Anda di halaman 1dari 7

Kekuatan Magis Dari Sebuah Kata-Kata

BAB I

PENDAHULUAN

Ketika membuka sebuah kolom opini yang terdapat dalam laman web
www.its.ac.id, saya menemukan sebuah cuplikan kalimat menarik. “Bila ingin
memperbaiki kehidupan, mulailah dengan memperbaiki cara berpikir dan berkalimat
yang positif”. Kalimat tersebut merupakan kutipan dari sosok bernama Yoyok Suharto.
Jika kita mengamati lebih dalam, kalimat tersebut bisa ditafsirkan dengan lebih luas.
Dalam hubungannya dengan kehidupan, setiap manusia selalu memiliki keterikatan
dengan manusia lainnya. Hal ini sesuai dengan konsepsi bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang akan selalu membutuhan orang lain di dalam kehidupannya.
Hubungan antarmanusia ini terjalin karena adanya faktor keinginan dan kebutuhan yang
harus dipenuhi. Di dalam proses tersebut, ada yang namanya “interaksi”. Nah, interaksi
antarmanusia selalu melibatkan bahasa sebagai salah satu alat komunikasi.
BAB II

ISI

Adanya penggunaan “bahasa” sebagai salah satu alat komunikasi merupakan


topik yang menarik untuk kita bahas bersama-sama. Di dalam sebuah interaksi yang
melibatkan adanya “bahasa lisan atau tulisan”, tentu saja terdapat kata-kata yang kita
ucapkan atau kita sampaikan. Nah! Pernah tidak, sedikit saja kita berpikir bahwa kata-
kata ternyata memiliki kekuatan magis yang luar biasa bagi manusia? Kata-kata adalah
salah satu hal yang dapat memengaruhi kehidupan seseorang. seseorang. Kata-kata bisa
menjadi penyembuh luka, namun juga bisa menjadi penyebab luka itu sendiri. Hal ini
terjadi karena suatu ucapan atau kata-kata akan didengar, dirasakan oleh hati, dan
diproses oleh otak yang kemudian menjadi sebuah hal yang diyakini oleh seseorang.
Ketika seseorang sering mendapatkan ucapan-ucapan negatif, maka kehidupannya pun
akan dipengaruhi oleh ucapan tersebut. Begitu pula sebaliknya.

Sebagai manusia yang selalu berinteraksi dengan manusia lainnya, kita tentu
memiliki harapan untuk mendapatkan kata-kata atau ucapan-ucapan positif dari orang-
orang di sekitar kita. Ucapan-ucapan tersebut, sesederhana ucapan “Selamat pagi.
Semoga harimu menyenangkan ya.”, adalah hal-hal yang dapat menimbulkan suasana
hati yang gembira dan kita pun akan semakin semangat dalam menjalani aktivitas
sehari-hari.

Di sisi lain, kita pun kadang-kadang menginginkan adanya kata-kata positif yang
begitu menenangkan ketika kita berada di dalam kondisi yang tidak menyenangkan.
Misalnya, suatu hari kita berkuliah seharian. Saat sedang berkuliah, ternyata kita
mengalami berbagai masalah yang menguras energi dan pikiran. Kondisi emosi kita pun
menjadi buruk dan kita pun cenderung muda uring-uringan atau bahkan merasa
terpuruk. Di saat seperti inilah kita berharap adanya kata-kata positif yang
menenangkan. “Ada cerita apa hari ini? Kamu kayaknya lagi kurang bersemangat.
Cerita yuk sama aku” atau kata-kata lainnya, seperti “Aku tahu harimu melelahkan.
Terima kasih ya karena kamu hari ini sudah berusaha keras. Semoga besok pagi,
perasaanmu akan membaik.” adalah kata-kata yang mengandung kekuatan magis, yang
mampu meredakan gejolak emosi kita.
Kata yang Sebaiknya Tidak Kita Sampaikan

Berbicara mengenai kekuatan magis dari kata-kata atau ucapan dan dikaitkan
dengan kehidupan kita sebagai manusia yang sering kali dilanda kesedihan dan
perubahan emosi, apa sih kata-kata atau ucapan yang seharusnya kita sampaikan kepada
orang lain ketika kita mengetahui bahwa orang tersebut sedang mengalami kesedihan,
kesulitan, dan lain sebagainya? Apakah kita akan memberikan kata-kata penyemangat
atau justru kita hanya perlu berdiam diri dan tidak menyuguhkan respons apa pun?

Kadang kita merasa bingung untuk memberikan respons yang tepat kepada
mereka yang sedang dilanda kesedihan. Nah, jika kita ingin merespons orang-orang
yang mengalami kesedihan atau kondisi emosi yang buruk, beberapa contoh kata-kata
atau kalimat yang akan saya sampaikan setelah ini adalah kata-kata atau kalimat yang
tidak seharusnya kita sampaikan kepada mereka karena ternyata kata-kata tersebut
memiliki dampak yang sangat buruk bagi mereka.

