Anda di halaman 1dari 16

Hubungan antara Penerimaan Diri dan Kecemasan Menghadapi Masa

Depan pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Arifa Nadira dan Miranda Diponegoro Zarfiel


Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara
penerimaan diri dan kecemasan menghadapi masa depan pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk
mengukur penerimaan diri digunakan Unconditional Self-Acceptance Questionnaire (USAQ)
yang dikembangkan oleh Chamberlain dan Haaga (2001), sementara itu untuk kecemasan
menghadapi masa depan digunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Zalenksi (1996) yaitu
Future Attitude Scale (FAS). Partisipan dalam penelitian ini adalah 101 orang mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Teknik analisis data menggunakan pearson
correlation untuk menjawab masalah penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara penerimaan diri dan kecemasan
menghadapi masa depan (r = -0,419).

Kata kunci : penerimaan diri; kecemasan menghadapi masa depan

ABSTRACT
This research aim to find correlation between future anxiety and self-acceptance among
Faculty of Psychology of Universitas Indonesia student. Unconditional Self-Acceptance
Questionnaire developed by Chamberlain and Haaga (2001) was used to measure self-
acceptance, while Future Attitude Scale developed by Zaleksi (1996) was used to measure
future anxiety. Participants in this research were 101 students of Faculty of Psychology of
Universitas Indonesia. Pearson correlation analysis technique was used to answer the research
problem. The result showed that there was a negative significant correlation between self-
acceptance and future anxiety (r = -0,419).

Keyword : self-acceptance, future anxiety

PENDAHULUAN
Individu yang melanjutkan studi di pendidikan tinggi lebih dikenal dengan sebutan
mahasiswa. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi Bab I pasal 1 ayat 15 bahwasanya mahasiswa adalah peserta didik pada
jenjang Pendidikan Tinggi. Mahasiswa diharapkan dapat menjadi individu yang memiliki
kualitas lebih sebagai sumber daya manusia di masa depannya. Ketika menjalani masa
pembelajaran di tingkat pendidikan tinggi, mahasiswa seharusnya mempelajari bagaimana

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya agar menjadi bekal untuk terjun ke dunia
masyarakat kelak ketika sudah lulus dari pendidikan tinggi.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.
12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Bab I pasal 5 bahwa pendidikan tinggi bertujuan
sebagai berikut: berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa; dihasilkannya lulusan
yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan dan atau Teknologi untuk memenuhi kepentingan
nasional dan peningkatan daya saing bangsa.
Ceyhan dan Ceyhan (2010) mengatakan tingkat pendidikan tinggi tidak hanya
mengarah pada pencapaian dalam perkembangan akademis mahasiswa tetapi juga
perkembangan mahasiswa dalam segala aspek dalam jalannya menuju kedewasaan. Pada saat
menjalani kehidupan sebagai mahasiswa, individu menghadapi tugas perkembangan yang
spesifik sebagai bentuk tanggung jawab atas dirinya sendiri, seperti membuat keputusan,
memiliki sebuah pekerjaan, kesiapan untuk membangun keluarga, menetapkan dan
mempertahankan hubungan yang dekat dengan orang lain, pertemanan dan sebagainya
(Ceyhan, 2006).
Berdasarkan pada beberapa penelitian terkait kehidupan mahasiswa, para peneliti
mengungkapkan bahwa mahasiswa menghadapi berbagai macam situasi yang menyebabkan
mereka mengalami stres (Ceyhan & Ceyhan, 2010). Karasar et al (dalam Ceyhan & Ceyhan,
2010) mengatakan bahwa alasan mengapa mahasiswa dapat mengalami situasi yang stressful
dapat berhubungan dengan akomodasi, nutrisi, masalah keuangan, distres yang berhubungan
dengan hubungan interpersonal dan kecemasan akan masa depan mereka. Dari beberapa
alasan yang dapat menyebabkan mahasiswa berada dalam situasi stressful tersebut, ada alasan
terkait kecemasan mereka terhadap masa depan yang akan mereka jalani kelak.
Setiap individu memiliki rencana akan masa depannya kelak, termasuk dengan
melanjutkan studi hingga ke pendidikan tinggi dengan harapan menjadi sarjana dan
mendapatkan pekerjaan yang dapat membantu memenuhi kebutuhannya di masa yang akan
datang. Namun, melihat bahwa ketika lulus dari pendidikan tinggi tidak serta merta dapat
langsung mendapatkan pekerjaan atau bekerja ditempat yang diinginkan dikarenakan
beberapa hambatan yang sudah disebutkan sebelumnya, menimbulkan ketidakpastian tentang
bagaimana kelak mereka setelah lulus menjadi sarjana. Ketidakpastian tersebut akan memicu
timbulnya rasa cemas pada mahasiswa terhadap bagaimana masa depan yang akan dia jalani
kelak.

