Saling mengasihi sesama kita terutama dlm masa pandemiseperti sekarang karena hanya otulah yg
menjadi kekuatan kita dlm menghadapi pandemi.
Mengobati luka
Di saat angka kasus Covid-19 sedang meningkat seperti sekarang, kita sering
mendengar kabar duka di berbagai media, dan itu terasa amat mengganggu dan kian
membuat kita sedih.
Mendengar kabar duka, tentunya selalu membuat hati sakit. Apalagi, jika kabar duka itu
menimpa orang yang sangat dekat. Dampak dari duka mendalam itu pun dapat
memengaruhi banyak hal dalam hidup, entah kita sadari ataupun tidak.
Oleh karena itu, penting untuk segera terlepas dari trauma dan rasa kehilangan
mendalam, serta memberi diri kesempatan untuk mengatasi dengan cara yang sehat.
Berikut ini enam cara menyembuhkan luka hati dan duka dari kehilangan orang yang kita
cintai.
6. Lakukan apa yang membuat diri kita bahagia. Temukan lebih banyak alasan untuk
tetap bahagia. Buat diri dikelilingi dengan orang-orang yang mencintai dan menyayangi
dengan tulus. Lakukan hal-hal yang benar-benar membuat bahagia, seperti bercanda
dengan teman-teman, nonton film yang lucu, atau sekedar minum kopi atau teh sendirian
sambil menikmati kebun rumah kita, atau mulai keluar dengan teman-teman dekat
(tentunya setelah PPKM Darurat berakhir).
Di samping upaya-upaya tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah mendekatkan diri
kita kepada TUHAN, sumber kekuatan dan pengharapan kita.
Adalah hal yang berat ketika harus melepas kepergian seseorang yang berarti bagi kita.
Pandemi Covid 19 tengah menghancurkan perasaan banyak orang. Duka karena
kehilangan orang-orang terkasih menjadi perasaan yang bergelayut di hati banyak orang.
Dulu kita berfikir corona tak akan berani datang ke Indonesia, tetapi dalam hitungan
minggu sejak diumumkan ada 2 orang yang positif sampai dengan penulis membuat
artikel ini ada 1.700 orang yang terkonfirmasi dan ada 170 orang yang meninggal karena
Corona. Semua terjadi begitu cepat dan terasa sulit untuk di bendung. Banyak orang
pada akhirnya kehilangan rasa aman, dikuasai ketakutan, kehilangan kepercayaan,
bahkan tidak sedikit yang harus dikorbankan, sampai pada akhirnya kita harus menerima
kenyataan bahwa Corona memakan banyak korban.
Perasaan duka yang dialami ketika kehilangan karena corona menjadi hal yang tidak
mudah untuk dijalani. Ada situasi khusus yang akhirnya membuat kehilangan terasa
menjadi semakin berat. Corona seolah-olah memaksa banyak orang harus berduka
tanpa diberikan kesempatan untuk “mengucapkan slamat tinggal”. Jangankan memeluk
untuk memberikan salam perpisahan bahkan berdekatan dengan jenazah pun tidak
diperbolehkan. Kesedihan, penyesalan, kekecewaan mungkin menjadi perasaan yang
memenuhi hati. Di saat kita membutuhkan kehadiran orang-orang terdekat untuk
memberikan support, namun social distancing mau tidak mau memaksa kita untuk
berjauhan. Support pada akhirnya diberikan melalui pesan di media social, aplikasi
chating atau mungkin telepon. Meskipun itu pilihan yang paling masuk akal, kadang di
masa duka kita membutuhkan kehadiran seseorang yang bisa memberikan pelukan atau
hanya sekedar tepukan di pundak. Situasi yang tidak mudah dan serba dilematis, di
tambah lagi kita tidak pernah tahu kapan situasi ini akan semakin berangsur-angsur baik.
Adalah hal yang wajar pada akhirnya situasinya bisa membawa seseorang yang berduka
kepada tingkat stress yang lebih tinggi lagi.
Menghadapi situasi yang seperti ini pada akhirnya kita tetap harus bangkit dan berjuang
supaya kita tidak terhanyut dan tenggelam di dalam kesedihan yang dalam. Butuh
kemauan diri dan usaha untuk bangkit dari keterpurukan. Terkait dengan hal itu penulis
rindu membagikan tips-tips sederhana yang bisa diterapkan di tengah masa duka karena
kehilangan. Harapan penulis melalui artikel singkat ini kita bisa belajar menghadapi
kehilangan tanpa terpuruk lebih dalam dan dengan optimisme kita menjalani hari-hari di
depan dengan pengharapan dan keyakinan.
