Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU MINUM-MINUMAN KERAS PADA REMAJA LAKI-LAKI

Oleh :

DEVINTHIA INDRAPRASTI MIRA ALIZA RACHMAWATI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU MINUM-MINUMAN KERAS PADA REMAJA LAKI-LAKI

Telah Disetujui Pada Tanggal

------------------------------------

Dosen Pembimbing Utama

(Mira Aliza Rachmawati, S.Psi.,M.Psi)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU MINUMMINUMAN KERAS PADA REMAJA LAKI-LAKI

Devinthia Indraprasti Mira Aliza Rachmawati

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki. Asumsi awal yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki, dimana semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku minum-minuman keras. Sebaliknya semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku minum-minuman keras Subjek dalam penelitian ini remaja yang berusia 13-21 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan pernah mengkonsumsi minuman keras minimal selama 3 bulan. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan metode skala yang terdiri dari dua skala yaitu (1) skala perilaku minum-minuman keras yang disusun berdasarkan teori Lavental dan Cleary (Nashori dan Indirawati, 2007), terdiri dari 42 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.314-0.859 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.958 dan (2) skala kontrol diri yang disusun berdasar teori Averill (Zulkarnain, 2002), terdiri dari 59 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.330-0.913 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.977. Metode analisis data yang digunakan adalah uji korelasi product moment. Perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 15.00 for windows. Hasilnya menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki (r = -0.279; p = 0.025, p < 0.05). Tingkat kontrol diri subjek memberikan sumbangan sebesar 7,8% (r = 0,078) terhadap perilaku minum-minuman keras. Kata kunci : Kontrol diri, Perilaku Minum-minuman Keras

PENGANTAR Persoalan kenakalan remaja di negara kita beberapa tahun belakangan ini telah memasuki titik kritis. Selain frekuensi dan intensitasnya terus meningkat, kenakalan remaja saat ini sudah mengarah pada perbuatan yang melanggar norma, hukum, dan agama. Masalah kenakalan remaja tumbuh, berkembang dan membawa akibat-akibat tersendiri sepanjang masa yang sulit untuk dicari ujung pangkalnya. Betapa sering kita sekarang ini dikejutkan oleh berita-berita kenakalan remaja melalui media massa, cetak maupun elektronik yang sudah kelewat batas. Banyak remaja yang memiliki kebiasaan buruk seperti merokok, minum-minuman keras, berjudi, berkelahi, membuat keonaran, merusak serta melakukan seks bebas dan mengkonsumsi narkoba. Indra (2000) mengemukakan bahwa salah satu bentuk kenakalan remaja adalah penyalahgunaan alkohol. Selanjutnya Hawari (Rauf, 2002) menyatakan bahwa mabuk-mabukan sebagai perilaku menyimpang yang merupakan gambaran dari kepribadian antisosial atau gangguan tingkah laku pada remaja. Sudjana (Indra, 2000) menemukan bahwa anggapan dan cara pandang remaja yang longgar tentang suatu bentuk kenakalan akan membuat mereka cenderung melakukan kenakalan tersebut. Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah

psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Pada masa remaja terdapat suatu periode strum und drang atau periode topan dan badai yaitu masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah (Widianti, 2007). Bagi remaja yang mampu mengatasi perubahan itu dengan baik berarti tidak ada masalah, tetapi bagi remaja yang kurang dapat beradaptasi dengan perubahan itu secara baik maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Perilaku minumminuman keras merupakan salah satu bentuk adaptasi yang menyimpang oleh remaja dalam menghadapi berbagai bentuk perubahan yang mereka alami. Holland dan Griffin (Clayton, 1994) menyatakan bahwa remaja cenderung mengkonsumsi alkohol lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Remaja lebih sering mengalami masalah-masalah lain yang berkaitan dengan perilaku minum-minuman kerasnya dibandingkan orang dewasa. Pada umumnya perilaku minum-minuman keras dilakukan oleh remaja laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Kaplan (1997) yang menyatakan bahwa lebih banyak laki-laki daripada wanita yang menggunakan alkohol, dan rasio diagnosis gangguan berhubungan dengan alkohol pada laki-laki dan wanita adalah 2 berbanding 1 atau 3 berbanding 1. Hasil penelitian Capuzzi (Furhrmann, 1990) menyatakan bahwa pria menggunakan alkohol lebih sering daripada wanita dan mempunyai peluang dua

