SKRIPSI
DiajukanuntukMemenuhiSalahSatuSyarat
GunaMemperolehGelarSarjanaStrataSatu(S.1)
PadaProgramStudiTafsirHadist[TH]
Oleh:
KHOLILAMIN
NIM:4103073
FAKULTASUSHULUDDIN
INSTITUTAGAMAISLAMNEGERIWALISONGO
SEMARANG
2009
Oleh:
Kholil Amin
NIM:4103073
Semarang,.. 2009
Disetujui Oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
PENGESAHAN
Skripsi Saudara KHOLIL AMIN No. Induk:
4103073 telah dimunaqosahkan oleh dewan
penguji skripsi Fakultas Ushuluddin Institut
Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada
tanggal :
30 Januari 2009
Dan telah di terima serta di syahkan sebagai salah
satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana (S.1)
dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits
(TH).
Ketua Sidang
Penguji I
Muhtarom, M.Ag.
NIP:150 279 716
Pembimbing II
Penguji II
M. Masrur. M.Ag
NIP: 150 303 026
Sekretaris Sidang
ABSTRAKSI
Mempercayai adanya roh adalah salah satu keyakinan yang diajarkan Quran dan
mempercayai soal-soal gaib merupakan salah satu sendi keyakinan beragama. Semua agama
ditegakkan atas dasar keyakinan itu, dan dengan keyakinan itu perasaan manusia menjadi
tentram. Akan tetapi kepercayaan mengenai soal-soal gaib sebagaimana diajarkan al-Quran
mempunyai kelebihan istimewa karena kepercayaan tersebut tidak membekukan akal orangorang yang beriman, tidak menghilangkan kewajiban yang dipikulkan kepada manusia dan
tidak melenyapkan peranan akal yang sadar akan tanggung jawabnya. Kepercayaan
mengenai roh itu justru merupakan perwujudan dari keberadaan iman dan islam, yaitu:
menyerahkan segala sesuatu kepada Allah.
Seiring dengan hal tersebut, seakan-akan manusia harus menerima tanpa berusaha,
lupa atau dilupakan menjadi tidak pernah mengingat kembali apakah kecenderungannya
untuk ber-Tuhan itu memang sudah tertanam sejak zaman azali ataukah kecenderungan itu
lahir dari lelehur mereka?
Kebanyakan dari kita dalam menafsirkan tentang roh, hanya terjebak pada tataran
bahwa roh itu urusan Tuhan bukan urusan manusia, parahnya lagi kalau roh itu dilihat dari
kaca mata kaum teolog, mereka pasti disibukkan dengan perkataan apakah roh itu makhluk
atau bukan dan masih banyak yang lainnya.
Al-Quran juga menyatakan bahwa manusia telah dinobatkan menjadi kholifah dan
diberi kebebasan mutlak dan tanggung jawab atas amanah yang diberikan. Itu artinya, setiap
manusia harus menjaga dan memelihara apa yang diamanahkan kepadanya, sebagaimana
aturan dasar amanah dalam syari.
Jika saja dalam masa pemeliharaan terjadi kerusakan atau kemusnahan, manusia
harus dan harus mempertanggungjawabkannya. Apakah dengan mengganti, merekontruksi,
atau mendapat sanksi, setidaknya sanksi moral. Dalam pengertian ini, bila dikaitkan dengan
pengambilan perjanjian yang dilakukan manusia dihadapan Tuhan, sebelum manusia
dilahirkan, maka pertanggungjawaban menjadi hak mutlaq dan tidak bisa ditawar-tawar oleh
manusia
Dengan demikian karena manusia tidak bias mengelak dari tanggung jawab.
Seharusnya perlu diadakan dialektika ulang dalam mencari makna roh yang ada dalam jasad
manusia, bukan wujudnya melainkan peran roh dalam menentukan masa depan kita. Dalam
al-Quran roh merupakan aura positif dan jiwa (nafs) adalah aura negatif. Dari sini dapat
ditarik kesimpulan bahwa manusia diciptakan harus memilih, memilih baik atau memilih
buruk.
Maka dalam skripsi ini, penulis menfokuskan pada masalah Apakah kesaksian ruh
dalam kandungan merupakan fitrah bagi setiap manusia yang akan dilahirkan (analisis surah
al-Araaf [7]: 172)?. Serta bagaimanakah penafsiran para Ulama dan apa relevansinya
kesaksian itu pada diri manusia, baik itu dari konteks masa lampau dan konteks masa
sekarang?.
Analisa singkat dari permasalahan di atas mengidentifikasikan adanya Perjanjian
yang fitrah dilakukan semua anak cucu Adam di hadapanTuhan, sebagai jalan pembuktian
bahwa Allah akan minta pertanggung jawaban mereka, baik itu yang Islam maupun bukan,
dan kelak mereka tidak bisa berkata ini kesalahan nenek moyang kami, karena
menyekutukan Engkau ya Allah. Ini bukan salah kami.
KATA PENGANTAR
,
,
Ungkapan rasa puji syukur senantiasa terlimpahkan hanya kepada Allah SWT,
Tuhan muara dari segala yang kesyukuran. Atas diutusnya seorang Rasul yang
mengajarkan kedamaian, cinta kasih dan keselamatan kepada semesta alam. Semoga
shalawat serta salam tanpa terhenti selalu terlimpahkn kepada-Nya. Amien.
Hanya atas pertolongan dan hidayah-Nya tugas akhir ini bisa terselesaikan
walaupun penulis yakin bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Begitu juga
dengan skripsi ini, namun dengan segenap kemampuan dan usaha keras penulis ingin
memberikan yang terbaik di akhir studi di IAIN Walisongo Semarang. Dan semua itu
tidak terlepas dari peran serta semua pihak hingga karya ini bisa terwujud. Ucapkan
terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.
2. Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.
3. Bapak Drs. K.H. Abdul Karim Asyalawi. M.Ag selaku pembimbing pertama, yang
telah berkenan meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengarahkan
penulis.
4. Bapak M.Noor Ichwan, M.Ag, pembimbing kedua, yang telah mengadakan koreksi
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu, semesta kasih dan sayang yang tak dapat dilukiskan oleh apapun,
Adik-adikku yang senantiasa mendorong untuk cepat menyelesaikan tugas akhir ini
dan seluruh keluarga atas curahan doanya.
DAFTAR ISI
ii
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................
iii
HALAMAN MOTTO.................................................................................................
vi
vi
vii
ix
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemikiran .............................................................
10
11
11
13
19
21
21
29
34
1. al-Nafs ...................................................................................
34
2. al-Aql....................................................................................
39
3. al-Qalb....................................................................................
43
BAB IV
48
48
49
3. Munasabat Ayat....................................................................
60
63
64
ANALISIS
A. Kesaksian Ruh : Fitrah Manusia Sejak Azali ....................................
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
C. Penutup.
72
84
85
85
BAB I
PENDAHULUAN
Diantaranya adalah (1) Untuk membersihkan dan mensucikan jiwa dari segala bentuk syirik
serta memantapkan keyakinan tentang ke-Esaan yang sempurna bagi Tuhan semesta alam. (2) Untuk
mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat manusia merupakan umat yang
seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah swt dan pelaksanaan tugas
kekhalifahan. (3) Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar suku atau bangsa, tetapi
kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat, natural dan supranatural, kesatuan ilmu,
iman dan rasio, kesatuan kebenaran , kesatuan kepribadian manusia, kesatuan kemerdekaan dan
determinasi, kesatuan social, politik, dan ekonomi dan kesemuanya berada di bawah satu kesatuan,
yaitu ke-Esaan Allah. (4) Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan
bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah dan mufakat yang dipimpin hikmah kebijaksanaan.
(5) Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit dan penderitaan hidup,
serta pemerasan manusia atas manusia dalam bidang social ,ekonomi, politik, dan juga agama. (6)
Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang, dengan menjadikan
keadilan social sebagai landasan pokok kehidupan masyarakat manusia. (7) Untuk memberikan jalan
tengah antara falsafah kolektif komunisme, menciptakan Ummatan Wasathan yang menyeru kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran. (8) Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna
menciptakan suatu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia dengan panduan Nur Ilahi. (lihat
lebih lanjut M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir MaudhuI atas pelbagai persoalan Umat
,Bandung : Mizan,1996, hlm. 12-13)
3
Dr. Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Quran, Jakarta : Bulan Bintang, 1991, hlm.
5
Manusia memang menarik untuk dikaji, baik itu yang berhubungan dengan jasmani maupun
rohani. Menurut Ibnu Sina, manusia terdiri dari dua bagian, yaitu badan dan jiwa; badan akan rusak,
sedang jiwa tidak. Manusia akan memperoleh kebahagiaan melalui jiwa yang bersih atau tenang, dan
akan memperoleh kesengsaraan melalui jiwa yang kotor atau tidak tenang. Begitu juga dengan
pekerjaan manusia, ia terdiri dari dua bagian pula, yaitu pekerjaan badan dan pekerjaan jiwa. Dua
pekerjaan ini akan sangat berpengaruh pada diri manusia itu sendiri. Kadang dapat meninggikan
derajat manusia dan kadang dapat merendahkan derajatnya. Jadi, dua pekerjaan ini sangat tergantung
kepada manusia itu sendiri ( lebih lanjut lihat Hakim Muda Harahap, Rahasia al-Quran ( menguak
Alam Semesta, Manusia, Malaikat dan keruntuhan Alam), Depok : Darul Hikmah,2007.hlm.10
5
ketahui (Qs Al-Maarij [70]: 39). Dalam prosesnya, penciptaan manusia itu
berlangsung dalam beberapa tahap.6
Pertama, tahap jasad. Jasad ialah jisim manusia, tubuh, badan. Menurut
Abu Ishaq, jasad adalah sesuatu yang tidak bisa berfikir dan tidak dapat
dilepaskan dari pengertian bangkai. Dalam tafsir Al-Razi dikatakan bahwa
jasad ialah tubuh manusia yang berupa darah dan daging.7 Jadi, jasad
manusia tidak lain adalah badan kasar manusia yang tampak pada luarnya,
dapat diraba dan difoto serta menempati ruang dan waktu tertentu.
Jasad manusia mengalami perubahan. Setiap manusia bertambah, jasad
manusia pun mengalami ketuaan dan kerusakan. Dengan datangnya
kematian, jasad manusia kembali ke asalnya, alam semesta. Dalam
kehidupan sehari-hari, jasad manusia di pandang sebagai sesuatu yang tidak
menentukan baik atau buruknya manusia. Meskipun jasad manusia bagus
atau cantik tetapi perbuatannya jelek, maka nilai kebagusan ataupun
kecantikan itu akan hilang. Bahkan, jika perbuatan jelek itu terus-menerus
dilakukan dan menjadi kebisaaan, ia akan kehilangan kemanusiaan nya.
Jasad itu memerlukan makanan dan tidak kekal. Ini sesuai dengan firman
Allah :
t$#yz (#%x. $tu t$y9$# t=2't #Y|y_ o=yy_ $tu
Artinya : Dan tidaklah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada
memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal
.8
Ayat ini menetapkan adanya ketentuan bagi jasad manusia, yaitu makan
dan terbatas. Dengan makanan, jasad manusia mengalami pertumbuhan,
tetapi pertumbuhan jasadnya terbatas dan oleh pertambahan usianya jasad
6
. Bassam Salamah, Penampakan Dari Dunia Lain: Membongkar Rahasia Dunia Gaib dan
Praktik Perdukunan, Jakarta: Penerbit Hikmah, 2004, hlm.96.