Pertama, izinkanlah diri untuk berkabung dan menangis. Tidak ada yang salah
dengan berduka atau menangis. Keberdukaan kita tidak sedikitpun mengurangi
kerohanian kita. Tuhan tidak pernah melarang kita untuk menangis, karena menangis
diperlukan untuk melepaskan tekanan derita yang mendalam. Di tengah duka yang kita
alami janganlah takut untuk menangis dan menangis lagi. Jangan menghindar dari
ingatan tentang orang yang kita kasihi. Tidak perlu membuang barang-barang
peninggalannya, paling tidak untuk saat ini. Ketika seseorang mengekspresikan duka
dengan menangis akan menolong nya untuk makin cepat keluar dari lembah kedukaan
ini. Pada dasarnya setiap orang akan melewati beberapa tahap ditengah masa
berkabungnya. Tahap pertama adalah menyangkali. Penyangkalan menjadi
mekanisme untuk membantu kita dalam meminimalkan rasa sakit dari situasi kehilangan.
Setelah keluar dari tahap penyangkalan, emosi-emosi yang selama ini terkubur akan
muncul. Tahap kedua, Marah. Adalah hal yang wajar jika orang merasa marah setelah
dihadapkan pada kehilangan. kita berusaha menyesuaikan diri dengan kenyataan yang
baru dan sedang mengalami kesedihan. Meluapkan itu semua dengan kemarahan
mungkin terasa sebagai hal yang paling ‘benar’. Setelah kemarahan mereda, kita akan
berpikir lebih rasional mengenai apa yang sebenarnya terjadi dan merasakan emosi-
emosi lain yang selama ini tersingkir oleh rasa marah. Tahap Ketiga, Menawar.
Kehilangan dan putus asa merupakan dua perasaan yang kerap berdampingan dalam
masa berduka. Kita begitu berduka hingga bersedia melakukan apa saja untuk
meredakan rasa sakit dan kembali mendapatkan kendali. Salah satunya dengan
menawar. Banyak orang juga melakukan tawar-menawar dengan Tuhan pada tahap ini
agar mendapat kekuatan dari kedukaan dan rasa sakit. Tahap keempat, Depresi.
Selama proses berduka, ada saatnya emosi kita mulai mereda dan kini harus benar-
benar melihat kenyataan yang terjadi. Pada tahap ini, kita terpaksa menghadapi situasi
sulit tersebut dan mengalami kesedihan serta kebingungan yang mendalam. Tahap
kelima, Penerimaan. Penerimaan ini bukan berarti sudah benar-benar bahagia. Pada
tahap ini, kita akhirnya telah menerima kenyataan yang ada. kita masih merasa sedih,
namun belajar untuk hidup dengan situasi kini. Tahapan ini tidak selalu berjalan sesuai
sitematis yang ada, setiap individu memiliki prosesnya bahkan untuk kasus khusus bisa
jadi tahapannya lebih banyak seperti adanya kepanikan, rasa bersalah dan lain-lain.
Kedukaan adalah proses yang sangat kompleks dan dinamis yang tidak pernah memiliki
bentuk yang tetap dan sama, namun akhirnya menuju kepada penerimaan.
Kedua, utarakan atau ungkapkanlah kehilangan itu melalui kata-kata yang bisa kita
sampaikan kepada mereka yang mengenal orang yang kita kasihi itu. Ungkapkan
rasa kehilangan itu dan bagikanlah memori tentang orang yang kita kasihi itu semasa
hidupnya. Dengan kita membicarakannya, secara tidak langsung kita tengah
memasukkan potret-potret kenangan itu ke dalam sebuah album. Album mental yang
tidak kasat mata inilah yang akan kita simpan dan bawa di dalam hati kita selamanya.
Membbicarakan kebaikan dari orang yang kita kasihi juga memberikan kekuatan yang
didorong oleh rasa syukur karena kita pernah memiliki kesempatan untuk bersama-
sama.
Kelima, isilah waktu yang biasa dihabiskan bersama orang yang kita kasihi dengan
kegiatan lain. Ada sejumlah hal yang biasa kita lakukan. Kepergian orang yang kita
kasihi biasanya menciptakan lubang kekosongan dan inilah yang sering kali menyulitkan
bagi kita untuk melanjutkan hidup. Oleh karena itu sebaiknya kita mengisi lubang-lubang
waktu dan aktivitas itu dengan hal lain.
Langkah-langkah praktis ini mungkin bisa kita lakukan meskipun kita menyadari bahwa
memang setiap orang memiliki proses yang berbeda di dalam menjalani kedukaan dan
menghadapi kehilangan. Tetapi paling tidak satu penghiburan yang pasti adalah Tuhan
tidak akan pernah memberikan ujian yang tidak sanggup untuk kita tanggung. Ada
kekuatan yang disediakan bagi setiap kita yang berduka dan seperti ungkapan yang
ditulis dibagian awal dari artikel ini, sebenarnya kita adalah orang yang begitu
beruntung karena “pernah” memiliki seseorang yang begitu berharga sehingga
tidak mudah bagi kita untuk mengucapkan selamat tinggal.
Be strong...
Endi Dharmawan
Coba Anda membayangkan sebuah dunia, dimana tidak ada penderitaan, tidak ada
sakit gigi, tidak perlu bayar pajak, atau tidak ada kemacetan lalu lintas.
Juga membayangkan sebuah dunia di mana setiap orang memiliki segalanya: cuaca
yang nyaman, keluarga yang sempurna, anak yang baik, kesehatan dan keberhasilan
yang sempurna. Apa sih rasanya? Hambar!
