Alhamdullillah, Puja dan Puji syukur kita panjatkan
kehadirat Allah Swt yang telah memberikan karunia luar biasa. Kita dipersatukan melalui Idul Adha, Hari Raya Kurban, kenikmatan yang kita dapatkan sangat banyak sehingga kita sendiri tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat itu. Karena itu, Allah SWT tidak memerintahkan kita untuk menghitung tapi mensyukurinya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada bagi Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat, para tabi’in-tabi’in dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
Kemudian, tidak bosan-bosannya khotib mengajak
diri khotib sendiri dan kepada jama’ah sekalian untuk sama-sama meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Allah SWT. Semakin berganti bulan, semoga iman dan takwa kita semakin meningkat, sehingga Semakin bahagia dunia dan akhirat. Amin ya robbal alamin.
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rahimakumullah,
Pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1443 Hijriah
seluruh umat Islam di seluruh dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya Qurban. Sehari sebelumnya, 9 Dzulhijah 1443 Hijriah, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai ihram putih sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada keistimewaan antar satu bangsa dengan bangsa yang lainnya kecuali takwa kepada Allah.
Alhamdulillah wa syukurillah ‘ala nikmatillah. Bahagia
rasanya kita karena bisa melihat keluarga, sanak saudara, kerabat, hingga teman sesama muslim yang bisa menunaikan rukun Islam yang kelima, setelah sebelumnya terhalang oleh pandemi corona.
Kalimat takbir Allahuakbar, membebaskan kita dari
jiwa-jiwa yang kerdil. Kemudian kita mengucapkan kalimat tahmid walillahilhamd, hanya kepunyaan Alllah segala pujian-pujian itu. Kalau hari ini, jamaah masih gila terhadap pujian, gila akan hormat, gila jabatan. Hal itu tidak pantas, karena segala pujian itu hanya kepunyaan Alllah.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang Dimuliakan oleh
Allah SWT,
Ibadah haji dan Qurban tidak bisa dilepaskan dari
sejarah kehidupan Nabi Ibrahim as, karenanya sebagai teladan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad saw, Ketika kita mengenang kembali manhaj Nabiyullah Ibrahim AS, setidaknya ada tiga hal yang dapat kita ambil hikmahnya dari peristiwa haji dan Qurban dalam merekonstruksi kehidupan kita.
Pertama, memelihara kekuatan aqidah, iman kepada
Allah swt. Nabi Ibrahim as telah mencontohkan kepada kita bagaimana aqidah begitu melekat pada jiwanya sehingga ia berlepas diri dari siapa pun dari kemusyrikan, termasuk orang tuanya yang tidak mau bertauhid kepada Allah swt sebagaimana disebutkan dalam firman Allah diatas, yang artinya:
“Sesungguhnya Telah ada suri teladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orangorang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS Al Mumtahanah [60]:4). Ibadah qurban mengajarkan ketulusan dan kepatuhan kepada Allah dalam segala amal dan perbuatan. Seberat apapun perintah Allah akan dikerjakan dengan patuh dan taat, tidak ada tawar-menawar, apalagi menolaknya.
Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, serta Hajar, telah
membuktikannya. Keyakinan yang mendalam bahwa keputusan Allah adalah yang terbaik bagi hamba-Nya, dan harapan yang kuat bahwa janji Allah pasti akan ditepati, bahwa Allah tidak akan pernah menelantarkan hamba-Nya telah menguatkan hati mereka untuk melakukan pengorbanan yang sangat mahal.
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rahimakumullah,
Yang Kedua, Ketika kita mengenang kembali manhaj
Nabiyullah Ibrahim AS, hikmah yang bisa kita ambil adalah Akhlaqul Karimah.
Kondisi akhlak masyarakat kita sekarang kita akui
masih amat memprihatinkan Apalagi ditambah dengan semakin majunya era teknologi dan media sosial. Lihat saja di negara kita ini. Maksiat semakin merajalela, perampokan, pembunuhan, korupsi hingga saling umpat tidak ada habis-habisnya.