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


Baumgartner, Pieters & Bagozzi (2008) mengatakan bahwa terkadang kebanyakan
orang takut bahwa sebuah peristiwa yang tidak diinginkan terjadi di masa depan, atau
berharap bahwa hal itu tidak terjadi dan mereka membayangkan perilaku yang dapat mereka
tampilkan untuk menghindari bahaya yang akan datang dan memvisualisasikan kelegaan atau
rasa senang ketika hasil buruk tidak terwujud. Rasa takut mengindikasikan ketidaksenangan
tentang prospek dari sebuah peristiwa yang tidak diinginkan terjadi di masa depan (Lazarus,
dalam Baumgartner et al, 2008). Selain itu, Zaleski (1996) mengungkapkan bahwa masa
depan adalah sebuah tempat perencanaan, menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan
merealisasikannya, namun seorang individu dapat tidak meyakini apakah tujuannya akan
tercapai atau tidak sehingga menimbulkan kecemasan.
Hurlock (1974) mengemukakan bahwa kecemasan dapat dipengaruhi oleh penerimaan
diri. Kilici (1985, dalam Ceyhan & Ceyhan, 2010) mengatakan dengan mengenal dan
menerima diri sendiri, baik kelebihan maupun kekurangan yang ada di dalam dirinya, seorang
individu dapat mengembangkan dirinya. Mengenal diri merupakan salah cara membantu
individu memperoleh self knowledge dan self insight yang sangat berguna bagi proses
penyesuaian diri yang baik dan merupakan salah satu kriteria mental yang sehat (Handayani,
Ratnawati & Helmi, 1998). Pengetahuan tentang diri ini akan mengarah pada self objectivity
dan penerimaan diri.
Penerimaan diri adalah sejauh mana seseorang dapat menyadari dan mengakui
karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya, yang
ditunjukkan dengan mengakui kelebihan-kelebihan dan menerima kekurangan-kekurangan
yang dimilikinya tanpa menyalahkan orang lain dan memiliki keinginan yang terus menerus
untuk mengembangkan diri (Handayani, Ratnawati dan Helmi, 1998). Menerima diri berarti
telah menyadari dan menerima apa adanya dengan disertai keinginan dan kemampuan untuk
selalu mengembangkan diri, sehingga dapat menjalani hidup dengan baik dan penuh tanggung
jawab (Sheerer, 1949 dalam Machdan & Hartini, 2012). Kilicci (1985, dalam Ceyhan &
Ceyhan, 2010) mengungkapkan bahwa penerimaan diri adalah sebuah self attitude sehat yang
membantu individu mengevaluasi semua sisi efisien dan tidak efisien mereka dalam cara yang
sesuai dengan kenyataan dan menerima ketidakmampuan dan keterbatasan mereka sebagai
sebuah bagian dari kepribadian mereka.
Para peneliti mengemukakan bahwa penerimaan diri memberikan kontribusi pada
kepuasan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung (Coy & Moneta, dalam Ceyhan
& Ceyhan, 2010) dan merupakan sebuah komponen dalam kepribadian yang sehat (Pirot,
dalam Ceyhan & Ceyhan, 2010). Hurlock (1992) menyatakan bahwa individu yang mampu

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


menerima diri sendiri berarti mampu menerima seperti apa adanya (real self), bukan seperti
apa yang diinginkan (ideal self), serta memiliki harapan yang sesuai dengan kemampuannya.
Dalam penelitian tentang efek dari unconditional self-acceptance pada tingkat kesehatan
psikologis, Flett et al (dalam Macinnes, 2006) menemukan bahwa tingkat unconditional self-
acceptance yang rendah memiliki asosiasi dengan tingkat depresi yang tinggi, sementara
Chamberlain dan Haaga (2001) menyimpulkan bahwa tingkat unconditional self-acceptance
yang rendah memiliki asosiasi dengan depresi dan kecemasan. Dari beberapa penelitian
tersebut ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara penerimaan diri dan kecemasan,
sehingga dapat diasumsikan bahwa individu yang lebih menerima dirinya akan lebih memiliki
harapan yang sesuai dengan kemampuannya, termasuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
yang ada pada dirinya, sehingga tidak cemas dengan masa depan yang akan ia jalani kelak.
Namun, pada penelitian yang sudah dilakukan Wahyudi & Uyun (2007) pada remaja
panti asuhan diketahui tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan diri dan
kecemasan terhadap masa depan pada remaja panti asuhan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
tertarik untuk melihat hubungan penerimaan diri dan kecemasan menghadapi masa depan
pada karakteristik partisipan penelitian yang berbeda, yaitu pada mahasiswa. Partisipan pada
penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
American Psychological Association mendefinisikan Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang pikiran dan perilaku. Psikologi merupakan disiplin ilmu yang
mencangkup semua aspek tentang pengalaman manusia, dari fungsi otak hingga tindakan
perilaku, dari perkembangan anak hingga lanjut usia (www.apa.org). Berdasarkan hal ini
peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran penerimaan diri pada mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia yang mempelajari tentang perilaku manusia dan
hubungannya dengan kecemasan menghadapi masa depan yang mereka alami.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “apakah terdapat
hubungan antara penerimaan diri dan kecemasan menghadapi masa depan pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara penerimaan diri dan kecemasan menghadapi masa depan pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

