PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an yang secara harfiah berarti bacaan sempurna merupakan
suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun
sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat
menandingi al-Qur'an al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia.1
Kajian atas Islam dengan begitu saja mengabaikan al-Qur'an
merupakan suatu langkah yang tidak akan menemukan validitasnya secara
memadai. Sebab dalam keimanan Islam, al-Qur'an dipandang sebagai petunjuk
bagi manusia,2 yang dengan nyata menempati posisi penting dalam pemikiran
dan peradaban umat Islam.3
Fungsi ideal al-Qur'an itu dalam realitasnya tidak begitu saja dapat
diterapkan, akan tetapi membutuhkan pemikiran dan analisis yang mendalam.
Harus diakui ternyata tidak semua ayat al-Qur'an yang tertentu hukumnya
sudah siap pakai. Banyak ayat-ayat yang masih global dan musytarak yang
tentunya memerlukan pemikiran dan analisis khusus untuk menerapkannya.
Dalam upaya pemusatan pemikiran dan analisis dalam menetapkan
sekaligus ketentuan hukum yang dikandung dalam al-Qur'an itulah diperlukan
penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur'an.4
Penjelasan terhadap al-Qur'an dan penjelasan tentang makna-makna
serta ungkapan-ungkapannya telah dimulai sejak masa Rasulullah Saw. Beliau
adalah guru pertama yang mengajarkan al-Qur'an, menjelaskan maksudnya,
dan menguraikan ungkapan-ungkapannya yang sulit.5
Allah berfirman:
(44 :)
Artinya:
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan (QS. An-Nahl: 44).
(2 :)
Artinya:
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah
(as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata (QS. Al-Jumuah: 2).
Setelah Nabi wafat, para sahabat yang meneruskannya, mereka
menjelaskan berdasarkan apa yang mereka dengar dari Nabi, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sahabat-sahabat yang menjadi sumber tafsir
tidak banyak, yang terkenal adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas'ud,
Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Kaab. Adapun kegiatan tafsir pada periode
ini lebih banyak ditujukan pada penjelasan teks dan qiraat mutawatir.
Pada perkembangan selanjutnya, yaitu pada masa tabiin, kegiatan tafsir
berpusat di tiga tempat, yaitu: Makkah, Madinah, dan Kufah. Kegiatan tafsir
yang berpusat di Makkah bersumber dari Abdullah bin Abbas yang kemudian
dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti Said bin Jabir, Mujahid bin Jabr,
Ikramah, Tawus bin Kisan al-Yamani, dan Ata bin Abi Ribah. Sedangkan
kegiatan tafsir yang berpusat di Madinah berasal dari Ubay bin Kaab, yang
dilanjutkan murid-muridnya, Abu al-Aliyyah, Muhammad bin Kaab alQuraysi, dan Zaid bin Aslam. Adapun kegiatan tafsir yang berpusat di Kufah,
berasal dari Abdullah bin Mas'ud, dilanjutkan oleh murid-muridnya, seperti
Alqamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin Yazid, Murrah Al-Hamdani, Amir
Al-Syabi, al-Hasan Al-Basri, dan Qatadah.
Sumber tafsir pada periode tabiin berupa periwayatan dari Nabi dan
sahabat, dan apabila hadits dan atsar tidak dapat menjelaskan tafsir suatu ayat,
maka diantara tabiin ada yang menggunakan kebudayaan israiliyyat, yaitu
berita-berita yang berasal dari sumber agama Yahudi dan Nasrani.
Ciri tafsir pada periode ini masih bersifat lisan dan hafalan. Oleh
karena itu, mulai timbul perbedaan-perbedaan pendapat yang merupakan bibit
bagi timbulnya mazhab-mazhab.6
Terdapat enam kelompok, terhitung mulai dari kelompok sahabat
sampai kelompok ke enam sangat berjasa dalam ilmu tafsir yaitu
mengeluarkan ilmu ini dari kemandegan (stganasi) dan memasukkannya ke
dalam pengkajian dan pembahasan.7 Dan pada kelompok ke empat ini ilmu
tafsir mengalami kemajuan, yaitu lahirnya buku-buku tentang ilmu tafsir,8 dan
adanya usaha penulisan tafsir al-Qur'an oleh sekelompok ulama, antara lain:
Ibnu Majah (w.273 H), Ibnu Jarir at-Thabari (w.310 H), al-Misyaburi (w.318
H), dan ulama-ulama lainnya yang hidup di zaman ini.9
Selanjutnya, ilmu tafsir terus berkembang dengan coraknya yang
beraneka ragam sesuai dengan keanekaragaman latar belakang pendidikan
para penafsirnya.
