Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh
gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil
penelitian di Chicago oleh Mihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-
rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar
biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan
emosi ini erat kaitannya dengan kematangan hormon yang terjadi pada remaja. Stres
emosional yang timbul berasal dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu
pubertas.
Salah satu ciri-ciri remaja menurut Allport (1961) adalah berkurangnya egoisme,
sebaliknya tumbuh perasaan saling memiliki. Salah atu tanda yang khas adalah tumbuh
kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya. Kemampuan untuk
menenggang rasa dengan orang yang dicintainya, untuk ikut merasakan penderitaan yang
dialami oleh orang yang dicintainya. Ciri lainnya adalah berkembangnya “ego ideal” berupa
cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan bagaimana wujud ego (diri sendiri) di
masa depan.
Biehler (1972) membagi ciri-Ciri khas emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu:
Selain itu remaja mampu untuk melihat diri sendiri secara objektif yang ditandai
dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri dan kemampuan untuk
menangkap humor termasuk yang menjadikan dirinya sebagai sasaran. Ia tidak marah jika di
kritik dan di saat-saat yang diperlukan ia bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri dan
meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar. Remaja juga memiliki falsafah hidup tertentu,
tanpa perlu merumuskannya atau mengucapkannya dalam kata-kata.
Rasa marah, kesal, sedih atau gembira adalah hal yang wajar yang tentunya sering
dialami remaja meskipun tidak setiap saat. Pengungkapan emosi itu ada juga aturannya.
Supaya bisa mengekspresikan emosi secara tepat, remaja perlu pengendalian emosi. Akan
tetapi, pengendalian emosi ini bukan merupakan upaya untuk menekan atau menghilangkan
emosi melainkan:
Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena remaja kurang mau bersusah
payah menilai sesuatu dengan kepala dingin. Bawaannya main perasaan. Kegagalan
mengekspresikan emosi juga karena kurang mengenal perasaan dan emosi sendiri sehingga
jadi “salah kaprah” dalam mengekspresikannya. Karena itu, keterampilan mengelola emosi
sangatlah perlu agar dalam proses kehidupan remaja bisa lebih sehat secara emosional.
Emosi negatif pada dasarnya dapat diredam sehingga tidak memnimbulkan efek negatif.
Beberapa cara untuk meredam emosi adalah :
Berfikir Positif
Mencoba belajar memahami karakteristik orang lain
Mencoba menghargai pendapat dan kelebihan oranglain
Introspeksi dan mencoba melihat apabila kejadian yang sama terjadi pada diri sendiri,
mereka dapat merasakannya
Bersabar dan menjadi pemaaf
Alih perhatian, ayitu mencoba mengalihkan perhatian pada objek lain dari objek yang
pada mulanya memicu pemunculan emosi negatif
Mengendalikan emosi itu penting. Hal ni didasarkan atas kenyataan bahwa emosi
mempunyai kemampuan untuk mengkomunikasikan diri pada orang lain. Orang-orang yang
dijumpai dirumah atau dikampus akan lebih cepat menanggapi emosi daripada kata-kata.
Kalau seseorang sampai dirumah dengan wajah murung, bahkan terkesan cemberut dan
marah-marah, emosi anggota keluarga yang lain akan bereaksi terhadap emosi tersebut,
sehingga mereka merasa tidak enak atau merasa bersalah dan lain sebagainya.
Pada umunya kenakalan remaja ini dilakukan oleh anak yang berumur antara 15-18
tahun. Kenakalan remaja itu harus diatasi, dicegah dan dikendalikan sedini mungkin agar
tidak berkembang menjadi tindak kriminal yang lebih besar yang dapat merugikan dirinya
sendiri, lingkungan masyarakat dan masa depan bangsa. Adapun masalah yang dihadapi
remaja masa kini antara lain :
Kenali mereka lebih dekat yaitu informasi mengenai remaja dan perubahan2 yang
terjadi di dalam dirinya.
Kenali perubahan fisik pada remaja dan dampaknya terhadap diri anak.
Kenali perubahan emosi remaja dan caranya mencari perhatian orang tua serta reaksi
emosinya dalam menghadapi masalah.
Menciptakan hubungan komunikasi yang hangat, membentuk kebiasaan2 yang positif,
memberlakukan aturan dalam keluarga, menyikapi “kesalahan” anak, “mengambil
hati” anak dan “mencuri perhatian” anak.
Kenali perubahan lingkungan misalnya peran gender serta rasa keadilan antara pria
dan wanita; teman dan permasalahannya; naksir, ditaksir dan pacaran.
Masalah-masalah seksualitas, kelainan seksual dan pengaruh buruk yagn ada di
masyarakat.