Anita Dewi
Abstrak
Bermain merupakan kegiatan utama yang dilakukan oleh anak-anak
untuk mempelajari banyak hal sekaligus mengembangkan kemampuannya,
termasuk bermain boneka Faktor utama penyebabnya adalah pengalaman masa lalu
dimana ketika bermain boneka, bola mata boneka ditusuk dan kemudian berputar sehingga timbul
kesan menyeramkam terhadap boneka (Barbie). Pengalaman traumatik tersebut kemudian secara
otomatis dan konsisten terhubung dengan boneka (Barbie). Automatonophobia adalah
salah satu jenis ketakutan terhadap figur yang menyerupai manusia, seperti
boneka, patung, boneka, animatronik, atau robot. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melakukan studi kasus untuk menjelaskan terapi ekposur in vivo untuk
mengurangi kecemasan pada pasien phobia boneka barbie. Teknik sampling yang
digunakan adalah nonprobability purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik
wawancara, observasi dan pemberian treatment. Subjek penelitian adalah remaja 18 tahun
penderita automatonophobia. Hasil terapi menunjukkan bahwa terapi eksposur in vivo
dapat menurunkan tingkat kecemasan yang dijumlahkan senilai 495 menjadi 68 .
Pemberian sendiri yang dilakukan dalam terapi ini cukup membantu untuk efektivitas
terapi. Maka penggunaan terapi ini disarankan untuk merunkan tingkat kecemasan pada
penderita automatonophobia. Namun sebaiknya pelatihan terapi dilanjukan pada situasi
nyata sehingga anga pada hirarki kecemasan bisa benar-benar mendekati angka 0.
1. Pendahuluan
Bermain merupakan kegiatan utama yang dilakukan oleh anak-anak
untuk mempelajari banyak hal sekaligus mengembangkan
kemampuannya, termasuk bermain boneka. Selain itu bermain boneka
juga dapat meningkatkan keterampilan sosial anak, meningkatkan
imajinasi anak, mengembangkan keterampilan Bahasa dan
Komunikasi, dan bermain merupakan salah satu konteks peting dalam
perkembangan kognitif. Menurut Freud dan Erikson, bermain membantu anak dalam
mengatasi kecemasan dan konflik-konfliknya. Bermain memungkinkan anak dapat
mengatasi masalah-masalah hidup dan memungkinkan anak untuk mengeluarkan
kelebihan energi dan melepaskan ketegangan yang tertahan. Para terapis menggunakan
terapi bermain untuk mengatasi frustasi, menganalisis konflik-konflik anak, serta cara-
cara mengatasinya (Drews, Carey, & Schaefer, 2003). Anak-anak dapat merasa kurang
terancam dan cenderung lebih dapat mengekspresikan perasaan-perasaan sebenarnya
dalam konteks bermain.
Namun demikian, kenyataannya pada salah satu kasus bermain boneka (Barbie) justru
menjadi penyebab timbulnya ketakutan. Jika ketakutan tersebut berlebihan dan tidak
rasional yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri, hal tersebut perlu diselidiki.
Ketakutan yang berlebihan pada suatu hal atau fenomena disebut phobia. Phobia bisa
dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya.
Faktor utama penyebabnya adalah pengalaman masa lalu dimana ketika bermain
boneka, bola mata boneka ditusuk dan kemudian berputar sehingga timbul kesan
menyeramkam terhadap boneka (Barbie). Pengalaman traumatik tersebut kemudian
secara otomatis dan konsisten terhubung dengan boneka (Barbie) . Sehingga itulah yang
menjadi penyebab seseorang tidak suka bermain boneka (berbie) karena ia merasa takut
ketika dihadapkan dengan sebuah boneka (Barbie). Bahkan rasa takut ini juga muncul
meskipun stimulus tersebut tidak nyata ada tapi hanya dengan membayangkan saja.