TINJAUAN TEORITIS
Penerimaan diri
Ellis dan Abrams (dalam Godin, 2010) mendefinisikan penerimaan diri sebagai atribut
dari individu yang menerima kelebihan dan aspek-aspek yang tidak diinginkan dari individu

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


tanpa rating diri. Ellis (dalam Chamberlain & Haaga, 2001) juga menjelaskan bahwa
penerimaan diri adalah individu yang secara penuh dan unconditionally menerima dirinya
sendiri meskipun ia berperilaku secara cerdas, benar dan kompeten atau tidak dan apakan
orang lain menerima, menghormati dan mencintai dirinya atau tidak.
Aspek-aspek Penerimaan Diri
Berdasarkan penelitian Ellis dan para Teoritikus Rational-Emotive Behavior Therapy
lain pada masalah penerimaan diri, Chamberlain (1999) mengumpulkan sepuluh karakteristik
utama dari penerimaan diri, yaitu:
1. Percaya bahwa dirinya berharga sebagai seorang manusia.
2. Percaya bahwa tidak ada individu yang lebih berharga daripada yang lain.
3. Cenderung untuk menetapkan tujuan berdasarkan sebuah pencarian kepuasan intrinsik.
4. Menghindari kecenderungan untuk menilai diri sendiri.
5. Secara obyektif sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, tetapi tanpa
penilaian keseluruhan pada dasar kekuatan dan kelemahan tersebut.
6. Kecenderung untuk menanggapi kegagalan dan umpan balik negatif dengan beberapa
ketidakpuasan pada penghalang tujuan, tetapi tidak diindikasikan sebagai rendahnya
nilai diri.
7. Kecenderung untuk menanggapi kegagalan dan umpan balik negatif sebagai informasi
untuk memperbaiki perilaku.
8. Kecenderung menanggapi kesuksesan dan umpan balik positif sebagai informasi untuk
meningkatkan kekuatan yang sudah dimiliki, namun tanpa merasa menjadi individu
yang lebih baik karena keberhasilan tersebut.
9. Rasa nilai diri bebas dari penerimaan orang lain.
10. Menghindari kecenderungan membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Faktor-faktor yang berperan dalam Penerimaan Diri
Hurlock (1992) mengemukakan bahwa ada faktor-faktor yang berperan dalam
penerimaan diri pada seorang individu, yaitu sebagai berikut:
a. Adanya pemahaman tentang diri sendiri
Seorang individu yang dapat mengetahui kemampuan dan ketidakmampuan yang ia
miliki akan lebih memahami dirinya sendiri baik kelebihan maupun kekurang yang ia
miliki. Pemahaman diri pada seorang individu sejalan dengan penerimaan diri
individu tersebut, artinya semakin seorang individu memahami dirinya, maka semakin
dapat ia meneriman dirinya.
b. Adanya harapan yang realistik

