FAKULTAS PSIKOLOGI
2021
A. Pengertian Occupational Health Psychology
Occupational Health Psychology adalah sub bidang psikologi industri dan organisasi
dengan pembahasan terkait faktor psikologis yang berkontribusi pada kesehatan dan
kesejahteraan kerja. Occupational Health Psychology juga berkaitan dengan reaksi psikologis
terhadap fisik dan kondisi kerja non fisik, serta perilaku yang berimplikasi pada kesehatan
kerja.
Penyakit menular
Tindakan berulang
Zat beracun
Seringkali paparan adalah akibat dari perilaku tidak aman atau desain tempat kerja yang
buruk seperti menempatkan karyawan pada posisi yang dapat merugikannya.
Kecelakaan adalah penyebab kematian yang kelima setelah penyakit jantung, kanker,
stroke, dan penyakit pernapasan (National Safety Council, 2005-2006).
Kesulitan utama dalam mencegah kecelakaan kerja adalah mendapatkan kerja sama
dengan karyawan dalam menggunakan peralatan keselamatan kerja yang sesuai dengan
prosedur, sering ditemukan peralatan keselamatan kerja yang kurang nyaman, tidak
menggunakan kacamatan karena merasa tidak nyaman jika memakainya.
Karyawan yang berurusan dengan masyarakat misalnya penata rambut, petugas polisi,
pramuniaga, dan guru yang mudah terkena penyakit menular, sebagian kasus tersebut
mengakibatkan penyakit yang relatif ringan, seperti pilek atau flu. Paparan penyakit menular
yang serius terkhusus bagi orang-orang yang berprofesi perawat dimana perawat ini harus
menangani pasien yang sakit parah dan sekarat, terkhusus pada pasien yang terkena HIV dan
Hepatitis B (HBV). Adapun protokol yang harus di patuhi oleh semua petugas kesehatan
yaitu Kewaspadaan Universal merupakan seperangkat prosedur keselamatan kerja yang
dirancang untuk membantu perawat kesehatan profesional untuk menghindari kontak dengan
cairan yang ada pada tubuh pasien. Tindakannya seperti :
Memembuang benda tajam misalnya jarum yang sudah dipakai di tempat khusus
benda tajam
Mengenakan sarung tangan sekali pakai saat menangani darah atau cairan tubuh
Suara yang keras atau kebisingan terjadi di banyak pekerjaan, terutama yang melibatkan
alat berat atau mesin seperti di Bandara, lokasi konstruksi, pabrik, dan tambang. Dimana
dapat membuat karyawan terpapar pada kondisi yang dapat memengaruhi kesehatan dan
kinerja mereka.
Intensitas kebisingan diukur dalam desibel (dB) skala desibel adalah skala logaritmik,
artinya hubungan antara tingkat desibel dan intensitas suara tidak linier. Terdapat tingkat
desibel dari beberapa suara umum yang ditemukan di tempat kerja seperti kicau burung 40
dB, percakapan 60 dB, truk dan mesin 80 dB, gergaji listrik 120 dB, pesawat jet saat lepas
landas 140 dB. Paparan suara yang sangat keras, seperti ledakan, dapat sangat merusak indera
pendengaran seseorang, terkadang secara permanen.
Musculoskeletal Disorders (MSDs / Gangguan Muskuloskeletal)
Banyak pekerjaan yang membutuhkan tindakan fisik dari berbagai bagian tubuh yang
mudah terluka. Beberapa cedera biasa terjadi melalui gerakan berulang atau pekerjaan yang
berulang-ulang. Seperti karyawan kantoran yang sering mengetik, pekerja gudang yang harus
memuat truk, pekerja angkutan kota yang mengendarai bus atau kereta api. Tindakan
berulang ini dapat mengakibatkan cedera regangan berulang, dimana bagian tubuh yang
sering terlibat dapat meradang dan terkadang rusak secra permanen. Seperti menangkat beban
berat dapat mengakibatkan cedera akut, seringkali pada punggung bawah.
MSDs dapat dikurangi dengan menggunakan strategi yang relatif murah. Pertama, desain
yang tepat untuk peralatan dan perlengkapan dapat membantu mengurangi ketegangan pada
tubuh yang dapat mengakibatkan cedera ini, contohnya seperti sandaran tangan yang dapat
membantu mencegah sindrom terowongan karpal atau yang biasa disebut mati rasa dan
kesemutan akibat saraf terjepit di pergelangan tangan pada karyawan yang sering
menggunakan keyword komputer jadi sandaran tangan ini dapat membantu karyawan yang
sering mengetik sehingga ketegangan atau kesemutan di pergelangan tangannya berkurang.
Strategi kedua adalah mengizinkan karyawan untuk sering beristirahat.
Paparan karyawan terhadap zat berbahaya dan beracun semakin mendapat perhatian
karena penelitian telah menunjukkan bagaimana zat tersebut dapat mempengaruhi kesehatan.
Pada masalah paparan ini banyak zat yang membawa efek buruk untuk kesehatan dan juga
merugikan seperti dapat memicu terjadinya kanker.
Karyawan yang mudah terpapar zat berbahaya seringkali terdapat ditempat yang tidak
terduga seperti di pabrik kimia dan pembasmi hama serta pekerja pertanian yang
menggunakan insektisida dapat diperkirakan akan mudah terpapar zat berbahaya. Adapun
pekerja kantoran tidak menutup kemungkinan untuk tidak terkena paparan zat berbahaya
seperti tinta dari mesin foto kopi dan pelarut yang digunakan untuk membersihkan tinta.
Selain itu reaksi setiap orang terhadap berbagai zat berbeda-beda, ada reaksi terhadap
paparan menimbulkan gejala yang cukup ringan seperti sakit kepala atau mual hingga kondisi
yang seriusyang dapat merusak organ vital secara permanen seperti ginjal dan hati.
Workplace Violence ( Kekerasan di Tempat Kerja )
Ketika kitra berbicara tentang kekerasan di tempat kerja, banyak orang berpikir tentang
layanan Pos AS (U.S Postal Service) sebagai istilah “melakukan postal atau going postal”
dimana seseorang yang sangat marah dan tidak terkendali, seringkali sampai ke titik
kekerasan, dan biasanya terdapat di lingkungan kerja seperti karyawan kantor pos yang
marah sehingga menembak rekan kerjanya dan supervisor. Maka dari itu media berita tidak
diragukan lagi dimana akan memberikan kesan yang salah bahwa temapt kerja itu sangat
berbahaya dan rekan kerja merupakan ancaman yang signifikan. Meskipun sering terjadi
pembunuhan di tempat kerja, itu bukan di mana sebagian besar pembunuhan terjadi.
Terdapat empat jenis kekerasan yang terjadi di tempat kerja tergantung pada hubungan
antara pelaku dan tempat kerja (Merchant & Lundell, 2001). Tipe 1 adalah kekerasan oleh
individu yang tidak memiliki hubungan bisnis, seperti orang yang melakukan perampokan
pada pengemudi taxi, Tipe 2 adalah kekerasan oleh klien, dan pelanggan seperti pekerja
sosial, dan perawat, Tipe 3 dilakukan oleh karyawan lain seperti pekerjaan apapun dengan
rekan kerjanya, Tipe 4 adalah kekerasan hubungan misalnya pasangan.
Ada sejumlah faktor pekerjaan dan organisasi yang dapat memicu kekerasan fisik
berkaitan dengan sifat pekerjaan itu sendiri dan bagaimana karyawan di hadapkan pada
situasi yang berpotensi mengalami kekerasan. LeBlanc dan Kelloway (2002) menganalisis
pekerjaan yang sangat rentan terjadi kekerasan seperti pekerjaan di mana karyawan memiliki
kendali fisik atas orang lain misalya staf penjara, pekerjaan yang menangani senjata misalnya
petugas polisi, pekerjaan yang berhubungan dengan individu yang minum obat yaitu perawat,
dan pekerjaan yang menjalankan fungsi keamanan seperti petugas penegak hukum, yang
dimana semua pekerjaan yang disebutkan diatas sangat beresiko terjadi kekerasan.
D. Jadwal Kerja
Sementara sebagian besar pekerja bekerja dengan jadwal standar sekitar 8 jam siang hari
per hari selama hari kerja, penggunaan jadwal tidak standar yang melibatkan Shift kerja yang
lebih lama, malam, dan akhir pekan telah menjadi hal biasa bagi pekerja. Yang menarik bagi
psikolog I/O adalah tiga jenis jadwal: Shift malam, Shift kerja panjang, dan extime.
a) Shift malam
Banyak organisasi, seperti rumah sakit dan departemen kepolisian, bekerja 24 jam per
hari, membutuhkan penggunaan dua atau tiga Shift pekerja untuk bekerja sepanjang hari.
Urutan tiga Shift yang khas adalah:
8 NS ke 4 PM
4 PM ke 12 NS
12 NS ke 8 NS
Disebut sebagai Shift siang, sore, dan malam atau kuburan. Beberapa organisasi
mempekerjakan orang untuk bekerja dalam Shift tetap; yaitu, mereka bekerja pada Shift yang
sama sepanjang waktu. Organisasi lain menggunakan Shift bergilir: Karyawan bekerja satu
Shift untuk jangka waktu terbatas —misalnya, sebulan—dan kemudian beralih atau dirotasi
ke Shift lain.
Masalah kesehatan utama dengan kerja Shift malam adalah siklus tidur/bangun yang khas
terganggu. Terkait dengan siklus ini ritme sirkadian perubahan fisiologis yang terjadi
sepanjang hari. Ini termasuk perubahan suhu tubuh dan perubahan kadar hormon dalam aliran
darah. Telah disarankan bahwa Shift malam dapat menyebabkan masalah kesehatan dengan
mengganggu ritme alami ini.
Masalah kesehatan yang paling nyata pada Shift malam kerja adalah gangguan tidur—
entah tidak bisa tidur atau memiliki kualitas tidur yang buruk (Daus, Sanders, & Campbell,
1998). Meskipun ini bisa terjadi, ada cara untuk meminimalkan efek negatif tersebut. Banyak
organisasi menggunakan Shift bergilir, di mana karyawan bergantian di antara Shift dari
waktu ke waktu. Dengan demikian mereka mungkin bekerja berhari-hari dalam satu minggu,
malam berikutnya, dan kemudian malam. Karlson, Eek, Orbaek, dan Osterberg (2009)
menunjukkan bahwa efek negatif dari rotasi Shift dapat diminimalkan dengan rotasi mundur
(siang ke malam ke malam) dan menjaga orang pada setiap Shift selama beberapa minggu.
Barton dan Folkard (1991) menemukan bahwa karyawan Shift malam sementara memiliki
masalah tidur yang lebih besar daripada karyawan yang bekerja Shift malam permanen tetapi
pekerja Shift malam permanen tidak lebih mungkin memiliki masalah tidur daripada pekerja
Shift siang. Hasil ini menunjukkan bahwa Shift permanen dapat menyebabkan lebih sedikit
masalah daripada Shift bergilir.
Putar arah ke Kerja malam menyebabkan gangguan ritme sirkadian dan masalah tidur. Ini
dalam masalah fisik seperti sakit perut dan masalah psikologis seperti kecemasan. beradaptasi
dengan pekerjaan malam (Willis, O'Connor, & Smith, 2008).
Gangguan tidur bukan satu-satunya masalah kesehatan yang dikaitkan dengan kerja Shift
malam. Masalah sistem pencernaan telah terbukti lebih sering terjadi pada pekerja Shift
malam (Koller, Kundi, & Cervinka, 1978). Akerstedt dan Theorell (1976) mempelajari
perubahan fisiologis pada pekerja sebelum, selama, dan setelah periode kerja Shift malam.
Dalam penelitian ini, kadar hormon gastrin dalam darah, yang berhubungan dengan sekresi
asam lambung, dinilai dua kali sehari selama periode 5 minggu. Hasil penelitian
menunjukkan adanya penurunan gastrin pada saat pekerja berada pada Shift malam.
Meskipun penelitian ini menunjukkan bahwa kerja Shift malam dapat memiliki efek
fisiologis, tidak jelas mengapa hal itu terjadi. Apakah gangguan ritme sirkadian yang
mengganggu sekresi gastrin, atau kurang tidur .
Selain masalah kesehatan, kerja Shift juga dapat menimbulkan masalah sosial. Harus
bekerja malam dan tidur siang dapat mengisolasi seseorang dari keluarga dan teman. Bohle
dan Tilley (1998) menyurvei perawat rumah sakit mengenai perasaan mereka tentang kerja
Shift. Prediktor terbaik kerja Shift Pengemudi jarak jauh terkadang bekerja dalam Shift
panjang yang dapat mengganggu pola tidur.
b) Shift Panjang
Shift kerja penuh waktu yang khas adalah 8 jam. Banyak organisasi, bagaimanapun, telah
menerapkan Shift yang lebih lama, dan banyak karyawan memiliki pekerjaan yang tidak
memiliki Shift tetap tetapi dapat membutuhkan hari kerja yang panjang. Misalnya, pengemudi
truk dan bus mungkin memiliki rute yang tidak dapat diselesaikan dalam 8 jam sehari. Jadwal
kerja panjang alternatif yang paling populer adalah Shift 4 hari 10 jam, atau 4/40. Beberapa
organisasi yang beroperasi 24 jam per hari telah beralih ke dua Shift 12 jam per hari.
Salah satu kesulitan penting dengan hari kerja yang panjang adalah kelelahan (Bendak,
2003). 10 hingga 12 jam sehari bisa sangat melelahkan jika pekerjaan itu menuntut mental
atau fisik. Di sisi lain, banyak karyawan menyukai hari yang lebih panjang karena memberi
mereka lebih banyak waktu untuk memulihkan diri dari pekerjaan dan lebih banyak waktu
luang yang dapat digunakan per minggu (Bendak, 2003), dan Shift yang panjang dapat
menghasilkan kinerja dan kepuasan kerja yang lebih baik (Baltes, Briggs, Huff, Wright, &
Neuman, 1999). Di sisi lain, Raggatt (1991) melakukan penelitian terhadap pengemudi bus
Australia yang menunjukkan berapa lama Shift dapat memiliki efek kesehatan yang serius
(lihat kotak Research in Detail). Lamanya Shift kerja dikaitkan dengan masalah tidur,
konsumsi alkohol, dan penggunaan stimulan. Hasil ini juga dikaitkan dengan ketidakpuasan
kerja dan kesehatan yang buruk. Dengan demikian Shift kerja yang panjang dapat memiliki
efek yang merugikan untuk beberapa pekerjaan. Untuk pekerjaan lain, panjang Shift mungkin
bermanfaat.
Tidak hanya Shift panjang, namun, yang dapat memiliki efek merugikan pada orang-
orang. Jumlah jam kerja per minggu dapat mengekspos karyawan untuk tuntutan kerja yang
lebih tinggi dan hal-hal stres lainnya di tempat kerja (Ng & Feldman, 2008). Minggu kerja
yang panjang telah dikaitkan dengan hipertensi (tekanan darah tinggi) pada orang yang
bekerja (H. Yang, Schnall, Jauregui, Su, & Baker, 2006). Efek merugikan ini tampaknya
hanya terjadi pada orang yang bekerja berjam-jam tanpa sukarela, yang sering terjadi pada
organisasi yang telah mengurangi atau mengurangi jumlah karyawannya (Sparks, Cooper,
Fried, & Shirom, 1997). Para penyintas biasanya bekerja lebih lama untuk menutupi tugas
rekan kerja yang telah diberhentikan. Dewan Eropa mengadopsi aturan pada pertengahan
1990-an yang membatasi jam kerja di negara-negara anggota, termasuk jam kerja maksimum
per hari dan minggu (13 dan 48, masing-masing). Pembatasan tersebut belum diterapkan di
Amerika Serikat dan negara-negara industri non-Eropa lainnya.
Jadwal kerja harian yang tetap masih menjadi norma, tetapi banyak karyawan memiliki
jadwal yang fleksibel, yang dikenal sebagai waktu luang, yang memungkinkan mereka untuk
menentukan, setidaknya sebagian, jam kerja mereka. Pada tahun 2004, sekitar 30% pekerja
AS tidak bekerja dengan jadwal tetap. Ada banyak variasi, dari sistem yang hanya
mengharuskan karyawan bekerja dengan jam kerja yang ditentukan per hari hingga sistem
yang memungkinkan karyawan memilih untuk memulai Shift satu jam lebih awal atau satu
jam terlambat. Seperti yang kita catat dalam diskusi masalah pekerjaan-keluarga nanti di bab
ini, waktu luang dapat menjadi bagian dari kebijakan ramah keluarga yang memungkinkan
orang tua yang bekerja lebih fleksibel untuk memenuhi tanggung jawab pengasuhan anak.
Dari perspektif organisasi, keuntungan dari jadwal kerja yang fleksibel adalah
memungkinkan karyawan untuk mengurus bisnis pribadi pada waktu mereka sendiri daripada
pada waktu kerja. Dengan demikian seorang karyawan dapat melakukan kunjungan dokter di
pagi hari dan memulai Shift terlambat. Dalam meta-analisis mereka, Baltes et al. (1999)
menegaskan bahwa ada lebih sedikit ketidakhadiran, dan Ralston (1989) menemukan lebih
sedikit keterlambatan dengan waktu fleksibel dibandingkan dengan jadwal kerja tetap, seperti
yang diharapkan. Hubungan dengan kinerja dan kepuasan kerja selama ini kurang konsisten.
Baltes dkk. (1999) menemukan bahwa ukuran objektif produktivitas lebih tinggi dengan
extime tetapi peringkat kinerja supervisor tidak. Kepuasan kerja sedikit lebih tinggi dengan
extime, tetapi besarnya pengaruhnya kecil.
E. Stres Kerja
Semua orang pernah mengalami penekanan pada satu waktu. Pada sebagian besar
pekerjaan, ada situasi yang membuat karyawan stres. Ditegur oleh penyelia, memiliki terlalu
sedikit waktu untuk menyelesaikan tugas penting, dan diberi tahu bahwa Anda mungkin
dipecat adalah semua situasi yang membuat hampir semua orang stres.
Untuk memahami stres kerja, Anda harus terlebih dahulu memahami beberapa konsep
yang terlibat dalam proses stres. stresor pekerjaan adalah suatu kondisi atau situasi di
tempat kerja yang membutuhkan respon adaptif dari karyawan (Jex & Beehr, 1991).
Mendapatkan teguran, memiliki terlalu sedikit waktu, dan diberitahu tentang kemungkinan
dipecat adalah contoh stres kerja. ketegangan pekerjaan adalah reaksi negatif oleh seorang
karyawan terhadap stresor, seperti kemarahan, kecemasan, atau gejala fisik seperti sakit
kepala. Jex dan Beehr (1991) mengkategorikan strain menjadi:
2. Reaksi fisik termasuk gejala seperti sakit kepala dan gangguan perut dan penyakit
seperti kanker.
Model proses stres kerja menganggap bahwa stresor pekerjaan menyebabkan ketegangan
kerja. Namun, secara umum diakui bahwa proses tersebut tidak otomatis dan bahwa persepsi
serta penilaian karyawan terhadap stresor merupakan bagian penting dari proses tersebut.
Penilaian adalah sejauh mana seseorang menafsirkan suatu peristiwa atau situasi yang
mengancam secara pribadi. Tidak semua orang akan melihat situasi yang sama sebagai
stresor pekerjaan. Satu orang yang diberi tugas kerja ekstra melihatnya sebagai kesempatan
untuk membuat kesan yang baik pada supervisor, sementara yang lain melihatnya sebagai
pemaksaan yang tidak adil pada waktu luangnya.
Kecemasan
Frustasi
Ketidakpuasan kerja
Reaksi Fisik Gejala fisik
Pusing
Sakit Perut
Penyakit kanker
Penykit jantung
Reaksi Prilaku Kecelakaan
Merokok
Penggunaan zat
Pergantian
b) Stresor Pekerjaan
Ada banyak hal di lingkungan kerja yang bisa membuat stres. Beberapa adalah kondisi
yang dapat terjadi di sebagian besar pekerjaan, seperti konflik dengan rekan kerja atau beban
kerja yang berat. Beberapa yang menjadi perhatian penelitian sebagai kemungkinan penyebab
strain karyawan.
2. Beban kerja
3. Stresor Sosial
4. Politik Organisasi
5. Kontrol
6. Kecepatan Mesin
Karyawan dapat terlibat dalam berbagai perilaku untuk mengatasi stres di tempat kerja.
Beberapa dari perilaku tersebut dapat diarahkan untuk menghilangkan atau mengurangi
stresor, seperti mencari cara yang lebih efisien untuk mengatasi beban kerja yang berat.
Lainnya dapat melibatkan menemukan cara untuk mengatasi ketegangan yang dihasilkan oleh
stres. Konsumsi alkohol dapat menjadi sarana untuk mengatasi kondisi pekerjaan yang penuh
tekanan. Misalnya, Frone (2008) melakukan survei nasional orang Amerika, menemukan
bahwa konsumsi alkohol terkait dengan stresor ketidakamanan kerja dan beban kerja.
Demikian pula Bacharach, Bamberger, dan Doveh (2008) menemukan dalam studi mereka
tentang petugas pemadam kebakaran Kota New York bahwa alkohol digunakan sebagai
sarana untuk mengatasi tekanan di tempat kerja, seperti harus berurusan dengan upaya bunuh
diri atau insiden dengan kematian.
Meskipun penggunaan alkohol secara moderat kemungkinan kecil atau tidak berpengaruh
sama sekali pada organisasi, peminum berat dapat menjadi masalah yang signifikan. Minum
di tempat kerja dapat menimbulkan masalah yang jelas, karena keracunan di tempat kerja
dapat mengurangi kinerja dan meningkatkan risiko kecelakaan dan cedera di tempat kerja.
Namun, minum dari pekerjaan dapat menciptakan masalah bagi organisasi juga. Minum berat
di rumah, misalnya, telah dikaitkan dengan ketidakhadiran (Bacharach, Bamberger, & Biron,
2010), mungkin karena penyakit yang berhubungan dengan mabuk.
G. Konfil Kerja-Keluarga
Konflik pekerjaan-keluarga adalah bentuk konflik peran ekstra (lihat diskusi konflik peran
sebelumnya dalam bab ini) di mana tuntutan pekerjaan mengganggu tuntutan keluarga—
misalnya, harus menghabiskan waktu di tempat kerja membuat waktu di rumah tidak
mencukupi (Baltes & Heydens-Gahir , 2003)—atau tuntutan keluarga yang mengganggu
pekerjaan—misalnya, harus membawa anak yang sakit ke dokter mungkin mengharuskan
seseorang untuk tidak masuk kerja. Masalahnya bisa sangat akut untuk pasangan karir dengan
anak-anak dan orang tua tunggal. Dengan kedua orang tua bekerja atau dengan orang tua
tunggal, konflik pasti akan muncul atas masalah-masalah seperti tinggal di rumah dengan
anak-anak yang sakit dan berpartisipasi dalam acara-acara sekolah.
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman konflik pekerjaan keluarga.
Di sisi organisasi, harus bekerja berjam-jam (MT Ford, Heinen, & Langkamer, 2007) dan
kurangnya fleksibilitas jadwal (Mayor, Klein, & Ehrhart, 2002) dapat menyebabkan konflik
Dalam meta-analisis studi konflik pekerjaan-keluarga, TD Allen, Herst, Bruck, dan Sutton
(2000) menemukan korelasi rata-rata.23 dengan kepuasan kerja. Individu yang melaporkan
tingkat konflik pekerjaan-keluarga yang tinggi cenderung melaporkan kepuasan kerja yang
rendah. Konflik pekerjaan-keluarga juga telah dikaitkan dengan stres kerja, dengan tingginya
tingkat konflik pekerjaan-keluarga dikaitkan dengan ketegangan kecemasan (MT Ford et al.,
2007), depresi dan gejala kesehatan fisik (Mayor et al., 2002), ketidakhadiran dan
keterlambatan (Hammer, Bauer, & Grandey, 2003), dan ketidakpuasan dengan kehidupan
secara umum (Michel, Mitchelson, Kotrba, LeBreton, & Baltes, 2009). Meskipun memiliki
peran orang tua dan pekerjaan dapat memiliki efek yang merugikan, terutama bagi wanita
yang biasanya memikul tanggung jawab utama untuk anak-anak, peran ganda juga dapat
memiliki efek positif (Langan-Fox, 1998).
Pekerjaan dapat memberikan peningkatan harga diri dan dukungan sosial dari orang lain,
yang bagi sebagian orang melawan efek yang lebih negatif dari peran ganda. Demikian juga,
dapat ada dampak positif dari pekerjaan pada keluarga dan keluarga pada pekerjaan. Hanson,
Hammer, dan Colton (2006) menunjukkan bahwa rekan kerja dapat membantu dengan
masalah keluarga, dan anggota keluarga dapat membantu dengan masalah pekerjaan.
Organisasi yang peduli dengan konflik pekerjaan-keluarga telah mengambil langkah-langkah
untuk membantu karyawan mereka. Dua dari pendekatan yang paling sering digunakan
adalah jadwal kerja yang fleksibel dan penitipan anak di tempat kerja
H. Burnout
Burnout adalah keadaan psikologis tertekan yang mungkin dialami seorang karyawan
setelah bekerja untuk jangka waktu tertentu. Seseorang yang menderita Burnout akan
kelelahan secara emosional dan memiliki motivasi kerja yang rendah, memiliki sedikit energi
dan antusiasme untuk pekerjaan itu. Awalnya, konsep ini dikembangkan untuk menjelaskan
reaksi karyawan dalam profesi membantu, seperti psikoterapis dan pekerja sosial. Para
peneliti Burnout awal percaya bahwa Burnout adalah hasil dari bekerja secara intens dengan
orang lain, dan ada penelitian untuk mendukung gagasan itu. Sebagai contoh, Bakker,
Schaufeli, Sixma, Bosveld, dan Van Dierendonck (2000) menemukan bahwa tuntutan pasien
berhubungan dengan Burnout pada dokter. Baru-baru ini, bagaimanapun, ide tersebut telah
diperluas ke pekerja di semua jenis pekerjaan, bahkan mereka yang memiliki sedikit kontak
dengan orang lain. Burnout dinilai dengan skala yang diberikan kepada karyawan. Skala yang
paling populer, Maslach Burnout Inventory (MBI) (Maslach, 1998), mengukur tiga
komponen Burnout:
Kelelahan emosional,
Depersonalisasi, dan
Prestasi pribadi berkurang.
Kelelahan emosional adalah rasa lelah dan letih dalam bekerja. Depersonalisasi adalah
pengembangan perasaan sinis dan tidak berperasaan terhadap orang lain. Prestasi pribadi
berkurang adalah perasaan bahwa karyawan tidak mencapai sesuatu yang berharga di tempat
kerja.
Komponen Hasil
Penampilan buruk
Seperti yang telah kita lihat di banyak bidang psikologi I/O lainnya, penelitian dalam
domain Burnout telah didominasi oleh metode survei laporan diri. Dari studi tersebut, kita
mengetahui banyak variabel yang berkorelasi dengan Burnout. Kami belum yakin tentang
penyebab Burnout dan bagaimana organisasi dapat mencegahnya. Penelitian memang
menyarankan dua cara untuk mengurangi kelelahan. Pertama, Burnout dapat dikurangi
dengan istirahat atau tangguh dari pekerjaan, baik secara psikologis melepaskan atau
melupakan pekerjaan selama jam kerja (Fritz, Yankelevich, Zarubin, & Barger, 2010) atau
dengan mengambil liburan (Fritz & Sonnentag, 2006). Kedua, disarankan agar organisasi
mendorong manajer untuk memberikan dukungan emosional kepada karyawan dengan
memberikan umpan balik positif dan terlibat dalam diskusi tentang aspek positif dari
pekerjaan sebagai sarana untuk mengurangi kelelahan (Kahn, Schneider, Jenkins-Henkelman,
& Moyle, 2006).
REFERENSI
Spector, Paul E. (2012). Industrial and Organizational Psychology : research and practice. (6th
ed). United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
KUIS
4. Dibawah ini tindakan yang dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan pada saat kerja,
kecuali...
A. Terjadi keseimbangan penekanan antara produktivitas dan keselamatan kerja
B. Adanya penetapan tujuan
C. Terdapat iklim keselamatan
D. Mengontrol stres yang dirasakan baik dari dalam maupun dari luar
E. Berdoa sebelum melakukan aktivitas
5. Dibawah ini yang tidak termasuk penyebab terjadinya kecelakan kerja adalah....
A. Mendapatkan kerja sama karyawan dalam menggunakan peralatan keselamatan
B. Merasa terganggu dengan peralatan keselamatan
C. Iklim keselamatan rendah
D. Tidak seimbangnya penekanan antara produktivitas dan keselamatan kerja
E. Memiliki sikap optimis
7. Dibawah ini yang termasuk Masalah kesehatan utama dengan kerja Shift malam adalah..
A. Diabetes
B. Keracunan
C. Obesitas
D. Siklus tidur/bangun yang khas terganggu
E. Stres yang dialami karyawan
8. Dibawah ini yang termasuk Urutan tiga Shift yang khas adalah..
A. Shift siang, sore, dan malam
B. Shift pagi, siang, malam
C. Shift pagi, sore, malam
D. Shift pagi, siang, kuburan
E. Shift Pagi, sore, kuburan
9. Berikut merupakan paparan umum yang dapat menyebabkan cedera dan penyakit di tempat
kerja, kecuali..
A. Penyakit menular
B. Suara yang besar
C. Tindakan berulang
D. Stress yang dialami karyawan
E. Kekerasan di tempat kerja
10. Jenis kekerasan oleh individu yang tidak memiliki hubungan bisnis, termasuk kedalam tipe
kekerasan yang manakah?
A. Tipe 5
B. Tipe 4
C. Tipe 3
D. Tipe 2
E. Tipe 1