Physical Distancing
Satu hal yang paling mendera rasa dan karya manusia selama pandemi adalah seruan
menjaga jarak, atau physical distancing, demi menjaga diri dari penularan virus corona.
Berat menjalani hari-hari hanya di rumah saja.
Hal ini paling terasa bagi pekerja atau buruh harian, seperti ojek online (ojol). Demikian
juga pengusaha ketika harus merumahkan karyawan, tak terkecuali pimpinan agama
atau pendeta. Pada awalnya, ditiadakannya ibadah membuat resah sebagian mereka.
Ada lima tahapan yang umumnya dirasakan banyak orang di era menjaga jarak satu
sama lain, minimal satu atau dua meter.
1.Menyangkal. Banyak yang mengira itu hoax atau mengada-ada, tidak masuk akal atau
berlebihan. Mereka berpikir paling wabah ini hanya satu dua hari saja. Atau hanya ada di
rumah sakit saja.
2.Tawar Menawar. Sebagian anak tetap ngotot keluar rumah dan berkata sama orang
tuanya, “Aku akan jaga diri baik-baik. Aku bisa kok ekstra hati-hati.”
Atau, “Aku biasa kok ke tempat itu, aku sudah sering ke sana.”
“Aku cuma sekali dua kali saja kok gak terus menerus.”
3.Marah. Pada kondisi ini mulai ada perasaan marah dan bosan, “Ini sangat tidak adil,
melarang kami pergi atau bekerja”.
Pedagang berkata, ”Wah saya rugi terus kalau gak boleh jualan.”
Sebagian pemimpin gereja malah lebih ketus, “Ini tanda kita kehilangan iman, harusnya
kita lebih takut Tuhan daripada virus.”
4.Depresi. Setelah tahap satu sampai tiga terjadi beberapa kali, tibalah masa tertekan.
“Wah saya susah nih gak bisa ketemu anak saya, teman-temanku juga. Aku merindukan
mereka.”
“Payah kalau begini terus-menerus, kapan nih kembali ke normal?”
“Wah ini merusak semua kesenanganku.”
5.Menerima. Pada tahap ini setelah depresi dan frustrasi, orang mulai menerima
kenyataan. Mulai ada kalimat, "Ya sudahlah mau bilang apa. Aku harus menerima. Aku
gak bisa ubah keadaan. Aku perlu berdamai dengan situasi. Aku gak bisa stres terus-
menerus. Ini mungkin cobaan. Aku juga gak sendiri. Aku perlu sayang sama diriku
sendiri.”
Merebaknya COVID-19 seakan kembali mengingatkan bahwa hidup tak selalu bisa
diprediksi. Tanpa disadari, kita sudah sering dihadapkan pada ketidakpastian dalam
kehidupan sehari-hari. Mulai dari cuaca yang berubah-ubah, rencana yang tiba-tiba
gagal, sampai masalah keuangan.
Meski terkadang ada segenap langkah antisipasi yang bisa dilakukan, tetap saja akan
selalu ada rencana atau peristiwa yang tak diharapkan atau tak pernah dibayangkan
terjadi.
Begitu juga dengan pandemi COVID-19 yang masih berlangsung saat ini. Banyak para
ilmuwan dan tenaga ahli kesehatan yang telah membuat perkiraan seperti apa akhir dari
pandemi, tapi tetap tak ada yang bisa menjamin bahwa perkiraan tersebut tepat terjadi.
Tak satupun dapat memberi kepastian kapan pandemi mereda, kapan vaksin untuk
penyakit bisa tersedia, dan kapan masyarakat bisa kembali menjalani kegiatan sehari-
hari seperti sedia kala. Ketidaktahuan akan sesuatu membuat orang-orang stres dan
cemas.
Hal ini terlihat sejak zaman prasejarah di mana manusia harus selalu berada pada mode
awas terhadap predator demi bertahan hidup. Bila dikaitkan dengan masa sekarang,
manusia bertahan hidup dengan menghindari segala pemicu yang dapat membuat
mereka tertular penyakit.
Di tengah situasi serba tak pasti, lebih mudah bagi tubuh untuk berada pada kondisi
“flight or fight”. Kondisi ini merupakan proses di mana tubuh menjadi lebih siaga akan
adanya sesuatu yang dapat membahayakan hidupnya.
Bila tak kunjung diatasi, respons ini dapat berujung pada stres berkepanjangan. Dampak
ini tentu berbahaya untuk kesehatan mental, terutama jika Anda memiliki beberapa
kondisi gangguan kecemasan atau serangan panik. Tak hanya secara psikis, efeknya
juga dirasakan pada imunitas tubuh yang memburuk.
Persiapan dapat membantu menemukan solusi yang dapat membuat Anda terhindar dari
masalah. Sayangnya, Anda tetap tidak bisa mengendalikan semua hal yang akan terjadi
di hidup Anda. Terlalu larut memikirkan ketidakpastian malah semakin menguras energi
dan membuat tidak bahagia.
Untungnya, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk menghadapinya. Berikut
beberapa tipsnya.
