menerima Keadaan atau Acceptance

Inilah fase selanjutnya dalam letting go, namun paling sulit dilakukan, sebab kita harus
berhadapan dengan fakta diri kita sendiri. Kita mungkin bisa berbohong kepada orang
lain, namun kita tidak bisa berbohong pada diri sendiri.

Kita mungkin bisa berbohong


kepada orang lain, namun kita
tidak bisa berbohong pada diri
sendiri.
Akuilah jika kita memang tengah berduka, akuilah jika kita masih merindukan sosok
yang sudah hilang ini. Terkadang emosi tersebut bisa muncul tiba-tiba, seperti air mata
atau perasaan panik. Akuilah jika memang diri kita tidak sedang baik-baik saja.

Namun ketika kita menerima, atau melalui acceptance, kita juga sering bertanya dengan
diri kita, kenapa kalau begitu Tuhan mengambil dia dari saya?  Nah, saya bukan sosok
religius, namun saya selalu percaya, bahwa:

“Kadang Tuhan mengambil sesuatu dari kita, untuk diganti dengan hal lain. Bisa jadi, hal
yang diganti melebihi yang diambil, atau malah kurang dari yang diambil. Kenapa?
Karena Tuhan tahu kemampuan kita. Tuhan tidak akan memberikan suatu hal yang tidak
bisa kita lalui.”

Kadang Tuhan mengambil


sesuatu dari kita, untuk diganti
dengan hal lain.
Percayalah, akan ada jalan lain yang terbuka ditengah kebuntuan yang kita kira tengah
dihadapi. Dengan menerima keadaan kita, kita akan mengerti Batasan seperti apa yang
bisa kita lalui sendiri, dan mana yang harus kita pelajari lebih lanjut.

3. Metamorfosa

"Life is all about moving forward. When everything feels tougher, just rest for a while,
then try to move again. No matter how small it is, take your baby step and moving on.
Repeat it again.”

Ketika kita sudah menerima keadaan kita, artinya kita sudah tenang dengan pergelutan
batin kita. Kita kini harus bisa menata kembali hidup yang sempat ‘hilang’ sebelumnya.
Sebab satu hal yang harus dan tetap kita sadari serta lakukan: terus berjalan ke
depan. Life is always moving forward not backward.

Life is always moving forward not


backward.
Bisa dengan melakukan hal yang mungkin sebelumnya tidak bisa kita lakukan Ketika
kesempatan lama kita, atau dengan pasangan kita yang lalu. Sehingga kita membuka opsi
untuk melebarkan sayap kita lebih lebar.
Ingat, waktu akan terus berjalan, dan kesempatan kalian untuk bisa berjuang atau berhenti
—tidak akan mempengaruhi jalannya waktu.

Beberapa waktu ini, memang saya mempunyai masalah, mungkin kalian juga? Namun
hal yang sempat terbesit dalam pikiran saya adalah:

Pilih berhenti dan meratapi, atau mencoba berjalan pelan dan kecil meski sulit. Saya
putuskan memilih yang kedua.

Ketika kita mengumpulkan kesedihan yang terlanjur pecah, saya selalu menganalogikan
hati sama dengan kaca. Ketika hati itu pecah, layaknya kaca. Kita mengumpulkan
pecahan itu agar menjadi satu, pasti kita akan berdarah.. ketika tangan kita mencoba
mengambil satu persatu pecahan itu. Semakin tajam kenangan itu, semakin berdarah pula
kita kumpulkan pecahan itu.

Namun percayalah, berjalan kecil dan terus maju adalah kunci kita menjadi pribadi yang
terus terdewasakan. Kita pun tidak menyadari betapa banyak potensi yang bisa kita
kembangkan ketika kita memutuskan untuk terus bergerak maju.

Menerima proses letting go adalah proses pendewasaan pribadi, yang selalu sulit dan
penuh tantangan, namun bukan berarti kita tak bisa memenangkannya.

Dan tanamkan dalam pikiran kalian, ketika ada keraguan:

You are the one that should control the mind.

You are a force to be reckoned, with once you gain control of your feeling.

