Anda di halaman 1dari 120

Rangkuman Laporan

Praktik Kerja Profesi Psikologi (PKPP) I & II

Mayoring Psikologi Klinis

Disusun Oleh :
Ni Luh Krishna Ratna Sari
NIM 111624153003

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
RINGKASAN LAPORAN PKPP I
I. Laporan Kasus Individu Remaja (Borderline Intellectual Functioning) .......1
II. Laporan Kasus Individu Anak (Masalah pada Atensi)................................17
III. Laporan Kasus Individu Anak (Autistic Disorder).......................................33
IV. Laporan Kasus Komunitas............................................................................53
RINGKASAN LAPORAN PKPP II
V. Laporan Kasus Kelompok ...........................................................................65
VI. Laporan Kasus Individu Dewasa (Borderline Personality Disorder)..........81
VII. Laporan Kasus Dewasa (Relational Problem) ..........................................101

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) ii


RINGKASAN LAPORAN KASUS PKPP I
I. LAPORAN KASUS INDIVIDU REMAJA

A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : AG1
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal lahir : Jembrana, 12 Oktober 2002
Usia : 15 tahun 4 bulan
Suku Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Selemadeg Timur, Tabanan
Pendidikan : SMP
Anak ke- : 1 dari 2 bersaudara
2. Identitas Keluarga

Ayah Ibu Ibu Asuh


Nama KD PT YA
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Perempuan
Usia 31 tahun (Alm.) 33 tahun (Alm.) 46 tahun
Suku bangsa Bali Bali Jawa
Agama Hindu Hindu Kristen
Alamat Jembrana Jembrana Tabanan
Pendidikan terakhir SD SD SMK
Pekerjaan Sopir Ibu rumah tangga Ibu Asuh

B. KELUHAN
Subjek dikeluhkan terlibat dalam perilaku mencuri bersama dengan teman-
temannya. Subjek juga kurang memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu
termasuk aktivitas sehari-hari seperti halnya dalam urusan mandi, makan, belajar,
ibu subjek harus memberikan perintah agar subjek mau melakukan aktivitas
tersebut. Subjek tidak bisa mengatur waktunya sendiri dan merencanakan apa
yang akan dikerjakan, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bermain dan
tidur.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 1


Guru subjek mengeluhkan bahwa subjek tidak serius dalam mengikuti
pelajaran di sekolah, subjek jarang membuat PR, tidak membawa buku pelajaran,
sering tidur di dalam kelas dan tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh
guru, hingga tidak menjawab soal saat ujian meskipun sudah mendapatkan
teguran dari pihak sekolah dan pembina SOS Children’s Village Bali. Subjek juga
sering mengganggu temannya saat sedang belajar di kelas, dan sering bolos
pelajaran di sekolah. Prestasi akademik subjek juga dikatakan rendah, hampir
setiap kenaikan kelas subjek selalu mendapatkan ranking terendah.
C. RIWAYAT KELUHAN
Subjek diantar ke SOS Children Village Bali saat berusia kurang lebih 8
tahun. Sebelumnya subjek tinggal bersama ibu, adik perempuannya, kakek dan
nenek dari pihak ibu. Saat masuk sekolah dasar sekitar kelas 2 SD, subjek pernah
ketahuan mencuri di kebun milik warga. Setelah tinggal di SOS selama beberapa
bulan, subjek beberapa kali terlibat dalam pencurian di sekolah dan di lingkungan
tempat tinggal bersama teman-temannya. Sebagian besar dari apa yang dicuri
adalah makanan, alat tulis, dan buku tulis. Subjek sudah mendapatkan hukuman
atas tindakannya tersebut dari ibu dan pembina SOS, akan tetapi tetap
mengulanginya. Menurut ibu subjek, subjek berani melakukan hal tersebut karena
ajakan dari teman-temannya.
Subjek mengakui hal tersebut dan memberikan alasan bahwa dirinya lapar.
Selama beberapa waktu kemudian, tidak ada lagi keluhan dari sekolah mengenai
kenakalan subjek. Saat kelas 3 SD subjek diajak untuk mengikuti tes inteligensi
dan subjek memiliki skor IQ 76. Saat itu subjek belum disarankan untuk pindah
ke SLB, dan direkomendasikan untuk tetap bersekolah di sekolah umum. Terkait
dengan masalah perilaku mencuri, subjek tidak mendapatkan intervensi khusus,
hanya disampaikan bahwa masalah perilaku mencuri pada subjek disebabkan oleh
kurangnya pemenuhan kebutuhan oleh ibu.
Menurut saudara subjek yang satu sekolah dengannya, saat SD subjek
merupakan anak yang cukup aktif. Ia memiliki banyak teman dan anak yang nakal
karena sering mengganggu temannya. Subjek juga kadang bertengkar dengan
temannya hingga saling memukul. Setelah melanjutkan ke jenjang SMP, subjek
mulai melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil di sekolah, mulai dari cara

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 2


berpakaian, tidur di dalam kelas, tidak membawa buku, atau membolos kelas. Saat
kelas 7, subjek juga memiliki masalah karena tidak bersedia mengembalikan uang
temannya yang ia pinjam. Guru menyampaikan bahwa sudah sering menasehati
dan memberikan hukuman pada subjek, akan tetapi subjek cenderung diam ketika
dinasehati dan menuruti ketika diberikan hukuman, akan tetapi subjek tetap
mengulangi pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Hal yang menjadi keluhan utama dari ibu adalah subjek yang masih
tergantung pada instruksi dari ibu dan tidak memiliki inisiatif untuk melakukan
sesuatu sendirian, padahal subjek sudah menginjak usia 15 tahun. Ibu
mengkhawatirkan subjek karena belum bisa mengatur diri sendiri, sedangkan
setelah lulus SMP subjek tidak boleh tinggal di Villages bersama ibu.
D. TUJUAN PEMERIKSAAN
Tujuan dari dilaksanakannya pemeriksaan psikologis terhadap subjek adalah
untuk mendapatkan gambaran mengenai permasalahan yang dialami sehingga
dapat menentukan diagnosis serta menyusun dan melaksanakan intervensi yang
tepat untuk diberikan kepada subjek.
E. PROSEDUR PEMERIKSAAN
Adapun prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan berupa wawancara
sejumlah pihak yang dekat dengan subjek, observasi aktivitas & interaksi subjek,
serta pemberian beberapa tes psikologi yaitu tes Grafis untuk mengetahui
gambaran konsep diri, penyesuaian dan relasi dalam kelaurga, skala CBCL yang
diisi bersama ibu asuh untuk mengidentifikasi masalah perilaku & emosional
spesifik pada subjek, tes FSCT untuk mengetahui penyesuaian sosial subjek, serta
WISC untuk mengetahui gambaran kapasitas intelektual subjek. Setelah
melakukan asesmen, pemeriksa menegakkan diagnosa, merancang & memberikan
intervensi, serta melakukan follow-up.
F. STATUS PRAESEN
Subjek merupakan anak laki-laki dengan tinggi badan 170 cm dan berat
badan sekitar 55 kg dengan perawakan yang kurus. Subjek menggunakan baju
berwarna merah dan celana pendek berwarna coklat. Subjek memiliki kulit
berwarna sawo matang, rambut lurus dengan potongan yang rata sekitar 1 cm.
Saat bertemu dengan pemeriksa dan didampinggi oleh ibu asuh, subjek tidak ada

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 3


melakukan interaksi, ia hanya menjawab singkat saat ditanya oleh ibu dan
pemeriksa. Subjek lebih banyak menunduk dan tidak menatap lawan bicara saat
itu.
G. ANAMNESIS
1. Hubungan dalam Keluarga
Sejak kecil subjek pernah tinggal dan diasuh oleh beberapa pihak.
Awalnya subjek tinggal dengan kedua orangtua dan adik perempuannya,
namun setelah diketahui ayah subjek mengalami HIV/AIDS, subjek sering
dijemput oleh saudara dari kakek subjek dan mengasuh subjek. Setelah ayah
meninggal, subjek beserta ibu dan adiknya kembali ke rumah orangtua ibu
subjek. Beberapa lama setelah itu, kondisi kesehatan ibu juga semakin
menurun dan kakek serta nenek tidak mampu mengasuh subjek dan adiknya
sehingga keduanya diantarkan ke SOS Children’s Village Bali.
Di SOS CV Bali, subjek memiliki seorang ibu asuh, 4 saudara
perempuan dan 1 orang saudara laki-laki yang tinggal bersama. Sekitar
beberapa bulan lalu subjek memiliki hubungan yang kurang baik dengan ibu
asuhnya. Ibu sering memarahi subjek karena jarang berada dirumah dan jarang
mengambil tugas pekerjaan rumah yang menjadi tanggung jawabnya. Subjek
menghindari untuk bertemu dengan ibu selama beberapa minggu, tidak
berbicara dengan ibu, selalu pulang larut malam ketika ibu dan saudara lainnya
sudah tidur.
Subjek memiliki hubungan harmonis dengan adik kandung maupun
saudara-saudara yang tinggal satu rumah dengannya di SOS CV Bali. Subjek
jarang bertemu dengan adik kandungnya karena adik kandungnya tinggal di
asrama SLB C, saat adiknya liburan dirumah subjek sering berbuat jahil hingga
membuat adiknya menangis. Subjek cenderung lebih dekat dengan 2 saudara
perempuan di rumah, karena usia sebaya dan satu sekolah sehingga subjek
sering bercerita dengan mereka. Subjek menyukai anak kecil dan ia juga sangat
disukai oleh 2 adiknya yang masih kecil karena sering diajak bermain oleh
subjek.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 4


2. Riwayat Pendidikan
Subjek mengatakan bahwa dulunya ia tidak sekolah di Taman Kanak-
Kanak, subjek langsung masuk ke sekolah dasar. Saat pindah ke SOS CV Bali,
subjek langsung melanjutkan sekolahnya di kelas 3 SD di SD Saraswati
Tabanan dari akhir tahun 2011 hingga 2015. subjek melanjutkan ke jenjang
SMP di SMPN 1 Selemadeg Timur yang ditempuh dari tahun 2015 hingga
2018. Subjek memiliki kelebihan dalam bidang olahraga khususnya panjat
tebing yang ia tekuni sejak SD hingga saat ini, dan beberapa kali menang
dalam perlombaan. Rata-rata nilai akademik subjek sejak SD dibawah standar
KKM, subjek sering bolos kelas, tidur dalam kelas, atau tidak mengerjakan PR,
bahkan tidak mengerjakan soal pada saat ujian. Subjek juga menunjukkan
perilaku mencuri di sekolah.
3. Riwayat Pengasuhan
Ibu asuh subjek cenderung menerapkan pola asuh yang tegas terhadap
anak-anak dirumahnya. Seperti halnya ketika subjek melakukan kesalahan
seperti mencuri, ibu subjek bertindak tegas dengan menyampaikan hukuman
yang akan didapatkan subjek serta mengarahkan subjek agar bertanggung
jawab dengan perbuatannya seperti dengan cara meminta maaf. Ibu selalu
berusaha untuk bersikap adil kepada semua anak, ketika ada anak yang tidak
mengambil tugas rumah maka ibu akan menegurnya termasuk juga dengan
subjek. Sikap tegas ibu membuat subjek menuruti apa yang disampaikan oleh
ibu, seperti dalam mengambil tugas dirumah. Ketegasan yang ditunjukkan oleh
ibu dapat membangun kedisiplinan pada anak, akan tetapi hal ini juga
menimbulkan dampak negatif bagi hubungan ibu dengan anak yang menjadi
kurang dekat secara emosional. Subjek sangat jarang menyampaikan
keinginannya kepada ibu dan tidak berani untuk mengekspresikan emosi di
depan ibunya. Bahkan subjek lebih sering bercerita kepada saudara-saudaranya
dibandingkan dengan ibu.
4. Riwayat Perkembangan
a) Fisik dan Motorik
Subjek memiliki postur tubuh yang tinggi dan cenderung kurus dengan
tinggi badan sekitar 170 cm dan berat badan sekitar 55 kg. Pada kemampuan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 5


motorik, subjek merupakan anak yang cukup lincah, dari kelas 3 SD subjek
sudah biasa memanjat pohon yang ada di sekitar tempat tinggal, akan tetapi
subjek sering terburu-buru dalam berjalan sehingga cukup sering terjatuh dan
terluka.
b) Kognitif
Sejak datang ke SOS CV pertama kali, subjek sudah dapat untuk diajak
berkomunikasi dengan baik. Subjek juga dapat menerima dan menangkap
informasi yang ia terima dari lingkungannya. Terkait dengan prestasi subjek di
sekolah, subjek lebih unggul dalam bidang olahraga daripada akademis. Hasil
belajar subjek menunjukkan kemampuannya jauh dibawah rata-rata teman-
teman sekelasnya.
c) Emosi
Subjek menunjukkan ekspresi emosi yang berbeda ketika berada di
sekolah dan lingkungan tempat bermain dengan dirumah. Saat dirumah, subjek
hanya diam dan lebih memilih untuk buru-buru pergi dari rumah ketika tidak
suka dengan apa yang disampaikan oleh ibu asuh, dengan ekspresi wajah yang
terlihat marah. Berbeda dengan diluar rumah, subjek cenderung lebih agresif
dalam mengekspresikan kemarahannya. Subjek sering memukul temannya atau
orang lain yang tidak memenuhi keinginannya atau orang yang
mengganggunya.
d) Relasi Sosial
Subjek merupakan anak yang mudah bergaul, ia memiliki banyak teman
di sekolah maupun di lingkungan SOS CV Bali. Subjek disenangi oleh anak-
anak yang usianya lebih kecil darinya, mereka kadang bermain kerumah subjek
dan mengajak subjek bermain diluar rumah seperti bermain sepak bola
bersama. Subjek juga bergaul dengan teman sebayanya, namun subjek bergaul
dengan anak-anak yang memilik masalah perilaku seperti mencuri dan subjek
terlibat didalamnya.
H. KESIMPULAN AWAL
Subjek mengalami hambatan pada kemampuan proses kognitif yang juga
mempengaruhi masalah perilaku subjek. Hal ini diketahui dari dari hasil tes IQ
saat SD, kemampuan subjek dalam membuat perencanaan serta mengikuti

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 6


instruksi, dan motibasi belajar yang rendah diikuti dengan adanya masalah
perilaku.
I. HASIL PEMERIKSAAN
1. CBCL (Child Behavior Checklist)
Secara keseluruhan subjek tidak menunjukkan adanya masalah internal
(internalizing problems, namun terdapat beberapa masalah perilaku ekternal
(externalizing problems) yang perlu diperhatikan pada subjek yaitu masalah
pada pemusatan perhatian serta masalah kenakalan. Subjek juga sering
menunjukkan perilaku impulsif, seperti terburu-buru dalam melakukan sesuatu,
ceroboh, tiba-tiba menghampiri temannya dan memukul
2. Tes Grafis (BAUM, DAP, dan HTP)
Subjek memiliki dorongan berprestasi yang cenderung rendah sehingga
mengarah pada performa yang tidak optimal. Terdapat indikasi subjek
mengalami hambatan dalam inteligensi, ia kesulitan dalam pengambilan
keputusan dan memilih aktivitas yang harus dilakukan sendiri. Subjek juga
mengalami kesulitan dalam meregulasi emosi sehingga cenderung memberikan
respon secara emosional terhadap situasi di lingkungannya yang juga mengarah
pada munculnya perilaku impulsif dan agresif. Ia dapat menjalin relasi dengan
baik di lingkungannya namun tidak berani untuk membuka diri karena adanya
perasaan tidak aman yang mengganggu subjek. Subjek memiliki fokus pada
relasinya dengan ibu, terdapat perasaan ingin lebih dekat dengan figur ibu.
3. WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children)
Berdasarkan hasil tes WISC, diperoleh bahwa subjek memiliki
kemampuan inteligensi yang berada pada kategori dibawah rata-rata (skor IQ
83). Didapatkan skor IQ performa subjek adalah 93 dan skor IQ verbal sebesar
76. Perbedaan yang signifikan tersebut menunjukkan adanya kecenderungan
pencapaian akademik yang rendah, kenakalan remaja, dan menunjukkan bahwa
subjek lebih menyukai aktivitas praktis dan cenderung lebih baik dalam
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah secara langsung
dibandingkan dengan mempertimbangkan berbagai pengetahuan atau
informasi. Subjek menunjukkan kemampuan yang lebih baik pada
penyelesaian tugas praktis berdasarkan instruksi meskipun seringkali melewati

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 7


beberapa hal detail dari lingkungannya, dibandingkan dengan kemampuan
dalam perencanaan & menyerap serta menggunakan kembali informasi dari
lingkungan. Ia memiliki dorongan yang rendah dalam mengumpulkan
pengetahuan dari lingkungan dan terkait aturan sosial.
4. FSCT (Forer Sentence Completion Test)
Subjek memiliki pandangan yang positif terhadap kedua orangtuanya,
serta terhadap ibu asuhnya. Harapan yang dimiliki subjek adalah hubungan
yang lebih dekat dan hangat dengan figur ibu asuhnya, dan adanya harapan
untuk bertemu dengan almarhum ibu kandungnya. Kemunculan perilaku atau
emosi subjek disebabkan oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri subjek.
Faktor luar yang dimaksudkan seperti penolakan dari teman sebaya perlakuan
teman yang membuat subjek merasa tidak nyaman seperti bullying. Sedangkan
faktor dalam diri subjek seperti adanya perasaan bersalah karena kenakalan
yang telah diperbuat serta kesulitan yang dialami untuk memahami pelajaran.
Dalam memberikan respon terhadap berbagai situasi yang terjadi di
lingkungannya, subjek cenderung menunjukkan reaksi seperti perasaan sedih,
rasa bersalah, atau tidak senang sehingga hal ini dapat menghambat subjek
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
J. INTERPRETASI PER ASPEK KEPRIBADIAN
1. Aspek Motivasi
Subjek memiliki motivasi berprestasi yang cenderung rendah, sehingga
dalam menyelesaikan tugas subjek cenderung lebih cepat untuk menyerah.
Subjek menyadari upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
akademisnya akan tetapi tidak berusaha untuk mencoba melakukan dan
memperbaiki. Dorongan yang kurang diarahkan dengan baik membuat subjek
kurang dapat menentukan keputusannya sendiri.
2. Aspek Emosi
Subjek cenderung mengekspresikan emosi dengan tindakan agresi yaitu
marah dengan cara memukul atau secara verbal mengejek orang yang
membuatnya marah. Subjek kurang dapat menyampaikan apa yang dipikirkan
dan dirasakan kepada orang lain, sehingga cenderung terlihat sebagai pribadi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 8


yang tertutup. Hal ini memengaruhi kemampuan subjek dalam menghadapi
permasalahan dalam lingkungannya.
3. Aspek Kognisi
Kemampuan kognitif subjek saat ini menunjukkan perkembangan yang
masih dibawah rata-rata anak seusianya. Hal ini memengaruhi terhambatnya
kemampuan subjek dalam pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, atau
dalam menyusun perencanaan. Kesulitan ini mempengaruhi hasil pencapaian
akademis subjek.
4. Aspek Relasi Sosial
Subjek memiliki harapan tinggi untuk dapat diterima dalam lingkungan
sosialnya, tetapi ada perasaan takut terhadap penolakan oleh kelompok
bermainnya dan cenderung mengikuti keinginan dari teman-temannya dalam
kelompok tersebut. Subjek mampu membangun relasi sosial di lingkungannya
& memiliki banyak teman bermain.
K. ANALISIS FUNGSI PERILAKU

Antecedent Behavior Consequence

Tidak ada yang Subjek tidak Ibu memarahi subjek


mengingatkan subjek mengambil tugasnya Tidak ada tugas yang
untuk mengambil tugas Subjek hanya diam diselesaikan oleh
pekerjaan rumah dan memilih untuk subjek
Subjek dimarahi oleh pergi Tidak
ibu karena tidak subjek menunggu mengembangkan
mengambil tugas piket instruksi orang lain kemandirian untuk
Subjek mendapatkan untuk mengerjakan mengelola diri sendri
piket pekerjaan rumah suatu tugas
tangga dan PR sekolah

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 9


L. DINAMIKA PSIKOLOGIS
Subjek merupakan seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun 4 bulan, saat
ini bersekolah di salah satu SMP negeri di Tabanan, kelas 3 SMP. Subjek
merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, adik subjek berusia 13 tahun yang
duduk di kelas 6 Sekolah Luar Biasa (SLB-C). Ayah meninggal saat subjek masih
kecil dan akhirnya subjek serta ibu dan adiknya pindah kerumah orangtua ibu
subjek. Keterbatasan ekonomi keluarga serta kondisi ibu subjek yang sering sakit
membuat keluarga memutuskan untuk membawa subjek dan adiknya ke panti
asuhan. Subjek tinggal di SOS Children’s Villages sejak kelas 3 SD, dan saat
kelas 4 SD ibu subjek meninggal. Selama tinggal di Village, subjek memiliki
seorang ibu asuh, 2 saudara perempuan yang sebaya dengan subjek, adik
kandungnya, seorang adik laki-laki berusia 5 tahun, dan adik perempuan berusia 2
tahun yang tinggal dalam satu rumah.
Sejak tinggal bersama, subjek dan ibu asuh tidak memiliki hubungan yang
dekat. Subjek lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah dibandingkan
bersama keluarga di rumah. Ketika subjek sedang bersama teman-temannya dan
dihampiri oleh ibu, subjek sering ditakut-takuti oleh temannya. Ibu subjek
cenderung tegas dalam mengasuh anak termasuk subjek, sehingga apabila subjek
tidak melakukan tugas sesuai aturan maka subjek akan mendapat teguran atau
hukuman. Hal ini membuat subjek tidak berani melawan ibu dan menuruti
instruksi yang diberikan oleh ibu. Ketika dimarahi oleh ibu, subjek cenderung
diam atau pergi keluar rumah dan subjek tidak pernah berdebat dengan ibu.
Subjek memiliki keinginan untuk bisa lebih dekat dan ingin agar ibu dapat
memahami subjek meskipun hubungannya sudah cukup dekat. sejauh ini, ibu
lebih dominan dalam menentukan keputusan bagi subjek serta lebih sering
menggunakan komunikasi satu arah. Ibu sering memberikan nasehat-nasehat
ketika subjek tidak mengerjakan tanggung jawabnya. Hal ini membuat subjek
merasa ibu tidak memahami dirinya.
Subjek memiliki kesulitan dalam manajemen diri, seperti dalam mengatur
waktu dalam aktivitas sehari-hari, atau dalam pengambilan keputusan. Subjek
terbiasa untuk melakukan tugas sesuai dengan instruksi dari orang lain dan tidak
bisa menentukan keputusan apabila diberikan kesempatan. Subjek juga cenderung

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 10


kurang dalam hal inisiatif untuk melakukan suatu tugas, hal ini dapat dipengaruhi
oleh kapasitas intelektual subjek yang dibawah rata-rata.
Dalam kemampuan akademis, subjek cenderung dibawah rata-rata anak
seusianya. Subjek selalu mendapatkan nilai yang rendah saat di sekolah. Selain
itu, motivasi subjek untuk meraih prestasi juga rendah. Subjek sering tidur di
dalam kelas dengan alasan tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru,
dan beberapa kali tertangkap mencuri di sekolah. Perilaku mencuri subjek dapat
disebabkan oleh keinginan yang tinggi untuk mendapatkan penerimaan dan
pengakuan dari teman-teman dalam kelompoknya sehingga cenderung mengikuti
apapun yang dilakukan bersama. Hal tersebut juga dapat berkaitan dengan usia
subjek yang berada pada tahap perkembangan remaja dan dalam proses
pembentukan identitas diri.
M. DIAGNOSIS
Diagnosis Multiaksial Berdasarkan DSM-IV-TR
Axis I V71.09 Tidak ada diagnosis
Axis II V62.89 Borderline Intellectual Functioning
Axis III Tidak ada (no diagnosis).
Axis IV - Masalah berkaitan dengan primary support group
- Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
- Masalah pendidikan
Axis V GAF 70-61

N. TINJAUAN TEORI
1. Karakteristik Borderline Intellectual Functioning
Individu dengan borderline intellectual functioning atau slow learner
memiliki kemampuan coping yang terbatas dan tidak memadai untuk
menghadapi situasi sosial yang bersifat kompleks, memahami aturan sosial,
situasi sosial yang bersifat ambigu, kurangnya kemampuan regulasi emosi,
mengembangkan perilaku inisiatif, perencanaan, atau mengorganisasikan
situasi atau aktivitas dalam kehidupannya. Pada akhirnya, anak yang lambat
belajar akan menunjukkan perilaku menghindar, kecemasan atau depresi,
kesulitan dalam memusatkan perhatian, dan cenderung merespon situasi
secara impulsif dan agresif (Shaw, 2010). Reddy, Ramar, & Kusuma (2006)

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 11


menyebutkan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh slow learner yaitu
keterbatasan pada kapasitas kognitif, kelemahan pada memori, rendahnya
konsentrasi, dan kesulitan dalam mengungkapkan ide-ide dan perasaan.
O. PROGNOSIS
Prognosis yang dapat ditegakkan bagi kasus perkembangan subjek adalah
positif. Subjek memiliki harapan yang jelas mengenai keterampilan yang ingin
dikuasai. Dalam hal ini dukungan dari orang-orang terdekat (ibu asuh dan
pembina SOS CV Bali) sangat penting bagi subjek. Menurut Heward (2003),
dukungan sosial dari keluarga atau orang terdekat merupakan salah satu faktor
yang dapat membantu anak dengan kebutuhan khusus untuk terus meningkatkan
kemampuan serta menumbuhkan rasa percaya dirinya.
P. RANCANGAN INTERVENSI
1. Tujuan intervensi
Memberikan pemahaman kepada ibu asuh mengenai kondisi subjek dan
cara berkomunikasi yang tepat dengan subjek, serta membantu untuk
meningkatkan kemampuan subjek dalam menyusun perencanaan dan
menetapkan tujuan.
2. Pendekatan intervensi
Pendekatan untuk intervensi subjek yang digunakan adalah pendekatan
kognitif-perilaku khususnya fokus pada penetapan tujuan atau goal-setting.
Konsep goal-setting (penentuan tujuan) terdapat di dalam domain psikologi
kognitif dan konsisten dengan integrasi dalam modifikasi perilaku kognitif
(Locke dkk, 2005). Hasil penelitian dari Copeland & Hughes (2002)
menunjukkan membuat perencanaan dan menentukan tujuan pada penyandang
disabilitas dapat dilakukan dengan merencanakan bersama dengan orang
dewasa yang kompeten atau dapat ditentukan oleh orang dewasa itu sendiri.
Dalam kasus ini, perencanaan dan penetapan tujuan dilakukan oleh terapis
bersama-sama dengan subjek, dan evaluasi akan dilakukan oleh subjek dengan
bantuan dari ibu asuh atau pembina.
3. Rancangan intervensi
Sesi Tujuan Pendekatan Hasil yang diharapkan
Sesi 1 Membantu ibu subjek Konseling Ibu dan pembina memahami kondisi
memahami permasalahan subjek saat ini, serta kebutuhan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 12


Konseling terkait pengasuhan subjek akan kedekatan dengan ibu
khususnya pola sehingga ibu dapat memenuhi hal
komunikasi dengan tersebut dengan pola komunikasi
subjek yang telah di- diskusikan pada sesi
konseling.
Sesi 2 Menyampaikan pada ibu psikoedukasi Ibu diharapkan memahami bahwa
dan pembina SOS permasalahan yang dialami subjek
Psikoedukas mengenai permasalahan memengaruhi kemampuannya
i yang dialami subjek, dalam beberapa bidang termasuk
faktor yang dalam mengekspresikan ide-ide dan
menyebabkan, serta perasaannya, serta beberapa
potensi yang dimiliki kemampuan lainnya. Dengan
oleh subjek. pemeriksa memberikan psikoedukasi secara
juga menyampaikan menyeluruh mengenai kondisi
mengenai intervensi yang subjek, ibu juga diharapkan dapat
akan diberikan pada membantu mengembangkan potensi
subjek. yang dimiliki subjek.
Sesi 3 Membantu subjek untuk Kognitif Diharapkan agar subjek menyadari
menyadari bahwa dirinya bahwa dirinya memiliki beberapa
Membangun memiliki hal-hal yang pencapaian meskipun selama ini
motivasi pernah dicapai sehingga merasa kesulitan dalam mengikuti
subjek meningkatkan motivasi pelajaran di sekolah. dengan
untuk terus meningkatkan menyadari hal tersebut, maka
pencapaiannya diharapkan dapat meningkatkan
motivasi subjek untuk pencapaian-
pencapaian lainnya serta subjek
dapat menyadari potensi yang ia
miliki.
Sesi 4 Latihan untuk membuat Kognitif- Setelah dapat membuat perencanaan
goal-setting & planning perilaku dan menetapkan suatu tujuan spesifik,
Goal setting diharapkan agar subjek dapat
& planning meningkatkan performanya dalam
mencapai tujuan. Selain itu diharapkan
agar subjek dapat menyusun kembali
tujuan-tujuan lainnya setelah mencapai
tujuan yang disusun bersama terapis,
meskipun masih membutuhkan bantuan
dari ibu atau pembina.
Sesi 5 Melakukan evaluasi psikoedukasi Diharapkan agar subjek dapat
bersama ibu dan pembina melakukan evaluasi terhadap usaha
Evaluasi & yang telah dilakukan untuk mencapai
Terminasi tujuan sehingga bisa menentukan
apakah usahanya efektif atau tidak,
dengan monitoring tidak hanya
dilakukan subjek sendiri tetapi juga ibu
asuh atau pembina sehingga subjek
dapat melaksanakan perencanaannya
secara konsisten. Selain itu, bagi ibu
dan pembina diharapkan dapat
membantu meningkatkan motivasi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 13


subjek dengan pemberian penguatan
seperti pujian atau dorongan semangat.