Meski demikian, pandemi sudah terjadi. Daripada memikirkan hal-hal yang tak bisa Anda
kendali, cobalah untuk lebih fokus pada sesuatu yang bisa Anda lakukan.
Contoh, jika dampak pandemi membuat keadaan keuangan terhambat, Anda mungkin
bisa mencari cara untuk tetap mendapat pemasukan dengan mulai membuat usaha atau
mengirimkan CV untuk melamar kerja.
Bila yang Anda khawatirkan adalah kesehatan tubuh Anda, lakukan berbagai cara
mencegah COVID-19 dan menerapkan pola hidup sehat dengan mencuci tangan dengan
sabun, memakai masker saat bepergian, makan makanan yang bergizi, dan olahraga.
Pusatkan perhatian pada kegiatan yang sedang Anda lakukan. Seperti saat sedang
berolahraga, tempatkan konsentrasi untuk melalui segala latihan rutin dengan lancar.
Atau ketika sedang memasak, ikutilah resep dengan teliti tanpa membiarkan pikiran
terbang ke hal lain.
Dengan memfokuskan pikiran Anda pada masa kini, Anda dapat mengalihkan pikiran-
pikiran negatif yang selama ini menghantui Anda. Selain itu, Anda juga dapat
meningkatkan suasana hati secara keseluruhan.
3. Jaga hubungan baik dengan orang-orang terdekat
Pada dasarnya, manusia itu makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang
lain. Termasuk pada masa-masa sekarang, jadikan waktu karantina di rumah sebagai
kesempatan untuk lebih bercengkerama dengan orang-orang terdekat.
Sempatkan waktu juga untuk menjalin silaturahmi dengan kerabat atau teman-teman
lama lewat aplikasi pesan, telepon video, atau media sosial. Hal ini membantu Anda
seimbangkan keadaan emosional dan mengalihkan perhatian dari cemas akan
ketidakpastian saat pandemi.
Coba juga untuk menceritakan keluhan yang Anda rasakan selama ini agar bisa
mengurangi beban di hati. Siapa tahu, mereka juga mengalami hal yang sama dan
berniat untuk mencari solusi bersama-sama.
Semua orang, termasuk anak-anak, harus bersiap mempraktikkan pola hidup baru yang
membuat kita semua tetap terlindungi. Untuk itulah kita para orang tua, perlu
mempersiapkan anak-anak agar dapat beradaptasi baik dengan the new normal ini juga.
Anak-anak dan orang tua harus siap menghadapi the new normal, yaitu sebagai berikut:
The new normal yang paling jelas terlihat adalah bagaimana cara hidup yang sehat. Kita
harus terus menerapkan kebiasaan mencuci tangan dengan benar, selalu tersedia hand
sanitizer, memakai masker, tidak menyentuh area wajah, maupun menjaga imun tubuh
dengan konsumsi makanan yang sehat, olahraga, serta berjemur. Jadikan ini sebagai
protokol kesehatan baru bagi keluarga Anda.
Dalam hal ini orang tua harus mulai membiasakan diri dulu dan menjadi contoh bagi
anak-anak, karena anak-anak akan lebih cepat belajar dengan dicontohkan, ketimbang
hanya diberi tahu.
2. Belajar Mandiri
Kita semua memang tidak ada yang tahu kapan pandemi ini berakhir. Bekerja dari
rumah, belajar dari rumah masih akan jadi sesuatu yang terus berlangsung. Orang tua
perlu melatih kemandirian anak dalam proses belajar, membiasakan anak untuk tidak
selalu harus didampingi orang tua saat e-learning maupun mengerjakan tugas,
membiasakan anak mengecek hasil kerjanya sendiri, membiasakan tidak takut salah,
tidak takut mis-komunikasi dengan gurunya, dan sebagainya.
3. Bijak Ber-gadget
Ada beberapa orang tua yang mengeluhkan bahwa anaknya jadi lebih sering
main gadget setelah belajar di rumah, karena anak-anak merasa bahwa mereka sedang
libur. Mereka tidak bisa mengelola waktu belajar.
Oleh karenanya, orangtua perlu membantu anak-anak menemukan ritme jadwal yang
tidak banyak berubah dengan seperti ketika mereka masih harus datang ke sekolah
secara fisik. Itu akan membuat mereka lebih tertib.
4. Lebih Hati-hati dengan Makanan/Minuman
Sebelum pandemi, anak mungkin bisa dengan 'santai' jajan sepulang sekolah. Tapi di
masa new normal, mereka harus lebih hati-hati dengan apa pun yang masuk ke mulut
mereka, termasuk makanan dan minuman. Penting bagi orang tua untuk menyiapkan
anak makanan, cemilan dan minuman yang sehat, dan membiasakan anak-anak untuk
tidak lagi dengan leluasa membeli dan menikmati jajanan.
5. “Bermain” Virtual
Tidak semua anak memiliki kondisi psikologis yang sama dalam menghadapi situasi sulit.