Karena sejatinya, merelakan atau melepaskan sesuatu bukanlah membuangnya jauh-jauh


kemudian kita benci, melainkan kita menyadari apa hal yang bisa kita kontrol dan hal apa
yang tidak bisa saya kontrol.
Analogikan merelakan adalah kita melepaskan sebuah perahu kertas di sungai. Apakah
kita melempar jauh-jauh perahu itu? Tidak, kita lepakan mengikuti aliran air. Perahu itu
bisa jadi kembali kepada kita, tapi bisa juga mengikuti arus air. Begitu pun dengan
permasalahan kita, taruh dengan rapi di perahu itu, dan lepaskan di sungai. Lepaskan hal
yang tidak bisa kita kontrol.

Kenali diri Anda, sadari setiap berkat yang ada di sekitar Anda, syukuri, dan menangkan
pertarungan ini.

Lepaskan hal yang tidak bisa kita


kontrol.
Mengelola Emosi

Diyah Deviyanti

KOORDINATOR PROYEK LINGKUNGAN HIDUP

Hai kawan, apa kabar?

Semoga masih optimis menjalankan rencana tahun ini ya, meski keadaan di luar sana
kadang terlihat agak tidak terkendali.

Mengenai keadaan dari luar yang tidak bisa kita kendalikan, aku punya satu cerita.
Pernah suatu ketika aku marah tanpa sebab. Waktu itu aku kira hormonku sedang tidak
stabil. Tapi nyatanya bukan. Alhasil, adikku yang tidak mencuci piring setelah makan
siang, aku marahi habis-habisan dan jadi panjang lebar kemana-mana. Akhirnya kami
bertengkar. Kejadian-kejadian seperti ini kadang terjadi di luar kendali akibat emosi yang
tidak tersalurkan dengan tepat. Biasanya tumpukan emosi ini datang dari luar diri kita,
terkubur di dalam diri tanpa disadari kehadirannya.
Malam hari setelah kejadian itu, timbul penyesalan dalam diri. Muncul pertanyaan di
benakku, “tadi siang kenapa aku bisa semarah itu karena masalah yang sangat sepele?”
Aku mencoba merunut kejadian beberapa hari sebelumnya, mencari akar permasalahan
emosiku yang tidak terkendali tadi siang. Dalam kehidupan pribadi, tidak ada masalah
sama sekali. Namun, akhirnya kutemukan masalahnya dalam pekerjaan. Ada satu hal
yang mejadi masalah dan cukup menyita energi serta emosiku. Seharusnya dari masalah
tersebut, aku bisa marah dengan hebatnya. Tapi karena demi menjaga hubungan
profesional, aku mencoba menahan emosiku. Ku kira dengan menepis emosi dalam
diriku itu, tidak berusaha merilisnya dengan tepat, akan baik-baik saja. Tidak kusangka,
adikku yang menerima akibatnya.

Energi-energi negatif atau energi yang tidak kita perlukan dari luar tanpa disadari
seringkali tertumpuk dalam diri kita karena berbagai faktor, entah disengaja atau tidak.
Tapi, satu hal yang membuat energi ini terus terkubur pada kita yaitu karena kita
membiarkannya. Jadi, penting untuk mengenal berbagai energi negatif ini sehingga kita
pun bisa melepaskannya dengan baik.

Energi-energi negatif atau energi


yang tidak kita perlukan dari luar
tanpa disadari seringkali
tertumpuk dalam diri kita karena
berbagai faktor.
Lantas, bagaimana cara mengenalnya? Belajarlah lebih peka terhadap hati dan perasaan
tidak nyaman. Jujurlah pada diri sendiri, tidak perlu segera mengalihkan atau kabur dari
energi tersebut. Perasaan inilah kunci dan tanda bahwa kita sedang berada di fase
perubahan dari keadaan baik menjadi tidak baik-baik saja.
Belajarlah lebih peka terhadap
hati dan perasaan tidak nyaman.
Jujurlah pada diri sendiri, tidak
perlu segera mengalihkan atau
kabur dari energi tersebut.
Aku percaya, setiap orang punya cara yang berbeda untuk sadar akan energi negatif yang
datang dari luar dan cara sendiri untuk mengatasinya. Namun, aku punya pengalaman
yang barangkali bisa berguna untuk kita semua, sekaligus sebagai pengingatku juga.