Q. HASIL INTERVENSI & EVALUASI


Tahapan Intervensi Evaluasi Keberhasilan Intervensi
Tujuan Hasil Capaian
Sesi 1 Konseling Ibu subjek memahami Tercapai
dan mendapatkan 1. Ibu menyadari sendiri bahwa
pemecahan masalah selama ini ibu lebih sering
atas masalah dalam memarahi subjek, tidak
pola komunikasi memberikan kesempatan subjek
dengan subjek. berpendapat
2. Ibu menyadari hal yang
membuat subjek tidak terbuka
pada ibu
3. Ibu ingin memperbaiki pola
komunikasi dengan subjek agar
lebih efektif
Sesi 2 Psikoedukasi Menyampaikan pada Tercapai
ibu dan pembina SOS 1. Ibu memahami bagaimana
mengenai permasalahan subjek memandang dirinya serta
yang dialami subjek, lingkungannya, dan kebutuhan
faktor yang yang tinggi pada subjek untuk
menyebabkan, serta dekat dengan ibu
potensi yang dimiliki 2. Ibu memahami bahwa
oleh subjek. pemeriksa keterbatasan subjek secara
juga menyampaikan intelektual membuat ibu harus
mengenai intervensi memberikan instruksi yang
yang akan diberikan bersifat konkrit dan sederhana
pada subjek. pada subjek
3. Ibu menyampaikan rencananya
untuk melanjutkan aktivitas
brain gym bersama subjek
dipagi dan malam hari
Sesi 3 Kognitif Subjek dapat Tercapai
menyampaikan 1. Subjek menyebutkan bahwa ia
pencapaian yang pernah sudah beberapa kali mengikuti
didapatkan baik secara lomba panjat tebing sejak SD
akademis maupun non- mewakili sekolah dan juga
akademis. beberapa kali mendapatkan
juara
2. Subjek mengakui tidak
menyukai pelajaran di sekolah
namun dapat mengidentifikasi
bahwa ia menyukai matematika
bahkan bisa mendapatkan nilai
rata-rata

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 14


Sesi 4 Kognitif- Subjek dapat Tercapai
perilaku mengidentifikasi dan 1. Meski cukup lama berpikir, ia
menuliskan beberapa dapat menyebutkan rencana
tujuan yang ingin yang akan dilakukan untuk
dicapai dua minggu tugas sekolah (menyiapkan
kedepan. bahan masakan untuk praktik)
2. Dapat menuliskan langkah-
langkah tindakan untuk
mencapai tujuan/perencanaan
dengan pendampingan
Sesi 5 Psikoedukasi 1. Subjek memahami Tercapai
cara evaluasi atas 1. Subjek juga memahami jika ia
tindakan yang telah harus mengevaluasi apakah
dilakukan untuk sudah melakukan semua yang
mencapai tujuan tertulis setelah mencapai batasan
2. Ibu asuh atau waktu.
pembina memahami 2. Ibu asuh subjek memahami
dan dapat untuk tetap memberikan
mendampingi dukungan pada subjek untuk
evaluasi tindakan melakukan apa yang sudah
subjek ditulis. Ibu juga menyadari
bahwa memberikan pujian atau
penghargaan membuat subjek
menjadi lebih semangat
mengerjakan sesuatu.

R. KEGIATAN FOLLOW-UP
Setelah menulis rencana jangka pendek, dilakukan follow-up terhadap
subjek. Subjek melaksanakan langkah-langkah yang harus ia capai untuk
menyiapkan bahan praktek sekolah dengan bantuan monitoring dari ibu asuhnya.
Subjek juga sempat menulis perencanaan baru yaitu persiapan pindah rumah dan
dibantu oleh ibu menyusun perencanaan tersebut. Pemeriksa telah melakukan
follow-up terkait dengan perubahan pola komunikasi yang diterapkan oleh ibu saat
berinteraksi dengan subjek. Ibu menyampaikan bahwa, ibu berusaha untuk
membenahi hal tersebut. Seperti saat mendiskusikan mengenai pilihan subjek
untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutknya. Awalnya, ibu subjek
memutuskan agar subjek tidak melanjutkan sekolah dan mencarikan pekerjaan
selama satu tahun. Beberapa hari kemudian, ibu berdiskusi dengan subjek dan
subjek menyampaikan bahwa dirinya ingin melanjutkan sekolah.
Kegiatan follow-up yang dilaksanakan selanjutnya dilakukan dengan
wawancara terhadap ibu asuh. Ibu mengatakan bahwa beberapa minggu ini subjek

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 15


lebih banyak menghabiskan waktu dirumah daripada diluar. Ia menghabiskan
waktu dengan menonton TV dan membantu ibu mengurus adik-adik yang masih
kecil. Subjek melanjutkan mengisi lembar perencanaan namun tidak semua tugas
yang ditulis ia lakukan. Ibu juga mengakui kekurangan waktu untuk mendampingi
subjek secara penuh. Akan tetapi hubungan ibu dan subjek semakin baik
dibandingkan sebelumnya.

Daftar Pustaka

American Psychiatric Association. (2000). DSM-IV-TR: Diagnostic and statistical


manual of mental disorders text revision. Washington, DC: Author.

Corey, G. (2009). Theory and practice of counseling and psychotherapy (8th ed.).
USA: Thomson Brooks/Cole

Copeland, S.R., & Hughes, C. (2002). Effect of goal setting on task performance of
person with mental retardation. Education and training in mental retardation
and developmental disabilities, 37(1), 40-54.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 16


II. .LAPORAN KASUS INDIVIDU ANAK

A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : CH2
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal lahir : Denpasar, 18 Juni 2014
Usia : 3 tahun 10 bulan
Suku Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Jalan Sedap Malam Denpasar
Pendidikan :-
Jumlah Saudara :-
Anak ke- :1
2. Identitas Keluarga

Ayah Ibu
Nama KS KD
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Usia 33 tahun 31 tahun
Suku bangsa Bali Bali
Agama Hindu Hindu
Alamat Jalan Sedap Malam Jalan Sedap Malam
Pendidikan terakhir S1 D3
Pekerjaan Staff notaris Ibu Rumahtangga
Anak ke- 3 dari 3 bersaudara 2 dari 2 bersaudara
Status perkawinan Menikah Menikah

B. KELUHAN
Keluhan awal disampaikan oleh ibu CH bahwa CH sangat aktif dan tidak
bisa duduk tenang. CH sering menghambur-hamburkan dan membongkar-bongkar
barang yang ada dirumah tanpa tujuan yang jelas. Ibu CH juga kewalahan
menangani CH ketika sedang menangis. Saat keinginannya tidak dipenuhi, CH
sering menangis bahkan hingga tantrum dengan tidur dilantai atau di tanah sambil

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 17


berteriak-teriak. Perilaku CH lebih tidak dapat dikontrol ketika sedang berada di
tempat umum atau tempat-tempat baru. Seperti saat diajak ke tempat bermain, CH
mencoba semua mainan yang ada dan tidak mau berhenti serta tidak
mendengarkan instruksi dari orang lain.
Meskipun seharian telah melakukan aktivitas dan tanpa tidur siang, CH
tidak pernah terlihat kelelahan dan ia sanggup bermain hingga larut malam,
biasanya CH baru tidur diatas jam 10 malam. CH tidak bersedia menoleh ketika
namanya dipanggil dan tidak mau mengikuti instruksi. CH juga sangat jarang
berbicara, di usianya yang sekarang CH masih bicara dengan kalimat pendek
seperti 3 sampai 4 kata.
C. RIWAYAT KELUHAN
Ibu subjek dan keluarga dari pihak ibu yaitu nenek dan kakak ibu subjek
sudah merasakan bahwa subjek berbeda dari anak lainnya dan bibi subjek pernah
meminta orangtua untuk mengajak subjek ikut terapi. Hal ini tidak disetujui oleh
ayah dan keluarga dari pihak ayah karena menganggap bahwa anak yang lincah
adalah hal yang wajar dan akan berkurang seiring berjalannya waktu. Saat masih
bayi dibawah usia 1 tahun, ketika diajak ke tempat umum subjek sering berteriak
tanpa alasan yang jelas. Subjek juga sering menangis kencang seperti berteriak
dan susah untuk ditenangkan, terkadang subjek juga terlihat bengong dan diam
tanpa ekspresi.
Saat subjek mulai bisa berjalan sekitar usia 1 tahun 2 bulan, subjek sering
mondar-mandir atau berlari-lari dan tidak mendengarkan perintah untuk berhenti.
Ibu merasa hal ini tidak wajar karena dibandingkan dengan dua sepupu subjek
yang seusianya. Subjek juga tidak pernah mengekspresikan emosi seperti senang
atau tertawa, ia lebih sering menangis. Ketika dipanggil, subjek sama sekali tidak
mau menoleh, ia sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Orangtua sudah pernah
mengajak subjek ke dokter THT dan hasil pemeriksaan menunjukkan subjek
memiliki kondisi yang normal dan tidak ada masalah dalam pendengaran dan
penglihatan. Sampai usia saat ini subjek hanya bisa berkomunikasi dengan
kalimat-kalimat pendek. Subjek lebih sering menunjuk-nunjuk ketika meminta
sesuatu dan tidak mau menyampaikan dengan berbicara.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 18


Diusianya menginjak 2 tahun, subjek mulai sering merajuk ketika
keinginannya tidak dipenuhi, biasanya terkait dengan mainan atau makanan.
Subjek bahkan mengamuk hingga tidur ditanah atau dilantai sambil berteriak-
teriak. Ketika diajak pergi ke tempat umum, subjek tidak bisa untuk duduk
tenang. Seperti ketika ke tempat makan subjek berkeliling ke beberapa meja dan
menarik kursi, atau saat pergi ke puskesmas, subjek menarik-narik barang yang ia
lihat. Subjek juga mudah teralihkan dengan hal-hal yang ada disekitarnya seperti
mainan.
Tahun ini subjek seharusnya masuk sekolah taman kanak-kanak, akan tetapi
melihat masalah perilaku yang dimiliki subjek orangtua belum berani untuk
mendaftarkannya sekolah. Orangtua akhirnya memutuskan untuk mengajak
subjek untuk mendapatkan terapi. Saat ini subjek sudah mengikuti terapi
psikologis, selama 3 kali pertemuan, akan tetapi subjek masih tantrum dan tidak
bersedia masuk ke ruangan terapi. Subjek juga mendapatkan resep obat dari
dokter untuk mengurangi perilaku aktif serta obat untuk mengontrol nafsu makan.
D. TUJUAN PEMERIKSAAN
Untuk memperoleh gambaran mengenai riwayat perkembangan subjek serta
kaitannya dengan keluhan mengenai perilaku subjek yang disampaikan oleh
orangtua dan orang-orang terdekat subjek sehingga dapat menentukan diagnosis
serta menyusun dan memberikan intervensi yang tepat untuk diberikan kepada
subjek.
E. PROSEDUR EVALUASI
Prosedur yang dilaksanakan melibatkan proses wawancara, observasi, dan
asesmen alat tes psikologi. Wawancara dilakukan dengan orangtua dan significant
other (bibi dan nenek subjek) untuk mendapatkan seluruh informasi yang
dibutuhkan. Observasi terstruktur juga dilaksanakan di beberapa tempat untuk
mengetahui perilaku subjek pada setting yang berbeda. Asesmen psikologi yang
dilakukan adalah pengisian skala vsms yang bertujuan untuk mengetahui berbagai
aspek kematangan sosial yang menjadi kelebihan serta kekurangan subjek. Selain
itu juga dilakukan asesmen dengan Stanford-Binet untuk mengetahui potensi
intelektual yang dimiliki subjek yang ditunjukkan dari usia mental, dan
mengetahui kemampuan subjek dalam beberapa aspek yang lebih spesifik, serta

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 19


pengisian skala CBCL oleh orangtua untuk mengidentifikasi masalah emosi dan
perilaku pada subjek.
F. STATUS PRAESEN
Subjek merupakan seorang anak laki-laki yang berusia 3 tahun 10 bulan,
dengan tinggi badan sekitar 90 cm dan berat badan 33 kg. Subjek memiliki postur
tubuh yang cukup berisi jika dibandingkan anak seusianya. Kulit subjek berwarna
sawo matang, rambut pendek sekitar 1.5 cm, serta bibir yang kecil. Saat
pertemuan awal, orang-orang disekitar subjek kesulitan untuk mendapatkan
perhatian dari subjek. Subjek cenderung sibuk dengan aktivitasnya sendiri dan
beberapa kali memperlihatkan perilaku impulsif. Subjek terlihat berdiri dan
mengambil susu kotak diatas meja, kemudian membuka kotak susu dengan
merobek-robek. Setelah meletakkan HP, subjek beberapa kali mondar-mandir dari
teras rumah keruang tamu, duduk sebentar di sofa, dan pergi ke dapur mengambil
sesuatu. Kemampuan bahasa subjek juga belum berkembang dengan baik. Subjek
beberapa kali terdengar berbicara dengan kalimat pendek seperti “ada sawaat
mak” (ada pesawat), “mak mau maem mak”.
G. ANAMNESIS
1. Hubungan dalam Keluarga
Subjek tinggal bersama dengan ayah dan ibu di sebuah rumah kontrakan
di daerah Denpasar. Ayah subjek merupakan seorang staff kenotariatan dan
saat ini sedang menempuh pendidikan jenjang strata 2, sedangkan ibu subjek
merupakan seorang ibu rumahtangga dan tidak bekerja karena harus mengasuh
subjek. Ayah dan ibu subjek memiliki hubungan yang harmonis, meskipun
ayah subjek jarang dirumah karena harus bekerja sekaligus mejalani
pendidikannya. Pertengkaran antara ayah dan ibu subjek beberapa kali terjadi,
terutama terkait dengan masalah perilaku pada subjek dan terkait dengan
pengasuhan subjek.
Subjek sangat rewel dan sering mengganggu ayahnya saat ayah pulang
dari bekerja di malam hari. Ketika ayah sampai dirumah, subjek akan langsung
memanggil ayahnya, menarik perhatian ayah seperti dengan mengeluarkan
mainan atau berlari-lari disekitar ayah. Terkadang ayang menemani subjek
bermain dan kadang juga memintanya untuk bermain dengan ibu. Jika

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 20


dibandingkan dengan ayah yang lebih tegas, ibu subjek cenderung memberikan
semua keinginan subjek dan merasa kesulitan untuk bersikap tegas. Saat
bersama ibu, subjek lebih banyak menghabiskan waktunya bermain, menonton
televisi, atau bermain gadget.
2. Riwayat Pengasuhan
Ibu subjek cenderung menerapkan pola asuh yang permisif, yaitu
cenderung memenuhi apa saja keinginan subjek. Meskipun awalnya tidak
memberikan, setelah subjek menunjukkan perilaku tantrum maka ibu berusaha
membujuk dengan memberikan atau menjanjikan apa yang diinginkan oleh
subjek. Berbeda dengan ayah yang bersikap lebih tegas, ketika subjek tantrum
karena menginginkan sesuatu, ayah akan membiarkan subjek dan tetap tidak
memberikan yang diinginkan.
3. Riwayat Perkembangan
a. Fisik/Motorik
Di usia 3 tahun 10 bulan saat ini, subjek sudah memiliki berat badan
33 kg dan dengan postur tubuh yang cenderung gemuk. Subjek mulai bisa
duduk tegak saat berusia sekitar 7 bulan, dan di usia 9 bulan subjek bisa
merangkak. Subjek mulai bisa berjalan tanpa bantuan sejak usia 1 tahun 2
bulan. Subjek senang bermain bola dan bersepeda dengan ayahnya. Subjek
dapat melempar serta menendang bola, dan mengayuh sepeda roda tiga.
Subjek juga dapat memegang pensil dengan benar dan dapat menulis huruf
dan angka yang dapat dibaca dengan jelas.
b. Kognitif
Ketika menginginkan sesuatu, subjek lebih sering menangis atau
menarik tangan orangtua atau orang terdekatnya. Subjek juga tidak mau
mengikuti instruksi dari orang lain. Sejak usia 2 tahun, subjek diajarkan
memegang pensil dan mencoret-coret kertas dan subjek menyukai aktivitas
mencoret dengan pensil dan crayon. Setelah menginjak usia 3 tahun 5 bulan,
subjek mulai berbicara dengan kalimat dari 3 hingga 4 kata, akan tetapi
dengan artikulasi yang masih kurang jelas. Subjek juga mulai bersedia
mengikuti instruksi dengan bantuan arahan dari orang dewasa. Saat berusia
3 tahun 8 bulan, subjek sudah hafal hurf A sampai Z dan angka 1 sampai

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 21


dengan 50 dan bisa menulis dengan benar, walaupun terburu-buru dan
mudah teralihkan saat belum selesai.
c. Emosi
Sejak bayi hingga usia 1,5 tahun subjek jarang menunjukkan ekspresi
tertawa. Subjek sangat sering menangis dan sulit untuk ditenangkan, dan
sering berteriak-teriak. Memasuki usia 3 tahun, subjek lebih banyak
menunjukkan ekspresi emosi, seperti ketika melihat sesuatu yang menarik
maka subjek menjadi antusias dan menunjukkan hal-hal yang membuatnya
antusias kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya.
d. Relasi Sosial
Subjek jarang menghabiskan waktu bersama teman bermain, sebagian
besar waktunya dihabiskan di dalam rumah. Saat bermain kerumah nenek,
subjek memiliki teman bermain yaitu sepupunya yang seorang anak laki-
laki berusia 3 tahun serta anak perempuan kelas 2 SD. Subjek sering duduk
dan bermain bersama sepupu laki-lakinya tetapi tidak ada interaksi antara
keduanya saat bermain. Subjek juga sering merebut mainan sepupunya dan
sering menangis ketika tidak diberikan.
4. Riwayat Kelahiran
a. Prenatal
Subjek merupakan kehamilan pertama bagi ibu subjek yang saat itu
berusia 26 tahun. Ibu subjek baru menyadari kehamilan saat usia kandungan
2 bulan. Sekitar usia kehamilan 2 hingga 4 bulan, ibu subjek sering
mengalami mual dan muntah-muntah, serta beberapa kali menginginkan
makanan tertentu. Saat hamil, ibu bekerja sebagai staff administrasi di
sebuah perusahaan dan selama bekerja ibu subjek menghabiskan waktu
sekitar 8 jam untuk duduk, serta sering naik turun tangga selama bekerja.
Ibu subjek baru selesai bekerja sejak beberapa hari sebelum melahirkan dan
tidak bekerja hingga saat ini.
b. Partus
Subjek lahir di usia kandungan 9 bulan melalui operasi, hal ini
dikarenakan kepala bayi cukup besar sehingga tidak memungkinkan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 22


melahirkan secara normal. Proses kelahiran berjalan dengan lancar, subjek
lahir dengan berat badan 3,7 kg dan panjang 52 cm.
c. Breast/Bottle Feeding
Setelah melahirkan, produksi ASI ibu kurang lancar dan hanya sedikit
yang keluar. Subjek mendapatkan ASI hingga usia 2 bulan, kemudian
dilanjutkan dengan susu formula. Hingga saat ini, subjek masih
mengkonsumsi susi formula.
H. KESIMPULAN AWAL
Kesimpulan awal yang didapatkan adalah subjek mengalami kesulitan
dalam mempertahankan atau memusatkan perhatian. Hal ini terlihat dari subjek
yang sangat mudah berpindah dari aktivitas satu ke aktivitas lainnya, langsung
meninggalkan aktivitasnya dan beralih pada hal baru yang ia lihat, dan sangat
mudah teralihkan oleh suara-suara di sekitarnya.
I. HASIL PEMERIKSAAN
1. VSMS (Vineland Social Maturity Scale)
Hasil dari VSMS menunjukkan bahwa kematangan sosial yang dimiliki
subjek belum sesuai dengan usianya. Subjek memiliki social age (SA) 2 tahun
4 bulan dengan social quotient (SQ) 78. Secara keseluruhan, kemampuan-
kemampuan yang diperlukan untuk mencapai kematangan sosial pada subjek
cenderung dibawah rata-rata anak seusianya. Kemampuan subjek dalam
komunikasi menjadi hambatan yang membutuhkan penanganan. Pada usianya
saat ini, subjek belum dapat menyampaikan kalimat lebih dari 3 kata. Hal ini
kemudian menghambat subjek dalam membangun relasi sosial dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Dalam hal ini, bantuan dari orangtua untuk
memberikan stimulasi dan kesempatan bagi subjek untuk melatih
kemampuannya sangat diperlukan sehingga kemampuan subjek dapat
berkembang secara optimal.
2. Stanford-Binet
Berdasarkan norma dari tes Binet, diketahui bahwa skor IQ subjek adalah
84. Untuk saat ini, kemampuan subjek yang berkembangan cukup optimal
adalah kemampuan subjek dalam pemahaman secara umum. Subjek mampu
mengintegrasikan berbagai informasi hingga menjadi sesuatu yang utuh dan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 23


bermakna ketika dapat memusatkan perhatiannya. Selain itu, subjek juga
menunjukkan kemampuan yang cukup optimal dalam penilaian dan penalaran.
Kemampuan ini termasuk pemahaman, serta kemampuan untuk memberikan
respon atau penilaian secara tepat pada berbagai situasi yang melibatkan
perbandingan atau diskriminasi.
Terdapat beberapa kemampuan yang perlu dikembangkan dan dilatih
pada subjek yaitu terkait dengan kemampuan dalam mengingat dan
konsentrasi, serta kemampuan pada perbendaharaan kata dan kelancaran
berbahasa. Subjek masih membutuhkan dorongan yang cukup besar untuk
bersedia menunjukkan ekspresi verbalnya.
3. CBCL (Child Behavior Checklist)
Hasil child behavior checklist (CBCL) menunjukkan bahwa subjek
mengalami permasalahan dalam hubungan sosial dan juga dalam pemusatan
perhatian. Subjek menunjukkan ketertarikannya untuk bermain bersama anak-
anak lainnya, akan tetapi karena tidak dapat mengungkapkan terkadang subjek
kesulitan untuk menyesuaikan sehingga hanya melihat anak-anak tersebut
bermain dan tidak dapat terlibat. Masalah pada pemusatan perhatian yang
ditunjukkan dari seringnya subjek berpindah-pindah mainan dan fokus pada
kegiatannya sendiri, sehingga saat diajak berbicara subjek terkadang tidak
menjawab dan tidak menoleh. Subjek sangat mudah teralihkan oleh hal-hal
yang baru dilihatnya dan sulit untuk duduk tenang. Terkadang subjek juga
menunjukkan perilaku impulsif, seperti ketika ayahnya mengambilkan dan
membukakan makanan, subjek sudah mengambilnya sebelum ayah selesai.
J. INTERPRETASI PER ASPEK KEPRIBADIAN
1. Aspek Dorongan/Motivasi
Subjek menunjukkan keinginan untuk melakukan interaksi sosial dan
bersosialisasi dengan anak-anak lainnya. Subjek juga menunjukkan antusiasme
dan ketertarikan dalam mempelajari hal-hal baru, namun membutuhkan
dorongan dari luar untuk memulai suatu kegiatan serta bertahan dalam kegiatan
tersebut.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 24


2. Aspek Emosi
Subjek dapat mengekspresikan emosi pada berbagai situasi. Seperti
halnya ketika subjek marah, subjek akan memukul meja atau objek yang ada
disekitarnya dengan tangan sambil menatap orang yang membuat subjek
marah. Selain itu, menangis juga merupakan cara yang digunakan oleh subjek
untuk mengekspresikan diri ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
3. Aspek Kognisi
Kemampuan subjek dalam kemampuan penalaran dan penilaian
berkembang sesuai dengan usia kronologisnya. Subjek mampu
mengklasifikasikan benda atau objek dengan baik berdasarkan kesamaan dan
perbedaan dari ciri-ciri yang dimiliki objek tersebut. Akan tetapi subjek
memiliki permasalahan dalam mempertahankan konsentrasi atau memusatkan
perhatian selama melaksanakan suatu kegiatan sehingga menghambat subjek
dalam menerima informasi dari lingkungan. Subjek juga memiliki
perbendaharaan kata yang terbatas untuk rata-rata anak seusianya serta
kurangnya kemampuan dalam mengekspresikan diri secara verbal.
4. Aspek Relasi Sosial
Subjek menunjukkan ketertarikan untuk melakukan interaksi sosial
dengan anak-anak seusianya, anak yang lebih muda maupun lebih tua daripada
subjek. Saat melihat anak-anak sedang bermain, subjek memperhatikan dan
ikut tertawa, akan tetapi cenderung tidak menunjukkan ekspresi secara verbal.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 25


K. ANALISIS FUNGSI PERILAKU

Antecedent Behavior Consequence

Subjek tidak diberikan Subjek menangis, Mengulangi hal yang


saat menginginkan berteriak, sama untuk
sesuatu (mainan, menggulingkan badan mendapatkan
makanan) dilantai/tanah saat keinginannya
Kurangnya kesempatan keinginannya tidak Subjek tidak
untuk bermain bersama dipenuhi mengembangkan
kelompok sebaya Subjek takut saat kemampuan dalam
Ibu membantu subjek berinteraksi saat membangun relasi
melakukan suatu tugas dihadapkan pada sosial
Terdapat sekelompok anak-anak Menghindari saat
suara/objek/situasi yang Subjek tidak belajar diberikan aktivitas yang
menganggu subjek menyelesaikan tugasnya menantang (seperti
Subjek dibebaskan sendiri bermain puzzle)
menentukan aktivitasnya Subjek langsung Subjek tidak
sehari-hari teralihkan dan mencari menyelesaikan satu
sumber stimulus aktivitas hingga selesai
Subjek cepat berganti- Subjek tidak dapat
ganti aktivitas melatih konsentrasi

L. DINAMIKA PSIKOLOGIS
Subjek merupakan anak laki-laki yang berusia 3 tahun 10 bulan. Subjek
merupakan anak tunggal dari orangtuanya, dan saat ini ibu subjek sedang
mengandung anak kedua dengan usia kehamilan 6 bulan. Pengasuhan subjek lebih
dominan dilakukan oleh ibu yang cenderung menerapkan pola asuh permisif,
yaitu berusaha untuk memenuhi segala hal yang anak inginkan. Saat menolak
keinginan subjek yang membuat subjek menangis, ibu akan segera memenuhi
keinginannya tersebut. Hal ini kemudian mengembangkan perilaku tantrum pada
subjek. Subjek mempelajari bahwa ia akan mendapatkan apa yang diinginkan
dengan cara menangis, berteriak, atau dengan perilaku tantrum lainnya. Ibu juga
membatasi subjek dalam melakukan sosialisasi atau interaksi sosial. Ibu tidak
memberikan subjek untuk bermain dengan anak-anak di lingkungan rumah karena
takut jika subjek kotor dan berlari ke jalan raya.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 26


Subjek memiliki motivasi yang rendah saat mengerjakan suatu tugas dan
mudah bosan. Hal ini juga dipengaruhi oleh pola asuh ibu yang selalu membantu
subjek mengerjakan sesuatu ketika subjek terlihat tidak bisa melakuk annya. Hal
ini membuat subjek tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar menghadapi
tantangan, sehingga cenderung menjadi mudah menyerah atau ingin berganti pada
aktivitas lainnya. Subjek juga sangat mudah untuk terdistraksi oleh stimulus dari
lingkungan seperti suara-suara kendaraan atau obyek tertentu sehingga sangat
mudah beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya yang membuat subjek tidak
mengembangkan keterampilannya dalam memusatkan konsentrasinya.
M. DIAGNOSIS
Diagnosis Multiaksial berdasarkan DSM-IV-TR
Axis I V71.09 Tidak ada diagnosis.
Gambaran dari kondisi subjek saat ini adalah memiliki
masalah atau kesulitan dalam memusatkan perhatiannya
sehingga seringkali berpindah-pindah aktivitas dengan cepat
dan sulit untuk fokus dan mengikuti instruksi dari orang lain.
Axis II V71.09 Tidak ada diagnosis.
Axis III V71.09 Tidak ada diagnosis.
Axis IV Masalah terkait dengan primary support group
Axis V GAF 70-61

N. TINJAUAN TEORI
1. Kemampuan Memusatkan Perhatian (Attention)
Transisi perkembangan dari usia 3 sampai 5 tahun juga menunjukkan
bahwa anak sudah lebih mengarah pada kontrol yang mandiri dan dapat
secara sengaja untuk memusatkan perhatiannya. Istilah yang umum
digunakan adalah executive attention yaitu kemampuan merencanakan aksi,
mengalokasikan perhatian untuk mencapai tujuan, dapat memantau kemajuan
tugas yang dilaksanakan, dan kemampuan untuk dapat menghadapi
lingkungan yang sulit atau asing (Santrock, 2010).
Pemusatan perhatian berkaitan dengan aktivitas yang lebih terencana
dengan melibatkan berbagai objek dan dapat mengarahkan anak untuk
bertahan dan menyelesaikan suatu tugas atau kegiatan hingga selesai. Pada
beberapa anak di usia 3-6 tahun, mereka dapat mempertahankan perhatiannya

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 27


pada suatu aktivitas dalam rentang waktu 20 hingga 30 menit atau bahkan
selama 60 menit apabila anak memiliki kemampuan yang baik dalam
mempertahankan atensinya. Oleh sebab itu, diperlukan aktivitas-aktivitas
dalam kehidupan sehari-hari untuk melatih keterampilan anak dalam
mempertahankan atensinya. Hal ini menjadi salah satu penentu kesiapan anak
untuk memasuki sekolah (Akshoomoff, 2002).
O. PROGNOSIS
Prognosis untuk perkembangan kasus subjek adalah positif. Hal ini
dikarenakan adanya dukungan dari kedua orangtua untuk membantu
mengoptimalkan perkembangan subjek. Orangtua sangat terbuka dengan saran-
saran dan informasi yang diberikan. Meskipun kesulitan untuk merubah pola asuh
yang sebelumnya yang cenderung permisif, orangtua menunjukkan usaha untuk
membantu melatih fokus dan keteraturan menjalani aktivitas pada subjek.
P. RANCANGAN INTERVENSI
1. Tujuan
a. Memberikan pemahaman kepada orangtua mengenai permasalahan yang
dialami subjek, potensi yang dimiliki anak, & menyampaikan intervensi
yang akan diberikan
b. Memberikan konseling keluarga pada orangtua subjek mengenai pola asuh
yang diterapkan dan dampaknya terhadap permasalahan anak
c. Membantu anak untuk melatih kemampuan memusatkan perhatian dan
menyelesaikan suatu aktivitas hingga selesai.
2. Pendekatan Intervensi
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perilaku dengan teknik
positive reinforcement, yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku subjek
dalam mengerjakan suatu tugas hingga selesai dan meningkatkan keinginan
untuk melaksanakan aktivitasnya. Reinforcement yang diberikan dalam bentuk
pujian seperti “pinter” “hore” “wow”, tepuk tangan, senyuman, dan lainnya
(Corey, 2009). Terdapat beberapa media yang digunakan untuk melatih rentang
perhatian anak termasuk permainan dan aktivitas yang disukai anak serta
beberapa hal baru yang belum pernah diajarkan dan diperkenalkan pada anak.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 28