7
. M. Fakh al-Din al-Razi, Tafsir ar-Razi, jilid 16, Darul fikr hlm.8
8
Al-Quran Surah al-Anbiya [21]: 8
manusia akan hancur. Makanan manusia berasal dari apa yang ada di alam
dan jasad itu pun akan hancur kembali ke alamnya.
Selanjutnya, al-Quran menjelaskan bahwa permulaan penciptaan
manusia adalah dari tanah.9 Sesuai dengan firman Allah:
> & i o)n=s{ $) 4 !$u)n=yz r& $)=yz xr& r& JtF$$s
Artinya : Maka tanyakan lah kepada mereka (musyrik Mekah):
"Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang Telah
kami ciptakan itu?" Sesungguhnya kami Telah menciptakan mereka dari
tanah liat .10
Pada ayat lain, tanah itu disebut shalshal ,tanah liat. Al-Quran juga
mengatakan :
Artinya : ia ciptakan manusia dari tanah liat kering berbunyi seperti
tembikar . (Qs. Al-Rahman [55]: 14).11
Mengenai tanah ini, al-Quran pada ayat lain menerangkan pengertian
yang lebih jelas, bahwa yang dimaksud tanah adalah saripatinya: sungguh,
kami ciptakan manusia dari sari tanah liat (Qs. Al-Muminun [23]: 12).
Penciptaan manusia yang bermula dari tanah tidak berarti manusia dicetak
dengan memakai bahan tanah, seperti orang membuat patung dari tanah.
Penciptaan manusia dari tanah ini bermakna simbolik, yaitu saripati yang
membentuk tetumbuhan dan binatang yang kemudian menjadi bahan
makanan bagi manusia, yang menjadi faktor utama dalam pembentukan
9
Jika manusia pertama dan kedua-Adam dan Hawa-oleh al-Quran diilustrasikan sebagai
makhluk yang diciptakan Allah dari tanah, maka penciptaan manusia ketiga dan seterusnya dalam alQuran dijelaskan bahwa penciptaan nya dilakukan secara bertahap, dari bentuk yang sangat sederhana
menjadi bentuk yang lebih sempurna dan lebih rumit. Dalam al-Quran sedikitnya ada 34 ayat yang
menjelaskan tentang masalah ini, dan tersebar ke dalam 16 surat, dan ke 34 ayat dimaksud secara
sederhana dapat disimpulkan kedalam empat ayat (1) Qs. Al-Sajdah [32]: 7-9, yang menjelaskan
bahwa penciptaan manusia dibedakan kedalam tiga tahapan; (2) Qs. Al-Qiyamah [75]: 37-39, yang
menjelaskan bahwa penciptaan manusia dibedakan kedalam empat tahapan; (3) Qs. Al-Hajj [22]: 5,
yang menjelaskan bahwa penciptaan dibedakan kedalam lima tahapan; (4) Qs. Al-muminun [23]: 1214, yang menjelaskan bahwa penciptaan manusia dibedakan ke dalam enam tahapan. ( lihat
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmiy, Jogjakarta : Penerbit Menara Kudus Jogja, 2004, hlm.219).
10
Al-Quran Surat al-Shaffat [37]: 11
11
Lihat juga Qs. Al-Hijr [15]: 26
melalui
beberapa
tahap
kehidupan
dalam
kandungan,
13
lihat. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran : Tafsir MaudhuI atas Pelbagai Persoalan
Umat, Jakarta : Penerbit Mizan, 2007, hlm. 292 )
10
kami untuk bertauhid dan kami tidak tahu bahwa engkau adalah satu-satunya
Tuhan kami yang tidak ada sekutu-Nya.14
Tapi ironis sekali memang, walaupun kesaksian itu adalah fitrah dan pernah
terjadi pada umat manusia namun apakah fitrah itu sejak dahulu atau sejak
manusia dilahirkan ke dunia. Peristiwa yang sangat berarti itu ternyata manusia
jarang sekali bahkan sama sekali mengingat apakah pada waktu ruh (jiwa) mereka
bersaksi dihadapan Tuhan itu dalam keadaan sadar atau bukan sadar.
Dari sinilah, maka penulis ingin mencoba menguak rahasia Tuhan melalui
pembacaan analisis linguistic terhadap ayat-ayat al-Quran seputar fenomena
kesaksian ruh (jiwa) manusia sebelum dilahirkan ke dunia karena merupakan hal
yang menarik, tapi juga menimbulkan berbagai pertanyaan dalam benak: apa yang
diinginkan Tuhan mengenai kesaksian itu? Apakah sudah fitrah dari Tuhan agar
ciptaan-Nya tidak menyekutukan-Nya ataukah Tuhan punya maksud lain.
B. POKOK PERMASALAHAN
1.
C. TUJUAN PENELITIAN
Penulisan dan penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui kesaksian jiwa [ruh] dalam kandungan menurut al-Quran, dan
yang lebih penting hal itu merupakan fitrah manusia sejak lahir atau memang
kesaksian itu sudah menjadi fitrah manusia sejak zaman azali.
14
. Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dkk. Ensiklopedia al-Quran, Jakarta : Gema insani,2007. hlm.
174
11
2. Mengetahui penafsiran para Ulama dan apa relevansinya kesaksian itu pada
diri manusia, baik itu dari konteks masa lampau dan konteks masa sekarang.
D. TELAAH PUSTAKA
Memacu permasalahan di atas, sepanjang pengetahuan penulis memang sudah
banyak karya yang dihasilkan dari para penulis berkaitan dengan problematika
diatas mulai dari yang sederhana sampai yang kontemporer, sebut saja salah satu
karya nya, Prof. Dr. M. Quraish Shihab
12
13
Selain buku-buku di atas, banyak lagi buku-buku maupun kitab baik literature
arab maupun Indonesia, yang membahas tentang penciptaan manusia secara lebih
detail dan lebih komprehensif.
Tapi sejauh ini, penulis melihat bahwa kajian tentang proses penciptaan
manusia dilihat dari kesaksian ruh dalam kandungan belum pernah dilakukan oleh
para akademisi melalui karya berbentuk buku. Padahal, bila dilihat dari keutuhan
substansi ajaran Islam, masalah tersebut merupakan suatu mata rantai dari
komponen pengetahuan dan wawasan keagamaan, yang jika tidak dipahami
dengan jelas oleh umat Islam akan berdampak pada ketidaktahuan pemahaman
atas masalah yang lain. Seperti, kemungkinan terjadinya pemahaman secara
verbal dalam memahami tauhid, tanpa dilandasi pengetahuan bagaimana proses
eksistensi Ketauhidan Allah yang terjadi sebelum kita dilahirkan.
E. METODE PENELITIAN
Secara methodologist penelitian ini bersifat library research (penelitian
kepustakaan). Konsekuensinya adalah bahwa sumber-sumber datanya berasal dari
bahan-bahan tertulis.15
1. Sumber Data
Sebagaimana kita ketahui bahwa penelitian kepustakaan yang berisi bukubuku sebagai bahan bacaan dan bahasan dikaitkan dengan penggunanya dalam
kegiatan penulisan karya ilmiah, maka untuk mengumpulkan data-data dalam
penulisan dan penyusunan skripsi ini digunakan sumber data primer dan sumber
data sekunder.
a. Sumber data Primer
Adapun bahan bacaan dan bahasan yang penulis jadikan sebagai
sumber data primer adalah : al-Quran. Dalam hal ini penulis memilih
15
Dr. Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 41
14
16
Prof. Dr. Suhartini Ari Kunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta,
Jakarta, 1998, hlm. 8
17
Tafsir ini dikenal juga dengan nama Tafsir al-Manar . pada dasarnya merupakan paduan
pemikiran antara tiga tokoh besar, yaitu: Jamaluddin al-Afgani (1255-1315 H/ 1839- 1897 M),
Muhammad Abduh (1266-1323 H/ 1849-1905 M), dan Rasyid Rida (1282-1354 H/ 1865-1935 M).
Tafsir bi al-ray adalah jenis tafsir al-Quran yang didasarkan pada ijtihad atau penalaran dengan
syarat bahwa si penafsir tetap konsisiten pada syarat-syarat yang harus dimiliki seorang penafsir, yaitu
antara lain: bahasa arab dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya, asbabul nuzul, ilmu qiraat,dan lainlain ( lihat M. Husayn al-Dhahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun,1, Kairo: Dar al-Kutub al-Hadisthat,
1962 M/1381 H, hlm 256 )
18
Tafsir adabi IjtimaI adalah aliran atau corak tafsir yang menitikberatkan penjelasan ayat-ayat
al-Quran pada ketelitian redaksinya kemudian menyusun kandungan ayat-ayat tersebut dalam suatu
redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama dari tujuan turunnya al-Quran, yaitu membawa
petunjuk dalam kehidupan, kemudian menggandengkan pengertian ayat tersebut dengan hukumhukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia ( lihat M. Quraisy Syihab,
Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra dan kemasyarakatan, Ujung pandang: IAIN
Alauddin, 1984, hlm. 32 )
15
19
16
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung : Tarsito, 1985, hlm. 139
17
24
metode analisis isi (content analisis), yaitu metode studi dan analisis data secara sistematis
dan obyektif tentang isi dari sebuah pesan atau komunikasi. ( lihat M. Alfatih Suryalangga, Metodologi
Ilmu Tafsir, ed. A.Rafiq, (Yogyakarta: Teras, 2005), hlm. 76-77)
25
Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:
Kanisisus, 1990), hlm. 91.
26
M. Noor Ichwan, op.cit.hlm. 69
27
Secara etimologis kata Hermeneutik berasal dari kata hermeneue yang dalam bahasa
Inggris menjadi hermeneutics (to interpret) yang berarti menginterpretasikan, menjelaskan,
menafsirkan, atau menerjemahkan. Dengan merujuk definisi yang dikemukakan, diantaranya, oleh
Hosein Nasr, Zygmunt Bauman, dan Richard E. Palmer, dapat disimpulkan bahwa Hermeneutik adalah
disiplin filsafat yang berupaya menjelaskan, mengungkapkan, memahami dan menelusuri pesan dan
pengertian dasar yang mengejawantahkan dari satu tek, wacana, dan realitas, sehingga sampai pada isi,
maksud, dan makna terdalam (ultimate meaning) serta arti yang sebenarnya
Sejauh pengertian ini, hermeneutika juga dikenal dalam tradisi Islam yang di sebut dengan
istilah ilmu tafsir, yaitu suatu disiplin ilmu yang memiliki akar yang sangat kuat dan masih
berkembang samapi sekarang. Hanya saja hermeneutika yang berkembang dan dipahami dalam tradisi
filsafat kelihatannya secara methodologist melangkah lebih jauh melampaui batas tradisi ilmu tafsir
yang selama ini dikembangkan dalam studi Islam. Peran hermeneutika pertama kali banyak digunakan
dalam imlu tafsir kitab suci. Sebab, semua karya yang mnetapkan inspirasi Ilahi, seperti al-Quran,
18
merupakan bagian dari bahasa. Teks adalah fiksasi atau pelambangan sebuah
peristiwa wacana lisan dalam bentuk tulisan.28 Salah satu persoalan yang
hendak dijembatani oleh hermeneutika adalah terjadinya jarak antara penulis
dan pembaca, yang antara keduanya di hubungkan oleh teks. Ketika sebuah
teks hadir dihadapan kita, sesungguhnya kita tidak dapat memahami teks
secara sempurna tanpa menelusuri kondidi sosio-kultural dan psikologis
penulisnya. Maka, hal itu meniscayakan dialog intens antara penulis ( author),
teks (text), dan pembicara ( reader). Inilah sesungguhnya yang merupakan
semangat hermeneutika. Hermeneutika menegaskan bahwa manusia otentik
selalu dilihat dalam konteks ruang dan waktu manusia sendiri mengalami atau
memahami.
