Anda di halaman 1dari 17

Dosen Pengampu : - Dr. Ismarli Muis, S. Psi. M.Si.

Psikolog

- Dr. Hilwa Anwar, S. Psi. M.Si. Psikolog


- Nur Afni Indahsari, S. Psi. M. Psi. Psikolog
- Dr. Resekiani Mas Bakar, S. Psi. M. Psi. Psikolog
- Asmulyani Asri, S. Psi. M. Psi. Psikolog
- Andi Nasrawati Hamid, S. Psi. M. Psi. M.A
- St. Hadjar Nurul Istiqamah, S. Psi. M. Si. Psikolog
- Abd. Rahmat, S. Psi. M. Psi.T
- Rahmawati Syam, S. Psi. M. Psi. Psikolog
- Iradat Rayhan Sofyan, S. Psi. M. Psi. Psikolog

PSIKOLOGI INDUSTRI & WAWANCARA

( TRAINING )

KELAS G

KELOMPOK 4 ASAL :

Vira Rahmadiani (200701500031)

Ahdaniar Husain (200701501109)

Harfinah (200701502051

Ravael Jehuda Aknis (200701501029)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
A. Butuh Penilaian
Penilaian kebutuhan dilakukan untuk menentukan karyawan mana yang
membutuhkan pelatihan dan apa isi pelatihan mereka (Arthur, Bennett, Edens, & Bell,
2003).
Lima langkah untuk mengembangkan pelatihan diantaranya:

Melakukan
pelatihan Mengatur Desain Mengantarkan Evaluasi
kebutuhan tujuan Pelatihan pelatihan pelatihan
penilaian

Menurut Goldstein (1993), penilaian kebutuhan harus fokus pada tiga tingkatan yaitu:
a. Tingkat organisasi berkaitan dengan tujuan organisasi dan bagaimana mereka
ditangani oleh kinerja karyawan. Analisis tujuan organisasi dapat memberikan
petunjuk tentang pelatihan yang dibutuhkan.
b. Tingkat pekerjaan berkaitan dengan sifat tugas yang terlibat dalam setiap
pekerjaan. Analisis pekerjaan dapat digunakan untuk mengidentifikasi tugas utama
dan kemudian KSAO yang diperlukan untuk setiap tugas. Dari daftar KSAO dapat
ditentukan serangkaian kebutuhan pelatihan.
c. Tingkat orang berkaitan dengan seberapa baik pelamar kerja atau karyawan saat ini
mampu melakukan tugas pekerjaan. Dengan kata lain, ini menilai tingkat KSAO
orang daripada pekerjaan. Perbandingan KSAO pekerjaan dan karyawan individu
menunjukkan bidang kebutuhan pelatihan potensial terbesar.

B. Tujuan
Salah satu langkah terpenting dalam mengembangkan program pelatihan
adalah menetapkan tujuan. Bagian dari langkah ini adalah untuk menentukan kriteria
keberhasilan pelatihan. Tujuan pelatihan didasarkan pada kriteria dan harus mencakup
pernyataan tentang apa yang harus dapat dilakukan atau diketahui oleh peserta
pelatihan setelah pelatihan. Kriteria pelatihan adalah pernyataan tentang bagaimana
pencapaian tujuan pelatihan dapat dinilai. Tujuan pelatihan memperoleh pengetahuan,
misalnya, dapat dinilai dengan melihat apakah peserta pelatihan dapat memenuhi
kriteria untuk mencapai nilai batas pada tes pengetahuan. Kriteria berfungsi sebagai
dasar untuk desain pelatihan organisasi. Setelah kita mengetahui apa kriteria
pelatihannya, kita dapat merancang pelatihan yang tepat untuk mencapainya. Kriteria
juga berfungsi sebagai standar yang dapat digunakan untuk mengevaluasi program
pelatihan, yang akan kita bahas di bagian evaluasi pelatihan. Tujuan pelatihan harus
didasarkan pada hasil penilaian kebutuhan.

C. Desain Pelatihan
Sebagian besar pelatihan organisasi dilakukan dengan harapan bahwa
karyawan akan menerapkan apa yang telah mereka pelajari di tempat kerja. Ini
disebuttransfer pelatihan. Transfer dipengaruhi oleh sejumlah faktor baik dalam
lingkungan pekerjaan maupun pelatihan itu sendiri, dan tidak ada jaminan bahwa
pelatihan akan selalu transfer (Taylor, Russ-Eft, & Taylor, 2009).