Memasuki masa new normal life bisa jadi lebih sulit, karena anak harus kembali
menyesuaikan diri dengan dunia luar setelah hampir berbulan-bulan tidak bebas keluar
rumah. Belum lagi berbagai informasi di televisi yang terkesan menakutkan dapat
berdampak pada kondisi mental anak.
Karena itu, bila diperlukan, jangan ragu untuk meminta bantuan dari konselor untuk hal
ini; karena konselor dapat membantu memberikan berbagai tips menjalani new normal
bagi anak dalam menghadapi kecemasan sosial.
Pandemi virus corona yang melanda dunia, termasuk Indonesia, telah menimbulkan
istilah "The New Normal". Salah satu normal yang baru adalah kegiatan video
conference yang banyak dilakukan ketika menerapkan physical distacing.
Kegiatan video conference yang dilakukan lebih sering dibanding sebelum pandemi
COVID-19. Ledakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari penggunaan video
conference memunculkan istilah baru yaitu "Zoom fatigue" atau kelelahan Zoom.
Istilah itu merujuk pada sifat kelelahan yang muncul saat banyak melakukan video
conference. Walau memakai Zoom, istilah tersebut juga berlaku jika menggunakan
Google Meets, Skype, FaceTime, atau aplikasi panggilan video call lainnya.
Andrew Franklin, asisten profesor ilmu psikologi siber di Norfolk State University
menjelaskan, hasil eksperimen sosial terkait penggunaan video call menunjukkan
bahwa interaksi virtual bisa sangat memengaruhi otak.
Menurut Franklin, orang-orang saat ini terkejut dengan betapa sulitnya melakukan
panggilan video yang terbatas pada layar kecil dan banyaknya gangguan, seperti
koneksi, suara, dan lainnya.
Selama tatap muka, otak sebagian berfokus pada kata-kata yang diucapkan, tetapi
juga memperoleh makna tambahan dari lusinan isyarat non-verbal, seperti melihat
gerak gerik tubuh lawan bicara, gelisah saat berbicara, atau lainnya.
Namun, video conference merusak kemampuan yang tertanam ini, dan membutuhkan
perhatian yang berkelanjutan dan intens terhadap kata-kata. Jika kualitas videonya
buruk, harapan untuk mendapatkan sesuatu dari ekspresi wajah akan hilang.
Tampilan multiple display juga memperbesar masalah Zoom fatigue. Tampilan kotak-
kotak kecil di mana semua peserta rapat tampil dengan berbagai gaya menantang visi
sentral otak, dan memaksanya untuk memecahkan kode begitu banyak orang
sekaligus.
- Fokus berkurang
- Motivasi menurun
- Mudah tersinggung
Bagaimana mengatasinya?
Meskipun panggilan video harian telah menjadi kebiasaan baru dan nyaman,
panggilan video dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik. Untuk mengatasi
zoom fatigue Anda bisa menerapkan hal-hal berikut.
2. Bergerak. Beristirahatlah sejenak dari layar di antara rapat-rapat dengan video dan
dapatkan udara segar, segelas air, jumping jack atau jalan cepat 10 menit.
Membuat catatan dengan tangan telah terbukti meningkatkan retensi di kelas, jadi
ambil pelajaran dari ini dan fokus pada apa yang dikatakan. Dengan berfokus pada isi
rapat dan menulis catatan yang dapat dibaca saat Anda pergi, Anda akan dapat tetap
fokus dan memahami isi dari rapat.
Jangan lupa untuk selalu menjaga pola makan dan istirahat sebagai salah satu upaya
untuk terhindar dari Zoom fatigue. Teruslah berdoa agar masa sulit ini bisa segera
berlalu. Dan terlepas dari pentingnya hal-hal yang dibicarakan dalam meeting atau
webinar yang kita ikuti, jangan lupakan ada keluarga kita yang juga memerlukan
kehadiran kita, bercanda tawa bersama kita, berolah raga bersama, dan beribadah
bersama.
Menghabiskan waktu dengan menonton drakor (drama Korea) memang menjadi
kegiatan yang banyak orang lakukan selama masa karantina. Seperti halnya nonton
serial drakor terbaru, "The World of Married", yang sedang hangat diperbincangkan di
media sosial karena berhasil membuat banyak penonton berteriak geram. Tidak hanya
judul itu, tapi juga ada drakor-drakor lain, maupun film drama seri dari negara lain, yang
menjadi tontonan hiburan di masa pandemi ini.
Namun di balik hingar bingar sensasi keberhasilan film-film drakor, tersimpan beberapa
potensi dampak buruk yang perlu diwaspadai.
Salah satu dampak yang paling bisa terjadi ketika menonton film drama yang menjadikan
perselingkuhan sebagai salah satu fokus cerita, adalah penonton cenderung
menjadi insecure (rasa tidak aman, gelisah, takut pada kondisi tertentu). Apalagi bila
dalam film yang ditontonya, tokoh utama yang 'sempurna' pun ternyata juga bisa
dikhianati oleh pasangannya.