Kegiatan menafsirkan al-Qur'an juga dilakukan di Indonesia. Tradisi
penulisan tafsir-tafsir surah di Indonesia sebenarnya telah bergerak cukup
lama, dengan keragaman teknis penulisan, corak dan bahasa yang digunakan.
6
Kita bisa mencatat bahwa pada abad ke-16 ditulis sebuah tafsir, yaitu (Tafsir
Surat Al-Kahfi) yang tidak diketahui nama pengarangnya. Satu abad kemudian
muncul karya Tafsir Tarjuman al-Mustafid (Terjemah yang bermanfaat) yang
ditulis oleh Abdul Rauf al-Singkili (1615-1693 M) lengkap 30 juz. Kemudian
di penghujung abad ke-18 Syeh Nawawi Banten menulis sebuah tafsir, yaitu
Marah Labib li Kasyfi Mana al-Qur'an al-Majid (Kegembiraan Besar untuk
Mengenal Makna Al-Qur'an), diterbitkan di Makkah pada tahun 1880. Tafsir
ini ditulis dalam bahasa Arab.10
Dalam sejarah pergumulan awal umat Islam di Indonesia, al-Qur'an
menempati kedudukan yang penting. Di berbagai pondok pesantren, madrasah
dan sekolah telah memposisikan al-Qur'an menjadi salah satu materi penting
di samping fiqh, bahasa, dan teologi (kalam) - dengan ilmu-ilmu yang berkait,
seperti ulum al-Qur'an dan ulum al-tafsir.11
Berdasarkan hasil analisis buku Sejarah al-Qur'an karya Aboe Bakar
Atjeh, Federspiel12 menyimpulkan bahwa pada awal abad ke-20 terjadi
perubahan-perubahan penting. Ia mencatat di sekolah-sekolah Islam (surau)
pada abad ke-19, para pelajar belajar bagaimana cara membaca al-Qur'an dari
guru-gurunya dalam suatu pola yang tidak sistematis. Guru membacakannya
dalam bahasa Arab sampai para murid dapat menangkap gaya, nada dan cara
pengucapan huruf (makhraj). Setiap pelajar meneruskan pada langkahnya
masing-masing, dan penekanan diletakkan pada cara pengucapan, bukan pada
pemahaman. Sedangkan di sekolah-sekolah standar (madrasah) yang didirikan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah pada abad ke-20, al-Qur'an diajarkan
10
Ibid., h. 37.
Ibid., h. 39.
15
Jurnal Esensia, Jurnal Ilmu-ilmu Ushuluddin, Vol. 3 No. 2, Juli 2002, h. 197-198.
14
Kitab tafsir yang terdiri dari empat jilid ini merupakan karya beliau yang
kedua dalam bidang tafsir sekaligus sebagai koreksi terhadap kitab tafsir
beliau yang pertama. Namun sayang sekali, belum sampai juz 30 beliau sudah
dipanggil Allah swt pada hari Senin, 7 Dzul qodah 1414 H atau bertepatan
dengan 18 April 1994 M. Keempat jilid tersebut dengan perincian sebagai
berikut; jilid pertama, merupakan juz pertama dimulai dari surat al-Fatihah
dan diakhiri surat al-Baqarah ayat 141, jilid kedua, merupakan juz dua,
dimulai dari surat al-Baqarah ayat 141-252, Jilid ketiga merupakan juz tiga,
dimulai dari surat al-Baqarah ayat 253 dan diakhiri surat Ali Imran ayat 91,
jilid keempat, merupakan juz empat, dimulai dari surat Ali Imran ayat 92200.16
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka rumusan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana metode dan corak Tafsir Taj al-Muslimin?
