STPN YOGYAKARTA 2019 M/1440 H “Berkurban adalah cara kita berbagi dengan yang membutuhkan. Karena satu helai rambut kurban adalah satu kebaikan.”
SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA
1 Dzulhijah 1440 H / 11 Agustus 2019
SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN
NASIONAL YOGYAKARTA Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh … Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil Hamd Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan asma-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah SWT. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung- relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah SWT. Melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian, marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah SWT. Betapapun perkasanya kita, masih lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa. Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah SWT Hari ini jutaan manusia, dengan kesadaran keagamaan yang tulus, kembali mengenang peristiwa keagamaan yang sangat bernilai. Mencoba merefleksikan maknanya pada berbagai bentuk ritual yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka jutaan manusia, dari berbagai etnik, suku, dan bangsa di seluruh penjuru dunia, mengumandangkan takbîr, tahmîd, dan tahlîl, sebagai refleksi dari rasa syukur dan sikap kehambaan mereka kepada Allah SWT. Sementara jutaan yang lain sedang membentuk lautan manusia di tanah suci Makkah al Mukaramah, menjadi sebuah panorama menakjubkan yang menggambarkan eksistensi manusia di hadapan kebesaran RabbNya, Allah Yang Maha Agung. Mereka serempak menyatakan kesediaannya untuk memenuhi panggilan- Nya,“Labbaika Allâhumma labbaîk, labbaika lâ syarika laka labbaîk, innal hamda wan ni’mata laka wal mulk, lâ syarîka lak.”
Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh …
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil Hamd Idul Adha dinamakan hari Raya Haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban. Qurban itu sendiri artinya dekat, sehingga Qurban ialah menyembelih hewan ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,Dalam ibadah qurban, Nabi Ibrahim Alaihissalâm tampil sebagai manusia pertama yang mendapat ujian pengorbanan dari Allah SWT. Ia harus menunjukkan ketaatannya yang totalitas dengan menyembelih putra kesayangannya yang dinanti kelahirannya sekian lama. Andaikan Ibrahim manusia yang lemah, tentu akan sulit untuk menentukan pilihan. Salah satu diantara dua yang memiliki keterikatan besar dalam hidupnya; Allah atau Isma’il. Berdasarkan rasio normal, boleh jadi Ibrahim akan lebih memilih Ismail dengan menyelamatkannya dan tanpa menghiraukan perintah Allah tersebut. Namun ternyata Ibrahim adalah sosok hamba pilihan Allah yang siap memenuhi segala perintah-Nya, dalam bentuk apapun. Ia tidak ingin cintanya kepada Allah memudar karena lebih mencintai putranya. Akhirnya ia memilih Allah dan mengorbankan Isma’il yang akhirnya menjadi syariat ibadah qurban bagi umat nabi Muhammad SAW. Karena itu, dengan melihat keteladanan berqurban yang telah ditunjukkan oleh seorang Ibrahim, apapun Isma’il kita, apapun yang kita cintai, qurbankanlah manakala Allah menghendaki. Janganlah kecintaan terhadap isma’il-isma’il itu membuat kita lupa kepada Allah. Tentu, negeri ini sangat membutuhkan hadirnya sosok Ibrahim yang siap berbuat untuk kemaslahatan orang banyak meskipun harus mengorbankan apa yang dicintainya Sesungguhnya apa yang dipancangkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihissalâm itu adalah sebuah momentum sejarah yang menentukan perjalanan hidup manusia sampai sekarang ini. Ia menghendaki sebuah masyarakat ideal yang bersih, yang merupakan refleksi otentik interaksinya dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai luhur, dan tata aturan (syarî’ah) yang telah menjadi dasar kehidupan bersama. Sebab idealitas dan kebersihan sebuah masyarakat hanya mungkin terjadi jika terdapat kesesuaian antara realitas aktual dengan keyakinan (‘aqîdah),nilai- nilai luhur (akhlâq), dan tata aturan (syarî’ah) yang diyakini, yang refleksinya adalah: “terbangunnya kehidupan yang seimbang dan tenteram; strukturnya yang stabil dan kokoh; dan produktivitasnya laksana kebun yang pohon-pohonnya rindang yang akar-akarnya kokoh menghunjam ke bumi,tertata dan terawat, enak dipandang, dan buah (kemanfaatan)-nya tidak mengenal musim, serta sekaligus menjadi tempat persemaian generasi mendatang.Sebagaimana Allah SWT gambarkan dalam firman-Nya QS Ibrâhîm/14: 24-25
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS Ibrâhîm/14: 24-25)
Sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan tata kehidupan
yang telah dipancangkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihis salâm itulah yang terbukti melahirkan cita-cita ketenteraman dan kemakmuran hidup manusia. Itulah agama Nabi Ibrahim ‘Alaihis salâm, agama Islam yang tulus dan jelas. Tidak ada yang membencinya kecuali orang yang medhalimi, memerbodoh, dan merendahkan dirisendiri. Nabiyuallah Ibrahim ‘Alaihis salâm adalah suri tauladan abadi. Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan tata aturan illahiah selalu menjadi contohhidup sepanjang masa. “Ketika Allah berfirman kepadanya, “Tunduk patuhlah (berislamlah),” maka ia tidak pernah menunda- nundanya walau hanya sesaat, tidakpernah terbetik rasa keraguan sedikit pun, apa lagi melakukan penyimpangan. Ia menerima perintah itu dengan seketika dan dengan penuh ketulusan. Sebagaimanya firmanNyaQS al-Baqarah/2: 131 “Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk
patuhlah!” Ibrahim pun menjawab: "Aku tunduk patuh
kepada Tuhan semesta alam.” (QS al- Baqarah/2: 131)
Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh …
Ternyata keislaman Ibrahim ‘Alaihis salâm tidak hanya untuk dirinya sendiri, ketundukannya kepadaajaran- ajaran dan syari’at Allah bukan hanya untuk dirinya sendiri, bahkan tidakhanya untuk generasi sezamannya saja, melainkan untuk seluruh generasi umat manusia.Atas dasar itulah beliau wariskan Islam dan sikap ketundukan kepadanya untukanak cucu sepeninggalnya, untuk generasi berikutnya sampai akhir masa. Sebagaiamana yang allah firmankan dalam QS al-Baqarah/2: 132 yang artinya:
“Dan Ibrahim telah mewasiatkanucapan itu kepada anak-
anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ia berkata): "Hai anak- anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".Wahai anak-anakku! Sesungguhnyaa Allah telah memilih agama ini bagimu!” (QS al-Baqarah/2: 132)
Apa yang diwasiatkan oleh NabiIbrahim ‘Alaihis
salâm dan Nabi Ya’qub ‘Alaihissalâm tersebut jelas mengisyaratkan agar anak cucu mereka, agar generasi sesudahnya menerima dan menegakkan Islam secara utuh serta konsisten dalam merealisasikan cita-cita kesejahteraa. Ketulusan dalam menerima dan menegakkan Islam serta memiliki konsistensi pada cita-cita luhur adalah jaminan untuk memeroleh kesejahteran hidup. Sebaliknya, ketidakpatuhan dan inkonsistensi kepada Islam dapat menjermuskan kehidupan kaum muslimin ke dalam lembah yang penuh nestapa dan akan menjerembabkan manusia ke dalam krisis multi dimensi yang berkepanjangan. Mereka akan menjadi generasi yang rapuh, bertolak belakang dengan harapan Nabi Ibrahim ‘Alaihis salâm. Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh … Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil Hamd Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan Idul Adha ini dalam menjiwai keteladanan nabiyuallah Ibrahim ‘Alaihis salâmadalah, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban. Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah: Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang kuat membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan Rosul- Nya. Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah manfaatnya kembali kepada kita sendiri. Ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata.
Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang
ternak), artinya dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur dalam hati kita Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah SWT Tepatlah apabila Idul Adha ini digunakan menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itulah yang membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail. Demikian sungguh pelajaran yang sangat berharga. Kita selaku generasi masa kini telah berhutang budi kepada generasi-genersai sebelumnya dalam seluruh apa yang kita ni`mati saat ini sebagai hasil dari pengorbanan, perjuangan dan sikap mereka yang mendahulukan kepentingan orang lain. Maka sepatutnyalah jika kita melanjutkan rangkaian pengorbanan mereka itu sehingga kita dapat menyampaikan keni`matan ini kepada generasi berikutnya seperti yang telah dilakukan oleh generasi sebelum kita. Disini hari raya Idul Adha kembali hadir untuk mengingatkan kita akan ketinggian nilai ibadah haji dan ibadah qurban yang sarat dengan pelajaran kesetiakawanan, ukhuwwah, pengorbanan dan mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan orang lain dan kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah- mudahan kita semua, para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara.
Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan
pengorbanan yang besar. Hanya orang-orang bertaqwalah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.Mudah-mudahan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara danSemoga akan lahir keluarga-keluarga Ibrahim berikutnya dari bumi tercinta Indonesia ini yang layak dijadikan contoh teladan dalam setiap kebaikan untuk seluruh umat.amiin 3x ya robbal alamin. Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh … Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil Hamd
Dengan sikap khusuk, tawakkal, marilah kita
memohon berdoa kepada Allah SWT, dengan satu harapan, semoga Allah selalu memberikan maghfirah, rahmat, hidayah serta ridho-Nya kepada kita semua, BIOGRAFI IMAM/KHOTIB IDUL ADHA
Nama: Dr. H. M. Nursikin, S. Ag., M.Si, M.Ag dilahirkan di
kendal 14 Nopember 1976, alamat Perm Sewon Indah B5 Pangggungharjo Sewon Bantul/Jl. Golo No. 34 Pandeyan Umbulharjo Yogyakarta, No. telp. 081 826 3748/ 0274 4530982 Pendidikan terakhir pascasarjana Doktoral S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, istri Hj. Ramajiatun S, anak M. Hilmi Yasa Maulana dan M. Nabil Arka Maulana, pendidikan non formal yang telah ditempuh Pondok pesantren Annur Kersan Pegandon Kendal Jawa Tengah, Pondok pesantren Puncakwangi sukorejo kendal, Pondok pesantren Darul Falah Tahfidhul Qur’an Jekulo Kudus jawa tengah, Pondok pesantren Fauzul Muslimin Kotagede Yogyakarta, Pendidikan Bahasa Arab di UII Yogyakarta, Pendidikan bahasa Arab di UIN Yogyakarta, Pendidikan Bahasa Inggris NTC Yogyakarta, Pendidikan Bahasa Inggris UIN Sunan Kalijaga, Pendidikan Bahasa Inggris UNY. Menjadi dosen diberbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, Dosen tamu Agama Islam di STIE Widya Wiwaha Yogyakarta, dosen tamu di IAIN Purwokerto, dosen tamu di UII Yogyakarta, dosen tamu di UNMuh Ponorogo, dosen tamu di UAD Yogyakarta, dosen diSTIKES AKBIDYO Yogyakarta, Dosen pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga dan Dosen S1 sarjana dan pascasarjana di IAIN Salatiga sampai sekarang. Menjadi ustadz diberbagai jama’ah pengajian baik di Yogyakarta atau diluar Yogyakarta. “Man Jadda Wajada”