Zhang Cheng |
Manusia selalu seperti ini. Setelah menikah untuk waktu yang lama,
kita mengambil begitu saja semua hal yang dilakukan oleh pasangan kita kepada kita. Pasangan Anda
membawakan Anda segelas air, Anda mengambilnya begitu saja. Anda tidak mengucapkan terima
kasih. Seiring berjalannya waktu, Anda bahkan lupa nama pasangan Anda: “Hei, ambilkan aku
segelas air!” Ini adalah sikap kurang hormat. Pasangan Anda memiliki nama. Meskipun demikian,
Anda dapat menambahkan kata “sayang”. Jika Anda menambahkan kata “sayang”, hubungan Anda
akan berbeda. Jika Anda menghilangkan kata ini, mungkin itu tidak penting. Akan tetapi jika Anda
menghilangkan namanya, akibatnya akan serius. Ini penting dalam berbicara. Jangan berpikir bahwa
itu adalah hal yang kecil. Kenyataannya, banyak masalah besar dipicu oleh hal-hal yang kecil.
Oleh karena itu, untuk lebih sederhananya, saya ingin mendorong pasangan baru. Saya juga ingin
mendorong siapapun: Pernikahan adalah sebuah hadiah yang diberikan Allah kepada Anda. Pasangan
Anda merupakan rekan seumur hidup yang diberikan Allah kepada Anda. Anda harus menghormati,
menghargai rekan Anda, tidak hanya dalam perbuatan, tetapi juga dalam perkataan.
Berbicara mengenai saling menghormati, ada sebuah pokok yang perlu diperhatikan. Ini juga
merupakan sebuah pokok yang sering diabaikan, yaitu sebelum saling menghormati, kita harus
menghormati diri kita sendiri terlebih dahulu. Sebuah contoh nyata: Suatu kali seorang suami
memiliki hubungan seksual dengan wanita lain. Istrinya mengetahui hubungan tersebut dan menuntut
cerai dari suaminya. Suami itu menyatakan penyesalannya kepada saya. Ia sungguh-sungguh
mencintai istrinya. Ia tidak pernah berpikir untuk berbuat sesuatu yang tidak setia kepada istrinya. Ia
terus mengatakan betapa ia mencintai istri dan anak-anaknya. Ia juga percaya bahwa ia sungguh-
sungguh sangat mencintai istrinya. Ia tidak mengerti bagaimana mungkin ia demikian mencintai
istrinya, tetapi ia juga melakukan hal yang menyakiti istrinya. Sesungguhnya, alasan mendasarnya
adalah ia tidak tahu bagaimana caranya menghormati dirinya sendiri.
Masyarakat saat ini mendidik kita untuk tidak menghormati diri kita sendiri. Kita memandang ringan
terhadap pernikahan. Mulai ketika berada di universitas, Anda berganti-ganti pacar setiap tahun
sehingga Anda memiliki cukup banyak pengalaman untuk menemukan kandidat yang cocok untuk
pernikahan. Konsep ini yang ditanamkan ke dalam pikiran kita oleh masyarakat saat ini. Pengajaran
di balik konsep ini adalah Anda tidak perlu menghormati diri Anda sendiri di dalam hubungan dua
lawan jenis. Banyak orang yang memandang hubungan dengan lawan jenis seperti ini.
Saya ingin memberitahu Anda, jika Anda tidak tahu cara menghormati diri Anda sendiri, tidak peduli
sedalam apapun Anda mengasihi pasangan Anda di dalam hati, pada akhirnya yang Anda lakukan
adalah menghina dia. Hal ini tidak terelakkan. Anda harus tahu cara menghormati diri Anda sendiri.
Anda harus menjaga kesucian dan harga diri Anda sendiri. Allah memberikan Anda kepada pasangan
Anda sebagai hadiah baginya. Ia juga memberikan dirinya kepada Anda sebagai hadiah untuk Anda.
Bukan hanya ia yang harus menghargai dirinya, tetapi Anda juga harus menghargai diri Anda sendiri.
Hubungan pernikahan Anda dapat langgeng hanya ketika Anda berbuat demikian.
Baru–baru ini saya membaca sebuah berita. Berita ini mengenai seorang profesor wanita
berkebangsaan Tiongkok yang bekerja di Fukuoka, Jepang. Suatu hari ia sedang mengendarai mobil.
