Disusun Oleh :
Ni Luh Krishna Ratna Sari
NIM 111624153003
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
RINGKASAN LAPORAN PKPP I
I. Laporan Kasus Individu Remaja (Borderline Intellectual Functioning) .......1
II. Laporan Kasus Individu Anak (Masalah pada Atensi)................................17
III. Laporan Kasus Individu Anak (Autistic Disorder).......................................33
IV. Laporan Kasus Komunitas............................................................................53
RINGKASAN LAPORAN PKPP II
V. Laporan Kasus Kelompok ...........................................................................65
VI. Laporan Kasus Individu Dewasa (Borderline Personality Disorder)..........81
VII. Laporan Kasus Dewasa (Relational Problem) ..........................................101
A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : AG1
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal lahir : Jembrana, 12 Oktober 2002
Usia : 15 tahun 4 bulan
Suku Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Selemadeg Timur, Tabanan
Pendidikan : SMP
Anak ke- : 1 dari 2 bersaudara
2. Identitas Keluarga
B. KELUHAN
Subjek dikeluhkan terlibat dalam perilaku mencuri bersama dengan teman-
temannya. Subjek juga kurang memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu
termasuk aktivitas sehari-hari seperti halnya dalam urusan mandi, makan, belajar,
ibu subjek harus memberikan perintah agar subjek mau melakukan aktivitas
tersebut. Subjek tidak bisa mengatur waktunya sendiri dan merencanakan apa
yang akan dikerjakan, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bermain dan
tidur.
N. TINJAUAN TEORI
1. Karakteristik Borderline Intellectual Functioning
Individu dengan borderline intellectual functioning atau slow learner
memiliki kemampuan coping yang terbatas dan tidak memadai untuk
menghadapi situasi sosial yang bersifat kompleks, memahami aturan sosial,
situasi sosial yang bersifat ambigu, kurangnya kemampuan regulasi emosi,
mengembangkan perilaku inisiatif, perencanaan, atau mengorganisasikan
situasi atau aktivitas dalam kehidupannya. Pada akhirnya, anak yang lambat
belajar akan menunjukkan perilaku menghindar, kecemasan atau depresi,
kesulitan dalam memusatkan perhatian, dan cenderung merespon situasi
secara impulsif dan agresif (Shaw, 2010). Reddy, Ramar, & Kusuma (2006)
R. KEGIATAN FOLLOW-UP
Setelah menulis rencana jangka pendek, dilakukan follow-up terhadap
subjek. Subjek melaksanakan langkah-langkah yang harus ia capai untuk
menyiapkan bahan praktek sekolah dengan bantuan monitoring dari ibu asuhnya.
Subjek juga sempat menulis perencanaan baru yaitu persiapan pindah rumah dan
dibantu oleh ibu menyusun perencanaan tersebut. Pemeriksa telah melakukan
follow-up terkait dengan perubahan pola komunikasi yang diterapkan oleh ibu saat
berinteraksi dengan subjek. Ibu menyampaikan bahwa, ibu berusaha untuk
membenahi hal tersebut. Seperti saat mendiskusikan mengenai pilihan subjek
untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutknya. Awalnya, ibu subjek
memutuskan agar subjek tidak melanjutkan sekolah dan mencarikan pekerjaan
selama satu tahun. Beberapa hari kemudian, ibu berdiskusi dengan subjek dan
subjek menyampaikan bahwa dirinya ingin melanjutkan sekolah.
Kegiatan follow-up yang dilaksanakan selanjutnya dilakukan dengan
wawancara terhadap ibu asuh. Ibu mengatakan bahwa beberapa minggu ini subjek
Daftar Pustaka
Corey, G. (2009). Theory and practice of counseling and psychotherapy (8th ed.).
USA: Thomson Brooks/Cole
Copeland, S.R., & Hughes, C. (2002). Effect of goal setting on task performance of
person with mental retardation. Education and training in mental retardation
and developmental disabilities, 37(1), 40-54.
A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : CH2
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal lahir : Denpasar, 18 Juni 2014
Usia : 3 tahun 10 bulan
Suku Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Jalan Sedap Malam Denpasar
Pendidikan :-
Jumlah Saudara :-
Anak ke- :1
2. Identitas Keluarga
Ayah Ibu
Nama KS KD
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Usia 33 tahun 31 tahun
Suku bangsa Bali Bali
Agama Hindu Hindu
Alamat Jalan Sedap Malam Jalan Sedap Malam
Pendidikan terakhir S1 D3
Pekerjaan Staff notaris Ibu Rumahtangga
Anak ke- 3 dari 3 bersaudara 2 dari 2 bersaudara
Status perkawinan Menikah Menikah
B. KELUHAN
Keluhan awal disampaikan oleh ibu CH bahwa CH sangat aktif dan tidak
bisa duduk tenang. CH sering menghambur-hamburkan dan membongkar-bongkar
barang yang ada dirumah tanpa tujuan yang jelas. Ibu CH juga kewalahan
menangani CH ketika sedang menangis. Saat keinginannya tidak dipenuhi, CH
sering menangis bahkan hingga tantrum dengan tidur dilantai atau di tanah sambil
L. DINAMIKA PSIKOLOGIS
Subjek merupakan anak laki-laki yang berusia 3 tahun 10 bulan. Subjek
merupakan anak tunggal dari orangtuanya, dan saat ini ibu subjek sedang
mengandung anak kedua dengan usia kehamilan 6 bulan. Pengasuhan subjek lebih
dominan dilakukan oleh ibu yang cenderung menerapkan pola asuh permisif,
yaitu berusaha untuk memenuhi segala hal yang anak inginkan. Saat menolak
keinginan subjek yang membuat subjek menangis, ibu akan segera memenuhi
keinginannya tersebut. Hal ini kemudian mengembangkan perilaku tantrum pada
subjek. Subjek mempelajari bahwa ia akan mendapatkan apa yang diinginkan
dengan cara menangis, berteriak, atau dengan perilaku tantrum lainnya. Ibu juga
membatasi subjek dalam melakukan sosialisasi atau interaksi sosial. Ibu tidak
memberikan subjek untuk bermain dengan anak-anak di lingkungan rumah karena
takut jika subjek kotor dan berlari ke jalan raya.
