TINJAUAN PUSTAKA
menerima kenyataan bahwa yang dicintai secara fisik pergi atau menghilang dan
pasien dan keluarga, penerimaan pada kondisi perawatan paliatif tidak saja
dikandung sebagai tugas yang psikologis dan fungsional, tapi juga religius dan /
yang dilalui yakni, tahap denial, anger, bargainning, depression, dan acceptance.
tahap ini, dunia menjadi tidak berarti dan terasa luar biasa atau hidup
9
mengatasi dan membuat kemungkinan bertahan hidup. Denial membantu
semakin banyak rasa marah akan mulai menghilang dan akan sembuh.
Ada banyak emosi lain di bawah kemarahan dan seseorang akan sampai
pada tahap ini pada waktunya, tapi kemarahan adalah emosi yang paling
batas dan dapat meluas tidak hanya kepada teman, dokter, keluarga, diri
mungkin akan bertanya, "Di mana Tuhan dalam hal ini? Mengapa aku?
Di bawah kemarahan adalah rasa sakit dan merupakan hal yang wajar
10
hubungannya dengan apapun. Kemudian saat marah pada seseorang,
terasa lebih baik daripada tidak sama sekali. Seseorang biasanya tahu
dilanjutkan.
tidak akan pernah marah kepada keluarga saya lagi jika Anda
membiarkannya hidup."
11
untuk membantu orang lain. Lalu bisakah aku terbangun dan menyadari
Seseorang akan tersesat dalam labirin pernyataan "Kalau saja ..." atau
"Bagaimana jika ...". Kita ingin hidup kembali pada apa adanya; Kami
ingin orang yang kita cintai dipulihkan. Kami ingin kembali ke masa lalu:
kecelakaan itu terjadi ... jika saja, kalau saja, kalau saja. Rasa bersalah
pada diri sendiri dan apa yang "dipikir" bisa dilakukan secara berbeda.
tingkat yang lebih dalam, lebih dalam dari yang pernah dibayangkan.
Depresi pada tahap ini bukanlah pertanda gangguan jiwa. Tahap ini
menjadi keadaan yang harus diperbaiki atau sesuatu yang bisa gagal.
12
Pertanyaan pertama yang harus ditanyakan kepada diri sendiri adalah
dan depresi adalah respons yang normal dan tepat. Untuk tidak
mengalami depresi setelah kehilangan akan menjadi hal yang tidak biasa.
yang dicintai tidak menjadi lebih baik saat ini dan tidak kembali pastinya
melepaskan diri dari rasa cinta dan kasih sayang. Tidak dianjurkan untuk
mencoba menghibur seseorang yang berada pada tahap ini. Tahap ini
proses.
Pada tahapan ini, mulai hadir perasaan kedamaian dan rasa cinta pada
dengan gagasan "baiklah" atau "OK" dengan apa yang telah terjadi.
Kebanyakan orang tidak pernah merasa baik-baik saja atau baik tentang
kenyataan bahwa orang yang kita cintai hilang secara fisik dan menyadari
13
melanjutkan hidup. Seseorang yang mengalami kehilangan harus
Dalam melawan norma baru ini, pada awalnya banyak yang ingin
baik daripada hari-hari buruk. Saat seseorang mulai hidup kembali dan
mengkhianati orang yang kita cintai. Padahal seseorang tidak pernah bisa
menggantikan apa yang telah hilang, tapi kita bisa membuat koneksi
selalu urut, atau tidak dilalui semuanya oleh seorang individu.Tetapi paling tidak
seseorang tidak masuk dan meninggalkan setiap tahap secara linier. Seseorang
yang kehilangan mungkin merasakannya, lalu dilanjutkan perasaan yang lain dan
kembali mungkin lagi ke tahap yang pertama. Seringkali juga, seseorang dapat
14
Tetapi, seorang individu yang melalui proses penerimaan tidak
kehilangan adalah hal yang sangat personal dan sebaiknya tidak dipaksakan
kehilangan, karena kehilangan yang tiba-tiba atau datang begitu cepat dan tanpa
hidupnya. Individu harus bekerja keras melalui proses tersebut hingga akhirnya
1. Fase pertama shock dan merasa tidak percaya dengan kenyataan yang
menjadi menarik diri, terlihat malas, atau pergi tanpa ada tujuan. Reaksi
secara fisik yang mungkin dialami seperti pingsan, detak jantung menjadi
lebih cepat, diaporesis, mual, diare, tidak bisa istirahat atau insomnia dan
merasa kelelahan.
3. Fase ketiga adalah restitusi. Pada fase ini seorang yang mengalami
masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari siapapun yang
15
4. Fase keempat adalah fasepenekanan seluruh perasaan yang negatif dan
mengalami kehilangan.
5. Fase kelima yaitu kesadaran akan kehilangan yang tak dapat dihindari
memang harus mulai diketahui dan dihadapi. Sehingga pada fase ini
Fase-fase berduka atau fase menjelang ajal menurut Engel, tidak jauh
1. Penghindaran
Pada kategori ini terjadi shock, perasaan menyangkal dan tidak percaya.
2. Konfrontasi
dan kedukaannya yang paling dalam dan dirasakan paling akut sehingga
terjadi luapan emosi yang sangat tinggi pada individu yang mengalami
kehilangan.
3. Akomodasi
akut dan mulai kembali pada dunia sehari-hari secara emosional dan
mereka.