Batas kecepatan yang diizinkan adalah 60 km/jam. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan 88
km/jam, melebihi batas kecepatan yang ditentukan. Dengan sangat cepat, seorang polisi lalu lintas
mengetahuinya dan menghentikannya. Profesor wanita ini seharusnya merupakan orang yang sangat
berpendidikan. Namun, segera setelah ia keluar dari mobilnya, ia beradu argumentasi dengan polisi
tersebut. Dengan sangat percaya diri, ia menyatakan bahwa ia tidak mengemudi melebihi batas
kecepatan. Polisi tersebut tidak punya pilihan lain selain menunjukkan catatan yang telah terekam
oleh komputer. Ia bahkan tidak melihat catatan itu sedikit pun. Ia mengambil catatan itu,
merobeknya, dan membuangnya ke tanah. Pada akhirnya, ia tidak hanya dituduh atas pelanggaran
kecepatan, tetapi juga dituduh menghalangi polisi saat bertugas.
Perilaku profesor ini merupakan contoh tipikal atas kebanyakan orang Tiongkok. Kita tidak tahu cara
menghargai diri kita sendiri. Sebagai contoh, mengemudi dalam keadaan mabuk. Ketika terjadi
kecelakaan, orang mulai menyangkal, bertengkar, dan berkelahi. Kita berpikir bahwa menyangkal
adalah tindakan yang cerdas. Tetapi teknologi saat ini sudah berkembang. Orang dapat menggunakan
telepon genggamnya atau video kameranya untuk memotret semua gambar yang buruk dan
memasangnya di internet. Ketika gambar-gambar tersebut tersebar, mau menyesal pun sia-sia karena
gambar-gambar tersebut memengaruhi suami yang Anda kasihi, istri, anak-anak dan orang tua.
Simpulannya, tidak menghormati diri sendiri sama dengan menghina diri kita sendiri, menghina
anggota keluarga kita yang lain, terutama orang yang paling dekat dengan kita – pasangan kita. Anda
tidak hanya menghormati pasangan Anda, tetapi juga menjaga kesucian dan harga diri kita sendiri.
Ini alasan yang mendasari kitab Ibrani memperingati kita untuk menghormati pernikahan, yaitu
karena Allah akan menghakimi. Allah akan melihat hubungan pernikahan kita dan mendapati
bagaimana kita memperlakukan pernikahan di dalam hidup kita. Karena itu, Anda harus memiliki
rasa takut akan Tuhan di dalam hati Anda. Biarlah Allah yang memerintah hidup Anda. Dengan cara
ini, ketika Anda berdua datang mendekat bersama-sama, Allah akan memberkati pernikahan Anda.
Apa tujuan dari pernikahan? Hubungan pernikahan bukanlah untuk menikmati dunia berdua saja.
Sebenarnya, dua orang yang bersama-sama dari pagi hingga malam bisa sangat menyiksa jika tidak
rukun. Mencoba bersama seseorang selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, 365 hari
setahun. Makan bersama, tidur bersama. Untuk pasangan seperti ini, dunia akan menjadi neraka di
bumi. Ini juga merupakan alasan bagi orang yang menikah memilih untuk bercerai pada akhirnya.
Alkitab menggambarkan hubungan yang harmonis itu seperti di taman. Mengapa? Mengapa orang
suka mengunjungi taman? Karena di sana ada pohon-pohon, bunga dan rumput, danau dan aliran
sungainya, burung-burung bernyanyi, wewangian bunga, sebuah tempat yang indah di mana orang
dapat merasa santai dan gembira. Banyak orang yang pergi ke taman karena mereka ingin bersantai
dan beristirahat. Hubungan pernikahan yang harmonis itu seperti taman yang menyenangkan. Kapan
pun orang-orang berhubungan dengan Anda, mereka akan tertarik. Mereka ingin bersama dengan
Anda karena mereka dapat merasakan bahwa hubungan Anda memiliki sesuatu yang spesial.
Saya dan istri saya mendatangi seorang wanita. Ia berasal dari utara. Ia datang ke selatan untuk
bekerja. Ia diperkenalkan kepada kami di gereja. Saya diundang untuk memberikan khotbah di
gerejanya sebelumnya. Setelah khotbah tersebut, ia mencoba dengan sangat keras untuk mencari
kami. Ia ingin tahu di mana kami tinggal. Setelah itu, ia mulai menghubungi kami. Wanita itu ingin
mengunjungi kami. Tentu saja, karena ia ingin mengunjungi kami, tidak ada alasan bagi kami untuk
menolaknya. Lalu kunjungannya menjadi makin sering dan makin sering. Ia selalu mencari
kesempatan untuk berbicara dengan kami.
Mengapa wanita ini meninggalkan kotanya untuk bekerja demikian jauh? Karena ia merasa
pernikahannya tidak bahagia. Bukan karena suaminya tidak mengasihinya, tetapi karena keluarga
suaminya tidak baik terhadapnya. Ia merasa suaminya tidak mampu melindunginya. Dengan
berjalannya waktu, hatinya menjadi pahit dan tidak puas. Kemudian ia memutuskan untuk
meninggalkan suami dan anaknya untuk bekerja jauh dari kotanya.
