Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

1.1 Work it through


Seorang individu yang merasa sedih dapat mengalami proses work it
through. Work it through merupakan proses dalam pandangan psikoanalisa
dimana individu dapat mengatasi rasa sedihnya. Hal yang menjadi penting
adalah individu tersebut tidak boleh mencoba untuk melupakannya, namun
justru membiarkan semua kesedihan itu larut seiring dengan waktu dan hilang
dengan sendirinya.
Dalam prosesnya individu harus menyadari, membicarakan, dan
memahami emosi-emosi yang kompleks ini untuk dapat melaluinya. Proses
tersebut dapat terhambat jika individu menolak atau menghindari perasaan-
perasaan tersebut. Kecenderungan ini dapat diperburuk dengan
ketidaknyamanan dari perasaan-perasaan yang mengikuti grief, sehingga
individu yang mengalami grief merasa mereka tidak seharusnya merasakan
atau mengetahui emosi yang sulit ini.
Hal yang harus dilakukan ketika melalui proses work it through yaitu
membuat hubungan yang tepat secara emosional dengan individu yang
meninggalkan kita. Akan tetapi, hal itu tidak boleh memengaruhi kehidupan
kita. Seringkali hal ini membuat kita terikat dengan pikiran dan kenangan-
kenangan ketika kita seharusnya dapat mencapai hal-hal atau hubungan yang
baru.
Proses ini tidak dapat dilewati jika individu merasa tidak berdaya ketika
ditinggalkan dan tidak dapat melanjutkan hidup dengan cara yang bermakna.
Seharusnya seseorang dapat melanjutkan hidup dengan bermakna dan dapat
membuat hubungan yang tepat dengan orang yang ditinggalkan jika dia sudah
melakukan work it through. Individu tidak melupakan kejadian yang
menimpanya atau orang yang meninggalkan tersebut. Akan tetapi jika suatu
saat dia ingat kembali, kejadian itu tidak menimbulkan emosi yang sama saat
ia berada dalam kondisi grief.

1
Contoh yaitu dari kejadian meninggalnya seorang aktor terkenal di
Indonesia. Aktor tersebut meninggal karena serangan jantung ketika sedang
bermain futsal. Istrinya yang berinisial AS merasa sangat sedih akan
kepergian suaminya tersebut. Ia terus menangis setiap hari karena merasa
sangat kehilangan. Tidak lama setelah suaminya meninggal, AS mengalami
keguguran. Ia merasa sangat terpukul atas kejadian yang menimpanya. AS
kemudian berusaha untuk bangkit kembali dari kesedihan yang dialaminya. Ia
berusaha untuk terus berdzikir dan mendekatkan diri kepada Tuhan. AS juga
berusaha untuk menghidupi anak satu-satunya. Ia melakukan segala upaya
untuk tidak terlarut dalam kesedihan yang dialaminya.

1.2 Rasa duka normal dan rasa duka neurotis


Freud mengungkapkan rasa duka normal dan neurotis individu sulit
dibedakan. Rasa duka normal biasanya tidak berlangsung lama sedangkan rasa
duka neurotis berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan disertai oleh
rasa bersalah terhadap orang yang meninggal. Biasanya perasaan bersalah ini
akan menimbulkan bentuk defence mechanism yang abnormal.
Dalam hal ini, individu dapat dikatakan mengalami rasa duka normal
apabila ia bisa mengatasi rasa sedihnya, namun tidak melupakan rasa sedih
yang dimiliki dan membiarkan hal tersebut hilang dengan sendirinya, serta
tidak bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang akan membangkitkan respon
emosional yang kuat. Contoh setelah mengetahui ibunya meninggal, S
menangis dan histeris sehingga membuat dirinya pingsan. Bahkan S juga
menangis di pemakaman ibunya. Beberapa hari setelah ibunya meninggal, S
sulit tidur selama beberapa waktu karena terus memikirkan ibunya.
Berjalannya waktu, S perlahan-lahan bisa meredakan kesedihannya, dan mulai
mengikuti aktivitas-aktivitas sosial lainnya.
Neurotic grief adalah gangguan emosi atau mood yang mengakibatkan
fungsi dan aktivitas penderita sangat terhambat, namun tidak sampai
mengalami putus kontak dengan realitas. Penderita bereaksi terhadap situasi
yang menekan, yaitu kepedihan dan patah hati yang luar biasa dan sering tidak