16
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Penerimaan
selfdanreal self yang dimilikinya. Apabila ideal selfyang dimiliki tidak atau kurang
realistis dan sulit diraih dalam kehidupan yang nyata, maka dapat menyebabkan
1. Usia
terhadap penerimaan sampai usia 60, dan efeknya meningkat pada usia
2. Status perkawinan
Efek kehilangan pasangan dirasakan lebih kuat pada janda muda dan
tapi setelah delapan belas bulan, pasangan yang lebih lamabaik janda
(Ringdal, Jordhøy, Ringdal, & Kaasa, 2001). Pola ini telah dikaitkan
karena harapan yang lebih besar dari kehilangan yang dimiliki kelompok
3. Jenis Kelamin
dari pada laki-laki. Hal ini mungkin terjadi karena tingkat gesekan yang
lebih tinggi pada pria dibanding pada wanita. Dampak dari duka cita
17
yang lebih tinggi karena wanita menjadi malas dan tidak berhias akibat
4. Dukungan Sosial
Aspek dukungan sosial; memiliki anak atau sedang bekerja mungkin tidak
terkait dengan reaksi duka cita pada orang yang berduka. Namun
atau yang lebih tua lebih tua menunjukkan lemahnya reaksi duka cita.
dan melakukan transisi hidup yang baru lebih cepat daripada mereka
6. Keparahan Penyakit
Lamanya penyakit mungkin tidak memiliki efek pada reaksi duka cita
penerimaan.
18
ringan dalam hal rendahnya rasa bersalah dan penyangkalan atas
kejadian seputar kehilangan yang dicintai, serta menarik diri dari kontak
sakit
budi kepada pasien sebagai hasil dari life sharing. Selama merawat
8. Penerimaan diri
19
Sikap diri yang menerima pada seseorang dipengaruhi oleh pemahaman
diri yang dibuat secara jujur dan bersifat realistis. Persepsi pemahaman
tetapi tidak berpura-pura, tidak berkhayal, jujur terhadap diri sendiri, dan
memiliki pola asuh masa kecil yang baik (good childhood training),
dapat mengurangi dampak negatif dari perubahan psikologis pada pasien yang
kanker dimana keadaan tumor yang dimiliki bisa tunggal atau lebih dari satu
tumor dalam ukuran yang mempengaruhi pembuluh darah dan kelenjar regional.
harus dijalani pada pasien kanker payudara bergantung pada kondisi fisik pasien
20
sebelum menjalani pengobatan. Kebanyakan pasien kanker payudara
mengalami penurunan kondisi fisik dan psikologis yang drastis (Greene et al.,
2002).
hidup keluarga dalam banyak cara, termasuk aspek psikologis. Kesulitan akan
lebih dialami pada keluarga dengan sedikit persiapan dan dukungan dalam
dituntut untuk memberikan perhatian kepada anggota keluarga lain yang dimiliki.
akibat dari perubahan rutinitas dan kebutuhan, bahkan tidak jarang dari mereka
berhenti bekerja untuk melakukan perawatan keluarga dengan kanker. Selain itu,
perubahan dinamika keluarga juga terjadi karena mereka tidak dapat menghindar
dari urusan perawatan pasien di rumah. Pada akhirnya perawatan terhadap diri
21
Perubahan ini bisa membuat keluarga berkembang pada perubahan fisik
dan emosional, karena pengalaman yang berat, penuh rasa sakit dan
dari berbagai aspek hidup (Klassen et al., 2011). Kelelahan yang dirasakan
menjadi lebih besar jika menghadapi jika anggota keluarga yang terdiagnosis
perubahan pada dirinya dan keluarga secara keseluruhan (Barakat et al., 2010).
Diagnosa penyakit kronis menuntut perubahan hidup dan visi masa depan.
Proses menyesuaikan dan belajar untuk hidup dengan penyakit kronis yang
dan reaksi orang lain kontribusi yang signifikan terhadap proses penyesuaian ini
(Kralik et all., 2006). Ketika orang merasa diberikan label negative selama kontak
dengan profesional kesehatan, seseorang merasa rendah diri dan tidak didukung
penyesuaian pada kondisi yang sedang dialami. Ketika orang lain menggunakan
label penerimaan dan penolakan dalam penerapan teori Freud dan Kubler-Ross
keluarga yang sedang belajar untuk hidup dengan penyakit kronis dapat
terinternalisasi label ini sebagai bentuk refleksi diri. Apalagi yang memberikan
22
label ini memiliki otoritas, seperti seorang profesional kesehatan. Internalisasi
negatif informasi yang terkait dengan label ini dapat menghambat pembentukan
kembali identitas diri yang mendasar ketika seseorang sedang membuat transisi
yang tidak bisa dilepaskan pada kehidupan pasien, pemberian dukungan pada
presentase kasus baru tertinggi, yaitu sebesar 43,3%. Prevalensi penyakit kanker
pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4% atau
kanker. Dalam melewati krisis ini, dukungan sosial dapat mengurangi dampak
tumor yang dimiliki bisa tunggal atau lebih dari satu tumor dalam ukuran yang
23
mempengaruhi pembuluh darah dan kelenjar regional. Pengobatan yang
keluarga:
Masalah ini sangat memprihatinkan, bukan hanya karena efek buruk pada
pengasuh tapi juga karena pengasuh yang mengalami burn out berisiko
2. Kesehatan Fisik
24
Semakin diakui bahwa duka cita biasanya terjadi setelah keluarga
kematian pasien.
merasa lebih dekat dengan keluarga mereka, untuk membayar lebih awal
25