Setelah ia meninggalkan rumahnya, ia merasa kesepian. Karena itu, ia berkenalan dengan beberapa
pria yang sudah menikah. Ia tidur dengan pria yang berbeda-beda. Ia tidak hanya mengkhianati
pasangannya, tetapi ia juga menghancurkan rumah tangga orang lain.
Setelah mendengarkan Injil, hatinya mulai tersentuh. Ia lalu mencari kami untuk mengaku kepada
kami. Kami juga mendorongnya untuk bertobat secepat mungkin, memercayai Allah, dan tidak
berkubang di dalam dosanya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berpisah dari kekasihnya,
mengundurkan diri dari pekerjaannya, dan kembali ke rumah untuk berkumpul kembali dengan
suaminya. Kemudian, hubungannya dengan suami dan keluarganya perlahan-lahan diperbaharui.
Apa yang ingin saya katakan? Apa tujuan dari pernikahan? Hubungan pernikahan yang bermakna
sudah pasti dapat memberkati orang-orang di sekitar Anda. Orang-orang yang berhubungan dengan
Anda seperti menemukan oasis di padang gurun. Mereka sangat ingin berkenalan dan mengenal
Anda. Mereka akan mulai untuk menghubungi Anda, ingin mengunjungi Anda, membuka hatinya
untuk berbicara dengan Anda, dan membagi beban yang ada di dalam hatinya dengan Anda.
Banyak orang yang memiliki beban di dalam hatinya, tetapi mereka harus tersenyum kepada orang
lain. Mereka tidak ingin berbagi dengan orang lain karena mereka tidak ingin orang lain tahu
masalah pribadi mereka. Mereka membutuhkan pertolongan. Hanya Allah yang dapat menolong
mereka, tetapi Allah ingin memakai orang-orang Kristen untuk menolong mereka. Anda adalah
saluran Allah, yang digunakan oleh Allah untuk memberkati orang lain. Jika Anda tahu bagaimana
menghormati pernikahan, sudah pasti Allah akan memakai Anda. Hubungan dengan Anda adalah
seperti oasis di padang gurun, taman dengan wewangian, dapat menarik orang-orang di sekitar Anda
untuk datang mengenal Anda. Melalui Anda, mereka mendapatkan pertolongan, arahan, dan
direvitalisasi. Saya berharap Allah akan memakai Anda untuk memberkati banyak orang, memimpin
mereka untuk mengenal Allah.
JANDA
1. Matius 5:32
Kesimpulan sepihak:
a. Wanita Kristen bila dicerai suaminya harus selamanya menjadi janda, bila menikah
lagi zinah.
b. Pada waktu itu Yesus juga mengatakan: pria Kristen hanya boleh menikahi perawan
karena menikahi janda adalah zinah
Kesimpulan sepihak: Pria Kristen boleh free sex dan mengambil wanita sebagai budak
sex
“Tetapi Aku berkata kepadamu: setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali
karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan
perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”
Sebelum masuk pada tinjauan atas Matius 5:32, baiklah kita melihat akan hakikat
pernikahan Kristen:
Kehendak Allah bagi pernikahan adalah satu pasangan, satu pernikahan untuk seumur
hidup, seperti yang tertera di:
– Kejadian 2:24 “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
Dalam konteks Kejadian 2:20, istri yang disediakan Allah bagi Adam adalah penolong
yang sepadan dengan dia, dan di ayat 23 Adam menempatkan Hawa sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari dirinya sendiri, bukan sebagai benda, obyek, atau alat untuk
mencapai tujuan. Pernyataan Adam di ayat 23: Inilah dia, tulang dari tulangku, dan
daging dari dagingku, mencerminkan bahwa Adam sudah menemukan penolong yang
sepadan dan sekaligus menyatakan penerimaannya yang tulus atas pemberian Allah.
– Matius 19:6 “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan
manusia“.
Dengan demikian, alasan ketidak cocokan, tidak memiliki keturunan, atau ekonomi,
dan lain-lain tidak dapat dibenarkan sebagai alasan perceraian.
Perceraian memang bukan masalah baru dalam sejarah umat manusia. Kata ini muncul
pertama kali dalam kitab Musa (Imamat 21:14, 22:13, Bilangan 30:9, dan Ulangan 24:1-
4). Namun meski Musa “mengizinkan” perceraian, ia tidak pernah “menganjurkan”
apalagi “memerintahkan” perceraian. Perceraian terjadi semata-mata karena kekerasan
hati bangsa Israel (Matius 19:8). Dengan kata lain, Alkitab tidak pernah
memaklumi atau mendukung perceraian karena sejak semula perceraian
bukanlah rencana Allah. Salah satu referensi adalah di Maleakhi 2:14-16:
Maleakhi 2:14-16 “Dan kamu bertanya: “Oleh karena apa?” Oleh sebab TUHAN telah
menjadi saksi antara engkau dan istri masa mudamu yang kepadanya engkau telah
tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan istri seperjanjianmu. Bukankah Allah
yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki
kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia
terhadap istri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN,
Allah Israel – juga oran gyang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman
TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!”