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


Seorang individu akan menentukan sendiri harapan yang ia miliki yang disesuaikan
dengan pemahamannya akan kemampuan yang ia miliki dan tidak diarahkan oleh
orang lain.
c. Tidak adanya hambatan di dalam lingkungan
Meskipun seorang individu sudah memiliki harapan yang realistik, tetapi bila
lingkungan disekitarnya menghalangi maka individu akan sulit mencapai harapannya
tersebut.
d. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan
Sikap-sikap orang lain yang menyenang dengan tidak adanya prasangka dan adanya
penghargaan terhadap kemampuan sosial orang lain serta kesediaan individu
mengikuti kebiasaan lingkungan.
e. Tidak adanya gangguan emosional yang berat.
Gangguan emosional yang berat dapat membuat individu tidak mampu berfungsi
dengan baik dan akan selalu merasa tidak bahagia serta tidak puas terhadap dirinya.
f. Pengaruh keberhasilan yang dialami
Keberhasilan yang dicapai oleh seorang individu dapat menimbulkan penerimaan diri
pada individu karena dapat dilihat sebagai umpan balik untuk meningkatkan
kemampuan yang sudah dimiliki
g. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik.
Individu yang mengidentifikasikan dirinya dengan individu yang memiliki
penyesuaian diri yang baik dapat membangun sikap-sikap positif terhadap diri sendiri.
h. Adanya perspektif diri yang luas
Seorang individu yang melihat dirinya secara keseluruhan, bukan melihat pada satu
sisi yang ia miliki, sisi kelebihan atau sisi kekurangan yang ada pada dirinya.
i. Pola asuh di masa kecil yang baik
Anak yang diasuh secara demokrati akan cenderung berkembang sebagai orang yang
dapat menghargai dirinya sendiri.
j. Konsep diri yang stabil
Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil akan sulit menunjukkan pada
orang lain siapa dia sebenarnya, sebab ia sendiri bingung terhadap dirinya.
Kecemasan
Menurut Lazarus (1976) kecemasan memiliki dua pengertian, yaitu:
1. Merupakan suatu bentuk respon unpleasant affective state atau suatu keadaan perasaan
yang tidak menyenangkan. Hal tersebut ditandai dengan adanya rasa khawatir, gelisah,

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


bingung dan tertekan sehingga sulit dimengerti dengan jelas. Bentuk kecemasan ini
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. State Anxiety yang merupakan gejala kecemasan yang sifatnya tidak menetap pada diri
individu yang dihadapkan pada situasi tertentu, gejala ini hanya ada selama individu
berada disituasi tersebut.
b. Trait Anxiety yang merupakan kecemasan yang tidak tampak langsung dalam tingkah
laku, tetapi dapat dilihat dalam frekuensi dan intensitas keadaan kecemasan individu
sepanjang waktu yang sifatnya menetap dan merupakan bawaan
2. Kecemasan sebagai situasi yang dapat mendorong individu agar dapat mengatasi masalah.
Nevid, Rathus & Greene (2006) menjelaskan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan
emosional yang mempunyai ciri-ciri seperti muncul secara fisiologis, ada perasaan tegang
yang tidak menyenangkan dan perasaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang
buruk akan terjadi. Nevid, Rathus & Greene (2006) menjelaskan bahwa kecemasan dapat
ditandai oleh ciri-ciri di tiga kategori, yaitu:
a. Ciri-ciri fisik, meliputi berkeringat, panas dingin dan lemas atau mati rasa, sakit kepala
atau pusing, kesulitan bernapas, jantung berdebar-debar, mual, dare dan sering buang air
kecil, merasa sensitif, mudah marah serta gelisah dan gugup
b. Ciri-ciri tingkah laku, meliputi perilaku menghindar dan perilaku tergantung.
c. Ciri-ciri kognitif, meliputi kekhawatiran akan sesuatu, sulit berkonsentrasi dan adanya
pikiran yang mengganggu.
Menurut Haber dan Runyon (1984) jika seorang individu mengalami perasaan gelisah, gugup
atau tegang ketika menghadapi situasi yang tidak pasti, berarti individu tersebut mengalami
kecemasan, yaitu ketakutan yang tidak menyenangkan atau suatu pertanda hal buruk akan
terjadi.
Faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya kecemasan
Wolman dan Stricker (1994) mengemukakan ada beberapa faktor pencetus timbulnya
kecemasan, antara lain:
1. Masalah fisik dan zat-zat beracun
Masalah fisik dapat menyebabkan gejala seperti kelelahan atau depresi yang dapat
mempengaruhi ambang toleransi individu dalam menangani penyebab stres sehari-hari.
2. Stressor eksternal yang berat
Kemunculan stressor yang berat seperti kepergian orang-orang yang dicintai atau
kehilangan pekerjaan dapat memunculkan reaksi kecemasan
3. Stressor eksternal yang berkepanjangan dan kronis

