Anda di halaman 1dari 18

Tujuh Tahapan pernikahan

Julianto Simanjuntak

Membangun pernikahan yang


harmonis adalah impian setiap
pasangan. Tapi sekaligus menjadi
tantangan seumur hidup.

Sama seperti usia biologis manusia,


pernikahanpun ada fase atau
tahapannya. Memahami perbedaan
fase-fase dalam pernikahan akan
membantu kita dalam membangun
hubungan yang lebih kuat
dan berkualitas.

Ada 7 fase atau tahapan pernikahan


yang perlu kita pahami untuk
menghasilkan hubungan yang
lebih berkualitas
Tahap Satu: Passion/Gairah

Ini adalah tahap bulan madu. Masa


ini rasa saling tertarik begitu kuat
menyatukan Anda dengan pasangan.
Rasa tertarik ini membawa kita
menuju komitmen untuk saling
berbagi. Tapi tahap ini umumnya
sangat pendek, sekitar 2 tahun.
Setelah itu sebagian pasangan mulai
merasakan kehilangan daya tarik
'magis' tersebut.

Pada tahap ini, gairah sangatlah kuat


seperti sebuah gelombang perasaan
yang amat menyenangkan. Sampai-
sampai dunia ini serasa milik berdua.
Persis seperti pertama jatuh cinta
dan pacaran.
Pada tahapan ini hubungan intim
mulai terbangun. Lalu mulai saling
dan menghormati satu sama lain.

Tahap kedua: Realisasi

Pada tahap ini, bulan madu mulai


berakhir, dan masing-masing mulai
realistis melihat keadaan pasangan
dan realistis menatap masa depan.
Mulai ada kekecewaan
karena menemukan bahwa pasangan
anda banyak kekurangan. Anda mulai
menemukan istri lupa merapikan
dapur atau tidak menurunkan tutup
toilet dengan baik. Anda menemukan
pasangan malas mandi atau
sembarangan menaruh barang.
Kekecewaan mulai menumpuk di hati
anda. Inilah permulaan konflik yang
tak terhindarkan.

Pada masa ini anda berdua perlu


belajar untuk menerima pasangan
apa adanya. Dengan segala kelebihan
dan kekurangannya

Butuh mengembangkan kasih dan


penerimaan tak bersyarat. Buahnya
ialah tetap bisa respek meski
menemukan kelemahan pasangan.

Sikap lain ialah, Anda perlu belajar


mengkomunikasikan secara asertif
perasaan sebenarnya. Menyampaikan
hal yang anda inginkan dari
pasangan. Sambil belajar berempati
dan mendengarkan kebutuhan
terdalam pasangan. Ini menciptakan
fondasi yang kuat, dengan saling
mendukung di tahun-tahun yang
mulai sulit membangun intimasi

Komunikasi asertif adalah


menyampaikan perasaan
sesungguhnya, terutama emosi
negatif tanpa menyerang mitra bicar.

Sebagian kita umumnya segan


menyatakan perasaan seperti marah,
sedih dan kecewa, lalu memilih
menekan/ menyimpannya

Memendam emosi seperti marah dan


kecewa apalagi dalam waktu lama
hanya melukai diri sendiri.

Tak ada yang salah dengan kesedihan


atau kemarahan asal ada alasan dan
menyampaikan dengan cara yang
tepat.

Sampaikanlah kemarahan dengan


ekspresi, pilihan kata yang tepat dan
pada waktu yang tepat.

Misal: "Pa, boleh kita membicarakan


sesuatu yang penting diantara kita,
kapan waktu yang enak buat Papa?"

Contoh marah asertif: "Pa, saya


kecewa dan merasa marah karena
Papa lupa kemarin saya
ulangtahun..."

Bandingkan "Marah yg provokatif":


"Itulah, emang sifat Papa itu egois
selalu lupa sama istri. Kau tak pernah
peduli ulang tahunku"
Marah asertif membuat kita lega,
karena tidak perlu menekan
kemarahan. Tanpa perlu menyerang
pribadi pasangan kita.

Tahap 3: Pemberontakan

Pada tahapan ini pasangan anda


mulai kangen dengan teman-
temannya. Istri anda suka dengan
arisan atau reuni. Atau sekedar
nongkrong dan belanja di mal.

Sementara suami lebih memilih


asyik dengan hobinya. Ada yang suka
memancing, tak sedikit
menghabiskan waktu untuk
berolahraga usai kantor. Pulang
sampai rumah sudah larut malam
tanpa rasa bersalah. Anda mulai
jengkel, karena merasa pasanganmu
sudah berubah.

Sama seperti remaja puber yang ogah


jalan dengan orangtuanya, si istri
ingin jalan-jalan ke mal tapi sang
suami memilih bermain badminton
dengan konconya.

Yang paling berat ialah saat masing-


masing dari mereka ingin
membangun karir sendiri. Istri mulai
merasa tidak puas hanya di rumah
mengurus anak. Gengsi hanya
menerima uang bulanan dari suami.
Istri mulai usaha dan punya uang
sendiri, mulai timbul perasaan
disaingi.

Karena sudah punya karir dan uang


sendiri tanpa disadari dan tak
terhindarkan suami merasa istri
mulai mendominasi percakapan.
Mulailah saat bertempur atau konflik.

Cinta ditengah situasi ini makin tak


mudah. Seiring bertambahnya umur,
alih-alih mengalah malah keduanya
merasa diri benar, dan menuding
pasangannyalah yang salah.
Menyalahkan pasangan sebagai
penyebab rumahtangga tidak
bahagia.

