Kelompok 1
Restiva : 1510321033
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Klinis ini sesuai
dengan batas waktu yang telah ditentukan. Penulis juga mengirimkan shalawat dan
salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh sahabatnya.
Makalah ini hadir untuk memenuhi tugas Psikologi Klinis. Selain itu, penulis juga
berharap makalah ini bisa menambah ilmu dan pengetahuan pembacanya. Banyak pihak
yang terlibat dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca sekalian. Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang..................................................................................4
1.2. Rumusan masalah.............................4
1.3. Tujuan penulisan...................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian asesmen klinis.................................................................5
2.2 Tahapan-tahapan asesmen klinis....................... 6
2.3 Tujuan asesmen klinis......................................................9
2.4 Faktor yang mempengaruhi asesmen klinis...............13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................15
3.2 Saran .............................................15
DAFTAR PUSTAKA..................16
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam hal-hal
mengenai asesmen klinis.
PEMBAHASAN
Penilaian psikologis dapat memberikan jalan pintas dan, terkadang, jalan yang
jelas untuk membuka peluang bagi klien. Penilaian psikologis melalui penggunaan tes
objektif dapat berupa opini "luar" tentang ketidakmampuan kepribadian dan perilaku
simtomatik. Bila informasi berbasis kepribadian dibagikan dengan klien, kemajuan
perubahan yang luar biasa sering dimulai. Informasi deskriptif dan prediktif yang
diperoleh melalui tindakan psikologis seperti MMPI-2 dan BTPI dapat memberi kedua
terapis dan pasien tersebut dengan petunjuk yang tak ternilai tentang sifat dan sumber
masalah. Selain itu, informasi semacam itu mungkin akan mewaspadai bidang "tambang
rawan psikologis" yang berbahaya yang dapat mengganggu kemajuan dan juga
mengungkapkan area potensi pertumbuhan.
Referral question sangat penting karena pertanyaan ini membentuk pilihan dari
para ahli klinis terhadap instrumen asesmen, interpretasi hasil, dan komunikasi dari
hasil tersebut (Shum,OGormon, & Myors, 2006). Ahli klinis harus mengerti konteks
referral question dan harus sering membantu referral source agar sesuai dengan tujuan
asesmen (Groth Marnat,2003). Dalam melakukan hal tersebut, ahli klinis mungkin
butuh untuk menjelaskan klien tentang apa yang bisa dan tidak bisa dibuka dalam
asesmen psikologi. Ahli klinis juga harus menjelaskan mereka tentang batasan praktis
dan etis dalam melakukan asesmen.
Referral question langkah pertama dalam membentuk tujuan utama asesmen dan
semakin jelas tujuannya, semakin baik kesempatan ahli klinis dalam mencapai utama
tersebut.
Ada empat sumber utama data asesmen: wawancara, observasi tingkah laku, tes
psikologi, data historis. Banyak yang bisa diambil dalam keempat sumber tersebut.
Meskipun faktor paling penting dalam memilih instrumen asesmen adalah referral
question faktor yang lain juga mempengaruhi proses pemilihan instrumen. Salah
satunya adalah kualitas dari prosedur atau alat asesmen yang digunakan.Mungkin para
ahli klinis lebih baik menggunakan metode asesmen yang properti psikologinya yang
lebih tinggi tetapi mereka mungkin tidak memilih metode tersebut. sebagai contoh jika
satu tes memiliki reabilitas yang lebih rendah dari tes yang lain, tapi menyediakan
informasi yang lebih sesuai dengan referral questions, ahli klinis mungkin memilih alat
tes yang realibilitasnya yang lebih rendah tersebut namun lebih relevan terhadap
asesmen yang dilakukan.
Ahli klinis harus mempertimbangkan juga karakteristik dari klien tersebut ketika
menentukan instrumen asesmen yang cocok terhadap masinhg-masing klien dalam hal
misalnya level membaca mereka, lama mereka membaca dan kesukaan mereka seperti
apa. Selain itu ahli klinis juga menjelaskan kepada klien prosedur dan tujuan dari
asesmen dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh klien.
Untuk merencanakan asesmen ahli klinis harus berfikir luas dan
mempertimbangkan alat istrumen yang dipakai terhadap konteks, waktu, dan kegunaan
terhadap klien dan sumber referal lainnya (Groth-Marnat,2003; Matarazzo,1990).