kali lebih besar untuk menjadi peminum bermasalah. Hal tersebut dikarenakan wanita lebih mampu untuk melakukan coping daripada pria di dalam menghadapi masalah. Remaja laki-laki biasanya impulsif, emosional, sensitif terhadap kritik, kurang mampu memelihara hubungan personal, terlalu menekankan aspek maskulinitasnya dan suka menunjukkan keinginan bebas dan berkuasa. Perilaku minum-minuman keras merupakan salah satu strategi coping dari remaja laki-laki dalam merespon berbagai masalah yang menegangkan dan remaja merasa tidak mampu mengontrol dirinya untuk menyelesaikan dengan cara yang lebih baik. Menurut Dariyo (2002) perilaku minum-minuman keras disebabkan oleh faktor predisposisi yang menimbulkan gangguan kepribadian antisosial, kecerdasan dan depresi. Keluarga yang tidak utuh memungkinkan anak-anak mencari kepuasan di luar rumah. Pada usia remaja, individu lebih mementingkan pandangan teman sekelompoknya daripada orang tua. Alasan menggunakan alkohol karena solidaritas kelompok sering terjadi. Ketergantungan pada teman sebaya, interaksi sosial yang terjadi dalam kelompok serta persaingan antar teman bertujuan untuk mendapatkan status dan harga diri dalam kelompok sehingga mendorong remaja melakukan tindakan dan memperoleh pengalaman baru. Suatu penelitian mengenai konsumsi alkohol di kalangan pelajar didapatkan bahwa 50 persen dari pelajar pernah minum minuman keras, dan minuman favorit mereka adalah martini (29 persen), mansion house (20 persen) dan bir (14 persen). Sebagian besar alasan mereka mengkonsumsi minuman keras adalah untuk menenangkan pikiran (40 persen), disusul karena ikut-ikutan teman (25 persen) dan hanya untuk coba-coba (11 persen). Pada acara pesta-pesta

merupakan kesempatan yang paling banyak bagi pelajar untuk mengkonsumsi alkohol (26 persen), kemudian begadang malam (20 persen) dan waktu rekreasi (14 persen) (Bachtiar, 2000). Penelitian dari Hawari (Rauf, 2002) terhadap remaja menemukan bahwa penyalahgunaan zat adiktif (termasuk alkohol) dimulai pada saat remaja berusia 13 sampai 17 tahun yaitu sejumlah 97 persen. Dari sejumlah itu, 68 persen menggunakan zat ganda yaitu alkohol dan zat sedaktif. Sebesar 80 persen perolehan zat tersebut didapatkan dari temannya. Alasan menggunakan alkohol dan zat adiktif lainnya adalah 88 persen untuk menghilangkan kecemasan, ketakutan, kemurungan, dan susah tidur serta 36 persen untuk mendapat kesenangan serta kenikmatan. Akibat dari penyalahgunaan itu antara lain prestasi sekolah merosot 96 persen, hubungan keluarga memburuk 93 persen, perkelahian dan tindak kekerasan 65,3 persen dan kecelakaan lalu lintas 58,7 persen. Beberapa tindakan yang menunjukkan perilaku minum-minuman keras dilakukan oleh para remaja. Diberitakan bahwa sepuluh pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Yogyakarta, digrebek petugas Poltabes Yogyakarta ketika sedang pesta minuman keras. Barang bukti minuman keras berupa Topi miring, Vodka, dan Anggur merah (www.kr.co.id, 2007). Fakta lain menunjukkan bahwa warga Kelurahan Purutrejo, Kota Pasuruan, menggerebek tujuh remaja yang sedang asyik pesta minuman keras di salah satu rumah kost. Dari dalam rumah itu warga menemukan enam botol minuman keras (Kompas, 2008). Dampak negatif akibat mengonsumsi minum-minuman keras adalah para remaja menjadi lebih agresif dan mudah tersinggung. Sejumlah kasus