Model transfer pelatihan

Karakteristik peserta
pelatihan

Desain pelatihan:
Masukan, Prinsip-
prinsip umum, Transfer dari latihan
Sedang Belajar
Elemen identik, ke pekerjaan
Belajar berlebihan,
Pengurutan

Lingkungan Kerja

1. Karakteristik Peserta Pelatihan


Perbedaan individu di antara orang-orang baik dalam kemampuan dan
motivasi merupakan faktor penting dalam belajar (Herold, Davis, Fedor, &
Parsons, 2002). Tidak semua orang sama-sama mampu mempelajari tugas-tugas
tertentu, dan di mana satu orang lebih mampu mempelajari tugas-tugas kognitif,
yang lain memiliki kemampuan lebih pada tugas-tugas motorik. Jadi beberapa
orang adalah akademisi yang terampil dan yang lainnya adalah atlet kelas dunia.
Perbedaan ini penting dalam hal desain pelatihan. Tidak semua orang memiliki
kemampuan yang sama untuk mempelajari tugas yang diberikan, dan pelatihan
perlu mengenali perbedaan ini.
Kemampuan bukanlah satu-satunya karakteristik individu peserta pelatihan
yang mempengaruhi hasil pelatihan. Sikap dan motivasi dapat mempengaruhi hasil
baik dalam pelatihan maupun di tempat kerja (Noe & Schmitt, 1986). Orang-orang
juga berbeda dalam melakukan cara terbaik untuk mempelajari materi baru.
Beberapa orang pandai belajar dari presentasi, sedangkan yang lain melakukannya
dengan baik dengan bahan tertulis. orang-orang kapasitas dan preferensi untuk
berbagai jenis pelatihan merupakan pertimbangan penting dan harus
diperhitungkan jika memungkinkan.

2. Faktor-Faktor Pembentuk yang Dapat Mempengaruhi Proses Training (Pelatihan)


Terdapat 5 faktor pembentuk yang akan berpengaruh pada proses training.
Setiap faktor harus dipertimbangkan sebab jika mengabaikan faktor-faktor ini,
maka program training bisa saja menjadi tidak efektif dalam membentuk perilaku
di tempat kerja nantinya.
a. Feedback
Feedback ini merupakan komponen yang sangat penting dari sebuah
pembelajaran. Feedback ini harus ada dalam training untuk mengetahui
apakah seorang trainee ini betul-betul memahami materi-materi atau
pekerjaan yang sudah diajarkan secara benar dan mendalam, juga
memperkecil kemungkinan kesalahpahaman materi pembelajaran yang
diberikan.

Pada dasarnya ada dua cara untuk bisa mendapatkan feedback dari para
trainee, yang sebetulnya kita juga sudah selalu lakukan di dalam kelas
perkuliahan. Pertama, dapat dilakukan tes kepada trainee (examination).
Kedua, trainer dapat membuka kesempatan bagi trainee yang ingin
bertanya. Dalam training yang bermaksud mengajarkan skill dan
pembelajaran harus memberi kesempatan kepada trainee untuk melakukan
latihan (practice) dan mendapat umpan balik saat mereka berlatih atau
belajar.

b. General Principles
Hal ini berarti dalam training, harus diajarkan mengapa sesuatu harus
dilakukan dan bagaimana hal tersebut harus dilakukan. Contohnya, dalam
sebuah “computer training”, biasanya akan diberi perkenalan di awal
pelatihan seperti “an introduction to the principles of computer and
software design”. Hal ini akan bersifat singkat dan umum tetapi akan
memberi ide-ide dan pemahaman umum tentang apa itu komputer dan
bagaimana cara kerjanya. Tujuannya adalah untuk menyediakan kerangka
kerja untuk belajar. Bahkan telah ditemukan bahwa menerapkan general
principles yang sesuai akan meningkatkan intensitas pembelajaran.