3. Rancangan Intervensi
Sesi Tujuan Pendekatan Hasil yang diharapkan
Sesi 1. Membantu orangtua Konseling Setelah mengikuti sesi ini diharapkan
1-2 menyadari pentingnya agar orangtua dapat bekerja sama
bekerjasama dalam untuk menerapkan pola asuh yang
pengasuhan subjek kooperatif terhadap subjek sehingga
2. Menyusun membantu subjek untuk
aktivitas/kegiatan untuk meningkatkan kemampuan dan
subjek dirumah keterampilannya yang tertinggal.
Selain itu diharapkan juga baik ayah
maupun ibu subjek terlibat dalam
menyusun dan menerapkan pola
kegiatan baru bagi subjek untuk
aktivitas sehari-harinya.
Sesi 3 1. Memberikan Psikoedukasi Dari pemberian psikoedukasi
pemahaman pada terhadap kedua orangtua, diharapkan
orangtua mengenai agar orangtua menunjukkan usaha
kondisi yang dialami yang tepat untuk membantu
subjek mengembangkan potensi subjek serta
2. Mendiskusikan potensi- memahami jalannya sesi intervensi
potensi yang dimiliki sehingga orangtua dapat
anak menerapkannya saat dirumah atau
3. Menyampaikan fokus situasi lainnya.
intervensi yang akan
diberikan pada anak

Sesi 1. Menyediakan aktivitas Perilaku Setelah melakukan sesi terapi


4-8 bagi subjek untuk diharapkan subjek dapat mengurangi
melatih rentang perilaku impulsif dan juga
perhatian subjek meningkatkan rentang perhatiannya.
2. Melatih subjek untuk Subjek juga diharapkan dapat
melaksanakan satu menyelesaikan satu kegiatan hingga
kegiatan hingga selesai selesai dan kemampuan ini dapat
3. Orangtua memahami dipertahankan atau ditingkatkan
fungsi pemberian dengan bantuan reinforcement bagi
reinforcement untuk subjek.
mendorong subjek
mencapai target perilaku
Sesi 9 Evaluasi keseluruhan Diskusi Dari sesi ini, diharapkan agar
intervensi orangtua dapat mengambil
kesimpulan dari sesi yang telah
dilakukan serta dapat menyampaikan
hal-hal baru atau strategi baru yang
dipelajari dan dapat diterapkan
kembali dalam melatih berbagai
kemampuan pada anak.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 29


Q. HASIL INTERVENSI & EVALUASI
Tahapan Intervensi Evaluasi Keberhasilan Intervensi
Tujuan Hasil Capaian
Sesi 1-2 Konseling 1. Orangtua menyadari Tercapai
pentingnya 1. Ayah subjek bersedia untuk ikut
kerjasama dalam terlibat dalam mengasuh subjek
pengasuhan mulai dari menemani subjek
2. Orangtua dapat saat belajar atau bermain dan
mengenalkan aturan mengurangi penggunaan gadget
pada anak secara saat bersama anak
konsisten 2. Orangtua juga menyetujui untuk
3. Orangtua dapat mulai mengenalkan batasan bagi
menentukan pola subjek dan berusaha menolak
aktivitas yang dapat keinginan subjek yang tidak
dilakukan oleh menjadi prioritas dan bukan
subjek sehari-hari kebutuhan anak, terutama bagi
ibu karena memberikan
kebebasan terlalu longgar
terhadap subjek
3. Ayah subjek menyampaikan
rencananya untuk mengajak
subjek bermain ke sekolah
(PAUD) agar melatih subjek
untuk bersosialisasi
4. Kedepannya orangtua setuju
untuk mengajarkan subjek
membantu pekerjaan rumah
yang ringan mulai dari
membereskan mainan, buku
tulis, dan lainnya
Sesi 3 Psikoedukasi Orangtua memahami Tercapai
permasalahan yang 1. Ibu subjek menyadari dan
dialami oleh subjek mengakui bahwa biasanya ibu
serta potensi yang tidak memperhatikan subjek
dimiliki subjek dalam melakukan kegiatan dan
sehingga dapat membiarkan subjek bebas
dikembangkan bermain sendiri
2. Ayah subjek juga mengakui
kekurangan waktu untuk ikut
serta dalam pengasuhan subjek
secara intensif dikarenakan
kesibukan pekerjaan
3. Orangtua subjek juga bersedia
untuk mulai melatih kema
mpuan subjek dalam hal bantu
diri dan beberapa kemampuan
sosial lainnya

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 30


Sesi 4-8 Perilaku 1. Subjek dapat Belum Tercapai
mempertahankan 1. Subjek lebih banyak menolak
rentang perhatiannya instruksi. Subjek tidak bersedia
2. Subjek dapat mengerjakan tugas yang
menyelesaikan setiap diberikan terapis
aktivitas hingga 2. Subjek bersedia melakukan
selesai. satu aktivitas (mewarnai)
namun tidak ikuti instruksi
terapis
3. Subjek merengek atau
menangis ingin pulang saat
sesi awal saat diberikan
tugas/aktivitas baru
4. Pada sesi 4-5, subjek harus
diarahkan untuk tetap duduk
menyelesaikan satu aktivitas

Tercapai
1. Subjek dapat menyelesaikan 3
dari 5 aktivitas
2. Pada sesi 6 subjek dapat
menyelesaikan 5 aktivitas &
mendengarkan instruksi untuk
mengikuti contoh namun
kadang masih teralihkan dan
berlari keluar ruangan
3. Subjek menunjukkan
perkembangan dalam
mempertahankan atensinya
(bertahan 40 menit dalam
mengerjakan tugas/aktivitas)
pada sesi akhir

Sesi 9 Diskusi Orangtua memahami Tercapai


perkembangan anak 1. Orangtua menunjukkan
setelah melaksanakan perubahan perilaku sesuai
sesi terapi dengan hasil konseling pada
sesi 1 (ayah lebih terlibat
dalam pengasuhan &
mengajarkan aturan pada anak)
2. Orangtua menyadari
perubahan positif subjek (lebih
fokus & lebih banyak kosakata
baru yang diucapkan)

Belum tercapai
1. Ibu belum menemukan cara
untuk menghadapi subjek saat

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 31


tantrum

R. KEGIATAN FOLLOW-UP
Follow-up dilakukan dengan wawancara terhadap ibu dan nenek subjek. Ibu
menyampaikan banyaknya perkembangan pada subjek. Subjek sudah bisa
mengurus diri di toilet khususnya saat buang air kecil. Sebelumnya subjek masih
menggunakan pampers. Ibu mengatakan subjek semakin senang menulis dan
mengerjakan tugas pada buku latihan yang dibelikan orangtuanya. Terkadang
masih muncul perilaku tantrum dan sulit duduk tenang, namun intensitas
berkurang dibandingkan dulu. Subjek kadang dapat menyebutkan lebih dari 4 kata
saat berbicara, dan lebih ekspresif secara verbal. Orangtua memutuskan
menyekolahkan subjek meskipun terlambat 2 bulan dari semester yang harus ia
ikuti. Orangtua mengatakan subjek masih sulit menyesuaikan diri dan masih harus
ditemani di sekolah pada minggu pertamanya.

Daftar Pustaka

Akshoomoff, N. (2002). Selective attention and active engagement in young


children. Developmental neuroppsychology, vol 22(3), hal. 625-642

American Psychiatric Association. (2000). DSM-IV-TR: Diagnostic and statistical


manual of mental disorders text revision. Washington, DC: Author.

Corey, G. (2009). Theory and practice of counseling and psychotherapy (8th ed.).
USA: Thomson Brooks/Cole

Santrock, J. (2012). Life-span development, 14th ed. New York: McGraw-Hill.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 32


III. LAPORAN KASUS INDIVIDU ANAK

A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : KM3
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal lahir : Karangasem, 21 November 2014
Usia : 3 tahun 6 bulan
Suku Bangsa : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Desa Selat, Karangasem, Bali
Pendidikan :-
Jumlah Saudara :2
Anak ke- :3
2. Identitas Orangtua

Ayah Ibu
Nama AD PT
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Usia 43 tahun 39 tahun
Suku bangsa Bali Bali
Agama Hindu Hindu
Alamat Desa Selat Desa Selat
Pendidikan terakhir S1 D3
Pekerjaan Polri Bidan
Anak ke- 7 dari 9 bersaudara 1 dari 6 bersaudara
Status perkawinan Menikah Menikah

3. Kedudukan dalam Keluarga


No Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Ket.
1 LH Perempuan 17 tahun SMA Siswa Kelas 2
2 KD Perempuan 11 tahun SD Siswa Kelas 5
3 KM3 Laki-laki 3 tahun 6 - - -
(Subjek) bulan
B. KELUHAN

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 33


Keluhan disampaikan oleh ibu subjek bahwa subjek belum bisa berbicara
secara lancar di usianya saat ini. Subjek masih sering menarik tangan ibu atau
orang yang ada disekitarnya ketika menginginkan sesuatu, namun terkadang
subjek masih bisa menyampaikan keinginannya dengan pelafalan kata yang
kurang jelas seperti ingin mengatakan masuk dengan mengucapkan “acuk acuk”
atau duduk “duk duk”. Orangtua subjek serta nenek subjek juga mengeluhkan
subjek sangat aktif baik saat dirumah maupun di tempat umum. Saat dirumah,
subjek sering berlari-lari, memanjat di pintu atau tempat tinggi. Kontak mata saat
diajak berbicara juga sangat terbatas dan jarang menoleh ketika namanya
dipanggil. Subjek sering memasukkan benda-benda seperti mainan lego, balok
kecil, atau lainnya ke mulut.
C. RIWAYAT KELUHAN
Pada awalnya, saat berusia kurang lebih 1 tahun 6 bulan, subjek sudah bisa
berbicara kata-kata sederhana seperti “apak-apak, mamak, mok”. Ibu subjek
mengatakan bahwa sujek bersedia melakukan kontak mata saat diajak bermain,
dan juga tertawa. Mendekati usia 2 tahun awal, subjek mulai menghindari
melakukan kontak mata dan asik dengan kegiatannya sendiri dan jarang menoleh
ketika dipanggil. Subjek juga mulai menunjukkan perilaku aktif seperti berlari-
lari, melompat di tempat tidur, sering lari memutar di halaman, dan sangat mudah
bosan dengan mainan. Saat berlari atau melompat subjek juga melakukan gerakan
mengepakkan kedua tangannya dan sambil mengeluarkan suara “byaa..byaa..” dan
menurut orangtua dan yang mengasuh subjek suara tersebut tidak memiliki
makna. Subjek sangat cepat berganti dari satu mainan ke mainan lainnya, akan
tetapi ketika subjek menyukai suatu mainan maka ia memainkannya dengan
cukup lama. Subjek senang bermain plastisin, dengan menggiling kemudian
memotong plastisin menjadi bagian-bagian kecil. Aktivitas yang disenangi subjek
adalah bermain bersama ayahnya seperti melakukan gerakan roll ke depan,
digendong oleh ayah sambil berjalan, atau duduk dipangkuan ayah sambil
digayung-gayungkan.
Menurut orangtua, subjek menjadi lebih sedikit berbicara dibandingkan
sebelum memasuki usia 2 tahun. Saat berkomunikasi, subjek lebih banyak
menarik tangan orangtua atau orang dewasa sekitarnya saat menginginkan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 34


sesuatu. Subjek menarik tangan kedua orangtuanya dan mengajak ke kamar saat
subjek ingin tidur, atau mengarahkan tangan orang lain ke televisi untuk
menyalakan televisi. Terkadang subjek dapat menyampaikan keinginannya tetapi
lebih dominan dengan menarik tangan orang dewasa. Seperti saat ingin makan
subjek akan berkata “aem..aemm”. Perkembangan bahasa subjek juga belum
berkembang sesuai anak seusianya, saat ini subjek belum dapat meyebutkan satu
kata bermakna dengan tepat. Subjek sering berbicara sesuatu yang tidak dapat
dimengerti oleh oranglain.
D. TUJUAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan psikologis yang dilaksanakan bertujuan untuk mendapatkan
gambaran yang lengkap mengenai kondisi yang dikeluhkan mengenai subjek serta
riwayat perkembangan subjek sehingga dapat menetapkan diagnosa yang tepat
dan dapat menyusun serta memberikan intervensi pada subjek.
E. PROSEDUR EVALUASI
Adapun prosedur evaluasi yang dilakukan adalah dimulai dengan
wawancara mengenai riwayat keluhan serta perkembangan subjek, melakukan
observasi, dan beberapa tes psikologi. Tes yang dilakukan adalah pengisian skala
VSMS, skala CARS (Child Autism Rating Scale), DDTK (Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Anak), serta tes informal untuk mengetahui perkembangan kognitif
anak.
F. STATUS PRAESEN
Subjek merupakan anak laki-laki dengan usia 3 tahun 6 bulan, memiliki
berat badan 31 kg dan tinggi badan kurang lebih 80 cm. Subjek memiliki kulit
yang berwarna sawo matang, rambut hitam dan lurus. Subjek menunjukkan
kesulitan dalam beradaptasi dengan situasi baru. Saat hari pertama datang ke
klinik, selama satu jam sesi terapi subjek menangis dan tidak bersedia untuk diam
di dalam ruangan. Subjek terus menangis di dalam ruangan dan tidak melihat
semua mainan yang ditawarkan oleh psikolog. Subjek beberapa kali menarik
tangan asisten psikolog dan mengajak kearah pintu dan menunjukkan perilaku
ingin digendong ketika didekati oleh psikolog dan asisten psikolog. Saat
ditawarkan mainan, subjek mendekati psikolog dan mengaitkan kedua tangannya
di leher psikolog serta kedua kakinya dipinggang psikolog.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 35


G. GENOGRAM

kakek nenek

paman ayah ibu

sepupu kakak kakak subjek

Keterangan:
: Perempuan

: Laki – laki

: Physical/mental illness

H. ANAMNESIS
1. Hubungan dalam Keluarga
Subjek tinggal bersama orangtua dan kedua kakaknya. Ayah subjek
merupakan seorang polisi yang bertugas di Polres desa tempat tinggal subjek,
dan ibu merupakan seorang bidan yang bekerja di puskesmas serta membuka
klinik di rumah. Tempat tinggal subjek bersebelahan dengan rumah kakek dan
nenek dari pihak ibu subjek, biasanya nenek subjek datang kerumah untuk
mengasuh subjek saat orangtua bekerja. Selain neneknya, bibi dari ibu subjek
yang tinggal dekat rumah subjek juga sering datang kerumah untuk membantu
mengasuh subjek.
Ayah dan ibu subjek memiliki hubungan yang harmonis. Keduanya dapat
bekerja sama dalam pengasuhan anak-anak dan tidak pernah saling
menyalahkan atas kondisi subjek saat ini. Subjek lebih banyak menghabiskan
waktu bersama ibu dibandingkan ayah, tetapi ketika ayah subjek memiliki
waktu luang, ayah selalu menyempatkan diri untuk menemani subjek dan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 36


bermain atau berjalan-jalan bersama. Subjek cukup dekat dengan ibu. Saat ibu
pulang bekerja, subjek menghabiskan waktu bersama seperti ibu yang
menyuapkan subjek makan, memandikan subjek, dan ibu mengawasi subjek
saat bermain sambil melakukan pekerjaan rumah. Subjek menjadi dekat dengan
ibu juga karena subjek masih mendapatkan ASI dari ibu dan subjek belum bisa
untuk disapih.
2. Riwayat Pengasuhan
Nenek subjek serta bibi dari ibu subjek merupakan orang yang mengasuh
subjek selama kedua orangtuanya bekerja. Saat diasuh oleh nenek, subjek
cenderung dibiarkan untuk bermain sendiri di dalam ruangan tanpa mengajak
berinteraksi, sedangkan nenek melakukan aktivitas lain sambil mengawasi
subjek. Ibu subjek bekerja selama 6 hari dalam 1 minggu, dan hanya bekerja
dari pukul 9 pagi hingga pukul 1 atau 2 siang. Setelah itu, nenek akan pulang
dan subjek menghabiskan waktu bersama ibu. Ibu juga lebih banyak mengajak
subjek bermain di dalam ruangan dan hanya mengawasi subjek saat bermain
sendiri.
Ayah subjek sering bertugas hingga beberapa hari sehingga waktu
bersama subjek lebih sedikit. Saat berada dirumah, ayah selalu mengajak
subjek untuk jalan-jalan mengelilingi desa. Ayah juga selalu menyempatkan
untuk mengajak subjek dan keluarga untuk liburan seperti berenang, ke
swalayan, atau ke tempat lain. Ayah lebih memfasilitasi subjek saat bermain
bersama seperti dengan menyediakan sayuran untuk bermain memasak,
membuat tepung sebagai plastisin, dan sebagainya.
3. Riwayat Perkembangan
a. Fisik/Motorik
Subjek merupakan anak laki-laki yang berusia 3 tahun 6 bulan. Sekitar
usia 6 bulan subjek sudah bisa duduk tegak, dan di usia sekitar 7 bulan
subjek sudah bisa merangkak. Setelah itu subjek mulai belajar berjalan dan
di usia 1 tahun 6 bulan, sekitar 2 bulan kemudian subjek bisa berjalan
dengan lancar. Sejak bisa berjalan subjek mulai suka berlari-lari berputar.
Subjek dapat melompat dan menjaga keseimbangan, selain itu juga sudah
bisa menaiki tangga tanpa perlu bantuan orang lain. Saat dirumah subjek

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 37


sering memanjat jendela atau tembok yang memiliki tempat untuk
menginjakkan kaki.
b. Kognitif
Di usia subjek saat ini, subjek belum dapat menyebutkan satu kata
dengan benar. Subjek lebih sering terdengar mengeluarkan suara-suara yang
tidak bermakna seperti “bya…bya” atau “biii..biiiii” dan lainnya. subjek
sangat jarang mengeluarkan kata yang bermakna, namun terkadang subjek
bersedia mengikuti ucapan orangtuanya seperti ketika ditunjukkan gelas
subjek akan berkata “pii” yang artinya kopi. Pemahaman subjek terhadap
instuksi cenderung terbatas. Subjek hanya memahami instruksi yang terdiri
dari dua kata dan harus diikuti dengan arahan dari orang lain seperti
menunjuk atau mengarahkan subjek berjalan kearah sesuatu yang
diinstruksikan.
c. Emosi
Saat berusia kurang lebih 6 bulan subjek biasa untuk tertawa ketika
diajak berbicara atau bermain oleh orang lain. Sejak mulai memasuki usia 2
tahun, subjek mulai menunjukkan ekspresi emosi yang kurang tepat dengan
situasinya. Subjek beberapa kali terlihat tertawa saat bermain sendiri.
Terkadang subjek juga dapat menunjukkan ekspresi senang saat bermain
dengan ayah, subjek akan tertawa ketika ayah menggendong subjek di bahu
atau menggendong sambil mengayun-ayunkan subjek.
d. Relasi Sosial
Saat berada dalam sekelompok anak-anak, terkadang subjek ikut
bermain bersama anak-anak lainnya, tetapi subjek sibuk dengan mainannya
sendiri. Subjek juga menunjukkan perilaku yang kaku saat bermain dengan
anak lain seperti secara tiba-tiba subjek menghampiri anak-anak yang
sedang bermain dan memeluk erat anak lain sambil tertawa yang terkadang
membuat mereka menangis. Subjek lebih senang bermain sendirian.

4. Riwayat Kelahiran
a. Prenatal

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 38


Ibu mengandung subjek saat berusia 35 tahun dengan kehamilan yang
memang direncanakan oleh orangtua subjek. Ibu subjek mengakui bahwa
saat hamil subjek lebih berat dibandingkan kehamilan sebelumnya. Sejak
menginjak usia kandungan 3 bulan, ibu subjek sering merasa mual dan
muntah, bahkan pernah harus menjalani perawatan dan harus beristirahat
total dirumah selama 2 kali. Selama kehamilan, ibu subjek hampir setiap
hari mengkonsumsi obat untuk mengurangi rasa mual. Ibu menyampaikan
bahwa dirinya sempat mengalami stres berat selama kehamilan subjek
karena adik laki-lakinya meninggal. Mendekati usia kandungan ke-7, ibu
subjek stres dan tertekan karena adik perempuannya kabur dari rumah.
b. Partus
Ibu subjek melahirkan pada usia kandungan 8 bulan 2 minggu karena
memang sudah direncanakan dari awal bahwa ibu subjek ingin melahirkan
melalui operasi. Subjek lahir dengan kondisi yang sehat, berat badan 3,2 kg
dan panjang 52 cm.
c. Breast/Bottle Feeding
Sejak bayi subjek mendapatkan ASI dari ibu dan masih diberikan
hingga sekarang. Selain ASI, subjek juga diberikan susu formula karena ibu
subjek harus bekerja dan tidak dapat memberikan ASI secara penuh. Untuk
ASI, masih diberikan hingga sekarang karena ibu kesulitan untuk memutus
ASI pada subjek.
I. KESIMPULAN AWAL
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa subjek mengalami keterlambatan dalam memenuhi tugas
perkembangan yaitu dalam perkembangan bahasa dan komunikasi, interaksi
sosial, serta perilaku.
J. HASIL PEMERIKSAAN
1. VSMS (Vineland Social Maturity Scale)
Hasil dari VSMS menunjukkan bahwa kematangan sosial yang dimiliki
subjek belum sesuai dengan usianya. Subjek memiliki social age (SA) 2 tahun
4 bulan dengan social quotient (SQ) 65. Kemampuan bantu diri secara umum,
subjek masih membutuhkan pengawasan dari orang dewasa. Subjek memang

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 39


mampu menghadapi rintangan seperti membuka pintu sendiri, menutup pintu,
atau naik ke tempat duduk. Akan tetapi, subjek belum dapat menghindari hal-
hal yang membahayakan seperti meloncat dari atas meja dan kursi, atau berlari
ke jalanan.
Kemampuan subjek dalam berinteraksi sosial belum berkembang sesuai
anak rata-rata seusianya. Pada usia saat ini, subjek masih sering terlibat dalam
permainan yang bersifat paralel yaitu bergabung dengan kelompok anak yang
sedang bermain akan tetapi tetap sibuk dengan permainannya sendiri.
Keterlambatan perkembangan lain ditunjukkan pada perkembangan
komunikasi subjek, subjek lebih sering menarik tangan orang lain yang ada di
sekitarnya ketika meminta sesuatu.
2. DDTK (Deteksi Dini Tumbuh Kembang)
Pada seluruh aitem dengan total 9 pernyataan, subjek memperoleh skor 7
yang menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat penyimpangan pada tahapan
perkembangan subjek. Penyimpangan ini meliputi hambatan pada
perkembangan kemandirian seperti kemampuan untuk mengenakan pakaian
dan mencuci tangan sendiri dengan bersih, serta perkembangan sosial untuk
berinteraksi.
3. CARS (Childhood Autism Rating Scale)
Dari hasil pengisian skala, subjek mendapatkan skor 33 yang menunjukkan
bahwa subjek berada dalam kategori autisme ringan.
4. Tes Informal
Pemberian tes informal bertujuan untuk mendapatkan gambaran
mengenai kemampuan kognitf subjek. Subjek berada dalam tahap
perkembangan kognitif pra-operasional. Pada tes ini, pemeriksa menggunakan
permainan untuk mendapatkan gambaran perkembangan kognitif subjek.
Pemeriksa mengajak subjek untuk bermain mengklasifikasikan (sorting) stik
berdasarkan warna, pengenalan bentuk dan memasangkan bentuk berdasarkan
pola, bermain puzzle bentuk (persegi, lingkaran, bintang, segitiga), serta
permainan simbolis yaitu memasak.
Selama asesmen berlangsung, subjek memiliki rentang perhatian yang
terbatas. Namun saat diarahkan berulang kali, subjek dapat menyelesaikan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 40


tugasnya. Subjek menunjukkan kemampuan simbolis seperti menganggap
bahwa bagian-bagian puzle sebagai arang, menggunakan buku sebagai kipas,
dan stik sebagai sate sambil berkata “te..tee”. Kemampuan subjek dalam
mengklasifikasikan benda belum berkembang dengan baik, hal ini dapat
dipengaruhi oleh rentang perhatian yang pendek sehingga subjek tidak fokus
dalam mengidentifikasi persamaan ciri dari benda.
K. INTERPRETASI PER ASPEK KEPRIBADIAN
1. Aspek Dorongan/Motivasi
Subjek menunjukkan motivasi yang rendah dalam melaksanakan suatu
tugas. Saat diminta melakukan sesuatu seperti menyamakan bentuk, dan subjek
tidak menemukan cara yang tepat selama kurang lebih 5 detik, subjek akan
meninggalkan tugas tersebut. Subjek juga cenderung tidak mempertahankan
sesuatu yang diinginkan. Saat meminta sesuatu yang diinginkan seperti mainan
dan tidak diberikan, maka subjek tidak berusaha mendapatkan mainan tersebut
dan lebih memilih untuk mencari hal lain.
2. Aspek Emosi
Subjek dapat menunjukkan beberapa ekspresi emosi seperti marah, takut,
atau senang. Saat subjek sangat menginginkan sesuatu dan ia tidak
mendapatkannya atau orangtua terlambat memahami keinginan subjek, maka
subjek akan berteriak dan menangis atau menggertakkan gigi sambil mengepal
kedua tangan dan menggetarkannya. Akan tetapi pada situasi tertentu subjek
menunjukkan ekspresi yang tidak tepat, seperti tiba-tiba tertawa saat sedang
diam atau bermain sendiri.
3. Aspek Kognisi
Subjek memiliki rentang perhatian yang sangat pendek sehingga hal ini
menghambat subjek dalam melatih fokus dan pemahaman akan informasi yang
diperoleh dari luar. Pemahaman subjek akan konsep dan pola klasifikasi belum
berkembang dengan baik. Subjek kurang dapat memahami instruksi sederhana
seperti “lempar”, “masukkan”, dan lainnya. Namun saat orang lain
memberikan dorongan yang berulang kali dan arahan, maka subjek dapat
mengikuti instruksi.
4. Aspek Relasi Sosial

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 41


Subjek memiliki pola perilaku yang berbeda dengan anak-anak seusianya
dalam membangun relasi sosial. Umumnya, subjek lebih senang bermain
sendirian. Akan tetapi, ketika melihat anak-anak yang sedang bermain, subjek
mendekati anak-anak tersebut dan tiba-tiba memeluk sambil tertawa, kemudian
meninggalkan kelompok tersebut dan kembali bermain dengan mainannya
sendiri. Subjek juga menunjukkan pola perilaku tersebut terhadap orang yang
lebih besar dari subjek atau terhadap orang dewasa.
L. DINAMIKA PSIKOLOGIS
Subjek merupakan anak laki-laki berusia 3 tahun 6 bulan, dan merupakan
anak ketiga dari tiga bersaudara. Ibu subjek mengandung subjek saat berusia 35
tahun. Selama masa kehamilan, ibu subjek memiliki kondisi yang kurang sehat
sehingga harus mengkonsumsi obat-obatan untuk menjaga kondisnya. Ibu juga
pernah harus beristirahat total selama beberapa kali karena kondisi yang kurang
baik dan sempat mengalami situasi yang membuat ibu tertekan dan trauma yaitu
karena adik laki-lakinya meninggal dan salah satu adik perempuannya kabur dari
rumah.
Dari subjek lahir hingga mendekati usia 2 tahun, orangtua maupun keluarga
subjek tidak menyadari adanya hambatan perkembangan yang terjadi pada subjek.
Subjek lebih jarang menyebutkan kata-kata yang sebelumnya sudah dikuasai, dan
kontak mata sangat terbatas saat berinteraksi. Subjek hanya dapat meyebutkan
kata terakhir seperti semangka dengan “kaaa”, subjek lebih sering berbicara
bahasa yang tidak bermakna seperti “mnye..mnye..mnye” atau lainnya.
Subjek tidak pernah menunjukkan dan berbagi minat atau kesenangannya
kepada orang lain. Subjek mengalami kesulitan untuk memulai serta
mempertahankan interaksi dengan orang lain baik orang dewasa maupun anak
seusianya. Subjek juga mengembangkan pola perilaku yang aneh saat berusaha
berinteraksi, seperti dengan tiba-tiba memeluk anak-anak lain dari belakang atau
memeluk leher anak lain sambil tertawa.
Subjek menunjukkan perilaku aktif seperti terus menerus berlari dan
berputar-putar, mengepakkan tangan dan melompat-lompat, serta beberapa
kali menunjukkan perilaku memanjat. Secara kognitif subjek belum
menguasai kemampuan untuk mengklasifikasikan obyek berdasarkan pola,

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 42


akan tetapi kemampuan subjek dalam menggunakan simbol-simbol tertentu
untuk merepresentasikan sesuatu berkembang dengan cukup baik. Subjek
juga lebih cepat menerima informasi visual seperti dalam meniru atau imitasi
gerakan jika dibandingkan dengan imitasi suara atau kata-kata.
Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam pengasuhan subjek, yaitu
orangtua serta kakek, nenek, dan bibi dari ibu subjek. Selama orangtua
bekerja, subjek diasuh oleh nenek, kakek, atau bibi ibu subjek. Pihak-pihak
tersebut cenderung lebih pasif dalam mengasuh subjek. Mereka lebih sering
menyediakan mainan bagi subjek di dalam ruangan lalu membiarkan subjek
untuk bermain sendiri tanpa adanya komunikasi. Ayah subjek lebih aktif
untuk melatih komunikasi pada subjek dengan memfasilitasi berbagai
kegiatan bagi subjek dan lebih banyak mengajak berinteraksi. Ibu
menerapkan pengasuhan yang serupa dengan nenek subjek, yaitu
menyediakan mainan dan hanya mengawasi subjek, akan tetapi terkadang ibu
berusaha mengajak subjek berinteraksi dengan mendorong subjek
menyebutkan nama-nama mainan atau memberikan instruksi sederhana.
Kondisi yang dialami subjek dapat menjadi tekanan bagi orangtua
terutama ibu subjek yang selalu mengeluhkan dan membandingkan anaknya
dengan anak lainnya. Tekanan juga dirasakan berkaitan dengan peran penting
dari anak laki-laki di Bali, yaitu bertugas untuk meneruskan dan mewariskan
segala hal yang dimiliki keluarga sedangkan kondisi subjek yang memiliki
hambatan dalam perkembangan membuat kedua orangtua stres mengenai
kemampuan subjek dalam meneruskan keluarga
M. DIAGNOSIS
Diagnosis Multiaksial Berdasarkan DSM-IV-TR
Axis I 299.00 Autistic Disorder
Axis II V71.09 Tidak ada diagnosis.
Axis III V71.09 Tidak ada diagnosis.
Axis IV Masalah terkait primary support group
Axis V GAF 60 – 51

Diagnosis Gangguan Autistik Berdasarkan DSM-IV-TR

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 43


No Gejala Muncul Keterangan
A. Memenuhi paling sedikit 6
item dari total kriteria,dengan
paling sedikit 2 dari item (1)
dan satu dari masing‐masing
item (2) dan (3)
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, paling sedikit 2 dari aitem berikut:
(a) Gangguan nyata dalam Subjek cenderung menghindari
penggunaan beberapa melakukan kontak mata baik
perilaku non verbal seperti dengan orang dewasa maupun
kontak/tatapan mata ke mata, √ anak seusianya, menunjukkan
ekspresi wajah, dan isyarat ekspresi wajah tidak tepat
dalam mengatur interaksi seperti tiba-tiba tertawa atau
sosial meringis.
(b) Gagal dalam Subjek jarang menunjukkan
mengembangkan hubungan ketertarikan untuk bermain
dengan kelompoknya sesuai bersama anak-anak lain. Subjek
tingkat perkembangannya sulit untuk mempertahankan
suatu interaksi sosial dan
√ memiliki pola yang berbeda
dalam memulai suatu interaksi
seperti tiba-tiba memeluk anak-
anak se-usianya sambil tertawa
kemudian pergi dan bermain
sendiri.
(c) Kurangnya usaha secara Dalam kesehariannya, subjek
spontan untuk berbagi suatu senang untuk bermain sendiri.
kesenangan, minat, atau Meskipun diajak untuk bermain
keberhasilan dengan orang oleh kakaknya, subjek akan
lain (misalnya, kurangnya bermain bersama selama
menunjukkan, membawa beberapa waktu. Ketika
atau menunjuk obyek yang menyukai aktivitasnya
menarik) √ bermain, subjek tidak pernah
menunjukkan kesenangannya
kepada orang lain. Subjek juga
tidak pernah menunjukkan
sesuatu yang menarik
perhatiannya kepada orang
lain.