2
dapat dipulihkan meskipun sesudah berlalu sekian lama. Ciri-cirinya adalah
putus asa, sedih, tidak bersemangat, tingkat kecemasan tinggi, aktivitas diri
berkurang, selera dan gairah menghilang, mengeluh sulit berkonsentrasi, sulit
tidur, sering terjaga di tengah malam dan tidak dapat tertidur kembali,
merasakan keluhan-keluhan somatic tertentu, merasa tegang, gelisah, dan
menunjukkan sikap bermusuhan terhadap lingkungan sosial, tidak mampu
mengerjakan tugas, dan sering memandang dengan tatapan kosong.
Neurotic grief terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Postponed grief, yaitu ketika proses denial berlanjut terus bahkan setelah
shock karena peristiwa kehilangan tersebut sehingga individu sulit
menerima kenyataan.
2. Inhibited grief, yaitu ketika grief ditekan ke dalam diri dan tidak dapat
mengungkapkan reaksi, seperti menangis atau mengomunikasikan
perasaannya secara jujur. Individu akan membicarakan tentang orang yang
telah tiada tersebut kepada kerabat atau temannya sehingga dapat membuat
individu tersebut menerima kehilangan yang dialami.
3. Chronic grief, yaitu terjadi ketika grief yang dialami individu sangat kuat
yang mana individu yang berduka menangis untuk menghukum diri
sendiri. Cara tersebut digunakan untuk mengasihani dan menyalahkan diri
sendiri.
Berdasarkan DSM IV, neurotic grief memiliki kaitan dengan simptom
terjadinya major depressive episode. Misalnya, perasaan sedih dan asosiasi
terhadap simptom-simptom, seperti insomnia, kurangnya nafsu makan, dan
juga kehilangan berat badan. Diagnosa terhadap seseorang yang mengalami
neurotic grief umumnya diberikan ketika individu telah mengalami simptom
dari major depressive episode selama lebih dari dua bulan setelah kehilangan
orang yang dicintai. Karakteristik yang dialami oleh individu dengan neurotic
grief, yaitu:
1. Munculnya perasaan bersalah terhadap orang yang telah
meninggalkannya.

3
2. Pemikiran mengenai bunuh diri dan merasa lebih baik mati bersama
dengan orang yang meninggalkannya.
3. Merasa bahwa dirinya sangat tidak berharga.
4. Terjadinya motoric retardation.
5. Terjadinya kerusakan fungsional yang berlangsung dalam jangka waktu
yang lama atau menetap.
6. Munculnya halusinasi yang dapat berupa pemikiran bahwa orang tersebut
mendengar suara atau melihat sosok orang yang telah meninggalkannya
(DSM IV TR hlm. 740-741).
Contohnya yaitu sepeninggal ibunya, S menjadi anak yang lebih sering
berada di rumah. S jarang pergi bersama teman-temannya. S jadi lebih
menutup diri. Tidak lagi bermain dengan teman-temannya, dan seringkali tidak
mau ke sekolah. S juga meninggalkan kegiatan-kegiatan yang tadinya ia sukai
dan biasa dilakukan bersama teman-temannya. Seperti bermain sepak bola, dan
menonton bioskop. S lebih memilih untuk berdiam di rumah dan mengurung
diri di kamarnya. Hal ini berlangsung sudah 4 bulan, sehingga nilai-nilainya di
sekolah menurun drastis dan terancam tinggal kelas.