Kalimat yang pertama adalah “Kamu harus tahu bahwa banyak orang di luar
sana yang jauh lebih menderita daripada kamu”. Bagaimana rasanya jika ada teman atau
keluarga yang berkata demikian saat kita sedang mengalami kesedihan? Kita justru akan
merasa semakin marah dan tidak menerima keadaan, kan? Kata-kata tersebut
sebenarnya memang mengandung motivasi bahwa kita harus melihat kehidupan orang
lain agar kita menyadari bahwa bukan hanya kita yang mendapatkan cobaan dari Tuhan.
Tapi, hal ini akan membuat seseorang yang sedang dilanda kesedihan justru akan
semakin tenggelam dalam kesedihannya. Mereka akan merasa bahwa tidak ada orang
yang mengerti tentang perasaan dan kondisi mereka. Setiap kali mereka bercerita,
orang-orang selalu meminta dia untuk melihat penderitaan orang lain. Padahal, dia
memang layak untuk melihat penderitaannya sendiri supaya dia bisa bangkit dari
kesedihannya.

Analogi sederhananya adalah seseorang yang mengalami sakit gigi parah tidak
membuat seseorang yang mengalami sakit flu merasa jauh lebih tidak sakit. Artinya,
sebuah masalah yang sedang dihadapi oleh orang lain tidak akan membuat masalah kita
akan menghilang. Jadi, ucapan tersebut adalah salah satu ucapan yang perlu kita hindari.
Alih-alih berkata demikian, kita bisa mengucapkan kalimat lain, seperti “Saya tahu
bahwa kamu sedang menghadapi sebuah masalah yang besar. Tetapi, kamu perlu tahu
bahwa kamu tidak sendirian. Saya sekarang ada di sini untuk kamu.”.

Kalimat yang kedua adalah “Itu cuma perasaan kamu aja kok!”. Ini juga salah
satu kalimat yang harus kita hindari. Kenapa? Karena orang yang sedang mengalami
kesedihan patut dihargai. Kesedihan mereka adalah hal yang nyata, dapat dipahami, dan
bukan sebuah hal yang sepele. Coba kita posisikan diri kita sebagai mereka. Ketika kita
sedang sedih dan membutuhkan orang lain sebagai teman untuk berbagi cerita,
bagaimana rasanya jika kita mendapat respons demikian? Kita tentu akan menjadi
geram atau marah, bahkan kita juga bisa kecewa dan semakin sedih.

Kalimat yang ketiga adalah “Kayaknya kamu setiap hari kelihatan senang-
senang saja. Mustahil kalau kamu sedih dan tidak bisa mengatasi masalahmu.” Kita
sering mendengar atau membaca kalimat seperti ini di kolom komentar media sosial,
kan? Orang lain atau bahkan mungkin kita sendiri juga masih sering menggunakan
“kacamata” kita untuk menilai kondisi dan perasaan orang lain. Kita cenderung menilai
mereka dengan cara pandang kita yang subjektif. Padahal, proses yang mereka alami
hingga mereka “berani” untuk bercerita itu bukan sebuah proses yang mudah. Sama
seperti kalimat “Itu cuma perasaan kamu aja kok!”, kalimat ini juga akan membuat
orang-orang yang sedang dilanda kesedihan akan semakin kebingungan dengan
kondisinya sendiri. Topeng yang sedang mereka lepas untuk sementara waktu saat
mereka bercerita ke kita, akan kembali mereka gunakan terus-menerus. Padahal, tujuan
mereka bercerita adalah agar mereka tidak merasa sendirian, menyadari bahwa masih
ada orang yang percaya pada kondisinya, dan mendapatkan dukungan. Jadi, kalimat
yang seharusnya kita sampaikan kepada mereka adalah, “Terima kasih banyak karena
kamu sudah menaruh kepercayaan kepadaku untuk mendengar ceritamu. Aku baru tahu
bagaimana kondisi kamu setelah kamu bercerita kepadaku. Maafkan aku karena aku
kurang menaruh perhatian kepada kamu selaku teman. Kalau kamu masih
membutuhkan teman bercerita, aku siap untuk mendengar ceritamu sekarang.”

Kalimat yang keempat adalah “Kalau kamu butuh bantuan, bilang aja ya.”.
Lhoh, kok kalimat ini tidak boleh diucapkan kepada mereka? Bukankah kalimat ini
termasuk dalam kalimat yang akan mendukung mereka untuk bangkit? Ya! Kalimat ini
memang sebuah kalimat dukungan, namun memiliki risiko yang besar. Ketika kita
mengucapkan kalimat tersebut, maka kita harus siap dengan segala konsekuensinya.
Artinya, kita harus mau dan mampu untuk benar-benar membantu mereka. Namun,
yang jadi permasalahannya adalah kita sering kali mengucapkan kalimat tersebut hanya
sebatas agar mereka merasa memiliki orang lain yang bisa membantu. Atau mungkin,
kita memang benar-benar ingin membantu, tetapi suatu waktu kita terhalang oleh
kesibukan kita sendiri, sehingga tidak bisa membantu mereka. Kalau begitu, perkataan
kita justru memicu kesedihan mereka pada kondisi yang semakin parah karena mereka
merasa bahwa kita hanya basa-basi saja.