(d) Kurangnya tindakan sosial Meskipun subjek lebih sering


atau emosional secara timbal bermain sendiri, terkadang
balik subjek memperhatikan anak-
anak lain yang bermain dan
berupaya untuk mendekati
meskipun dengan cara yang
unik. Begitu juga saat diajak
bermain oleh kakaknya subjek

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 44


ikut bermain dan tertawa
meskipun hanya bertaahan
beberapa waktu.

(2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi, paling sedikit 1 dari aitem berikut:
(a) Terlambat atau tidak adanya Subjek mengalami
perkembangan dari bicara keterlambatan dalam
dan bahasa (tidak diiringi perkembangan bahasa dan
dengan usaha kompensasi bicara. Saat ini subjek hanya
melalui cara alternatif dalam bisa menyampaikan bagian
berkomunikasi seperti isyarat belakang dari suatu kata seperti
atau mimik) “tee..ee” dan lainnya. Akan
tetapi, terkadang subjek bisa
untuk menyampaikan
keinginannya dengan kata yang
kurang jelas seperti “ammm”
saat minta makan, atau “juuu
juuu” saat ingin buang air
besar, meskipun jarang dan
lebih sering menarik tangan
orang dewasa dan
mengarahkannya pada
keinginan subjek.
(b) Pada individu dengan bicara -
yang adekuat, terdapat
gangguan nyata dalam
kemampuan untuk mencapai
suatu percakapan dengan
orang lain
(c) Stereotipik dan repetitif Subjek juga menggunakan
dalam berbahasa atau bahasa aneh yang tidak dapat
berbahasa aneh dimengerti oleh orang lain.
(idiosyncratic) √ Ucapan yang sering
disampaikan subjek adalah
“bje..bje..bje” atau
“byaa..byaa..byaa”
(d) Berkurangnya variasi dalam Subjek memiliki kemampuan
bermain yang dibuat secara yang baik dalam meniru
spontan, bermain sosial gerakan dibandingkan dengan
imitatif (meniru) yang sesuai meniru suara atau kata. Seperti
dengan tingkat meniru tarian meskipun tidak
perkembangannya sempurna, meniru gerakan
melompat, memegang wajah,
dan lainnya.
(3) Pola perilaku stereotipik dan repetitif, minat dan aktivitas yang terbatas, paling
sedikit 1 dari aitem berikut:
(a) Keasyikan yang -
mengandung satu atau lebih

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 45


pola yang terbatas dan
stereotipik dari suatu minat
yang abnormal baik dalam
intensitas atau fokusnya
(b) Secara nyata terdapat Subjek memiliki kebiasaan
ketaatan yang tidak dapat yang tidak dapat diubah atau
diubah terhadap suatu ritual dilewati. Seperti berjalan kaki
atau kegiatan rutin yang setiap pagi hari bersama ayah,
tidak ada gunanya saat tidak dilakukan maka
subjek akan rewel dipagi hari.
√ Selain itu, subjek juga memiliki
kebiasaan yaitu harus berhenti
dan berbelanja di supermarket
yang sama setiap keluar rumah
mengendarai mobil bersama
keluarga.
(c) Mannerism (keanehan dalam Gerakan repititif subjek adalah
tingkah laku) motorik yang melompat, mengepakkan

stereotipik dan repetitif tangan, dan terkadang
menjinjit.
(d) Keasyikan yang menetap Subjek tertarik dengan benda-
dengan bagian suatu obyek benda yang berputar seperti
roda mainan atau kipas angin,
akan tetapi tidak fokus terlalu
lama terhadap objek-objek
tersebut.
B. Terdapat keterlambatan atau Subjek menunjukkan
fungsi yang abnormal pada keterlambatan dalam fungsi
paling sedikit dari 1 dari 3 hal interaksi sosial dan juga bahasa
berikut ini: dalam komunikasi sosial.
(1) interaksi sosial Subjek sulit untuk
(2) bahasa yang digunakan mempertahankan interaksi,
dalam komunikasi sosial √ seperti tidak melakukan kontak
(3) simbolik atau permainan mata, atau tidak menghiraukan
imaginatif saat diajak berbicara. Subjek
lebih sering mengucapkan
bahasa yang tidak dapat
dipahami orang lain atau tidak
memiliki makna.
C. Gangguan yang dialami tidak √ Tidak memenuhi kedua
diperhitungkan lebih baik gangguan tersebut karena
untuk gangguan Rett (Rett’s subjek merupakan anak laki-
Disorder) atau Childhood laki. Subjek tidak mengalami
Disintegrative Disorder regresi dalam berbagai aspek
perkembangan, subjek hanya
menunjukkan berkurangnya
kata-kata yang diungkapkan
serta berkurangnya kontak

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 46


mata saat diajak berinteraksi.

N. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Gangguan Autisme
Autisme atau Autism spectrum disorder merupakan gangguan
perkembangan pervasif yang ditandai dengan adanya defisit pada kemampuan
dalam menjalin hubungan atau interaksi sosial, dan dengan rentang minat dan
aktivitas yang terbatas (APA, 2000.)
2. Karakteristik Gangguan Autisme
Karakteristik utama pada gangguan autisme adalah defisit pada
kemampuan interaksi sosial, komunikasi, dan adanya perilaku repetitif. Anak
dengan autisme memiliki keinginan yang terbatas untuk berkomunikasi untuk
tujuan sosial, cenderung memilih untuk diam atau tidak menggunakan bahasa.
Perilaku stereotipik juga ditunjukkan yaitu pengulangan gerakan motorik
seperti berputar-putar, memutar bagian dari obyek, mengepak-ngepakkan
kedua tangan, atau menggoyangkan badan.Selain itu, pada beberapa kasus
juga ditemukan adanya defisit kognitif dan persepsi-sensori yang abnormal.
Karakteristik lainnya adalah kesulitan untuk menerima perubahan lingkungan
atau aktivitas, serta adanya respon yang tidak biasa terhadap stimulus sensoris
(Hallahan & Kauffman, 2006).
3. Etiologi Gangguan Autisme
Anak dengan autisme mengalami beberapa masalah kesehatan selama
dalam masa kandungan, selama proses kelahiran, atau mengikuti kelahiran
kedua setelah anak pertama pada kelahiran anak kembar (Mash & Wolfe,
2013). Faktor herediter juga dapat berpengaruh, studi menunjukkan bahwa
sebanyak 3% hingga 7% dari saudara atau anggota keluarga besar dari
individu yang mengalami autisme juga mengalami autisme (Rutter dalam
Mash & Wolfe, 2013). Abnormalitas pada bagian otak atau defisit kognitif
juga dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi.
O. PROGNOSIS
Prognosis yang dapat ditegakkan bagi perkembangan subjek adalah positif.
Subjek memiliki orangtua yang sangat terbuka terhadap informasi-informasi yang
dapat membantu mengoptimalkan perkembangan anak. orangtua dan keluarga

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 47


juga menunjukkan usaha dengan memfasilitasi subjek berbagai kegiatan yang
membantunya dalam berkembang.
P. RANCANGAN INTERVENSI
1. Tujuan
a. Memberikan psikoedukasi kepada orangtua serta orang lain yang terlibat
dalam pengasuhan subjek mengenai kondisi subjek dan menyampaikan
prosedur intervensi bagi subjek.
b. Orangtua memahami prosedur intervensi yang akan dilaksanakan serta
dapat mempraktekkan prosedur yang sudah dipelajari tanpa bantuan
pemeriksa
c. Membantu meningkatkan kemampuan subjek untuk melakukan kontak
mata saat berinteraksi
2. Pendekatan Intervensi
Pendekatan intervensi yang digunakan pada subjek adalah modifikasi
perilaku dengan teknik applied behavior analysis (ABA) yaitu menghadirkan
kondisi dimana orang dewasa memberikan stimulus diskriminatif yang
kemudian diikuti dengan respon dari anak serta orang dewasa memberikan
penguatan (reinforcement) segera setelah anak menampilkan respon yang
diinginkan (Matson, 2009).
Hambatan dalam komunikasi dan interaksi sosial merupakan gejala
utama dari individu dengan autisme. Berbagai hasil penelitian menyarankan
bahwa memberikan perhatian dan melakukan kontak mata merupakan
kemampuan yang harus dikembangkan pada saat intervensi awal (Jones &
Feeley, 2009). Pada kasus ini, teknik applied behavior analysis (ABA)
digunakan untuk meningkatkan kemampuan anak untuk melakukan kontak
mata dan memberikan respon yang tepat terhadap upaya orang lain untuk
mengajak subjek berbagi minat atau kesenangan. Reinforcement atau
penguatan yang diberikan seperti penguatan secara verbal seperti “pintarnya”,
senyuman, dan lainnya.
3. Rancangan Intervensi
Sesi Tujuan Pendekatan Hasil yang diharapkan
Sesi 1 Memberikan Psikoedukasi Orangtua mendapatkan gambaran
pemahaman pada secara jelas mengenai gangguan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 48


orangtua mengenai autisme serta faktor-faktor yang
kondisi yang dialami memengaruhi, serta orangtua
subjek memahami pentingnya melatih
Orangtua juga diharapkan dapat
memahami bahwa karakteristik
autisme berbeda-beda pada setiap
anak.
Sesi 2 Menyampaikan kepada Psikoedukasi Setelah mendapatkan pemahaman,
saudara, dan kedua diharapkan pihak-pihak terkait dapat
nenek subjek mengenai membantu mengembangkan
perkembangan subjek kemampuan komunikasi-sosial
subjek dengan cara-cara yang telah
disampaikan. Selain itu juga
diharapkan mereka dapat
memanfaatkan waktu bermain
dengan anak sebagai media untuk
melatih dan mendorong anak lebih
banyak menunjukkan respon dan
inisiasi sosial.
Sesi 3 1. Menyampaikan Psikoedukasi Dengan pemberian pemahaman
bahwa terapis mengenai prosedur atau langkah-
membutuhkan langkah intervensi, diharapkan
orangtua untuk orangtua memahami bahwa
mempraktekkan cara pentingnya peran orangtua untuk
yang telah dipelajari membantu optimalkan
saat dirumah perkembangan anak salah satunya
2. Memberikan dengan cara yang telah disampaikan
penjelasan mengenai pada sesi ini. Selain itu diharapkan
prosedur intervensi agar orangtua konsisten melatih anak
3. Menjelaskan setiap dengan teknik ini.
langkah dan
penguatan yang
dapat diberikan pada
anak

Sesi Melatih anak untuk Perilaku Dengan memberikan penguatan pada


4-6 menatap wajah dan sesi ini maka diharapkan dapat
melakukan kontak mata meningkatkan upaya anak untuk
saat berkomunikasi menatap wajah dan melakukan
kontak mata dengan orang lain saat
berkomunikasi. Orangtua juga
diharapkan mampu melakukan hal
ini saat diluar sesi terapi.
Sesi 7 Terminasi Diskusi Dengan sesi terminasi ini diharapkan
agar orangtua dan terapis
menemukan solusi saat menghadapi
hambatan dalam membantu
perkembangan anak serta orangtua

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 49


dapat mengoptimalkan dukungan
untuk perkembangan anak secara
konsisten.

Q. HASIL INTERVENSI & EVALUASI


Tahapan Intervensi Evaluasi Keberhasilan Intervensi
Tujuan Hasil Capaian
Sesi 1-2 Psikoedukasi Orangtua & orang yang Tercapai
berperan dalam 1. Orangtua memahami kondisi
pengasuhan subjek subjek dan penting untuk
(saudara & nenek) mengoptimalkan beberapa
memahami keterampilan pada subjek
permasalahan yang 2. Orangtua dan orang terdekat
dialami oleh subjek subjek menyadari adanya hal-
hal dalam pengasuhan yang
perlu dibenahi
Sesi 3 Psikoedukasi Orangtua memahami Tercapai
langkah-langkah 1. Orangtua menyadari bahwa
pelaksanaan sesi untuk mengoptimalkan
intervensi serta tujuan kemampuan subjek dibutuhkan
intervensi upaya pelatihan yang intensif
pada anak
2. Orangtua bersedia untuk
bekerjasama dalam melatih
kemampuan komunikasi sosial
subjek
3. Orangtua memahami prosedur
intervensi
Sesi 4 Perilaku 1. Meningkatkan Belum tercapai
respon subjek dalam 1. Subjek tertarik dengan mainan
melakukan kontak dari terapis/orangtua namun
mata saat dipanggil tidak berkomunikasi dan kontak
2. Orangtua mata, hanya merebut.
memahami cara 2. Orangtua masih melewatkan
yang digunakan beberapa langkah (seperti
untuk menarik menunjukkan ekspresi, berusaha
kontak mata pada menarik perhatian agar subjek
subjek menatap mata)

Sesi 5 Perilaku 1. Meningkatkan Tercapai


respon subjek dalam 1. Ibu menemukan cara baru untuk
melakukan kontak menarik minat subjek
mata saat dipanggil berkomunikasi dan menatap
2. Ibu dapat mata (muka sejajar, jarak dekat,
menerapkan cara & berkata “sssstt)
pemeriksa dalam 2. Subjek dapat melakukan kontak
mendorong kontak mata saat terapis/ibu memegang

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 50


mata pada subjek wajah subjek, atau memanggil
subjek sambil memegang
mainan
Sesi 6 Perilaku 1. Meningkatkan Tercapai
respon subjek dalam 1. Subjek lebih banyak merespon
melakukan kontak kontak mata saat bermain
mata saat dipanggil gamelan, bola-bola berwarna
2. Orangtua merah dan biru, buah-buahan
memahami cara potong
yang digunakan 2. Subjek menatap mata saat
untuk menarik bermain menggelitik perut
kontak mata pada 3. Ibu dapat mengulangi langkah
subjek untuk menarik kontak mata
subjek dan mengembangkannya
dengan cara lain
Sesi 7 Diskusi Terminasi Tercapai
1. Ibu tidak merasa kesulitan untuk
melatih subjek, ibu senang
karena dapat membantu
perkembangan subjek
2. Orangtua dapat mengatasi
hambatan dalam menjalankan
latihan bersama subjek saat
dirumah

R. KEGIATAN FOLLOW-UP
Follow-up dilakukan dengan wawancara terhadap ibu dan ayah subjek.
Kegiatan rutin subjek saat ini adalah sekolah PAUD. Subjek rutin melakukan
kegiatan di dalam kelas dan di halaman dengan pendampingan khusus dari ibu
atau nenek yang menemani di sekolah. Ibu menyampaikan kondisi subjek pada
guru sekolah dan mendapatkan permakluman. Ibu mengatakan bahwa beberapa
minggu terakhir ibu memang lebih banyak mengajak subjek berkomunikasi dan
bermain. Ibu dan ayah menyediakan mainan yang disukai subjek dan bermain
bersama untuk latih kontak mata. Subjek menunjukkan lebih banyak ekspresi dan
kontak mata saat bermain, meskipun pada saat tertentu terlihat bengong atau ingin
bermain sendirian

Daftar Pustaka

American Psychiatric Association. (2000). DSM-IV-TR: Diagnostic and statistical


manual of mental disorders text revision. Washington, DC: Author.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 51


American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fifth Edition. Arlington, VA: Author.

Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M. (2006). Exceptional learner: Introduction to


special education. USA: Pearson Education, Inc.

Jones, E. A., & Feeley, K. M. (2009). Parent implemented joint attention intervention
for preschoolers with autism. The Journal of Speech and Language Pathology
– Applied Behavior Analysis, 4(1), 74-89. http://dx.doi.org/10.1037/h0100251

Matson, J.L. 2009. Applied Behavior Analysis for Children with Autism Spectrum
Disorders. New York: Springer.

Mash, E.J., & Wolfe, D.A. (2010). Abnormal child psychology, Fourth Edition. USA:
Wadsworth, Cengage Learning.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 52


IV. LAPORAN KASUS KOMUNITAS
“Pelatihan Pengasuhan Positif Pada Ibu Asuh Sos Children’s Village Bali”

A. ANALISIS SITUASI
Berdasarkan hasil wawancara awal yang yang dilaksanakan dengan
beberapa ibu asuh SOS Children’s Village Bali, ibu menyampaikan bahwa
dibutuhkan kesabaran yang lebih dalam mengasuh dan mendisiplinkan mereka
karena beberapa masalah yang ditunjukkan pada anak seperti masalah perilaku
membangkang, melawan aturan dirumah, berbohong, masalah emosional seperti
mudah marah, agresif, bahkan ada yang sangat tertutup. Permasalahan tersebut,
terkadang tidak dapat direspon oleh ibu dengan cara yang tepat. Ibu menjadi
marah dengan perilaku anak dan memberikan tanggapan dengan memarahi anak,
menasehati dan hanya berkomunikasi satu arah, menyebutkan kesalahan-
kesalahan anak terdahulu, atau membandingkan perilaku anak dengan anak
lainnya. Tanpa disadari hal ini akan memperburuk hubungan antara ibu dan anak
serta pesan yang ingin disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh anak.
Berbagai kondisi seperti yang dijelaskan dalam mengurus anak dapat
menimbulkan stres pengasuhan bagi para ibu asuh. Menurut Sanders (2004),
penyebab munculnya masalah bagi orangtua di seputar pengasuhan anak
diantaranya adalah atribusi negatif orangtua terhadap perilaku anak, dan
kurangnya pengetahuan orangtua tentang pengasuhan anak. Stres pengasuhan
digambarkan sebagai kecemasan atau ketegangan yang berlebihan dan secara
khusus berkaitan dengan peran sebagai orangtua dan interaksi antara orangtua dan
anak (Abidin dalam Deckard, 2004).
Stres pengasuhan dapat membawa dampak negatif bagi perkembangan anak
(Deckard, 2004), pada hubungan pengasuh atau orangtua dengan anak dan juga
kondisi psikologis dari pengasuh sendiri (Sanders, 2003). Saat mengalami stres
dalam pengasuhan ini, orangtua juga cenderung kurang efektif dalam menerapkan
keterampilan pengasuhan yang sudah dimiliki. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi stres dalam pengasuhan adalah
memberikan pelatihan pengasuhan kepada orangtua atau pengasuh anak. Menurut
Baker (dalam Hsiao, 2017) menyediakan dukungan atau pendidikan bagi orangtua
dalam menghadapi anak dengan masalah perilaku sangat bermanfaat bagi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 53


keluarga, khususnya melatih keterampilan sosial dan cara untuk manajemen
masalah perilaku tersebut. Leung & Sanders (2006) menyebutkan program untuk
melatih keterampilan pengasuhan pada orangtua dapat menurunkan stres selama
pengasuhan dan juga dapat meningkatkan penyesuaian orangtua.
Pada pelaksanaan program pelatihan pengasuhan positif umumnya orangtua
atau pengasuh mendapatkan informasi dan pengetahuan mengenai karakteristik
pada setiap tahapan perkembangan anak. Peningkatan pengetahuan dan kapasitas
atau keterampilan pengasuhan kepada orangtua, keluarga, dan masyarakat dapat
memberikan dampak yang signifikan dalam merawat, memelihara, mendidik, dan
mengoptimalkan bakat atau potensi yang dimiliki setiap anak (Sanders, 2003).
Pada pelatihan pengasuhan positif ini orangtua juga dilatih mengenai
keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif dengan anak, serta keterampilan
untuk manajemen perilaku anak atau pendisiplinan dengan cara yang positif.
Orangtua akan dilatih untuk meningkatkan interaksi atau komunikasi positif
dengan anak serta mengurangi praktik pengasuhan dengan paksaan dan bersifat
tidak konsisten (Leung & Sanders, 2006). Berdasarkan hal tersebut maka aka
dilaksanakan pemberian pelatihan mengenai pengasuhan positif kepada ibu asuh
di SOS Children’s Village Bali.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan analisa situasi diatas dapat diketahui bahwa permasalahan
dihadapi oleh ibu asuh berkaitan dengan pengasuhan dan sangat mempengaruhi
kondisi psikologis ibu asuh dan juga anak. Permasalahan tersebut dapat mengarah
pada stres pengasuhan serta memengaruhi hubungan antara ibu asuh dengan anak.
Hal yang dialami oleh ibu asuh diantaranya adalah kurangnya pemahaman
mengenai karakteristik perkembangan anak yang berbeda-beda pada tiap usia
serta kemampuan anak untuk memenuhi tugas perkembangan yang berbeda pula
pada tiap individu. Ibu seringkali membanding-bandingkan kemampuan satu anak
dengan anak lainnya dengan cara yang kurang tepat, serta ibu memiliki harapan
yang lebih tinggi pada anak dibandingkan dengan kemampuan yang dimiliki. Hal
ini juga berdampak pada anak yang terbebani dengan tuntutan-tuntutan dari ibu.
Ibu juga kurang mampu untuk mengkomunikasikan sesuatu secara efektif
terhadap anak asuhnya. Penerapan kedisiplinan yang tidak konsisten juga menjadi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 54


salah satu permasalahan yang dialami ibu asuh dalam pengasuhan. Akibatnya
adalah hubungan ibu asuh dengan anak menjadi kurang baik Oleh karena itu
diperlukan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pengasuhan positif pada
ibu asuh di SOS Children’s Village Bali.
C. ANALISIS KEBUTUHAN
Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan SOS Children’s Village
Bali, belum ada pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
pengasuhan pada ibu asuh. Baik pimpinan maupun pembina masih melihat bahwa
sebagian besar ibu asuh kurang optimal dalam pengasuhannya dikarenakan
pemahaman yang kurang mengenai perkembangan anak. Beberapa ibu memiliki
hubungan yang kurang baik dengan anak asuhnya karena ibu sering memarahi
anak dengan kata-kata kasar dan membentak, sehingga anak tersebut juga
mengikuti atau mencontoh cara ibu asuh dalam berkomunikasi, bahkan ada anak
yang tidak bersedia untuk pulang kerumah karena merasa tidak nyaman dengan
sikap ibu.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1) Stres Pengasuhan
Stres pengasuhan atau parenting stress diartikan sebagai pengalaman
distres psikologis atau ketidaknyamanan yang muncul dalam upaya beradaptasi
dengan tuntunan yang berkaitan dengan menjalani peran sebagai orangtua
(Deater-Deckard dalam Hayes & Watson, 2012). Ahern (2004) menyatakan
bahwa hal penting lainnya dalam mendefinisikan stres pengasuhan adalah
persepsi orangtua terhadap perilaku anak, ketersediaan sumber untuk menjalani
pengasuhan, serta perasaan mampu atau kompeten yang dimiliki orangtua
mengenai pengasuhan. Menurut Abidin (dalam Ahern, 2004) terdapat beberapa
karakteristik yang mengarahkan orangtua pada stres pengasuhan antara lain
sense of competence (keyakinan atau kepercayaan orangtua terhadap
kemampuan mereka), isolation (dukungan sosial dan keterkaitan dengan dunia
luar), attachment (kedekatan secara emosional), health (kondisi kesehatan
orangtua), role restriction (tingkatan ketika peran sebagai orangtua membatasi
kebebasan merek), depression, serta spouse (tingkatan dukungan emosional
antar-pasangan).

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 55


2) Pelatihan Pengasuhan Positif
Sanders (2003) menyampaikan bahwa terdapat 5 prinsip dasar dalam
mengasuh anak agar dapat berkembang secara positif dan sehat secara mental.
Kelima prinsip tersebut menjadi dasar dalam melaksanakan pelatihan
pengasuhan positif pada orangtua, prinsip pertama (1) adalah menyediakan
lingkungan yang mendukung anak bereksplorasi, bereksperimen, dan bermain;
(2) orangtua dapat merespon anak secara positif dan respon yang membangun
seperti saat berinteraksi dengan anak; (3) penerapan disiplin asertif; (4)
orangtua dapat mengeksplorasi harapan-harapan, kepercayaan, serta asumsi-
asumsi tentang penyebab dari perilaku anak, kemudian memilih tujuan yang
tepat dan realistis sesuai dengan perkembangan anak; dan (5) mengajarkan
keterampilan mengelola emosi pada diri orangtua & mengembangkan strategi
koping.
E. TUJUAN INTERVENSI
Tujuan dari kegiatan intervensi adalah meningkatkan keterampilan
pengasuhan positif pada ibu asuh di SOS Children’s Village Bali melalui
pelatihan dengan pemberian materi karakteristik tahapan perkembangan anak,
keterampilan dalam komunikasi efektif, serta keterampilan untuk menerapkan
disiplin positif pada anak.
F. PENDEKATAN INTERVENSI
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikoedukasi dengan
pelatihan. Pelatihan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membawa kearah
yang lebih baik, berasal dari kata latih yaitu belajar dan membiasakan diri untuk
dapat melakukan suatu keterampilan hidup. Pelatihan dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dilatih sehingga dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Nelson-Jones, 1982).
G. RANCANGAN INTERVENSI
Sesi Tujuan Tugas Fasilitator Durasi
Sesi I 1. Bertujuan agar peserta memahami 1. Fasilitator mengawali acara 30 menit
tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan menyambut dan memberi
dan manfaat yang akan didapatkan salam pada peserta yang hadir
dari mengikuti kegiatan pelatihan dalam kegiatan
ini 2. Fasilitator mempersilahkan
2. Peserta kegiatan memahami perwakilan SOS Children’s
peraturan yang akan diterapkan Village Bali untuk memberikan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 56


selama berlangsungnya kegiatan sambutan
3. Untuk mengetahui pengetahuan 3. Menyampaikan tujuan pelaksanaan
ibu dalam pengasuhan positif kegiatan, mekanisme pelaksanaan,
manfaat yang akan diperoleh, serta
menyampaikan beberapa aturan
yang akan diterapkan selama
kegiatan berlangsung
4. Pengisian angket pretest
Sesi II 1. Peserta dapat memahami tahap- 1. Memberikan materi mengenai 15 menit
tahap perkembangan, kriteria pada karakteristik perkembangan anak,
setiap tahap perkembangan, serta yaitu :
bagaimana peran orangtua pada a. Pengertian
setiap tahap perkembangan. b. Tahap perkembangan pada
2. Peserta dapat merefleksikan setiap usia
karakteristik perkembangan anak c. Kriteria pada setiap tahap
dan melakukan evaluasi atas perkembangan
pengasuhan yang diterapkan d. Peran orangtua pada setiap
3. Peserta dapat memahami anak tahap perkembangan
memiliki kemampuan yang 2. Memberikan kesempatan kepada
berbeda dalam melakukan tugas peserta untuk mengajukan
perkembangan pertanyaan dan berbagi
pengalaman dalam pengasuhan
Sesi III 1. Peserta dapat menerapkan materi 1. Menyampaikan tugas yang perlu 15 menit
pada sesi II dalam pengasuhan dilakukan oleh peserta
sehari-hari 2. Membantu menjelaskan apabila
2. Peserta dapat mengidentifikasi ada peserta yang kurang
tahap perkembangan pada anak memahami instruksi pada
serta peran yang dapat dilakukan powerpoint
3. Fasilitator mendorong peserta
untuk aktif memberikan
masukan dan tambahan selama
diskusi
Sesi IV 1. Peserta dapat membedakan antara Memberikan materi mengenai 30 menit
komunikasi efektif dan komunikasi efektif meliputi:
komunikasi negatif 1. Tujuan komunikasi dalam
2. Peserta dapat menerapkan pengasuhan
keterampilan komunikasi yang 2. Contoh komunikasi negatif
efektif dalam pengasuhan 3. Bagaimana menerapkan
komunikasi secara efektif seperti
mendengar aktif, instruksi
positif, dan lainnya
4. Video contoh penerapan
komunikasi efektif
Memberikan kesempatan bertanya
pada peserta
Sesi V 1. Peserta dapat mengidentifikasi 1. Menjelaskan kegiatan diskusi 30 menit
bentuk komunikasi negatif pada yang akan dilaksanakan
kasus serta dapat menggantinya 2. Meminta ibu untuk melakukan
dengan yang lebih efektif analisis kasus yang telah
2. Peserta dapat menguasai dibagikan
keterampilan untuk melakukan 3. Mendampingi dan memberikan
komunikasi secara efektif feedback selama proses diskusi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 57


berlangsung
Sesi VI 1. Peserta dapat memahami metode Menyampaikan materi mengenai 15 menit
positif dalam menerapkan disiplin asertif meliputi :
disiplin 1. Pengertian
2. Peserta dapat menggunakan 2. Manfaat
respon yang tepat dalam 3. Jenis respon terhadap
menghadapi ketidakdisiplinan ketidakdisiplinan
anak 4. Proses menerapkan disiplin
3. Peserta memahami proses dalam secara asertif
menerapkan disiplin asertif
Sesi 1. Peserta dapat mengidentifikasi 1. Menjelaskan kegiatan diskusi 25 menit
VII bentuk pendisiplinan pada kasus yang akan dilaksanakan
serta dapat menggantinya dengan 2. Meminta ibu untuk melakukan
yang cara yang lebih asertif analisis kasus yang telah
2. Peserta dapat menguasai dibagikan
keterampilan untuk melakukan 3. Mendampingi dan memberikan
disiplin dengan asertif feedback selama proses diskusi
berlangsung
Sesi 1. Untuk mengetahui pemahaman 1. Fasilitator meminta salah satu 20 menit
VIII peserta mengenai kegiatan atau beberapa peserta untuk
pelatihan pengasuhan positif menyimpulkan kegiatan yang
2. Untuk mengetahui kemajuan dari telah dilaksanakan
peserta setelah mendapatkan 2. Membagikan lembar posttest
intervensi mengenai pengasuhan
positif

H. HASIL DAN PEMBAHASAN INTERVENSI


1. Hasil Pelaksanaan Intervensi
a) Pengetahuan Mengenai Pengasuhan Positif
Hasil dari pemberian intervensi komunitas ini dapat dilihat dari hasil
pengisian kuisioner sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan (pretest dan
posttest) oleh seluruh peserta yang mengukur pemahaman peserta mengenai
pengasuhan positif yang menggambarkan pemahaman tentang tahap dan
tugas perkembangan anak, penerapan keterampilan komunikasi efektif, serta
disiplin asertif.

