Anda di halaman 1dari 5

Hadirin Jamaah Idul Adha Yang Dimuliakan Allah..

Rasa syukur tak putus-putusnya kita haturkan kepada Allah yang


mempertemukan kita dengan hari-hari yang paling utama sepanjang tahun ini. Inilah
hari-hari yang penuh karunia dari Allah dimana setiap amal kebaikan
dilipatgandakan pahala dan balasannya.
Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah menegaskan bahwa tidak ada suatu
hari pun amal shaleh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada hari- hari ini,
yaitu 10 hari pertama Bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya, "Sekalipun jihad di
jalan Allah?" Rasulullah menjawab "Sekalipun jihad di jalan Allah, tidak
mengungguli pahala amal di 10 hari pertama Bulan Dzulhijjah ini. Kecuali ada
seseorang yang keluar dengan diri dan hartanya kemudian tidak kembali sedikiput
darinya."
Di hari ini, kita merayakan Idul Qurban, dengan amalan terbaiknya
menyembelih hewan sebagai bentuk ketundukan kita melaksanakan perintah Allah
Swt. Tidak akan sampai daging dan darah hewan itu kepada Allah. Yang sampai
kepada-Nya adalah iman dan ketaqwaan kita dalam melaksanakannya.

Allahu Akbar.. Allahu Akbar... Allahu Akbar Wa Lillahil Hamdu Hadirin


Jamaah Idul Adha Yang Berbahagia

Di hari yang mulia ini, totalitas penghambaan kita kepada Allah kembali
diperbaharui. Teladan Nabi Ibrahim alaihissalam dan keluarganya menjadi cermin
sejauh mana ketundukan kita kepada Allah Ta’ala. Nabi Ibrahim dan keluarganya
adalah teladan sempurna tentang penyerahan diri yang utuh kepada Allah dan contoh
yang agung tentang kesungguhan dalam menjalankan dan mendakwahkan ajaran-ajaran
islam.

“Dan ingatlah ketika Rabbmu menguji Ibrahim dengan beberapa perintah, kemudian Ibrahim
melaksanakan dengan sempurna semua perintah-perintah itu” (QS. Al Baqarah: 124)

Ketundukan yang sempurna ini memang kadang tidak dapat dipahami oleh akal
pikiran dan tak dapat diterima oleh perasaan. Yang bisa menerimanya hanyalah jiwa yang
penuh dengan keimanan dan keyakinan. Dan Nabi Ibrahim alaihissalam telah
menunjukkan kepada kita bagaimana keimanan dan keyakinan yang sempurna itu.

Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah untuk berkhitan pada usia 70 tahun, maka
beliau pun segera melaksanakannya dengan segala keterbatasan yang ada. Allah
perintahkan beliau untuk mendakwahkan ajaran islam kepada penguasa paling zalim
pada zamannya, maka beliau pun datang dengan gagah berani.
Nabi Ibrahim bahkan menghancurkan patung-patung yang dipertuhankan oleh
penduduk negeri, berdiri tegar menghadapi maut yang tampak di depan mata seorang
diri. Akibat perbuatannya, beliau divonis untuk dibakar hidup hidup dan hukuman itu
benar-benar dilaksanakan oleh Namrud, raja yang zhalim saat itu.
Setelah selamat dari kobaran api Raja Namrud, Nabi Ibrahim alaihissalam kembali
mendapatkan perintah untuk membawa keluarga ke tengah padang pasir dan
meninggalkan mereka di sana. Orang tua mana yang tega meninggalkan bayinya di
padang pasir hanya bersama ibunya yang lemah?

Nabi Ibrahim pun demikian. Beliau tentu tidak rela melepas anak dan istrinya di
padang tandus itu. Tapi sekali lagi ini adalah perintah Allah, dan perintah Allah adalah
di atas segala-galanya. Iman perlu pembuktian.

Tak sekedar pengakuan di lisan, tapi harus terpatri di dalam hati, dan terbukti dalam
perbuatan. Dan Nabi Ibrahim pun melakukannya dengan ketulusan penghambaan yang
utuh kepada Allah.
Saat anaknya mulai tumbuh besar dalam usianya yang belia, Allah mengizinkan
Nabi Ibrahim untuk menemui keluarganya di padang pasir Hijaz yang dulunya tandus
dan kering, namun kini telah dipenuhi oleh penduduk bersebab adanya Sumur Zam-zam.
Dalam masa ceria pertemuan keluarga, turun perintah yang sangat berat lagi yaitu
menyembelih putranya yang tercinta. Anak tertusuk duri saja, orang tua akan merasa
perih hatinya. Apalagi ketika harus melihat darah mengucur dari leher sang anak oleh
pisau sembelihan ayahnya sendiri. Sang anak tidak kalah tegarnya dalam menyikapi
perintah ini. Dengan hati penuh keimanan, Ismail berkata kepada ayahnya:
“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu!
Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” (QS. Ash Shaffat:
102)