N. TINJAUAN TEORI
1. Kemampuan Memusatkan Perhatian (Attention)
Transisi perkembangan dari usia 3 sampai 5 tahun juga menunjukkan
bahwa anak sudah lebih mengarah pada kontrol yang mandiri dan dapat
secara sengaja untuk memusatkan perhatiannya. Istilah yang umum
digunakan adalah executive attention yaitu kemampuan merencanakan aksi,
mengalokasikan perhatian untuk mencapai tujuan, dapat memantau kemajuan
tugas yang dilaksanakan, dan kemampuan untuk dapat menghadapi
lingkungan yang sulit atau asing (Santrock, 2010).
Pemusatan perhatian berkaitan dengan aktivitas yang lebih terencana
dengan melibatkan berbagai objek dan dapat mengarahkan anak untuk
bertahan dan menyelesaikan suatu tugas atau kegiatan hingga selesai. Pada
beberapa anak di usia 3-6 tahun, mereka dapat mempertahankan perhatiannya
Tercapai
1. Subjek dapat menyelesaikan 3
dari 5 aktivitas
2. Pada sesi 6 subjek dapat
menyelesaikan 5 aktivitas &
mendengarkan instruksi untuk
mengikuti contoh namun
kadang masih teralihkan dan
berlari keluar ruangan
3. Subjek menunjukkan
perkembangan dalam
mempertahankan atensinya
(bertahan 40 menit dalam
mengerjakan tugas/aktivitas)
pada sesi akhir
Belum tercapai
1. Ibu belum menemukan cara
untuk menghadapi subjek saat
R. KEGIATAN FOLLOW-UP
Follow-up dilakukan dengan wawancara terhadap ibu dan nenek subjek. Ibu
menyampaikan banyaknya perkembangan pada subjek. Subjek sudah bisa
mengurus diri di toilet khususnya saat buang air kecil. Sebelumnya subjek masih
menggunakan pampers. Ibu mengatakan subjek semakin senang menulis dan
mengerjakan tugas pada buku latihan yang dibelikan orangtuanya. Terkadang
masih muncul perilaku tantrum dan sulit duduk tenang, namun intensitas
berkurang dibandingkan dulu. Subjek kadang dapat menyebutkan lebih dari 4 kata
saat berbicara, dan lebih ekspresif secara verbal. Orangtua memutuskan
menyekolahkan subjek meskipun terlambat 2 bulan dari semester yang harus ia
ikuti. Orangtua mengatakan subjek masih sulit menyesuaikan diri dan masih harus
ditemani di sekolah pada minggu pertamanya.
Daftar Pustaka
Corey, G. (2009). Theory and practice of counseling and psychotherapy (8th ed.).
USA: Thomson Brooks/Cole
A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : KM3
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal lahir : Karangasem, 21 November 2014
Usia : 3 tahun 6 bulan
Suku Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Desa Selat, Karangasem, Bali
Pendidikan :-
Jumlah Saudara :2
Anak ke- :3
2. Identitas Orangtua
Ayah Ibu
Nama AD PT
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Usia 43 tahun 39 tahun
Suku bangsa Bali Bali
Agama Hindu Hindu
Alamat Desa Selat Desa Selat
Pendidikan terakhir S1 D3
Pekerjaan Polri Bidan
Anak ke- 7 dari 9 bersaudara 1 dari 6 bersaudara
Status perkawinan Menikah Menikah
kakek nenek
Keterangan:
: Perempuan
: Laki – laki
: Physical/mental illness
H. ANAMNESIS
1. Hubungan dalam Keluarga
Subjek tinggal bersama orangtua dan kedua kakaknya. Ayah subjek
merupakan seorang polisi yang bertugas di Polres desa tempat tinggal subjek,
dan ibu merupakan seorang bidan yang bekerja di puskesmas serta membuka
klinik di rumah. Tempat tinggal subjek bersebelahan dengan rumah kakek dan
nenek dari pihak ibu subjek, biasanya nenek subjek datang kerumah untuk
mengasuh subjek saat orangtua bekerja. Selain neneknya, bibi dari ibu subjek
yang tinggal dekat rumah subjek juga sering datang kerumah untuk membantu
mengasuh subjek.
Ayah dan ibu subjek memiliki hubungan yang harmonis. Keduanya dapat
bekerja sama dalam pengasuhan anak-anak dan tidak pernah saling
menyalahkan atas kondisi subjek saat ini. Subjek lebih banyak menghabiskan
waktu bersama ibu dibandingkan ayah, tetapi ketika ayah subjek memiliki
waktu luang, ayah selalu menyempatkan diri untuk menemani subjek dan
4. Riwayat Kelahiran
a. Prenatal
(2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi, paling sedikit 1 dari aitem berikut:
(a) Terlambat atau tidak adanya Subjek mengalami
perkembangan dari bicara keterlambatan dalam
dan bahasa (tidak diiringi perkembangan bahasa dan
dengan usaha kompensasi bicara. Saat ini subjek hanya
melalui cara alternatif dalam bisa menyampaikan bagian
berkomunikasi seperti isyarat belakang dari suatu kata seperti
atau mimik) “tee..ee” dan lainnya. Akan
tetapi, terkadang subjek bisa
untuk menyampaikan
keinginannya dengan kata yang
kurang jelas seperti “ammm”
saat minta makan, atau “juuu
juuu” saat ingin buang air
besar, meskipun jarang dan
lebih sering menarik tangan
orang dewasa dan
mengarahkannya pada
keinginan subjek.