Tabel 4.3 Data Perolehan Hasil Pretest dan Posttest


Skor Positive
Total
No Subjek Parenting Keterangan
Perubahan
Pretest Post test
1 VT 32 35 3 Meningkat
2 ML 27 31 4 Meningkat
3 WM 31 32 1 Meningkat
4 KD 39 39 0 Tetap
5 MD 30 32 2 Meningkat
6 AD 34 37 3 Meningkat

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 58


7 DY 29 33 4 Meningkat
8 KS 32 36 4 Meningkat
9 YY 36 38 2 Meningkat
10 AG 31 31 0 Tetap
11 RS 22 31 9 Meningkat
12 AY 35 37 2 Meningkat
13 WY 33 38 5 Meningkat
Nilai rata-rata 31,69 34,54 3

Berdasarkan pada data diatas, dapat disimpulkan bahwa sebanyak


15,38% tidak mengalami perubahan, sedangkan sebanyak 84,61%
mengalami peningkatan pemahaman pengasuhan positif yaitu sebanyak 11
orang peserta. Tabel diatas juga menunjukkan adanya peningkatan nilai
rata-rata skor terhadap pemahaman pengasuhan positif dari seluruh anggota
komunitas, yang artinya bahwa peserta mengalami peningkatan pemahaman
pengasuhan positif setelah diberikan intervensi.

Grafik 4.1 Perbedaan Hasil Pretest dan Posttest Pemahaman Peserta


Mengenai Pengasuhan Positif
45
40
35
30
25
Pretest
20 Posttest
15
10
5
0
VT ML WM KD MD AD DY KS YY AG RS AY WY

Grafik diatas menunjukkan adanya peningkatan skor pretest dan


posttest, yang artinya terdapat peningkatan pemahaman peserta pengenai
pengasuhan positif yang meliputi pemahaman akan dasar pengasuhan
positif, tahapan dan tugas perkembangan anak, komunikasi efektif dalam
pengasuhan, serta penerapan disiplin positif. Hal ini berarti bahwa
pemaparan materi mengenai pengasuhan positif kepada ibu asuh SOS
Children’s Village Bali efektif untuk dilaksanakan.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 59


Tabel 4.4 Hasil Uji Beda (Analisis Wilcoxon)

Test Statisticsb

Posttest - Pretest

Z -2.947a

Asymp. Sig. (2-tailed) .003

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Analisis uji beda dilakukan untuk mengetahui apakah perbedaan hasil


intervensi yang diukur melalui pretest dan posttest menunjukkan hasil yang
signifikan atau tidak. Analisis statistik yang akan digunakan adalah analisis
nonprametrik uji beda wilcoxon melalui spss versi 16.0. Dari tabel diatas
dapat dilihat bahwa nilai sig. sebesar 0,003 lebih kecil dari 0,05
(0,05>0,003). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil skor sebelum dan sesudah diberikan intervensi
pelatihan pengasuhan positif pada ibu asuh SOS Children’s Village Bali.
b) Hasil Pelatihan Komunikasi Efektif
Pelatihan Komunikasi efektif diberikan karena merupakan dasar dari
penerapan pengasuhan positif. Pelatihan dilaksanakan dengan memberikan
pemaparan singkat, diskusi contoh, analisis kasus, diskusi hasil, serta
berbagi pengalaman dalam penerapan komukasi bersama anak, dan peserta
melakukan evaluasi mengenai efektif atau tidak komunikasi yang telah
digunakan. Hasil analisis kasus yang dilakukan oleh peserta menunjukkan
bahwa peserta memahami cara dalam menggunakan keterampilan
komunikasi efektif saat berkomunikasi dengan anak. Hal ini berarti peserta
mampu untuk menganalisis kesalahan-kesalahan gaya komunikasi pada
kasus tersebut dan mampu menerapkan teori-teori yang telah disampaikan
pada materi kedalam kasus nyata.
Setelah analisis kasus juga dilakukan diskusi dan berbagi pengalaman
sehari-hari dalam berkomunikasi dengan anak. Peserta mampu
merefleksikan materi yang telah disampaikan dengan pengalaman hidupnya.
Peserta dapat mengevaluasi kesalahan yang dilakukan dalam berkomunikasi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 60


seperti menggunakan kalimat yang mengancam, tidak menjelaskan
keinginan dengan jelas, memarahi anak, tidak memperhatikan, tidak
mengajak anak berdiskusi.

c) Hasil Pelatihan Disiplin Asertif


Pelatihan dilaksanakan dengan pemaparan mengenai disiplin asertif,
contoh-contoh, tahapan dan proses, dan dilanjutkan dengan melakukan
analisis kasus. Hasil analisis kasus yang dilakukan oleh peserta
menunjukkan bahwa peserta dapat menerapkan teori-teori seperti proses
pendisiplinan, contoh-contoh kalimat yang dapat digunakan dalam
pendisiplinan asertif, berbagai jenis konsekuensi, dan lainnya kedalam
contoh kasus yang diberikan.
Selama mendiskusikan pengalaman nyata yang dialami peserta dalam
mengasuh anak, beberapa peserta juga menyampaikan bahwa selama ini
kurang menyampaikan batasan dengan jelas pada anak dan terkadang tidak
juga memberikan instruksi sesuai dengan yang peserta inginkan. Secara
keseluruhan peserta mampu untuk memberikan jawaban analisis kasus yang
sesuai dengan materi yang dipaparkan serta mampu mengevaluasi
pengalaman dalam mendisiplinkan anak sehari-hari sehingga hal ini dapat
dijadikan bekal oleh peserta untuk menerapkan disiplin secara asertif
kedepannya.

2. Pembahasan
Hal pertama yang diberikan dalam pelatihan pengasuhan positif ini
adalah informasi dan pengetahuan mengenai prinsip dasar pengasuhan positif
yang diikuti dengan fase perkembangan anak, serta strategi pengasuhan positif
melalui komunikasi efektif dan disiplin asertif. Hal ini didasari pada prinsip-
prinsip pengasuhan positif yang disampaikan oleh Sanders (2003) yaitu
menciptakan lingkungan yang aman, lingkungan belajar positif, disiplin asertif,
membangun harapan yang realistis berdasarkan kemampuan anak, serta
memberikan waktu untuk merawat diri sendiri sebagai orangtua Ibu asuh tidak
hanya mendapatkan pengetahuan tentang pengasuhan positif, akan tetapi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 61


dilatih untuk dapat menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
pengasuhannya.
Berdasarkan hasil observasi selama kegiatan berlangsung, ibu asuh
memperhatikan penyampaian materi dengan seksama, hal ini ditunjukkan dari
antusiasme ibu asuh dalam menyampaikan pertanyaan dan juga berbagi
pengalaman dalam menjalankan peran untuk membantu optimalkan tugas
perkembangan anak. Ibu asuh dapat menyampaikan kendalanya dalam
membantu anak sekaligus dapat melakukan evaluasi mengenai pengasuhan
yang telah dilakukan berdasarkan pada materi yang telah dipaparkan
sebelumnya. Selain itu, selama latihan kasus untuk melatih keterampilan
komunikasi efektif dan disiplin asertif, para peserta dapat memberikan jawaban
yang sesuai dengan teori-teori yang telah dijabarkan pada materi awal.
Dari hasil pretest dan posttest menunjukkan bahwa sebagian besar
peserta menunjukkan peningkatan pemahaman pengasuhan positif, sebanyak
11 orang mengalami peningkatan skor, meskipun 2 orang lainnya tidak
mengalami peningkatan. Sanders (2003) menyatakan bahwa pengetahuan dan
peningkatan keterampilan pengasuhan pada orangtua, keluarga, dan
masyarakat dapat memberikan dampak yang signifikan dalam merawat,
memelihara, mendidik, dan mengoptimalkan bakat atau potensi yang dimiliki
setiap anak
I. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa pelatihan pengasuhan positif pada ibu asuh SOS Children’s Village Bali
dapat meningkatkan pemahaman sekaligus keterampilan ibu asuh dalam
menerapkan pengasuhan positif. Hal ini ditunjukkan dari:
1. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman ibu asuh SOS Children’s Village
Bali mengenai fase perkembangan anak meliputi tugas-tugas perkembangan
setiap fase serta peran orangtua pada setiap fase
2. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman ibu asuh SOS Children’s Village
Bali mengenai dasar-dasar komunikasi efektif dan disiplin asertif sebagai
strategi dalam pengasuhan positif

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 62


3. Penguasaan ibu asuh SOS Children’s Village Bali mengenai keterampilan
dalam menerapkan dasar komunikasi efektif dan disiplin positif ke dalam
kasus nyata berdasarkan pada materi dan latihan kasus yang diberikan.
J. SARAN
1. Modul pelatihan yang dilaksanakan ini masih perlu disempurnakan seperti
dengan merancang waktu yang lebih banyak untuk melakukan latihan
keterampilan komunikasi efektif dan disiplin asertif dengan menyediakan
lebih banyak kasus untuk didiskusikan.
2. Hasil intervensi dapat lebih lengkap jika melakukan follow-up secara berkala
untuk mengetahui penerapan pengetahuan serta keterampilan pengasuhan
positif yang sudah dipelajari oleh ibu asuh SOS Children’s Village Bali
sebagai upaya untuk melakukan evaluasi apabila ada hambatan atau kesulitan
yang ditemui oleh ibu asuh dalam penerapnnya sehingga dapat meningkatkan
penguasaan ibu asuh terhadap keterampilan tersebut.
3. Pelatihan pengasuhan positif selanjutnya juga penting untuk diberikan kepada
pembina SOS Children’s Village Bali karena ikut terlibat dalam pengasuhan
anak. Meskipun keterlibatannya tidak sebesar ibu asuh, tetapi dengan
pemahaman akan keterampilan pengasuhan positif diharapkan pembina dapat
memberikan dukungan serta dapat membantu memberikan feedback pada ibu
asuh selama menerapkan pengasuhan positif.
4. Diperlukannya modul pelatihan strategi pengasuhan positif untuk masalah-
masalah yang lebih spesifik yang dialami oleh ibu asuh dalam pengasuhan
seperti strategi untuk perilaku disruptif atau gangguan tingkah laku.

Daftar Pustaka
Ahern, L.(2004). Psychometric properties of the parenting stress index. Journal of
clinical child psychology, 29, 615-625.

Deckard, D. (2004). Parental stress and early child development: Adaptive and
maladaptive outcomes. USA: Springer.

Hayes, S. A., & Watson, S. L. 2012. The impact of parenting stress. Journal of
development disorder, vol 43: hal. 629-642.

Hsiao, Y.J. 2017. Parental stess in families of children with disabilities. Intervention
in school and clinic. DOI: 10.1177/1053451217712956.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 63


Leung, C., & Sanders, M.R. 2006. Implementation of triple p-positive parenting
program in Hong Kong: Predictors of program completion and clinical
outcomes. Journal of children’s services, vol 1(2).

Sanders, M.R. 2003. The tripple P-Positive parenting programme: A universal


population-Level approach to the prevention of child abuse. Child Abuse
Review, vol 12: hal. 155-171.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 64


RINGKASAN LAPORAN KASUS PKPP II
V. LAPORAN KASUS KELOMPOK

“Terapi Kognitif-perilaku untuk Mencegah Kekambuhan pada Pengguna


Narkoba di Lapas Klas IIa Kerobokan”

A. ANALISIS SITUASI
Tingginya angka penyalahgunaan narkoba dapat diakibatkan karena
akses yang mudah untuk mendapatkan narkoba. Peredaran narkoba tidak
hanya terjadi di berbagai tempat umum, akan tetapi pengedaran juga masuk
ke lembaga pemasyarakatan atau lapas yang salah satunya adalah lembaga
pemasyarakatan Klas IIA Kerobokan Bali. Hasil survei dari BNN (2014) juga
menunjukkan bahwa sekitar 88% akses narkoba dipenjara diperoleh dari
teman sesama narapidana, 27% dari teman diluar penjara, 16% dari petugas
lapas, 9% dari bandar diluar penjara, dan 2% dari pacar atau pasangan.
Bagi narapidana yang masih terikat dengan narkoba, situasi ini akan
dianggap menguntungkan bagi mereka karena dapat mengakses narkoba
dengan mudah, sedangkan bagi narapidana yang sedang berusaha untuk pulih
dan bebas dari narkoba maka hal ini akan menjadi tantangan yang membuat
narapidana kesulitan tetap bertahan dalam kondisi pulih sehingga adanya
kemungkinan untuk mengalami kekambuhan. Kekambuhan atau relapse
merupakan kembalinya seseorang pada pola perilaku menggunakan narkoba
(Melemis, 2015). Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami kekambuhan, mulai dari faktor lingkungan seperti kekayaan,
berbagai situasi sosial, paparan terhadap stres, konflik interpersonal,
pergaulan, dan faktor intrapersonal atau dari dalam individu sendiri termasuk
keyakinan untuk dapat mengontrol diri termasuk pikiran, perasaan, dan
perilaku yang berkaitan dengan penggunaan narkoba (Blume, 2005).
Hasil wawancara terhadap beberapa narapida yang menjadi korban
penyalahgunaan narkoba di lapas klas IIA Kerobokan, didapatkan bahwa hal
yang paling membuat sulit untuk bertahan dan lepas dari narkoba dalam
waktu yang lama adalah keyakinan yang salah yaitu yakin bahwa dirinya
tidak akan bisa lepas dari narkoba, adanya sugesti dari dalam diri untuk

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 65


sesekali memakai narkoba kembali, dan mudahnya menemukan narkoba
disekitarnya.
Selain itu, narapidana tersebut juga menyebutkan bahwa sulit mengatasi
pikiran atau bayangan yang muncul mengenai pengalaman saat menggunakan
narkoba. Melemis (2015) menyatakan bahwa ketika seseorang telah
mengalami kecanduan, maka sangat tidak mungkin untuk menghapus memori
atau ingatan mengenai hal tersebut sehingga cara yang dapat digunakan
adalah melatih keterampilan koping yang baik dan dapat mengatasi pikiran-
pikiran untuk kembali menggunakan narkoba.
Beberapa narapidana pengguna narkoba lainnya yang datang untuk
melakukan konseling di klinik memiliki masalah yang serupa yaitu sulit
untuk berhenti menggunakan narkoba karena sehari-harinya tidak ada
kegiatan yang bisa dilakukan sehingga sangat membosankan serta pikiran
untuk mencari dan menggunakan narkoba akan menjadi lebih mudah
memengaruhi diri mereka. Selain itu kondisi seperti karena tidak bisa
melakukan apapun ketika terjadi sesuatu atau masalah dalam keluarga atau
dengan pasangan, atau dengan memikirkan jika terjadi hal buruk terhadap
orang yang disayangi membuat mereka menjadi tertekan dan akhirnya
memilih menggunakan narkoba untuk melupakan masalah tersebut.
Kondisi yang dialami oleh narapidana diatas dapat membuat
kemungkinan kekambuhan semakin tinggi. Mereka cenderung berpikir bahwa
mereka tidak sanggup untuk menghentikan atau mengurangi penggunaan
narkoba karena berada pada lingkungan yang dengan bebas menggunakan
narkoba dan menganggap bahwa pemulihan sangat berat untuk dilakukan.
Kadden (2002) menyebutkan bahwa pada saat individu mengalami suatu
masalah atau tekanan dalam hidupnya dan tidak memiliki strategi koping
yang tepat maka ia akan memilih menggunakan narkoba untuk mengurangi
tekanan tersebut. Kemampuan individu untuk menggunakan strategi koping
yang efektif dalam menghadapi berbagai situasi-situasi yang berisiko menjadi
salah satu faktor yang juga memengaruhi kemungkinan terjadinya
kekambuhan (Marlatt & Donovan, 2005). Berdasarkan hal tersebut, maka
dibutuhkan pendampingan untuk mengembangkan kemampuan koping bagi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 66


kelompok narapidana yang sedang berada pada tahap pemulihan yaitu
melalui terapi kognitif-perilaku.

B. KELUHAN
Keluhan disampaikan oleh dokter, perawat, serta seorang napi yang sering
membantu memberikan layanan di klinik lapas klas IIA Kerobokan. Petugas
tenaga kesehatan menyampaikan bahwa jumlah pengguna narkoba di dalam lapas
sangat banyak namun tidak ada data konkrit yang menunjukkan angka atau
jumlahnya. Sering ditemukan pasien yang datang ke klinik dalam efek narkoba,
dan mereka mengakui bahwa baru saja menggunakan narkoba.
Ada juga orang-orang yang hingga saat ini masih mencoba untuk bertahan
dan tidak lagi menggunakan narkoba, seperti mereka yang sering membantu di
klinik sehingga mereka memiliki kesibukan. Meskipun begitu, mereka masih
rentan mengalami kekambuhan seperti narapidana lainnya. Seorang narapidana
yang sering membantu memfasilitasi para pecandu narkoba di lapas juga
menyampaikan bahwa hampir semua orang pengguna narkoba meskipun sudah
berusaha melakukan berbagai cara untuk bertahan dan bebas dari narkoba, masih
memiliki pikiran-pikiran dan keinginan untuk kembali menggunakannya dan ini
yang akan membuat seorang mengalami kekambuhan jika mereka tidak dapat
mengontrol hal tersebut.

C. PROSEDUR PEMERIKSAAN
Prosedur pemeriksaan awal dilakukan terhadap dokter dan perawat untuk
mendapatkan gambaran keluhan terkait kasus penyalahgunaan narkoba di lapas.
Setelah itu dilanjutkan pada wawancara terhadap beberapa narapidana yang
memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba dan sedang dalam kondisi “pulih”.

D. KRITERIA ANGGOTA KELOMPOK


Adapun kriteria yang ditentukan oleh penulis dalam melakukan intervensi
kelompok adalah sebagai berikut:
1. Anggota kelompok merupakan narapidana di Lapas Klas IIA Kerobokan
Bali yang memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 67


2. Sedang berada pada fase pemulihan maintanance atau pemeliharaan
perilaku
3. Tidak sedang mengikuti intervensi psikologis lainnya
4. Menyampaikan ketersediaannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok serta berkomitmen untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan.

E. HASIL PEMERIKSAAN SUBJEK


1. Subjek I
Nama : JM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 25 tahun
Pendidikan : SMEA
Subjek memiliki tinggi badan sekitar 160 cm, dan berat badan 68 kg.
Subjek tertangkap kepolisian saat menggunakan sabu pada awal tahun 2017
dan mendapatkan vonis hukuman 3 tahun penjara. Setelah masuk penjara,
subjek masih menggunakan sabu dan ekstasi dengan dosis ringan, tetapi tidak
sesering saat diluar penjara. Subjek memutuskan berhenti dan mulai
menyibukkan diri dengan membantu bekerja di bagian administrasi lapas, dan
juga ikut kegiatan-kegiatan seperti latihan menari bahkan hingga pentas saat
ada acara-acara penting di lapas. Subjek mengatakan dapat melupakan
keinginannya menggunakan narkoba kembali karena sibuk dengan banyak
kegiatan. Akan tetapi, subjek mengakui bahwa subjek sering merasa cemas
karena diganggu oleh pikiran-pikiran negatif mengenai hal-hal disekitarnya
yang mengarahkan dirinya untuk kembali menggunakan narkoba. Subjek juga
sering berpikir bahwa orang lain berpikiran buruk mengenai dirinya. Hal ini
dapat membuat subjek mengalami masalah tidur dan menurunnya nafsu makan.
2. Subjek II
Nama : AR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
Pendidikan : SMA
Pada tahun 2017 awal subjek ditangkap kepolisian karena menggunakan
narkoba dan subjek dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun. Subjek sudah
menjalani hukumannya selama 1 tahun 8 bulan. Subjek memantapkan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 68


keinginannya untuk mengurangi narkoba karena seseorang mengingatkan
subjek bahwa jika subjek tetap menggunakan narkoba dan kembali tertangkap
hasil pemeriksaan positif maka hal tersebut akan mempengaruhi remisi
hukuman subjek, sedangkan jika subjek memiliki aktivitas yang positif maka
hal tersebut akan membantu subjek. Hal tersebut memotivasi diri subjek untuk
berhenti dan juga karena keinginan untuk bebas lebih cepat dari penjara.
Subjek mengakui bahwa selama 3 minggu subjek tidak menggunakan
narkoba sama sekali, ia berusaha untuk tetap sibuk dengan kegiatannya di
klinik hingga merasa lelah dan lebih mudah untuk tidur di malam hari. Pikiran-
pikiran untuk menggunakan tetap menggangu subjek, ditambah lagi saat
melihat teman-teman yang menggunakan narkoba. Subjek berusaha
mengalihkan pikirannya tersebut dengan menjalani kesibukannya. Hal lain
yang saat ini dialami subjek adalah meskipun sudah cukup sibuk, ia masih
mengalami kesulitan untuk tidur dan mengalami kecemasan.
3. Anggota III
Nama : RY
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 25 tahun
Pendidikan : S1
Subjek tertangkap pada perayaaan tahun baru pada bulan desember 2017
saat sedang menggunakan narkoba bersama teman-temannya. Subjek
mendapatkan vonis 1 tahun 10 bulan penjara dan baru akan bebas di tahun
2019. Sejak masuk penjara, awalnya subjek masih beberapa kali menerima
tawaran narkoba dari narapidana lainnya, tetapi semakin lama ia menyadari
bahwa dirinya sudah cukup lama ketergantungan terhadap narkoba, sehingga
sejak kurang lebih 6 bulan sudah berhenti menggunakan narkoba.
Kesulitan yang dialami subjek selama dipenjara untuk tetap bebas dari
narkoba adalah tawaran dari teman-teman satu sel subjek, yang memberikan
sabu secara gratis. Selain itu, saat subjek memegang banyak uang maka
keinginan untuk membeli narkoba semakin tinggi, meskipun sampai saat ini
subjek dapat mengendalikan dirinya. Subjek mengakui bahwa dirinya masih
sering terganggu oleh pikiran-pikiran dan keinginan untuk menggunakan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 69


narkoba, terutama pada saat tidak memiliki kesibukan dan hanya berdiam diri
di sel, atau saat sepi di malam hari.

F. KESIMPULAN AWAL
Berdasarkan hasil wawancara, disimpulkan bahwa ketiga anggota kelompok
pertama kali menggunakan narkoba karena mendapatkan tawaran dari teman-
temannya yang kemudian mereka mengalami ketergantungan dan terus berupaya
mendapatkan narkoba. Setelah beberapa lama menjalani hukuman, ketiganya
mendapatkan alasan dan motivasi untuk berhenti yaitu ingin mendapatkan remisi
dan bisa dibebaskan lebih awal. Usaha-usaha menyibukkan diri yang dilakukan
memang dapat mengalihkan mereka untuk tidak menggunakan narkoba, akan
tetapi pikiran-pikiran yang memberikan sugesti bagi dirinya sendiri untuk mencari
dan menggunakan narkoba selalu mengganggu. Hal ini menunjukkan bahwa
diperlukannya teknik atau strategi koping bagi subjek untuk mencegah terjadinya
kekambuhan atau kembali menggunakan narkoba dengan mengatasi pikiran-
pikiran yang mengganggu tersebut

G. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut didapatkan rumusan
masalah, yaitu ”Bagaimana pengaruh terapi kognitif-perilaku terhadap
kecenderungan kekambuhan pada narapidana pengguna narkoba di Lapas Klas
IIA Kerobokan Bali?”

H. TINJAUAN PUSTAKA
1. Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam perkerjaan dan fungsi sosial (Sumiati, 2009).
Seseorang dianggap mengalami penyalahgunaan narkoba apabila ia menerima
konsekuensi negatif seperti timbulnya masalah dalam hubungan interpersonal,
sekolah, atau pekerjaan akibat dari penggunaan narkoba (Blume, 2005)
2. Tahapan Pemulihan (Recovery)
Terdapat lima tahap pemulihan yaitu precontemplation, contemplation,
preparation, action, maintenance, dan termination (Melemis, 2015).

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 70


a) Precontemplation
Pada tahap ini ditandai dengan kurangnya kesadaran akan masalah-
masalah yang muncul akibat penyalahgunaan narkoba, umumnya individu
melakukan penolakan terhadap masalah tersebut dan berusaha keras
menolak untuk berubah.

b) Contemplation
Pada tahap ini, pengguna mulai mengetahui masalah yang mereka
hadapi dan dapat mengakui bahwa mereka menginginkan perubahan, akan
tetapi berpikir bahwa dirinya belum siap untuk melakukan langkah-
langkah perubahan.
c) Preparation
Individu yang berada pada tahap ini memutuskan dan berkomitmen
untuk melakukan perubahan dengan menyusun serangkaian perencanaan
aksi atau perilaku untuk beberapa bulan kedepan.
d) Action
Tahap ini mencakup usaha awal untuk melakukan perubahan,
individu sudah memodifikasi perilaku dan lingkungannya untuk
meningkatkan keinginannya melakukan perubahan.
e) Maintanance
Tahap pemeliharaan merupakan tahapan yang paling menantang bagi
individu, mereka harus bekerja keras untuk mencegah terjadinya
kekambuhan.
3. Pencegahan Kekambuhan (Relapse Prevention)
Kekambuhan umumnya dapat dicegah melalui berbagai macam
pendekatan tergantung pada permasalahan yang dialami oleh individu.
Pencegahan kekambuhan merupakan suatu program manajemen diri atau self-
management yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan individu untuk
mempertahankan kondisi “pulih” mereka. Pada kasus penyalahgunaan narkoba,
umumnya program pencegahan kekambuhan yang digunakan adalah tritmen
kognitif-perilaku yang fokus pada tahap maintenance atau pemeliharaan dari
perubahan perilaku kecanduan yang terdiri dari dua tujuan utama yaitu (1)

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 71


mencegah terjadinya kemerosotan/kemunduran awal atau pertama setelah
berkomitmen untuk berubah, dan (2) yaitu mencegah berbagai kemerosotan
awal yang dapat semakin meningkat dan mengarah pada kekambuhan berulang
kali.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menentukan
program intervensi pagi pengguna narkoba harus disesuaikan dengan tahap
pemulihan dimana individu tersebut berada. Bagi individu atau klien yang
sudah berkomitmen terhadap beberapa perencanaan perilaku spesifik untuk
berubah (seperti berhenti merokok atau berhenti dari narkoba), program
pencegahan kekambuhan akan lebih tepat untuk mempertahankan perubahan
(Marlatt & Donovan, 2005).

I. RANCANGAN INTERVENSI

1. Tujuan Intervensi
Adapun tujuan dari pemberian intervensi berupa terapi kognitif-
perilaku pada narapidana yang menggunakan narkoba di Lapas Klas IIA
Kerobokan Bali adalah:
a. Kelompok dapat mengidentifikasi dan mengenali berbagai situasi yang
mengarahkan dirinya untuk menggunakan narkoba, sehingga dapat
menentukan cara yang tepat untuk mengatasi maupun menghindari
situasi tersebut.
b. Kelompok dapat mengidentifikasi pikiran-pikiran otomatis yang negatif
dan menggantinya dengan pikiran yang lebih rasional.
c. Kelompok dapat menguasai strategi pemecahan masalah baru yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengurangi
kemungkinan mengalami kekambuhan.
2. Pendekatan Intervensi
Terapi kognitif-perilaku merupakan salah satu pendekatan terapi yang
dapat digunakan untuk membantu mencegah kekambuhan pada pengguna
narkoba (Dobson & Dozois dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Pada
terapi ini klien diarahkan untuk menyadari pikiran-pikiran negatif yang
dimiliki, menentang pikiran tersebut, dan menggantikannya dengan
pikiran/keyakinan baru yang lebih positif. Klien juga diberikan latihan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 72


keterampilan untuk menghadapi pikiran-pikiran negatif seperti latihan
relaksasi. Tujuan khusus dari program terapi kognitif-perilaku pada pengguna
narkoba adalah untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan yang akan
membantu individu untuk bertahan dalam kondisi pulih atau bebas dari
alkohol atau narkoba.