Hati ini tak kuasa menahan haru, mata ini kuasa menahan tangis, bila
membayangkan adegan yang sangat menegangkan tersebut. Ayah, ibu, dan anak saling
mengikhlaskan hati untuk tunduk dan patuh melaksanakan perintah Allah. Sungguh
akal pikiran kita sekali lagi tidak akan sampai bila hanya memahami peristiwa ini
dengan logika semata. Yang bisa memahaminya hanyalah hati yang penuh keyakinan
dan keimanan kepada Allah Swt. Sebab bagaimanapun juga perintah Allah adalah di
atas segalanya…

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd…


Hadirin Jamaah Idul Adha Yang Berbahagia

Nabi Ibrahim adalah panutan kita sebagai hamba Allah yang sejati. Allah sendiri
telah memerintahkan Rasulullah untuk mengikuti jejak langkah Nabi Ibrahim.

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim


seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Allah” (QS. An-Nahl: 123)
Sungguh kebahagiaan yang hakiki adalah ketika kita bertekad untuk mengamalkan
ajaran-ajaran Islam secara kaaffah. Yaitu dengan menjadikan perintah Allah sebagai
prioritas utama dalam hidup ini, menempatkan larangan Allah sebagai pantangan hidup
yang harus kita hindari, dan menerima semua ketentuan Allah dengan penuh kepasrahan
hati.
Inilah makna dari ungkapan “Radhitu billahi rabbaa” Aku puas Allah sebagai Rabbku,
sebagai pengatur dan pelindungku. Maka aku tidak perlu khawatir menjalani hidup, atau
menggantungkan nasib kepada manusia. Sebab aku yakin ada Allah yang mengatur dan
melindungiku.
“Wa bil Islami dinaa” Aku puas Islam sebagai agamaku, sebagai konsep dan jalan
hidupku. Maka aku tidak mencari konsep hidup selain konsep hidup yang sudah diajarkan
oleh Islam.
“Wa bi Muhammadin Nabiyyan Wa Rasuula” Dan aku puas Muhammad sebagai Nabi
dan Rasulku. Menjadi teladan dan pedoman utama dalam hidupku. Maka aku jadikan
kehidupan Rasulullah mulia dan utama sebagai tuntunan menjalani kehidupanku.
Dari Nabi Ibrahim alaihissalam kita belajar untuk memasrahkan jiwa
sepenuhnya kepada Allah, seperti yang tampak dalam ucapan beliau :

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit


dan bumi, dengan teguh kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Allah” (QS. Al An’am: 79)
Ketundukan kita kepada Allah adalah kunci kebahagiaan hidup. Sebab dalam
tuntunan ajaran Islam ini, sudah terkandung segala apa yang kita perlukan dari segi
pendidikan, akhlak, kesehatan, sosial, ekonomi, politik, dan yang lainnya.

Ajaran Allah ini akan membawa kemaslahatan dan keharmonisan dalam


kehidupan umat manusia seluruhnya bila diamalkan dengan sebaik-baiknya.
Pengamalan ajaran agama islam secara utuh pada akhirnya akan melahirkan pribadi
yang baik dengan kesehatan yang prima, rumah tangga yang harmonis, masyarakat
yang rukun dan sejahtera, serta kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman dan
sentosa.
Allah telah menjanjikan dalam Al Qura’an

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl: 97)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd… Hadirin


Jamaah Idul Adha Yang Berbahagia
Ajaran hidup Islami sangat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan
lebih tinggi dari nilai-nilai kemanusian yang dikenal saat ini. Persamaan hak dan keadilan
sosial benar-benar menjadi bagian perintah yang utama dalam Islam dan terdapat contoh
yang jelas dalam kehidupan Rasululllah Saw.
Islam adalah agama kasih sayang yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Islam
menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan, dan melarang keras tindakan
kebencian dan perpecahan. Rasulullah sangat melarang tindakan kekerasan dan
permusuhan kepada orang lain, walaupun berbeda keyakinan, apalagi masih sesama
muslim.
Iman mengantarkan kita kepada kemuliaan, persatuan membawa kita kepada
kebersamaan. Keimanan yang kuat kepada Allah dapat mengumpulkan urusan-urusan
yang berserakan dan menyatukan hati-hati yang bermusuhan.
Sementara persatuan menjadikan kita kokoh menebar kebaikan di seluruh dunia.
Semua keberkahan itu bisa kita dapatkan saat kita berusaha untuk menjadi hamba
Allah yang penuh ketundukan menjalankan segala ketentuanNya.

Anda mungkin juga menyukai