pemukulan dan tawuran yang melibatkan remaja, ketika diteliti ternyata berawal dari pengaruh minuman keras (Suara Merdeka, 2005). Diberitakan bahwa kasus perkosaan yang dilakukan sekelompok pelajar SLTP dan SLTA di wilayah Jawa Timur akibat pengaruh minuman keras (Kompas, 2004). Akibat lain dari pengaruh minuman keras adalah melemahnya fisik, daya fikir dan merosotnya moral yang cenderung melakukan perbuatan penyimpangan sosial dalam masyarakat (www.pkjmkko.pkjm-banyuwangi.com). Perilaku minum-minuman keras seperti yang telah dirilis media diatas menunjukkan kenakalan yang terjadi pada remaja. Remaja yang melakukan kenakalan itu, kurang memiliki kontrol diri atau justru menyalahgunakan kontrol diri tersebut dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain (Kartono, 2006). Remaja tidak sadar dan belum bisa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang dari perilaku minum-minuman keras. Untuk mengatasi keadaan tersebut, remaja membutuhkan suatu mekanisme yang dapat membantu mereka dalam mengatur dan mengarahkan perilakunya. Mekanisme yang dimaksud adalah kontrol diri. Goldfield dan Merbaum (Lazarus, 1976) mendefinisikan kemampuan mengontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah konsekuensi positif. Selanjutnya kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan bagaimana seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Mengendalikan emosi berarti mendekati situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah reaksi yang

berlebihan. Pendapat ini sesuai dengan konsep ilmiah yang lebih menekankan pengendalian emosi (Hurlock, 1990). Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka peneliti tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras.

TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Minum-minuman Keras 1. Pengertian Perilaku Perilaku menurut Chaplin (2005) memiliki beberapa arti yaitu (a) sebarang respon (reaksi, tanggapan,jawaban,balasan) yang dilakukan oleh organisme, (b) bagian dari satu kesatuan pola reaksi, (c) satu perbuatan atau aktivitas, (d) satu gerak atau kompleks gerak-gerak. Morgan (1987) mengartikan perilaku sebagai segala sesuatu yang dilakukan individu dan dapat diobservasi dengan berbagai cara baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan melihat bagaimana orang berperilaku maka dapat diketahui kondisi mental dan proses internal yang tersembunyi. Melalui pengukuran perilaku maka perasaan, sikap, kepercayaan, dan intensi seseorang dapat diungkap. Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas konkrit yang berhubungan dengan pemikiran, perasaan dan tindakan individu yang dapat diamati baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Pengertian Minuman Keras Menurut Wresniwiro,dkk (1999) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.: 86/Men.Kes/Per/IV/77, yang dimaksud dengan minuman keras adalah semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat yang meliputi minuman keras golongan A, minuman keras golongan B dan minuman keras golongan C. Minuman keras golongan A adalah minuman keras dengan kadar ethanol dari 1% sampai 5%. Minuman keras golongan B adalah minuman keras dengan kadar ethanol lebih dari 5% sampai dengan 20%. Minuman keras golongan C adalah minuman keras dengan kadar ethanol lebih dari 20% sampai dengan 55%. Menurut Wresniwiro,dkk (1999) berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan alkohol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung ethanol. Tahapan mengenai perilaku minum-minuman keras dan obatobatan berbahaya dikemukakan oleh Furhmann (1990), yang membedakan menjadi tiga yaitu, (a) eksperimen, (b) kebiasaan, dan (c) ketergantungan.

Pada tahap eksperimen, biasanya seseorang menggunakan alkohol maupun obat-obatan hanya pada saat-saat tertentu dan umumnya digunakan bila seseorang berada di tengah-tengah kelompoknya. Toleransi terhadap obat-obatan maupun minuman keras pada tahap ini masih rendah. Tahap kebiasaan akan terjadi jika pada tahap eksperimen penggunaannya makin meningkat. Individu akan berusaha mencari teman sebaya yang juga menggunakan obat-obatan. Pada tahap ini sudah muncul gejala-gejala peningkatan toleransi untuk mendapatkan efek seperti yang didapatkan sebelumnya. Tahap ketergantungan terjadi jika keinginan untuk menggunakan secara teratur sudah makin meningkat. Muncul gangguan yang bersifat fisik maupun psikologis, seperti kehilangan kesadaran (blackout), berat badan menurun drastis, suka memberontak, melawan orang tua dan tidak mampu bekerja dengan baik. Kesimpulan yang dapat diajukan mengenai definisi perilaku minum-minuman keras adalah perilaku yang berupa pemikiran, perasaan dan tindakan individu yang dapat diamati baik secara langsung maupun tidak langsung meliputi pemakaian minum-minuman keras yang mengandung alkohol mulai dari tahap penggunaan yang ringan sampai berat. 3. Aspek-aspek Perilaku Minum-minuman Keras Perilaku minum-minuman keras dapat dianalogikan seperti perilaku merokok yang diungkapkan oleh Lavental dan Cleary (Nashori &