Begitu pula di televisi, para DPR, wakil rakyat masih
saja memperebutkan jabatan. Ribut sini ribut sana. Fitnah sini fitnah sana. Semuanya dipenuhi interupsi, caci maki, hujatan. Apakah itu layak dilihat masyarakatnya? Bila ini terus berlangsung, cepat atau lambat yang lemah dan hancur bukan hanya diri dan keluarga, tapi juga umat dan bangsa. Karena itu melanjutkan misi Nabi Muhammad saw memperbaiki akhlaq menjadi sesuatu yang amat penting. Profil Nabi Ibrahim dan keluarganya serta dari ibadah haji yang harus ditunaikan oleh kaum muslimin sekali seumur hidupnya adalah menjauhi segala bentuk keburukan dan melakukan segala bentuk kebaikan.
Akhlaq mulia tercermin dari jawaban Ismail as yang
meskipun begitu siap untuk melaksanakan perintah Allah swt berupa penyembelihan dirinya, namun ia tidak mengklaim dirinya sebagai orang yang paling baik atau paling sabar, tapi ia merasa hanyalah bagian dari orang- orang yang sabar karena generasi terdahulu juga sudah banyak yang sabar, Allah swt menceritakan masalah ini dalam firman-Nya:
Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".(QS Ash Shaffat [37]:102).
Karena buah dari kesabarannya yang dilandasi akhlaq
mulia, Allah SWT, mengganti Ismail AS dengan seekor kambing, sehingga umat Islam disyariatkan untuk melakukan ibadah qurban, yakni memotong binatang ternak, baik kambing, sapi, atau unta, untuk dibagikan kepada sesama, sebagai ketegasan sikap, bahwa kesempurnaan keIslaman kita, tidak hanya terletak pada kualitas ketulusan penghambaan kepada Allah, tetapi juga kerelaan berbagi kapada sesama.
Pelaksanaan perintah berqurban, mengajarkan kita untuk
tidak menjadikan kecintaan kita kepada hal-hal yang bersifat duniawi, baik itu berupa keluarga, harta benda, bahkan jiwa, adalah segala-galanya, dan menjadikannya sebagai alasan pembenar untuk berbuat dzalim dan aniaya kepada sesama.
Risalah qurban adalah penegasan bahwa mengorbankan
orang lain untuk dan atas nama apapun, tidak dapat dibenarkan, dan tidak boleh terjadi. Risalah qurban adalah perintah untuk memangkas sifat-sifat kebinatangan pada diri manusia. Semoga Allah SWT membukakan hati kita, hati saudara kita, hati para pemimpin kita, untuk meresapi makna perjuangan dan pengorbanan untuk menciptakan kesejahteraan bagi sesama, sehingga cita-cita untuk mewujudkan negeri yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan dapat tercapai.
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rahimakumullah,
Yang Ketiga, Ketika kita mengenang kembali manhaj
Nabiyullah Ibrahim AS, hikmah yang bisa kita ambil adalah persaudaraan sosial dan persaudaraan Islam Dalam ibadah haji, kaum muslimin dari seluruh dunia dengan berbagai latar belakang yang berbeda bisa bertemu, berkumpul dan beribadah di tempat yang sama, bahkan dengan pakaian yang sama. Ini semua seharusnya sudah cukup untuk memberi pelajaran betapa persaudaraan antar sesama kaum muslimin memang harus kita bangun.
Dalam konteks kehidupan kita sekarang, mungkin saja
kita berbeda-beda suku dan bangsa, organisasi sosial dan politik, dalam kelompok-kelompok aliran atau pemahaman keagamaan, bahkan berbeda dalam penetapan Hari Raya Idul Adha, tapi semua itu seharusnya tidak membuat kita menjadi begitu fanatik lalu merasa benar sendiri dan menganggap kelompok lain sebagai kelompok yang salah. Harus kita ingat bahwa ukhuwah merupakan bukti keimanan dan bila ini belum kita wujudkan pertanda lemahnya keimanan yang kita miliki, Allah swt berfirman:
Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Al-Hujurat ayat 10). Kita amat menyayangkan bila banyak orang mau jadi pejabat tapi tidak mampu mempertanggungjawabkannya, jangankan di hadapan Allah swt, di hadapan masyarakat saja sudah tidak mampu, inilah pemimpin yang amat menyesali jabatan kepemimpinannya, Rasulullah saw bersabda: Artinya: Abu Dzar RA berkata: Saya bertanya, Ya Rasulullah mengapa engkau tidak memberiku jabatan? Maka Rasulullah menepukkan tangannya pada pundakku, lalu beliau bersabda: Hai Abu Dzar, sungguh kamu ini lemah, sedangkan jabatan adalah amanah, dan jabatan itu akan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari kiamat, kecuali bagi orang yang memperolehnya dengan benar dan melaksanakan kewajibannya dalam jabatannya (HR. Muslim)
Ibadah haji dan kurban yang disyariatkan bagi umat ini,
diantara pesan tekstual yang Allah sampaikan adalah agar mampu memberikan manfaat bagi sesama manusia.
Ketika menjadi anak ia pandai membahagiakan orang
tua, tidak membuatnya susah dan menderita, menjadi kebanggaan dan pelita hati mereka. Ketika menjadi suami, pandai membahagiakan istri dan anak-anaknya, tidak melakukan perbuatan yang mengganggu perasaan dan eksistensinya, demikian juga ketika menjadi istri, ia pandai membahagiakan suami, dan anak-anaknya, menyayangi dengan penuh cinta. Ketika menjadi tetangga, ia adalah tetanga yang baik yang tidak menjadi ancaman bagi tetangga lainnya, mampu menghadirkan rasa aman dan kehormatan bagi tetangga di sekitarnya. Menjauhi segala tindakan dan perbuatan yang mengganggu apalagi melukainya. Ketika menjadi pejabat ia berguna bagi rakyatnya, tidak melakukan perbuatan yang merugikan, memberatkan, apalagi mendzaliminya. Dan lain sebagainya.
Akhirnya, Marilah kita jadikan Hikmah Haji dan Qurban
ini sebagai pencerahan dalam memperkuat akidah, akhlaq, solidaritas dan soliditas keummatan, kebangsaan dan kemanusiaan kita. Hubungan yang dibangun di atas landasan iman dan taqwa, dihiasi dengan akhlak mulia yang tertuang dalam pola saling menghargai dan menghormati, memahami perbedaan sebagai sebuah kenyataan, tidak untuk dibenturkan tetapi keniscayaan yang harus diterima dan dikelola dengan sebaik-baiknya.
Demikian khutbah idul adha kali ini, semoga Allah SWT
melunakkan hati kita untuk menerima hidayah dan syariahnya, melunakkan hati kita untuk lebih peduli kepada sesama. Amin ya Rabbal Aalamiin. Khutbah Kedua:
Ya Allah, kami sadar sungguh begitu banyak nikmat
dan karuniamu yang tidak pernah putus kpd kami, namun baru sedikit yang kami ikhlaskan, yang kami persembahkan, dan kami korbankan untuk semata-mata mengabdi dijalanmu. Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami sering lupa, tidak menghargai petunjukmu, kami buta, kami bisu, kami sombong di hadapanmu.
Kami masih merasa paling pintar, paling kuat, egois,
padahal kami paling bodoh, kami paling lemah dihadapanmu. Kami merasa paling terhormat, paling berkuasa, paling mulia, padahal kami paling rendah dan hina dihadapanmu Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim. Maafkan dan ampuni kami Ya Allah. Jangan jadikan semua itu halangan kami untuk melewati jembatan shiratal mustaqim-Mu Ya Allah. Ya Allah, mantapkanlah hati kami, naungkanlah kami dengan cahayamu Ya Allah, agar kami bisa membawa diri sebagai khalifahmu di muka bumi ini..