Belum lagi dari sisi kesehatan tubuh. Menonton tayangan berseri yang memang dibuat
dan disusun sedemikian rupa untuk menimbulkan rasa penasaran dan ingin terus
mengikuti seri berikutnya, membuat orang tanpa sadar sudah terapapar dengan radiasi
dari gadget yang digunakan untuk menonton. Tidak hanya kesehatan mata menjadi
terganggu, tapi juga kesehatan leher, tangan, dan bagian tubuh lainnya.
Agar tidak terjadi hal yang diinginkan, maka ada beberapa tiga poin yang perlu
diperhatikan, yaitu:
Ubah Mindset
Jika tetap ingin menonton film tersebut, ubahlah mindset Anda. Ingat: drakor, seperti
halnya film lainnya, adalah fiksi atau fantasi karangan manusia belaka. Jangan pernah
membandingkan cerita dengan kehidupan nyata, untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. Dan jangan sampai menyita perhatian Anda lebih banyak ketimbang keluarga
yang secara nyata-nyata hidup bersama dengan Anda dan lebih memerlukan layanan
Anda.
Pandemi Covid 19 yang terjadi selama beberapa bulan terakhir ini membuat banyak
orang merasa bingung, cemas, stres, dan frustasi. Sejumlah orang khawatir sakit atau
tertular Covid-19. Di sisi lain mereka juga risau masalah finansial, pekerjaan, masa
depan, dan kondisi setelah pandemi.
Banyak ketidakpastian membuat orang sulit merencanakan masa depan. Hal itu
membuat orang jadi jengkel. Bagi sebagian orang, rasa stres dan cemas menghadapi
pandemi corona bisa sampai mengganggu kesehatan mental. Terlebih jika sebelumnya
seseorang memiliki riwayat gangguan kecemasan, depresi, serangan panik, atau
gangguan obsesif kompulsif.
Ketika seorang merasa stres, secara alamiah memicu respons tubuh untuk bereaksi
menghadapi stres. Ketika menghadapi potensi bahaya, sistem saraf simpatik otomatis
berada dalam mode mempertahankan diri. Hal itu dikontrol bagian otak yang
mengendalikan emosi bernama amigdala. Saat stres, amigdala mengirimkan "sinyal
marabahaya" ke kelenjar hipotalamus di dasar otak. Hipotalamus lantas memberikan
kode pada kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon stres kortisol dan adrenalin.
Begitu hormon tersebut terlepas, otot di dalam tubuh otomatis jadi tegang. Ketegangan
otot itu berfungsi melindungi diri dari cedera. Jantung pun jadi berdetak lebih kencang
untuk memompa lebih banyak darah ke otot dan meningkatkan asupan oksigen. Inilah
yang memicu napas jadi cepat atau sesak dan jantung berdebar-debar saat seseorang
mengalami stres. Dalam kondisi "terancam", tubuh juga melepaskan lebih banyak
glukosa dan lemak ke aliran darah untuk menyediakan bahan bakar tambahan agar
seseorang lebih waspada.
Respons tubuh saat menghadapi stres tersebut umumnya normal dan tidak
menimbulkan masalah kesehatan. Namun, apabila sistem saraf otonom tersebut terus-
menerus diaktifkan seperti saat menghadapi pandemi corona, dampaknya bisa
mempengaruhi kesehatan. Dalam jangka pendek, stres kronis dapat mengganggu sistem
daya tahan tubuh sampai sistem pencernaan. Dalam jangka panjang, stres kronis ini
dapat menyebabkan migrain, penyakit jantung dan stroke, diabetes, tekanan darah
tinggi, depresi, dan gangguan kecemasan. Dalam kondisi pandemi corona, wajar jika
beberapa di antara Anda mungkin merasa gelisah, susah tidur, pusing, mual, tidak
berselera makan, atau sering mimpi buruk. Gejala tersebut umumnya akan menghilang
seiring berjalannya waktu. Namun, bagi orang yang merasakan gejala tersebut
berlangsung lebih dari satu bulan, dan sampai mempengaruhi hubungan pribadi dan
pekerjaan, bisa jadi stres mulai memengaruhi kesehatan mental. Bila hal ini terjadi,
segera berkonsultasi pada tenaga profesional.
Untuk meminimalkan dampak stres selama masa pandemi ini, Anda bisa melakukan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Bertemu Online dengan Keluarga dan Teman. Selama internet masih berfungsi, itu
adalah kabar baik bagi kesehatan mental kita. Dengan koneksi internet, kita masih bisa
menghubungi dengan orangua dan sanak keluarga di kampung halaman, mengobrol
dengan orang tersayang yang tinggal jauh, berbicara dengan guru sekolah tentang
rencana pelajaran anak-anak atau menghubungi teman-teman dekat hanya untuk
tertawa bersama mereka. Koneksi online semacam ini bisa menjaga kesehatan mental
selama masa karantina.
