Anda di halaman 1dari 5

KETERBUKAAN adalah awal dari PEMULIHAN

Baru-baru ini muncul fenomena baru dalam beberapa stasiun Televisi. Adadua tayangan yang menurut saya bnar-benar baru (untu Indonesia,bagi Amerika mungkin sudah lama fenomena ini). Curhat Anjasmaradan Masihkah Kau mencintaiku

Saya masih tetap pada pendirian saya, bahwa munculnya acara ini dalah akibat dari semakin buruknya moral masyarakat kita, terjadinya degradasi cinta/kasih serta semakin meajalelanyaKETERTUTUPANantara seorang dengan lainya, antar keluarga, pacar dan terutama antara suami isteri. Saya pun kadang-kadang sangat geram, misalnya meihat bagaimana kedua belah pihak yang dipertemukan oleh mas Helmi dan Mas Anjas, bertengkar hebat, saling

caci, menangis sejadi2nya di depan public, disaksikan oleh jutaan permirsa di seluruh Indonesia bahkan mungkin luar negeri. Dalam hati saya bertanya, Apa kejadia memalukan ini tidak lagi bias diselesaikan secara kekeluargaan atau adat. Atau dimama peranan para agamawan terhadap jemaatnya?? Namun ada satu hal positif yang saya tangkap dari fenomena ini. Disamping saya memberi apresiasi kepada Mas Helmi da Anjasmara, saya sampai pada kesimpulan bahwa KETERBUKAAN adalah awal dariPEMULIHAN. Pemulihan emosional, lukaluka batin, dosa-dosa lama, hubungan suami isteri, pacaran dan bahkan pemulihan hubungan pribadi dengan Tuhan.Maka miliklah kerterbukan, niscaya terjadi pemulihan
Note: Sampel gambar adalah ketika EST di Parapat

KETERBUKAAN ADALAH AWAL PEMULIHAN?


Secara spiritual dan psikologis, manusia butuh diterima apa adanya. Dalam hubungan kita dengan Tuhan, kebutuhan diterima apa adanya sudah terpenuhi. Tuhan telah melakukannya dengan sempurna bagi kita. Tuhan menerima kita apa adanya. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu memang ada orang yang masih merasa malu, minder dan takut di hadapan Tuhan. Permasalah yang lebih sering muncul adalah ketika kita menarik konteks pembicaraan ini kepada hubungan dengan sesama manusia, entah itu dalam hubungan keluarga, persekutuan gereja atau dalam kelompok masyarakat yang lebih luas. Pengakuan dan keterbukaan kita kepada orang lain justru kadang menjadi bumerang bagi kita. Alih-alih mendapat kelegaan, tak jarang justru muncul permasalahan baru dari rahasia yang kita beberkan kepada sesama kita. Padahal kita berharap agar orang-orang yang kepadanya kita membuka rahasia, adalah orang-orang yang mampu memahami situasi dan kondisi kita, sehingga rahasia kita tidak bocor ke manapun. Memilih Hal yang Tepat Hal-hal rahasia yang tersimpan dan menekan kita, perlu dibongkar ke luar. Jika tidak, tingkat stress kita akan merangkak naik dan tentu saja hal itu mengganggu harmoni kehidupan. Alam bawah sadar yang kita miliki kadang tak mau diajak kompromi dalam merahasiakan sesuatu. Itulah sebabnya tak sedikit orang yang mengalami mimpi buruk atau bahkanngelindur saat tertidur. Pada saat itulah sesuatu yang kita sembunyikan menjadi terbongkar. Di lain pihak kita mengalami ketakutan untuk terbuka. Kita sering berpesan, Jangan bilang siapasiapa lagi, hanya kamu yang tahu, ketika menceritakan rahasia kita kepada orang lain. Percayalah bahwa orang itu juga akan memesankan hal yang sama ketika dia bercerita tentang rahasia kita kepada orang lain lagi. Begitu seterusnya, sampai sebuah rahasia bukan menjadi rahasia lagi. Rahasia itu berpindah dari wilayah privat menjadi konsumsi publik.