c. Identical Elements
Program pelatihan yang baik harus memiliki identical elements. Hal ini
berbicara tentang respons seseorang dalam situasi pelatihan akan sama
dengan respon orang tersebut dalam situasi pekerjaan. Ini juga berarti
bahwa rangsangan yang dirasakan orang tersebut akan identik di kedua
situasi. Semakin dekat kecocokan dalam respons dan rangsangan, maka
semakin mudah bagi peserta pelatihan untuk menerapkan apa yang telah
dipelajari dalam pelatihan ke pekerjaan mereka nantinya
.
Simulator penerbangan adalah salah satu contoh perangkat pelatihan
yang memanfaatkan ide identical elements. Simulator penerbangan
memungkinkan peserta untuk menerbangkan pesawat tanpa benar-benar
terbang. Alat ini seperti komputer simulasi pesawat yang dibuat semirip
mungkin dengan sistem pada pesawat, bahkan dapat menciptakan gerakan-
gerakan yang menyerupai pesawat asli sesuai dengan apa yang dilakukan
oleh pilot. Angkatan Udara AS menggunakan simulasi tersebut untuk
membantu melatih pilot mereka pada beberapa aspek penerbangan.

d. Overlearning
Overlearning mengacu pada pemberian latihan kepada peserta di luar
pelatihan, yang diperlukan untuk mencapai kriteria keberhasilan dalam
pelatihan. Idenya adalah bahwa jika seseorang pertama kali mempelajari
materi dan kemudian terus mempelajarinya melalui overlearning, orang
tersebut menemukan dan mendalami pengetahuan atau keterampilan yang
baru sehingga dia dapat menggunakan apa yang telah dipelajari. Dia telah
mencapai otomatisitas, yang berarti bahwa tugas (misalnya, mengendarai
mobil atau mengendarai sepeda) dapat dilakukan dengan lancar tanpa
orang tersebut harus memberi perhatian yang besar. Ini menghasilkan
kinerja yang jauh lebih efektif dan harus menjadi tujuan dari banyak
pelatihan organisasi (Ford & Kraiger, 1995).

Misalnya, di ruang gawat darurat rumah sakit, hanya ada sedikit waktu
untuk memikirkan setiap tugas yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan
nyawa seseorang.
Peralatan harus digunakan dengan cepat dan otomatis ketika seseorang
dalam kondisi kritis. Overlearning dapat dibangun ke dalam pelatihan
melalui latihan dan pengulangan. Informasi dan pelatihan pengetahuan
dapat mencakup pengulangan konsep-konsep penting untuk memastikan
bahwa orang melatih informasi. Ujian juga dapat memungkinkan orang
untuk berlatih, sehingga membantu untuk mengkonsolidasikan apa yang
telah dipelajari. Semakin banyak orang tersebut berlatih, semakin besar
kemungkinannya itu adalah bahwa dia dapat menerapkan apa yang telah
dipelajari di tempat kerja.

e. Sequencing of Training Sessions


Ada dua aspek sesi pengurutan pelatihan: part versus whole dan
massed versus spaced. Part training mengacu pada pemecahan tugas
menjadi komponen-komponen, yang dipelajari satu per satu. Setelah
masing-masing komponen dipelajari, seluruh tugas diajarkan secara utuh.
Whole training adalah ketika seluruh tugas diajarkan pada satu waktu
sekaligus daripada membaginya menjadi beberapa komponen.

Part training cenderung dipakai daripada whole training ketika tugas


atau materi terlalu rumit untuk dilakukan atau dipelajari sekaligus. Akan
sulit untuk belajar bermain golf atau tenis menggunakan keseluruhan. Saat
belajar bermain golf atau bola tennis, akan lebih baik mempelajari aspek
permainan satu persatu, seperti bagaimana cara mengayunkan tongkat golf
atau saat melakukan teknik service pada bola tenis. Untuk berkonsentrasi
pada semua aspek permainan sekaligus akan sangat sulit. Sementara dalam
belajar naik sepeda, diajarkan secara utuh. Seseorang biasanya tidak
mempelajari komponen secara terpisah, seperti mengayuh dan kemudi.

Massed training berarti masing-masing sesi pelatihan berlangsung


lama tetapi keseluruhan masa training akan diadakan dalam jangka waktu
yang relatif singkat. Sedangkan, spaced training berarti bahwa masing-
masing sesi pelatihan waktunya akan relatif pendek dan dalam keseluruhan
masa training yang lama. Massed training bisa sangat efisien maka sering
digunakan untuk pelatihan organisasi karena lebih mudah untuk meminta
izin meninggalkan pekerjaan untuk pelatihan untuk sehari penuh daripada
selama 1 jam perhari selama 8 hari. Selain itu, waktu perjalanan yang
cukup lama mungkin diperlukan untuk sampai ke lokasi pelatihan, yang
mungkin diadakan di kota lain. Untuk alasan ini, massed training sering
digunakan.

Di sisi lain, spaced training juga bisa lebih efektif daripada massed
training dijangka panjang dan menghasilkan pembelajaran yang lebih baik
(Cepeda, Pashler, Vul, Wixted, & Rohrer, 2006). Salah satu masalah
massed training adalah bahwa pelatihan ini diadakan dalam jangka waktu
yang lama sehingga orang-orang cenderung akan bosan, dan hal ini akan
menggaggu keefektifan penangkapan materi. Kelelahan akan membuat
tidak mungkin untuk mendapatkan manfaat penuh dari pelatihan. Di
sinilah letak keunggulan spaced training, dimana pelatihan diadakan
dalam waktu yang tidak terlalu lama, mungkin 1 jam perhari, maka orang-
orang bisa menangkap materi ada pembelajaran dengan lebih efektif.

3. Lingkungan kerja

Apakah keterampilan yang dipelajari dalam pelatihan digunakan dalam


pekerjaan atau tidak sangat bergantung pada bagian dari lingkungan pekerjaan.
Hanya karena manajemen memberikan pelatihan tidak berarti bahwa karyawan
atau atasan langsung mereka akan mendukung pemindahannya ke pekerjaan.
Lingkungan yang mendukung adalah saat di mana supervisor dan orang lain
mendorong aplikasi prinsip-prinsip yang dipelajari dan akan menghasilkan
motivasi karyawan untuk belajar dan meningkatkan dampak pelatihan (Machin &
Fogarty, 2003).

Masalah lain menyangkut apakah ada kesempatan untuk melaksanakan


pelatihan baru lainnya atau tidak. Misalnya, karyawan mungkin dilatih dalam
menggunakan sistem komputer baru, namun ternyata sistem mungkin tidak
tersedia untuk mereka di tempat kerja, yang berarti bahwa pelatihan tidak akan
berpengaruh. Masalah ini kembali ke gagasan penilaian kebutuhan. Orang
seharusnya tidak diberi pelatihan di area yang tidak akan mereka temui di tempat
kerja.

4. Metode Pelatihan
Delapan metode pelatihan berbeda yang sering digunakan dalam pelatihan
organisasi.
a. Audiovisual Instruction (Instruksi Audiovisual)
Audiovisual Instruction melibatkan presentasi materi elektronik
menggunakan kaset audio, kaset video, DVD, atau komputer. Meskipun
rekaman audio dan film telah lama digunakan untuk pelatihan, teknologi
telah memperluas kemudahan dan fleksibilitas media tersebut dapat
digunakan. Sudah menjadi hal yang lumrah bagi dosen dan pendidikan
tinggi untuk menggunakan alat berbasis komputer seperti PowerPoint
untuk menambahkan elemen audiovisual ke dalam presentasi.
b. Autoinstruksi
Autoinstruksi mengacu pada metode pelatihan yang berjalan sendiri
dan tidak menggunakan instruktur. Teknik yang paling terkenal adalah
instruksi terprogram, yang membagi materi yang akan dibahas menjadi
serangkaian potongan atau bingkai/frame individu. Setiap frame berisi
sepotong informasi, pertanyaan yang harus dijawab, dan jawaban atas
pertanyaan dari frame sebelumnya. Orang tersebut bekerja dengan
kecepatannya sendiri. Ada pengulangan bawaan, karena materi yang sama
disajikan lebih dari satu kali. Ada juga umpan balik, karena orang tersebut
harus menjawab pertanyaan dan kemudian segera diberikan jawaban yang
benar. Meskipun media untuk instruksi terprogram pada awalnya adalah
buku atau manual, komputer mampu memberikan pendekatan yang jauh
lebih fleksibel untuk pelatihan autoinstruksi.

c. Konferensi
Konferensi adalah pertemuan peserta pelatihan dan pelatih untuk
membahas materi yang dimaksud. Ciri khas dari konferensi adalah peserta
dapat mendiskusikan materi dan mengajukan pertanyaan. Ini juga
memungkinkan aliran ide yang bebas sehingga diskusi dapat melampaui
materi yang sudah dikemas sebelumnya. Dengan demikian konferensi
dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar aktif yang
melibatkan peserta pelatihan. Hal ini sangat efektif bila digunakan dengan
peserta pelatihan yang telah memperoleh keahlian dengan materi tersebut.

d. Kuliah
Kuliah adalah presentasi oleh seorang pelatih kepada sekelompok
peserta pelatihan. Keuntungan utamanya adalah efisiensinya. Satu pelatih
dapat menyajikan materi kepada sejumlah besar peserta pelatihan. Di
beberapa universitas, kuliah diberikan kepada ribuan mahasiswa sekaligus.
Kuliah juga memiliki kelemahan, dimana presentasi massal kepada banyak
orang membatasi jumlah umpan balik yang dapat diberikan. Untuk situasi
di mana umpan balik tidak diperlukan, kuliah dapat menjadi sarana
pelatihan yang sangat efektif.
e. Modeling (Pemodelan)
Modeling adalah metode di mana peserta pelatihan diminta untuk
menonton seseorang melakukan suatu tugas dan kemudian memodelkan
apa yang telah mereka lihat. Contohnya, perilaku pengawasan
diperlihatkan dan kemudian peserta pelatihan mencoba untuk meniru apa
yang telah mereka lihat. Peran pelatih adalah mendorong peserta untuk
mencoba pendekatan dan memberi mereka umpan balik tentang seberapa
baik mereka meniru apa yang mereka lihat. Metode dengan pendekatan
pemodelan dapat melatih orang dalam keterampilan interpersonal, seperti
berkomunikasi dengan orang lain.

f. On-the-Job Training (Pelatihan di Tempat Kerja)


On-the-job training merupakan metode yang digunakan untuk
menunjukkan kepada karyawan bagaimana melakukan pekerjaan saat
mereka akan melakukannya. On-the-Job Training dapat menjadi sistem
informal di mana seorang karyawan baru mengamati karyawan yang
berpengalaman untuk melihat bagaimana pekerjaan itu harus dilakukan.
Ini juga dapat melibatkan program pelatihan formal seperti magang.
Magang adalah karyawan yang dapat berfungsi sebagai asisten pelatih.
Pelatih adalah karyawan yang melakukan pekerjaan dan melatih peserta
magang pada saat yang bersamaan.

g. Role-Playing (Bermain Peran)


Role play adalah jenis simulasi di mana peserta pelatihan berpura-pura
melakukan tugas. Biasanya melibatkan situasi interpersonal, seperti
memberikan nasihat atau umpan balik kepada seseorang, dan sering
digunakan untuk pelatihan pengawasan. Role play itu sendiri tidak
melibatkan terlebih dahulu mengamati orang lain melakukan perilaku. Ini
bisa menjadi teknik pelatihan yang efektif, tetapi hanya beberapa peserta
yang dapat dilatih pada satu waktu.

h. Simulasi
Simulasi adalah teknik di mana peralatan atau bahan khusus digunakan
untuk menggambarkan situasi tugas. Peserta pelatihan harus berpura-pura
bahwa situasinya nyata dan melaksanakan tugas mereka seperti yang
mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Simulasi dapat digunakan
untuk melatih orang dalam penggunaan peralatan, seperti mobil atau
pesawat terbang. Mereka juga dapat mensimulasikan situasi lain yang
dapat dibuat realistis dengan didasarkan pada contoh nyata, seperti
simulasi keputusan bisnis yang meminta peserta pelatihan untuk berpura-
pura menjadi anggota organisasi yang telah diberi tugas untuk
diselesaikan. Simulasi juga memiliki kelemahan karena hanya beberapa
peserta pelatihan yang dapat berpartisipasi pada satu waktu, meskipun
dengan penggunaan pendekatan berbasis komputer, ini mungkin bukan
batasan yang serius karena komputer tersedia secara luas di banyak
organisasi.

Tabel Keuntungan dari Delapan Metode Pelatihan

Metode Keuntungan
Instruksi audiovisual Menyajikan materi yang tidak dapat didengar atau
dilihat dengan cara lain.
Dapat melatih banyak orang sekaligus.
Autoinstruksi Memberikan umpan balik langsung kepada peserta
pelatihan.
Memberikan kecepatan individual.
Konferensi Memungkinkan umpan balik kepada peserta pelatihan.
Memberikan tingkat keterlibatan peserta pelatihan yang
tinggi.
Kuliah Ekonomis.
Merupakan metode pemberian informasi yang baik.
Modeling Memberikan tingkat umpan balik yang tinggi.
Memberikan latihan keterampilan baru.
On-the-job training Memberikan eksposur ke pekerjaan yang sebenarnya.
Memastikan tingkat transfer yang tinggi.
Role playing Memberikan tingkat umpan balik yang tinggi.
Memberikan latihan keterampilan baru.
Simulasi Memastikan tingkat transfer yang tinggi.
Memberikan latihan keterampilan baru.

5. Electronic Training (E-learning)


E-learning melibatkan penggunaan alat elektronik untuk memberikan
pelatihan. Terdapat praktik E-learning yang berkembang pesat yaitu penggunaan
web untuk penyampaian pelatihan. Materi pelatihan dapat ditempatkan secara
online sehingga tersedia bagi karyawan setiap saat tanpa harus menunggu sampai
sesi pelatihan tersedia.
DeRouin, Fritzsche, dan Salas (2005) mencatat beberapa keuntungan potensial
dari E-learning. Pertama, dapat memberikan kontrol yang besar kepada peserta
didik atas pengalaman pelatihan dengan dapat menentukan di mana dan kapan
pelatihan tersebut disampaikan dan, dengan beberapa metode, serta urutan materi.
Kedua, teknologi memungkinkan pengembangan dan modifikasi materi pelatihan
yang cepat sesuai kebutuhan. Modul pelatihan yang ditulis dalam PowerPoint
dapat disatukan dan dikirim melalui email ke karyawan atau diposting di situs web
dalam waktu yang sangat singkat. Ketiga, E-learning dapat dikombinasikan
dengan metode lain yang lebih tradisional yang menghasilkan blended learning.
Misalnya, kuliah di kelas dapat digabungkan dengan beberapa latihan E-learning.
Namun, ada kelemahan dari E-learning. Karena E-learning serba mandiri,
tidak ada pelatih atau peserta pelatihan lain untuk membantu memotivasi peserta
pelatihan yang memiliki sedikit minat intrinsik pada materi. Masalah lain adalah
biasanya karyawan diminta untuk menyelesaikan pelatihan dengan kecepatan
mereka sendiri ketika mereka dapat menemukan waktu. Oiry (2009) mencatat
bahwa karyawan mengeluh sebab atasan mereka enggan memberikan istirahat
untuk pelatihan, mengingat tuntutan beban kerja yang berat. Masalah ini
berkurang ketika karyawan diberikan hari libur untuk mengikuti pelatihan.

6. Mentoring
Mentoring adalah jenis hubungan kerja khusus antara dua karyawan di mana
yang lebih berpengalaman menawarkan nasihat/pembinaan, konseling,
persahabatan, dan berfungsi sebagai panutan (Baranik, Roling, & Eby, 2010).
Mentor dapat berasal dari karyawan tingkat organisasi yang berbeda dan
seringkali seorang mentor adalah supervisor anak didik, namun, mentor juga bisa
menjadi rekan kerja yang berada pada tingkat yang sama tetapi hanya lebih
berpengalaman (Allen, McManus, & Russell, 1999). Penelitian menunjukkan
bahwa anak didik memperoleh sejumlah manfaat dari pendampingan, seperti
kinerja pekerjaan yang lebih baik, promosi yang lebih cepat, sikap kerja yang
lebih baik, dan pergantian yang lebih sedikit (Allen, Eby, Poteet, Lentz, & Lima,
2004; Blickle, Witzki, & Schneider, 2009). Ada juga manfaat bagi para mentor,
seperti peningkatan kepuasan pribadi, peningkatan kinerja pekerjaan, pengakuan
oleh orang lain, dan loyalitas masa depan anak didik, yang dapat membantu (Eby,
Durley, Evans, & Ragins, 2006).
Meta-analisis O'Brien, Biga, Kessler, dan Allen (2010) menunjukkan bahwa
sebagai anak didik, laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama
untuk menerima pendampingan, tetapi perempuan lebih mungkin menerima
dukungan emosional dari seorang mentor dibandingkan laki-laki. Sebagai mentor,
pria lebih cenderung memberikan bantuan karir, sedangkan wanita lebih
cenderung memberikan dukungan emosional. Mengingat efeknya yang kecil,
seseorang tidak boleh menstereotipkan laki-laki dan perempuan secara individu,
karena kedua jenis kelamin terlibat dalam kedua bentuk pendampingan.
Tidak semua karyawan cenderung menemukan mentor sendiri, oleh karena itu
banyak organisasi yang memiliki program mentoring formal di mana mentor dan
anak didik ditugaskan satu sama lain. Secara ekstrim, pendampingan bisa menjadi
disfungsional ketika hubungan antara mentor dan anak didik menjadi destruktif,
dengan mentor menjadi terlalu kritis dan bahkan merusak anak didik. Pengalaman
negatif seperti itu dapat menciptakan masalah yang signifikan bagi anak didik
(Eby, Durley, Evans, & Ragins, 2008)

7. Executive Coaching (Pelatihan Eksekutif)


Pembinaan eksekutif dirancang untuk membantu manajer tingkat tinggi
dengan masalah kinerja, dan berkembang menjadi sarana untuk membantu bahkan
manajer yang berkinerja baik meningkatkan keterampilan manajemen mereka
(Bono, Purvanova, Towler, & Peterson, 2009). Pelatih mungkin bekerja dengan
eksekutif untuk jangka waktu yang lama, memberikan saran dan umpan balik
terus-menerus.
Dalam pembinaan eksekutif, tidak ada latar belakang atau kredensial tertentu
yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi pelatih, dan tidak ada konsensus
mengenai KSAO (Knowledge, Skills, Abilities and Other characteristics) yang
diperlukan (Bono et al., 2009). pembinaan eksekutif dapat memiliki efek positif,
misalnya, manajer yang dilatih meningkatkan self-efficacy mereka, yang berarti
mereka merasa lebih percaya diri tentang kemampuan manajemen mereka (Baron
dan Morin, 2010)

D. Pengiriman Program Pelatihan


Program pelatihan yang dirancang paling baik pun tidak akan efektif jika tidak
diberikan dengan benar. Di sebagian besar organisasi, spesialis yang ahli dalam
pelatihan menyampaikan program. Mereka mungkin ahli atau tidak ahli dalam isi
pelatihan atau dalam desain pelatihan.

E. EVALUASI PROGRAM PELATIHAN


Evaluasi adalah bagian dari penelitian untuk melihat apakah program memiliki efek
yang diinginkan atau tidak. Hal ini penting karena banyak program pelatihan yang
tidak efektif. Sebagai contoh, Morrow, Jarrett, dan Rupinski (1997) mengevaluasi
kegunaan dari 18 program pelatihan dalam suatu organisasi dan menemukan bahwa 5
lebih mahal daripada yang mereka kembalikan dalam peningkatan kinerja pada
pekerjaan.
Lima langkah untuk mengevaluasi program pelatihan:
1. Menentukan kriteria
Kriteria pelatihan berfungsi sebagai standar dimana pelatihan dapat dievaluasi.
Jika Anda tahu apa yang seharusnya dicapai oleh pelatihan, Anda dapat
merancang studi evaluasi untuk menentukan apakah tujuan telah tercapai.
Misalkan sebuah perusahaan manufaktur menjual terlalu banyak produk cacat.
Ini mungkin ditetapkan sebagai tujuan pelatihan mengajar karyawan untuk
mengurangi kesalahan dalam tugas manufaktur mereka. Kinerja pelatihan
diklasifikasi menjadi dua tingkat, yaitu kriteria tingkat pelatihan dan kriteria
tingkat kinerja.
Cara lain yang berguna untuk mengklasifikasikan kriteria adalah dengan
membaginya menjadi empat jenis yaitu:
a. kriteria reaksi
b. kriteria pembelajaran
c. kriteria perilaku
d. dan kriteria hasil

2. Memilih desain dan memilih ukuran untuk menilai kriteria


Desain adalah struktur studi yang menentukan bagaimana data dikumpulkan,
apakah itu studi tentang pelatihan atau beberapa fenomena lainnya.
Kriteria lain dapat dinilai dengan berbagai jenis desain yaitu:
a. Pretest-Posttes, NS desain pretest-posttest dimaksudkan untuk
memberikan informasi tentang seberapa banyak yang diperoleh peserta
pelatihan dari pelatihan tersebut. Ini dapat digunakan untuk menilai
jumlah yang dipelajari dalam pelatihan itu sendiri atau jumlah
perubahan perilaku di tempat kerja.
b. Grup Kontrol, Desain grup kontrol membandingkan karyawan yang
telah menerima pelatihan dengan karyawan setara yang belum dilatih.
Untuk melakukan studi kelompok kontrol, sekelompok karyawan
dipilih untuk penelitian. Setengah ditugaskan secara acak ke kelompok
terlatih, dan setengah lainnya adalah kontrol yang tidak menerima
pelatihan. Di akhir program pelatihan, semua karyawan dalam studi ini
dinilai berdasarkan ukuran minat. Perbandingan antara dua
subkelompok karyawan menunjukkan efek dari pelatihan.

3. Mengumpulkan Data Penelitian


Meskipun logika yang mendasari suatu studi evaluasi sederhana dan lugas,
melaksanakan studi dapat menjadi usaha yang sulit karena pengumpulan data
menimbulkan banyak masalah praktis. Jdi disini kita harus membuat
kompromi karena Perbedaan antara karyawan terlatih dan tidak terlatih
mungkin kemudian disebabkan oleh perbedaan departemen pada kriteria yang
diminati.

4. Menganalisis dan menginterpretasikan hasil.


Pengembangan program pelatihan baru harus selalu menyertakan komponen
evaluasi. Pelatihan yang ditemukan tidak efektif tidak boleh dilanjutkan tetapi
harus dimodifikasi jika itu akan meningkatkan efektivitasnya. Strategi yang
baik untuk mengembangkan pelatihan adalah dengan melakukan uji coba
sebelum implementasi. Sekelompok kecil karyawan dapat dimasukkan melalui
pelatihan, dan kemudian pelatihan akan dievaluasi di beberapa tingkatan. Itu
tidak akan diterapkan di seluruh organisasi sampai terbukti efektif selama
pengujian percontohan. Pendekatan ini juga memungkinkan modifikasi
pelatihan sehingga dapat ditingkatkan sebelum implementasi penuh di seluruh
organisasi. Strategi untuk mengembangkan program pelatihan ini harus
menghasilkan penggunaan sumber daya pelatihan secara maksimal

Daftar Pustaka:
Spector, Paul E. (2012). Industrial and Organizational Psychology. Research and
Practice, sixth edition. Wiley.

Soal
1. Penilaian kebutuhan harus berfokus pada tiga tingkatan, kecuali…
a. Tingkat organisasi
b. Tingkat orang
c. Tingkat pekerjaan
d. Tingkat pendidikan
2. Pelatihan didasarkan pada kriteria dan harus mencakup pernyataan tentang apa
yang harus dapat dilakukan atau diketahui oleh peserta pelatihan setelah mengikuti
pelatihan termasuk kategori apa…
a. Desain pelatihan
b. Tujuan
c. Karakteristik peserta pelatihan
d. Metode pelatihan
3. Karakteristik seperti apakah yang harus dimiliki oleh peserta pelatihan agar dapat
mempengaruhi hasil pelatihan…
a. Sikap dan motivasi
b. Tingkat pendidikan
c. Lingkungan kerja
d. Orang-orang terdekat
4. Berikut ini metode pelatihan yang sering digunakan dalam organisasi, kecuali…
a. On-the-job-training
b. Role-playing
c. Autoinstruction
d. Mentoring
5. Jenis hubungan kerja khusus antara dua karyawan dimana yang lebih
berpengalaman menawarkan nasihat, konseling, persahabatan, dan berfungsi
sebagai panutan disebut…
a. Executive coaching
b. Mentoring
c. Autoinstruction
d. Modeling
6. Salah satu kelemahan dari E-learning adalah…
a. Serba mandiri
b. Peserta pelatihan mengeluh karena sulit menyelesaikan pelatihan
c. Tidak dapat dikombinasikan dengan metode lain
d. Pengembangan dan modifikasi materi pelatihan terkadang tidak sesuai
kebutuhan
7. Bagian dari penelitian untuk melihat apakah program memiliki efek yang
diinginkan atau tidak, adalah bagian dari…
a. Menganalisis dan menginterpretasikan hasil
b. Mengumpulkan data pelatihan
c. Evaluasi program pelatihan
d. Pengiriman program pelatihan
8. Sebagai standar dimana pelatihan dapat dievaluasi, termasuk fungsi dari…
a. Kriteria reaksi
b. Kriteria pembelajaran
c. Kriteria hasil
d. Kriteria pelatihan
9. Simulator penerbangan merupakan salah satu pelatihan yang memanfaatkan ide …
a. Feedback
b. General Principles
c. Identical Elements
d. Overlearning
10. Keunggulan dari spaced training adalah …
a. Pelatihan tidak membutuhkan pelatih atau pemateri yang kompeten
b. Pelatihan diadakan dengan dalam waktu yang tidak terlalu lama, sehingga
peserta bisa menangkap materi dengan lebih efektif
c. Materi yang diajarkan dipisah dan tidak dipelajari sekaligus
d. Materi yang diajarkan diajarkan langsung secara keseluruhan

Anda mungkin juga menyukai