Ahli klinis jarang tergantung hanya terhadap satu sumber data saja.Karena mereka
mencoba menciptakan gambaran utuh dari klien.Oleh karena itu mereka menggunakan
berbagai macam data asesmen untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai
klien.Misalnya, catatan rumah sakit menunjukkan bahwa klien berada disana selama 30
hari atau mengambil data self report kline selama dua hari. Tentu saja, gambaran penuh
tentang masalah klien jarang terlihat jelas sampai berbagai sumber assesmen
dikumpulkan.
1. Klasifikasi Diagnostik
Ketika dulu psikolog klinis mulai bekerja dengan klien dewasa dalam masa
perang dunia 1 dan setelahnya, mereka bekerja dibawah pengaruh anggota medis
terutama psikiater. Hasilnya mereka sering dipengaruhi untuk melakukan asesmen klinis
untuk tujuan diagnosa gangguan mental pada pasien psikiatri, proses yang disebut
dengan klasifikasi diagnostik psikodiagnostik, diferensial diagnosis atau diagnostik
labeling. Masa sekarang, klasifikasi diagnostik tetap menjadi bagian penting dalam
penelitian dan praktek klinis terutama bagi ahli klinis yang bekerja pada psikiater atau
seting medis lainnya.
Psikodiagnosis yang akurat penting untuk beberapa alasan. Pertama keputusan
treatmen sering tergantung terhadap apa yang diketahui salah pada klien (Vermande,
Vanden Bercken, & De Bruyn,1996). Kedua, penelitian terhadap penyebab psikologikal
disorder memerlukan identifikasi reliabel dan validitas tentang gangguan tertentu dan
pembedaan yang akurat terhadap satu gangguan dan gangguan lainnya. Terakhir
klasifikasi membuat ahli klinis mengkomunikasikan tentang suatu gangguan terhadap
ahli klinis lain dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti.
2. Deskripsi
Klasifikasi diagnosa bukan merupakan satu-satunya tujuan assessment atau
pengukuran.Praktisi kesehatan juga ingin mengetahui lebih banyak tentang akibat, dan
proposal diagnosa alternatif yang dinaungi dalam pengukuran deskriptif yang dinilai
lebih penting daripada klasifikasi diagnostik.Pengukuran deskriptif setiap pendekatan
psikologi berbeda-beda.
4. Prediksi
Tujuan akhir dari penilaian klinis adalah untuk membuat prediksi tentang perilaku
manusia. Prediksi semacam itu mungkin termasuk prognosis (Deskripsi tentang
bagaimana gejala gangguan mungkin berubah dengan atau tanpa perawatan), kinerja
masa depan (deskripsi bagaimana seseorang akan melakukan pekerjaan tertentu atau
situasi) atau mencari bahaya (Deskripsi kemungkinan seseorang bersikap keras terhadap
diri orang lain). Dalam salah satu prediksi ini, dokter harus berlaku (berbasis
pengalaman) informasi tentang hubungan antara karakteristik yang diungkapkan oleh
penilaian dan perilaku yang diprediksi.Tanpa itu, prediksi adalah menebak.
Prognosis, harus sering, prognosis merujuk kepada ramalan tentang hasil
pengobatan, tetapi dapat juga merujuk lebih umum prediksi tentang perubahan dalam
gejala tanpa pengobatan dengan keadaan tertentu.
Informasi yang luas mengenai prognosis yang sudah terkandung dalam DSM telah
mendiagnosis. Termasuk dengan banyak gangguan bahwa teks adalah hasil dari studi
jangka panjang menggambarkan kursus gangguan serta informasi lainnya yang terkait
dengan onset yang khas, chronicity, populasi yang paling beresiko, dan sejenisnya.
Sedangkan DSM tidak memberikan pernyataan prognostik spesifik, hal ini tidak sulit
untuk dokter (atau mahasiswa) untuk mengenali dan beberapa gangguan kemudian akan
melemahkan lebih daripada yang lain, lebih kronis dari rentan terhadap kambuh, atau
lebih responsif terhadap situasi kehidupan yang positif atau negatif tertentu.