2. Bantu Orang Lain yang Membutuhkan. Banyak orang terkena imbas secara
ekonomi akibat pandemi virus corona. Selain banyak orang kehilangan pekerjaan, jutaan
usaha kecil di ambang kehancuran finansial. Realitas ekonomi akibat pandemi virus
corona benar-benar meresahkan. Dalam kondisi ini, kita bisa menjadi secercah “cahaya”
bagi orang yang membutuhkan. Kita bisa membagikan makanan untuk orang yang
membutuhkan, menggalang sumbangan untuk membeli alat kesehatan yang kemudian
disumbangkan ke rumah sakit atau membagikan masker sekaligus mengedukasi orang-
orang yang tak bisa tinggal di rumah karena harus mencari uang. Membantu orang lain
yang membutuhkan akan membuat kita merasa baik tentang diri sendiri, dan dengan
demikian akan baik untuk kesehatan mental dan stabilitas emosi selama masa krisis ini.
Tidak ada yang terasa lebih baik dari berbagi, terutama ketika ada begitu banyak orang
lain yang sangat membutuhkan.
3. Luangkan Waktu untuk Memanjakan Diri. Keinginan untuk memanjakan diri sendiri
itu tidak ada salahnya, apalagi di masa seperti saat ini . Jika Anda merasa kewalahan
dan berada di ambang krisis kesehatan mental, luangkan waktu sebentar untuk
bernapas, rileks, dan lakukan sesuatu hanya untuk diri sendiri. Tonton film dan acara TV
favorit, menikmati mandi busa yang menenangkan atau membaca buku sambil
menyeruput secangkir teh atau kopi. Apapun itu yang bisa membuat rileks, lakukanlah.
Dengan menjaga hidup yang tetap seimbang, dapat membantu kita menghadapi masa
karantina lebih efektif, sehingga kita dapat muncul dengan lebih bahagia dan lebih sehat
ketika masa pembatasan sosial akibat pandemi corona ini berakhir.
Sejak pandemi covid 19 melanda berbagai negara,, termasuk Indonesia, maka banyak
orang yang 'dipaksa' untuk tinggal di rumah saja, dan melakukan berbagai aktivitas di
rumah, termasuk bersekolah, kuliah, dan bekerja dari rumah.
Himbauan untuk tetap di rumah selama pandemi corona membuat intensitas menatap
monitor elektronik semakin tinggi dengan durasi yang kian lama. Secara terus menerus,
itu bisa berdampak timbulnya computer vision syndrome (CVS), yaitu gangguan pada
mata akibat penggunaan piranti berbasis komputer. Gejala yang paling sering muncul
adalah terjadinya mata kering, karena berkurangnya refleks berkedip dan kontras
pencahayaan dari monitor yang kerap menyebabkan mata lelah.
Selain efek tersebut, berikut dampak-dampak negatif terpaparnya mata kita pada monitor
elektronik :
1. Terjadi ketegangan pada mata. Diprediksi 2 dari 3 orang akan mengalami
ketegangan mata yang disebabkan oleh menatap layar gadget berlebihan. Studi
menunjukkan bahwa rata-rata orang melihat smartphone lebih dari 150 kali dalam sehari.
Padahal, ini menyebabkan banyak efek negatif bagi mata.
4. Menyebabkan pusing. Ternyata, menatap layar gadget terlalu lama tidak hanya
mengakibatkan masalah penglihatan, tetapi juga menyebabkan pusing. Biasanya, pusing
ini juga disertai dengan masalah lain, yakni mata tegang, leher kaku dan sakit kepala.
5. Leher menjadi kaku. Menatap layar gadget terlalu lama bisa menyebabkan leher
kaku. Apalagi, ketika kita melakukannya dengan posisi yang salah, seperti menunduk ke
bawah. Menundukkan kepala memberikan banyak tekanan ekstra pada tulang belakang
leher. Faktanya, menundukkan kepala dapat memberi tekanan hingga 60 pon (27 kg)
pada tulang belakang. Bahkan, beban akan bertambah 27 pon ketika kemiringan kepala
mencapai 15 derajat. Akumulasi beban ini dapat menyebabkan tekanan pada tulang
belakang dan jaringan lunak di sekitarnya.
7. Tangan jadi sakit dan kaku. Bukan mata, leher dan punggung saja yang jadi korban,
tetapi juga tangan. Ini akibat kita memegang smartphone dengan tangan selama berjam-
jam. Berbagai studi mengungkapkan, bahwa tiap orang rata-rata menghabiskan minimal
5 jam per hari memakai smartphone dan mengakibatkan sindrom carpal tunnel. Carpal
tunnel menyebabkan rasa sakit, mati rasa, kesemutan di lengan dan tangan. Kondisi ini
terjadi ketika salah satu saraf utama tangan, yaitu saraf median, terlalu lama mendapat
tekanan. Peredaran darah pun menjadi tak lancar dan mengakibatkan rasa nyeri, mati
rasa dan kesemutan di tangan.
Mengingat hingga saat ini belum ada keputusan yang resmi dan pasti kapan kita bisa
mulai beraktivitas kembali seperti sebelum masa pandemi, sehingga mata kita masih
akan terpapar monitor elektronik dengan cukup lama dan cukup sering. Untuk itu kita
perlu menjaga indera pandang Anda secara mandiri selagi #dirumahaja; dengan
melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Atur Jarak Pandang. Upayakan mempertahankan jarak pandang yang sehat, yakni
minimal 33 cm ketika menggunakan ponsel dan 60 cm untuk komputer.
