Anda di halaman 1dari 16

KHUTBAH IDHUL ADHA

MENJIWAI KETELADANAN
NABI IBRAHIM Alaihissalâm

Oleh
Ust. Dr. H. M. Nursikin, S.Ag., M.Si, M.Ag

LAPANGAN SEPAK BOLA


STPN YOGYAKARTA
2019 M/1440 H
“Berkurban adalah cara kita berbagi dengan yang
membutuhkan. Karena satu helai rambut kurban
adalah satu kebaikan.”

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA


1 Dzulhijah 1440 H / 11 Agustus 2019

SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN


NASIONAL YOGYAKARTA
Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh …
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil Hamd
Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita
berkumpul melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita
laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan
taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan asma-Nya,
kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan
pengakuan atas keagungan Allah SWT. Takbir yang kita
ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi
merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan
menggetarkan relung- relung jiwa manusia yang beriman.
Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di
sembah kecuali Allah SWT.
Melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya
sendiri dan juga kepada hadirin sekalian, marilah
tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang
Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan
kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah
SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita sandang, kita
kecil di hadapan Allah SWT. Betapapun perkasanya kita,
masih lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun
hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tidak berdaya
dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah SWT
Hari ini jutaan manusia, dengan kesadaran
keagamaan yang tulus, kembali mengenang peristiwa
keagamaan yang sangat bernilai. Mencoba merefleksikan
maknanya pada berbagai bentuk ritual yang telah diajarkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka jutaan manusia, dari
berbagai etnik, suku, dan bangsa di seluruh penjuru dunia,
mengumandangkan takbîr, tahmîd, dan tahlîl, sebagai
refleksi dari rasa syukur dan sikap kehambaan mereka
kepada Allah SWT. Sementara jutaan yang lain sedang
membentuk lautan manusia di tanah suci Makkah al
Mukaramah, menjadi sebuah panorama menakjubkan yang
menggambarkan eksistensi manusia di hadapan kebesaran
RabbNya, Allah Yang Maha Agung. Mereka serempak
menyatakan kesediaannya untuk memenuhi panggilan-
Nya,“Labbaika Allâhumma labbaîk, labbaika lâ syarika
laka labbaîk, innal hamda wan ni’mata laka wal mulk, lâ
syarîka lak.”

Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh …


Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil Hamd
Idul Adha dinamakan hari Raya Haji, juga
dinamakan “Idul Qurban”, karena merupakan hari raya
yang menekankan pada arti berkorban. Qurban itu sendiri
artinya dekat, sehingga Qurban ialah menyembelih hewan
ternak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,Dalam
ibadah qurban, Nabi Ibrahim Alaihissalâm tampil sebagai
manusia pertama yang mendapat ujian pengorbanan dari
Allah SWT. Ia harus menunjukkan ketaatannya yang
totalitas dengan menyembelih putra kesayangannya yang
dinanti kelahirannya sekian lama. Andaikan Ibrahim
manusia yang lemah, tentu akan sulit untuk menentukan
pilihan. Salah satu diantara dua yang memiliki keterikatan
besar dalam hidupnya; Allah atau Isma’il. Berdasarkan
rasio normal, boleh jadi Ibrahim akan lebih memilih Ismail
dengan menyelamatkannya dan tanpa menghiraukan
perintah Allah tersebut. Namun ternyata Ibrahim adalah
sosok hamba pilihan Allah yang siap memenuhi segala
perintah-Nya, dalam bentuk apapun. Ia tidak ingin cintanya
kepada Allah memudar karena lebih mencintai putranya.
Akhirnya ia memilih Allah dan mengorbankan Isma’il
yang akhirnya menjadi syariat ibadah qurban bagi umat
nabi Muhammad SAW. Karena itu, dengan melihat
keteladanan berqurban yang telah ditunjukkan oleh seorang
Ibrahim, apapun Isma’il kita, apapun yang kita cintai,
qurbankanlah manakala Allah menghendaki. Janganlah
kecintaan terhadap isma’il-isma’il itu membuat kita lupa
kepada Allah. Tentu, negeri ini sangat membutuhkan
hadirnya sosok Ibrahim yang siap berbuat untuk
kemaslahatan orang banyak meskipun harus
mengorbankan apa yang dicintainya
Sesungguhnya apa yang dipancangkan oleh Nabi
Ibrahim ‘Alaihissalâm itu adalah sebuah momentum
sejarah yang menentukan perjalanan hidup manusia sampai
sekarang ini. Ia menghendaki sebuah masyarakat ideal
yang bersih, yang merupakan refleksi otentik interaksinya
dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai luhur, dan tata
aturan (syarî’ah) yang telah menjadi dasar kehidupan
bersama. Sebab idealitas dan kebersihan sebuah
masyarakat hanya mungkin terjadi jika terdapat kesesuaian
antara realitas aktual dengan keyakinan (‘aqîdah),nilai-
nilai luhur (akhlâq), dan tata aturan (syarî’ah) yang
diyakini, yang refleksinya adalah: “terbangunnya
kehidupan yang seimbang dan tenteram; strukturnya yang
stabil dan kokoh; dan produktivitasnya laksana kebun yang
pohon-pohonnya rindang yang akar-akarnya kokoh
menghunjam ke bumi,tertata dan terawat, enak dipandang,
dan buah (kemanfaatan)-nya tidak mengenal musim, serta
sekaligus menjadi tempat persemaian generasi
mendatang.Sebagaimana Allah SWT gambarkan dalam
firman-Nya QS
Ibrâhîm/14: 24-25

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat


perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik,
akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon
itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu
untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS Ibrâhîm/14:
24-25)

Sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan tata kehidupan


yang telah dipancangkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihis salâm
itulah yang terbukti melahirkan cita-cita ketenteraman dan
kemakmuran hidup manusia. Itulah agama Nabi Ibrahim
‘Alaihis salâm, agama Islam yang tulus dan jelas. Tidak
ada yang membencinya kecuali orang yang medhalimi,
memerbodoh, dan merendahkan dirisendiri. Nabiyuallah
Ibrahim ‘Alaihis salâm adalah suri tauladan abadi.
Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan
tata aturan illahiah selalu menjadi contohhidup sepanjang
masa. “Ketika Allah berfirman kepadanya, “Tunduk
patuhlah (berislamlah),” maka ia tidak pernah menunda-
nundanya walau hanya sesaat, tidakpernah terbetik rasa
keraguan sedikit pun, apa lagi melakukan penyimpangan.
Ia menerima perintah itu dengan seketika
dan dengan penuh ketulusan. Sebagaimanya firmanNyaQS
al-Baqarah/2: 131
“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk

patuhlah!” Ibrahim pun menjawab: "Aku tunduk patuh


kepada Tuhan semesta alam.” (QS al- Baqarah/2: 131)

Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh …


Ternyata keislaman Ibrahim ‘Alaihis salâm tidak
hanya untuk dirinya sendiri, ketundukannya kepadaajaran-
ajaran dan syari’at Allah bukan hanya untuk dirinya
sendiri, bahkan tidakhanya untuk generasi sezamannya
saja, melainkan untuk seluruh generasi umat manusia.Atas
dasar itulah beliau wariskan Islam dan sikap ketundukan
kepadanya untukanak cucu sepeninggalnya, untuk generasi
berikutnya sampai akhir masa. Sebagaiamana yang allah
firmankan dalam QS al-Baqarah/2: 132 yang artinya:

“Dan Ibrahim telah mewasiatkanucapan itu kepada anak-


anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ia berkata): "Hai anak-
anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam".Wahai anak-anakku!
Sesungguhnyaa Allah telah memilih agama ini bagimu!”
(QS al-Baqarah/2: 132)

Apa yang diwasiatkan oleh NabiIbrahim ‘Alaihis


salâm dan Nabi Ya’qub ‘Alaihissalâm tersebut jelas
mengisyaratkan agar anak cucu mereka, agar generasi
sesudahnya menerima dan menegakkan Islam secara utuh
serta konsisten dalam merealisasikan cita-cita kesejahteraa.
Ketulusan dalam menerima dan menegakkan Islam serta
memiliki konsistensi pada cita-cita luhur adalah jaminan
untuk memeroleh kesejahteran hidup. Sebaliknya,
ketidakpatuhan dan inkonsistensi kepada Islam dapat
menjermuskan kehidupan kaum muslimin ke dalam
lembah yang penuh nestapa dan akan menjerembabkan
manusia ke dalam krisis multi dimensi yang
berkepanjangan. Mereka akan menjadi generasi yang
rapuh, bertolak belakang dengan harapan Nabi Ibrahim
‘Alaihis salâm.
Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh …
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil Hamd
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan Idul
Adha ini dalam menjiwai keteladanan nabiyuallah Ibrahim
‘Alaihis salâmadalah, bahwa hakikat manusia adalah sama.
Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang
menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah
memberi gambaran bahwa kelak manusia akan
dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai
pertanggung jawaban. Di samping itu, kesan atau i’tibar
yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah:
Pertama, Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai
upaya yang kuat membentuk anak yang sholih,
menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang berbakti
kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan
Rosul- Nya.
Kedua, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah
digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus
disambut dengan tekad sami’na wa ‘atha’na. Karena
sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah
manfaatnya kembali kepada kita sendiri.
Ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus
mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan
Allah SWT. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret
manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka
janganlah mengikuti bujuk rayu syaithon, karena
sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata.

Keempat, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang


ternak), artinya dengan matinya hayawan ternak, kita
buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa nafsu
hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh
subur dalam hati kita
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah SWT
Tepatlah apabila Idul Adha ini digunakan
menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri kita
tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan.
Sebab pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar
dalam sejarah umat manusia itulah yang membuat Ibrahim
menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan
mempunyai arti besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah
kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh
dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak
ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras
berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang
paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi
Ismail.
Demikian sungguh pelajaran yang sangat berharga.
Kita selaku generasi masa kini telah berhutang budi kepada
generasi-genersai sebelumnya dalam seluruh apa yang kita
ni`mati saat ini sebagai hasil dari pengorbanan, perjuangan
dan sikap mereka yang mendahulukan kepentingan orang
lain. Maka sepatutnyalah jika kita melanjutkan rangkaian
pengorbanan mereka itu sehingga kita dapat
menyampaikan keni`matan ini kepada generasi berikutnya
seperti yang telah dilakukan oleh generasi sebelum kita.
Disini hari raya Idul Adha kembali hadir untuk
mengingatkan kita akan ketinggian nilai ibadah haji dan
ibadah qurban yang sarat dengan pelajaran
kesetiakawanan, ukhuwwah, pengorbanan dan
mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan orang lain
dan kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-
mudahan kita semua, para pemimpin kita, elit-elit kita,
dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan
pribadi dan kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan
kemakmuran masyarakat, bangsa dan negara.

Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan


pengorbanan yang besar. Hanya orang-orang bertaqwalah
yang sanggup melaksanakan perjuangan dan pengorbanan
ini dengan sebaik-baiknya.Mudah-mudahan Idul Adha kali
ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela
berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara
danSemoga akan lahir keluarga-keluarga Ibrahim
berikutnya dari bumi tercinta Indonesia ini yang layak
dijadikan contoh teladan dalam setiap kebaikan untuk
seluruh umat.amiin 3x ya robbal alamin.
Ma’âsyiral Muslimîn - Muslimaat Rahimakumullâh …
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Wa Lillâhil
Hamd

Dengan sikap khusuk, tawakkal, marilah kita


memohon berdoa kepada Allah SWT, dengan satu harapan,
semoga Allah selalu memberikan maghfirah, rahmat,
hidayah serta ridho-Nya kepada kita semua,
BIOGRAFI IMAM/KHOTIB IDUL ADHA

Nama: Dr. H. M. Nursikin, S. Ag., M.Si, M.Ag dilahirkan di


kendal 14 Nopember 1976, alamat Perm Sewon Indah B5
Pangggungharjo Sewon Bantul/Jl. Golo No. 34 Pandeyan
Umbulharjo Yogyakarta, No. telp. 081 826 3748/ 0274
4530982 Pendidikan terakhir pascasarjana Doktoral S3 UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, istri Hj. Ramajiatun S, anak M.
Hilmi Yasa Maulana dan M. Nabil Arka Maulana,
pendidikan non formal yang telah ditempuh Pondok
pesantren Annur Kersan Pegandon Kendal Jawa Tengah,
Pondok pesantren Puncakwangi sukorejo kendal, Pondok
pesantren Darul Falah Tahfidhul Qur’an Jekulo Kudus jawa
tengah, Pondok pesantren Fauzul Muslimin Kotagede
Yogyakarta, Pendidikan Bahasa Arab di UII Yogyakarta,
Pendidikan bahasa Arab di UIN Yogyakarta, Pendidikan
Bahasa Inggris NTC Yogyakarta, Pendidikan Bahasa
Inggris UIN Sunan Kalijaga, Pendidikan Bahasa Inggris
UNY. Menjadi dosen diberbagai perguruan tinggi baik
negeri maupun swasta, Dosen tamu Agama Islam di STIE
Widya Wiwaha Yogyakarta, dosen tamu di IAIN
Purwokerto, dosen tamu di UII Yogyakarta, dosen tamu di
UNMuh Ponorogo, dosen tamu di UAD Yogyakarta, dosen
diSTIKES AKBIDYO Yogyakarta, Dosen pascasarjana di
UIN Sunan Kalijaga dan Dosen S1 sarjana dan pascasarjana
di IAIN Salatiga sampai sekarang. Menjadi ustadz
diberbagai jama’ah pengajian baik di Yogyakarta atau diluar
Yogyakarta. “Man Jadda Wajada”

Anda mungkin juga menyukai