3. Rancangan Intervensi
Sesi Tujuan Tugas Fasilitator Waktu
I 1. Membangun rasa nyaman 1. Memperkenalkan diri dan meminta 20 menit
“Pembukaan antara anggota kelompok setiap anggota kelompok untuk
dan dan fasilitator memperkenalkan diri
Perkenalan” 2. Anggota kelompok 2. Fasilitator meminta setiap anggota
memahami kegiatan yang kelompok menyampaikan harapan
akan dilakukan serta dapat untuk mengikuti kegiatan ini
membangun komitmen 3. Fasilitator menjelaskan tujuan dari
dalam kelompok kegiatan ini serta prosedur kegiatan
3. Anggota kelompok dapat yang akan dilaksanakan
memahami peraturan dan 4. Fasilitator menjelaskan norma dan
norma kelompok. peraturan kelompok
5. Melakukan pretest

II 1. Peserta kelompok 1. Fasilitator meminta setiap anggota 35 menit


“Coping mendapatkan gambaran kelompok menyampaikan
with yang jelas mengenai kesulitannya dalam berhenti
craving” faktor yang menimbulkan menggunakan narkoba
dorongan menggunakan 2. Fasilitator menjelaskan materi
narkoba bagi dirinya tentang dorongan atau keinginan
hingga dapat menyusun menggunakan narkoba dan
rencana untuk berbagai cara untuk menyadari
menghadapinya hal-hal/situasi-situasi yang
2. Setiap anggota kelompok mencetuskan keinginan tersebut
dapat menganalisis sehingga peserta dapat melakukan
triggers yang akan koping
membuat mereka 3. Fasilitator memberikan contoh
menginginkan narkoba cara mengidentifikasi faktor
sehingga dapat mengambil pencetus dan mengisi form latihan
langkah lebih cepat untuk yang dibagikan
menghindari penggunaan
narkoba
3. Peserta dapat
mengidentifikasi situasi
yang mengarahkan pada
penggunaan narkoba dan
dapat mengatasinya

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 73


dengan strategi yang
diajarkan
III 1. Peserta dapat menyadari 1. Fasilitator menjelaskan mengenai 90 menit
“Managing pikiran-pikiran otomatis kaitan antara situasi,pikiran, emosi,
thought – yang dapat mengarah pada & perilaku, jenis-jenis pikiran
Cognitive keinginan menggunakan otomatis, strategi untuk mengatasi
restructuring”
narkoba pikiran otomatis tersebut.
2. Peserta dapat menantang 2. Fasilitator mengarahkan peserta
dan menggantikan pikiran untuk menulis pikiran otomatis
otomatis dengan pikiran yang muncul/mengganggu
yang lebih positif 3. Fasilitator menjelaskan mengenai
strategi restrukturisasi kognitif
melalui form daily thought record
4. Mendorong anggota kelompok
untuk menemukan solusi apabila
dihadapkan kembali pada situasi
yang membuat dorongan
menggunakan narkoba muncul
kembali
5. Fasilitator mengevaluasi strategi
mengatasi craving atau dorongan
menggunakan narkoba yang
disampaikan oleh setiap anggota
kelompok
IV Mengajarkan keterampilan 1. Fasilitator mengajak anggota 45 menit
“Deep breath bagi anggota kelompok yang kelompok untuk mendiskusikan
relaxation” bisa digunakan saat merasa tugas yang diberikan saat sesi
kesulitan untuk tidur, cemas,
sebelumnya
dan merasa banyak pikiran
yang mengganggu 2. Fasilitator menyampaikan langkah-
langkah dalam teknik relaksasi
pernafasan perut dan teknik breath
counting
3. Fasilitator mengajak anggota
kelompok untuk latihan relaksasi
V 1. Peserta dapat 1. Fasilitator memfasilitasi anggota 60 menit
Termination memberikan feedback kelompok dalam melakukan
terhadap keseluruhan evaluasi
kegiatan dan untuk 2. Fasilitator mendiskusikan
mengetahui adanya mengenai komitmen dan rencana
perubahan yang dialami kedepannya untuk menghadapi
oleh anggota kelompok situasi jika terjadinya craving
2. Meningkatkan dan kembali
menjaga komitmen 3. Menjelaskan cara mengisi form
anggota kelompok untuk komitmen yang bertujuan sebagai
menjaga kondisi “pulih”. pengingat diri sendiri
4. Membagikan lembar posttest

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 74


J. HASIL INTERVENSI

1. Hasil Evaluasi Anggota Kelompok


a. Subjek JM
Selama sesi berlangsung dari awal hingga akhir, JM menunjukkan
antusiasme yang paling tinggi dibandingkan anggota lainnya. JM adalah
anggota yang paling banyak bercerita dan mengajukan pertanyaan. JM dapat
mengidentifikasi berbagai situasi dan kondisi yang dapat menimbulkan
dorongan menggunakan narkoba serta dapat memberikan contoh mengenai
jenis-jenis pikiran otomatis yang sering mengganggunya sehari-hari.
Setelah mengikuti sesi intervensi secara keseluruhan, JM dapat
mengatasi masalah dengan teman dekatnnya. Ia menyadari bahwa dirinya
memiliki beberapa pikiran otomatis yang telah membuatnya merasa tertekan,
padahal ia tidak dapat membuktikan bahwa pikiran tersebut benar. dengan
begitu, subjek dapat menghindari kembalinya dirinya pada menggunakan sabu
karena sudah memahami cara untuk mengatasi permasalahannya. Sebelumnya
JM merasa sangat cemas hingga mengurangi nafsu makan dan menurunkan
produktivitasnya, saat ini JM merasa lebih lega dan tenang setelah mengikuti
kegiatan intervensi.

b. Subjek RY

Diawal sesi RY tidak terlalu banyak mengemukakan pendapatnya dalam


diskusi, tetapi ia memperhatikan penyampaian materi dengan baik meskipun
pada beberapa sesi terlihat mengantuk. RY dapat mengidentifikasi hal-hal yang
mendorong munculnya keinginan menggunakan narkoba dan menyadari hal
yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Setelah mengikuti sesi intervensi,
subjek dapat menganalisis beberapa pikiran otomatis yang sangat mengganggu
RY dan dapat membuat dirinya kembali menggunakan narkoba yaitu pikiran
bahwa seharusnya orangtuanya menyadari kesulitan yang dialaminya dan
harusnya memberikan dukungan pada RY untuk sembuh. Perubahan yang
paling dirasakan RY setelah mengikuti intervensi adalah adanya perasaan lega
setelah menceritakan mengenai kesulitannya untuk bertahan dalam kondisi
pulih dalam sesi kelompok. Dorongan menggunakan narkoba yang dimiliki

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 75


semakin berkurang sejak ia beberapa kali mendiskusikan masalah ini dalam
kelompok. RY juga menyadari bahwa dengan mendiskusikan tentang situasi
yang mencetuskan keinginan menggunakan narkoba membuat ia berpikir ulang
dan lebih mengingat kembali usaha-usaha yang harus dilakukan untuk
menghadapi dan menghindari situasi-situasi tersebut.

c. Subjek AR

Selama sesi intervensi, AR adalah anggota kelompok yang paling


sedikit berbicara selama sesi berlangsung. Terkadang saat diskusi ia tidak
menyampaikan pendapatnya apabila tidak didorong oleh fasilitator atau
anggota kelompok lainnya. Dibandingkan dengan anggota kelompok lain,
AR memiliki cukup banyak situasi yang membuat ia rentan mengalami
dorongan menggunakan narkoba dan didominasi oleh konflik-konflik
internal yang ia rasakan. Sedangkan anggota lain lebih fokus pada situasi
eksternal yang membuat mereka rentan alami kekambuhan atau relapse.
Namun selama beberapa minggu ini subjek mampu mengatasinya karena
mendapatkan banyak dukungan dari perawat, dan teman-teman yang ia ajak
membantu bekerja di klinik. AR juga dapat mengisi lembar kerja thought
record dengan bantuan dari anggota kelompok lainnya.

2. Hasil Evaluasi Lembar Kerja

Anggot
Perilaku
a Situasi Pikiran & Efek yang
yang
Kelomp Perasaan didapatkan
muncul
ok
JM Setelah kerjakan Merasa iri, Menangis Bangun
tugas di kantor, sedih, tidak dan terus kesiangan,
mandi, dan siap- berguna. menyesal, lemas, tidak
siap mau tidur. Menyesal merasa bertenaga untuk
Menyempatkan dengan terjebak di bekerja tapi
untuk lihat status kehidupan yang penjara. memaksakan
teman-teman di dijalani selama Sekitar tetap kekantor.
facebook dan ini. Berpikir pukul 2 Kkhirnya tidak
banyak yang sudah seandainya dari subuh, bisa bekerja
berkeluarga, dan dulu sudah melihat beberapa hari.
bekerja kantoran mencari kerja teman-teman

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 76


yang benar, di blok lagi
pasti bisa nyabu.
membanggakan Menghampir
nenek. tidak i mereka dan
akan habiskan ditawarkan
waktu di ikut, berpikir
penjara seperti tidak akan
sekarang. masalah
kalau pakai
sekali saja.
akhirnya
ikut pakai
sabu sedikit.
Beberapa teman Merasa senang Berusaha Pusing, mual,
mengunjungi saya, dan saat untuk dan tidak dapat
membawakan kembali ke menekan tidur. menyesal
banyak makanan kamar, terlintas keinginan menggunakan
dan memberikan pikiran untuk tapi tetap uang untuk beli
saya beberapa membeli inex muncul. inex, harusnya
uang pada seseorang Malamnya bisa dipakai beli
yang dikenal. pergi bahan untuk jual
Ingat lagi berbincang minuman.
rasanya saat dengan Menyesal
pakai inex, beberapa melanggar
semakin ingin teman, komitmen diri,
membelinya. kemudian padahal sudah
mencari janji akan
RY teman yang berhenti.
jual inex.
Membeli
inex,
kembali ke
kamar, lalu
pakai pas
saat subuh
dan ajak 2
teman
lainnya.
melakukann
ya lagi
keesokan
harinya.
AR Saat itu merupakan Merasa Ingin Keesokan
hari besukan kesepian dan melupakan harinya diakan
dalam (anggota rasa tidak stres karena sidak tes urine
keluarga/kerabat/te berharga. memikirkan dan saya
man diizinkan Frustrasi karena masalah ini, terbukti positif.
untuk melakukan bingung untuk pergi ke dimarahi oleh

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 77


kunjungan ke hubungi blok sebelah dokter dan
dalam lapas dan keluarga atau yang sedang perawat di
bertemu secara tidak. Ingin berkumpul klinik. Merasa
langsung), akan hubungi dan pakai malu.
tetapi tidak ada keluarga tapi sabu. Ikut
yang mengunjungi malas karena menggunaka
AR dan AR akan berujung n supaya
melihat warga pada lupa dengan
binaan lain sedang pertengkaran masalah dan
berkumpul dengan ibunya having fun.
bersama yang sering
keluarganya. marah-marah.
Merasa tertekan
karena bohong
pada keluarga.

3. Hasil Evaluasi Kuisioner


Tabel 4.5 Hasil Pretest dan Posttest
No Anggota Skor Warning of Relapse Total Warning of
Pretest Persentase Post test Persentasi Relapse
1 JM 99 86% 77 72% 22 Menurun
2 RY 106 87% 83 72% 23 Menurun
3 AR 87 82% 80 72% 7 Menurun

Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa terjadi perubahan skor


ancaman kekambuhan pada ketiga anggota kelompok. Awalnya ketiga
anggota kelompok memiliki skor ancaman kekambuhan yang cenderung
tinggi yaitu dengan persentase 86% (JM), 87% (RY), dan 82% (AR) yang
menunjukkan bahwa mereka memiliki kemungkinan yang tinggi untuk
mengalami kekambuhan. Setelah mengikuti intervensi, terdapat penurunan
skor yaitu penurunan sebesar 22 poin pada JM, 23 poin pada RY, dan 7 poin
pada AR.
Terdapat 3 kategori untuk menggambarkan kemungkinan relapse pada
anggota kelompok yaitu kategori rendah (skor 28 – 84), sedang (skor 85 –
1030, dan tinggi (skor 142 – 196). Sebelum mengikuti intervensi ketiga
anggota kelompok memiliki kemungkinan pada kategori sedang untuk
mengalami kekambuhan, sedangkan setelah mengikuti intervensi dan ketiga
anggota kelompok mengalami penurunan skor yang berada pada kategori

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 78


rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan kemungkinan
kekambuhan pada ketiga anggota kelompok setelah mengikuti intervensi.

K. PEMBAHASAN
Seluruh anggota kelompok menggambarkan bahwa situasi eksternal yang
paling sering memunculkan kembali dorongan dan pikiran untuk menggunakan
narkoba adalah adanya pesta atau perayaan tertentu, tekanan dari teman, dan
pikiran negatif bahwa akan baik-baik saja jika hanya menggunakan narkoba satu
kali saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sutker & Adams (2002) bahwa
lingkungan hidup seseorang akan memengaruhi penggunaan narkoba, apabila
individu tinggal atau terlibat dengan lingkungan yang terdiri dari orang-orang
pengguna narkoba maka semakin tinggi resiko dirinya melakukan hal yang sama.
Faktor internal yang juga dapat memunculkan dorongan menggunakan
narkoba adalah merasa diri tidak berguna, tidak memiliki tujuan, sedih dengan
kondisi saat ini, atau merasa kesepian yang kemudian memunculkan berbagai
pikiran otomatis hingga terpikir untuk menggunakan narkoba agar melupakan
perasaan-perasaan tersebut. Menurut Keane (2000) narkoba seringkali dijadikan
sebagai pilihan oleh individu yang tidak memiliki keterampilan coping yang baik,
karena mereka menganggap bahwa menggunakan narkoba dapat membuat mereka
melupakan permasalahan atau perasaan-perasaan negatif yang mereka miliki.
Menurut Melemis (2015) terapi kognitif-perilaku dapat membantu
meningkatkan keterampilan menyelesaikan masalah pada pengguna narkoba dan
juga langkah untuk menggantikan pikiran-pikiran negatif yang selalu menjadi
halangan bagi mereka dalam proses pemulihan. Selama sesi berlangsung, seluruh
anggota kelompok dapat belajar satu sama lain mengenai kesulitan masing-
masing dalam menjaga komitmen. Anggota kelompok juga saling memberikan
dukungan dan masukan sehingga memperoleh sudut pandang yang lebih luas
mengenai cara untuk menghadapi situasi-situasi yang menyulitkan mereka untuk
bertahan dalam kondisi pulih atau bebas dari narkoba.

L. PENUTUP

a. Kesimpulan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 79


Berdasarkan hasil evaluasi intervensi secara keseluruhan, diperoleh
bahwa pemberian terapi kognitif-perilaku efektif untuk mencegah
kekambuhan pada pengguna narkoba di lapas klas IIA Kerobokan. Hal ini
dikarenakan anggota kelompok dapat menyadari berbagai faktor yang
mengarahkan mereka pada kekambuhan dan menyusun langkah-langkah
untuk menghadapi atau mencegah hal tersebut terjadi. Mereka juga
mempelajari keterampilan baru yaitu mampu mengidentifikasi pikiran
otomatis yang akan menimbulkan permasalahan bagi mereka hingga akan
mengarah pada kekambuhan sehingga lebih awal dapat segera menggantikan
pikiran-pikiran tersebut menjadi pikiran yang lebih positif. Dengan begitu,
terjadinya kekambuhan dapat dicegah sedini mungkin oleh anggota kelompok.

b. Saran

1) Menambahkan aktivitas-aktivitas untuk menyalurkan hobi dan


menghabiskan waktu secara produktif seperti ikutserta dalam melakukan
kerajinan di bengker lapas, memilih kegiatan yang diminati.

2) Dibutuhkannya follow-up secara berkala terhadap ketiga anggota


kelompok yang mengikuti intervensi bertujuan untuk mengevaluasi
perkembangan setelah mengikuti intervensi dan membantu apabila adanya
kesulitan yang ditemui selama proses pemulihan sehingga terjadinya
kekambuhan secara konsisten dapat dicegah atau dihindari. Pelayanan
konseling diberikan secara berkelanjutan oleh tenaga profesional yang
tersedia di klinik lapas klas IIA Kerobokan yang memahami dan
menguasai pemberian layanan konseling seperti tenaga perawat.

Daftar Pustaka

Sutker, P.B., & Adams, H.E. (2002). Comprehensive handbook of psychopathology,


3rd Edition. New York: Kluwer Academic Publisher.

Melemis, S.M. (2015). Relapse prevention and five rules of recovery. Yale Journal
of Biology and Medicine, No. 88 (Hal. 325 – 332).

Keane, R. (2000). Understanding substance and substance use. Addiction Services


and Health Promotion Department of South Western.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 80


Blume, A.W. (2005). Treating drug problems. Kanada: John Wiley & Sons.

Marlatt, G.A., & Donovan, D.M. (2005). Relapse prevention: Maintenance


strategies in the treatment of addictive behaviors. New York: Guilford Press.

Sutker, P.B., & Adams, H.E. (2002). Comprehensive handbook of psychopathology,


3rd Edition. New York: Kluwer Academic Publisher.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 81


VI. LAPORAN KASUS INDIVIDU DEWASA
A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : DA4
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : Jakarta, 14 Juli 1994
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Anak ke- : 3 dari 3 bersaudara
Pendidikan : SMA/IPA
Asal : Jakarta
Tempat tinggal : Kerobokan, Bali
2. Identitas Orangtua
Keterangan Ayah Ibu
Nama MD SM
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Usia 51 tahun Meninggal th.1994
Agama Islam Islam
Suku bangsa Indonesia Indonesia
Pendidikan terakhir SMA SMA
Pekerjaan Rentenir/Wirausaha IRT
Perkawinan ke- 1 1
Alamat Jakarta Barat Jakarta Barat

3. Kedudukan dalam Keluarga


Jenis
No. Nama Usia Pekerjaan Status
kelamin
1 AB Laki-laki 28 tahun Pegawai swasta Menikah
2 IL Laki-laki 26 tahun Pegawai swasta Belum Menikah
3 DA Laki-laki 24 tahun Operator Warnet Belum Menikah

B. KELUHAN
DA mengeluhkan kesulitan dalam mengontrol emosinya dan sangat mudah
tersinggung oleh perkataan orang lain, dan sering terganggu oleh pikiran-pikiran

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 82


untuk menyakiti dirinya sendiri. DA juga mengeluhkan bahwa dirinya akan
mudah marah ketika ada orang-orang yang menatapnya, hal ini membuat DA
ingin memukul orang tersebut. DA juga marah ketika ada orang yang memberikan
perintah padanya dengan cara yang kurang halus seperti “D makan sana!”, “D
ambil itu disana!”, atau meremehkan “ah bikin gitu aja gak bisa”, dan lainnya. DA
akan memiliki pikiran-pikiran untuk melukai dirinya saat merasa kecewa dan sakit
hati terhadap sikap atau ucapan orang lain terhadap dirinya.
C. RIWAYAT KELUHAN
Sejak duduk di bangku SD, subjek adalah anak yang jarang bergaul dengan
teman-teman. Memasuki sekolah SMP, subjek masih memiliki kesulitan untuk
mengontrol amarahnya, subjek beberapa kali terlibat perkelahian dengan
temannya karena tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Subjek
mengingat bahwa saat SD dan SMP subjek pernah menggigit teman karena
bertengkar.
Subjek diasuh oleh nenek dari pihak ibu, karena sering membuat masalah
disekolah subjek mendapatkan hukuman dari nenek yaitu subjek harus tinggal
bersama ayah karena nenek dan bibi subjek merasa tidak tahu bagaimana cara
agar subjek berubah. Subjek tinggal bersama ayah selama 1 tahun yaitu saat kelas
3 SMP hingga lulus, selama itu subjek mendapatkan kekerasan dari ayah baik
secara fisik maupun verbal. Subjek pernah beberapa kali menyakiti diri dengan
memukulkan kepala ke tembok, memukul wajah sendiri, menyayat tangan, dan
percobaan bunuh diri melompat dari gedung tinggi.
Selama masa SMA masalah yang sering dialami subjek adalah merasa kesal
dan benci dengan teman yang lebih unggul dalam bidang sekolah dibandingkan
dirinya. Subjek akan berujung pada menyakiti diri sendiri karena merasa dirinya
bodoh dan karena kesal terhadap temannya tersebut. Beberapa tahun yang lalu,
subjek sempat mempelajari mengenai kesehatan mental melalui internet dan
menemukan bahwa dirinya memiliki kesesuaian dengan ciri-ciri gangguan
psikologis. Sejak saat itu, subjek selalu bercerita pada orang yang ia temui bahwa
dirinya mengalami gangguan dan meminta orang-orang tersebut untuk memahami
dirinya. Subjek ditahan kepolisian karena mencuri sebuah telepon genggam.
Subjek sudah ditahan di lapas kerobokan selama kurang lebih 2 bulan dan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 83


memiliki 2 orang teman dekat. Beberapa warga binaan yang mengenal Subjek dan
tinggal dalam satu wisma menyampaikan bahwa subjek pernah mengatakan pada
mereka bahwa dirinya memiliki gangguan mental dan mengatakan bahwa ia
merasa ingin bunuh diri.
D. TUJUAN PEMERIKSAAN
Tujuan dari pelaksanaan pemeriksaan psikologis pada DA adalah untuk
mengetahui dan mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai masalah
yang dialami oleh DA sehingga dapat menetapkan diagnosis serta merancang dan
memberikan intervensi yang sesuai dengan permasalahan yang dialami tersebut.
E. PROSEDUR EVALUASI
Prosedur evaluasi yang dilakukan berupa observasi, wawancara, dan
beberapa tes psikologi. Wawancara dilakukan terhadap beberapa orang yang dekat
dengan subjek. Tes psikologi yang diberikan pada subjek berupa tes grafis, SPM,
SSCT, dan Wartegg.
F. STATUS PRAESEN
Subjek memiliki tinggan badan sekitar 155 cm dan berat badan 45 kg.
Subjek datang dengan menggunakan baju kaos berwarna coklat, celana pendek,
dan sebuah baju yang digulung dan diikatkan dipinggang. Subjek memiliki kulit
berwarna sawo matang, potongan rambut rata 1 cm, dan tidak menggunakan alas
kaki. Subjek berjalan mengikuti seorang warga binaan yang menyarankan subjek
untuk datang ke klinik dengan menunduk dan posisi bahu membungkuk.
Saat pertama datang, subjek menyapa pemeriksa dan berjalan mengikuti
pemeriksa menuju ruangan konseling. Subjek cukup terbuka menceritakan
permasalahannya dengan detail. Subjek meletakkan kedua tangannya diatas meja
subjek tangan nampak gemetar saat subjek menceritakan tentang kejadian saat ia
bertengkar dengan seorang warga binaan dan percobaan bunuh diri yang ia
lakukan. Subjek menyampaikan bahwa dirinya masih merasa kesal dan sedih
karena merasa tidak ada yang mendukungnya serta masih ada keinginan untuk
mengakhiri hidupnya namun tidak menunjukkan ekspresi yang cenderung datar
selama menceritakan hal tersebut.
G. GENOGRAM

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 84


kakek nenek

hubungan dekat

ibu tiri ayah permusuhan ibu bibi

kekerasan

9 th 28 th 26 th

subjek
24 th

H. ANAMNESIS
1. Hubungan dalam Keluarga
Subjek tidak dapat menggambarkan hubungan kedua orangtuanya karena
ibu subjek meninggal saat subjek berusia 2 bulan. Setelah itu, subjek diasuh
oleh keluarga ibu terutama nenek dan bibinya hingga dewasa. Subjek memiliki
hubungan yang kurang baik dengan ayahnya. Sejak kecil, nenek dan bibi
subjek sering bercerita bahwa ayah subjek adalah orang yang jahat karena
dahulu memperlakukan ibu subjek dengan keras dan sering melakukan
kekerasan fisik. Subjek pernah tinggal bersama ayah selama satu tahun hingga
lulus SMP.
Selama itu, subjek sering mendapatkan kekerasan verbal dan beberapa
kali kekerasan fisik oleh ayahnya seperti dipukul kepala atau melempar barang
yang membuat subjek merasa sangat sedih dan kesal hingga beberapa kali
melukai dirinya karena tidak berani melampiaskan pada ayahnya. Subjek
memiliki 2 orang kakak laki-laki dan seorang adik tiri perempuan. Subjek tidak
dekat dan hampir tidak pernah berkomunikasi dengan saudaranya hingga saat
ini.
2. Riwayat Pengasuhan
Sejak kecil subjek diasuh oleh keluarga ibu khususnya nenek subjek, dan
dibantu oleh bibi subjek untuk memenuhi biaya kehidupan subjek. Subjek

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 85


sangat menyayangi neneknya karena sejak kecil sangat memperhatikan subjek
dan memperlakukannya dengan baik. Saat membuat masalah nenek tidak
memarahi subjek hanya memberikan nasehat, sedangkan yang memarahi
subjek adalah bibinya. Bibi subjek cenderung lebih keras saat subjek membuat
kesalahan, bibi akan memarahi subjek dan mengancam akan mengembalikan
subjek pada ayahnya. Subjek pernah berada dibawah pengasuhan ayah selama
satu tahun saat kelas 3 SMP, namun subjek mendapatkan kekerasan fisik
maupun verbal.
3. Riwayat Pendidikan dan Pekerjaan
Subjek menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SMA. Setelah lulus
SMA, subjek tidak langsung bekerja namun melanjutkan hobinya bermain
game. Setelah beberapa lama bermain, subjek mendapatkan tawaran untuk
bekerja sebagai operator warnet saat pemilik tidak dapat menjaga warnet
(freelance) dan subjek menerima tawaran tersebut. Subjek juga membuka jasa
untuk memperbaiki, upgrade, dan instalasi program komputer. Sejak pindah ke
Bali, subjek melanjutkan pekerjaannya yaitu membuka jasa service laptop dan
sebagainya. Subjek juga mencari penghasilan lain dengan menawarkan diri
sebagai freelance menjadi operator warnet, bekerja di laundri, dan bekerja di
rumah makan.
I. KESIMPULAN AWAL
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal, subjek memiliki
kecenderungan mengalami gangguan kepribadian ambang. Subjek memiliki
permasalahan terkait regulasi emosi yang mempengaruhi relasi sosialnya dalam
lingkungan sehari-hari. Subjek tidak dapat mempertahankan suatu relasi sosial
karena sering memulai konflik dalam relasi yang ia jalin seperti bertengkar karena
temannya tidak memenuhi keinginannya, atau subjek yang berkata kasar, dan
lainnya. Subjek juga sering mengalami perubahan suasana hati yang signifikan
dan dalam periode waktu yang sangat cepat
J. HASIL PEMERIKSAAN
1. Tes Grafis
Subjek memiliki dorongan energi yang cukup besar namun tidak
tersalurkan dengan tepat sehingga penuh dengan ambisi-ambisi yang kurang

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 86


nyata. Subjek juga menunjukkan ketidakstabilan emosi sehingga sangat mudah
terbawa perasaan atau sensitif terhadap persoalan diri maupun persoalan dari
lingkungan. Performa yang dimunculkan cenderung agresif serta impulsif yang
disebabkan oleh dorongan yang kuat dan emosi yang tidak stabil, hal ini juga
menimbulkan kesulitan bagi subjek dalam menjalin relasi dan menyesuaikan
diri di lingkungannya. Terdapat penolakan terhadap situasi nyata yang ia
hadapi dan lebih terpaku pada ide-ide fantasi yang ia ciptakan.
Subjek memiliki indikasi pengendalian diri yang lemah serta adanya
dorongan untuk menekan hal-hal yang dianggap tidak menyenangkan. Sujek
memiliki perspesi yang baik dan menunjukkan sikap menghargai figur ibu, dan
adanya kebutuhan akan perhatian serta kasih sayang yang diinginkan oleh
subjek. Subjek juga cenderung merasa kurang dapat berfungsi dengan baik
dalam keluarga, adanya perasaan tidak dihargai serta merasa dikucilkan dari
keluarganya.
2. SPM (Standart Progressive Matrices)
Berdasarkan hasil skor tes SPM yang telah dikerjakan subjek, diketahui
bahwa subjek memiliki skor inteligensi dengan kategori diatas rata-rata dari
usianya. Subjek menunjukkan kemampuan yang baik dalam akurasi persepsi
atau kemampuan untuk mengenali dan menafsirkan berbagai informasi. Hal ini
juga didukung oleh kemampuan subjek dalam mengklasifikasikan suatu
informasi berdasarkan kemiripan pola dan kemampuan untuk berpikir secara
runtut yang cukup baik. Kemampuan subjek yang berkembang dengan baik
dalam mengintegrasikan berbagai informasi di lingkungan membuat subjek
memiliki kemampuan kognitif yang dikategorikan diatas rata-rata.
3. SSCT (Sack’s Sentence Completion Test)
Secara keseluruhan subjek memiliki masalah penyesuaian dalam
keluarga dan panilaian yang negatif mengenai keluarga, terutama terhadap
figur ayah. Subjek memiliki kebencian yang berlebihan terhadap figur ayah
karena keyakinan bahwa ibu subjek meninggal karena perilaku ayah. Subjek
juga sangat tidak menyukai suasana dirumah ayahnya yang tidak ada
kehangatan dalam keluarga, sangat berbeda dengan keluarga ibu yang
mengasuh subjek yang penuh dengan kasih sayang.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 87


Subjek tidak menunjukkan permasalahan terkait sikapnya terhadap
wanita, subjek menggambarkan wanita dengan karakter yang banyak
pertimbangan namun penuh kasih sayang dan perhatian, tetapi subjek memiliki
sikap yang negatif terhadap pasangan atau hubungan heteroseks. Subjek
memiliki penyesuaian yang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya, oa
menghormati dan menghargai baik atasan maupun rekan sejawatnya. Terdapat
beberapa hal yang subjek benci yaitu atasan yang biasanya bersikap acuh,
menyebalkan, dan tidak memperhatikan bawahannya. Subjek juga membenci
orang-orang yang tidak tulus dan tidak bersikap sopan.
Subjek dapat menyadari bahwa ia memiliki kesalahan-kesalahan yang
pernah ia lakukan. Pada awalnya subjek menyadari bahwa hal tersebut akan
merugikan akan tetapi tetap ia lakukan karena subjek menginginkannya.
Subjek kurang dapat mengontrol diri dalam mempertimbangkan tindakan-
tindakan yang akan ia lakukan karena lebih mengutamakan untuk memenuhi
keinginannya.
4. Tes Wartegg
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil asesmen Wartegg adalah
subjek cenderung berorientasi ke dalam diri dan perhatian lebih terarah untuk
memenuhi kebutuhan pribadi dan melihat sesuatu berdasarkaan sudut pandang
pribadi. Subjek juga menunjukkan adanya keinginan yang cukup besar untuk
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan namun subjek kurang dapat
membedakan hal-hal atau harapan yang bersifat realitas dan hanya berupa
imajinasi atau khayalan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh karakter subjek
yang pada dasarnya memiliki kreativitas yang tinggi sehingga lebih banyak
dipengaruhi oleh imajinasi-imajinasi yang ia ciptakan.
Subjek memiliki kemampuan yang baik dalam mengekspresikan emosi,
namun terkadang secara sengaja melebih-lebihkan apa yang diekspresikan
sehingga tidak menyelesaikan permasalahan. Dominasi dari aspek emosi dalam
menghadapai permasalahan membuat subjek kesulitan untuk mendapatkan
solusi atas permasalahan tersebut dan integrasi atau keseimbangan diri yang
kurang stabil.
K. ANALISIS PER ASPEK KEPRIBADIAN

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 88


1. Aspek Dorongan/Motivasi
Subjek memiliki dorongan energi yang cukup besar namun tidak dapat
disalurkan dengan baik. Subjek cenderung mengandalkan dorongannya dalam
berperilaku dan tidak melakukan pertimbangan-pertimbangan sehingga
performa yang dimunculkan cenderung agresif atau impulsif.
2. Aspek Emosi
Subjek dapat mengekspresikan emosinya namun terkadang
diekspresikan secara berlebihan dan terkadang meledak-ledak sehingga
menimbulkan permasalahan bagi subjek dalam menjalin relasi dalam
lingkungan sosialnya. Dominasi dari aspek emosi ini membuat subjek
kesulitan saat menghadapi permasalahan karena tidak diselesaikan dengan
mencari solusi namun lebih kepada luapan emosi.
3. Aspek Kognisi
Subjek memiliki kapasitas intelektual yang tergolong diatas rata-rata.
Subjek memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan memiliki kemampuan yang
cukup berkembang dalam mengamati segala sesuatu yang terjadi di
lingkungan serta dapat menangkap berbagai informasi dengan baik.
4. Aspek Relasi Sosial
Subjek dapat berbaur dan menjalin relasi dalam lingkungan sosialnya,
ia juga disukai oleh orang-orang yang cukup lama mengenalkan karena
menunjukkan perilaku sopan. Subjek senang memberikan bantuan pada
orang-orang yang ia sukai serta dirinya sendiri juga membutuhkan perhatian
dari orang lain. Akan tetapi, kemampuan pengelolaan emosi yang rendah
serta kurangnya kemampuan subjek untuk memahami situasi dari sudut
pandang orang lain seringkali membuat subjek mengalami konflik dengan
teman atau orang-orang disekitarnya.