2. Koreksi Kelainan Refraksi. Jika memiliki kelainan refraksi, baik minus, plus, ataupun
silinder, sebaiknya gunakan kacamata selama melakukan pekerjaan, atau mengikuti
pelajaran di depan layar komputer.
3. Beri Durasi Tatap Layar. Batasi waktu Anda melihat layar secara disiplin. Maksimal
setiap 2 jam, jauhkan mata dari layar selama 15 menit. Bahkan, bagi anak di bawah usia
16 tahun, karena sedang dalam masa perkembangan, termin maksimal yang sehat untuk
menatap layar hanyalah 2 jam sehari. Itu pun durasi akumulasi, tidak 2 jam secara terus-
menerus.
Dengan menjaga mata tetap sehat selama berlangsungnya masa PSBB, Anda pun bisa
menjalankan aktivitas #dirumahaja dengan nyaman.
Rasa takut dan kuatir berlebihan akan berpengaruh terhadap kesehatan diri sendiri,
maupun orang-orang tercinta di sekeliling kita.
Dalam sehari, ada beragam informasi yang berkaitan dengan corona disebar oleh
keluarga atau teman melalui aplikasi pengiriman pesan. Anda sebaiknya lebih hati-hati
karena tak menutup kemungkinan bahwa berita itu hoaks, yang justru membuat Anda
bisa lebih panik dan cemas.
Pastikan Anda selalu memantau perkembangan virus corona dari sumber-sumber yang
benar-benar terpercaya. Contohnya dari situs WHO, Kementerian Kesehatan RI, dan
Health Map.
Di tengah pandemi COVID-19 ini, salah satu hal yang dapat Anda lakukan agar lebih
tenang adalah menjaga kesehatan. Terapkan pola hidup sehat dengan kiat-kiat di bawah
ini:
- Minum air putih yang cukup, minimal 2 liter untuk orang dewasa.
- Cuci tangan lebih sering, setidaknya 20 detik dengan air bersih yang mengalir dan
sabun. Lakukan ini sebelum maupun sesudah makan atau menyiapkan makanan, serta
sesudah bepergian, bersin, batuk, atau ke toilet.
- Berdoa dan membaca Kitab Suci juga bisa membantu dalam menenangkan kekuatiran
yang berkecamuk dalam diri Anda.
Dengan memelihara koneksi bersama orang-orang yang Anda sayangi, rasa panik, takut,
dan lelah dapat terasa jauh berkurang.
Menelepon atau melakukan video call dengan keluarga dan teman-teman termasuk cara
jitu yang bisa Anda lakukan untuk tetap terhubung dan menjaga kesehatan mental. Anda
dapat bercerita dan berbagi canda, sehingga perasaan akan lebih tenteram. Saat
mengobrol dengan keluarga dan teman-teman, usahakan agar Anda tidak terlalu fokus
untuk membahas wabah ini.
Jika Anda membagikan informasi seputar virus corona pada orang lain, pastikan dulu
bahwa info tersebut benar-benar valid dan berasal dari sumber-sumber terpercaya.
4. ‘Puasa’ sejenak dari berita, bahkan bila perlu dari media sosial.
Tidak sehat jika Anda terus-menerus membaca, mendengar, dan menonton berita.
Cobalah luangkan waktu untuk bersantai dan melakukan beberapa aktivitas seperti
misalnya: membaca buku, berkebun, mendengarkan musik atau podcast, menggambar,
dan lainnya. Bukannya Anda sama sekali menghindari berita. Anda hanya perlu
membatasinya agar tidak terlalu stres.
Sesekali Anda juga butuh untuk mengalihkan perhatian dan bersantai untuk beberapa
waktu.
Sebagai contoh, Anda bisa bermain bersama hewan piaraan, berjalan mengelilingi
rumah, merawat tanaman, belajar dari buku-buku, ataupun mengikuti webinar atau acara
live di media sosial, dan banyak lagi.
Anda juga bisa mengeksplorasi kreativitas Anda seperti memasak, bermain musik,
melukis, membuat lagu atau puisi, ataupun aktivitas-aktivitas lainnya.
6. Berpikir positif.
Ada banyak cara yang bisa Anda lakukan untuk memelihara pikiran positif. Mulai dari
memberikan sugesti positif pada diri sendiri, lebih berfokus pada hal-hal baik dan
menyenangkan dalam hidup, serta berbagi cerita dan canda dengan orang-orang tercinta
maupun orang-orang yang membuat Anda lebih semangat.
Melihat kembali gambar2 kenangan Anda yang indah dan menyenangkan, menonton film
atau acara yang lucu, juga bisa membantu Anda untuk berpikir lebih positif.
Bila Anda merasa sudah melakukan tips-tips di atas, namun saat ini Anda tetap
merasakan bahwa Anda sedang stres dan krisis emosional lainnya, jangan anggap
remeh. Segera hubungi pihak yang dapat membantu, seperti konselor, atau psikolog;
agar Anda bisa segera ditolong.
Tags: #kuatir #anxiety #panik #corona #stayathome