Indirawati, 2007). Perilaku minum-minuman keras dapat dilihat dari empat aspek perilaku yaitu : a. Fungsi minum-minuman keras. Individu yang menjadikan minumminuman keras sebagai penghibur bagi berbagai keperluan

menunjukkan bahwa minuman keras memiliki fungsi yang begitu penting. b. Tempat minum-minuman keras. Individu yang melakukan aktivitas minum-minuman keras dimana saja. c. Intensitas minum-minuman keras. Seseorang yang mengkonsumsi minum-minuman keras dengan jumlah yang sangat banyak

menunjukkan perilaku minum-minuman keras sangat tinggi. d. Waktu minum-minuman keras. Seseorang yang mengkonsumsi minum-minuman keras di segala waktu (pagi, siang, sore, dan malam) menunjukkan perilaku minum-minuman keras yang sangat tinggi. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Minum-Minuman Keras Hawari (Rauf, 2002) menyatakan bahwa dari segi klinis maka penyebab penyalahgunaan alkohol adalah (a) faktor predisposisi atau internal individu yang bersangkutan yaitu depresi, kecemasan, ketakutan dan ketidakberdayaan (b) faktor kontribusi atau eksternal, yaitu kondisi keluarga yang kurang baik, hubungan interpersonal yang terganggu, pola asuh yang salah dan kurangnya komunikasi (c) faktor pencetus, yaitu teman sebaya peminum, tersedianya minuman keras atau alkohol secara mudah dan murah.

10

B. Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Goldfield dan Merbaum (Lazarus, 1976) yang mendefinisikan kemampuan mengontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah konsekuensi positif. Hurlock (1973) menyatakan bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya. Mengatasi emosi berarti mendeteksi suatu situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah munculnya reaksi yang berlebihan. Calhoun & Acocela (1976) mengartikan kontrol diri sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Dengan kata lain merupakan serangkaian proses yang membentuk diri sendiri. Kontrol diri dianggap sebagai lawan dari kontrol eksternal. Kontrol diri mengandung pengertian individu menentukan standar perilaku, kontrol diri akan memberi ganjaran bila memenuhi standar tersebut. Pada kontrol eksternal, orang lain menentukan standar dan memberi atau menahan ganjaran. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah konsekuensi positif sehingga tingkah lakunya sesuai dengan aturan atau norma sosial. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta

11

dorongan dari dalam dirinya dengan menggunakan sikap yang rasional sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif. 2. Aspek-aspek Kontrol Diri Berdasarkan konsep Averill (Zulkarnain, 2002) terdapat tiga jenis kontrol diri yang meliputi lima aspek, yaitu : a. Kemampuan mengontrol perilaku (Behavioral Control) Kemampuan mengontrol perilaku didefinisikan sebagai kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen : 1. Kemampuan mengontrol pelaksanaan (regulated administration), yaitu kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. 2. Kemampuan mengontrol stimulus (stimulus modifiability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. b. Kontrol Kognitif (Cognitive Control) Kontrol kognitif yaitu kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Kemampuan ini diperinci lebih lanjut ke dalam dua komponen :

12

1. Kemampuan memperoleh informasi (information gain), dengan informasi yang dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan secara relatif objektif. 2. Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara objektif. c. Kemampuan Mengontrol Keputusan (Decisional Control). Kemampuan mengontrol keputusan merupakan kemampuan

seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut : a. Kemampuan mengontrol perilaku b. Kemampuan mengontrol stimulus c. Kemampuan mengantisipasi peristiwa d. Kemampuan menafsirkan peristiwa e. Kemampuan mengontrol keputusan

METODE PENELITIAN Subyek penelitian ini adalah remaja yang berusia 13-21 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan pernah mengkonsumsi minuman keras minimal selama 3 bulan. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dalam bentuk angket dengan menggunakan metode skala yang terdiri dari dua skala, yakni skala

13

perilaku minum-minuman keras dan skala kontrol diri. Skala perilaku minumminuman keras disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Lavental dan Cleary (Nashori dan Indirawati, 2007). Skala kontrol diri disusun sendiri oleh penulis dengan mengacu pada aspek-aspek kontrol diri yang dikemukakan oleh Averill (Zulkarnain, 2002). Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, analisis statistik yang dipakai adalah dengan Product Moment untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kontrol diri terhadap perilaku minum minuman keras pada remaja laki-laki, dengan menggunakan statistik SPSS 15.0 for Windows XP.

