Anda di halaman 1dari 3

Nama: Lidia Farokah

NIM: 2008306146
Kelas: BKI 5 E
Mata Kuliah: Teori Pendampingan Psikososial
Dosen Pengampu: Dr. Ade Hidayat S.Fil., M.Pd.

MENGENAL ANAL DENGAN DISABILITAS PSIKOSOSIAL


1. Permasalahan sosial salah satunya bersumber dari faktor psikologis. Bagaimana hal
demikian terjadi, ceritakan dengan contoh.
Masalah sosial merupakan suatu hal yang tidak sesuai antara unsur kebudayaan dan
masyarakat, yang dimana berpotensi untuk membahayakan lingkungan masyarakat sosial.
Salah satu faktor permasalahan sosial adalah disebabkan oleh faktor psikologis, apabila
beban hidup yang dialami oleh masyarakat terlalu berat, dimana mengakibatkan
gangguan psikologis atau pola pikir pada masyarakat yang tidak stabil dalam menghadapi
suatu permasalahan. Contohnya, depresi, stres, menganut aliran sesat, gangguan mental,
skizofrenia, bahkan hingga bunuh diri. Misalnya ketika ada pelajar yang sering
mendapatkan perundungan (bullying) yang dilakukan oleh pelajar lainnya mengakibatkan
korban perundungan tersebut depresi sehingga memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Adapun dalam contoh lain, terdapat seorang anak yang kekurangan perhatian sejak kecil
dari orang tuanya dikarenakan sibuk bekerja. Kedua orang tua anak tersebut lebih
memilih sibuk dengan urusannya masing-masing tanpa memperhatikan perkembangan
psikologis si anak, dimana orang tua tidak mengajak bermain sang anak, dan kurangnya
quality time bersama keluarga, hal tersebut mengakibatkan gangguan mental yang terjadi
pada anak, seperti gangguan mood, gangguan makan, serta gangguan kepribadian. Hal ini
terjadi karena kadar seritonin yang rendah pada anak padahal seritonin ini berfungsi untuk
memperbaiki suasana hati. Selain itu juga, anak jadi lebih mudah marah dan merasa
tertekan dikarenakan kadar hormon kortisolnya cenderung meningkat.

2. Manusia tidak akan pernah mengetahui ujian/masalah apa yang akan datang
menghampiri. Tidak semua permasalahan bisa diselesaikan saat itu juga.
Kadangkala masalah akan selesai dengan sendirinya tanpa harus dilawan.
Acceptance (penerimaan/dukungan) merupakan kunci dalam penyelesaian
permasalahan kehidupan. Acceptance dapat bersumber dalam diri/internal (self-
acceptance), juga dukungan (support) dari lingkungan dan orang terdekat.
Berdasarkan pengalaman sendiri atau orang lain (tugas wawancara), coba Anda
ceritakan bagaimana individu dalam menempuh fase acceptance-nya untuk
menyelesaikan masalah dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Sikap penerimaan (acceptance) dapat terjadi apabila individu tersebut memiliki
keyakinan dan mampu untuk menghadapi kenyataan terhadap fakta-fakta yang ada pada
dirinya sendiri, baik itu fisik dan psikisnya, sekaligus segala ketidak sempurnaan yang
terdapat dalam diri seseorang atau sikap acceptenc ini bisa diistilahkan sebagai sikap
penerimaan tanpa syarat. Sebelum seseorang mampu untuk tahap penerimaan diri dan
meningkatkan kualitas hidupnya, individu tersebut akan melalui beberapa fase yaitu:
a. Fase denial (penolakan)
Pada fase ini merupakan fase berbentuk penyangkalan atau penolakan, yang dimana
seseorang menyangkal mengenai kejadian-kejadian buruk yang terjadi pada dirinya
sebagai bentuk pertahanan diri. Seseorang akan melakukan manipulasi untuk dirinya
sendiri bahwa tidak terjadi apapun, untuk membentengi dirinya dari perasaan sedih.
Contohnya, adik Suci telah meninggal dunia dan Suci merasa tidak terima serta
menolak adanya fakta tersebut dengan menunjukkan sikap pura-pura bahwa adiknya
masih hidup untuk membentengi dirinya dari kesedihan.
b. Fase anger (marah)
Setelah perilaku penolakan perasaan sedih, seseorang akan melampiaskan perasaan
sedih tersebut dengan amarah. Ketika individu ini marah, ia cenderung menyalahkan
hal yang menjadi sebab kesedihannya tersebut kepada orang lain atau pada benda mati
yang berada di sekitarnya. Contohnya, Suci membanting barang-barang yang ada
disekitarnya dan menyalahkan kedua orang tuanya yang menjadi penyebab
meninggalnya sang adik.
c. Fase bargainning (tawar-menawar)
Seseorang akan melakukan negosiasi pada kesedihan yang tengah dirasakannya.
Individu tersebut akan mengkhayalkan mengenai kemungkinan yang semestinya
untuk dilakukan sebelum terjadinya suatu hal buruk ataupun kemungkinan yang akan
dilakukan oleh orang tersebut apabila kejadian buruk itu berhenti terjadi. Contohnya,
Suci berkata “andai saja ayah dan ibu bisa menjaga adik dengan baik, hal seperti ini
tidak mungkin terjadi.” Atau “Kalau adikku bisa hidup kembali, aku akan
memperlakukan adikku dengan sebaik mungkin.”
d. Fase depression (depresi)
Deprsi yang terjadi pada fase ini bukanlah depresi yang terjadi akibat dari gangguan
mental, akan tetapi kondisi seseorang yang kembali pada kenyataan yang ada. Ketika
individu sadar terhadap apa yang terjadi di dunia nyatanya, ia akan merasa menjadi
manusia paling menderita atas musibah yang menyimpanya. Contohnya, Suci mulai
merasa sedih dan selalu melamun terhadap kejadian buruk yang menimpanya, yaitu
kehilangan seorang adik yang sangat disayanginya.
e. Fase acceptenc (penerimaan)
Pada fase terakhir ini yaitu fase penerimaan dimana akhirnya seseorang sadar dan
mampu untuk menyikapi dengan baik mengenai kejadian buruk yang terjadi padanya
tidak bisa kembali lagi. Orang tersebut harus sadar dan belajar bisa menerima segala
konsekuensi dari kejadian buruk yang menimpa kehidupannya dengan melanjutkan
hidupnya sebaik ketika musibah tersebut belum terjadi. Orang-orang terdekatnya pun
harus memberikan support supaya individu ini bisa beraktivitas dengan normal seperti
sedia kala. Contohnya, kedua orang Suci terus memberikan dukungan-dukungan
dengan menyemangati, memberikan perhatian lebih, dan menjadi pendengar yang
baik untuk segala keluh kesah Suci, sehingga Suci mampu untuk menerima bahwa
adiknya telah tiada dan Suci telah bisa menjalankan aktivitasnya seperti biasa
kembali.
Sebenarnya fase-fase tersebut tidak selalu dilalui dengan urut atau dilewati semuanya
oleh seseorang, namun paling tidak terdapat dua fase yang nantinya pasti akan dilewati.

3. Dalam riset psikologi, kata-kata positif tidak selalu diterima dan berakhir positif
bagi Individu. Hal ini dinamakan toxic positivity. Misal kalimat “Kamu harus
senang, kamu gak boleh sedih, harus lemah lembut, kamu harus semangat, kamu
pasti bisa nyelesain permasalahan ini dengan baik, dsb”. Kata-kata yang terdengar
positif tersebut justru bisa membuat keadaan jadi semakin buruk. Mengapa
demikian, dan bagaimana ketika kita menjadi teman “curhat”, apa yang harus
dilakukan guna menghindari toxic positivity?
Cara menghindari toxic positivity, yaitu:
a. Merasakan dan Mengelola Emosi yang Negatif
Emosi-emosi negatif yang tengah dirasakan bukanlah suatu hal yang mesti
disimpan apalagi di sangkal. Bentuk perasaan negatif ataupun positif adalah suatu
hak yang lumrah terjadi pada individu. Maka dari itu, setiap orang berhak untuk
mengungkapkan perasaan tersebut dengan orang lain ataupun menulis di buku
harian supaya tidak memiliki sikap toxic positivity.
b. Berusaha Memahami, Bukan Menghakimi
Perasaan-perasaan negatif yang timbul dan dirasakan oleh tiap individu bisa
disebabkan oleh stres ketika bekerja, problematika keluarga, permasalahan
perekonomian, gejala gangguan mental, seperti halnya gangguan mood. Ketika
perasaan-perasaan negatif tersebut muncul coba untuk lebih memahami perasaan
tersebut dan cari solusi yang tepat untuk dapat melepaskannya dan setiap individu
tentu tidak ingin dihakimi hanya karena jujur terhadap perasannya sendiri. Maka
dari itu cobalah untuk bersikap empati tanpa men-judge orang lain.
c. Hindari Sikap Membanding-bandingkan Masalah dengan Orang Lain
Setiap individu mempunyai tantangan dan masalahnya masing-masing. Suatu hal
yang kita anggap sepele bisa jadi terlalu berat apabila di jalani oleh orang lain,
begitu pun sebaliknya. Oleh sebab itu, tidaklah adil apabila bersikap untuk
membanding-bandingkan masalah yang tengah dialami oleh seseorang. Maka kita
harus bersikap empati dan fokus serta menjadi pendengar yang baik ketika
seseorang sedang menceritakan masalahnya.
d. Mengurangi Penggunaan Media Sosial
Media sosial mampu untuk memicu atau bahkan memperburuk sikap toxic
positivity, maka dari itu lebih baik kurangi penggunaan media sosial. Kemudian
hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengelola akun sosial media yang dimiliki
untuk, menjauhkan diri dari orang-orang yang membuat postingan tidak berfaedah
dan bisa menyulut emosi. Sibukkan diri dengan aktivitas yang produktif dan
aktivitas lainnya yang menyenangkan.

Anda mungkin juga menyukai