Kalimat kelima dan merupakan kalimat yang paling banyak kita dengar, lihat,
dan bisa jadi juga kita ucapkan adalah “Aku dulu juga pernah mengalami hal yang kamu
alami sekarang”. Nah, siapa yang sering bicara begini? Coba angkat tangan! Kalimat
seperti ini ternyata salah dan tidak tepat untuk diucapkan, loh. Harapan mereka untuk
dapat didengarkan dan didukung menjadi pupus seketika saat kita mengucapkan kalimat
demikian. Bahkan, tanpa kita sadari, kita sering kali mengucapkan kalimat tersebut lalu
diikuti dengan cerita-cerita kita. Cerita-cerita kita akan mengalihkan dan menutup cerita
mereka. Padahal, orang yang sedang membutuhkan bantuan dan butuh didengar adalah
mereka, bukan kita.

Mengucap kalimat yang demikian juga dapat berkesan merendahkan. Kita


mungkin memang pernah mengalami situasi yang mirip dengan apa yang sedang
mereka alami, tapi kita perlu tahu bahwa kita tidak benar-benar menghadapi “monster”
yang saat ini sedang mengganggu kehidupan mereka setiap hari. Kadang-kadang, kita
tidak menyadari bagaimana kondisi mereka yang sesungguhnya. Kesedihan, kemarahan,
dan perubahan-perubahan emosi yang mereka alami bisa jadi bukan hanya terjadi dalam
hitungan hari, melainkan bulan hingga tahun. Daripada mengucap kalimat seperti itu,
kita bisa mengucap kalimat lainnya, seperti, “Aku sadar bahwa aku tidak memahami
bagaimana kondisi kamu yang sebenarnya karena aku tidak berada di situasi yang sama.
Aku hanya bisa membayangkan apa yang sedang kamu alami dari apa yang sudah kamu
ceritakan padaku. Tapi, aku akan selalu berusaha untuk memahami dan membantu
kamu sesuai dengan kemampuanku agar kamu perlahan-lahan bisa terbebas dari
penderitaan yang selama ini kamu alami.”.
BAB III

PENUTUP

Kata-kata yang tadi sudah kita bahas adalah contoh kata-kata yang seharusnya
kita hindari saat kita sedang berhadapan dengan orang-orang yang dilanda kesedihan.
Orang-orang yang sedang dilanda kesedihan cenderung berhadap agar mereka
mendapatkan dukungan yang positif serta mampu membangkitkan semangat mereka.
Namun, hal yang perlu kita sadari adalah mereka tidak hanya membutuhkan dorongan
untuk bangkit. Mereka juga membutuhkan dorongan untuk mengenali kondisi
emosinya, berdamai dengan kesedihannya, menerima segala hal yang telah terjadi, dan
melepaskan segala beban yang ada di dalam hati dan pikirannya. Oleh karena itu, kita
perlu untuk memahami dan menyuguhkan kata-kata yang tepat agar mereka mampu
memahami dan mengelola kesedihannya, sehingga mereka kembali semangat untuk
menjalani hari-hari berikutnya.

Hal ini juga berlaku untuk diri kita sendiri. Ketika kita dilanda kesedihan, kita
memang sudah seharusnya melakukan interaksi dengan diri kita sendiri. Kita harus
mengajak hati dan pikiran kita untuk terbuka dan membicarakan apa saja yang menjadi
beban pikiran dan perasaan. Terlebih lagi ketika kita justru memperoleh kata-kata yang
menyakitkan dari orang lain saat kita sedang dilanda kesedihan. Kita harus mampu
mengelola pikiran dan perasaan agar suasana hati kita tidak semakin buruk. Kita juga
harus mampu menyingkirkan kata-kata menyakitkan tersebut dan menggantinya dengan
afirmasi positif yang dapat kita ciptakan sendiri.

Kata-kata yang menyakitkan memang tidak bisa dihindari, tetapi kata-kata


penghibur merupakan pilihan yang dapat kita buat. Dalam situasi seperti ini, rasanya
tidak apa mengubah sedikit puisi milik Sam Levenson.

Jika berpikir kamu berbicara sendiri, mungkin itu akan menjadi luka bagimu.

Jika kamu ingin dihibur, berpikirlah bahwa kamu tidak sendirian.

Sekali lagi, yakinlah terhadap kekuatan magis dari sebuah kata-kata dan biarkan
kehidupanmu menjadi semakin damai dan bahagia.
DAFTAR PUSTAKA

Ulwiya, Shinta. Tiga Kata Ajaib yang Menghadirkan Energi Positif. (2020, April 13)

https://www.its.ac.id/news/2020/04/13/tiga-kata-ajaib-yang-menghadirkan-energi-
positif/

Anda mungkin juga menyukai