Kembali kepada perkataan Yesus di Matius 5:32, baiklah kita tengok bahwa perkataan
tersebut merupakan bagian dari khotbah Yesus di Bukit yang tercatat dalam sebuah
rangkaian khotbah yang panjang (pasal 5 – 7, total: 111 ayat) berisi penyataan dari
prinsip-prinsup kebenaran Allah dengan mana semua orang Kristen harus hidup oleh
iman kepada Yesus, antara lain: Ucapan bahagia (5:1-12), Garam dan terang (5:13-16),
Yesus dan Hukum Taurat (5:17-20), Hal Membunuh (5:21-26), Hal berzinah (5:27-30),
Hal bercerai (5:31-32), Hal bersumpah (5:33-37), Hal mata ganti mata (5:38-42), Hal
mengasihi musuh (5:43-48), Hal memberi sedekah (6:1-4), Hal berdoa (6:5-15), Hal
berpuasa (6:16-18).
Oleh karenanya, Yesus menegaskan, “….siapa yang kawin dengan perempuan yang
diceraikan, ia berbuat zinah”, bandingkan dengan Lukas 16:18, Matius 19:9, Markus
10:11. Hal yang sama juga berlaku untuk peremuan, yakni “Dan jika si istri
menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah (Markus
10:12).
Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa Yesus tidak pernah menyetujui dan
menganjurkan perceraian sebagai cara untuk menyelesaikan kemelut
rumah tangga.
Tadi telah disampaikan ayat-ayat pembanding dari Matius 5:32,yakni seperti Matius
19:9. Berikut cuplikan ayat tersebut: “Tetapi Aku berkata kepadamu, Barangsiapa
menceraikan istrinya, kecuali karena zinah lalu kawin dengan perempuan lain, ia
berbuat zinah.”
Yesus mengerti betul bahwa maksud dari perkataan-Nya itu akan menuai pendapat
yang berbeda-beda, dan karenanya, di ayat ke 11-12, di mana Ia berkata: “Tidak semua
orang dapat mengerti perkataan itu hanya mereka yang dikaruniai saja… Siapa yang
megerti hendaklah ia mengerti.”
Terhadap peraturan ini, karena didasarkan atas kekerasan hati orang Israel, Yesus
memberikan satu perkecualian, yaitu “zinah”. Perzinahan (dlm bahasa
Yunani: poerneia, dalam bahasa Inggris: fornication) meliputi segala macam bentuk
kebejatan seksual. Oleh karena itu, perceraian diizinkan apabila telah terjadi kebejatan
seksual.
Berikut ini ada fakta alkitabiah yang penting mengenai perceraian:
(1) Ketika Yesus mengecam perceraian dalam ayat di Matius 19:7-8, yang dikecam
bukanlah perpisahan karena zinah, melainkan perceraian yang diizinkan dalam masa
Perjanjian Lama (PL). Yesus menginginkan agar dalam kasus semacam itu pasangan
suami istri tetap bersatu. Akan tetapi, Ia mengizinkan perceraian dalam kasus semacam
itu karena manusia sudah keras hatinya.
Adalah hal yang amat menggelikan ketika klaim yang diajukan pun menggunakan judul
“Nasip Wanita Kristen Dilecehkan Yesus dan Bapaknya” dengan mengambil sepotong-
sepotong ayat tanpa memahami konteks penulisan secara menyeluruh. Dalam konteks
pernikahan, Yesus jelas dan tegas menolak perzinahan, perceraian dan poligami.
Di dalam Kristus tidak ada pelecehan terhadap wanita karena iman Kristen tidak
pernah mengajarkan suami untuk memukul istri (Kolose 3:18-19, Efesus 5:25-33), tidak
ada penilaian bahwa status perempuan (istri) ada satu derajat lebih rendah dari laki-laki
(Galatia 3:28-29). Karena Yesus menolak perceraian dan poligami, maka Ia tidak
pernah memberikan perintah kepada pria untuk beristri lebih dari satu serta
pengaturan penggiliran isteri.
Mengenai klaim sepihak lainnya yang bersumber dari kitab-kitab di Perjanjian Lama,
dengan sendirinya gugur karena yang disebut sebagai orang Kristen adalah pengikut
Yesus Kristus yakni mereka yang beriman dan hidup sesuai dengan ajaran Kristus,
bukan pengikut Musa.