Hermeneutika yang ditawarkan dalam hal ini berangkat dari tradisi
filsafat barat kemudian melangkah pada analisis psiko-historis-sosiologis.
Jadi, jika pendekatan ini dipertemukan dengan kajian teks al-Quran persoalan
dan tema yang dihadapi adalah bagaimana teks al-Quran hadir ditengah
masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan dan didialogkan dalam
rangka menafsirkan realitas atau bagaimana al-Quran mampu berbicara
dengan generasi yang akan datang setelah teks itu lahir, yang mempunyai
corak hidup dan kultur yang berbeda.
19
BAB II
RUH DALAM AL-QURAN
Waryono Abdul Ghafur, M. Ag. Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks,
Yogyakarta : Penerbit eLSAQ Press, 2005,hlm. 296
2
Dr. Machasin Menyelami Kebebasan Manusia, Telaah Kritis terhadap konsepsi alQuran, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 2
20
21
210.
Dr. Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam Study Tentang Elemen Psikologi dari alQuran, Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2004, hlm136
22
baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia. Dengan adanya al-ruh
dalam diri manusia menyebabkan manusia menjadi makhluk yang istemewa,
unik, dan mulia. Inilah yang disebut sebagai khalaqan akhar, yaitu makhluk yang
istemewa yang berbeda dengan mahluk lainnya. Al-Quran menjelaskan hal ini
dalam ayat berikut:
$u)n=yz O &3 9#ts% Zx o=yy_ O & i 7's#n= z|M}$# $o)n=yz s)s9u
O $Vtm: zs9$# $t|s3s $Vs st9$# $u)n=ys Zt s s)n=y9$# $u)n=ys Zs)n=t sx9$#
t)=s:$# |mr& !$# x8u$t7tFs 4 tyz#u $)=yz t'tr&
Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik.6
Istilah khalqan akhar mengisyaratkan bahwa manusia berbeda dengan mahluk
lainnya, seperti hewan, karena didalam jiwanya terdapat dimensi al-ruh. Proses
perkembangan fisik dan jiwa manusia,-dalam ayat tersebut-, sama dengan
binatang. Tetapi semenjak ia menerima al-ruh, maka ia menjadi lain, karena ia
memiliki al-ruh. Menurut M. Quraish Shihab (1364-H/1944-M), bahwa
dengan ditiupkannya al-ruh, maka manusia menjadi makhluk yang istemewa dan
unik, yang berbeda dengan mahluk lainnya. Sedangkan nafs juga dimiliki
makhluk lainnya, seperti orang hutan. Kalau demikian, nafs bukan unsur yang
menjadikan manusia makhluk unit dan istemewa.7 isyarat tersebut dipahami dari
ayat tersebut diatas dan juga ayat-ayat tentang penciptaan Adam, seperti berikut:
23
24
Dalam ayat tersebut diatas, dijelaskan bahwa segala sesuatu yang hidup
diciptakan berasal dari air. Ini bermakna bahwa diantara sumber kehidupan adalah
air. Dalam ayat lain dinyatakan bahwa manusia secara biologis juga diciptakan
dari air.
#\s% y7/u t%x.u 3 #\u $Y7|n &s#yyfs #Z|o0 !$y9$# z t,n=y{ %!$# uu
Artinya : Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia
jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharahdan adalah Tuhanmu
Maha Kuasa.11
Secara biologis air itu, yaitu air mani, berkembang melalui beberapa tahapan,
yaitu : nutfah, alaqah, mudgah, izam, dan khalqan akhar.12 Adanya pertumbuhan
dan perkembangan tersebut secara logika cukup membuktikan bahwa kehidupan
sudah ada, walaupun baru tahap permulaan. Hidup ini tercipta sebagai
konsekuensi logis penciptaan fisik manusia. Jadi dengan diciptakannya fisik
manusia, maka dengan sendirinya akan tercipta kehidupannya. Pada tahapan ini
nafs belum memiliki dimensi al-ruh, aql, dan qalb. Pada saat ini nafs memiliki
kesamaan dengan nafs yang ada pada binatang, seperti nafs orang hutan. Setelah
nafs manusia menerima al-ruh, barulah ia menjadi makhluk yang berbeda dengan
binatang. Setelah mengalami perkembangan secara sempurna dan lahir ke-dunia,
maka nafs yang telah memiliki al-ruh itu memiliki kesiapan untuk menerima daya
samu, absar, dan afidah, yang merupakan sarana-sarana bagi aql dan qalb untuk
11
12
4 tyz#u $)=yz t'tr& O $Vtm: zs9$# $t|s3s $Vs st9$# $u)n=ys Zt ss)n=y9$# $u)n=ys Zs)n=t sx9$# $u)n=yz O
t)=s:$# |mr& !$# x8u$t7tFs
Artinya : Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan
daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
25
dan qalb
sudah mulai
26
Setelah aql dan qalb berfungsi secara aktual dalam diri manusia maka pada
saat tersebut seluruh dimensi nafs
13
Lihat H.R. Ahmad bin Hambal, lihat juga al-Bukhari, Matn al-Masykul al-Bukhari, juz IV,
Bairut, Libanon: Dar al-Fikr, hlm. 162
14
Saiyid Husen Naser, Tasawwuf Dulu dan Sekarang, ter. B. Abdullah Hadi, (Living Sufisn),
Jakarta: Pustaka Firdaus,1994, hlm. 28
27
berhubungan dengan badan jasmani.15 Ruh yang pertama disebut dengan alMunazzalah, sedang yang kedua disebut dengan al-Gharizah, atau disebut dengan
nafsaniah. Ruh al-Munazzalah berkaitan dengan esensi asli ruh yang diturunkan
atau diberikan secara langsung dari Allah SWT kepada manusia. Ruh ini
esensinya tidak berubah, sebab jika berubah berarti berubah pula eksistensi
manusia.
Ruh ini diciptakan di alam ruh (alam al-arwah) atau di alam perjanjian
(alam al-mitsaq aw alam al-ardh). Karena itu, ruh munazzalat ada sebelum
tubuh manusia ada, sehingga sifatnya sangat gaib yang adanya hanya diketahui
melalui informasi wahyu. Ruh al-Munazzalah melekat pada diri manusia. Ruh ini
dapat dikatakan sebagai fitrah asal yang menjadi esensi (hakikat) struktur
manusia. Fungsinya berguna untuk memberikan motivasi dan menjadikan
dinamisasi tingkah lakunya. Ruh ini membimbing kehidupan spiritual nafsani
manusia. Kehidupan nafsani manusia yang dimotivasi oleh ruh al-Munazzalah
akan menerima pancaran nur ilahi yang suci yang menerangi ruangan nafsani
manusia meluruskan akal budi dan mengendalikan impuls-impuls rendah.
Wujud ruh al-Munazzalah adalah al-amanah. Fazlur Rahman menyatakan
bahwa amanah merupakan inti kodrat manusia yang diberikan sejak awal
penciptaan,16 tanpa amanah manusia tidak memiliki keunikan dengan makhlukmakhluk lain. Amanah adalah titipan atau kepercayaan Allah yang dibebankan
(taklif) kepada manusia untuk menjadi hamba dan khalifah di muka bumi. Tugas
hamba adalah menyembah dan berbakti kepada penciptanya,17 sebab di alam
arwah manusia sudah berjanji bahwa Allah adalah Tuhannya.18 Sedang tugas
15
Abdul Mujib, M.Ag, Jusuf Mudzakir, M.Si, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001, hlm.44
16
Jalaluddin Rakhmad Konsep-Konsep Antropologi, dalam Budhy Munawar-Rachman (ed.),
Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1995, hlm. 77
17
Lihat al-Quran surah al-Zariyah: 56
18
Lihat al-Quran surah al-Araaf [7]: 172
28
khalifah adalah menjadi wakil Allah di muka bumi,19 pengganti dan penerus
person yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di bumi.20
Ruh al-Munazzalah perlu pengingat, petunjuk maupun pembimbing. Sedang
pengingat yang dimaksud adalah al-Quran dan as-Sunnah. Apabila aspek inheren
ruhani (al-Gharizah) lupa akan dirinya, maka ruh ini memberi peringatan.
Sedangkan al-Gharizah adalah bagian dari ruh manusia yang berhubungan
dengan jasad.
19
Lihat al-Quran surah al-Baqarah [2]: 30, lihat juga surah Shad: 26
Lihat al-Quran al-Naml: 62.
21
M. Ishom El-Saha,M.A, Saiful Hadi, S,Ag, Sketsa Al-Quran Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah
dalam al-Quran, Lista Fariska Putra, 2005, hlm. 636
22
Berbeda dengan Hakim Muda Harahap, menurut dia dalam al-Quran terdapat 22 kata alRuh, yang tersebut dalam 20 ayat. ( lebih lanjut lihat Hakim Muda Harahap, Rahasia al-Quran,
menguak Alam Semesta, Manusia, Malaikat dan keruntuhan Alam, Depok : Darul
Hikmah,2007.hlm.110 )
20
29
Maksudnya: kejadian Isa a.s. adalah kejadian yang luar biasa, tanpa bapak, yaitu dengan tiupan
Ruhul Qudus oleh Jibril kepada diri Maryam. Ini termasuk mukjizat Isa a.s. menurut Jumhur
mufasirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah malaikat Jibril. ( lihat Teungku Muhammad Hasbi AshShiddieqy, Al-Bayan Tafsir Penjelas Al-Quranul Karim,jilid I, Semarang: Pustaka Rizki Putra, hlm.
101)
24
Lihat juga Q.s al-Maidah [5]: 110, al-Nahl [16]: 102, Q.s.asy-Syura [26]: 192-193; Q.s. alBaqarah [2[: 87; Q.s. al-Mumin [40]:15; Q.s. al-Maarij [70] : 4; Q.s. al-Qadr [97]: 4-5
25
M. Fakh al-Din al-Razi, Tafsir Al-Razi, jilid 3.., hlm..160
26
Lihat juga Qs. Al-Baqarah [2]: 87&253, Qs. An-Nisa [4]: 171
30
O$tr& H) ts9) I r& (#r& r& $t6 !$to t 4n?t r& y9$$/ ss3n=y9$# it
)?$$s
Artinya: Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan
perintah-Nya kepada siapa yang dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya,
yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan aku, Maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku". (Qs. AlNahl [16]: 2)
tt u9 $t7 !$to t 4n?t r& yy9$# += y9$# My_u$!$# u
G9$#
Artinya : (Dialah) yang Maha Tinggi derajat-Nya, yang mempunyai 'Arsy,
yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan
(manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat). (Qs. Al-Mumin [40]: 15).
Kata al-Ruh, sebagai sesuatu dari perintah Allah yang disampaikan malaikat
kepada hamba-hamba Tuhan, itu mempunyai pengertian wahyu Allah.
3s9u yM}$# u =tG39$# $t s? |M. $t 4 $tr& i %[n y7s9) !$uymr& y79xx.u
5)tG :u 4n<) tJs9 y7)u 4 $t$t6 !$t t / #Y o=yy_
Artinya : Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran)
dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al
Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami
menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang
kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu
benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Qs. Al-Syura [42]:
52).
Di samping itu, kata al-Ruh juga di pakai untuk menyatakan sesuatu yang
dihembuskan dari Tuhan ke dalam diri manusia, dan menjadi bagian dari diri
manusia dan selanjutnya tuhan juga menjadikan untuknya penglihatan,
pendengaran, dan hati. Dalam al-Quran, kata al-Ruh baik dalam pengertian
wahyu ataupun sesuatu yang dihembuskan Tuhan ke dalam diri manusia, selalu
31
27
Kata amr dalam al-Quran dipakai untuk berbagai arti. Pertama, amr sebagai perintah (Qs. AlBuruj [85]: 5); kedua, amr sebagai arah, sisi ( Qs. Al-Qomar [54]: 12; ketiga, amr diartikan sebagai
perkara atau urusan (Qs. Al-Imran [3]: 159); keempat, amr diartikan sebagai hukum, atau aturan Tuhan
pada ciptaan-Nya (Qs. Al-Araaf [7]: 54).
28
Lihat al-Quran surah Yasiin [36]: 82-83.
32
Lebih lanjut lihat Allamah ThabathabaI, Tafsir al-Mizan, Mengupas Ayat-ayat Ruh dan
AlamBarzah, penerjemah Syamsuri RifaI, bag. I, Jakarta: CV. Firdaus1991, hlm. 116-119
33
B.
beraneka makna. Namun harus diingat, bahwa al-Quran dalam membicarakan sisi
dalam diri manusia juga menggunakan istilah lain, seperti al-nafs, al-aql, al-qalb, alruh, dan al-fitrah. Masing-masing istilah itu memiliki penekanan makna yang
menggambarkan sisi tertentu dari jiwa manusia itu sendiri.
1. Nafs ( jiwa )
Dalam hubungannya dengan bagian-bagian jiwa, bahwa elemen jiwa berarti sisi
jiwa yang menjadi dasar dalam susunan organisasi jiwa manusia. Salah satu
karakteristik yang ditampilkan oleh al-nafs adalah fungsinya sebagai mewadahi atau
menampung dimensi-dimensi jiwa lainnya. Al-Nafs sebagai elemen dasar jiwa
manusia mengandung arti al-Nafs sebagai satu dimensi jiwa yang memiliki fungsi
dasar dalam susunan organisasi jiwa manusia. Bahwa al-Nafs karena kebesarannya
mampu menampung dimensi-dimensi lainya, seperti al-aql, al-qalb,al-ruh, dan alfitrah.
Secara esensial, al-nafs juga mewadahi potensi-potensi dari masing-masing
dimensi psikis, berupa potensi taqwa ( baik, positif ), maupun potensi fujur ( buruk,
negatif ). Pemahaman al-nafs sebagai elemen dasar psikis manusia seperti yang
dijelaskan di atas adalah pemahaman terhadap seluruh ayat yang menguraikan jiwa
manusia dengan menggunakan istilah al-nafs.
Dalam menjelaskan makna al-nafs Ibnu Manzur (630-711 H/1232-1311 M)
mengutip berbagai pendapat, diantaranya adalah pendapat Ibnu Ishaq (85-151 H/ 704768 M ) yang mengatakan bahwa kata al-nafs mengandung dua pengertian, pertama;
nafas atau nyawa. Seperti dalam kalimat telah keluar nafs seseorang artinya
nyawanya. Kedua;
seseorang telah membunuh nafs-nya, berarti dia telah membunuh seluruh diri
seseorang, atau hakikat dirinya. Menurut Ibnu Abd al-Bar (w. 463 H/1071 M), nafs
34
bisa bermakna ruh dan bisa juga bermakna sesuatu yang membedakannya dari yang
lain. Sedangkan menurut Ibnu Abbas (w. 68 H/687 M), dalam setiap diri manusia
terdapat dua unsur nafs, yaitu nafs aqliyah yang bisa membedakan sesuatu, dan nafs
ruhiyah yang menjadi unsur kehidupan.30
Dalam filsafat Islam, al-nafs diartikan sebagai jiwa. Pengertian ini sebagai
pengaruh langsung dari pemikiran Aristoteles (384-322 SM) yang menyatakan jiwa
(the soul) dibagi menjadi dua bagian, yaitu jiwa irasional dan jiwa rasional.31 Lebih
lanjut teori ini dikembangkan oleh Ibn Sina (370-429 H/980-1037 M), yang
menyatakan bahwa jiwa manusia terbagi tiga, yakni jiwa tumbuh-tumbuhan (al-nafs
an-nabatiyah), jiwa binatang (an-nafs al-hayawaniyah), dan jiwa manusia (an-nafs
al-insaniyah). Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya, yaitu daya makan (algaziyah), daya tumbuh (al-munmiyah), dan daya membiyak (al-muwallidah). Jiwa
binatang memiliki dua daya, yaitu daya penggerak (al-muharrikah), dan daya
menyerap (al-mudrikah). Jiwa manusia mempunyai daya berfikir yang disebut aql.32
Maka para sufi menggambarkan jiwa secara kedudukan atau posisi. Bagi sufi, alnafs adalah dimensi manusia yang berada antara ruh dan jism. Ruh membawa cahaya
(nur) dan jism
dilakukan untuk mengangkat jiwa menuju ruh dan melawan berbagai kecenderungan
jism yang rendah. Konflik antara ruh dan jism itu, muncul al-nafs.
Dalam kaitan ini, maka al-nafs yang menjadi pokok bahasan dalam pasal ini
adalah dalam pengertian aspek dan dimensi jiwa manusia, karena al-nafs merupakan
dimensi jiwa yang menempati posisi di antara ruh dan jism. Ruh, karena berasal dari
Tuhan, maka ia mengajak al-nafs menuju Tuhan, sedangkan jism berasal dari benda
(materi), maka ia cenderung mengarahkan nafs untuk menikmati kenikmatan yang
bersifat material.
30
35
Dalam al-Quran, kata al-nafs digunakan dalam berbagai bentuk dan aneka
makna. Kata an-nafs ini dijumpai sebanyak 297 kali, masing-masing dalam bentuk
mufrad sebanyak 140 kali, sedangkan dalam bentuk jama terdapat dua versi, yaitu
nufus sebanyak 2 kali, dan anfus sebanyak 153 kali, dan dalam bentuk fiil ada dua
kali.
Dalam al-Quran al-nafs ada yang digunakan untuk menunjuk diri Tuhan, seperti
dalam ayat berikut:
4n<) 3yyfus9 4 sym9$# t 4n?t |=tGx. 4 ! % ( F{$#u Nuy9$# $ yj9 %
s |r& (#yz %!$# 4 |=u yu)9 $# t
Artinya : Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi."
Katakanlah: "Kepunyaan Allah." dia Telah menetapkan atas Diri-Nya kasih
sayang[462]. dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak
ada keraguan padanya. orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak
beriman.33
Sebagian besar ayat-ayat yang lain menggunakan istilah al-nafs
untuk
menunjukkan diri manusia. Dalam menunjuk diri manusia, istilah al-nafs juga
memiliki aneka makna. Sekali ditujukan untuk totalitas manusia, seperti:
7$|s r& Ct t/ $Gt tFs% t r& u) _t/ 4n?t $o;tF2 y79s _r&
4 $Yy_ }$9$# $umr& !$ur'x6s $y$umr& tu $Yy_ }$9$# tFs% $yr'x6s F{$#
s9 F{$# 9s yt/ i #ZWx. ) O Muit79$$/ $u= ?u!$y_ s)s9u
Artinya : Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi,
Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang
kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
33
36
34
35
37
36
38
2. A q l
Secara bahasa kata aql mempunyai aneka makna. Diantaranya bermakna al-hjr
atau al-nuha yang berarti kecerdasan. Asal makna itu adalah ikatan, tambatan,
benteng atau penghalang. Sedangkan kata aql tidak ditemukan di dalam al-Quran,
yaitu akal sebagai isim atau kata benda, yang ada hanya bentuk fiil (kata kerja), masa
lalu (madhi), masa sekarang atau akan datang (mudhori). Kata kerja (fiil) aqala
bermakna habasa yang berarti mengikat atau menawan. Karena itulah seseorang yang
menggunakan akalnya sisebut dengan aqil yaitu orang yang dapat mengikat dan
menawan hawa nafsunya. Hal senada juga dijelaskan oleh Ibnu Zakariya (w. 395
H/1004 M) yang mengatakan bahwa semua kata yang memiliki akar kata yang terdiri
dari huruf ain, qaf, lam menunjuk kepada arti kemampuan mengendalikan sesuatu,
baik berupa perkataan, pikiran, maupun perbuatan.40
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa orang yang
menggunakan akalnya pada dasarnya adalah orang yang mampu mengikat hawa
nafsunya, sehingga hawa nafsunya tidak dapat menguasai dirinya.
Dalam hal ini al-Ghazali (451-505 H/ 1059-1111 M) menjelaskan macam-macam
arti dan fungsi akal. Pertama, akal adalah sifat yang membedakan manusia dengan
hewan, dengan akalnya manusia bersedia menerima bermacam-macam ilmu; kedua,
hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang diturunkan dari alam wujud; ketiga,
dengan akalnya, manusia dapat memperoleh ilmu dari pengalaman; keempat, akal
dapat mengekang hawa nafsu.41
Darin uraian diatas kelihatannya merupakan pemahaman terhadap ayat-ayat alQuran yang menguraikan tentang akal. Kata aql dalam al-Quran di jumpai sebanyak
40
Kecuali itu, menurut Ibrahim madkur, akal juga dapat dipahami sebagai suatu potensi rohani
untuk membedakan antara yang haqq dan batil. Secara lebih jelas lagi Abbas Aqqad ( 1307-1383 H/
1889-1963 M) menjelaskan bahwa akal adalah penahan hawa nafsu. Dengan akalnya manusia dapat
mengetahui amanah dan kewajibannya, akal adalah pemahaman dan pemikiran, akal juga merupakan
petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan, akal juga merupakan kesadaran batin yang
berdaya tembus melebihi penglihatan mata. Karena itu, manusia baru menjadi manusia kalau ada
akalnya. ( Lihat M. Quraish Shihab, Dia Dimana-mana Tangan Tuhan Dibalik setiap Fenomena,
Jakarta: Lentera Hati,2004, hlm.135 )
41
Lihat al-Ghazali, Ihya Ulm al-Din, Bairut, Libanon: Dar al-Kitab Islami, jilid I, hlm 84-85
39
Al-Quran surah al-Baqarah [2]: 76, lihat juga surat al-Baqarah [2]: 75,170,171; Yunus [10]:
100; Yasin [36]: 62; al-Maidah [5] : 103; Hud [11]: 51; al-Anbiya [21]: 67; al-Furqan [25]: 44; alQasas [28]: 60; al-Zumar [39]: 43; al-Hujarat [49]: 4; dan al-Hasyr [59]: 14
43
Al-Quran surah al-Baqarah [2] : 164; lihat juga surah al-Nahl [16] : 12,67; al-Muminun [23]:
78; al-Raad [13] : 4; al-Syuara [26]: 28; al-Ankabut [29] : 26; al-Rum [30] : 24; al-Saffat [37] :
138; al-Hadid [57] : 170; al-Mulk [67] : 10
40
Ketiga, dalam 8 ayat lainnya, kata aql dihubungkan dengan pemahaman terhadap
peringatan dan wahyu Allah. Diantara ayat tersebut adalah :
=)s? 3=y9 $w/tt $u% o9tr& !$)
Artinya : Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.44
Keempat, dalam 7 ayat, dihubungkan dengan pemahaman terhadap proses sejarah
keberadaban umat manusia didunia.
9s%u 7's#y 9/u $y 4n?t t%s{ }s y9$s u $yo3n=r& >ts% i ir(s3s
$p*s ( $p5 tyo #s#u r& !$p5 t=)t >=% m; t3tGs F{$# (#o n=sr& >
9$# L9$# >=)9$# ys? 3s9u |/F{$# ys?
Artinya : Berapalah banyaknya kota yang kami Telah membinasakannya, yang
penduduknya dalam keadaan zalim, Maka (tembok-tembok) kota itu roboh
menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang Telah ditinggalkan
dan istana yang tinggi, Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena
Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di
dalam dada .45
Kelima, kemudian dalam 6 ayat dihubungkan dengan pemahaman terhadap
kekuasaan Allah.
t=)s? 3=ys9 Gt#u 6u 4tAy9$# !$# s y79xx. 4 $pt7/ /$# $u=)s
Artinya : Lalu kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian
anggota sapi betina itu it Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang
44
Al-Quran surah Yusuf [12] : 2; lihat juga surah al-Baqarah [2] : 32,44; Ali Imran [3] : 65;
Yunus [10] : 16; al-Anbiya [21] : 10; al-Zukhruf [43]: 3; al-Mulk [67]: 10
45
Al-Quran surah al-Hajj [22]: 45-46; lihat juga surah Yusuf [12]: 109; Hud [11]: 51; al-Anfal
[8]: 22, Yunus [10]: 10; al-Nur [24]: 61; Yasin [36]: 68
41
Al-Quran surah al-Baqarah [2]: 73; lihat juga surah al-Baqarah [2]: 242; al-Anam [6]: 32; alSyuara [26]: 28; al-Ankabut [29]: 35; al-Rum [30]: 28
47
Qs. Al-Anam [6]: 151
48
Qs. Al-Maidah [5]: 58
42
untuk memikirkan hal-hal yang konkrit seperti sejarah manusia, hukum-hukum alam.
Juga digunakan untuk memikirkan yang abstrak seperti kehidupan di akhirat, proses
menghidupkan orang yang sudah mati, kebenaran ibadah, wahyu dan lain-lain.
Sekali lagi perlu ditekankan bahwa akal bukan hanya daya pikir, tetapi
gabungan dari sekian daya dalam diri manusia yang menghalanginya terjerumus
kedalam dosa dan kesalahan. Karena itulah maka ia dinamai oleh al-Quran aql
(akal) yang secara harfiah berarti tali yakni yang mengikat nafsu manusia dan
menghalanginya terjerumus kedalam dosa dan kesalahan.
3. Al-Qalb
Kata qalb (kalbu)49 terambil dari akar kata yang bermakna membalik karena
seringkali ia berbolak-balik, sekali senang sekali susah, sekali setuju dan sekali
menolak.
Qalb
amat
berpotensi
untuk
tidak
konsisiten.
Al-Quran
pun
49
Kalbu dengan segala bentuknya (tunggal, dua, maupun jama) diungkapkan dalam al-Quran
sebanyak 132 kali dalam 126 surat. Jumlah ini tidak termasuk kata kerjanya (fiil) dan juga tidak
termasuk sinonimnya, seperti fuad, shadr, dan lainnya.
50
Dr. H. Abdullah Hadziq, M.A, Rekonsiliasi Psikologi sufistik dan Humanistik, Semarang:
RaSAIL, 2005, hlm.105, lihat juga al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, jilid IIIhlm.5
43
Lihat juga al-Quran surah al-Baqarah [2]: 7,10,93,97,204; ali Imran [3]: 8,167
Lihat juga surah Ali Imran [3]: 15,126,159; al-Maidah [5]: 113; al-Anfal [8]: 2,10,11,63
53
Lihat juga surah al-Anam [6]: 43; al-Kahfi [18]: 28
52
44
54
Lihat juga surah al-Zumar [39]: 22,23; Qaf [50]: 37; al-Hadid [57]: 16
Lihat juga surah al-Anam [6]: 25; al-Araaf [7]: 179; al-Tawbah [9]: 87,93,127; Muhammad
[47]: 24.
55
45
46
kami
Dari semua uraian diatas menunjukkan bahwa nafs, aql dan qalb mempunyai
hubungan serta memiliki daya intelektual masing-masing. Seperti yang telah
dijelaskan bahwa aqal
menekankan pada sisi dzikir, selanjutnya nafs lebih menekankan pada kemauan.
Dalam hubungannya dengan dimensi jiwa, maka qalb memilki dua fungsi, yaitu
fungsi rasional dan fungsi emosional. Fungsi rasional diistilahkan al-Quran dengan
tafaqquh, hilm, zihn, dan lain sebagainya. Fungsi ini merupakan manifestasi
hubungannya dengan dimensi aql. Sementara fungsi emosional diistilah dengan
dzawq yang merupakan kondisi jiwa yang dapat merasakan kehadiran apa yang
dipahami dan dilakukan. Keduanya merupakan ciri khas jiwa manusia, dalam arti
bahwa qalb memberikan warna kemanusiaan jiwa yang sekaligus membedakannya
dari makhluk lainya.
BAB III
PENAFSIRAN ULAMA TENTANG SURAT AL-ARAAF [7]: 172
47
48
. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.5, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 3-4.
. Lihat Abdullah Yusuf Ali, al-Quran Terjemah dan Tafsirnya, Juz 1 s/d XV, Pustaka
Firdaus, 1993, hlm. 340
2
49
. Al-BiqaI menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya dengan menyatakan bahwa
Bani Israil diingatkan tentang perjanjian yang bersifat khusus yang telah dijalin sedemikian kuat
dengan mereka.kalau yang lalu itu bersifat khusus, maka sebenarnya masih ada perjanjian lain yang
juga dengan mereka, walaupun kali ini bersifat umum mencakup mereka dan selain mereka dari putraputri Adam. Kalau pada ayat yang lalu mereka diingatkan ketika Allah mengangkat bukit ke atas
mereka sambil memerintahkan melaksanakan apa yang tercantum dala mkitab Taurat. ( Lebih Lanjut
lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, vol. 5, Jakarta: Lentera Hati, 2002,hlm.293
50
yang diambil dari putra-putri Adam, tetapi itu tidak mengurangi bentuk
kesempurnaan dan kemandirian yang diambil darinya.
Asy-Syahadah (kesaksian), Menurut Wahbah Zuhaili dalam tafsir alMunir kata Asy-syahadah mempunyai dua makna kesaksian.4 Pertama;
kesaksian secara qauliyah (perkataan), seperti firman Allah dalam surah alAnam [6]: 120:
/3tu Lt#u 6n=t t)t 3i 3?'t s9r& M}$#u dg:$# u|yt
#n?t (#yu $u9$# 4uys9$# ?su ( $ur& #n?t $ty (#9$s% 4 #xy 3t u!$s)9
2 (#%x. r& r&
Artinya : Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang
kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang
menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan
kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? mereka berkata:
"Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia Telah
menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri,
bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir .
Kedua; kesaksian secara haliyah (tingkah laku), seperti firman Allah
dalam surah at-Taubah [9]: 17
y7s9'& 4 39$$/ r& #n?t zx !$# yf|t (#t r& t.=9 t%x. $t
$#yz $9$# u =yr& Ms7ym
Artinya: Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan
mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri
kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka
kekal di dalam neraka .
. Wahbah Zuhaily. Tafsir Munir,Juz IX, Beirut : Dar al-Fikr,tth.hlm.156. Lihat juga Ahmad
Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy. (Mesir: Musthafa al-Babi Al-Halabi, 1394-1974). Penerj.
Drs. Anwar Rasyidi dkk. Semarang: Toha Putra, 1987,hlm. 188
51
52
53
diberikan. Itu artinya, setiap manusia harus menjaga dan memelihara apa
yang telah diamanahkan kepadanya. Jika saja dalam masa pemeliharaan
terjadi
kerusakan
atau
kemusnahan,
ia
wajib
memper
tanggung
54
dan kami tidak tahu bahwa engkau adalah satu-satunya Tuhan kami yang
tidak ada sekutu-Nya.8
Kalau di dunia ini sudah takdir dan fitrah Allah, selanjutnya
bagaimana manusia yang tidak beragama Islam, apakah mereka diklaim
sebagai manusia yang sesat atau mereka juga benar!. Maka dari itu,
sebelum diuraikan seberapa jauh dan apa sajakah isi kandungan dalam
surah al-Araaf ayat 172, disini penulis memandang perlu untuk meninjau
kembali pengertian fitrah secara definitif. Sebab, dengan diketahuinya
pengertian tersebut, maka akan membawa kita tentang batasan, kedalaman,
dan juga keluasan dari pada makna fitrah tersebut.
Fitrah diungkap dalam al-Qur'an sebanyak 20 kali yang tergelar dalam
17 surah.9 Diantra ayat yang memuat kata fitrah adalah Qs. Al-Rum ayat :
30.
Firman tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah
SWT menurut fitrahnya. Fitrah ini merupakan citra manusia yang
penciptaannya tidak ada perubahan, sebab jika berubah maka eksistensi
manusia menjadi hilang. Keutuhan fitrah sebagai pertanda agama yang
lurus, walaupun hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka dari
itu, untuk mengetahui citra manusia maka harus memtelusuri hakikat fitrah.
Makna fitrah secara etimologi (bahasa) berarti " terbukanya sesuatu
dan melahirkannya", seperti orang yang berbuka puasa. Dalam bahasa Arab
kata fitrah terbentuk dari fiil madi fitara dengan bentuk masdar fitrun atau
fitratan yang berarti memegang dengan erat, memecahkan, membelah,
menggoyakkan, meretakkan, dan menciptakan.10 Dari makna dasar tersebut
8
. Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dkk. Ensiklopedia al-Quran, Jakarta : Gema insani,2007. hlm.
174
. Lihat juga al-Qur'an surah al-an'am : 14, 79; al-Rum : 30; al-Syura : 5, 11; Hud : 51; Yasin
: 22; Zukhruf : 27; Thaha :72; al-Isra' :51; al-Anbiya' : 56, Maryam : 90; al-Infithar : 1; Ibrahim: 10;
Fathir : 1; Yusuf : 101, al-Zumar : 46; al-Mulk : 3; dan al-Muzammil : 18
10
. Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Beirut : Dar al-Tarats al-Arabiy, 1992, jilid iv, hlm. 11081109.
55
maka berkembang menjadi dua makna pokok; pertama, fitrah berarti alInsyiqaq atau al-syaqq yang berarti al-inkisar ( pecah atau belah). Kedua,
fitrah berarti al-khilqah, al-ijad, atau al-ibda' ( penciptaan).
11
Dengan
merupakan makna yang lazim dipakai dalam penciptaan manusia, baik itu
penciptaan fisik (al-jism) maupun psikis (al-nafs).
Makna fitrah secara nasabi diambil dari beberapa ayat dan hadist Nabi
dimana kata fitrah itu berada. Karena masing-masing ayat dan hadist
11
. Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, , jilid v, hlm. 55. lihat juga Al-Raghib al-Ashfahaniy,
Mu'jam Mufradat alfazh al-Qur'an, Bairut : Dar al-Fikr, 1972, hlm. 396.
12
. Abdul Mujib, M.Ag. Jusuf Mudzakir, M.Si, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta : PT
Raja Grafindo, 2001, hlm. 84
56
. al-Qurthubiy, Ibnu Abd Allah Muhammad ibn Ahmad Anshari, Tafsir al-Qurthubiy Cairo
: Dar al-Sa'ab,tt, juz.vi, hlm. 5106.
14
. Wahbah al-Zukhailiy, Tafsir al-Munir Beirut : Dar al-Fikr al Ma'ashir, 1991, juz XXI,
hlm. 21.
15
. M. Farh al-Din al-Raziy, Tafsir Fahr al-Raziy al-Masyhur bi al-Tafsir Mafatih al-Ghaib,
Beirut : Dar al-Fikr,tt, juz XIII, hlm. 120-121.
57
mengandung iman dan kufur, juga tidak mengenal Allah dan mengingkariNya. Fitrah secara potensial berarti keselamatan dalam proses penciptaan,
watak, dan strukturnya. Iman dan kufurnya baru tumbuh setelah manusia
mencapai akil baligh, sebab ketika masih bayi atau anak-anak, mereka
belum mampu berfikir apalagi menerima keberadaan Tuhan.
t|/F{$#u y9$# 3s9 yy_u $\x n=s? 3Fy& / .i 3y_tzr&
3s? 3=ys9 nyF{$#u
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur .16
Kelima, fitrah berarti perasaan yang tulus . manusia lahir dengan
membawa sifat baik. Diantara sifat itu adalah ketulusan dan kemurnian
dalam melakukan aktivitas.17 Pemaknaan tulus ini merupakan konsekuensi
fitrah manusia yang harus berpotensi islam dan tauhid sebab dengan
bertauhid berarti seseorang telah menghambakan diri kepada Zat yang
mutlak, yaitu Allah Swt, dan menghilangkan segala dominasi sesuatu yang
temporal atau nisbi.
Keenam, fitrah berarti kesanggupan atau predisposisi untuk menerima
kebenaran (istidad li qabul al-haq).18 Secara fitri manusia lahir cenderung
berusaha mencari dan menerima kebenaran, walaupun pencarian itu masih
tersembunyi di dalam lubuk hati yang paling dalam. Adakalanya manusia
telah menemukan kebenaran itu,
16
58
19
59
3. Munasabah Ayat
Munasabah dalam hal ini, penulis membatasi pada ayat sebelum dan
sesudahnya ayat yang menjadi kajian pada skripsi ini. Yaitu ayat 171 dan
173:
60
!$t (#{ 5 7%#u r& (#su '# r(x. s%s t6pg:$# $u)tGt )u *
_t/ . y7/u xs{r& )u t)Gs? /3=ys9 $t (#.$#u ;)/ 3os?#u
4n?t/ (#9$s% ( 3n/t/ Ms9r& r& #n?t ypr&u tJh ty#u
r& t,#x #xy t $2 $) yu)9$# tt (#9)s? r& !$tx
$o3 $u3=Jsr& ( t/ .i Zh $2u 7s% $t!$t/#u x8sr& !$o) (#9)s?
t=79$# ys
Artinya : (171) Dan (ingatlah), ketika kami mengangkat bukit ke atas
mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa
bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (dan kami katakan kepada
mereka): "Peganglah dengan teguh apa yang Telah kami berikan
kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di
dalamnya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa".
(172) Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",
(173) Atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orangorang tua kami Telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang
kami Ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka.
Maka apakah Engkau akan membinasakan kami Karena perbuatan
orang-orang yang sesat dahulu?"
Menurut manna al-Qathan, bahwa setiap ayat mempunyai aspek
hubungan dengan ayat sebelumnya dalam arti hubungan yang menyatukan,
seperti perbandingan atau perimbangan antara sifat orang mukmin dengan
sifat orang musyrik, antara ancaman dengan janji untuk mereka, penyebutan
ayat-ayat rahmat sesudah ayat azab, ayat-ayat yang berisi anjuran sesudah
61
hlm.145.
22
62
Allah yang diberikan kepada semua anak cucu Adam bukan untuk orang
Yahudi saja. Selanjutnya janji tersebut dinamakan dengan janji yang umum.
4. Kandungan Qs. Al-Araaf [07]
Kandungan surah ini merupakan rincian dari sekian banyak persoalan
yang diuraikan oleh surah al-Anam, khususnya menyangkut kisah beberapa
Nabi, al-BiqaI berpendapat, bahwa tujuan utamanya adalah peringatan
terhadap yang berpaling dari ajakan yang disampaikan oleh surah al-Anam,
yakni ajakan duniawi dan ukhrawi. Bukti yang terkuat menyangkut tujuan
tersebut tulis al-Biqai- adalah nama surah ini al-Araaf . Menurut alBiqaI al-Araaf adalah tempat yang tinggi di surga. Mempercayai al-Araaf
mengantar seseorang berada ditempat yang tinggi itu, dimana ia dapat
mengamati surga dan neraka dan mengetahui hakikat apa yang terdapat
disana.
Adapun pokok-pokok isinya diantaranya :
a. Keimanan. Yaitu mentauhidkan Allah dalam berdoa dan beribadah,
hanya Allah sendiri yang mengatur dan menjaga alam, menciptakan undangundang dan hokum-hukum untuk mengatur kehidupan manusia di dunia dan
di akhirat, bantahan terhadap kepalsuan syirik, ketauhidan adalah sesuai
dengan fitrah manusia, Musa berbicara dengan Allah, tentang melihat Allah,
Allah mempunyai asmaaul husnaa.
b. Hukum-hukum. Yaitu, larangan mengikuti perbuatan dan adat istiadat
yang buruk, kewajiban mengikuti Allah dan Rasul, perintah berhias waktu
akan sembahyang, bantahan terhadap orang yang mengharamkan perhiasan
yang dianugerahkan Allah, perintah memakan makanan yang halal lagi baik
dan larangan memakan yang sebaliknya.
c. Kisah-kisah. Yaitu, Kisah Nabi Adam a.s. dengan iblis, kisah Nabi Nuh
a.s. dan kaumnya, kisah Nabi Saleh dengan kaumnya, kisah Nabi Syuaib
63
dengan kaumnya, kisah Nabi Musa a.s. dengan Firaun. Dan lain-lain seperti
Nabi Muhammad Saw diutus untuk seluruh umat manusia.23
. Lebih lanjut lihat al-Quran dan Terjemahnya, Depag. RI, Surabaya: Penerbit Mahkota,
hlm. 219.
24
. Pendapat yang lain mengatakan bahwa perjanjian itu diungkapkan pada waktu dahulu kala
yaitu pada waktu Allah mengumpulkan semua manusia yang berasal dari silsilah Adam dalam bentuk
partikel-partikel kecil dan dalam keadaan wujud seperti itu, mereka bersaksi bahwa Allah adalah
pencipta dan Tuhan alam semesta. ( lihat Syeh Abi Ali Fadli bin Hasan Thubrusi, Tafsir Majma alBayan, juz III, Beirut : Dar al-Marifah, hlm.765 )
64
Tuhan
melalui
akal
mereka,
sehingga
manusia
bisa
25
26
. Menurut Ibn Qutaibah (w. 276/889), metaforis adalah peminjaman suatu kata untuk
dipakai dalam kata lain karena perbandingan atau factor-faktor yang lain. Sedangkan Abd al-Qahir alJurjani (w.471/1079) mendifinisikan metaforis sebagai peralihan makna dari kata ataupun suku kata
yang dalam penggunaan bahasa keseharian memiliki makna dasar atau makna asli, karena suatu hal,
oleh para sastrawan ataupun kalangan kebanyakan dialihkan kemakna lainnya yang terkadang
melampaui batas-batas leksikalnya. Misalnya dalam kasus istiarah yang ada kata benda, al-Jurjani
menyebutkan singa untuk makna metaforis dari seorang pemberani. (lebih lanjut lihat Dr.Phil.H.M.
Nur Kholis Setiawan, Akar-akar Pemikiran Progresif dalam Kajian al-Quran, Yogyakarta : Penerbit
eLSAQ Press, 2008, hlm. 124-127).
27
. Prof. Dr. H. Abdul Malik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Tafsir al-Azhar, jilid IV,
Singapura : Pustaka Nasional PTE LTD, 1999, hlm. 2597.
65
!$tGs9$s% $\x. r& %s $uK$# F|9u $om; t$s)s %s{ }u !$u9$# n<) #utG$# O
t!$s $os?r&
Artinya: Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit
itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada
bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka
hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka
hati". (Fushshilat [41]: 11).
Dan firman yang lain :
3us . s9 t) r& tur& !#s) >y9 $u9s% $y)
Artinya: Sesungguhnya perkataan kami terhadap sesuatu apabila
kami menghendakinya, kami Hanya mengatakan kepadanya: "kun
(jadilah)", Maka jadilah ia. (an-Nahl [16]: 40
Di antara para Ulama yang menafsirkan demikian adalah
Muhammad ibn al-Zamakhsari dalam tafsir al-Kasysyafnya28. Dia
mengatakan bahwa perjanjian itu merupakan tamtsil. Dalam arti manusia
memiliki upaya dan potensi untuk mengetahui keesaan dan kekuasaan
Tuhan melalui akal yang dimiliki manusia. Dengan cara menyaksikan
semua tanda-tanda yang ada di dunia ini, sehingga mampu membedakan
mana yang baik (huda) dan buruk (dhalalah)
28
. Muhammad ibn Umar al-Zamakhsari, Tafsir Al-Kasysyaf, juz II, Beirut : Dar al-Fikr, hlm.
129.
29
. Ahmad Musththafa al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, juz IX, Diterj. Bahrun Abu Bakar
dkk. Semarang : Toha Putra, 1987, hlm. 190.
30
. Muhammad Rashid Rida, Tafsir al-Manar, juz IX, Beirut : Dar al-Marifat, hlm. 387.
66
secara
lisan
(talqin).
Wahbah
Zuhaily
dalam
al-Munir
nya.31
32
67
. Muhammad Fakrh al-Din ar-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, Juz.xv. hlm. 51.
68
BAB IV
ANALISIS
7s? 4 $pn=t }$9$# tss L9$# !$# |Nt 4 $Zym e$#9 y7y_u %r's
tn=t $9$# usY2r& 3s9u hs)9$# e$!$# 9s 4 !$# ,=y9
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Begitu juga dalam Hadist Nabi Saw. Yang terdapat dalam Shahih MuslimBukhari, dari Abu Hurairah ra., ia berkata, sabda Rasulullah Saw.:
Artinya : " setiap anak tidak dilahirkan kecuali dalam kondisi fitrah (suci)
maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, Majusi
atau musyrik".
Setiap orang memiliki fitrah itu, walau seringkali-karena kesibukan dan
dosa-dosa-suara fitrahnya begitu lemah atau tidak terdengar lagi. Karena itu,
kalau ada orang yang mengingkari wujud dan keEsaan Allah maka
pengingkaran tersebut bersifat sementara. Dalam arti bahwa pada akhirnya
sebelum ruhnya berpisah dengan jasadnya, maka ia akan mengakui-Nya.
Memang boleh jadi ada saat-saat dalam hidup ini, singkat atau panjang
dimana manusia mengalami keraguan tentang wujud-Nya, bahkan boleh jadi
keraguan tersebut mengantarnya untuk menolak kehadiran Tuhan dan
68
69
70
Kesiapan fitri untuk mencari Tuhan ini cukup kuat, sehingga setiap
manusia mampu melepaskan diri dari kepercayaan-kepercayaan tahayyul yang
dianut oleh para orang tua dan leluhur mereka, dan juga setiap manusia
,mampu menapak di jalan kebenaran. Dengan kata lain, manusia itu tidak
berkata para leluhurku polities dan aku hanyalah mengikuti jejak mereka.
. Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar , Beirut: Dar al-Fikr, 1342 H, jilid IX,
hlm. 390.
71
72
73
. Basyar disebut 27 kali. Dalam seluruh ayat tersebut, basyar memberikan referensi pada
manusia sebagai mahkluk biologis. Lihatlah bagaimana Maryam berkata: Tuhanku, bagaimana
mungkin aku mempunyai anak, padahal aku tidak disentuh basyar. (Qs. 3: 47); atau bagaimana
kaum yang diseru para Nabi menolak ajarannya, karena Nabi hanyalah basyar- manusia biasa yang
"seperti kita" bukan superman. Kata basyar dihubungkan dengan (mitslukum) sebanyak 7 kali dan
74
(mistluna) sebanyak 6 kali, di antara ayat-ayat di muka. Nabi Muhammad Saw, disuruh Allah
menegaskan bahwa secara biologis, ia seperti manusia yang lain: (Qs. 18: 110; 41:6). Tentang para
nabi, orang-orang kafir selalu berkata: (Qs. 33:33). Ayat ini ditegaskan dalam Qs.25:7, mereka
berkata, bukankah Rosul itu memakan makanan dan berjalan-jalan dipasar. Ketika wanita-wanita
Mesir takjub melihat ketampanan Yusuf a.s. mereka berkata, " ya, Allah, ini bukan basyar, tapi ini
tidak lain kecuali malaikat yang mulia" (Qs.12:31).
Secara singkat, konsep basyar selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia:
makan , minum, berhubungan seksual, berjalan di pasar. Dari segi inilah kita dapat menafsirkan
"basyarun mitslukum" sebagai manusia seperti kita dalam hal berbuat dosa. Kecenderungan para
Rosul untuk tidak patuh pada dosa dan kesalahan bukan sifat-sifat biologis, tapi sifat-sifat
psikologis (atau spiritual). Sama tidak tepatnya untuk tidak menafsirkan (Qs. 95:4) dengan
menunjukkan karakteristik fisiologi manusia.
7
. Insan, sekali lagi, kekeliruan penafsiran, umumnya para mufassir bermula dari salah faham
tentang semantic field istilah insan yang berbeda dengan basyar. Insan disebut 65 kali dalam alQur'an. Kita dapat mengelompokkan insane dalam tiga kategori.
Pertama; insane dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah atau pemikul
amanah. Kedua; iinsan dihubungkan dengan predisposisi negative dari manusia. Dan ketiga,
insane dihubungkan dengan proses penciptaan manusia. Kecuali kategori ketiga yang akan kita
jelaskan kemudian, semua konteks insane menunjuk pada sifat-sifat psikologis atau spiritual.
Pada kategori pertama, kita melihat keistimewaan manusia sebagai wujud yang berbeda
dengan hewan. Menurut al-Qur'an manusia adalah mahkluk yang diberi ilmu, yang mengajar
dengan pena, mengajar insane apa yang tidak diketahui. (Qs. 96: 4-5). (Cari penafsir sopo bahe).
Ia mengaajar insane al-Bayan. al-bayan ditafsirkan sebagai kemampuan berbicara, pengetahuan
tentang halal dan haram, pengetahuan mengembangkan ilmu (lihat al-Thabathaba'I. TT,19: 95)
(Qs. 55: 3). Manusia diberi kemampuan mengembangkan ilmu dan daya nalarnya.karena itu juga,
kata insane berkali-kali dihubungkan dengan kata nazhar. Insane disuruh disuruh me-nazhar
(merenungkan memikirkan, menganalisis, mengamati perbuatannya (Qs. 79:35), proses
terbentuknya makanan dari siraman air hujan hingga terbentuknya buah-buahan (Qs. 80: 24-36),
dan penciptaannya (Qs. 86: 5).
Dalam hubungan inilah, setelah Allah menjelaskan sifat insane yang tidak labil, Allah
berfirman, " (Qs. 41: 53).
Kedua, manusia adalah makhluk yang memikul amanah (Qs. 33:72), menurut fazlur Rahman
(1967: 9), amanah adalah menemukan hukum alam, menguasainya atau dalam istilah al-Qur'an,
"mengetahui nama-nama semuanya" dan kemudian menggunakannya, dengan inisiatif moral
insani, untuk menciptakan, tatanan dunia yang baik. Al-Thabathaba'I mengutip berbagai pendapat
para mufasir tentang makna amanah dan memilih makna amanah sebagai prediposisi (isti'dad)
untuk beriman dan menaati Allah. Didalamnya terkandung makna khilafah, manusia sebgai
pemikul al-wilayah al-ilahiyah. Amanah inilah yang dalam ayat-ayat lain disebutkan sebagai
perjanjian ('ahd,mitsaq,'isr). Predisposisi untuk beriman inilah yang digambarkan secara metaforis
dalam Qs. 7: 172.
Ketiga; karena manusia memikul amanah maka insane dalam al-Qur'an juga dihubungkan
dengan konsep tanggung jawab (Qs. 75:3, 36; 50: 16). Ia diwasiatkan untuk berbuat baik (Qs. 29:
8; 31: 14; 46: 15), amalnya dicatat dengan cermat untuk diberi balasan sesuai dengan apa yang
dikerjakannya (Qs. 53: 39). Karena itu, insanlah yang dimusuhi setan (Qs. 17: 10; 59: 16) dan
ditentukan nasibnya dihari kiamat (Qs. 75: 10, 13, 14; 79: 35; 89: 23).
Keempat, dalam menyembah Allah, insane sangat dihubungkan dengan predisposisi negative
pada diri manusia. Menurut al-Qur'an, manusia itu cenderung zalim dan kafir (Qs. 14:34; 22: 66;
43; 15), tergesa-tergesa (Qs. 17: 11; 21: 37); bakhil (Qs. 17:100); bodoh (Qs. 33:72), banyak
membantah atau mendebat (Qs. 18: 54; 14: 4; 36:77), resah, gelisah dan segan membantu (Qs. 70:
19; 20:21), ditakdirkan untuk bersusah payah dan menderita (Qs. 84: 6; 90: 4), berbuat dosa (Qs.
96:6, 75: 5), meragukan hari kiamat (Qs. 19: 66).
75
. Unas disebut lima kali dalam al-Qur'an (Qs. 2: 60; Lihat juga al-Qur'an surah (7:82;
70: 160; 17:71; 27:56) dan menunjukkan kelompok atau golongan manusia. Dalam Qs. 2: 60,
misalnya Unas digunakan untuk menunjukkan 12 golongan dari bani israil. Qs. 17: 21 dengan jelas
menunjukkan makna ini pada hari kami memanggil setiap unas dengan iman mereka. Anasi hanya
disebut satu kali (Qs. 25: 49). Anasi dalam bentuk jamak dari insane, dengan mengganti nun atau
ya atau boleh juga bentuk jama' dari insi, seperti kursi, menjadi karasi, yang merupakan bentuk
76
Ia
lain dari insane. Ins disebut 18 kali dalam al-Qur'an, dan selalu dihubungkan dengan jinn sebagai
pasangan makhluk manusia yang mukallaf (Qs. 6: 112; 6: 128, 130; 7: 38, 179; 17: 88; 27: 17; 41:
25,29; 46: 18; 51:56; 55: 33,39,56,74; 72: 5,6).
77
t9$# y9$# uu 4 Wut |mr& /3r& .u=7u9 n4upt:$#u |Ny9$# t,n=y{ %!$#
Artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun .
Persoalan
yang
muncul
kemudian
adalah
bagaimana
eksistensi
78
dengan manusia yang tidak beragama dan apakah mereka bisa terbebas dari
tanggung jawab social dan agama? Jawabannya tentu kepribadian yang tidak
beragama tetap dinyatakan sebagai kepribadian manusia bukan kepribadian
hewan. Oleh karena kedudukannya sebagai kepribadian manusia maka
kepribadian itu mendapat perhitungan kelak akhirat, bukan dibiarkan begitu
saja seperti kepribadian hewan.
Perlu diperhatikan bahwa manusia selain mempunyai jasad , manusia juga
memiliki ruh yang berasal dari Tuhan. Ruh sebagaimana uraian di atas, ruh
merupakan esensi kehidupan manusia. Melalui fitrah ruhani maka hakikat
manusia tidak hanya dilihat dari aspek biologis, namun juga dari aspek
ruhaniah. Boleh jadi secara biologis manusia lebih buruk dari iblis, karena ia
tercipta dari tanah sedang iblis dari api, tetapi secara ruhaniyah manusia lebih
baik dari pada iblis, bahkan lebih baik dari pada malaikat, sebab manusia
mampu memikul amanah Allah. Karena itu, hakekat manusia bukan hewan
yang berakal, tetapi manusia adalah makhluk Allah yang mulia dan berakal.
Selanjutnya, kebutuhan ruh yang utama adalah agama yang teraktualisasi
dalam bentuk ibadah. Beragama bukan berarti delusi, ilusi, atau irasional,
tetapi menduduki tingkat supra kesadaran manusia. Agama menjadi frame
bagi kehidupan manusia yang menjiwai hidup berbudaya, ber-ekonomi, berpolitik, ber-sosial, ber-etika, dan ber-estetika. Maka dari itu, motivasi hidup
adalah beribadah kepada Allah sebagai realisasi diri terhadap amanah Allah
Swt.
Kehidupan manusia bukan hanya sekedar dilahirkan terus dimatikan,
tetapi jauh sebelum dan sesudahnya masih terdapat alam lagi, yaitu alam
perjanjian (pra kehidupan dunia), alam dunia, dan alam akhirat (pasca
kehidupan dunia). Semua perbuatan manusia tidak akan sia-sia sebab
perbuatan baik yang dilakukan manusia di dunia akan mendapat balasan yang
baik pula akhirat kelak, meskipun di dunia manusia mendapatkan perlakuan
yang tidak adil. Sebagai makhluk yang memiliki bentuk dan rupa yang
sempurna dibanding makhluk lain, manusia harus selalu berfikir tentang asal
79
kejadiannya. Manusia yang berfikir adalah mereka yang selalu ingat dengan
kuasa dan iradah-Nya. Manusia yang tidak berfikir, yang selalu sibuk dengan
kehidupan dunia, adalah mereka yang lupa asal kejadiannya, sehingga sifatsifat congkak dan sombongnya semakin menjadi-jadi, baik dihadapan Allah
maupun manusia yang lain.
Selanjutnya, apakah orang-orang kafir (non-muslim) menerima pahala
amal salehnya? Benar, menurut al-Quran surah al-Baqarah [2] : 62
10
80
. Dalam tafsir al-Razi diterangkan bahwa khalifah adalah orang yang menggantikan dan
menempati kedudukan orang lain. (lihat Muhammad Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir al-Razi, jilid II,
Beirut: Libanon Dar al-Fikr,1985, hlm. 180.)
81
dan ketundukan pada keadilan dan kebenaran. Jadi manusia sebagai khalifah
adalah manusia yang diberi kebebasan dan kreativitas, sedangkan manusia
sebagai abd merupakan hal kodrat yang diberikan oleh Allah manusia, mau
tidak mau manusia harus taat dan patuh kepada penciptanya, yaitu Allah.
Maka dari itu, jika manusia tidak mau menyadari akan misi kehambaan dan
kekhalifahannya, maka manusia tidak menyakini eksistensi Allah dan manusia
seperti itu, akan berjalan di luar kesepakatan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berangkat dari uraian yang telah penulis paparkan dalam bab-bab
sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Al-Quran dalam surat al-Araaf ayat 172, mengisyaratkan bahwa
kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap manusia, dan bahwa hal tersebut
merupakan fitrah manusia sejak asal kejadiannya. Manusia lahir dengan
membawa potensi tauhid sejak azali (mengakui ke-Esaan Allah), atau ia
paling tidak berkecenderungan untuk mengesakan Tuhan, karena manusia
sudah bersaksi dihadapan Allah. Sesuai pendapat para Ulma manusia yang
telah bersaksi diharuskan berusaha secara terus menerus untuk mencari dan
mencapai ketauhidan tersebut. Sebab manusia sudah dibekali potensi akal
untuk melihat keesaaan dan kekuasaan Allah, berupa ciptaan-Nya. Bahkan
dengan potensi akal manusia bisa membedakan baik dan buruk.
2. Semua manusia kelak di hari kiamat akan dimintai pertanggungjawaban
selama mereka hidup di dunia. Tidak Islam, tidak Kristen, Budha, ateis
sampai politeis. Semua tidak bisa menghindar dari eksekusi tersebut.
Pertanggungjawaban ini bersifat pribadi bukan kelompok. Jadi manusia
sekarang tidak bisa menyalahkan lelelur mereka, yang sekiranya lelehur
mereka musyrik (memduakan Allah). Karena pola tingkah laku manusia
adalah tingkah laku yang didasari oleh kemauan dan semua itu dipelajarinya
dari lingkungan tempatnya dibesarkan, bukan tingkah laku yang didasari
oleh insting yang diwarisi dari leluhurnya. Menurut para Ulama orang yang
mati sebelum baligh, baik itu Islam, Kristen dan lain sebagainya. Orang itu
akan langsung masuk surga.
82
83
B. Saran-Saran
1. Perlu adanya penelitian kuantitatif untuk membuktikan bahwa manusia dalam
keadaan merenung, cemas, takut dan, berharap dapat membangkitkan aura
fitrah tentang adanya kekuasaan dan keesaan Tuhan.
2.
Perlu adanya penafsiran kontemporer mengenai pengertian ruh dalam alQuran, karena seakan-akan kita terdogma bahwa ruh adalah urusan Tuhan.
Namun, dihadapan Tuhan manusia kelak di hari kiamat akan dimintai
pertanggungjawaban, tentu bila manusia tidak tahu siapa esensi dia
sebenarnya, maka hal ini tidak bisa dipungkiri , kita pasti juga akan
menyalahkan leluhur kita.
3. Data ini bisa dipakai sebagai pisau analisis untuk masa sekarang dan yang
akan datang, sebagai alat pengukur apakah lahirnya aliran-aliran yang
dianggap sesat di Indonesia itu, muncul karena adanya fitrah manusia dalam
proses pencarian eksistensi Tuhan atau karena mereka lahir atas kekecewaan
dengan lingkungan agama yang dianutnya.
C. Penutup
Seiring dengan karunia dan limpahan rahmat yang diberikan kepada
segenap makhluk manusia, maka tiada puji dan puja yang patut dipersembahkan
melainkan hanya kepada Allah SWT. Dengan hidayahnya pula tulisan sederhana
ini dapat diangkat dalam skripsi yang tidak luput dari kekurangan dan kekeliruan.
Menyadari akan hal itu, penulis mengharapkan secercah kritik dan saran menuju
kesempurnaan tulisan ini.
Harapan yang tidak terlampau jauh adalah manakala tulisan ini memiliki
nilai manfaat dan nilai tambah dalam memperluas nuansa berpikir para pembaca
budiman. Akhir kata puji dan syukur hanya kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Yusuf Ali, al-Quran Terjemah dan Tafsirnya, Juz 1 s/d XV, Pustaka
Firdaus, 1993.
Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy. (Mesir: Musthafa al-Babi AlHalabi, 1394-1974). Penerj. Drs. Anwar Rasyidi dkk. Semarang: Toha Putra,
1987.
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, jilid III
Al-Ghazali, Ihya Ulm al-Din, Bairut, Libanon: Dar al-Kitab Islami, jilid I.
Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, jilid IV, Teheran : Inthisyarah, t.th.
Allamah ThabathabaI, Tafsir al-Mizan, Mengupas Ayat-ayat Ruh dan AlamBarzah,
penerjemah Syamsuri RifaI, bag. I, Jakarta: CV. Firdaus1991.
Aristoteles, dalam kumpulan aristoteles.
Al-Garib al-Afahaniy, Mujam Mufradat Alfaz Al-Quran,Beirut: Dar al-Fikr,1972.
Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:
Kanisisus, 1990).
Abdul Mujib, M.Ag, Jusuf Mudzakir, M.Si, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Al-Raghib al-Ashfahaniy, Mu'jam Mufradat alfazh al-Qur'an, Bairut : Dar al-Fikr,
1972.
Al-Qurthubiy, Ibnu Abd Allah Muhammad ibn Ahmad Anshari, Tafsir al-Qurthubiy
Cairo : Dar al-Sa'ab,tt, juz.vi.
Abu Jafar Muhammad Ibn Jarir al-Thabariy, Tafsir al-Thabariy, Beirut : Dar alFikr,tt, juz XI.
Ahmad Shawiy al- Malikiy, Hasyiyah Alamah Shawiy ala Tafsir Jalalain, Jakarta :
Dar al-Ahya wa Quthub,tt, juz III.
Ahmad Musththafa al-Maraghiy, Tafsir al-Maraghiy, juz IX, Diterj. Bahrun Abu
Bakar dkk. Semarang : Toha Putra, 1987.
Al-Thabathaba'I, Tafsir al-Mizan, Beirut : Muassasah al-'alamiy li Mathbu'at, 1991,
jilid VIII.
Bassam Salamah, Penampakan Dari Dunia Lain: Membongkar Rahasia Dunia Gaib
dan Praktik Perdukunan, Jakarta: Penerbit Hikmah, 2004.
Dr. Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Quran, Jakarta : Bulan Bintang,
1991.
Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Beirut : Dar al-Tarats al-Arabiy, 1992, jilid iv.
Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, , jilid v.
Jalaluddin Rakhmad Konsep-Konsep Antropologi, dalam Budhy Munawar-Rachman
(ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina,
1995.
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Jakarta: Paramadina,1996.
Kafrawi Ridwan (ed.), Ensiklopedi Islam, jilid III, Jakarta: PT. Icktiar Baru van
Hoeve, 1993,.
Muhammad ibn Umar al-Zamakhsari, Tafsir Al-Kasysyaf, juz II, Beirut : Dar al-Fikr.
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar , Beirut: Dar al-Fikr, 1342 H, jilid IX.
Muhammad Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir al-Razi, jilid II, Beirut: Libanon Dar al-Fikr,.
M. Farh al-Din al-Raziy, Tafsir Fahr al-Raziy al-Masyhur bi al-Tafsir Mafatih alGhaib, juz XIII, Beirut : Dar al-Fikr,,.
M. Fakh al-Din al-Razi, Tafsir ar-Razi, jilid 2, Darul fikr .
M. Fakh al-Din al-Razi, Tafsir ar-Razi, jilid 16, Darul fikr.
M. Fakhruddin al-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, juz xv. Beirut : Dar al-Fikr,460 H.
M. Quraish Shihab, Dia Dimana-mana Tangan Tuhan Dibalik setiap Fenomena,
Jakarta: Lentera Hati,2004.
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol.5, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran : Tafsir MaudhuI atas Pelbagai Persoalan
Umat, Jakarta : Penerbit Mizan, 2007.
M. Quraisy Syihab, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra dan
kemasyarakatan, Ujung pandang: IAIN Alauddin, 1984.
M Quraish Shihab, Wawasan al-Quran : Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan
Umat, Jakarta : Penerbit Mizan, 2007.
Muhammad Noor Ichwan. Memasuki dunia Al-Quran ,Semarang : Penerbit Lubuk
Raya,2001.
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmiy, Jogjakarta : Penerbit Menara Kudus Jogja,
2004.
Mohammad Noor Ichwan. Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Semarang : RaSAIL, 2008
M. Husayn al-Dhahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun,1, Kairo: Dar al-Kutub alHadisthat, 1962 M/1381 H.
M. Alfatih Suryalangga, Metodologi Ilmu Tafsir, ed. A.Rafiq, (Yogyakarta: Teras,
2005.
M. Ishom El-Saha,M.A, Saiful Hadi, S,Ag, Sketsa Al-Quran Tempat, Tokoh, Nama
dan Istilah dalam al-Quran, Lista Fariska Putra, 2005.
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dkk. Ensiklopedia al-Quran, Jakarta : Gema insani,2007.
Prof. Dr. Jujun. S., Suria Sumantri, M.Sc, Penelitian Ilmiah Kefilsafatan dan
keagamaan, Mencari Paradigma kebersamaan, M. Deden Rahman, (ed),
Tradisi Baru Penelitian agama Islam, Bandung : Nuansa, 2001.
Prof. Dr. Suhartini Ari Kunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik,
Rineka Cipta, Jakarta, 1998.
Prof. Dr. Harun Nasution, Falsafat Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1991.
Prof. Dr. H. Abdul Malik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Tafsir al-Azhar, jilid IV,
Singapura : Pustaka Nasional PTE LTD, 1999.
Saiyid Husen Naser, Tasawwuf Dulu dan Sekarang, ter. B. Abdullah Hadi, (Living
Sufisn), Jakarta: Pustaka Firdaus,1994.
Syeh Abi Ali Fadli bin Hasan Thubrusi, Tafsir Majma al-Bayan, juz III, Beirut : Dar
al-Marifah.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Bayan Tafsir Penjelas Al-Quranul
Karim,jilid I, Semarang: Pustaka Rizki Putra
Wahbah Zuhaily. Tafsir Munir,Juz IX, Beirut : Dar al-Fikr,tth.
Wahbah al-Zukhailiy, Tafsir al-Munir Beirut : Dar al-Fikr al Ma'ashir, 1991, juz
XXI.
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung : Tarsito, 1985.
Waryono Abdul Ghafur, M. Ag. Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks,
Yogyakarta : Penerbit eLSAQ Press, 2005.
Biodata Penulis
Nama
:Kholil Amin
:4103073
Jurusan
TTL
Alamat Asal : Jatisari, Rt: 04, Rw: 02 Ds./Kel. Tambakselo Kec. Wirosari Grobogan
Jawa Tengah
Pendidikan Formal
1. MIN Tambakselo
2. MTSN Wirosari
3. MAN Purwodadi
4. IAIN Walisongo Semarang Fak. Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits (TH).
:-
Pengalaman Organisasi
Yang menyatakan
KHOLIL AMIN