(b) Pada individu dengan bicara -
yang adekuat, terdapat
gangguan nyata dalam
kemampuan untuk mencapai
suatu percakapan dengan
orang lain
(c) Stereotipik dan repetitif Subjek juga menggunakan
dalam berbahasa atau bahasa aneh yang tidak dapat
berbahasa aneh dimengerti oleh orang lain.
(idiosyncratic) √ Ucapan yang sering
disampaikan subjek adalah
“bje..bje..bje” atau
“byaa..byaa..byaa”
(d) Berkurangnya variasi dalam Subjek memiliki kemampuan
bermain yang dibuat secara yang baik dalam meniru
spontan, bermain sosial gerakan dibandingkan dengan
imitatif (meniru) yang sesuai meniru suara atau kata. Seperti
dengan tingkat meniru tarian meskipun tidak
perkembangannya sempurna, meniru gerakan
melompat, memegang wajah,
dan lainnya.
(3) Pola perilaku stereotipik dan repetitif, minat dan aktivitas yang terbatas, paling
sedikit 1 dari aitem berikut:
(a) Keasyikan yang -
mengandung satu atau lebih
N. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Gangguan Autisme
Autisme atau Autism spectrum disorder merupakan gangguan
perkembangan pervasif yang ditandai dengan adanya defisit pada kemampuan
dalam menjalin hubungan atau interaksi sosial, dan dengan rentang minat dan
aktivitas yang terbatas (APA, 2000.)
2. Karakteristik Gangguan Autisme
Karakteristik utama pada gangguan autisme adalah defisit pada
kemampuan interaksi sosial, komunikasi, dan adanya perilaku repetitif. Anak
dengan autisme memiliki keinginan yang terbatas untuk berkomunikasi untuk
tujuan sosial, cenderung memilih untuk diam atau tidak menggunakan bahasa.
Perilaku stereotipik juga ditunjukkan yaitu pengulangan gerakan motorik
seperti berputar-putar, memutar bagian dari obyek, mengepak-ngepakkan
kedua tangan, atau menggoyangkan badan.Selain itu, pada beberapa kasus
juga ditemukan adanya defisit kognitif dan persepsi-sensori yang abnormal.
Karakteristik lainnya adalah kesulitan untuk menerima perubahan lingkungan
atau aktivitas, serta adanya respon yang tidak biasa terhadap stimulus sensoris
(Hallahan & Kauffman, 2006).
3. Etiologi Gangguan Autisme
Anak dengan autisme mengalami beberapa masalah kesehatan selama
dalam masa kandungan, selama proses kelahiran, atau mengikuti kelahiran
kedua setelah anak pertama pada kelahiran anak kembar (Mash & Wolfe,
2013). Faktor herediter juga dapat berpengaruh, studi menunjukkan bahwa
sebanyak 3% hingga 7% dari saudara atau anggota keluarga besar dari
individu yang mengalami autisme juga mengalami autisme (Rutter dalam
Mash & Wolfe, 2013). Abnormalitas pada bagian otak atau defisit kognitif
juga dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi.
O. PROGNOSIS
Prognosis yang dapat ditegakkan bagi perkembangan subjek adalah positif.
Subjek memiliki orangtua yang sangat terbuka terhadap informasi-informasi yang
dapat membantu mengoptimalkan perkembangan anak. orangtua dan keluarga
R. KEGIATAN FOLLOW-UP
Follow-up dilakukan dengan wawancara terhadap ibu dan ayah subjek.
Kegiatan rutin subjek saat ini adalah sekolah PAUD. Subjek rutin melakukan
kegiatan di dalam kelas dan di halaman dengan pendampingan khusus dari ibu
atau nenek yang menemani di sekolah. Ibu menyampaikan kondisi subjek pada
guru sekolah dan mendapatkan permakluman. Ibu mengatakan bahwa beberapa
minggu terakhir ibu memang lebih banyak mengajak subjek berkomunikasi dan
bermain. Ibu dan ayah menyediakan mainan yang disukai subjek dan bermain
bersama untuk latih kontak mata. Subjek menunjukkan lebih banyak ekspresi dan
kontak mata saat bermain, meskipun pada saat tertentu terlihat bengong atau ingin
bermain sendirian
Daftar Pustaka
Jones, E. A., & Feeley, K. M. (2009). Parent implemented joint attention intervention
for preschoolers with autism. The Journal of Speech and Language Pathology
– Applied Behavior Analysis, 4(1), 74-89. http://dx.doi.org/10.1037/h0100251
Matson, J.L. 2009. Applied Behavior Analysis for Children with Autism Spectrum
Disorders. New York: Springer.
Mash, E.J., & Wolfe, D.A. (2010). Abnormal child psychology, Fourth Edition. USA:
Wadsworth, Cengage Learning.
A. ANALISIS SITUASI
Berdasarkan hasil wawancara awal yang yang dilaksanakan dengan
beberapa ibu asuh SOS Children’s Village Bali, ibu menyampaikan bahwa
dibutuhkan kesabaran yang lebih dalam mengasuh dan mendisiplinkan mereka
karena beberapa masalah yang ditunjukkan pada anak seperti masalah perilaku
membangkang, melawan aturan dirumah, berbohong, masalah emosional seperti
mudah marah, agresif, bahkan ada yang sangat tertutup. Permasalahan tersebut,
terkadang tidak dapat direspon oleh ibu dengan cara yang tepat. Ibu menjadi
marah dengan perilaku anak dan memberikan tanggapan dengan memarahi anak,
menasehati dan hanya berkomunikasi satu arah, menyebutkan kesalahan-
kesalahan anak terdahulu, atau membandingkan perilaku anak dengan anak
lainnya. Tanpa disadari hal ini akan memperburuk hubungan antara ibu dan anak
serta pesan yang ingin disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh anak.