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


Stressor dapat saja berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama sehingga
melemahkan usaha coping seseorang
4. Kepekaan Emosi
Stressor dapat menyerang individu pada tingkat kepekaan emosi tertentu. Hal ini salah
satu hal yang menimbulkan kecemasan pada seseorang namun belum tentu terjadi pada
orang lain
Kecemasan menghadapi Masa Depan
Nevid, Rathus & Greene (2006) mengatakan bahwa kecemasan berhubungan dengan
masa depan, karena kecemasan merupakan kondisi emosi kekhawatiran dan ketakutan
individu terhadapi situasi yang akan datang. Menurut Darajat (1976) hal yang ditakutkan atau
dikhawatirkan bagi remaja untuk menghadapi masa depan adalah sempitnya lapangan
pekerjaan dan persaingan yang ketat dalam bidang pekerjaan serta mengenai pembentukan
rumah tangga di masa depan. Kecemasan masa depan mengandung sebuah keadaan
ketakutan, ketidakpastian, kekhawatiran dan kegeliasahan akan perubahan yang tidak
diinginkan di masa depan pada diri seseorang (Zaleski, 1996).
Zaleski (1996) mengasumsikan apabila kecemasan menghadapi masa depan sudah
ditimbul pada diri individu yang dapat memengaruhi kognisi, sikap dan perilakunya, hal
tersebut mengarah pada dua tindakan, yaitu (1) secara langsung mengurangi kecemasan
tersebut karena merupakan kondisi yang tidak menyenangkan dan (2) mengintervensi kondisi
lingkungan dan mengubahnya untuk sesuai dengan masa depan yang diinginkan daripada
mengantisipasinya.
Zaleski (1996) mengemukakan pada tingkat kognitif, kecemasan menghadapi masa
depan dapat mengarah pada (1) penurunan harapan individu terhadap hasil positif dari
tindakannya, sehingga mengurangi kemungkinan keberhasilan (2) perhatian penuh pada
kondisi dan situasi saat ini, sehingga membatasi hal-hal yang bersifat sementara. Pada tingkat
perilaku, kecemasan menghadapi masa depan dapat mengarah pada (1) penantian pasif
terhadap apa yang dapat terjadi, (2) menarik diri dari kegiatan yang beresiko, terbuka dan
konstruktif, (3) selalu melakukan hal-hal secara rutin dan menggunakan metode yang sama
dalam menghadapi situasi yang terjadi di dalam kehidupan, (4) melakukan aktivitas
pencegahan untuk menjaga status quo daripada mengambil resiko untuk meningkatkan
kesempatan yang ada, (5) menggunakan regressive-type defense mechanisms yang berbeda,
seperti accusation, rationalization, atau repression agar dapat mengurangi perasaan negatif
dan (6) menggunakan hubungan sosial untuk membantu menjamin masa depannya.

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


METODE PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini adalah penerimaan diri dan kecemasan menghadapi
masa depan. Berdasarkan tipe informasi yang diperoleh, penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif karena informasi dikumpulkan melalui variabel-variabel yang kemudian diolah
dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif. Penelitian ini juga menggunakan instrumen
penelitian yang berupa kuesioner. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian
korelasional yang bertujuan untuk menemukan adanya hubungan/asosiasi/interdependensi
antara dua atau lebih aspek dari situasi (Kumar, 2005).
Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Indoensia. Jumlah partisipan adalah 101 orang, dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang berstatus sebagai
mahasiswa aktif.
2. Mahasiswa yang memiliki status kewarganegaraan sebagai Warga Negara Indonesia
dan mampu berbahasa Indonesia.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang terdiri dari
Unconditional Self-Acceptance Questionnaire dan Future Attitude Scale. Alat ukur
Unconditional Self-Acceptance Quetionnaire dikembangkan oleh Chamberlain dan Haaga
(2001) yang terdiri dari 20 item dengan tujuh kemungkinan jawaban dari skala (1) sangat
tidak sesuai hingga skala (7) sangat sesuai. Alat ukur ini terdiri dari item favorable dan
unfavorable. Skor yang akan diberikan pada item-item favorable sesuai dengan penilaian
yang diberikan oleh partisipan, sedangkan untuk item-item unfavorable skor yang diberikan
dilakukan secara terbalik (reverse). Sementara alat ukur Future Attitude Scale yang
dikembangkan oleh Zaleski (1996), sebelum diadaptasi alat ukur ini terdiri dari 29 item
dengan tujuh kemungkinan jawaban dari skala (0) sangat tidak sesuai hingga skala (6) sangat
sesuai. Peneliti mengadaptasi alat ukur ini dengan memilih 19 item yang ingin digunakan
untuk mengukur variabel kecemasan menghadapi masa depan yang sesuai dengan latar
belakang penelitian ini.
Dalam penelitian ini, peneliti membuat norma untuk kategorisasi hasil skor
penerimaan diri dan kecemasan menghadapi masa depan berdasarkan standar deviasi dari
populasi. Kategori dikelompokkan sebagai berikut:
• Kategori Dibawah rata-rata = 1 standar deviasi dibawah mean
• Kategori Rata-rata = 1 standar deviasi dibawah mean hingga 1 standar deviasi diatas
mean
• Kategori Diatas Rata-rata = 1 standar deviasi diatas mean

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


Metode analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik uji
korelasi Pearson untuk melihat adanya hubungan diantara kedua variabel, dengan alat bantu
yang digunakan untuk analisis adalah program komputer SPSS versi 18.