HASIL PENELITIAN Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian Variabel Perilaku Miras Kontrol Diri Min 42 59 Skor Hipotetik Max Mean 168 105 236 147,5 SD 21 29,5 Min 85 98 Skor Empirik Max Mean SD 145 123,26 10,623 211 128,00 26,009

Untuk mengetahui keadaan subyek penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2 Kriteria Kategorisasi Perilaku Minum-minuman Keras Skor X < 67,2 67,2 < X 92,4 92,4 < X 117,6 117,6 < X 142,8 X > 142,8 Jumlah Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Frekuensi 0 1 11 36 2 50 Persentase 0% 2% 22 % 72 % 4% 100%

14

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian ini memiliki perilaku minum-minuman keras dalam kategori tinggi (72%). Tabel 3 Kriteria Kategorisasi Kontrol Diri Skor Kategori X < 94,4 Sangat Rendah 94,4 < X 129,8 Rendah 129,8 < X 165,2 Sedang 165,2 < X 200,6 Tinggi X > 200,6 Sangat Tinggi Jumlah

Frekuensi 0 31 14 4 1 50

Persentase 0% 62 % 28 % 8% 2% 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian ini memiliki kontrol diri dalam kategori rendah (62%). Berikut adalah hasil uji asumsi, yang berupa uji normalitas dan uji linieritas : Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Variabel Perilaku Minum-minuman Keras Kontrol Diri Tabel 5 Hasil Uji Linieritas Variabel Perilaku Minum-minuman Keras Kontrol Diri

K-SZ 0.562 0.963

p 0.910 0.312

F 6.313

p 0.026

Uji hipotesis dilakukan setelah uji asumsi dengan syarat normal dan linier sehingga uji hipotesis yang diajukan dapat dilakukan. Hasil uji hipotesis : Tabel 6 Hasil Uji Hipotesis Variabel Perilaku Minum-minuman Keras Kontrol Diri Perilaku Minum-minuman Keras 0.025 -0.279 Kontrol Diri -0.279 0.025 Tabel diatas menunjukkan bahwa perilaku minum-minuman keras dengan kontrol diri berkorelasi, perhitungan diatas menggunakan teknik korelasi product

15

moment dari Pearsonn, diperoleh r = -0.279, dengan p = 0.025, syarat p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara perilaku minum-minuman keras dengan kontrol diri. Artinya semakin tinggi perilaku minum-minuman keras maka semakin rendah kontrol diri pada remaja laki-laki.

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diatas, diketahui bahwa kontrol diri dapat mempengaruhi perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki dimana semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku minum-minuman keras. Sebaliknya semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku minumminuman keras. Mabuk-mabukan merupakan salah satu kenakalan remaja yang dalam penelitian ini termasuk sebagai perilaku minum-minuman keras. Remaja yang melakukan kenakalan itu pada umumnya kurang memiliki kontrol diri dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain (Kartono, 2006). Menurut Calhoun& Acocela (1976) kontrol diri diperlukan dengan dua alasan. Pertama adalah alasan sosial yaitu bahwa individu tidak hidup sendiri tetapi dalam kelompok masyarakat. Individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu ketentraman sosial. Perilaku minum-minuman keras yang dilakukan oleh remaja laki-laki menunjukkan bahwa para remaja belum mampu memenuhi harapan sosial karena bagaimanapun juga masyarakat tetap menghendaki remaja menjadi individu yang mampu mengendalikan segala

16

tindakan dan pikirannya. Kedua adalah alasan personal, yaitu bahwa kontrol diri membutuhkan individu untuk belajar mengenai kemampuan, kebaikan dan hal-hal lain yang diinginkan dari kebudayaannya. Perilaku minum-minuman keras menunjukkan perilaku yang ceroboh pada remaja sehingga remaja tidak memikirkan dampak negatif dari perbuatannya. Pentingnya kemampuan mengontrol diri dalam mengendalikan perilaku dikemukakan oleh Funder dan Block (Elfida, 2005). Hasil penelitian menunjukkan pentingnya ketrampilan kognitif dan kontrol dorongan dari dalam individu untuk menunda suatu perilaku dalam situasi yang dapat mendorongnya untuk melakukan tindakan tertentu. Keterampilan kognitif dapat membantu remaja membuat pertimbangan sebelum melakukan tindakan. Ketika remaja mempunyai kontrol diri, dimana segala pertimbangan didasarkan pada tanggung jawab terhadap diri sendiri, maka remaja juga akan lebih rasional dalam

menentukan perilakunya, dikarenakan remaja mempunyai kepribadian yang tidak mudah terpengaruh. Remaja yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan mampu mengarahkan dan mengatur perilaku minum-minuman kerasnya. Remaja tersebut mampu mengatur penggunaan alkohol sehingga tidak tenggelam dalam minumminuman alkohol yang berlebihan, mampu menggunakan alkohol sesuai dengan kebutuhan, mampu memadukan aktivitas minum dengan aktivitas-aktivitas yang lain dalam kehidupan, dan tidak mengkonsumsi alkohol untuk melarikan diri dari masalah. Remaja yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan

17

mengatur perilakunya. Remaja yang memiliki kontrol diri rendah tidak mampu mengarahkan dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya sehingga tindakan yang dilakukan cenderung destruktif. Hakim (2004) menyatakan bahwa lemahnya kontrol diri merupakan penyebab utama terjadinya perilaku minum-minuman keras, individu yang minum-minuman keras bisa dengan mudah tergoda untuk melakukan aktifitas minum selanjutnya yang biasanya mampu dihindari. Hurlock (1990) menyatakan bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya. Pada remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan kematangan emosi. Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila tidak meledakkan emosinya di hadapan orang lain melainkan menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. Pada masa remaja terdapat suatu periode strum und drang atau periode topan dan badai dimana pada periode ini remaja gejolak emosinya sedang tinggi. Pada periode tersebut remaja harus bisa mengarahkan gejolak emosi di dalam dirinya agar tidak berkembang ke arah negatif dalam bentuk perilaku minum-minuman keras. Yang penting untuk dijaga menurut Gonzales adalah perkembangan jiwa remaja itu sendiri, sebab bagaimanapun juga remaja yang jiwanya stabil dan mantap tidak akan menyalahgunakan alkohol sekalipun mereka pernah merasakannya (Sarwono,2006). Namun demikian, sumbangan efektif kontrol diri terhadap perilaku minum-minuman keras adalah sebesar 7,8%. Artinya terdapat 92,2% faktor lain yang menyebabkan munculnya perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-

18

laki, yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor kepribadian, pengaruh orang tua, tingkat sosial ekonomi, lingkungan pergaulan, dan teman sebaya. Kecilnya kontribusi kontrol diri terhadap perilaku minum-minuman keras pada penelitian ini kemungkinan berasal dari kelemahan penelitian. Dalam penelitian ini masih terdapat kelemahan, yaitu kurangnya referensi yang digunakan oleh peneliti mengenai perilaku minum-minuman keras dan kontrol diri pada remaja. Kelemahan lain yaitu pada saat proses pengambilan data, ada beberapa angket yang ditinggal oleh peneliti untuk diambil keesokan hari sehingga kemungkinan responden memberikan jawaban yang tidak jujur. Kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini diharapkan menjadi bahan

pertimbangan bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian dengan topik serupa agar dapat lebih menyempurnakan penelitiannya.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki. Semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku minum-minuman keras. Sebaliknya semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku minum-minuman keras.

19

SARAN
1. Bagi subyek penelitian

Bagi subyek penelitian yaitu remaja laki-laki pada khususnya dan remaja pada umumnya diharapkan untuk dapat membangun kontrol diri yang lebih kuat, karena hal ini sangat penting untuk dapat mengurangi sisi negatif dalam perilaku minum-minuman keras.
2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti yang ingin meneliti tema serupa yang dalam hal ini perilaku minuman-minuman keras diharapkan mencari variabel lain selain kontrol diri yang mempengaruhi munculnya perilaku minum-minuman keras, misalnya pengaruh orang tua, teman sebaya, atau keluarga. Selain itu, pada saat proses pengambilan data sebaiknya ditunggui oleh peneliti agar tidak terjadi kemungkinan jika responden tidak jujur ketika mengisi data.