Kurangnya instrumen yang dikembangkan secara matang, andal dan valid untuk
menilai kekhawatiran dan faktor psikologis terkait pada anak-anak dan remaja mungkin
merupakan kendala paling serius dalam pemahaman kita tentang kecemasan masa kecil.
Lebih banyak instrumen sangat dibutuhkan. Namun, tugas kompleks ini mengharuskan
peneliti untuk mempertimbangkan tidak hanya masalah konseptual yang terlibat dalam
mengukur kekhawatiran dan faktor terkait, namun masalah perkembangan yang dibawa
oleh peserta muda. Perpanjangan instrumen mungkin diperlukan untuk menilai anak-
anak yang lebih muda dan lebih tua. Selain itu, sifat asesmen perlu dimasukkan ke
dalam akun, karena nampaknya cara anak ditanya tentang kekhawatiran mereka
berdampak pada apa yang dilaporkan (Henker et al., dalam Davey).
a. Reliabilitas
Temporal stability
Menunjukkan test-retest reliability, dimana tes yang sama diselenggarakan pada
suatu waktu berbeda, kemudian hasil keduanya dikorelasikan. Korelasi ini menunjukkan
konsistensi dari tes tersebut dalam suatu tenggang waktu.
Interscorer reliability
Melibatkan suatu evaluasi terhadap kemampuan dari dua atau lebih scorer untuk
mencapai kesepakatan dalam skoring atau rating mereka. Reliabilitas ini dapat
dipengaruhi kelemahan dalam usaha mendefinisikan skoring atau kategori observasi,
latihan yang inadekuat dari scorer atau observasi, serta tidak kompeten atau tidak
termotivasinya scorerobserver.
Internal concicterncy
Internal consistency dapat ditetapkan melalui interkorelasi item-item dengan
menggunakan spilt-half corelation. Namun penggunaan teknik ini tergantung pada
variabel apa yang diukur.
Validitas
Content validity
Menunjuk pada representative sample dari variabel psikologis yang
ingin diukur. Jika suatu alat dikatakan untuk mengukur anxiety, maka harus diketahui
dulu apakah alat tersebut meliputi content yang berkaitan dengan anxiety.
Criterion-related validity
Jika seseorang clinician ingin menggunakan suatu skor tes untuk menempatkan
individu dalam variabel tertentu maka hal itu disebut sebagai criterion, dan tes itu harus
memiliki criterion-relate validity, terdapat dua tipe yaitu predictive validity dan
concurrent validity.
a. Standarisasi
Tes dikatakan sudah distandarisasi apabila tes tersebut sudah diujikan kepada
populasi yang besar dan skor sudah dianalisis.
b. Bandwidth-fidelity issues
Terlalu luasnya penggunaan alat penilaian disebut dengan bandwidth dan
kedalaman dari suatu alat penilaian disebut dengan fidelity. Jadi, psikolog klinis harus
mencari strategi penilaian den alat pengukuran yang menghasilkan keseimbangan yang
optimum antara bandwidth dan fidelity.
1. Konteks Penilaian
Pilihan yang dibuat oleh psikolog klinis tidak hanya dipengaruhi oleh tujuan dari
penilaian, kualitas dari instrument, dan waktu dan sumber daya yang tersedia tetapi juga
dipengaruhi oleh konteks dan setting penilaian tersebut.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asesmen menurut (Kramer, Beinsten dan Phares, 2010), asesmen adalah
mengumpulkan dan menyimpulkan informasi untuk mencapai sebuah penilaian
(judgment). Adapun tahapan-tahapan dalam asesmen yaitu : menerima dan
mengklarifikasi referral question, merencanakan prosedur pengumpulan
data,mengambil data assesmen,memproses data dan membentuk kesimpulan
,mengkomunikasikan hasil asesmen. Adapun tujuan dalam asesmen klinis ialah untuk
klasifikasi diagnostik, deskripsi, perencanaan terapi, dan prediksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi asesmen klinis ialah reliabilitas, validitas, standarisasi, bandwidth-
fidelity issue, konteks penilaian, pengalaman psikolog.
3.2 Saran
Davey, Graham C.L. and Adrian wells. 2006. Worry and Its Psychological Disorders.
UK: University of Manchester,
Markam, Suprapti Slamet I.S. Sumarno. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).