HASIL PENELITIAN
Perhitungan korelasi antara variabel penerimaan diri dan kecemasan menghadapi masa
depan dihitung dengan metode korelasi statistik, yaitu Pearson Correlation. Berikut ini
adalah hasil perhitungan korelasi antar dua variabel tersebut.

Tabel total skor Penerimaan Diri dan Kecemasan Menghadapi Masa Depan
Skor
Pearson Correlation -,419**
Sig. (2-tailed) ,000
N 101
**Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui setelah perhitungan dilakukan didapatkan


nilai p < 0,01. Hasil ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan
diri dan kecemasan menghadapi masa depan sebesar -0.419. Nilai minus menunjukkan bahwa
arah hubungan tersebut negatif, yang artinya semakin tinggi penerimaan diri seseorang, maka
akan semakin rendah kecemasan menghadapi masa depan yang dialaminya, begitu pula
sebaliknya.

Tabel Distribusi Skor Penerimaan Diri

Kelompok Skor Rentang Skor Jumlah Partisipan Persentase


Di bawah rata-rata < 36,515 17 16,8%
Rata-rata 36,515 – 53,145 68 67,3%
Di atas rata-rata > 53,145 16 15,8%
Total 101 100%

Berdasarkan norma yang sudah dibuat oleh peneliti untuk kategori kelompok skor,
jumlah partisipan yang berada di rentang skor < 36,515 dikategorikan sebagai individu yang
memiliki skor penerimaan diri di bawah rata-rata dan jumlah partisipan yang berada di

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


rentang skor > 53,145 dikategorikan sebagai individu yang memiliki skor penerimaan diri di
atas rata-rata. Sebesar 67,3% partisipan dikategorikan memiliki skor penerimaan diri rata,
sedangkan partisipan yang dikategorikan individu dengan skor penerimaan diri di bawah rata-
rata sebesar 16,8% dan yang dikategorikan memiliki skor penerimaan diri di atas rata-rata
sebesar 15,8%.

Tabel Distribusi Skor Kecemasan Menghadapi Masa Depan

Kelompok Skor Rentang Skor Jumlah Partisipan Persentase


Dibawah rata-rata < 30,935 17 16,8%
Rata-rata 30,935 – 63,085 67 66,3%
Diatas rata-rata > 63,085 17 16,8%
Total 101 100%

Berdasarkan norma yang telah dibuat peneliti untuk kategori kelompok, didapatkan
hasil sebagai berikut: jumlah partisipan yang berada pada rentang skor < 30,935 dikategorikan
sebagai individu yang memiliki skor kecemasan menghadapi masa depan yang rendah dari
rata-rata partisipan dan jumlah partisipan yang berada di rentang skor > 63,085 dikategorikan
sebagai individu yang memiliki skor kecemasan menghadapi masa depan yang tinggi dari
rata-rata partisipan. Partisipan yang memiliki skor kecemasan menghadapi masa depan yang
tinggi dan rendah dari rata-rata partisipan masing-masing sebesar 16,8%, sedangkan
partisipan dengan kategori skor rata-rata sebesar 66,3%.

PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif yang signifikan antara
kecemasan menghadapi masa depan dan penerimaan diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi penerimaan diri
seseorang diikuti dengan semakin rendahnya kecemasan yang ia miliki, sebaliknya semakin
rendah penerimaan diri seseorang tersebut diikuti dengan semakin tinggi kecemasan yang
dimilikinya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chamberlain dan Haaga
(2001) diketahui bahwa penerimaan diri yang rendah memiliki asosiasi dengan depresi dan
kecemasan. Ceyhan dan Ceyhan (2010) mengemukakan beberapa penelitian yang
mengungkapkan bahwa mahasiswa menghadapi berbagai situasi yang menyebabkan mereka
mengalami stres. Alasan mengapa mahasiswa dapat mengalami situasi yang stressful dapat