Kita harus membedakan antara masalah pribadi dengan hal-hal yang rahasia. Orang lain tak perlu tahu berapa uang yang kita alokasikan untuk persembahan perpuluhan. Berapa kali kita berhubungan intim dengan pasangan dalam seminggu, juga tak pantas diketahui publik. Itu masalah pribadi kita. Tetapi mungkin kadang ada rahasia yang membuat kita tertekan dan hidup tidak normal seperti biasanya. Karena sesuatu yang kita sembunyikan itu membuat kita minder, terintimidasi, dan mengalami hubungan yang retak. Atau bahkan menimbulkan akibat-akibat yang lebih parah lainnya, seperti keinginan untuk bunuh diri. Kita akan sangat terbantu untuk terbuka ketika berhasil membedakan kedua hal itu. Mungkin dalam tahap identifikasi ini kita memerlukan waktu yang lama. Tetapi itu lebih baik, sambil terus kita pikirkan implikasi-implikasi dari pengakuan kita. Mempertimbangkan Orang yang Tepat Kita perlu jujur kepada Tuhan. Tak satupun hal yang dapat disembunyikan di hadapanNya. Semuanya transparan. Jika kita menyembunyikan sesuatu, apalagi itu sebuah pelanggaran, kita tak akan beruntung. Sebaliknya, yang mengakui dan meninggalkannya akan disayangi (Ams 28:32). Selanjutnya kita perlu jujur kepada diri kita sendiri. Hal ini penting agar kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri dan menerimanya secara utuh. Ada sebagian orang yang bahkan untuk menerima dirinya sendiri saja mengalami kesulitan, apalagi menerima orang lain. Setelah itu pikirkanlah orang yang tepat sebagai pemegang rahasia yang kita buka. Orang itulah yang akan membuat kita tenang dan aman setelah bercerita tentang apapun rahasia kita. Bisa saja orang itu adalah gembala/pendeta atau sahabat kita. Mungkin juga orang-orang yang punya ikatan emosi dengan kita, misalnya saudara atau pasangan kita. Membuka hal yang tersembunyi kepada umum mungkin tidak bijaksana. Selain kita tak mengenalnya satu persatu, tidak ada jaminan bahwa mereka akan dengan dewasa menerima apa yang kita ceritakan. Lebih baik kita melakukannya empat mata, daripada di hadapan berpasang-pasang mata. Memilih Saat yang Tepat Masalahnya belum selesai ketika kita berhasil menjatuhkan pilihan pada hal dan orang yang tepat atas pengakuan kita. Kita harus menentukan saat yang tepat. Kita sering diliputi perasaan bahwa masalah kitalah yang paling berat. Orang lain pasti memiliki beban pergumulan yang ringan saja. Siapa bilang? Orang yang kepadanya kita mengaku bisa jadi punya problem yang lebih kompleks dari yang kita ceritakan.Dengan alasan inilah saat yang tepat harus kita peroleh supaya keterbukaan kita tidak menjadi kontraproduktif. Dalam hal ini kesabaran kita memainkan peranan yang sangat besar. Kita tidak ingin hanya karena kita terburu nafsu untuk menyelesaikan sebuah masalah, akhirnya malah membuat masalah itu menjadi semakin kompleks. Memang ada hal-hal yang mendesak dan perlu segera diselesaikan, tetapi jadilah tenang sehingga kita betul-betul memilih waktu atau saat yang paling tepat untuknya. Demikianlah keterbukaan akan menjadi sarana yang paling efektif untuk membantu kita keluar dari masalah asalkan kita mampu memilih hal-hal yang tepat, orang-orang yang tepat dalam saat yang tepat pula. Anda mau melakukannya? (joko prihanto)

Keterbukaan adalah Awal dari Pemulihan

Tak ada satu orang pun yang jauh mengenal diri kita dengan baik selain Tuhan dan diri kita sendiri & tidak dapat dipungkiri bahwa ada begitu banyak kepahitan yang tersimpan di dalam hati, baik kepada orang tua, saudara, suami/istri, sahabat, teman kerja/ teman persekutuan bahkan kepada siapapun yang hidupnya perna bersentuhan dengan kita. Jikalau kita berpikir bahwa menyimpan kekecewaan, amarah & sakit hati bisa menyelesaikan masalah, itu adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidup karena secara tidak sengaja kita telah menumpuk bara di atas kepala kita sendiri & juga orang lain. Ibarat sebuah bom, hanya menunggu saat yang tepat untuk meledak. Seperti kisah dari sepasang suami istri, awalnya terasa indah sekalipun hanya tinggal di kamar kontrakan, penghasilan pas-pasan & makan seadanya tetapi mereka tetap bisa menikmati kebersamaan karena ada cinta yang mempersatukan mereka. Namun seiring dengan waktu, cinta semakin pudar, tak ada lagi canda tawa, duduk bercerita bersama seperti yang dulu mereka lakukan. Sehingga mereka hanya menjalani rumah tangga sebatas karena komitmen dan sudah ada gadis kecil yang ada di tengah-tengah mereka. Sepanjang dua tahun mereka menyimpan kepahitan, kekecewaan, sakit hati terhadap pasangan masing-masing, pertengkaran demi pertengkaran pun tak dapat dihindari. Sampai akhirnya suatu malam dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan pertengkaran mereka, bukan hanya sebatas perang mulut tapi juga saling memukul. melihat itu saya berusaha untuk menenangkan mereka kemudian mengajak mereka duduk, memberikan kesempatan kepada istri dan suami secara bergantian berbicara, mengeluarkan isi hati mereka yang selama ini di pendam kepada pasangan masing-masing. Suasana akhirnya bisa tenang, dengan bercucuran air mata sang istri berbicara tentang apa yang dia alami selama 2 tahun berumah tangga ternyata ada begitu banyak kekecewaan, sakit hati terhadap suami yang seringkali sudah tidak punya waktu untuk bercerita dengan dia dan dengan wajah penyesalan sang suami berjanji akan mengubah sikapnya dan berharap sang istri juga merubah sikapnya dan siap menerima apapun kondisi mereka. sebelum meninggalkan mereka, saya mengingatkan tentang kasih mula-mula, mengingat kembali ketika mereka pertama kali bertemu, saling jatuh cinta dan akhirnya mengambil komitmen untuk hidup bersama, hendaklah kasih mula-mula itu menjadi dasar dari keluarga mereka, sehingga seberat apapun masalah yang dihadapi jikalau dihadapi bersama pasti masalah akan bisa diatasi. Puji Tuhan, malam itu menjadi awal dari pemulihan hati mereka. hal itu pun menjadi pembelajaran yang berharga untuk saya secara pribadi, bahwa keterbukaan itu penting. jangan pernah menyimpan sesuatu kepahitan dalam hati, lebih baik berbicara apa adanya supaya bisa saling introspeksi diri masing-masing & membuat hubungan kita dengan Tuhan menjadi jauh lebih indah.

Keterbukaan adalah awal dari pemulihan. Keterbukaan adalah awal dari kemenangan melawan ketakutan. Keterbukaan memaksimalkan potensi diri yang selama ini terpendam. Keterbukaan adalah awal dari sebuah hubungan. Keterbukaan memulihkan hubungan yang rapuh. Keterbukaan adalah awal dari banyak hal-hal yang baik.

Anda mungkin juga menyukai