Perasaan tersinggung makin


menumpuk, dan mulai cenderung
berpikir negatif terhadap pasangan.
Akibatnya semua yang baik
daripasangan tidak terlihat, semua
jadi negatif. Mulailah masing-masing
menutup diri, marah jika dikritik
pasangan

Tahap ini bagaimanapun tak


terhindarkan. Masa ini anda perlu
mempelajari seni mengelola konflik.

Seringkali masalah timbul karena isi


dari konflik itu sendiri. Sumbernya
justru karena punya kemarahan
tersembunyi dan sudah merasa
frustrasi terhadap pasangan. Inilah
yang membuat perasaan anda
menjadi negatif meski pasangan
berbuat baik.

Untuk menunjukkan kemarahan anda


memilih dengan tindakan yang
berlawanan dengan keinginan
pasangan. Misal, suami anda minta
hemat ehh anda malah boros. Istri
anda minta anda setia ehhh andanya
malah selingkuh. Diam-diam atau
tanpa diskusi dengan istri
anda pindah kerja. Ini bisa awal atau
pencetus malapetaka perkawinan
termasuk perceraian.

Tahap 4: Kerjasama

Sementara pernikahan mengalami


progres dia juga menjadi semakin
rumit. Karir menanjak, rumah
bertambah besar, komitmen personal
bertambah dalam dengan munculnya
anak-anak.

Dalam tahap kerjasama, pernikahan


membutuhkan sifat seperti bisnis.
Singkirkan dulu semua cinta-cintaan,
emosi, dan hal-hal realisasi pribadi.
Ada biaya-biaya bulanan yang harus
dibayar, investasi untuk diurus,
kesehatan untuk diperhatikan, dan
yang terutama, biaya anak-anak
sekolah.

Tahap 5: Reuni

Jika anda memiliki anak-anak, tahap


kerjasama ini bisa berlangsung 10-20
tahun, dan akan menghilang tiba-tiba.
Komitmen parenting akan berkurang,
masalah finansial stabil, karir sudah
diset, dan tagihan apapun sudah
dibayar. Lalu bagaimana? Untuk
pasangan yang bahagia, ini adalah
saatnya untuk saling mengapresiasi
satu sama lain kembali. Bukan
sebagai orangtua atau penyedia,
tetapi sebagai kekasih dan sahabat.
Capailah tahap ini untuk kedamaian,
kebahagiaan dan rekonsiliasi.

Semua itu terdengar indah tetapi


seringkali sulit untuk dicapai. Api
gairah harus distok ulang;
kekecewaan serta jarak dari usia
paruh baya harus diatur; peran dan
ekspektasi dari pernikahan butuh
untuk dibangun ulang.

Tahap 6: Ledakan

Hilangnya pekerjaan, masalah


kesehatan, perpindahan ke kota yang
baru, masalah finansial, penyakit,
hingga meninggalnya orangtua. Ini
terjadi selagi anda menjalani hidup
paruh baya dan menuju usia
lansia. Dalam tahap ini, antara anda
atau pasangan akan berhadapan
dengan kejadian-kejadian besar yang
dapat mempengaruhi hubunganmu
selama sehari, setahun atau seumur
hidupmu. Sementara keenam tahap
lainnya cenderung untuk muncul
secara berurutan, tahap ledakan ini
dapat terjadi kapan saja dalam masa
pernikahan anda. Terutama di usia
40 hingga 50 tahun.

Ketika dihadapkan dengan krisis


pribadi, pernikahanmu justru dapat
menjadi sumber penghibur.
Sebaliknya bisa juga menjadi sumber
ketakutan yang baru. Tugas melewati
tahapan ledakan ini adalah: hadapi
dengan sebaik-baiknya tantangan
dan perubahan hidup yang ada. Jaga
dirimu agar tetap bahagia dan sehat,
tidak ditentukan situasi sekitarmu.
Pernikahan tetap bisa menjadi
sumber kebahagiaanmu setiap hari,
asalkan anda cakap mengelola stres.

Tahap 7: Penyempurnaan

Survey menemukan bahwa


kebahagiaan pernikahan muncul
setelah beberapa dekade, melewati
jalan panjang. Kebahagiaan memang
bukan tujuan pernikahan.
Kebahagiaan dikaruniakan di tengah
perjalanan pernikahan. Setelah
melewati pelbagai suka dan duka,
untung dan malang.
Dengan bertambah besarnya anak-
anak dan pasangan sudah mengenal
diri masing-masing maka makin bisa
menikmati pernikahan. Setelah
tinggal bersama sekian lama dapat
mentolerir sikap, dan memahami
kebutuhan masing-masing. Dalam
tahap penyempurnaan ini saling
"mengenal" satu sama lain menjadi
kunci.

Penting pula diingat, jika ingin tetap


bahagia jangan sampai anda
kehilangan sifat kekanak-
anakanberapapun umur dan
berapapun banyak keriput yang anda
miliki. Belajarlah humor dan
bercanda hingga di usia senja.
Mempertahankan cinta sepanjang
kehidupan menjadi kunci untuk
menikmati hubungan yang penuh
berkat. Meski banyak pengalaman
buruk di masa lalu, hiduplah dimasa
kini, dan bukan di masa lalu. Tak ada
pasangan yang sempurna. Setiap
pasangan dipanggil saling
menyempurnakan sampai ajal
memanggil.

Penutup

Membangun pernikahan yang sukses


adalah tantangan seumur hidup.
Mengerti fase pernikahan yang
berbeda dapat membantu anda
membangun hubungan yang lebih
kuat dan lebih baik.

Sumber

http://www.readersdigest.ca/health
/relationships/7-stages-marriage
*************************
1 Pusat Konseling di setiap Kota
Nusantara (Pelikan, 2030)
Julianto Simanjuntak

Anda mungkin juga menyukai