Berbagai kondisi seperti yang dijelaskan dalam mengurus anak dapat
menimbulkan stres pengasuhan bagi para ibu asuh. Menurut Sanders (2004),
penyebab munculnya masalah bagi orangtua di seputar pengasuhan anak
diantaranya adalah atribusi negatif orangtua terhadap perilaku anak, dan
kurangnya pengetahuan orangtua tentang pengasuhan anak. Stres pengasuhan
digambarkan sebagai kecemasan atau ketegangan yang berlebihan dan secara
khusus berkaitan dengan peran sebagai orangtua dan interaksi antara orangtua dan
anak (Abidin dalam Deckard, 2004).
Stres pengasuhan dapat membawa dampak negatif bagi perkembangan anak
(Deckard, 2004), pada hubungan pengasuh atau orangtua dengan anak dan juga
kondisi psikologis dari pengasuh sendiri (Sanders, 2003). Saat mengalami stres
dalam pengasuhan ini, orangtua juga cenderung kurang efektif dalam menerapkan
keterampilan pengasuhan yang sudah dimiliki. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi stres dalam pengasuhan adalah
memberikan pelatihan pengasuhan kepada orangtua atau pengasuh anak. Menurut
Baker (dalam Hsiao, 2017) menyediakan dukungan atau pendidikan bagi orangtua
dalam menghadapi anak dengan masalah perilaku sangat bermanfaat bagi
Test Statisticsb
Posttest - Pretest
Z -2.947a
2. Pembahasan
Hal pertama yang diberikan dalam pelatihan pengasuhan positif ini
adalah informasi dan pengetahuan mengenai prinsip dasar pengasuhan positif
yang diikuti dengan fase perkembangan anak, serta strategi pengasuhan positif
melalui komunikasi efektif dan disiplin asertif. Hal ini didasari pada prinsip-
prinsip pengasuhan positif yang disampaikan oleh Sanders (2003) yaitu
menciptakan lingkungan yang aman, lingkungan belajar positif, disiplin asertif,
membangun harapan yang realistis berdasarkan kemampuan anak, serta
memberikan waktu untuk merawat diri sendiri sebagai orangtua Ibu asuh tidak
hanya mendapatkan pengetahuan tentang pengasuhan positif, akan tetapi
Daftar Pustaka
Ahern, L.(2004). Psychometric properties of the parenting stress index. Journal of
clinical child psychology, 29, 615-625.
Deckard, D. (2004). Parental stress and early child development: Adaptive and
maladaptive outcomes. USA: Springer.
Hayes, S. A., & Watson, S. L. 2012. The impact of parenting stress. Journal of
development disorder, vol 43: hal. 629-642.
Hsiao, Y.J. 2017. Parental stess in families of children with disabilities. Intervention
in school and clinic. DOI: 10.1177/1053451217712956.
A. ANALISIS SITUASI
Tingginya angka penyalahgunaan narkoba dapat diakibatkan karena
akses yang mudah untuk mendapatkan narkoba. Peredaran narkoba tidak
hanya terjadi di berbagai tempat umum, akan tetapi pengedaran juga masuk
ke lembaga pemasyarakatan atau lapas yang salah satunya adalah lembaga
pemasyarakatan Klas IIA Kerobokan Bali. Hasil survei dari BNN (2014) juga
menunjukkan bahwa sekitar 88% akses narkoba dipenjara diperoleh dari
teman sesama narapidana, 27% dari teman diluar penjara, 16% dari petugas
lapas, 9% dari bandar diluar penjara, dan 2% dari pacar atau pasangan.
Bagi narapidana yang masih terikat dengan narkoba, situasi ini akan
dianggap menguntungkan bagi mereka karena dapat mengakses narkoba
dengan mudah, sedangkan bagi narapidana yang sedang berusaha untuk pulih
dan bebas dari narkoba maka hal ini akan menjadi tantangan yang membuat
narapidana kesulitan tetap bertahan dalam kondisi pulih sehingga adanya
kemungkinan untuk mengalami kekambuhan. Kekambuhan atau relapse
merupakan kembalinya seseorang pada pola perilaku menggunakan narkoba
(Melemis, 2015). Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami kekambuhan, mulai dari faktor lingkungan seperti kekayaan,
berbagai situasi sosial, paparan terhadap stres, konflik interpersonal,
pergaulan, dan faktor intrapersonal atau dari dalam individu sendiri termasuk
keyakinan untuk dapat mengontrol diri termasuk pikiran, perasaan, dan
perilaku yang berkaitan dengan penggunaan narkoba (Blume, 2005).
Hasil wawancara terhadap beberapa narapida yang menjadi korban
penyalahgunaan narkoba di lapas klas IIA Kerobokan, didapatkan bahwa hal
yang paling membuat sulit untuk bertahan dan lepas dari narkoba dalam
waktu yang lama adalah keyakinan yang salah yaitu yakin bahwa dirinya
tidak akan bisa lepas dari narkoba, adanya sugesti dari dalam diri untuk
B. KELUHAN
Keluhan disampaikan oleh dokter, perawat, serta seorang napi yang sering
membantu memberikan layanan di klinik lapas klas IIA Kerobokan. Petugas
tenaga kesehatan menyampaikan bahwa jumlah pengguna narkoba di dalam lapas
sangat banyak namun tidak ada data konkrit yang menunjukkan angka atau
jumlahnya. Sering ditemukan pasien yang datang ke klinik dalam efek narkoba,
dan mereka mengakui bahwa baru saja menggunakan narkoba.
Ada juga orang-orang yang hingga saat ini masih mencoba untuk bertahan
dan tidak lagi menggunakan narkoba, seperti mereka yang sering membantu di
klinik sehingga mereka memiliki kesibukan. Meskipun begitu, mereka masih
rentan mengalami kekambuhan seperti narapidana lainnya. Seorang narapidana
yang sering membantu memfasilitasi para pecandu narkoba di lapas juga
menyampaikan bahwa hampir semua orang pengguna narkoba meskipun sudah
berusaha melakukan berbagai cara untuk bertahan dan bebas dari narkoba, masih
memiliki pikiran-pikiran dan keinginan untuk kembali menggunakannya dan ini
yang akan membuat seorang mengalami kekambuhan jika mereka tidak dapat
mengontrol hal tersebut.