L. DIAGRAM KASUS

Early Life Keinginan mendapatkan kasih sayang Tidak mendapatkan pengasuhan


ibu Pengasuhan yang kurang tepat da
Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 89
Dorongan yang kuat untuk nenek, hampir tidak pernah
mendapatkan keinginannya mendapatkan hukuman
ayah

Bertengkar dengan bibi, dan harus meninggalkan


Precipatating event rumah

Beberapa kali bertengkar dengan teman karena


Conditioning event
memaksakan kehendaknya, merasa bersalah

M. DINAMIKA KEPRIBADIAN Membela diri saat bertengkar dengan orang lain dan
tidak mendapat dukungan, merasa kecewa
Subjek merupakan seorang laki-laki berusia 24 tahun dengan tinggi badan
155 cmThe
dan berat badan 45 kg. Subjek adalah anak ketiga dari 3 bersaudara, ibu
subjek Complex:
meninggal saat ia berusia 2 bulan sehingga subjek diasuh oleh nenek dan
Masalah pengelolaan emosi
dibantu oleh keluarga yang
lainnya
dapatdari pihak diri
merugikan ibu.dan
Subjek memiliki hubungan yang
Ingin menjalin hubungan baik
sangat dekat denganorangnenekdisekitarnya
karena diasuh sejak kecil, nenek cenderung
dengan orang lain
Dorongan yang kuat untuk
menerapkan pengasuhan yang permisif Tidak ingin
yaitu selalu memenuhi keinginan subjek. menimbulkan
memenuhi keinginannya
masalah dilingkungannya
Membutuhkan
Bibi subjek lebih menerapkan perhatian
pengasuhan dariotoriter yaitu bibi sering bersikap
yang Tidak mendapatkan perhatian
orang lain
keras kepada subjek jika subjekimajinasi
Dominasi melakukan kesalahan atau tidak menuruti bibi
seperti mencubit atau memarahi subjek denga kata-kata. Keluarga ibu yang
tinggal bersama subjek sering menceritakan pada subjek bahwa ayahnya adalah
orang yang jahat dan menyebabkan ibu subjek meninggal karena sering disiksa.
Cerita yang didengar subjek dari bibinya juga menghasilkan
Gangguan persepsi
Kepribadian Ambangnegatif
Symptom
subjek mengenai ayahnya, subjek menjadi membenci ayahnya karena sejak kecil
formation
ditanamkan keyakinan bahwa ayah adalah penyebab kematian ibunya.
Subjek merupakan anak yang cenderung impulsif sejak kecil, ia harus
Munculnya ide- Emosi yang meluap-luap, Menarik perhatian Memiliki tema
mendapatkan apapun yang iamudah
ide bunuh diri
inginkan dan tidak menyukai saat sesuatu tidak
tersinggung orang lain dengan imajiner yang
dan usaha dengan
berjalan sesuai keinginannya. Saatsikap dan
memasuki mengaku
kelas 3 SMP, memiliki
subjek pernah identitas “mon
menyakiti diri perkataan orang disekitar gangguan mental dalam diri
berkelahi di sekolah dengan temannya hingga nenek subjek dipanggil ke sekolah.
Hal ini membuat bibi subjek marah karena subjek terlalu sering membuat masalah
di sekolah, sehingga akhirnya memutuskan subjek untuk tinggal bersama
ayahnya. Selama tinggal bersama ayah, subjek sering mendapatkan kekerasan
secara verbal dan terkadang secara fisik. Subjek sering merasa sakit hati dengan
pembicaraan ayah terhadapnya dan membuatnya semakin membenci ayahnya.
Subjek tinggal bersama ayah selama kurang lebih 1 tahun, kemudian
kembali kerumah nenek. Beberapa waktu setelah lulus SMA, saat dirumah terjadi
suatu pertengkaran antara bibi dan nenek subjek. Pada saat itu, subjek melihat bibi
membentak nenek dan subjek merasa tidak dapat menerima hal tersebut kemudian
berteriak pada bibi untuk tidak memperlakukan nenek seperti itu. Subjek juga
melempar sesuatu ke jendela hingga jendela tersebut pecah. Setelah kejadian itu,
subjek merasa bersalah dan hubungannya dengan bibi menjadi renggang. Merasa

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 90


tidak nyaman dengan suasana tersebut, subjek memutuskan untuk keluar dari
rumah.
Pada saat itu, subjek memiliki seorang teman baik yang menawarkan untuk
tinggal dirumahnya dan subjek bersedia. Subjek tinggal dirumah temannya selama
kurang lebih 2 tahun, namun akhirnya subjek dibenci oleh temannya tersebut serta
keluarganya karena mencuri laptop dirumah. Subjek juga beberapa kali bertengkar
dengan temannya karena subjek memaksakan keinginannya pada temannya
sehingga akhirnya hubungan mereka menjadi kurang baik. Hal ini menunjukkan
bahwa subjek memiliki dorongan yang kuat untuk mencapai keinginannya serta
rendahnya kemampuan subjek dalam mengelola emosinya, namun subjek
memiliki harapan untuk bisa menjalin hubungan baik dengan orang lain.
Kelemahan yang dimiliki subjek membuat ia seringkali tidak dapat
mempertahankan suatu hubungan dan sering menyesali dan menyalahkan dirinya.
Konflik-konflik dalam diri subjek tersebut akhirnya tidak dapat dihadapi
secara adekuat sehingga menimbulkan beberapa gejala-gejala seperti berusaha
untuk menarik perhatian orang lain dengan mengakui bahwa dirinya memiliki
gangguan mental, muncul ide-ide dan usaha menyakiti diri saat merasa bersalah,
kecewa, atau merasakan emosi lainnya, kemarahan yang meluap-luap dan mudah
tersinggung, serta memunculkan imajinasi-imajinasi seperti adanya teman
imajiner yang merupakan bagian dari dirinya.
N. DIAGNOSIS
a. Diagnosis Multiaksial
Axis I V71.09 Tidak ada diagnosis.
Axis II 301.83. Gangguan Kepribadian Ambang
Axis III V71.09 Tidak ada diagnosis.
Axis IV 1. Masalah terkait dengan primary support group
2. Masalah terkait interaksi dengan sistem hukum, yaitu saat
ini subjek menjadi tahanan di penjara karena kasus
pencurian dan mendapatkan vonis hukuman 8 bulan
penjara.
Axis V GAF 60 - 51

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 91


Diagnosis Gangguan Kepribadian Ambang Berdasarkan DSM-IV-TR

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 92


No Gejala Muncul Keterangan
Meliputi suatu pola yang menetap dari ketidakstabilan dalam hubungan interpersonal,
self-image, dan afek, serta ditandai oleh impulsivitas yang dimulai sejak masa dewasa
awal hingga saat ini dalam berbagai konteks yang bervariasi, seperti yang
ditunjukkan dari 5 (atau lebih) dari kriteria dibawah ini:
1. Upaya yang berlebihan Subjek berusaha untuk
untuk menghindari mendapatkan perhatian oranglain
pengabaian secara nyata dengan mengarang dan mengaku
atau imajinasi akan bahwa dirinya mengalami gangguan
diabaikan. (catatan: tidak √ suasana hati (bipolar) dan meminta
termasuk percobaan bunuh orang lain untuk memahami
diri atau usaha menyakiti dirinya.
diri sendiri seperti yang
tercantum pada poin 5)
2. Ketidakstabilan atau Subjek cenderung sangat cepat
intensitas ekstrem dalam dalam menilai sikap orang lain
hubungan interpersonal, terhadap dirinya. Pada satu waktu
ditandai dengan perpecahan, subjek mengatakan orang tersebut
yaitu mengidealkan orang menunjukkan sikap yang baik dan
lain dalam satu waktu dan mencoba untuk memahami subjek
beberapa waktu kemudian namun orang tersebut kemudian
membencinya. dianggap tidak tulus terhadap
subjek dan hanya kasihan kepada

dirinya. Hal ini beberapa kali
dilakukan subjek baik di
lingkungan sosial dan di lingkungan
lapas. Subjek akan bersikap baik
terhadap orang-orang yang ia
anggap tulus terhadapnya, dan
membenci orang-orang yang
menunjukkan sikap dan perilaku
yang tidak sopan.
3. Kekacauan identitas: yang Subjek menunjukkan
ditandai dengan ketidakstabilan ini dari keyakinan
ketidakstabilan citra diri dan yang ia miliki bahwa dirinya
rasa diri atau sense of self memiliki kemampuan khusus dalam
secara terus menerus. bidang teknologi komputer dan
bahasa inggris, namun terkadang
subjek dapat merasa dirinya sangat
bodoh apabila ada oranglain yang
lebih mampu daripada dirinya. Hal
ini menimbulkan rasa rendah diri
pada subjek selama beberapa

waktu, kemudian kembali yakin
pada kemampuannya. Subjek
memiliki gambaran diri yang
berubah-ubah, ia yakin bahwa
dirinya tidak membutuhkan
oranglain namun suatu waktu ia
merasa sangat ingin membantu
orang lain disekitarnya, terkadang
ia juga merasa dirinya kesepian dan
merasa tidak ada gunanya untuk
hidup.
4. Perilaku impulsif minimal
dalam
Ni Luh Krishna dua (111624153003)
Ratna Sari area yang 93
berpotensi untuk merusak
diri sendiri (seperti boros,
perilaku seks tidak pantas,
O. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Gangguan Kepribadian Ambang
Gangguan kepribadian didefinisikan sebagai suatu gangguan dengan pola
menetap dari pengalaman dan perilaku yang ditandai dengan penyimpangan
dari ekspektasi budaya dimana individu tersebut tinggal minimal pada dua area
dari: kognisi, suasana hati atau mood, fungsi interpersonal, atau kontrol
terhadap impuls (APA dalam Bennet, 2006).
2. Karakteristik Gangguan Kepribadian Ambang
Sutker & Adams (2001) menyebutkan terdapat beberapa karakteristik
dari gangguan kepribadian ambang, antara lain:
a) Mengalami dis-regulasi emosi dan ketidakstabilan emosi yaitu suasana hati
yang sangat reaktif, labil, dan tergantung pada stimulus dari lingkungan.
b) Mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonal yaitu mengalami
kekacauan dan kesulitan dalam menjalin dan menjaga suatu relasi.
c) Mengalami dis-regulasi kognitif yaitu pada saat menunjukkan respon
terhadap situasi-situasi stressful, dapat mengalami suatu ciri psikotik yang
hanya berlangsung sementara berupa kekacauan pikiran mencakup
halusinasi visual dan auditorik, disosiasi, depersonalisasi, atau ide-ide
paranoid.
d) Mengalami dis-regulasi diri atau kebingungan akan identitas diri
3. Etiologi Gangguan Kepribadian Ambang
Sejumlah faktor sosial dapat meningkatkan resiko mengalami gangguan
kepribadian ambang. Umumnya, individu dengan gangguan ini mengalami
penelantaran dari orangtua mereka, mendapatkan pengasuhan ganda atau lebih
dari satu pihak, menghadapi perceraian orangtua, kematian, atau trauma masa
kecil yang berpengaruh signifikan seperti pelecehan seksual atau incest. Sutker
& Adams (2001) juga menambahkan perpisahan dini dengan orangtua atau
kehilangan orangtua karena kematian pada masa kecil sangat umum ditemukan
pada individu dengan gangguan kepribadian ambang.
P. PROGNOSIS
Prognosis yang dapat ditegakkan untuk perkembangan subjek ke depan
adalah positif. Subjek memiliki keinginan untuk merubah kemampuannya dalam

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 94


mengontrol reaksi diri terhadap berbagai stimulus dari lingkungannya, terutama
reaksi emosinya. Subjek juga memiliki beberapa teman dekat baik diluar maupun
di dalam lapas yang menunjukkan dukungannya untuk membantu perubahan pada
subjek.

Q. RANCANGAN INTERVENSI
1. Tujuan Intervensi
a. Memberikan pemahaman kepada subjek mengenai kondisi yang dialaminya
b. Membantu subjek dalam meningkatkan kemampuannya untuk mentoleransi
kondisi-kondisi yang menimbulkan distress.
c. Meningkatkan keterampilan subjek dalam menjaga suatu hubungan
interpersonal melalui komunikasi asertif
2. Pendekatan Intervensi
Dialectical behavior therapy merupakan salah satu bentuk dari terapi
kognitif perilaku yang dikembangkan sebagai penanganan untuk individu
yang gangguan kepribadian ambang. Tujuan dari DBT adalah untuk
membantu klien mengelola emosi dengan cara mengarahkan klien untuk
mengalami emosi tersebut, menyadarinya, dan menerima atau dalam hal ini
disebut sebagai kemampuan regulasi emosi (Dijk, 2012).
3. Rancangan Intervensi
Sesi Tujuan Pendekatan Hasil yang diharapkan
Sesi 1 1. Membangun rapport Psikoedukasi Diharapkan agar subjek menyadari
dengan subjek sehingga bahwa dirinya memiliki beberapa
membuat subjek lebih pencapaian meskipun selama ini
nyaman selama sesi akan merasa kesulitan dalam mengikuti
berlangsung pelajaran di sekolah. dengan
2. Menyampaikan hasil menyadari hal tersebut, maka
asesmen yang telah diharapkan dapat meningkatkan
dilakukan sebelumnya motivasi subjek untuk pencapaian-
3. Mendefinisikan pencapaian lainnya serta subjek
permasalahan yang dapat menyadari potensi yang ia
dialami oleh subjek dan miliki.
akan menjadi target
intervensi
4. Memberikan penjelasan
pada sujek mengenai

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 95


dinamika kepribadian
5. Membahas mengenai
kelebihan yang dimiliki
subjek yang dapat
dioptimalkan
Sesi 2 1. Subjek memahami Dialectical Subjek diharapkan dapat menyadari
informasi mengenai Behavior bahwa ia memiliki toleransi yang
emosi dan toleransi Therapy rendah terhadap situasi distres
distres dan mampu dengan mendorong subjek
mengaitkan dengan menceritakan kembali pengalaman
pengalaman sehari-hari saat merasakan emosi, kemudian
2. Meningkatkan subjek berkomitmen untuk
kesadaran dan meningkatkan toleransinya terhadap
penerimaan subjek situasi distres dan lebih memahami
terhadap kondisi yang emosi yang ia rasakan serta
dialami dan dapat memahami bahwa ia dapat
menentukan langkah mengendalikan respon terhadap
untuk tetap maju (tidak distres tersebut.
terjebak dalam kondisi
tersebut)

Sesi 3 1. Subjek dapat Dialectical Subjek diharapkan dapat


menyimpulkan situasi Behavior meningkatkan keterampilannya
apa saja yang Therapy dalam mentoleransi berbagai situasi
membuatnya mengalami atau emosi yang dianggap tidak
distres menyenangkan dan mampu
2. Subjek memahami menunjukkan respon yang lebih
strategi dan keterampilan adaptif di lingkungannya.
untuk dapat mentoleransi
berbagai situasi,
dorongan/desakan, dan
emosi yang tidak
menyenangkan (crisis
survival skills)
Sesi 4 1. Membantu Dialectical Setelah menjalani sesi ini, subjek
meningkatkan kesadaran Behavior diharapkan mampu untuk
subjek pada perubahan Therapy menghadapi situasi yang
positif yang sudah menimbulkan distres dan dapat
dicapai sehingga tidak meningkatkan toleransi terhadap
hanya fokus pada situasi tersebut sehingga subjek bisa
kekurangan yang ia memberikan respon yang lebih
rasakan adaptif dan dapat diterima
2. Meningkatkan dilingkungannya. Dengan melatih
keterampilan untuk keterampilan untuk menjaga relasi
mejaga suatu hubungan interpersonal diharapkan subjek
interpersonal dengan dapat mengurangi keluhan terkait
berkomunikasi secara konflik interpersonal yang sering
asertif terjadi akibat cara komunikasi subjek

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 96


yang cenderung agresif sehingga
tidak dapat menjaga suatu relasi
dengan baik.
Sesi 5 Sesi Terminasi, bertujuan Diskusi Diharapkan subjek sudah menguasai
untuk mengevaluasi hasil keterampilan yang dilatih melalui
dari keseluruhan sesi dan sesi intervensi dan konsisten dalam
mendiskusikan jika menerapkannya dalam kehidupan
ditemukan kesulitan sehari-hari sehingga dapat
selama subjek menerapkan berinteraksi dengan lebih nyaman
berbagai keterampilan dan adaptif dalam lingkungannya.
yang telah dilatih sejak
awal sesi.

R. HASIL INTERVENSI DAN EVALUASI


Tahapa Intervensi Evaluasi Keberhasilan Intervensi
n
Tujuan Hasil Capaian
Sesi 1 Psikoedukasi 1. Subjek memahami Tercapai
faktor-faktor yang 1. Subjek menyadari kondisinya,
mempengaruhi kondisi & menyadari perubahan positif
yang dialami hingga yang sudah dialami
saat ini 2. Subjek menyetujui untuk
2. Subjek menyepakati mengembangkan keterampilan
permasalahan yang mentoleransi situasi distres dan
paling mengganggu lebih mengenali emosinya
subjek 3. Subjek menyadari potensi yang
3. Subjek bersedia dimiliki dalam bidang IT
mengikuti sesi
intervensi
Sesi 2 Dialectical 1. Subjek dapat menyadari Tercapai
Behavior distres yang dialami 1. Subjek menyadari keyakinan
Therapy serta penyebab yang membuatnya mengalami
intoleransi subjek distres terhadap emosi ekstrem
terhadap kondisi distres yang ia rasakan
tersebut dan 2. Subjek menyadari jika penyebab
berkomitmen untuk distres adalah ia terlalu fokus
melatih toleransinya pada pikiran yang menyangkal
2. Subjek dapat menyadari emosinya
dan memberikan label 3. Subjek dapat mengidentifikasi
pada emosi yang selama beberapa emosi yang
ini membuatnya tidak menimbulkan konflik dari
nyaman, serta situasi pengalamannya
yang mencetuskan emosi
tersebut.
Sesi 3 Dialectical 1. Subjek dapat Tercapai
Behavior menyimpulkan pro & 1. Subjek mengerjakan tugas untuk
Therapy cons dari setiap respon menulis emotion record

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 97


emosi yang dialami termasuk reaksi positif &
dalam hadapi berbagai negatif yang dapat ditimbulkan
situasi. 2. Ia menyadari bahwa pada
2. Menguasai dan mampu awalnya jika tersinggung atau
menerapkan beberapa marah subjek akan langsung
keterampilan untuk meluapkannya, tetapi sekarang
menghadapi situasi subjek beberapa kali bisa
krisis/ situasi yang menahan dengan menghindari
menimbulkan distres situasinya
3. Subjek dapat menentukan
beberapa keterampilan yang
dapat ia terapkan apabila
kembali mengalami masalah
yang menimbulkan distres
Sesi 4 Dialectical 1. Mampu menghargai diri Tercapai
Behavior dengan perubahan yang 1. Subjek menyadari pola
Therapy telah dalami dengan komunikasi yang agresif yang
menyebutkan sering ia gunakan serta dampak
perubahan-perubahan negatifnya
tersebut 2. Subjek memahami strategi
2. Dapat menjaga suatu untuk tidak merespon situasi
relasi interpersonal secara impulsif & agresif
dalam kehidupan sehari-
hari dengan lebih adaptif
melalui komunikasi
asertif
Sesi 5 Diskusi Subjek dapat menguasai Tercapai
keterampilan yang 1. Saat merasa sedih atau marah,
diajarkan selama sesi subjek menghentikan pikirannya
intervensi dan telah untuk tidak terlarut pada
diterapkan dalam pengalaman buruk tersebut dan
kehidupan sehari-hari mengalihkannya dengan
melakukan kegiatan
2. Subjek dapat menerapkan cara
untuk mengontrol reaksi
impulsif yaitu mulai dari
menahan diri untuk bertindak,
mengatur nafas, dan
mengalihkan diri sementara
3. Subjek lebih memilih untuk
menjauh jika mendengar orang
yang sedang bicara kasar serta
mengehentikan jika pikirannya
mulai menilai lebih jauh tentang
orang tersebut sehingga tidak
terpancing secara emosi

S. KEGIATAN FOLLOW-UP

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 98


Pada saat wawancara untuk tindak lanjut kondisi subjek, subjek
menyampaikan jika ia merasa lebih baik. Subjek merasa mampu mengendalikan
perilaku dan juga emosinya, meskipun terkadang sulit menahan amarah terhadap
orang yang tidak disukai. Subjek menemukan bahwa ia suka menulis puisi dan
juga pengalaman-pengalamannya. Subjek juga telah berusaha memperbaiki
hubungannya dengan seorang teman dekat yang sebelumnya tidak berbicara sama
sekali. Subjek menyusun rencana yang akan dilakukan ketika ia bebas dari penjara
di bulan depan bersama terapis. Sesi diskusi menghasilkan beberapa pilihan
pekerjaan yang mungkin dapat dilakukan.
Pada kegiatan follow-up selanjutnya, subjek sudah bebas dari penjara. Ia
mendapatkan pekerjaan di toko tanaman dan ia menyewa kos untuk tinggal di
dekat tempat kerja. Sejauh ini, subjek mengakui dirinya menyukai pekerjaan dan
teman-teman kerjanya yang baru. Subjek menyampaikan jika perubahan suasana
hati yang signifikan masih kadang terjadi, namun dapat diatasi dengan obat yang
diberikan dokter.

Daftar Pustaka
American Psychiatric Association. (2000). DSM-IV-TR: Diagnostic and statistical
manual of mental disorders text revision. Washington, DC: Author.

Bennet, P. (2006). Abnormal and clinical psychology, 2nd Edition. AS: Open
University Press.

Sutker, P.B., & Adams, H.E. (2001). Comprehensive handbook of psychophatology,


3rd Ed. New York: Kluwer Academic Publisher.

Dijk, S.V. (2012). DBT made simple: A step-by-step guide to dialectical behavior
therapy. Oakland: New Harbinger Publication, Inc.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 99


VII. LAPORAN KASUS INDIVIDU DEWASA

A. IDENTITAS
1. Identitas Subjek
Nama : RR5
Usia : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Bandung, 29 Februari 1984
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Anak ke- : 1 dari 6 bersaudara
Pendidikan : SMA
Asal : Bandung
Tempat tinggal : Pamogan, Denpasar Selatan
2. Identitas Orangtua
Keterangan Ayah Ibu
Nama AH SI
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Usia 64 tahun 50 tahun (alm.)
Agama Islam Islam
Suku bangsa Indonesia Indonesia
Pendidikan terakhir SD SD
Pekerjaan Wirausaha Wirausaha
Perkawinan ke- 1 1
Status Cerai Cerai
Alamat Bandung Bandung

3. Kedudukan dalam Keluarga


Pendidika Status
Jenis
No Nama Usia n Pekerjaan
kelamin
Terakhir
Pekerja
1 Subjek Perempuan 34 tahun SMA Bercerai
Pabrik
Pekerja
2 YL Perempuan 30 tahun S1 Menikah
Pabrik
Pekerja
3 CC Perempuan 25 tahun D1 Menikah
Pabrik
4 DO Lak-laki 23 tahun SMA Pedagang Menikah

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 100


(kantin)
Belum
5 DS Laki-laki 20 tahun SMA -
menikah
Belum
6 KA Perempuan 17 tahun SMP Pramusaji
menikah

4. Identitas Suami
Keterangan Suami
Nama MA
Jenis Kelamin Laki-laki
Usia 50 tahun
Agama Islam
Suku bangsa Sunda
Pendidikan terakhir SMA
Pekerjaan Pekerja Pabrik
Perkawinan ke- 1
Status Cerai
Alamat Bandung

5. Data Anak
No Nama Umur Pendidikan Hak Asuh Keterangan
1 ZA 17 tahun SMA kelas 3 Ayah Perempuan
2 AL 15 tahun SMP kelas 2 Ayah Perempuan
3 AI 12 tahun SD kelas 6 Ayah Laki-laki
4 NN 10 tahun SD kelas 4 Ayah Laki-laki
B. KELUHAN
Subjek datang dengan keluhan bahwa dirinya mengalami kekerasan fisik
dan mental dari pacarnya. Subjek dipukul, dijambak, dan tangan ditarik keras oleh
pacarnya karena meminta untuk melakukan USG. Pacar subjek memaksa subjek
untuk menggugurkan kandungannya karena pacar tidak bersedia untuk
bertanggung jawab. Setelah kejadian tersebut, subjek merasa tidak aman dan takut
jika pacarnya datang dan melakukan hal buruk padanya. subjek ketakutan karena
pacarnya memilliki banyak senjata tajam dan takut membawa senjata tersebut
pada subjek. Subjek mengalami masalah sulit tidur karena memikirkan hal yang
terjadi pada dirinya, dan menjadi mudah menangis. Sejak masalah tersebut terjadi,
subjek juga merasa gelisah dan khawatir mengenai masa depannya, kembali
mengingat pengalaman menyedihkan di masa lalunya seperti kepergian ibu, rasa
bersalah telah meninggalkan anak-anak, rasa bersalah pernah berbohong pada

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 101


keluarga, dan lainnya. Beberapa hari kemudian juga muncul keluhan tidak ingin
bekerja dan keluar rumah.
C. RIWAYAT KELUHAN
Subjek menetap di Bali sejak 6 bulan yang lalu karena mendapatkan tugas
di Bali dari kantor tempat ia bekerja. Subjek dekat dengan seseorang yang baru ia
kenal kurang lebih selama 2 bulan. Subjek menyampaikan bahwa dirinya merasa
nyaman dengan laki-laki tersebut karena sangat memperhatikan subjek. Hingga
akhinya subjek hamil namun pacarnya ini meminta subjek untuk
menggugurkannya.Subjek merasa takut menolak laki-laki ini, sehingga menuruti
keinginannya untuk pergi ke dokter. Beberapa kali berdebat untuk menggugurkan
kandungan, tetapi subjek mengulur waktu. Hingga akhirnya subjek meminta
untuk melakukan USG dan laki-laki ini marah serta menyeret subjek ke dalam
mobil untuk kembali ke kos dan mendapatkan kekerasan fisik.
Setelah kejadian tersebut, subjek tidak bertemu dengan laki-laki ini selama
satu minggu. Subjek melakukan pengaduan ke dinas pemberdayaan perempuan
dan berencana untuk melanjutkan proses hukum karena mendapatkan kekerasan
fisik. Subjek baru bertemu kembali setelah konselor hukum membantu melakukan
mediasi. Subjek awalnya memiliki keinginan untuk melaporkannya ke polisi
tetapi mengurungkan niatnya karena berharap laki-laki ini bisa merubah sikapnya.
Subjek akhirnya menggugurkan kandungannya dan masih berkomunikasi dengan
laki-laki ini. Setelah menggugurkan kandungan, subjek merasakan sakit dan
mengalami pendarahan. Laki-laki ini memaksa subjek untuk meminum alkohol
dan minuman keras. Awalnya subjek tidak setuju, tetapi kemudian melakukannya
karena didesak. Setelah itu, subjek merasa kesakitan selama beberapa hari hingga
tidak bisa bangun dari tempat tidur. Subjek sempat meminta untuk diantar ke
dokter tetapi tidak diantarkan. Subjek merasa tidak bisa menolak apa yang diminta
oleh laki-laki tersebut.
Sejak pertengkaran dengan laki-laki tersebut, subjek menjadi sering
menangis dan mengalami kesulitan tidur sehingga ia menambahkan dosis obat
penenang yang ia dapatkan dari psikiater. Subjek juga mengatakan nafsu makan
menjadi berkurang, serta tidak ingin bekerja. Subjek lebih sering menghabiskan
waktu dirumah temannya.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 102


D. TUJUAN PEMERIKSAAN
Tujuan dari pelaksanaan pemeriksaan psikologis pada subjek adalah untuk
mengetahui dan mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai masalah
yang dialami oleh subjek sehingga dapat menetapkan diagnosis serta merancang
dan memberikan intervensi yang sesuai dengan permasalahan yang dialami subjek
E. PROSEDUR EVALUASI
Prosedur evaluasi yang dilaksanakan adalah wawancara, observasi, dan
beberapa tes psikologi. Tes psikologi yang dilaksanakan adalah tes grafis untuk
mendapatkan gambaran mengenai ekspresi diri subjek dan gambaran diri ideal,
kemampuan dalam menempatkan diri di lingkungan, serta proyeksi mengenai
relasi subjek dengan keluarga, Wartegg untuk eksplorasi struktur kepribadian
subjek, SSCT untuk mengetahui pandangan subjek mengenai diri dan sekitarnya,
TAT untuk mendapatkan data mengenai dinamika kepribadian, fungsi ego, serta
mengetahui mekanisme pertahanan diri yang dominan pada subjek, serta tes SPM
untuk mengetahui kemampuan intelektual subjek secara umum.
F. STATUS PRAESEN
RR datang dengan menggunakan celana jeans panjang dan baju kaos
berwarna putih. RR memiliki tinggi badan sekitar 155 cm dan berat badan sekitar
60 kg, memiliki kulit berwarna kuning langsat, rambut lurus berwarna pirang dan
panjang setara pinggang. RR menggunakan lensa kontak berwarna biru dan
ekstensi bulu mata. Mata RR terlihat sembab dan kemerahan, dengan kantung
mata sedikit tebal dan berwarna lebih gelap.
Saat pertama datang RR langsung mengatakan bahwa dirinya ingin
melakukan konseling. Pada awalnya, RR bingung saat ditanyakan apa yang bisa
dibantu oleh konselor, RR hanya menjawab singkat pertanyaan dari konselor dan
beberapa kali mengulangi jawaban yang sama dan tidak sesuai dengan yang
ditanyakan konselor. Setelah kurang lebih 30 menit, RR mulai banyak
menceritakan mengenai permasalahan yang ia hadapi dengan pacarnya yang
memaksa ia menggugurkan kandungan dan melakukan kekerasan fisik.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 103


G. GENOGRAM

ayah ibu ayah tiri

bercerai

subjek
kekerasan

bercerai

berpisah berpisah berpisah

kekerasan

H. ANAMNESIS
1. Hubungan dalam Keluarga
Ayah dan ibu subjek sudah lama bercerai yaitu saat subjek masih duduk
di kelas 1 sekolah dasar. Dari pernikahan orangtuanya, subjek memiliki satu
saudara perempuan. Beberapa tahun kemudian ibu kembali menikah dan
melahirkan 4 orang anak. Subjek merasa lebih dekat dengan ibunya daripada
ayah dan sangat mengagumi ibu. Subjek merasa ibunya sangat baik dan
pekerja keras sekaligus lemah karena ibu sangat mudah memaafkan orang yang
berbuat buruk seperti tetap memberikan ayah subjek uang meskipun sudah
dikhianati dan sudah bercerai dengan alasan kasihan. Hubungan subjek dengan
ayah menjadi kurang baik sejak orangtua bercerai. Ayah sangat jarang
mengunjungi subjek, akan tetapi hingga saat ini ayah beberapa kali
menghubungi subjek melalui telepon. Subjek memiliki hubungan yang baik
dengan kelima adiknya. Subjek menyayangi adik-adiknya dan merasa bangga
karena bisa membantu mereka sekolah hingga kuliah. Komunikasi yang
terjalin sangat baik antar saudaranya.
2. Riwayat Pengasuhan

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 104


Sejak orangtua bercerai, subjek dan adik-adik diasuh oleh nenek subjek.
Hal ini karena ibu selalu bekerja dari subuh bahkan hingga sore atau malam
hari, sehingga subjek dan saudaranya menghabiskan sebagian besar waktunya
hingga remaja di rumah nenek. Terkadang ibu subjek datang menjenguk
kerumah nenek, dan kadang di hari libur subjek dan adiknya pulang untuk
menginap dirumah ibu. Bagi subjek, nenek subjek dapat memenuhi
kebutuhannya dan saudara-saudaranya selama tinggal disana. Sehari-hari
nenek dan bibi subjek selalu mempersiapkan makanan dan segala
perlengkapan yang dibutuhkan untuk sekolah. Nenek sangat jarang berinteraksi
dengan subjek.Subjek dekat dengan adik perempuannya dan sering bercerita
bersama, subjek juga berangkat dan pulang sekolah selalu bersama adiknya.
Di usia menginjak remaja sekitar duduk di bangku SMP, subjek sering
membantu nenek menjaga adik-adiknya yang masih kecil, diminta oleh nenek
untuk membantu mencuci baju, dan memberikan makanan pada adik-adiknya.
3. Riwayat Perkawinan
a. Hubungan dengan Pasangan
Tahun Riwayat Kasus
Akhir tahun subjek menikah dengan suami yang ia kenal di tempat
2001
bekerja
Suami subjek tidak menerima jika subjek mengeluarkan banyak uang
2011-
untuk adik-adiknya, sering terjadi perdebatan dengan subjek mengenai
2015
hal tersebut
2012 Subjek menggugat cerai suami dan hak asuh anak jatuh pada suami.
Subjek beberapa kali ke bali karena tugas dari tempat bekerja. Subjek
mengenal seorang laki-laki di Bali dan berpacaran serta tinggal
bersama. Subjek mendapatkan kekerasan fisik dan psikis serta
2013 pengekangan dari pacarnya, tetapi tetap bersama karena subjek
menyayangi pacarnya. Subjek juga akhirnya mengetahui jika pacarnya
tersebut sudah memiliki keluarga namun tetap tidak rela untuk
berpisah.
- Setelah 2 tahun berpacaran, subjek kabur dari pacarnya ke
Bandung karena banyak teman-teman subjek yang menyarankan
putus hubungan dengan pacar akibat kekerasan yang diterima
2015 subjek.
- Akhir tahun 2015 subjek dekat dengan seseorang dan berpacaran
selama kurag lebih satu tahun. Subjek akhirnya memutus hubungan
karena pacarnya harus bekerja di luar kota.
Subjek merasa hampa dan tidak bisa melakukan apa-apa karena tidak
2016 memiliki pasangan. Subjek kembali dekat dengan beberapa laki-laki
namun tidak berpacaran.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 105


Subjek bertemu dengan laki-laki yang memberikan perhatian lebih
pada subjek. Subjek baru mengenal laki-laki ini sekitar 2 bulan dan
2018
bersedia tinggal bersama dan mendapatkan kekerasan fisik dan psikis.
Tidak bersedia memutus hubungan karena sangat menyayangi.
Subjek memutus hubungan karena disarankan oleh banyak temannya.
2018 Subjek juga beberapa kali meminta saran dari Haji untuk memastikan
keputusannya.
Subjek merasa cemas dan sedih, tidak tahu apa yang dapat dilakukan
2018
setelah tidak memiliki pasangan. Subjek juga memiliki gangguan tidur.

b. Hubungan dengan Anak


Subjek memiliki hubungan baik dengan keempat anaknya meskipun
sudah tidak tinggal bersama. Anak-anak masih sering menghubungi subjek
dan sering mengirimkan foto mereka pada subjek. Subjek hampir setiap
hari menyempatkan waktu untuk mengirim pesan, menelepon, atau video
call anak-anaknya untuk mendapatkan kabar
4. Riwayat Pendidikan dan Pekerjaan
Subjek tidak menyelesaikan pendidikan SMA karena merasa tidak suka
bersekolah dan berpikir bahwa dirinya lebih baik membantu ibu untuk
menambah penghasilan keluarga. Subjek akhirnya meninggalkan sekolah dan
mulai bekerja di sebuah pabrik dibagian gudang. Subjek bekerja di pabrik
tersebut selama 5 tahun, kemudian berhenti dan bekerja di pabrik lainnya yang
memberikan penghasilan lebih besar. Setelah banyak memiliki pengalaman
bekerja di gudang pabrik, subjek pindah ke pabrik lainnya dan mendapatkan
posisi sebagai sales marketing. Subjek mengakui menyukai pekerjaan ini
karena bekerja dengan kelompok/team saat turun ke lapangan. Subjek bekerja
sebagai sales marketing hingga saat ini.
I. KESIMPULAN AWAL
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal, subjek cenderung
memiliki ketergantungan terhadap figur laki-laki atau pasangan. Subjek bersedia
melakukan apapun yang diinginkan laki-laki ini meskipun tidak sesuai dengan
pendapat dan keingiannya sendiri bahkan bersedia melakukan hal-hal yang dapat
menyakiti dirinya. Subjek beralasan bahwa dirinya akan memberikan kesempatan
pada pacarnya untuk berubah karena selama ini pacarnya juga menunjukkan
perhatian pada subjek sehingga tidak memutus hubungannya dengan laki-laki
tersebut.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 106


J. HASIL PEMERIKSAAN
1. Tes Grafis
Subjek kurang memiliki tujuan atau keinginan yang ditetapkan dengan
jelas dan seringkali mengabaikan pertimbangan-pertimbangan penting
sehingga kesulitan dalam mengambil suatu keputusan. Subjek memiliki
perasaan tidak aman dan kecemasan terhadap situasi yang ia hadapi. Terdapat
kesulitan dalam proses berpikir secara sistematis, sehingga cenderung sulit
mendapatkan suatu penyelesaian masalah yang dihadapi. Kondisi ini
mengarah pada kebutuhan akan orang lain dalam pengambilan keputusan
karena tidak yakin dengan keputusan yang ia buat sendiri. Subjek
menunjukkan usaha untuk menekan hal-hal dan ingatan yang tidak
menyenangkan dari masa lalunya. Subjek menganggap peran ibu lebih
dominan dalam keluarga namun subjek kurang puas dengan peran yang
ditunjukkan oleh figur ayah. Terdapat hal-hal yang tidak dapat diterima oleh
subjek mengenai ayahnya dan berusaha untuk menekan dan melupakan
ingatan tersebut.
2. SSCT (Sack’s Sentence Completion Test)
Secara keseluruhan penyesuaian subjek dalam keluarga cukup baik,
subjek memiliki anggapan yang positif mengenai keluarga yang
menyayanginya, dan mengagumi ibu kandungnya, akan tetapi subjek
memiliki masalah dalam sikap terhadap ayah, yaitu subjek merasa figur ayah
tidak menjalani perannya dengan baik yaitu menafkahi dan merawat anak-
anaknya. Subjek juga memiliki penyesuaian yang baik dalam hubungan
dengan orang lain. Subjek mampu menempatkan diri dan memiliki sikap
menghormati dan menghargai baik atasan, sejawat, maupun bawahan, atau
sejawat serta pandangan positif mengenai orang lain yang bekerja dengannya.
Subjek mengalami permasalahan penyesuaian khususnya dalam
hubungan seks menyangkup sikap terhadap wanita dan hubungan
heteroseksual serta penyesuaian dalam konsep diri. Subjek memandang
bahwa dirinya tidak seperti wanita pada umumnya yang memiliki kehidupan
yang lebih bahagia, sukses, dan tidak memiliki kehidupan yang rumit. Subjek

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 107


belum memikirkan untuk kembali menikah setelah bercerai beberapa tahun
yang lalu, namun ia mengaku membutuhkan pasangan yang dapat
memberikan perhatian. Permasalahan yang dialami subjek saat ini membuat
subjek mengalami penyesalan dalam hubungan heteroseksual yang saat ini ia
jalani.
Permasalahan penyesuaian terhadap konsep diri terlihat dari sikap
subjek terhadap kemampuan diri dan terhadap masa lalunya. Subjek
cenderung memiliki konsep diri negatif karena memandang dirinya terlalu
lemah dan masih dipegaruhi oleh rasa penyesalan dan rasa bersalah mengenai
kejadian di masa lalu hingga saat ini. Subjek juga menilai dirinya tidak
kompeten untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan cenderung ingin
bebas dari berbagai permasalahan tanpa menyelesaikannya.
3. SPM (Standart Progressive Matrices)
Hasil tes menunjukkan bahwa subjek memiliki kategori kapasitas
intelektual dibawah rata-rata, meski begitu subjek memiliki kemampuan yang
cukup baik dalam menggali berbagai informasi dari lingkungannya dan dapat
berpikir secara runtut. Kemampuan yang masih perlu dikembangkan pada
subjek adalah kemampuan dalam mengintegrasikan berbagai informasi dari
lingkungannya untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang utuh. Kekurangan
dalam kemampuan ini mempengaruhi kemampuan subjek dalam proses
penyelesaian masalah dan penentuan keputusan yang menjadi kesulitan
subjek
4. Tes Wartegg
Subjek memiliki kemampuan yang kurang dalam menyusun suatu
perencanaan dan kurangnya kemampuan dalam penyelesaian masalah. Selain
itu, subjek juga memiliki dorongan yang cenderung rendah untuk mencapai
sesuatu yang ia harapankan atau inginkan sehingga hal ini membuat subjek
sangat tergantung pada kontrol dari luar dirinya atau dari lingkungannya
dalam pengambilan keputusan sehari-hari termasuk keputusan dalam
penyelesaian masalah. Subjek memiliki kemampuan yang baik dalam
mengekspresikan emosi, akan tetapi subjek terkadang mengalami kesulitan
untuk mengekspresikan diri karena kepekaan yang ia miliki dan merasa

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 108


membutuhkan orang lain sehingga takut menunjukkan ekpsresi tertentu.
Kebutuhan yang tinggi untuk menjalin relasi sosial dan perasaan
membutuhkan bantuan orang lain untuk pengambilan keputusan membuat
subjek cenderung sangat mudah percaya dan menerima saran dari orang yang
ia percayai. Subjek juga memiliki penghayatan emosi yang cukup tinggi dan
sangat didominasi oleh kondisi emosional dalam menghadapi berbagai
permasalahan. Subjek juga berorientasi tinggi pada relasi yang bersifat
romantis.
5. TAT (Thematic Apperception Test)
Subjek didominasi oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya
mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orang lain. Subjek juga
memandang bahwa dunia atau kehidupannya penuh dengan tanggung jawab
dan permasalahan yang membuatnya merasa tidak nyaman. Subjek cenderung
menunjukkan sikap pasrah terhadap hal yang terjadi dan mengharapkan
pertolongan orang lain untuk merasa aman. Pada relasi sosial, subjek
menunjukkan usaha untuk mempertahankan berbagai relasi yang telah ia
bangun karena merasa membutuhkan mereka dalam kehidupannya.
Konflik dalam diri subjek adalah adanya pertentangan antara keinginan
untuk terus menjalani kehidupannya dan tanggung jawabnnya sendiri dengan
perasaan tidak mampu terhadap kemampuan yang dimilikinya. Subjek sangat
takut akan kesepian dan tidak mendapatkan kasih sayang dari orang lain.
Subjek juga mencemaskan mengenai masa depannya yaitu memikirkan jika
tidak ada yang akan membantunya dimasa depan. Integrasi dari kekuatan ego
yang dimiliki subjek cenderung kurang adekuat yaitu adanya perasaan tidak
mampu serta proses berpikir yang tidak utuh sehingga subjek tidak dapat
mengimbangi tuntutan-tuntutan terhadap dirinya sendiri dan kesulitan dalam
menghadapi situasi-situasi ambigu.
K. ANALISIS PER ASPEK KEPRIBADIAN
1. Aspek Dorongan/Motivasi
Subjek memiliki dorongan yang rendah untuk mengerjakan suatu tugas
dan cenderung mengandalkan instruksi dari orang lain. Rasa rendah diri dan
kurang percaya diri merupakan konsep diri yang dibentuk oleh subjek

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 109


sehingga hal ini membuat subjek kurang dapat memotivasi diri untuk
melakukan suatu hal.
2. Aspek Emosi
Subjek menunjukkan ketergantungan secara emosional terhadap figur
yang ia percayai, hal ini dikarenakan subjek merasa tidak mampu untuk
menjalani kehidupannya tanpa bergantung pada orang lain dan merasa tidak
yakin akan kemampuannya dalam mengambil keputusan. Subjek akan lebih
banyak merasakan ketidakpastian mengenai kehidupannya tanpa orang lain
sehingga sering merasakan cemas mengenai berbagai aspek kehidupannya.
3. Aspek Kognisi
Subjek memiliki kapasitas intelektual yang tergolong dibawah rata-rata.
Subjek kurang dapat mengumpulkan dan mengintegrasikan berbagai
informasi untuk mendapatkan suatu pemecahan masalah. Hal ini juga
didukung oleh rendahnya dorongan yang dimiliki oleh subjek sehingga
cenderung kurang dalam usaha untuk mendapatkan solusi permasalahan.
Subjek lebih menggantungkan keputusannya pada orang lain.
4. Aspek Relasi Sosial
Subjek memiliki kebutuhan untuk mendapatkan afeksi dan bantuan dari
orang lain dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Secara khusus, subjek
merasa lebih nyaman saat memiliki pasangan untuk digantungkan. Kehidupan
sosial subjek berjalan dengan baik, perasaan membutuhkan orang lain
membuat subjek senang bergaul di lingkungannya.
L. DINAMIKA KEPRIBADIAN
Subjek merupakan seorang wanita berusia 34 tahun dengan tinggi badan
155 cm dan berat badan sekitar 60 kg. Sejak kecil, subjek merupakan anak yang
sangat mengagumi sosok ibu yang pekerja keras dan membenci sosok ayah yang
dianggap selalu menyakiti ibu dan tidak bisa menafkahi keluarga dengan baik.
Subjek memiliki keinginan untuk dekat dengan kedua orangtua terutama dengan
ibu, namun hal tersebut tidak didapatkan oleh subjek karena sejak orangtua
bercerai, subjek dan adiknya dititipkan pada nenek karena ibu harus bekerja.
Subjek tinggal dirumah nenek bersama adiknya dan sepupu-sepupu subjek yang
juga diasuh oleh nenek. Selama tinggal dengan nenek, subjek merasa

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 110


kebutuhannya selalu dipenuhi meskipun tidak cukup diberikan perhatian. Hal ini
membuat kebutuhan subjek akan kedekatan dan perhatian dari pengasuhan ibu
kurang terpenuhi.
Memasuki usia sekitar 17 tahun subjek memutuskan untuk bekerja. Setelah
satu tahun bekerja di pabrik, subjek menikah dengan orang yang ia kenal dari
tempat bekerja, yang terpaut usia 15 tahun dengan subjek. Subjek memiliki 4
orang anak dari pernikahannya. Beberapa tahun kemudian ibu subjek meninggal
karena sakit, subjek merasa sangat sedih ditinggalkan oleh sosok yang sangat ia
sayangi dan kagumi, namun subjek harus bertahan karena ibu menitipkan pada
subjek untuk membantu adik-adiknya.Subjek menuntut cerai suaminya karena
terus melarang subjek untuk membantu biaya kehidupan adik-adiknya, dan resmi
bercerai setelah 10 tahun menikah. Subjek berani memutuskan bercerai karena
beberapa teman dekatnya terus menyarankan hal tersebut. Setelah perceraian,
subjek merasakan penyesalan karena meninggalkan suami yang sangat baik dan
anak-anaknya.
Subjek pernah mengalami stres dan masalah tidur selama beberapa bulan
karena memikirkan hal tersebut. Subjek terus berusaha menjalin hubungan baru
dengan beberapa laki-laki. Saat berpacaran subjek rela melakukan apapun yang
diminta meskipun berlawanan dengan kehendaknya dan merugikannya, karena
menyayangi laki-laki tersebut, dan selalu diberikan perhatian, serta merasa
membutuhkannya. Terakhir kali menjalin hubungan dengan orang yang baru ia
kenal kurang dari sebulan. Orang tersebut melakukan kekerasan fisik terhadap
subjek dan akhirnya subjek meninggalkannya setelah meminta saran dan
berkonsultasi dengan beberapa teman, Haji, konselor hukum, dan beberapa ahli
lainnya.
Hal diatas menunjukkan bahwa subjek memiliki kebutuhan ketergantungan
yang tinggi karena adanya perasaan inferior atau merasa tidak mampu untuk
menjalani kehidupannya sendiri, sedangkan disisi lain subjek memiliki keinginan
untuk bisa menjadi mandiri seperti ibunya dan bisa bersikap tegas dalam
kehidupan sehari-harinya. Kebutuhan subjek yang lebih tinggi membuat subjek
tidak bisa memenuhi keinginannya tersebut hingga muncul berbagai simptom-
simptom yang dialami subjek, mulai dari merasa cemas kehidupannya dan masa

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 111


depannya setelah tidak memiliki pasangan, atau subjek yang memikirkan
mengenai apa yang akan ia lakukan jika tidak memiliki pasangan. Subjek juga
mengalami masalah sulit tidur hingga harus mengkonsumsi obat. Subjek hampir
setiap hari menangis karena teringat akan kesalahan atau peristiwa buruk yang
sudah pernah dialami dahulu, dan menghambatnya dalam melakukan aktivitas
sehari-hari termasuk bekerja. Subjek merasa malas dan tidak ingin melakukan
aktivitas seperti bekerja, namun tetap ia jalani dikarenakan tuntutan pekerjaan dan
harus memiliki penghasilan.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 112


M. DIAGRAM KASUS

Orangtua bercerai
Kecewa terhadap ayah
Early Life Menginginkan lekat dan
Tidak mendapatkan
bergantung dengan
kedua orangtua pengasuhan orangtua sejak
kecil diasuh nenek

Traumatic event Ibu meninggal karena sakit

Precipatating event Bercerai dengan suami (kehilangan figur


dependency)

Conditioning event Beberapa kali berpacaran tetapi berpisah

The
Complex:
Kebutuhan akan
dependency
Ingin menjadi figur ibu
Merasa takut
yang dihormati anak
diasingkan/sendiri
Ingin menjalani hidup
Rasa bersalah
mandiri
meninggalkan anak-
Menjadi orang yang tegas
anak
Tidak memiliki pasangan
Inferior/merasa tidak
untuk digantungkan
mampu

Symptom
formation

Masalah tidur, Mencari saran Tidak ingin


Mencemaskan
memikirkan secara berinteraksi,
mengenai
mengenai berlebihan tidak bekerja
masa depan
pengalaman pada berbagai dan pergi
tanpa
buruk yang pihak keluar rumah
pasangan
sudah dialami

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 113


N. DIAGNOSIS
Diagnosis Multiaksial berdasarkan DSM IV-TR
Axis I V61.0 Relational Problem.
Axis II V71.09 Tidak ada diagnosis.
Memiliki tipe kepribadian dependent-avoidant dengan
karakteristik pada umumnya yang berlindung dibawah orang-
orang berpengaruh, submissive atau sangat patuh, dan
bergantung pada orang lain untuk mendapatkan rasa aman dan
tuntunan. Pola ini cenderung memiliki hasrat yang rendah
untuk menjadi mandiri. Sangat mudah merasa bingung
terhadap ketakutan dan firasat buruknya. Secara umum nampak
penurut, tenang, dan ramah namun saat sendiri diliputi rasa
takut diabaikan, kesedihan, dan rasa bersalah.
Axis III V71.09 Tidak ada diagnosis.
Axis IV Masalah terkait dengan primary support group
Axis V GAF 70-61

O. TINJAUAN TEORI
1. Karakteristik Tipe Kepribadian Dependen
Terdapat beberapa macam kepribadian dependen yang masih berada
dalam kategori normal atau tidak dikategorikan sebagai patologi (Millon,
2000). Pertama disebut sebagai devoted style atau setia yaitu tipe yang penuh
kepedulian dan mudah khawatir, umumnya lebih mengutamakan kepentingan
orang lain daripada dirinya. Kedua adalah agreeing style yang terbentuk dari
sifat-sifat kooperatif, penuh pertimbangan, dan keramahan. Sifat-sifat adaptif
dan normal yang terdapat dalam devoted style dan agreeing style tersebut
dengan mudahnya dapat berubah menjadi suatu patologi.
Individu dengan kepribadian dependen cenderung menyatukan identitas
mereka dengan orang lain dan sangat membenci kesendirian sehingga ide-ide
mengenai perpisahan dapat menimbulkan kecemasan pada mereka. Mereka
juga cenderung tidak memberikan batasan yang jelas antara dirinya dan orang
lain sehingga kehilangan suatu hubungan maka mereka akan merasa
kehilangan identitas dirinya juga. Perilaku khas yang dimiliki oleh individu
dengan tipe kepribadian dependen adalah memiliki strategi yang aktif maupun

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 114


pasif untuk memenuhi kebutuhan psikologis maupun instumental yang mereka
miliki (Pincus & Wilson, 2001).
2. Faktor yang Berperan dalam Pembentukan Kepribadian Dependen
Brauer & Reinecke (dalam Beck, Davis, & Freeman, 2015)
menyatakan bahwa terdapat berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam
membentuk suatu gangguan kepribadian dependen termasuk faktor biologis,
genetik, lingkungan, dan juga perkembangan individu. Disfungsi dalam suatu
hubungan yang dapat mengganggu proses perkembangan juga berperan
penting dalam pembentukan sifat kepribadian dependen (Pincus & Wilson,
2001).
P. PROGNOSIS
Adapun prognosis yang ditetapkan untuk perkembangan subjek kedepan
adalah positif. Subjek memiliki hubungan yang dekat dengan adik-adiknya dan
mendapatkan dukungan dari adik perempuan yang dekat dengannya. Subjek juga
memiliki teman-teman dekat yang diajak tinggal bersama dan bekerja bersama
selama merantau di Bali. Teman-teman subjek ini dapat menjadi sumber
dukungan untuk membantu mengembangkan keyakinan diri subjek dan perasaan
berharga.
Q. RANCANGAN INTERVENSI
1. Tujuan Intervensi
a) Membantu subjek untuk memahami tentang kondisi yang dialaminya serta
menyadari kebutuhannya.
b) Membantu subjek mengidentifikasi dukungan sosial yang dimiliki serta
cara membangun relasi interpersonal yang sehat.
2. Pendekatan Intervensi
Pendekatan yang digunakan adalah konseling dan kognitif-perilaku.
Pada kasus ini, klien memiliki keyakinan yang rendah mengenai kemampuan
dirinya sehingga menimbulkan emosi dan perilaku yang tidak adaptif. Oleh
sebab itu, terapi dengan pendekatan kognitif digunakan untuk membantu
klien menyadari dan menggantikan keyakinan tersebut hingga dapat
mengubah emosi dan perilaku menjadi lebih adaptif.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 115


3. Rancangan Intervensi
Sesi Tujuan Pendekatan Hasil yang diharapkan
Sesi 1 1. Memberikan konseling bagi Konseling Melalui sesi ini diharapkan dapat
subjek untuk membantu membantu subjek untuk
membangun rasa nyaman mengurangi kecemasan yang ia
dan membenahi suasana hati rasakan dan mengeluarkan
subjek pikiran-pikiran negatif yang ia
2. Membantu subjek miliki. Setelah itu diharapkan
mendapatkan pemecahan juga subjek dapat berpikir dengan
atas permasalahan yang terbuka dalam menentukan
dihadapi pilihan atau pemecahan masalah
yang dapat ia lakukan untuk
menghadapi situasinya pada saat
ini.
Sesi 2 1. Memberikan pemahaman Psikoedukasi Diharapkan subjek dapat
pada subjek mengenai mengetahui dan memahami
kondisinya kondisi yang dialami dan subjek
2. Mendapatkan ketersediaan dapat menyadari kebutuhannya
subjek untuk mengikuti sesi saat ini serta kondisi-kondisi yang
terapi membutuhkan perubahan.
Sesi 3 1. Membahas mengenai pola Kognitif Subjek diharapkan bisa
keyakinan tidak efektif yang menggantikan pikiran-pikiran
ia miliki tidak efektif tersebut dengan
2. Melakukan konfrontasi atas pikiran baru yang lebih adaptif
keyakinan-keyakinan yang dapat meningkatkan
tersebut keyakinan diri subjek.
3. Meningkatkan keyakinan
diri subjek
Sesi 4 Melatih keterampilan subjek Kognitif- Subjek diharapkan untuk dapat
dalam menjalin suatu relasi perilaku menyadari bahwa pola relasi yang
yang sehat ia jalin selama ini lebih banyak
memberikan dampak negatif
terhadap dirinya dan menyadari
bahwa dirinya tidak hanya bisa
mendapatkan perhatian dari
pasangan akan tetapi ia memiliki
adik-adik dan teman-teman yang
selalu memperhatikan dirinya
juga. jika menjalin relasi baru
diharapkan subjek menggunakan
cara yang lebih sehat seperti yang
didiskusikan dalam sesi dengan
terapis.

Sesi 5 Untuk melakukan evaluasi Diskusi Diharapkan subjek dapat


intervensi secara keseluruhan menerapkan keterampilan yang
dan mengakhiri sesi intervensi telah dilatih selama sesi intervensi

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 116


dan berkomitmen untuk tetap
melakukannya setelah sesi
intervensi selesai. subjek juga
diharapkan dapat menjalin relasi
yang lebih baik dan tidak
dependen kedepannya terhadap
pasangan.

R. HASIL INTERVENSI DAN EVALUASI


Tahapa Intervensi Evaluasi Keberhasilan Intervensi
n
Tujuan Hasil Capaian
Sesi 1 Konseling 1. Subjek dapat Tercapai
meluapkan 1. Dapat menerapkan relaksasi saat
permasalahan yang sedang mengalami kecemasan
menimbulkan 2. Mendapatkan pertimbangan atas
kecemasan pada dirinya permasalahannya dalam
2. Subjek merasa lebih hubungan & dapat memutuskan
nyaman untuk terbuka solusi yang dipilih
akan pikiran dan
perasaannya
Sesi 2 Psikoedukasi 1. Memberikan Tercapai
pemahaman pada 1. Subjek memahami kondisinya
subjek mengenai saat ini
kondisinya 2. Subjek menyadari bahwa
2. Mendapatkan ketidakyakinan terhadap diri
ketersediaan subjek sendiri membuatnya merasa
untuk mengikuti sesi cemas saat harus mengambil
terapi keputusan
3. Subjek bersedia mengikuti sesi
terapi
Sesi 3 Kognitif 1. Subjek mampu Tercapai
mengidentifikasi 1. Subjek dapat menyebutkan
keyakinan tidak efektif pikiran-pikiran yang
yang ia miliki dan mengganggu dirinya
melemahkan keyakinan 2. Subjek menemukan bukti untuk
tersebut menyangkal pikiran tersebut
2. Subjek dapat 3. Subjek menyadari kemampuan
menghasilkan yang ia miliki dan dapat capai
keyakinan baru yang tanpa harus memiliki pasangan
dapat meningkatkan 4. Subjek mengidentifikasi sumber
keyakinan diri dan dukungan yang ia miliki
harga dirinya

Sesi 4
Sesi ini dan selanjutnya tidak dilanjutkan dikarenakan subjek yang
menyampaikan bahwa kondisi subjek sudah lebih baik sejak sesi sebelumnya.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 117


Selain itu, subjek sudah kembali rumah asalnya yaitu di Bandung karena adik
kandunnya meninggal. Pada awalnya ia menyampaikan hanya ke Bandung
sementara, namun karena harus membantu anak-anaknya untuk mencari sekolah
maka subjek tinggal lebih lama. Hingga saat ini, subjek sudah tinggal di Bandung
sekitar 2 bulan. Subjek menyampaikan jika dirinya merasa lebih baik dibandingkan
saat di Bali. Subjek menyadari jika dirinya perlu lebih banyak mensyukuri orang-
orang yang selalu mendukungnya. Saat ini subjek tinggal bersama 2 orang anaknya,
sehingga membuat subjek merasa lebih aman dan nyaman.
Sejak tinggal bersama anak-anak, subjek sangat jarang terpikirkan untuk
mencari pasangan meskipun terkadang muncul kembali. Ia juga merasa belum
menyelesaikan permasalahannya dengan mantan pacar sebelumnya yang ia laporkan
polisi karena melakukan kekerasan. Subjek juga lebih menginginkan untuk
menghabiskan waktu bersama anak-anaknya.

S. KEGIATAN FOLLOW-UP
Berdasarkan hasil follow-up diketahui bahwa subjek sudah tidak mengalami
gejala-gejala psikologis yang ia keluhkan diawal, namun masih mengalami
masalah sulit tidur hingga membutuhkan terapi obat. Penggunaan obat tidak
dilakukan setiap hari oleh subjek seperti pada saat awal menyampaikan
keluhannya, saat ini ia hanya minum di waktu tertentu. Subjek mengambil suatu
keputusan baru yaitu ia akan melakukan pembatalan pelaporan di kepolisian untuk
kasus mantan pacarnya yang melakukan kekerasan. Subjek ingin mengakhirinya
dan fokus pada kehidupannya saat ini. Subjek masih tinggal bersama 2 orang
anaknya. Pekerjaan yang dilakukan sekarang adalah berjualan produk kecantikan
secara online.

Daftar Pustaka

American Psychiatric Association. (2000). DSM-IV-TR: Diagnostic and statistical


manual of mental disorders text revision. Washington, DC: Author.
Millon, T. (2000). Personality disorders in modern life, 2nd Ed. USA: John Wiley &
Sons, Inc.
Pincus, A.L., & Wilson, K.R. (2001). Interpersonal variability in dependent
personality. Journal of Personality, 69:2.

Ni Luh Krishna Ratna Sari (111624153003) 118

Anda mungkin juga menyukai