Anda di halaman 1dari 3

b.

Coping Stres

Cara atau upaya seseorang dalam bentuk kognitif maupun perilaku untuk mengatasi
tuntutan eksternal maupun internal yang membebani dirinya. Santrock (2003) menjelaskan
bahwa coping adalah upaya mengendalikan keadaan yang penuh tekanan dengan berusaha
untuk mencari jalan keluar atas masalah yang terjadi dan mencari penyebab utama untuk
mengurangi stres yang timbul. Tujuan dari coping yang dilakukan adalah untuk mengurangi
rasa stres yang dialaminya, upaya-upaya tersebut akan mempengaruhi langsung terhadap
penyelesaian masalah (stressor) atau hanya sekedar upaya individu mengalihkan masalah
yang dialaminya. azarus dan Folkman (1984), Lazarus (1993), dan Folkman dkk (1986)
mengklasifikasikan dua jenis coping, yaitu problem focus coping dan emotion focus coping.
Problem focused coping (PFC) mer-upakan strategi coping untuk menghadapi masalah secara
langsung melalui tindakan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengubah sumber-
sumber stres. Sedangkan emotion focused coping merupakan strategi untuk meredakan emosi
individu yang ditimbulkan oleh stressor (sumber stres), tanpa berusaha untuk mengubah suatu
situasi yang menjadi sumber stres secara langsung.

Aspek-aspek coping stres

Azarus dan Folkman (1984), Lazarus (1993), dan Folkman dkk (1986) mengklasifikasikan
dua jenis coping, yaitu problem focus coping dan emotion focus coping.

Aspek-aspek dari problem focus coping yaitu

1. Confrontative coping, usaha mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara
yang agresif, tingkat kemarahan yang tinggi, dan pengambilan resiko.
2. Seeking social support, yaitu menggambarkan banyaknya keterangan-keterangan yang
berhasil dipelajari untuk di organisasikan menjadi bentuk pengetahuan tertentu yang
berkaitan dengan masalah-masalah yang sedang dihadapi.
3. Planful problem solving, usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan
dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.

Sedangkan aspek-aspek emotion focus coping, yaitu


1. Self control, yakni usaha mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan.
2. Distancing, yakni melakukan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari masalah atau
membuat sebuah harapan positif. Usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan,
seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan
pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon.
3. Positive reappraisal, yaitu mencoba untuk membuat arti positif dari situasi dalam
masa perkembangan kepribadian dan kadang-kadang dilakukan dengan melibatkan
sifat yang religius.
4. Accepting responsibility, yaitu menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam
permasalahan yang dihadapi, dan mencoba menerimanya untuk membuat keadaan
menjadi lebih baik.
5. Escape/avoidance yaitu, mencoba memikirkan masalah dari keinginan (wishful
thinking) serta usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut
atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain yang menyenangkan seperti
makanan, minuman, merokok, ataupun menggunakan obat-obatan.

Faktor-faktor yang memengaruhi coping stres

1. Jenis kelamin
Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan sama-sama menggunakan kedua bentuk
coping stres, yaitu problem focus coping dan emotion focus coping. Akan tetapi, ada
kecenderungan antara laki-laki dengan perempuan dalam menggunakan bentuk
coping stres. Laki-laki cenderung menggunakan problem focus coping karena laki-
laki lebih berfokus terhadap masalah. Sedangkan perempuan lebih cenderung
menggunakan emotion focus coping karena perempuan lebih cenderung menggunakan
emosinya.

2. Pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi lebih mempunyai komplektisitas kognitif. Hal
ini berpengaruh terhadap cara berpikirnya yang luas, yang mampu untuk mengatasi
dan memecahkan permasalahan.

3. Pertambahan usia
Semakin bertambah usia seseorang, tentu akan semakin berubah struktur psikologis
dan sumber-sumber copingnya. Hal ini berpengaruh terhadap cara seseorang untuk
menghadapi tekanan. Pada usia muda akan menggunakan problem focus coping
sedangkan pada usia yang lebih tua akan menggunakan emotion focus coping. Hal ini
disebabkan pada orang yang lebih tua memiliki anggapan bahwa dirinya tidak mampu
melakukan perubahan terhadap masalah yang dihadapi sehingga akan bereaksi dengan
mengatur emosinya daripada pemecahan masalah.

4. Sosial-ekonomi
Seseorang yang memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang tinggi cenderung lebih
aktif terhadap cara-cara coping yang dilakukan untuk menghadapi stressor.
Kedudukan yang tinggi menuntut seseorang tersebut untuk selalu bijaksana dan
elegan dalam menghadapi permasalahan. Sedangkan pada seseorang yang memiliki
status sosio-ekonomi yang rendah cenderung menampilkan coping yang kurang aktif,
kurang realistis, dan lebih fatal atau menampilkan respon menolak, dibandingkan
dengan seseorang yang status ekonominya lebih tinggi.

Daftar pustaka

Pratiwi, Ayu Citra, dan Hirmaningsih. 2016. Hubungan Coping dan Resiliensi pada
Perempuan Kepala Rumah Tangga Miskin. Vol 12. No. 12. Hal 68-73. Diambil dari
https://media.neliti.com/media/publications/126522-ID-hubungan-coping-dan-resiliensi-
pada-pere.pdf (pada 23 September 2019)

Utaminingtias, Wiari, Ishartono dan Eva Nuriyah Hidayat. 2016. Coping Stres Karyawan
dalam Menghadapi Stres Kerja. Vol. 3. No. 2. Hal 155-291. Diambil dari
jurnal.unpad.ac.id›prosiding›article›view (pada 16 September 2019)

Anda mungkin juga menyukai