1.3 Hal yang dapat dilakukan pada orang-orang yang mengalami grief agar
tetap kembali stabil
Ada beberapa hal atau cara yang dapat dilakukan jika orang-orang
mengalami grief agar tetap kembali stabil yaitu :
1. Harus tetap manjaga diri agar bisa melanjutkan hidupnya. Individu
akan menjadi lebih baik secara fisik dan emosional, sehingga bisa
mengatasi segala rintangan atau keterpurukan yang dialami, seperti
mengatur jam tidur, olahraga, dan makan makanan bergizi.
2. Mengalihkan grief ke hobi dan minat. Meskipun tidak selamanya
individu bisa mengalihkan grief yang dialami pada hobi atau minat tapi
hal tersebut bisa menjadi suatu ptoses pemulihan.
3. Dekat diri dengan Yang Maha Kuasa. Penghiburan terbaik untuk
mengatasi grief akibat adalah dengan semakin meningkatkan keimanan

4
kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Salah satu cara adalah dengan
tetap berdoa,kemudian membaca tulisan-tulisan suci agama kita,
bacalah dan temukan nasihat-nasihat terbaik dari tulisan suci kita
supaya hati kita bisa dihangatkan kembali dari rasa sepi tidak memiliki
kekuatan yang seringkali membuat kita terus menerus larut dalam
kesedihan.
4. Tetap berkomunikasi dengan orang lain (dukungan sosial). Jangan
menutup diri kita dan terus menerus larut dalam perasaan bersalah,
tetaplah mencari dukungan sosial. Salah satu caranya adalah
berkomunikasi dengan orang lain dan jangan menjauhi mereka.
Banyak orang yang tengah berkabung menyadari bahwa dengan tetap
berkomunikasi dengan orang lain hal itu dapat melegakan perasaan
mereka.
5. Menulis buku harian. Bagi sebagian orang yang tengah mengalami
grief terkadang masih mengalami kesulitan untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Bila demikian jangan serta merta putus asa dan
terus larut dalam rasa sedih yang mendalam. Ada cara lain yang tetap
bisadilakukan sebelum kita siap untuk kembali berinteraksi dengan
lingkungan yaitu dengan cara menuliskan perasaan kita ke dalam
sebuah buku.
6. Menangislah. Menangis bukanlah sifat kekanak-kanakan, menangis
adalah sebuah sistem yang telah Tuhan berikan kepada manusia
supaya manusia bisa merasakan kembali kelegaan ketika sedang
menghadapi beban hidup yang begitu berat.Grief dapat sedikit
berkurang bila kita melepaskannya dengan cara menangis.
7. Perbanyak aktivitas. Perasaan sedih akibat kehilangan orang yang
signifikan biasanya menghampiri seseorang ketika dirinya sedang
terdiam dan tidak melakukan aktivitas apapun. Untuk dapat mencegah
hal tersebut terjadi, maka perbanyaklah beraktivitas karena aktivitas
yang cukup sibuk akan membuat kita tetap fokus dan melupakan
kesedihan atau grief yang sedang dirasakan.

5
8. Sharing atau curhat. Ungkapkan seluruh perasaan sedih dan kecewa
kita kepada orang lain, supaya hal ini dapat membuat perasaan kita
lega kembali. Kita bisa melakukannya kepada orang terdekat seperti
kakak, adik, saudara, orangtua atau teman-teman yang bisa kita
percayai.

6
DAFTAR PUSTAKA

Janis, Irving L., Mahl, George F., Kagan, Jerome & Holt, Robert R. (1969).
Personality; Dynamics, Development, and Assesement. New York:
Harcourt, Brace & World, Inc.

DAFTAR RUJUKAN

https://keluarga.com/1553/mengatasi-rasa-sedih-akibat-kehilangan-orang-tercinta
(diakses tanggal 6 November 2016).

Anda mungkin juga menyukai