C. PROSEDUR PEMERIKSAAN
Prosedur pemeriksaan awal dilakukan terhadap dokter dan perawat untuk
mendapatkan gambaran keluhan terkait kasus penyalahgunaan narkoba di lapas.
Setelah itu dilanjutkan pada wawancara terhadap beberapa narapidana yang
memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba dan sedang dalam kondisi “pulih”.
F. KESIMPULAN AWAL
Berdasarkan hasil wawancara, disimpulkan bahwa ketiga anggota kelompok
pertama kali menggunakan narkoba karena mendapatkan tawaran dari teman-
temannya yang kemudian mereka mengalami ketergantungan dan terus berupaya
mendapatkan narkoba. Setelah beberapa lama menjalani hukuman, ketiganya
mendapatkan alasan dan motivasi untuk berhenti yaitu ingin mendapatkan remisi
dan bisa dibebaskan lebih awal. Usaha-usaha menyibukkan diri yang dilakukan
memang dapat mengalihkan mereka untuk tidak menggunakan narkoba, akan
tetapi pikiran-pikiran yang memberikan sugesti bagi dirinya sendiri untuk mencari
dan menggunakan narkoba selalu mengganggu. Hal ini menunjukkan bahwa
diperlukannya teknik atau strategi koping bagi subjek untuk mencegah terjadinya
kekambuhan atau kembali menggunakan narkoba dengan mengatasi pikiran-
pikiran yang mengganggu tersebut
G. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut didapatkan rumusan
masalah, yaitu ”Bagaimana pengaruh terapi kognitif-perilaku terhadap
kecenderungan kekambuhan pada narapidana pengguna narkoba di Lapas Klas
IIA Kerobokan Bali?”
H. TINJAUAN PUSTAKA
1. Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam perkerjaan dan fungsi sosial (Sumiati, 2009).
Seseorang dianggap mengalami penyalahgunaan narkoba apabila ia menerima
konsekuensi negatif seperti timbulnya masalah dalam hubungan interpersonal,
sekolah, atau pekerjaan akibat dari penggunaan narkoba (Blume, 2005)
2. Tahapan Pemulihan (Recovery)
Terdapat lima tahap pemulihan yaitu precontemplation, contemplation,
preparation, action, maintenance, dan termination (Melemis, 2015).
b) Contemplation
Pada tahap ini, pengguna mulai mengetahui masalah yang mereka
hadapi dan dapat mengakui bahwa mereka menginginkan perubahan, akan
tetapi berpikir bahwa dirinya belum siap untuk melakukan langkah-
langkah perubahan.
c) Preparation
Individu yang berada pada tahap ini memutuskan dan berkomitmen
untuk melakukan perubahan dengan menyusun serangkaian perencanaan
aksi atau perilaku untuk beberapa bulan kedepan.
d) Action
Tahap ini mencakup usaha awal untuk melakukan perubahan,
individu sudah memodifikasi perilaku dan lingkungannya untuk
meningkatkan keinginannya melakukan perubahan.
e) Maintanance
Tahap pemeliharaan merupakan tahapan yang paling menantang bagi
individu, mereka harus bekerja keras untuk mencegah terjadinya
kekambuhan.
3. Pencegahan Kekambuhan (Relapse Prevention)
Kekambuhan umumnya dapat dicegah melalui berbagai macam
pendekatan tergantung pada permasalahan yang dialami oleh individu.
Pencegahan kekambuhan merupakan suatu program manajemen diri atau self-
management yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan individu untuk
mempertahankan kondisi “pulih” mereka. Pada kasus penyalahgunaan narkoba,
umumnya program pencegahan kekambuhan yang digunakan adalah tritmen
kognitif-perilaku yang fokus pada tahap maintenance atau pemeliharaan dari
perubahan perilaku kecanduan yang terdiri dari dua tujuan utama yaitu (1)
I. RANCANGAN INTERVENSI
1. Tujuan Intervensi
Adapun tujuan dari pemberian intervensi berupa terapi kognitif-
perilaku pada narapidana yang menggunakan narkoba di Lapas Klas IIA
Kerobokan Bali adalah:
a. Kelompok dapat mengidentifikasi dan mengenali berbagai situasi yang
mengarahkan dirinya untuk menggunakan narkoba, sehingga dapat
menentukan cara yang tepat untuk mengatasi maupun menghindari
situasi tersebut.
b. Kelompok dapat mengidentifikasi pikiran-pikiran otomatis yang negatif
dan menggantinya dengan pikiran yang lebih rasional.
c. Kelompok dapat menguasai strategi pemecahan masalah baru yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengurangi
kemungkinan mengalami kekambuhan.
2. Pendekatan Intervensi
Terapi kognitif-perilaku merupakan salah satu pendekatan terapi yang
dapat digunakan untuk membantu mencegah kekambuhan pada pengguna
narkoba (Dobson & Dozois dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Pada
terapi ini klien diarahkan untuk menyadari pikiran-pikiran negatif yang
dimiliki, menentang pikiran tersebut, dan menggantikannya dengan
pikiran/keyakinan baru yang lebih positif. Klien juga diberikan latihan
3. Rancangan Intervensi
Sesi Tujuan Tugas Fasilitator Waktu
I 1. Membangun rasa nyaman 1. Memperkenalkan diri dan meminta 20 menit
“Pembukaan antara anggota kelompok setiap anggota kelompok untuk
dan dan fasilitator memperkenalkan diri
Perkenalan” 2. Anggota kelompok 2. Fasilitator meminta setiap anggota
memahami kegiatan yang kelompok menyampaikan harapan
akan dilakukan serta dapat untuk mengikuti kegiatan ini
membangun komitmen 3. Fasilitator menjelaskan tujuan dari
dalam kelompok kegiatan ini serta prosedur kegiatan
3. Anggota kelompok dapat yang akan dilaksanakan
memahami peraturan dan 4. Fasilitator menjelaskan norma dan
norma kelompok. peraturan kelompok
5. Melakukan pretest
b. Subjek RY
c. Subjek AR
Anggot
Perilaku
a Situasi Pikiran & Efek yang
yang
Kelomp Perasaan didapatkan
muncul
ok
JM Setelah kerjakan Merasa iri, Menangis Bangun
tugas di kantor, sedih, tidak dan terus kesiangan,
mandi, dan siap- berguna. menyesal, lemas, tidak
siap mau tidur. Menyesal merasa bertenaga untuk
Menyempatkan dengan terjebak di bekerja tapi
untuk lihat status kehidupan yang penjara. memaksakan
teman-teman di dijalani selama Sekitar tetap kekantor.
facebook dan ini. Berpikir pukul 2 Kkhirnya tidak
banyak yang sudah seandainya dari subuh, bisa bekerja
berkeluarga, dan dulu sudah melihat beberapa hari.
bekerja kantoran mencari kerja teman-teman
K. PEMBAHASAN
Seluruh anggota kelompok menggambarkan bahwa situasi eksternal yang
paling sering memunculkan kembali dorongan dan pikiran untuk menggunakan
narkoba adalah adanya pesta atau perayaan tertentu, tekanan dari teman, dan
pikiran negatif bahwa akan baik-baik saja jika hanya menggunakan narkoba satu
kali saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sutker & Adams (2002) bahwa
lingkungan hidup seseorang akan memengaruhi penggunaan narkoba, apabila
individu tinggal atau terlibat dengan lingkungan yang terdiri dari orang-orang
pengguna narkoba maka semakin tinggi resiko dirinya melakukan hal yang sama.
Faktor internal yang juga dapat memunculkan dorongan menggunakan
narkoba adalah merasa diri tidak berguna, tidak memiliki tujuan, sedih dengan
kondisi saat ini, atau merasa kesepian yang kemudian memunculkan berbagai
pikiran otomatis hingga terpikir untuk menggunakan narkoba agar melupakan
perasaan-perasaan tersebut. Menurut Keane (2000) narkoba seringkali dijadikan
sebagai pilihan oleh individu yang tidak memiliki keterampilan coping yang baik,
karena mereka menganggap bahwa menggunakan narkoba dapat membuat mereka
melupakan permasalahan atau perasaan-perasaan negatif yang mereka miliki.
Menurut Melemis (2015) terapi kognitif-perilaku dapat membantu
meningkatkan keterampilan menyelesaikan masalah pada pengguna narkoba dan
juga langkah untuk menggantikan pikiran-pikiran negatif yang selalu menjadi
halangan bagi mereka dalam proses pemulihan. Selama sesi berlangsung, seluruh
anggota kelompok dapat belajar satu sama lain mengenai kesulitan masing-
masing dalam menjaga komitmen. Anggota kelompok juga saling memberikan
dukungan dan masukan sehingga memperoleh sudut pandang yang lebih luas
mengenai cara untuk menghadapi situasi-situasi yang menyulitkan mereka untuk
bertahan dalam kondisi pulih atau bebas dari narkoba.
L. PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
Daftar Pustaka
Melemis, S.M. (2015). Relapse prevention and five rules of recovery. Yale Journal
of Biology and Medicine, No. 88 (Hal. 325 – 332).
B. KELUHAN
DA mengeluhkan kesulitan dalam mengontrol emosinya dan sangat mudah
tersinggung oleh perkataan orang lain, dan sering terganggu oleh pikiran-pikiran
hubungan dekat
kekerasan
9 th 28 th 26 th
subjek
24 th
H. ANAMNESIS
1. Hubungan dalam Keluarga
Subjek tidak dapat menggambarkan hubungan kedua orangtuanya karena
ibu subjek meninggal saat subjek berusia 2 bulan. Setelah itu, subjek diasuh
oleh keluarga ibu terutama nenek dan bibinya hingga dewasa. Subjek memiliki
hubungan yang kurang baik dengan ayahnya. Sejak kecil, nenek dan bibi
subjek sering bercerita bahwa ayah subjek adalah orang yang jahat karena
dahulu memperlakukan ibu subjek dengan keras dan sering melakukan
kekerasan fisik. Subjek pernah tinggal bersama ayah selama satu tahun hingga
lulus SMP.
Selama itu, subjek sering mendapatkan kekerasan verbal dan beberapa
kali kekerasan fisik oleh ayahnya seperti dipukul kepala atau melempar barang
yang membuat subjek merasa sangat sedih dan kesal hingga beberapa kali
melukai dirinya karena tidak berani melampiaskan pada ayahnya. Subjek
memiliki 2 orang kakak laki-laki dan seorang adik tiri perempuan. Subjek tidak
dekat dan hampir tidak pernah berkomunikasi dengan saudaranya hingga saat
ini.
2. Riwayat Pengasuhan
Sejak kecil subjek diasuh oleh keluarga ibu khususnya nenek subjek, dan
dibantu oleh bibi subjek untuk memenuhi biaya kehidupan subjek. Subjek
L. DIAGRAM KASUS
M. DINAMIKA KEPRIBADIAN Membela diri saat bertengkar dengan orang lain dan
tidak mendapat dukungan, merasa kecewa
Subjek merupakan seorang laki-laki berusia 24 tahun dengan tinggi badan
155 cmThe
dan berat badan 45 kg. Subjek adalah anak ketiga dari 3 bersaudara, ibu
subjek Complex:
meninggal saat ia berusia 2 bulan sehingga subjek diasuh oleh nenek dan
Masalah pengelolaan emosi
dibantu oleh keluarga yang
lainnya
dapatdari pihak diri
merugikan ibu.dan
Subjek memiliki hubungan yang
Ingin menjalin hubungan baik
sangat dekat denganorangnenekdisekitarnya
karena diasuh sejak kecil, nenek cenderung
dengan orang lain
Dorongan yang kuat untuk
menerapkan pengasuhan yang permisif Tidak ingin
yaitu selalu memenuhi keinginan subjek. menimbulkan
memenuhi keinginannya
masalah dilingkungannya
Membutuhkan
Bibi subjek lebih menerapkan perhatian
pengasuhan dariotoriter yaitu bibi sering bersikap
yang Tidak mendapatkan perhatian
orang lain
keras kepada subjek jika subjekimajinasi
Dominasi melakukan kesalahan atau tidak menuruti bibi
seperti mencubit atau memarahi subjek denga kata-kata. Keluarga ibu yang
tinggal bersama subjek sering menceritakan pada subjek bahwa ayahnya adalah
orang yang jahat dan menyebabkan ibu subjek meninggal karena sering disiksa.
Cerita yang didengar subjek dari bibinya juga menghasilkan
Gangguan persepsi
Kepribadian Ambangnegatif
Symptom
subjek mengenai ayahnya, subjek menjadi membenci ayahnya karena sejak kecil
formation
ditanamkan keyakinan bahwa ayah adalah penyebab kematian ibunya.
Subjek merupakan anak yang cenderung impulsif sejak kecil, ia harus
Munculnya ide- Emosi yang meluap-luap, Menarik perhatian Memiliki tema
mendapatkan apapun yang iamudah
ide bunuh diri
inginkan dan tidak menyukai saat sesuatu tidak
tersinggung orang lain dengan imajiner yang
dan usaha dengan
berjalan sesuai keinginannya. Saatsikap dan
memasuki mengaku
kelas 3 SMP, memiliki
subjek pernah identitas “mon
menyakiti diri perkataan orang disekitar gangguan mental dalam diri
berkelahi di sekolah dengan temannya hingga nenek subjek dipanggil ke sekolah.
Hal ini membuat bibi subjek marah karena subjek terlalu sering membuat masalah
di sekolah, sehingga akhirnya memutuskan subjek untuk tinggal bersama
ayahnya. Selama tinggal bersama ayah, subjek sering mendapatkan kekerasan
secara verbal dan terkadang secara fisik. Subjek sering merasa sakit hati dengan
pembicaraan ayah terhadapnya dan membuatnya semakin membenci ayahnya.
Subjek tinggal bersama ayah selama kurang lebih 1 tahun, kemudian
kembali kerumah nenek. Beberapa waktu setelah lulus SMA, saat dirumah terjadi
suatu pertengkaran antara bibi dan nenek subjek. Pada saat itu, subjek melihat bibi
membentak nenek dan subjek merasa tidak dapat menerima hal tersebut kemudian
berteriak pada bibi untuk tidak memperlakukan nenek seperti itu. Subjek juga
melempar sesuatu ke jendela hingga jendela tersebut pecah. Setelah kejadian itu,
subjek merasa bersalah dan hubungannya dengan bibi menjadi renggang. Merasa
Q. RANCANGAN INTERVENSI
1. Tujuan Intervensi
a. Memberikan pemahaman kepada subjek mengenai kondisi yang dialaminya
b. Membantu subjek dalam meningkatkan kemampuannya untuk mentoleransi
kondisi-kondisi yang menimbulkan distress.
c. Meningkatkan keterampilan subjek dalam menjaga suatu hubungan
interpersonal melalui komunikasi asertif
2. Pendekatan Intervensi
Dialectical behavior therapy merupakan salah satu bentuk dari terapi
kognitif perilaku yang dikembangkan sebagai penanganan untuk individu
yang gangguan kepribadian ambang. Tujuan dari DBT adalah untuk
membantu klien mengelola emosi dengan cara mengarahkan klien untuk
mengalami emosi tersebut, menyadarinya, dan menerima atau dalam hal ini
disebut sebagai kemampuan regulasi emosi (Dijk, 2012).
3. Rancangan Intervensi
Sesi Tujuan Pendekatan Hasil yang diharapkan
Sesi 1 1. Membangun rapport Psikoedukasi Diharapkan agar subjek menyadari
dengan subjek sehingga bahwa dirinya memiliki beberapa
membuat subjek lebih pencapaian meskipun selama ini
nyaman selama sesi akan merasa kesulitan dalam mengikuti
berlangsung pelajaran di sekolah. dengan
2. Menyampaikan hasil menyadari hal tersebut, maka
asesmen yang telah diharapkan dapat meningkatkan
dilakukan sebelumnya motivasi subjek untuk pencapaian-
3. Mendefinisikan pencapaian lainnya serta subjek
permasalahan yang dapat menyadari potensi yang ia
dialami oleh subjek dan miliki.
akan menjadi target
intervensi
4. Memberikan penjelasan
pada sujek mengenai
S. KEGIATAN FOLLOW-UP
Daftar Pustaka
American Psychiatric Association. (2000). DSM-IV-TR: Diagnostic and statistical
manual of mental disorders text revision. Washington, DC: Author.
Bennet, P. (2006). Abnormal and clinical psychology, 2nd Edition. AS: Open
University Press.
Dijk, S.V. (2012). DBT made simple: A step-by-step guide to dialectical behavior
therapy. Oakland: New Harbinger Publication, Inc.
A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : RR5
Usia : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Bandung, 29 Februari 1984
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Anak ke- : 1 dari 6 bersaudara
Pendidikan : SMA
Asal : Bandung
Tempat tinggal : Pamogan, Denpasar Selatan
2. Identitas Orangtua
Keterangan Ayah Ibu
Nama AH SI
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Usia 64 tahun 50 tahun (alm.)
Agama Islam Islam
Suku bangsa Indonesia Indonesia
Pendidikan terakhir SD SD
Pekerjaan Wirausaha Wirausaha
Perkawinan ke- 1 1
Status Cerai Cerai
Alamat Bandung Bandung
4. Identitas Suami
Keterangan Suami
Nama MA
Jenis Kelamin Laki-laki
Usia 50 tahun
Agama Islam
Suku bangsa Sunda
Pendidikan terakhir SMA
Pekerjaan Pekerja Pabrik
Perkawinan ke- 1
Status Cerai
Alamat Bandung
5. Data Anak
No Nama Umur Pendidikan Hak Asuh Keterangan
1 ZA 17 tahun SMA kelas 3 Ayah Perempuan
2 AL 15 tahun SMP kelas 2 Ayah Perempuan
3 AI 12 tahun SD kelas 6 Ayah Laki-laki
4 NN 10 tahun SD kelas 4 Ayah Laki-laki
B. KELUHAN
Subjek datang dengan keluhan bahwa dirinya mengalami kekerasan fisik
dan mental dari pacarnya. Subjek dipukul, dijambak, dan tangan ditarik keras oleh
pacarnya karena meminta untuk melakukan USG. Pacar subjek memaksa subjek
untuk menggugurkan kandungannya karena pacar tidak bersedia untuk
bertanggung jawab. Setelah kejadian tersebut, subjek merasa tidak aman dan takut
jika pacarnya datang dan melakukan hal buruk padanya. subjek ketakutan karena
pacarnya memilliki banyak senjata tajam dan takut membawa senjata tersebut
pada subjek. Subjek mengalami masalah sulit tidur karena memikirkan hal yang
terjadi pada dirinya, dan menjadi mudah menangis. Sejak masalah tersebut terjadi,
subjek juga merasa gelisah dan khawatir mengenai masa depannya, kembali
mengingat pengalaman menyedihkan di masa lalunya seperti kepergian ibu, rasa
bersalah telah meninggalkan anak-anak, rasa bersalah pernah berbohong pada
bercerai
subjek
kekerasan
bercerai
kekerasan
H. ANAMNESIS
1. Hubungan dalam Keluarga
Ayah dan ibu subjek sudah lama bercerai yaitu saat subjek masih duduk
di kelas 1 sekolah dasar. Dari pernikahan orangtuanya, subjek memiliki satu
saudara perempuan. Beberapa tahun kemudian ibu kembali menikah dan
melahirkan 4 orang anak. Subjek merasa lebih dekat dengan ibunya daripada
ayah dan sangat mengagumi ibu. Subjek merasa ibunya sangat baik dan
pekerja keras sekaligus lemah karena ibu sangat mudah memaafkan orang yang
berbuat buruk seperti tetap memberikan ayah subjek uang meskipun sudah
dikhianati dan sudah bercerai dengan alasan kasihan. Hubungan subjek dengan
ayah menjadi kurang baik sejak orangtua bercerai. Ayah sangat jarang
mengunjungi subjek, akan tetapi hingga saat ini ayah beberapa kali
menghubungi subjek melalui telepon. Subjek memiliki hubungan yang baik
dengan kelima adiknya. Subjek menyayangi adik-adiknya dan merasa bangga
karena bisa membantu mereka sekolah hingga kuliah. Komunikasi yang
terjalin sangat baik antar saudaranya.
2. Riwayat Pengasuhan
Orangtua bercerai
Kecewa terhadap ayah
Early Life Menginginkan lekat dan
Tidak mendapatkan
bergantung dengan
kedua orangtua pengasuhan orangtua sejak
kecil diasuh nenek
The
Complex:
Kebutuhan akan
dependency
Ingin menjadi figur ibu
Merasa takut
yang dihormati anak
diasingkan/sendiri
Ingin menjalani hidup
Rasa bersalah
mandiri
meninggalkan anak-
Menjadi orang yang tegas
anak
Tidak memiliki pasangan
Inferior/merasa tidak
untuk digantungkan
mampu
Symptom
formation
O. TINJAUAN TEORI
1. Karakteristik Tipe Kepribadian Dependen
Terdapat beberapa macam kepribadian dependen yang masih berada
dalam kategori normal atau tidak dikategorikan sebagai patologi (Millon,
2000). Pertama disebut sebagai devoted style atau setia yaitu tipe yang penuh
kepedulian dan mudah khawatir, umumnya lebih mengutamakan kepentingan
orang lain daripada dirinya. Kedua adalah agreeing style yang terbentuk dari
sifat-sifat kooperatif, penuh pertimbangan, dan keramahan. Sifat-sifat adaptif
dan normal yang terdapat dalam devoted style dan agreeing style tersebut
dengan mudahnya dapat berubah menjadi suatu patologi.
Individu dengan kepribadian dependen cenderung menyatukan identitas
mereka dengan orang lain dan sangat membenci kesendirian sehingga ide-ide
mengenai perpisahan dapat menimbulkan kecemasan pada mereka. Mereka
juga cenderung tidak memberikan batasan yang jelas antara dirinya dan orang
lain sehingga kehilangan suatu hubungan maka mereka akan merasa
kehilangan identitas dirinya juga. Perilaku khas yang dimiliki oleh individu
dengan tipe kepribadian dependen adalah memiliki strategi yang aktif maupun
Sesi 4
Sesi ini dan selanjutnya tidak dilanjutkan dikarenakan subjek yang
menyampaikan bahwa kondisi subjek sudah lebih baik sejak sesi sebelumnya.
S. KEGIATAN FOLLOW-UP
Berdasarkan hasil follow-up diketahui bahwa subjek sudah tidak mengalami
gejala-gejala psikologis yang ia keluhkan diawal, namun masih mengalami
masalah sulit tidur hingga membutuhkan terapi obat. Penggunaan obat tidak
dilakukan setiap hari oleh subjek seperti pada saat awal menyampaikan
keluhannya, saat ini ia hanya minum di waktu tertentu. Subjek mengambil suatu
keputusan baru yaitu ia akan melakukan pembatalan pelaporan di kepolisian untuk
kasus mantan pacarnya yang melakukan kekerasan. Subjek ingin mengakhirinya
dan fokus pada kehidupannya saat ini. Subjek masih tinggal bersama 2 orang
anaknya. Pekerjaan yang dilakukan sekarang adalah berjualan produk kecantikan
secara online.
Daftar Pustaka