Berdasarkan diagnostik ilmu psikologi/psikiatri yang tercantum dalam DSM IV
(Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder IV), phobia tersebut merupakan
bagian dari 3 jenis phobia. Pengelompokan phobia berdasarkan kategorisasi DSM-IV,
yaitu:
1. Social phobia / phobia sosial (Phobia terhadap pemaparan situasi sosial) yaitu rasa takut
akan penilaian orang lain atau takut tampil memalukan didepan publik sehingga
cenderung menghindari atau meminimalkan interaksi dengan orang lain, seperti takut jadi
pusat perhatian, orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai.
2. Agoraphobia /phobia kompleks (Phobia terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka)
merupakan rasa takut berada dalam tempat yang padat dan ramai (crowded, bustling
place), misalnya di kendaraan umum/ mall; orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah.
3. Specific phobia / phobia sederhana atau spesifik (Phobia terhadap suatu obyek/keadaan
tertentu) yaitu merupakan rasa takut yang irasional terhadap objek, kondisi, atau aktivitas
tertentu. seperti pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain.
Dengan demikian, maka seseorang yang memiliki phobia terhadap
boneka (Barbie) termasuk ke dalam phobia yang sederhana atau
spesifik dan istilah phobia bagi orang yang takut terhadap boneka
(Barbie) tersebut dinamakan automatonophobia. Apapun penyebabnya
orang yang menderita phobia dapat mengalami kegelisahan dan gangguan emosi yang
dapat sepenuhnya mengacaukan kemampuan untuk bekerja. Kekacauan itu timbul bila
penderita automatonophobia menampakkan gejala-gejalanya. Beberapa orang ketika
berhadapan dengan ketakutannya pada boneka (Barbie), mungkin mulai berkeringat,
langsung merasa tidak nyaman, dan berlari menjauhi boneka.
Terapi eksposur in vivo dianggap efektif dalam menangani penderita phobia spesifik,
misalnya phobia boneka (Barbie). Melalui teknik ini subjek dihadapkan pada stimulus
yang
menimbulkan rasa takut secara bertahap. Subjek akan dihadapkan pada hirarki stimulus
yang menimbulkan rasa takut sambil menerapkan relaksasi untuk membuat dirinya
nyaman. Setelah anak merasa nyaman dan tingkat ketakutannya berkurang, ia akan
dihadapkan pada stimulus yang lebih sulit.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian
tentang: “Terapi Eksposur In Vivo Dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada
Penderita Automatonophobia”.
Penyebab lain dari fobia adalah kejadian yang menakutkan yang terjadi pada
masa kanak-kanak. Berdasarkan penelitian Rene Garcia (2017) terkait penyebab utama
untuk pengembangan phobia. Automatonofobia berkembang karena peristiwa traumatis
yang berkaitan dengan benda berwujud seperti manusia. Peristiwa traumatis ini bisa
berupa film menyeramkan dengan tokoh-tokoh seperti manusia atau acara langsung yang
melibatkan tokoh-tokoh mirip manusia. Phobia ini dapat berkembang karena berbagai
alasan, seperti:
1) Genetika
Memiliki kerabat dengan automatonofobia dapat meningkatkan risiko Anda mengalami
fobia yang sama. Dalam satu penelitian, para peneliti menemukan bahwa pengembangan
phobia spesifik bahkan mungkin terkait dengan gen spesifik yang juga mempengaruhi
orang untuk meningkatkan gangguan kecemasan sepanjang hidup mereka.
2) Lingkungan Hidup
Penyebutan peristiwa traumatis yang terkait dengan figur mirip manusia dapat
menyebabkan automatonofobia pada beberapa individu.
3) Pengembangan Otak
Perkembangan awal otak dapat membuat seseorang lebih rentan terkena fobia jenis ini.
2.2 KerangkaPemikiran
Automatonophobia Gejala
Kegelisahan ,sulit tidur,
(Ketakutan terhadap
KONDISI AWAL boneka yang menyerupai
serangan kecemasan,
kesulitan bernapas dan sakit
manusia) dada
Pemberian Terapi
TINDAKAN In Vivo Eksposur
Relaksasi Hirarki Stimulus Eksposur
Terdapat penurunan
tingkat kecemasan
KONDISI AKHIR pada subjek
Adapun data yang telah didapat peneliti yaitu merupakan hasil dari observasi,
wawancara dari narasumber yang bersangkutan langsung (subjek) dan reaksi subjek
terhadap treatment yang diberikan oleh peneliti.
1) Observasi
Menurut Sutrisno Hadi, pengertian observasi adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks
yang terdiri dari berbagai macam proses, baik proses biologis maupun proses psikologis
yang lebih mementingkan proses-proses ingatan dan pengamatan. Observasi yang
dilakukan yaitu observasi sistematis, yaitu observasi yang ditentukan dulu kerangkanya
kemudian diobservasi berdasarkan kategorinya.
2) Wawancara
Lexy J. Moleong (1991:135) mendefinisikan bahwa wawancara dengan tujuan
percakapan tertentu. Dalam metode ini peneliti dan responden secara langsung (tatap
muka) untuk memperoleh informasi secara lisan dengan mendapatkan data tujuan yang
bisa menjelaskan masalah penelitian.
3) Treatment
Treatment yang diberikan yaitu terapi eksposur in vivo yang di jalani selama 6 hari
dengan 23 kali pemberian treatment.
4. Hasil Penelitian
4.1 Identitas Narasumber dan Subjek Penelitian
Identitas objek penelitian yang dicantumkan dibawah ini merupakan identitas
yang asli dan dapat dipertanggungjawabkan.
Nama : Ayu Sofianti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 05 Agustus 2001
Usia : 18 tahun
atus/Pekerjaan : Belum Menikah
amat :Dsn. Ebah RT002/RW002 Desa Cipaku
Kec. Paseh Kab. Bandung
4.2 Hasil Wawancara
Untuk menggali informasi tentang subjek penelitian, maka peneliti mewawancarai
narasumber, dan berikut hasil wawancaranya :
Pertanyaan Jawaban
1 Sejak kapan anda Sejak kecil ketika saya berusia 2 tahun, saya
mengalami bermain boneka bayi bersama teman. Kemudian
automatonophobia? ketika bermain, mata boneka saya ditusuk oleh
teman, mata boneka itu jadi aneh dan memutar.
Salahnya mata boneka itu langsung saya tatap
makin lama menatap makin menyeramkan. Nah
dari situ, ibu saya menganggap ketakutan itu
bersifat sementara kemudian karena boneka bayi itu
sudah rusak, ibu saya membelikan boneka Barbie
tapi saya tetap takut sampai sekarang.
2 Apa yang anda Deg-degan, menangis, takut, tapi biasanya saya lari.
rasakan ketika Dulu waktu SD saya jadi nangis karena teman saya
melihat Barbie? yang jahil memberi Barbie kemudian malam
harinya saya mimpi Barbie dan jatuh sakit. Bahkan
sampai sekarang rasanya tidak nyaman sekalipun
hanya melihat Barbie.
3 Apa yang anda Gimana ya, ketika ada Barbie dan saya melihat
takuti dari boneka langsung takut. Tapi biasanya saya takut menatap
Barbie? matanya dan kemudian dalam mimpi saya boneka
Barbie itu jalan-jalan seolah hidup. Kadang
memakai baju yang ada gambar Barbie pun saya
merasa geli dan agak takut. Dulu di kamar sempat
ada poster Barbie tapi langsung di lepas lagi,
soalnya seperti ada yang memperhatikan.
4 Apa gejala yang SMA paling parah, saya sampai pingsan. Karena
paling parah ketika Barbie itu dilempar ke arah saya. Saya kaget dan
anda melihat taku sekali, otomatis saya langsung menangis,
Barbie? kemudian sulit bernafas, menurut keterangan dari
teman saya yang lain setelah menangis saya jatuh
pingsan.
5 Apa saja dampak Malu, karena konyol.
takut Barbie bagi
anda?
6 Apa harapan anda Saya pingin ada orang yang sama takut Barbie.
pada ketakutan Juga saya tidak ada pikiran untuk sembuh, jadi saya
anda? pasrah tidak apa-apa seumur hidup untuk takut
Barbie.
Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa subjek mengalami trauma
terhadap suatu peristiwa masa lalu sehingga subjek mengalami automatonophobia.
S S
e e
b s
e u
l d
u a
m h
t T
e e
r r
a a
p p
i i
2 2 2 3 3 1
7 8 9 0 1 /
/ / / / / 4
3 3 3 4 4 /
/ / / / / 2
2 2 2 2 2 0
0 0 0 0 0
1 Men 5 - - 2 1 0 0 0
den 0 5 5
gar
kata
barb
ie
2 Me 5 - - 4 2 1 0 0
mba 5 0 0 0
yan
gka
n
barb
ie
3 Mel 6 - - - 3 1 5 5
ihat 0 5 0
gam
bar
barb
ie
4 Men 6 - - - 1 8 3 3
onto 5 5
n
vide
o
barb
ie
5 Mel 7 - - - - 2 1 1
ihat 5 0 0 0
barb
ie
dari
jauh
6 Mel 9 - . - - 3 2 2
ihat 0 5 0 0
barb
ie
dari
dek
at
7 Me 1 - - - - . 3 3
meg 0 0 0
ang 0
barb
ie
Jum 4 6
lah 9 8
5
Chart Title
Sebelum Terapi Setelah Terapi
100
80
60
40
20
0
5. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik tersebut, dapat
diketahui bahwa adanya perubahan pada tingkat kecemasan subjek terhadap boneka Barbie, yang
berasal dari takut sekali menjadi biasa saja. Terapi eksposur in vivo berhasil menurunkan
tingkat kecemasan pada penderita phobia boneka barbie dari tingkat kecemasan awal
sebelum terapi jumlah hirarki ketakutan sebesar 495 menjadi 68 sesudah di terapi. Proses
terapi mampu menurunkan angka kecemasan pada hirarki kecemasan dimulai dari
kecemasan yang paling rendah berlinai 50 (mendengar kata barbie), lalu ke situasi
stimulus yang lebih tinggi, hingga situasi dengan kecemasan kategori cemas tinggi yakni
bernilai 100 (saat memegang barbie).
Ada tujuh situasi di terapi ini yang disusun berdasarkan keluhan dari subjek.
Proses membayangkan satu persatu situasi sepanjang sesi terapi, menyebabkan
penurunan tingkat kecemasan pada situasi berikutnya. Pada kasus ini, terapi eksposur in
vivo hanya mampu menurunkan level kecemasan sampai nilai berjumlah 68, yakni tingat
kecemasan tidak sampai pada angka 0 atau mendekati 0. Untuk mencapai angka hingga
0, pada akhir terapi adalah hal yang diinginkan, namun tidak semua kasus dapat sampai
pada angka 0. Pada kasus ini nilai akhir berjumah 68 sudah sangat berarti. Berdasarkan
hasil tersebut dapat dilihat bahwa setelah treatment diberikan terjadi perubahan angka
yakni dari yang berjumlah 495 menjadi 68 pada subjek.
Sesuai dengan saran Kazdin, yakni dalam menjelaskan keberhasilan perubahan
yang diperoleh melalui terapi dapat dilihat dari berbagai jenis data, bisa saja data yang
bersifat kualitatif berupa laporan yang dirasakan subjek penelitian. Disamping itu
observasi langsung perubahan perilaku juga bisa dijadikan data untuk menjelaskan
sejauhmana perubahan perilaku yang sudah di peroleh dalam terapi. Dalam penelitian ini
dilakukan wawancara sepanjang terapi dan juga dilakukan pengukuran perubahan
perilaku di akhir terapi. Berikut ini uraian yang bisa dijadikan data untuk menjelaskan
sejauhmana kegunaan yang diperoleh dari terapi dalam penelitian ini:
- Pendapat subjek
Subjek mengakui pada sebalum pemberian terapi membayangkan nya saja menimbulkan
rasa cemas tetapi setelah di terapi subjek menyatakan dalam dirinya ada perubahan yang
drastis dan keberanian untuk memegang barbie, meskipun masih merasakan cemas dan
belum berani menatap boneka barbie secara langsung.
Referensi