20

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, W. W. 2000. Kenapa http://www.indomedia.com. 28/1/08.

Miras

Harus

Dilarang.

Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. 1976. Psychology of Adjusment and Human Relationship. Third Edition. New York: Mc Graw Hill. Chaplin, J.P. 2005.Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Clayton, P.R. 1994. Alcohol and Human Behavior: Theory and Research. New Jersey, Englewood Cliffs: Prentice Hall. Dariyo, A. 2002. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Elfida, D. 2005. Hubungan Antara Kemampuan Mengontrol Diri Dan Kecenderungan Berperilaku Delinkuen Pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol 1, Nomor 2, Desember 2005. Fuhrmann, B.S. 1990. Adolescence, Adolescents. Illinois: Brown Higher Education. Hakim, M.A. 2004. Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam Mencegah, Mengatasi dan Melawan. Bandung: Penerbit Anggota IKAPI. Hurlock, E.B. 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha, Ltd. Hurlock, E.B. 1990. Psikologi Anak. Jilid 1. Jakarta: Erlangga Hurlock, E.B. 1998. Perkembangan Anak. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Indra, J., Haniman, F., dan Moeljohardjono, H. 2000. Perbedaan Konsep dan Perilaku Kenakalan Remaja antara Pelajar dari SMU/K (SLTA) yang Mendapat Peringkat Tinggi dengan SMU/K yang Mendapat Peringkat Rendah di Kotamadya Surabaya. Anima Indonesian Psychological journal. Vol. 15, No. 3. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara. Kartono, K. 2006. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

21

Kedaulatan Rakyat. DI KOMPLEKS STADION MANDALA KRIDA ; Pesta Miras, 10 Pelajar Digrebek. http://www.kr.co.id. 01/11/2007 Kompas. 2004. Remaja, Pornografi, dan Pendidikan Seks. Harian Kompas. 27 Februari 2004. Kompas. 2008. Pesta Miras, 4 Cewek dan 3 Cowok Digerebek. Harian Kompas. 13 Oktober 2008. Kuncoro, J. 1998. Pengaruh Ekspektasi Positif Pada Efek Alkohol Terhadap Perilaku Minum-Minuman Keras Pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Lazarus, R.S. 1976. Patern Of Adjusment. Third Edition. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha, Ltd. Morgan, C. T. & King, Richard. 1987. Introduction to Psychology. New York: Mc Graw Hill Kogakusha Ltd Nashori, F. & Indirawati, E. 2007. Peranan Perilaku Merokok Dalam Meningkatkan Suasana Hati Negatif (Negative Mood States) Mahasiswa. Jurnal Psikologi Proyeksi. Vol.2 No.2. NN. 2008. Faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkotika, Psykotropyka, dan Bahan Berbahaya (Minuman Keras). http://www. pkjmkko.pkjm-banyuwangi.com

Rauf, M. 2002. Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja & Kamtibmas. Jakarta: BP Dharma Bhakti Sarwono, S.W. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Suara Merdeka. 2007. Miras Banyak Dikonsumsi Remaja. Harian Suara Merdeka. 13 Januari 2005. Widianti, E. 2007. Remaja dan Permasalahannya: Bahaya Merokok, Penyimpangan Seks pada Remaja, dan Bahaya Penyalahgunaan Minuman Keras/Narkoba. http://www.resources.unpad.ac.id Wresniwiro, M., Sumarna, A.H., Wira, P., Sunandar, A., & Permana, D. 1999. Masalah Narkotika, Psikotropika, Dan Obat-obat Berbahaya. Jakarta: Yayasan Mitra Bintibmas. Zulkarnain, 2002. Hubungan Kontrol Diri Dengan Kreativitas Pekerja. Jurnal by USU digital library. http://www. damandiri.or.id

22

Nama Alamat

: Devinthia Indraprasti : Jl. Kaliurang km 6,7. Gang Timor-timur. Kayen no: 201. Yogyakarta

No telepon

: 085729150441

Anda mungkin juga menyukai