Ketika aku dihadapkan dengan keadaan yang membuatku marah atau tidak nyaman
akibat energi dari luar diriku, hatiku menyadarinya. Respon terhadap keadaan tersebut
sebetulnya bisa kita kendalikan, selama kita menyadari dan mengakuinya dengan jujur.
Jujur maksudku di sini tidak perlu terlihat baik-baik saja, namun jangan juga
memperlihatkan dengan cara-cara yang kasar. Toh kita manusia, ada emosi dan wajar
jika terlihat. Lalu, aku menerimanya, diam dan ambil napas kemudian
menghembuskannya perlahan. Setelah bisa meninggalkan keadaan yang membuatku
tidak nyaman, aku mencari tempat sepi kemudian menangis atau berteriak sekencang
mungkin dan berkata pada diri sendiri “sabarmu kali ini bukan karena kamu mengalah,
tapi karena kamu lebih hebat daripada energi-energi negatif itu”. Setelah pulang ke
rumah, aku akan bercerita kepada orang yang kupercaya, berbagi dengan orang-orang
terdekat ini cukup efektif untuk menerima dan menguraikan energi-energi negatif
tersebut.

Ketika bercerita, kita boleh mencurahkan semua isi hati, namun jangan menghakimi,
karena ketika menghakimi akan muncul perasaan dendam dan ini akan sangat menyiksa
batin kita sendiri. Lantas, apakah aku menjadi orang yang tidak pernah marah? Tentu
tidak, hehe. Hanya saja aku menjadi cukup bisa mengelola emosiku dan energi negatif
yang datang dari luar, tidak dikendalikan oleh keadaan sekitar yang datang tanpa
diundang.  Jujur, hingga saat ini pun aku terus belajar mengelolanya.

Jadi, jangan sampai kita mengulang kesalahan yang sama lagi ya, mengeluarkan emosi
dengan cara yang tidak tepat dan orang terdekat yang malah terkena imbasnya.
Lakukan Sepenuh Hati

Nastasha Abigail, Greatmind x Rapot

PENYIAR, MEDIA PARTNER

Setiap orang terlahir dengan bakat dan kemampuan yang berbeda. Ini adalah titipan
Tuhan. Belajar dari film animasi “Soul”, kita sebenarnya ada di dunia ini sudah
dilengkapi dengan sifat dan bakat bawaan. Sementara soal minat, ia akan berkembang
seiring berjalannya waktu di mana nantinya disesuaikan dengan tujuannya masing-
masing. Kita akan seperti apa nantinya, bekerja sebagai apa, ada proses seleksi alam yang
membentuk kita menjadi satu individu. Terkadang, ada bakat yang tidak sesuai minat.
Pun sebaliknya. Tapi keduanya tetap bisa mengantar seseorang pada kesuksesan atau
kebahagiaan. Ketika punya minat di satu bidang tapi tidak berbakat, pasti tetap bisa
diusahakan. Semua hal mungkin saja tercapai.

Dalam film yang sama, saya juga belajar bahwa kita bisa bahagia bahkan sebelum kita
mencapai sesuatu yang diinginkan. Dalam proses mengejar impian, kita bisa menikmati
percikan-percikan bahagia yang timbul. Sekalipun dalam perjalanan tersebut tidak semua
sesuai dengan ekspektasi, kita bisa tetap bahagia dalam menikmati prosesnya. Paling
tidak kita bisa mengucap syukur agar tidak membuang waktu untuk menyesali apa yang
terjadi. Pada akhirnya, apapun target hidup kita, yang menentukan kehidupan bukanlah
kita tapi yang Yang Maha Kuasa. Ketimbang memiliki ekspektasi yang jauh dari apa
yang sedang dijalani saat ini, lebih baik kita melakukan apapun dengan sepenuh hati. 

Menurut saya, menjadi passionate jauh lebih penting dari passion. Melakukan pekerjaan


apapun, jika kita melakukannya sepenuh hati maka akan timbul kebahagiaan daripada
hanya sibuk mengejar passion. Sampai saat ini pun jika ditanyakan passion saya apa, saya
belum bisa menjawab pasti. Tentu saja punya tujuan dalam melakukan pekerjaan, tapi
tidak pernah saya jadikan patokan. Saya bukanlah tipe orang yang memaksakan sesuatu
karena kalau memang sudah melakukan upaya dan tidak berhasil, saya tidak akan
memaksakan harus terjadi. Saya adalah tipe orang yang realistis pada prioritas. Saya akan
rela menggugurkan apa yang menjadi keinginan pribadi jika ada prioritas lain yang
menyangkut kepentingan dan kebaikan banyak orang. 

Melakukan pekerjaan apapun,


jika kita melakukannya sepenuh
hati maka akan timbul
kebahagiaan daripada hanya
sibuk mengejar passion.
Kenyataannya, manusia perlu memenuhi kebutuhan dasarnya yang terkadang bisa
mengubah prioritas hidup. Saya sendiri tidak pernah memaksakan diri untuk memenuhi
kebutuhan dasar dengan hal yang disukai. Saya pernah berdiskusi dengan Cholil
Mahmud, Vokalis Efek Rumah Kaca, tentang ini. Meski seorang musisi, ia juga seorang
pekerja kantoran. Jadi, ia tidak punya kekhawatiran untuk membuat karya karena tidak
dicampur-adukkan dengan kebutuhan dasar. Ia bisa membuat karya sesuai hati nurani
dan passion. Saya belajar darinya bahwa saat kebutuhan dasar terpenuhi, kita bisa
mengerjakan hal-hal yang kita sukai tanpa perlu menyesuaikannya demi memenuhi
kebutuhan dasar. 

Kenyataannya, manusia perlu


memenuhi kebutuhan dasarnya
yang terkadang bisa mengubah
prioritas hidup.
Tentu saja itu tidak berlaku untuk semua orang. Saya termasuk orang yang beruntung
bisa memenuhi kebutuhan dasar dengan sesuatu yang disukai. Tapi banyak orang di luar
sana mungkin harus memilih pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan ketimbang
untuk sesuai dengan minat. Terkadang dalam hidup, passion tidak selaras dengan
privilese. Akan tetapi, seseorang tetap bisa bahagia dengan kebutuhan hidup lain yang
terpenuhi. Bekerja dengan passionate bisa membantu saya untuk menikmati hari-hari
saya tak kenal lelah berada dalam satu bidang saja. Kebetulan pekerjaan yang saya miliki
juga cocok sekalipun mungkin bukan sesuatu yang dicita-citakan sejak kecil. Saya yakin
tidak selalu orang yang bekerja sesuai passion juga bisa terus bahagia. Dalam prosesnya
pasti ada hambatan-hambatan. Dengan ketekunan, dengan passionate, saya percaya hal-
hal kecil yang kita lakukan bisa membawa pada hal-hal lainnya. Life is a journey not a
destination. Punya tujuan memang penting, tapi bagi saya prosesnya lebih penting.

Life is a journey not a destination.


Punya tujuan memang penting,
tapi bagi saya prosesnya lebih
penting.
Ini pula yang menjadi prinsip saya dalam berkarya. Tujuan saya berkarya hanyalah untuk
meninggalkan warisan pada anak cucu agar mereka bisa mengenang nilai-nilai semasa
hidup saya. Kebetulan kakek buyut saya adalah seorang penulis dan saya hanya
mengenal beliau dari karya-karyanya. Dari karyanya tersebut, banyak nilai-nilai baik
yang bisa diteruskan. Begitulah yang juga ingin saya tiru. Karya bisa menjadi bibit baik
yang bisa diteruskan oleh keturunan kita. Paling tidak diteruskan di dalam keluarga kami
sendiri. Begitulah juga yang saya lakukan bersama Rapot. Tidak pernah ada ekspektasi
untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari projek siniar tersebut. Kalau
memang mendapatkan rezeki dari projek tersebut, tentu saja saya bersyukur. Tapi kalau
tidak juga tidak masalah. Satu kekhawatiran saya adalah jika ada satu orang dalam tim
yang tidak puas dalam proses mengerjakan atau dengan hasilnya. Sebab harapan saya
adalah semua tim yang terlibat mengerjakan ini semua bisa senang bersama melihat hasil
karyanya.

Anda mungkin juga menyukai