2. Apa corak Tafsir Taj al-Muslimin?
3. Apakah kekurangan dan kelebihan Tafsir Taj al-Muslimin?
16
Lihat KH. Misbah Musthafa, Tafsir Taj al-Muslimin dari jilid 1-4.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai kitab tafsir karya ulama-ulama Indonesia masih
jarang dilakukan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan antara lain Dr.
Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur'an di Indonesia, terj. Tajul Arifin,
Bandung, Mizan, 1996. Dalam penelitiannya Howard melakukan studi
literatur terhadap karya-karya orang Indonesia yang mengkaji al-Qur'an,
antara lain Tafsir Al-Furqon karya Ahmad Hasan, Tafsir Al-Qur'an karya
Zainuddin, Tafsir Al-Qur'anul Karim karya Halim Hasan, Tafsir Al-Azhar
karya Hamka, Al-Qur'an dan Tafsirnya produk dari Departemen Agama,
Tafsir Rohman karya Oemar Bakri, Terjemah dan Tafsirnya karya Surin.
Dalam penelitiannya Howard masih bersifat umum, yaitu mencakup
keseluruhan literatur yang berbicara tentang al-Qur'an: tafsir, ilmu tafsir,
terjemah al-Qur'an, indeks al-Qur'an, dan buku-buku yang bicara seputar alQur'an. Sehingga penelitian ini sangat kaya akan literatur yang melibatkan 58
judul buku.
Namun dilihat dari segi metodologi tafsir, penelitian Howard itu tidak
memberikan kontribusi yang signifikan. Sebab, kerangka teori yang digunakan
lebih pada masalah kepopuleran literatur, bukan metodologinya.
Adapun karya yang berusaha melengkapi penelitian Howard adalah
Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga Ideologi karya Islah
Gusmian, penerbit Teraju, Bandung, 2003. Karya ini merupakan tesis yang
ditulis di Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan Islah merupakan usaha-usaha akademis
yang mencoba mengawali penelitian atas karya-karya tafsir di Indonesia
secara metodologis-kritis yang sangat mempertimbangkan aspek sosiohistoris. Di sini, Islah sedang membedah sejarah interpretasi dalam konteks
ruang-ruang sosial di mana suatu karya tafsir muncul dan berada serta
bagaimana pergumulan penulisnya dengan lingkungan sosial, budaya, politik,
dan agama di sekelilingnya. Secara pragmatik, ia juga menempatkan karya
tafsir sebagai produk sosial dan karya manusiawi biasa, sama sekali tidak
sakral dan tidak kedap kritik. Itu sebabnya, dengan kerangka teori yang
diarahkan pada dua wilayah utama yaitu aspek teknis penulisan tafsir dan
aspek hermeneutiknya, tidak saja telah melahirkan kesimpulan-kesimpulan
yang baru yang keluar dari mainstream studi tafsir, tetapi sekaligus juga telah
menjadi satu bentuk kritik terhadap metodologi yang sejauh ini dibangun oleh
para peminat studi al-Qur'an di Indonesia.
Metode analisis wacana kritis yang ia gunakan dalam penelitiannya ini
juga
telah
melahirkan suatu
yang tidak
juga
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Skripsi
research),
ini
menggunakan
artinya bahan-bahan
penelitian
kepustakaan
digali semaksimal
(library
mungkin dari
17
17
Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, Jilid I, Andi Offset, Yogyakarta, 1990, h. 10.
Sumber data primer adalah data asli.18 Sebagai sumber primer dari
penelitian ini adalah Tafsir Taj al-Muslimin min kalami rabbi al-alamin
karya K.H Misbah bin Zainal Musthafa.
Sedangakan mushaf yang digunakan sebagai sumber pegangan
adalah
al-Qur'an
dan
terjemahnya
oleh
Yayasan
penyelenggara
kemudian
ditarik
kepada
pengetahuan
yang
bersifat
18
10
dapat
mempengaruhi
konstruksi
pemikiran
dalam
h. 9
11
12
13
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran