Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI KLINIS

Dibuat untuk memenuhi tugas Psikologi Klinis

Kelompok 1

Febry Ridho Ramadhana Nasution : 1310321008

Modizha Noetia Ramadhani : 1410321033

Mia Audina Putri : 1510321018

Restiva : 1510321033

Reno Nilam Sari : 1510322001

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Klinis ini sesuai
dengan batas waktu yang telah ditentukan. Penulis juga mengirimkan shalawat dan
salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh sahabatnya.

Makalah ini hadir untuk memenuhi tugas Psikologi Klinis. Selain itu, penulis juga
berharap makalah ini bisa menambah ilmu dan pengetahuan pembacanya. Banyak pihak
yang terlibat dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca sekalian. Terimakasih.

Padang, Agustus 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang..................................................................................4
1.2. Rumusan masalah.............................4
1.3. Tujuan penulisan...................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian asesmen klinis.................................................................5
2.2 Tahapan-tahapan asesmen klinis....................... 6
2.3 Tujuan asesmen klinis......................................................9
2.4 Faktor yang mempengaruhi asesmen klinis...............13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................15
3.2 Saran .............................................15
DAFTAR PUSTAKA..................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Psikologi Klinis ialah salah satu bidang psikologi terapan selain Psikologi
Pendidikan, Psikologi Industri, dan lain-lain. Psikologi Klinis menggunakan konsep-
konsep Psikologi Abnormal, Psikologi Perkembangan, Psikopatologi dan Psikologi
Kepribadian, serta prinsip-prinsip dalam asesmen dan intervensi, untuk dapat
memahami dan memberi bantuan bagi mereka yang mengalami masalah-masalah
psikologis, gangguan penyesuaian diri dan tingkah laku abnormal.

Asesmen klinis merupakan proses yang digunakan psikolog klinis untuk


mengamatidan mengevaluasi masalah sosial dan psikologis klien, baik menyangkut
keterbatasan maupun kapabilitasnya. Sebagai prasyarat bagi terapi, asesmen klinis
menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan kunci, seperti menyangkut
kelemahan dan akibat-akibatnya, defisiensi dan gangguan apa yang terjadi pada
pemungfisian klien atau lingkungan sosialnyauntuk mengelola masalah dan atau
mengembangkan kecenderungan positifnya, sertaintervensi apa yang terbaik digunakan
untuk dapat memenuhi kebutuhan klien.

Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam hal-hal
mengenai asesmen klinis.

1.2 Rumusan Masalah


2. Apa yang dimaksud dengan asesmen klinis?
3. Apa saja tahapan-tahapan yang dilakukan dalam asesmen klinis?
4. Apa saja tujuan dari asesmen klinis?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi asesmen kinis?
1.3 Tujuan
2. Menjelaskan pengertian asesmen klinis.
3. Menjelaskan tahapan-tahapan dalam asesmen klinis.
4. Menjelaskan tujuan dari asesmen klinis.
5. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi asesmen klinis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asesmen Klinis

Asesmen dalam psikologi klinis ialah mengumpulkan informasi untuk digunakan


sebagai dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh penilai. Tugas
asesmen mungkin mendahului perlakuan awal atau mungkin berlangsung selama terapi.
Pandangan teoretis terapis yang berbeda dalam menilai dan mengevaluasi klien dari
jalan yang berbeda. Penilaian dapat melibatkan penyediaan "kerangka kerja normatif" di
mana terapis dapat membandingkan masalah pasien dengan orang lain, atau mungkin
lebih "idiografis", dengan terapis berusaha untuk memahami pasien mengenai
persyaratannya sendiri melalui wawancara, pengamatan , dan informasi dari orang lain
seperti pasangan.

Asesmen menurut (Kramer, Beinsten dan Phares, 2010), asesmen adalah


mengumpulkan dan menyimpulkan informasi untuk mencapai sebuah penilaian
(judgment).Hampir setiap orang terlibat dalam beberapa tipe asesmen dalam suatu
waktu. Contohnya, apakah kita sadari atau tidak, kita mengumpulkan, memperoses, dan
menginterpretasikan informasi tentang latar, sikap, tingkah laku, dan karakteristik dari
orang yang kita jumpai. Lalu, berdasarkan pengalaman kita, harapan, potret
sosiobudaya, kita membentuk impresi dalam memandu keputusan untuk mendekati
seseorang dan menghindari yang lain.

Penilaian psikologis dapat memberikan jalan pintas dan, terkadang, jalan yang
jelas untuk membuka peluang bagi klien. Penilaian psikologis melalui penggunaan tes
objektif dapat berupa opini "luar" tentang ketidakmampuan kepribadian dan perilaku
simtomatik. Bila informasi berbasis kepribadian dibagikan dengan klien, kemajuan
perubahan yang luar biasa sering dimulai. Informasi deskriptif dan prediktif yang
diperoleh melalui tindakan psikologis seperti MMPI-2 dan BTPI dapat memberi kedua
terapis dan pasien tersebut dengan petunjuk yang tak ternilai tentang sifat dan sumber
masalah. Selain itu, informasi semacam itu mungkin akan mewaspadai bidang "tambang
rawan psikologis" yang berbahaya yang dapat mengganggu kemajuan dan juga
mengungkapkan area potensi pertumbuhan.

2.2 Tahapan Asesment Psikologi Klinis

Asesmen klinis memiliki berbagai metode (Tallent,1992), tapi semuanya secara


umum asesmen klinis sebagai proses mengumpulkan informasi untuk memecahkan
suatu masalah. Semua metode tersebut agar berjalan dengan efektif harus tersusun
secara sistematik dan logis dan didorong oleh sebuah tujuan. Sebagian besar asesmen
mengikuti urutan umum sebagai berikut:

1. Menerima dan mengklarifikasi referral question


Dua pertanyaan yang berhubungan harus dijawab sebelum asesmen klinis bisa
dimulai (McReynolds,1975). Apa yang ingin kita tahu, dan bagaimana cara terbaik
untuk menemukannya? Jawaban untuk pertanyaan pertama apa yangapa yang ingin
kita tahu?tergantung siapa yang meminta asesmen dan untuk apa tujuannya.
Seseorang atau agensi yang meminta asesmen psikologis disebut dengan referral source
dan pertanyaan atau masalah yang diajukan dalam asesmen disebut dengan referral
question.

Referral question sangat penting karena pertanyaan ini membentuk pilihan dari
para ahli klinis terhadap instrumen asesmen, interpretasi hasil, dan komunikasi dari
hasil tersebut (Shum,OGormon, & Myors, 2006). Ahli klinis harus mengerti konteks
referral question dan harus sering membantu referral source agar sesuai dengan tujuan
asesmen (Groth Marnat,2003). Dalam melakukan hal tersebut, ahli klinis mungkin
butuh untuk menjelaskan klien tentang apa yang bisa dan tidak bisa dibuka dalam
asesmen psikologi. Ahli klinis juga harus menjelaskan mereka tentang batasan praktis
dan etis dalam melakukan asesmen.
Referral question langkah pertama dalam membentuk tujuan utama asesmen dan
semakin jelas tujuannya, semakin baik kesempatan ahli klinis dalam mencapai utama
tersebut.

2. Merencanakan prosedur pengumpulan data


Jawaban dari pertanyaan keduabagaimana cara terbaik untuk menemukan apa
yang ingin kita tahu?datang setelah referal question dan peran ahli klinis sudah
didapatkan. Dengan tujuan yang jelas di dalam pikiran, ahli klinis bisa mulai
merencanakan metode perencanaan untuk mengumpulkan data.

Ada empat sumber utama data asesmen: wawancara, observasi tingkah laku, tes
psikologi, data historis. Banyak yang bisa diambil dalam keempat sumber tersebut.

Meskipun faktor paling penting dalam memilih instrumen asesmen adalah referral
question faktor yang lain juga mempengaruhi proses pemilihan instrumen. Salah
satunya adalah kualitas dari prosedur atau alat asesmen yang digunakan.Mungkin para
ahli klinis lebih baik menggunakan metode asesmen yang properti psikologinya yang
lebih tinggi tetapi mereka mungkin tidak memilih metode tersebut. sebagai contoh jika
satu tes memiliki reabilitas yang lebih rendah dari tes yang lain, tapi menyediakan
informasi yang lebih sesuai dengan referral questions, ahli klinis mungkin memilih alat
tes yang realibilitasnya yang lebih rendah tersebut namun lebih relevan terhadap
asesmen yang dilakukan.

Ahli klinis harus mempertimbangkan juga karakteristik dari klien tersebut ketika
menentukan instrumen asesmen yang cocok terhadap masinhg-masing klien dalam hal
misalnya level membaca mereka, lama mereka membaca dan kesukaan mereka seperti
apa. Selain itu ahli klinis juga menjelaskan kepada klien prosedur dan tujuan dari
asesmen dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh klien.
Untuk merencanakan asesmen ahli klinis harus berfikir luas dan
mempertimbangkan alat istrumen yang dipakai terhadap konteks, waktu, dan kegunaan
terhadap klien dan sumber referal lainnya (Groth-Marnat,2003; Matarazzo,1990).

3. Mengambil data assesmen


Ketika referral question sudah didapatkan, metode asesmen telah dipilih dan kerja
sama dengan klien telah diamankan tahap pengambilan data sudah dapat dimulai.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ahli psikolog klinis mengambil data asesmen
dari empat sumber utama yaitu wawancara, observasi tingkah laku, tes, dan catatan
historis..

Ahli klinis jarang tergantung hanya terhadap satu sumber data saja.Karena mereka
mencoba menciptakan gambaran utuh dari klien.Oleh karena itu mereka menggunakan
berbagai macam data asesmen untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai
klien.Misalnya, catatan rumah sakit menunjukkan bahwa klien berada disana selama 30
hari atau mengambil data self report kline selama dua hari. Tentu saja, gambaran penuh
tentang masalah klien jarang terlihat jelas sampai berbagai sumber assesmen
dikumpulkan.

Keuntungan lain dalam menggunakan berbagai macam sumber asesmen muncul


ketika ahli klinis mengevaluasi efek dari treatmen yang diberikan. Ahli klinis secara
umum mencari informasi tentang klien dalam kategori yang sesuai dengan tujuan
asesmen.

4. Memproses data dan membentuk kesimpulan


Setelah data asesmen dikumpulkan, ahli klinis harus mengartikan data-data
tersebut agar informasi dapat berguna dalam meraih tujuan asesmen.Data tersebut harus
diubah dari bentuk mentah kedalam interpretasi dan kesimpulan yang ditujukan kepada
referral question.Tahap ini merupakan tahap yang sulit karena dibutuhkan ketelitian
untuk mengubah data yang diketahui menjadi asumsi yang benar berdasarkan data
tersebut. Oleh sebab itu proses ini sangat rentan untuk memberikan eror dalam proses
asesmen secara keseluruhan.
Memproses data asesmen juga sulit karena informasi dari berbagai sumber harus
diintegrasikan, sayangnya sangat sedikit panduan empiris mengenai berbagai cara
terbaik untuk mengkombinasikan data wawancara, observasi, tes, dan sumber lainnya
untuk meraih kesimpulan yang terintegrasi. Jadi dalam membentuk kesimpulan mereka,
ahli klinis harus bergantung kepada clinical judgment.

5. Mengkomunikasikan hasil asesmen


Tahap terakhir dari proses asesmen adalah membuat presentasi dari hasil asesmen
yang disebut dengan asesmen report. Agar hasilnya bagus, asesmen report harus ditulis
dengan jelas dan terkait dengan tujuan asesmen yang harus dipakai.

Jika tujuan tersebut adalah untuk mengklarifikasikan perilaku klien kedalam


kategori diagnostik, informasi terkait dengan klasifikasi diagnostik harus ditonjolkan di
dalam report tersebut.jika asesmen ditujukan dalam menentukan kemungkinan kerja
sama klien dalam psikoterapi laporannya harus berfokus pada topik tersebut.

2.3 Tujuan Asesment Psikologi Klinis

Penilaian psikologis dilakukan sebagai sarana untuk mendapatkan informasi yang


akan membantu klien dalam terapi. Manfaat penilaian preterapi adalah tes psikologis
yang dapat diberikan informasi tentang motivasi, ketakutan, sikap, gaya defensif, dan
gejala dimana klien mungkin tidak sadar. Hasil tes psikologis dapat memberikan klien
dan terapis dengan kerangka kerja normatif Masalah seperti itu bisa dilihat. Semua klien
perlu dievaluasi, dipahami, dan terkadang dihadapkan pada informasi di luar kesadaran
pribadi mereka. Mereka butuh untuk mengetahui seberapa parah masalah mereka
dibandingkan dengan orang lain. Pasien mencari dan pantas mendapatkan umpan balik
pribadi dari para terapis mereka sifat dan tingkat masalah mereka.

Secara umum, tujuan dari asesmen klinis adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi Diagnostik
Ketika dulu psikolog klinis mulai bekerja dengan klien dewasa dalam masa
perang dunia 1 dan setelahnya, mereka bekerja dibawah pengaruh anggota medis
terutama psikiater. Hasilnya mereka sering dipengaruhi untuk melakukan asesmen klinis
untuk tujuan diagnosa gangguan mental pada pasien psikiatri, proses yang disebut
dengan klasifikasi diagnostik psikodiagnostik, diferensial diagnosis atau diagnostik
labeling. Masa sekarang, klasifikasi diagnostik tetap menjadi bagian penting dalam
penelitian dan praktek klinis terutama bagi ahli klinis yang bekerja pada psikiater atau
seting medis lainnya.
Psikodiagnosis yang akurat penting untuk beberapa alasan. Pertama keputusan
treatmen sering tergantung terhadap apa yang diketahui salah pada klien (Vermande,
Vanden Bercken, & De Bruyn,1996). Kedua, penelitian terhadap penyebab psikologikal
disorder memerlukan identifikasi reliabel dan validitas tentang gangguan tertentu dan
pembedaan yang akurat terhadap satu gangguan dan gangguan lainnya. Terakhir
klasifikasi membuat ahli klinis mengkomunikasikan tentang suatu gangguan terhadap
ahli klinis lain dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti.
2. Deskripsi
Klasifikasi diagnosa bukan merupakan satu-satunya tujuan assessment atau
pengukuran.Praktisi kesehatan juga ingin mengetahui lebih banyak tentang akibat, dan
proposal diagnosa alternatif yang dinaungi dalam pengukuran deskriptif yang dinilai
lebih penting daripada klasifikasi diagnostik.Pengukuran deskriptif setiap pendekatan
psikologi berbeda-beda.

Misalnya pengukuran terapis cognitive-behavioral yang fokus dalam menguraikan


faktor-faktor seperti kondisi kesalahan yang dahulu telah mendahului, dorongan dan
hambatan lingkungan, dan sumber lain seperti pemberian hadiah akan berbeda dengan
pengukuran terapis psikodinamikan yang fokus untuk megukur kekuatan dan kelemahan
ego, fungsi kognitif, mekanisme pertahanan, kualitas keluarga dan hubungan lainnya,
dan karakteristik dari orang itu sendiri.

Pengukuran yang berorientasi deskriptif membuat praktisi kesehatan lebih mudah


untuk memperhatikan klien dan fungsi adaptifnya.Pengukuran deskriptif juga dapat
meningkatkan pengukuran untuk penelitian klinis. Contohnya nilai dari penggunaan 2
treatment bagi penderita depresi, pengukuran yang menggunakan deskripsi perilaku
subjek akan lebih bagus daripada menggunakan diagnosa label.
3. Perencanaan Terapi
Diagnostik dan deskriptif penilaian dapat digunakan untuk merencanakan
perawatan. Dalam model yang paling sederhana, diagnosis (contoh depresi)
menyebabkan pilihan pengobatan (misalnya perilaku psikoterapi kognitif), sama seperti
penyakit medis yang diberikan (radang tenggorokan) mungkin mengarah pada
pengobatan pilihan (antibiotik). Mengidentifikasi ideal hubungan antara diagnosa dan
psikoterapi metode telah menjadi tujuan utama dari gerakan perawatan secara empiris.

Sementara upaya untuk mencocokkan perawatan khusus tertentu dengan diagnosis


spesifik telah pasti meningkat dasar empiris psikoterapi. Dalam diskusi sebelumnya
mengenai diagnosis menyiratkan, gejala gangguan tumpang tindih, dan penyakit
penyerta lainnya yang umum, menunjukkan bahwa setidaknya beberapa kategori
diagnostik yang tidak diskrit entitas. Sulit untuk berdebat bahwa perawatan khusus
untuk pekerjaan tertentu mendiagnosis jika diagnosis diri tidak jelas.Lebih lanjut,
penelitian yang luas tentang efektivitas psikoterapi menunjukkan bahwa perawatan pada
umumnya memiliki efek yang tumpang tindih, beberapa di antaranya memiliki lebih
berkaitan dengan karakteristik orang terlibat daripada dengan gangguan yang
diterapkan.Karena masalah ini, dokter telah berusaha untuk memasukkan faktor-faktor
lain ke dalam penilaian terkait dengan pengobatan mereka. Kuncinya adalah untuk
mengidentifikasi faktor-faktor selain diagnosis dan "merek" psikoterapi, terbaik
memprediksi bagaimana intervensi akan bekerja.

4. Prediksi
Tujuan akhir dari penilaian klinis adalah untuk membuat prediksi tentang perilaku
manusia. Prediksi semacam itu mungkin termasuk prognosis (Deskripsi tentang
bagaimana gejala gangguan mungkin berubah dengan atau tanpa perawatan), kinerja
masa depan (deskripsi bagaimana seseorang akan melakukan pekerjaan tertentu atau
situasi) atau mencari bahaya (Deskripsi kemungkinan seseorang bersikap keras terhadap
diri orang lain). Dalam salah satu prediksi ini, dokter harus berlaku (berbasis
pengalaman) informasi tentang hubungan antara karakteristik yang diungkapkan oleh
penilaian dan perilaku yang diprediksi.Tanpa itu, prediksi adalah menebak.
Prognosis, harus sering, prognosis merujuk kepada ramalan tentang hasil
pengobatan, tetapi dapat juga merujuk lebih umum prediksi tentang perubahan dalam
gejala tanpa pengobatan dengan keadaan tertentu.

Informasi yang luas mengenai prognosis yang sudah terkandung dalam DSM telah
mendiagnosis. Termasuk dengan banyak gangguan bahwa teks adalah hasil dari studi
jangka panjang menggambarkan kursus gangguan serta informasi lainnya yang terkait
dengan onset yang khas, chronicity, populasi yang paling beresiko, dan sejenisnya.
Sedangkan DSM tidak memberikan pernyataan prognostik spesifik, hal ini tidak sulit
untuk dokter (atau mahasiswa) untuk mengenali dan beberapa gangguan kemudian akan
melemahkan lebih daripada yang lain, lebih kronis dari rentan terhadap kambuh, atau
lebih responsif terhadap situasi kehidupan yang positif atau negatif tertentu.

Memprediksi masa depan kinerja, Klinisi kadang-kadang diminta oleh bisnis,


instansi pemerintah, polisi dan militer untuk membantu mereka memilih orang-orang
yang paling mungkin untuk tampil baik di pekerjaan tertentu. Dalam kasus tersebut,
klinisi harus cermat mengumpulkan atau memeriksa hasil penilaian deskriptif untuk
menyediakan data yang berdasarkan prediksi dan pilihan.Langkah ini sangat penting
dan sering kurang dihargai oleh orang-orang yang percaya psikolog harus mampu
membuat prediksi dalam setiap domain hanya melihat pelatihan psikologis umum.
Untuk mengetahui bagaimana seseorang akan melakukan pekerjaan tertentu atau situasi,
psikolog harus memiliki bukti empiris yang karakteristiknya dapat dipercaya
memperkirakan suatu petunju, itu berarti bahwa untuk setiap pekerjaan atau domain,
psikolog harus melakukan pekerjaan rumah mereka; mereka tidak dapat mengandalkan
asumsi atau penilaian klinis mereka secara umum. Sebuah contoh klasik dari bagaimana
deskriptif dan prediktif penilaian dapat tumpang tindih disediakan oleh Henry Murray
pada tes khusus, wawancara dan observasi untuk memilih prajurit yang akan menjadi
mata-mata yang paling sukses, pengkhianat dan lainnya di belakang-musuh-baris
koperasi selama Perang Dunia II. Murrays penilaian program ini begitu komprehensif
yang mengambil beberapa hari untuk menyelesaikan dan diukur segala sesuatu dari
kecerdasan untuk kemampuan pada perencanaan pembunuhan.
Memprediksi gejala yang berbahaya.Penilaian klinis tujuan mencakup klasifikasi
diagnostik, deskripsi, perencanaan pengobatan dan evaluasi, dan prediksi.Diagnosa di
saat ini berdasarkan DSM-IV-TR, revisi pemikiran sistem diagnostik alternatif DSM
sedang dipertimbangkan untuk memperbaiki kelemahan sistem yang dirasakan saat
ini.Deskripsi melibatkan karakterisasi klien lebih lengkap daripada yang biasanya
tersedia dari klasifikasi diagnostik.Diagnosis dan deskripsi dapat digunakan untuk
membantu rencana perawatan. Penilaian juga dapat digunakan untuk mengukur
efektivitas pengobatan dan untuk menunjukkan itu kepada orang lain. Akhirnya, klinisi
kadang-kadang diminta untuk membuat prediksi tentang masa depan perilaku, termasuk
klien mencari bahaya, sering tugas yang sulit.

2.4 Faktor yang mempengaruhi asesment psikologi klinis

Kurangnya instrumen yang dikembangkan secara matang, andal dan valid untuk
menilai kekhawatiran dan faktor psikologis terkait pada anak-anak dan remaja mungkin
merupakan kendala paling serius dalam pemahaman kita tentang kecemasan masa kecil.
Lebih banyak instrumen sangat dibutuhkan. Namun, tugas kompleks ini mengharuskan
peneliti untuk mempertimbangkan tidak hanya masalah konseptual yang terlibat dalam
mengukur kekhawatiran dan faktor terkait, namun masalah perkembangan yang dibawa
oleh peserta muda. Perpanjangan instrumen mungkin diperlukan untuk menilai anak-
anak yang lebih muda dan lebih tua. Selain itu, sifat asesmen perlu dimasukkan ke
dalam akun, karena nampaknya cara anak ditanya tentang kekhawatiran mereka
berdampak pada apa yang dilaporkan (Henker et al., dalam Davey).

Faktor lain yang mempengaruhi asesmen adalah sebagai berikut:

1. Segi Psikometri dari Instrumen Penilaian

a. Reliabilitas

Temporal stability
Menunjukkan test-retest reliability, dimana tes yang sama diselenggarakan pada
suatu waktu berbeda, kemudian hasil keduanya dikorelasikan. Korelasi ini menunjukkan
konsistensi dari tes tersebut dalam suatu tenggang waktu.
Interscorer reliability
Melibatkan suatu evaluasi terhadap kemampuan dari dua atau lebih scorer untuk
mencapai kesepakatan dalam skoring atau rating mereka. Reliabilitas ini dapat
dipengaruhi kelemahan dalam usaha mendefinisikan skoring atau kategori observasi,
latihan yang inadekuat dari scorer atau observasi, serta tidak kompeten atau tidak
termotivasinya scorerobserver.

Internal concicterncy
Internal consistency dapat ditetapkan melalui interkorelasi item-item dengan
menggunakan spilt-half corelation. Namun penggunaan teknik ini tergantung pada
variabel apa yang diukur.

Validitas
Content validity
Menunjuk pada representative sample dari variabel psikologis yang
ingin diukur. Jika suatu alat dikatakan untuk mengukur anxiety, maka harus diketahui
dulu apakah alat tersebut meliputi content yang berkaitan dengan anxiety.

Criterion-related validity
Jika seseorang clinician ingin menggunakan suatu skor tes untuk menempatkan
individu dalam variabel tertentu maka hal itu disebut sebagai criterion, dan tes itu harus
memiliki criterion-relate validity, terdapat dua tipe yaitu predictive validity dan
concurrent validity.

a. Standarisasi
Tes dikatakan sudah distandarisasi apabila tes tersebut sudah diujikan kepada
populasi yang besar dan skor sudah dianalisis.
b. Bandwidth-fidelity issues
Terlalu luasnya penggunaan alat penilaian disebut dengan bandwidth dan
kedalaman dari suatu alat penilaian disebut dengan fidelity. Jadi, psikolog klinis harus
mencari strategi penilaian den alat pengukuran yang menghasilkan keseimbangan yang
optimum antara bandwidth dan fidelity.

1. Konteks Penilaian
Pilihan yang dibuat oleh psikolog klinis tidak hanya dipengaruhi oleh tujuan dari
penilaian, kualitas dari instrument, dan waktu dan sumber daya yang tersedia tetapi juga
dipengaruhi oleh konteks dan setting penilaian tersebut.

2. Pengalaman Psikolog Klinis dan Orientasi Teoritis


Psikolog klinis cenderung untuk menggunakan atau menghindari
beberapa metode penilaian tertentu karena metode tersebut dikembangkan atau dikritisi
oleh fakultas tempat mereka detraining.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asesmen menurut (Kramer, Beinsten dan Phares, 2010), asesmen adalah
mengumpulkan dan menyimpulkan informasi untuk mencapai sebuah penilaian
(judgment). Adapun tahapan-tahapan dalam asesmen yaitu : menerima dan
mengklarifikasi referral question, merencanakan prosedur pengumpulan
data,mengambil data assesmen,memproses data dan membentuk kesimpulan
,mengkomunikasikan hasil asesmen. Adapun tujuan dalam asesmen klinis ialah untuk
klasifikasi diagnostik, deskripsi, perencanaan terapi, dan prediksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi asesmen klinis ialah reliabilitas, validitas, standarisasi, bandwidth-
fidelity issue, konteks penilaian, pengalaman psikolog.

3.2 Saran

Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini,


untuk penulis selanjutnya yang ingin membahas hal yang sama, sangat disarankan agar
menggunakan lebih banyak referensi dan menambahkan dengan jurnal-jurnal penelitian.
Daftar Pustaka

Bucter, James N and Julia N Perry. 2008. Personality Assessment in Treatment


Planning. New York : Oxford University Press.

Davey, Graham C.L. and Adrian wells. 2006. Worry and Its Psychological Disorders.
UK: University of Manchester,

Kramer, Geoffrey P., Douglas A. Bernstein, Vicky Phares. (2010). Introduction to


Clinical Psychology Seventh Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Markam, Suprapti Slamet I.S. Sumarno. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).

Anda mungkin juga menyukai