Anda di halaman 1dari 3

What is People Pleaser?

Apakah Anda pernah dengar tentang People Pleaser, istilah yang sering dikaitkan dengan orang-orang
yang ‘tidak enakan’ atau seseorang yang susah berkata ‘tidak’. Atau mungkin kamu orang yang seperti
itu?

Menurut Social Psychology  oleh Merriam Webster dan Susan Newman, People-pleaser adalah sebutan
bagi seseorang yang selalu berusaha melakukan atau mengatakan hal yang menyenangkan orang lain,
meski bertentangan dengan apa yang ia pikirkan atau rasakan. Ini ia lakukan agar orang lain tidak
kecewa padanya.

People pleaser cenderung menaruh kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri dengan
tujuan agar mereka disukai. Mereka membentuk dirinya sesuai dengan harapan orang lain. Dari tampak
luar, memberikan dengan senyuman, tapi dalam hati mereka menyimpan berbagai bantahan, yang
ketika menumpuk melahirkan rasa kecil, amarah bahkan kebencian. 

People pleaser punya kebutuhan yang tinggi untuk diterima orang lain. Maka itu, mereka cenderung
setuju dengan suara terbanyak, tanpa mempertimbangkan atau mengutarakan terlebih dulu pemikiran
dan perasaannya. Mereka mensensor diri untuk menghindari konflik dan takut dikucilkan. Tidak jarang
akhirnya mereka terkesan tidak punya pendirian.

People pleaser juga tidak terlalu kenal dengan dirinya sendiri. Mereka sulit mengenali apa yang ia
rasakan atau inginkan karena sibuk memperhatikan perasaan dan memenuhi keinginan orang lain.
Saking merasa bertanggungjawab atas perasaan orang lain, mereka jadi sering minta maaf meski
kesalahan bukan mereka yang buat. 

People pleaser memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya sendiri. Ada bahkan yang mengukur
harga dirinya lewat berapa banyak pujian atau pengakuan yang didapatkan dari orang lain. People
pleaser percaya mereka hanya layak dicintai ketika ia memberikan segalanya untuk orang lain. Ini bisa
menjadi sangat berbahaya ketika berada dalam suatu hubungan yang sarat kekerasan karena bisa
dengan mudah mentolerir dan memaafkan pasangan yang melakukan kekerasan.

Memang, menyenangkan orang lain bisa turut membuat kita bahagia. Kita juga bisa menjalin hubungan
dengan orang lain lebih baik ketika kita mempertimbangkan keinginan dan perasaan mereka. Namun
jika kadarnya berlebihan, perilaku ini bisa jadi masalah bagi people pleaser itu sendiri dan orang sekitar.
Karena selalu berusaha menyenangkan orang lain, people pleaser jadi mudah dimanfaatkan orang lain.
Karena ia minim kendali atas pikiran, perasaan dan aksinya, hidupnya jadi kurang memuaskan.

Penyebab Orang kerap menjadi People pleaser

Untuk memahami people pleaser, kita bisa lihat masa lalunya. Bisa jadi mereka dulu dibesarkan oleh
figur yang tidak bisa menerima atau memaafkan perlawanan-perlawanan kecilnya yang sesungguhnya
alami. Mungkin ayah atau ibunya sering marah besar hanya karena mereka bilang ingin makan sesuatu
yang berbeda dari yang sudah disiapkan. Mungkin juga mereka dibesarkan oleh figur yang rapuh. Maka
terbiasa menyembunyikan hal-hal tidak enak demi melindungi perasaan ayah atau ibunya dan tidak
menambah beban pikiran. Mungkin waktu kecil, mereka tidak pernah punya ruang untuk
mengungkapkan apa pun yang tidak sejalan dengan keinginan figur pengasuh. Mereka melihat bahwa
perbedaan opini adalah sumber perselisihan yang bisa menyebabkan posisinya terancam. Sehingga
ketika dewasa, pola pikir yang terbentuk adalah untuk bertahan hidup, ia harus selalu menjadi apa yang
orang lain harapkan.

Bagaimana Untuk Stop Menjadi People Pleaser?

Mulai belajar mengatakan tidak dengan ramah. Anda akan menyadari mengatakan tidak bukan berarti
akhir dari segalanya. Pasangan, teman, atau kolega kita , kebanyakan dari mereka bisa menerima
perbedaan pendapat atau bahkan penolakan selama kita ungkapkan ini baik-baik. Ketika kita dewasa,
kita sudah lebih punya kemampuan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan rumit tanpa harus
menyinggung orang lain. Kita bisa mulai keluar dari kebiasaan people pleasing  dengan mengatakan tidak
pada sesuatu yang kecil, mengungkapkan pendapat sendiri tentang sesuatu yang sederhana, atau
mengambil sikap terhadap sesuatu yang kita yakini. Kita tidak perlu berusaha disukai semua orang
karena disukai semua orang itu tidak mungkin. Selama kita secara umum menyukai diri dan disukai
orang yang menyukai kita dengan segala kelebihan dan kekurangan kita, sepertinya itu cukup.

Setelah menolak tawaran orang lain, mengapa merasa ‘tidak enakan’ ?

Rasa nggak enakan berasal dari amigdala (bagian otak) kita yang memiliki sesitivitas yang berbeda-beda
pada setiap orang. Kita sebenarnya masih mewarisi sifat manusia zaman dahulu (primitif). Saat
dihadapkan dengan berbagai situasi yang tidak pasti atau berbahaya, amigdala teraktivasi dan
memunculkan rasa takut, yang kemudian respon alamiahnya yaitu fight, flight, atau freeze.

Saat amigdala aktif, kita memiliki kecenderungan ingin menyelesaikan permasalahan saat itu juga.
Padahal bisa saja saat itu pikiran kita sedang dipenuhi rencana-rencana penyelesaian yang terus
berputar dan bernegosiasi, sehingga malah kita berada dalam keraguan dengan keputusan yang akan
dipilih. Kita perlu sadari bahwa kondisi tersebut merupakan waktu terburuk dalam mengambil
keputusan. Tidak jarang kita menyesali keputusan tersebut. Sehingga kita disarankan untuk calm down
atau menenangkan amigdala terlebih dahulu, misalnya dengan melakukan relaksasi atau mindfulness
sebelum mengambil keputusan.

Beberapa factor munculnya rasa tidak enakan

Sama halnya dengan people pleaser yang mempengaruhi seperti faktor genetik (keturunan), maupun
faktor lingkungan. Faktor genetik bisa terkait dengan sifat orang tua atau leluhur kita. Sedangkan faktor
lingkungan misalnya kita tumbuh di lingkungan yang kurang bisa memvalidasi emosi kita, atau di
lingkungan yang memiliki keyakinan tertentu yang tidak bisa dikompromikan. Sehingga kita cenderung
takut apabila tidak sesuai dengan pandangan orang lain.

Bagaimana cara kita bisa menyeimbangkan keputusan untuk meng-iya-kan dan keputusan untuk
menolak permintaan orang lain?

Kita tidak harus selalu menolak dan tidak harus selalu mengiyakan. Kalau selalu menolak tentu
berdampak negatif untuk hubungan sosial. Sedangkan kalau selalu meng-iya-kan akan membuat kita
kelelahan. Jadi, tidak apa-apa jika kita memang perlu menolak karena tidak sesuai, nanti bisa saja ada
kalanya kita mengiyakan yang sesuai. Memang ada kalanya kita takut dinilai, takut mendapat respon
tidak menyenangkan, dan takut-takut lainnya sehingga membuat kita seolah-olah harus 'mengiyakan'
yang justru membuat kita lelah secara mental. Nah, hal ini sebenarnya perlu dilakukan berimbang. Ada
skill yang bisa kita asah yang disingkat dengan FAST. Apa itu FAST?
F : Be Fair / adil dengan diri sendiri dan orang lain. Adil dalam hal ini adalah tidak selalu memikirkan
orang lain, namun juga tetap memikirkan diri sendiri.

A : to not over Apologize / jangan terlalu banyak minta maaf. Terkadang seseorang sering meminta maaf
bahkan saat ia tidak melakukan kesalahan, hal ini membuatnya tidak menghormati dirinya sendiri. Selain
itu orang lain bisa menganggap tidak serius apabila terlalu sering meminta maaf.

S : Stick to your values / berpegang pada nilai diri sendiri. Orang akan menjadi lebih respect karena
dengan memegang nilai tersebut menandakan kita bukanlah orang yang bisa dipandang sebelah mata

T : be Truthful / jujurlah dan tidak perlu berpura-pura. Ungkapkan apa adanya kondisimu ketika ingin
menolak maupun menyampaikan pendapat.

Anda mungkin juga menyukai