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


berhubungan dengan akomodasi, nutrisi, masalah keuangan, distres yang berhubungan dengan
hubungan interpersonal dan kecemasan akan masa depan mereka (Karasar et al, dalam
Ceyhan & Ceyhan, 2010).
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, terdapat alasan yang terkait dengan kecemasan
menghadapi masa depan yang akan mereka jalani kelak. Zaleski (1996) mengungkapkan
bahwa masa depan adalah sebuah tempat perencanaan, menetapkan tujuan yang ingin dicapai
dan merealisasikannya, namun seorang individu tidak dapat meyakini apakah tujuannya akan
tercapai atau tidak sehingga menimbulkan kecemasan. Wolman dan Stricker (1994)
mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kecemasan, sebagian
faktor-faktor tersebut merupakan stressor eksternal. Salah satu stressor eksternal yang berat
seperti kehilangan orang-orang yang dicintai atau kehilangan pekerjaan yang dapat
memunculkan reaksi cemas.
Hurlock (1974) mengemukakan bahwa kecemasan dapat dipengaruhi oleh penerimaan
diri. Kilici (dalam Ceyhan & Ceyhan, 2010) mengungkapkan bahwa penerimaan diri adalah
sebuah self attitude sehat yang membantu individu mengevaluasi semua sisi efisien dan tidak
efisien mereka dalam cara yang tepat sesuai dengan kenyataan dan menerima
ketidakmampuan mereka dan keterbatasan mereka sebagai sebuah bagian dari kepribadian
mereka. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa penerimaan diri merupakan
variabel penengah antara kecemasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
kecemasan tersebut. Peneliti berasumsi jika seorang individu mengetahui kelebihan dan
kekurangan yang ia miliki di dalam dirinya, individu tersebut lebih tahu tindakan apa yang
akan ia lakukan pada situasi-situasi tertentu, seperti situasi yang menimbulkan kecemasan.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ia miliki dapat membuatnya lebih
menerima keadaan atau situasi yang ia alami, sehingga individu tersebut tidak merasakan
kecemasan karena ia tahu apa yang harus ia lakukan dalam menghadapi situasi yang
menimbulkan kecemasan. Hurlock (1992) mengatakan bahwa individu yang mampu
menerima diri sendiri berarti mampu menerima seperti apa adanya dirinya, bukan seperti apa
yang diinginkan, serta memiliki harapan yang sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan hal
tersebut dapat diasumsikan bahwa individu yang lebih menerima dirinya akan lebih memiliki
harapan yang sesuai dengan kemampuannya termasuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
yang ada pada dirinya, sehingga tidak cemas dengan masa depan yang akan ia jalani kelak.
Selain itu hasil dari penelitian ini adalah skor penerimaan diri partisipan berada pada
kategori rata-rata, hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan diri mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia berada dalam kategori rata-rata, tidak terlalu rendah dan tidak

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


terlalu tinggi. Peneliti mengasumsikan bahwa penerimaan diri partisipan cukup baik. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yang berperan pada penerimaan diri
individu yang dikemukakan oleh Hurlock (1992). Salah satu faktornya adalah adanya
pemahaman tentang diri sendiri, mengacu pada faktor ini peneliti berasumsi bahwa ada
kemungkinan karena partisipan adalah mahasiswa Fakultas Psikologi yang mempelajari
tentang perilaku manusia.
Hal ini berarti mereka mempelajari diri mereka sendiri dan orang lain, termasuk dalam
belajar mengenal dirinya sendiri, sehingga mereka dapat merefleksikan diri mereka sendiri.
Sementara hasil dari penelitian mengenai gambaran umum skor total kecemasan menghadapi
masa depan pada partisipan, sebesar 66,3% partisipan memiliki skor kecemasan menghadapi
masa depan dalam kelompok rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan
memiliki kecemasan menghadapi masa depan yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah. Artinya, mahasiswa fakultas Psikologi UI yang menjadi partisipan memiliki tingkat
kecemasan menghadapi masa depan yang sedang.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Uyun (2007) pada
remaja panti asuhan, dengan hasil penelitian tidak ada hubungan antara penerimaan diri dan
kecemasan menghadapi masa depan. Peneliti mengasumsikan bahwa perbedaan konteks
seperti sampel dan karakteristik partisipan yang menyebabkan adanya perbedaan pada hasil
penelitian tersebut dan hasil penelitian yang telah dilakukan. Ada kemungkinan perbedaan
masa perkembangan pada partisipan penelitian, dimana pemikiran akan masa depan masih
jauh dari pemahaman partisipan remaja daripada pemikiran akan masa depan pada remaja
akhir atau dewasa muda yang berada pada tingkat pendidikan tinggi.
Kemungkinan lain adalah perbedaan konteks lingkungan hidup partisipan penelitian
tersebut, dimana partisipan lingkungan panti asuhan mungkin memiliki perasaan senasib
dengan teman-teman di lingkungan tersebut sehingga merasa nyaman dan juga karena ada
dukungan dari yayasan dilingkungan panti asuhan. Sehingga partisipan lebih menerima
keadaannya. Berbeda dengan partisipan penelitian ini yang merupakan mahasiswa di
lingkungan yang perasaan senasib dan dukungan yang tidak sekuat di panti asuhan, sehingga
lebih dapat dipahami bahwa penerimaan diri pada partisipan penelitian ini dalam kategori
rata-rata atau sedang.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penerimaan diri dan kecemasan menghadapi

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


masa depan pada mahasiswa Fakultas Psikologi Univeristas Indonesia. Hal ini berarti,
semakin tinggi penerimaan diri seseorang, maka semakin rendah kecemasan menghadapi
masa depan yang dialaminya.

SARAN
Terkait dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti
memberikan beberapa saran atas kekurangan-kekurangan peneliti dalam penelitian ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Item-item pada alat ukur Unconditional Self-Acceptance Questionnaire yang digunakan
memiliki 10 facet yang masing-masingnya berisi 2 item. Namun melalui hasil uji
reabilitas dan validitas pada penelitian ini, peneliti mengeliminasi item-item yang
memilik nilai r < 0,2. Dari item-item yang dieliminasi terdapat dua item yang mengukur
facet pertama, sehingga peneliti berasumsi bahwa pengukuran setiap facet menjadi
kurang merata dalam alat ukur ini. Saran peneliti adalah sebaiknya pada penelitian
selanjutnya digunakan juga alat ukur penerimaan diri yang lain untuk populasi yang sama
dalam penelitian ini.
2. Populasi yang digunakan pada penelitian ini kurang luas yaitu mahasiswa Fakultas
Psikologi UI, sehingga untuk penelitian selanjutnya sebaiknya populasi diperluas,
misalnya mahasiswa Universitas Indonesia dengan sampel dari berbagai fakultas agar
hasil penelitian dapat digeneralisasikan.

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


DAFTAR PUSTAKA

American Psychological Association (APA).


http://www.apa.org/support/about/apa/psychology.aspx#answer
Baumgartner, H., Pieters, R., & Bagozzi, R. P. (2008). Future-oriented emotions:
conseptualization and behavioral effects. European Journal of Social Psychology 38,
685-696
Ceyhan, A. A. (2006). An investigation of adjustment levels of Turkish university students
with respect to perceived communication skill levels. Social Behavior and Personality,
34(4), 367-379.
Ceyhan, A. A & Ceyhan, E. (2010). Investigation of university students’ self-acceptance and
learned resourcefulness: a longitudinal study. Springer Science Bussiness Media B.V, 22
Juli.
Chamberlain, J. M. (1999). An empirical test of rational-emotive behavior therapy’s
unconditional self-acceptance theory. Washington, D. C: Faculty of the College of Arts
and Sciences of America University.
Chamberlain, J. M. & Haaga, D. A. F. (2001). Unconditional self-acceptance and
psychological health. Journal of Rational-emotive & Cognitive-Behavior Therapy, Vol
19, No. 3
Darajat, Z. (1976). Perawatan jiwa untuk anak-anak. Jakarta : Penerbit Bulan Bintang.
Godin, J. (2010). The effect of the enneagram on psychological well-being and unconditional
self-acceptance of young adults. Iowa State University.
Haber, A. & Runyon, R. P. (1984). Pscychology of adjustment. Homewood, Illinois: The
Dorsey Press.
Handayani, M. M., Ratnawati, S., & Helmi, A. F. (1998). Efektifitas pelatihan pengenalan diri
terhadap peningkatan penerimaan dan harga diri. Jurnal Psikologi, No. 2, 47 – 55.
Hurlock, E. B. (1974). Child development. USA: McGraw-Hill Inc.
Hurlock, E. B. (1992). Personality development (5th Ed). New Delhi: Tata McGraw-Hill
Publishing Company Ltd.
Kumar, R. (2005). Research methodology: a step-by-step guide for beginners. London: Sage
Lazarus, R. (1976). Pattern of adjustment and human effectiveness. Tokyo: McGraw-Hill
Kogakusha

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013


Machdan, D, M. & Hartini, N. (2012). Hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan
menghadapi dunia kerja pada Tunadaksa di UPT rehabilitas sosial cacat tubuh
Pasuruan. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1, No. 2, Juni.
Macinnes, D. L. (2006). Self-esteem and self-acceptance: an examination into their
relationship and their effect on psychological health. Journal of Psychiatric and Mental
Health Nursing, 13, 483-489
Nevid, J. S., Rathus, S. A. & Greene, B. (2006). Abnormal psychology in a changing world.
New Jersey : Pearson Prentice Hall.
Wahyudi, A. & Uyun, Q. (2007). Penerimaan diri dengan kecemasan terhadap masa depan
pada remaja panti asuhan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Univeristas Islam Indonesia.
Wolman, B. B. & Stricker, G. (1994). Anxiety and related disorders. New York : John Wiley
& Sons, Inc.
Zaleski, Z. (1996). Future anxiety: concept, measurement adn preliminary research. Person.
Individu. Different Vol. 21, No.2, 165-174

Hubungan antara penerimaan…, Arifa Nadira, FPsi UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai