Anda di halaman 1dari 8

leh Ustadz Irfan S Awwas

Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin

(Arrahmah.com) – Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

‫ مُحَ َّم ٍد‬K‫ َن ِب ِّي َنا‬، َ‫ َوصَ ِّل اللهم َوسَ لِّ ْم عَ َلى سَ ِّي ِد اَأْلوَّ لِ ْينَ َواآلخ ِِر ْين‬. َ‫الظالِ ِم ْين‬
َّ ‫ َوالَ ع ُْد َوانَ ِإالَّ عَ لَى‬، َ‫ َو ْالعَ اقِب َُة ل ِْل ُم َّتقِ ْين‬، َ‫اَ ْلحَ مْ ُد هلِل ِ رَ بِّ ْالعَ الَ ِم ْين‬
ً‫ عَ لَ ْي ِه َوعَ لَى آلِ ِه َوصَ حْ ِب ِه َوسَ لَّ َم َتسْ لِ ْيمًا َك ِثيْرا‬.

ِ ‫ و‬، ‫ هللا ُ َأ ْك َب ُر‬، ‫ هللاُ َأ ْك َب ُر‬، ‫ الَ ِإلَ َه ِإالَّ هللا‬، ‫ هللا ُ َأ ْك َب ُر‬، ‫ هللا ُ َأ ْك َب ُر‬، ‫…هللاُ َأ ْك َب ُر‬
‫هلل الحَ مْ ُد‬

‫هللا ب ُْكرَ ًة َوَأصِ ْيالً … َو َبعْ ُد‬


ِ َ‫ َو ُس ْبحَ ان‬، ً‫ َو ْالحَ مْ ُد هلِل ِ َك ِثيْرا‬، ً‫ هللا ُ َأ ْك َب ُر َك ِبيْرا‬:

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

‫ وهلل الحمد‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫… هللا أكبر‬

Kita patut bersyukur kepada Allah Rabbul Alamin, yang dengan kasih sayang-Nya berkenan
menjaga keimanan dan ke-Islaman kita, sehingga kita tetap terpilih sebagai pemeluk Islam,
dan dapat menjalankan ibadah shalat Idul Adha 1435 H pada hari ini.

Tanpa penjagaan dari Allah Malikurrahman, bukan mustahil sewaktu-waktu iman dan Islam
kita berubah sehingga kita menjadi orang munafik, karena tidak konsisten dengan aqidah dan
syariah yang Allah perintahkan untuk dilaksanakan. Boleh jadi juga kita berubah jadi orang
musyrik, karena ridha bertuhan pada selain Allah, menyembah thaghut, dan memuja patung
ataupun berhala. Mungkin saja kita berubah jadi orang kafir, karena mengingkari semua
aqidah dan syariah Islam. Segala kemungkinan yang kita sebutkan tadi, tentulah bukan
harapan orang-orang beriman.

Kemudian, shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, para shahabatnya, para tabi’in, dan
tabi’ut tabi’in, serta siapa saja yang mengikuti petunjuk beliau hingga yaumul qiyamah. Hari
yang tiada lagi bermanfaat harta dan anak bagi pemiliknya, kecuali bagi mereka yang datang
menghadap Allah subhanahu wa ta’ala dengan hati yang ikhlas.

Kita ridha Islam sebagai agama dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Maka marilah kita
bertaqwa agar kita menjadi makhluk yang paling mulia di sisi Allah, diampuni dosa-dosa kita,
dan diberi-Nya jalan keluar terhadap problem kehidupan yang kita hadapi. Sesungguhnya
Allah telah mengingatkan kita di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya:

َ ‫ِر َل ُك ْم ُذ ُنو َب ُك ْم َو َمنْ يُطِ ِع هللاَ َورَ سُولَ ُه َف َق ْد َف‬Kْ ‫) يُصْ لِحْ َل ُك ْم َأعْ مَالَ ُك ْم َوي َْغف‬70( ‫ِيدا‬
( ‫از َف ْو ًزا عَظِ يمًا‬ ِ ‫يَا َأ ُّيهَا الَّذِينَ آ َم ُنوا ا َّتقُوا‬
ً ‫هللا َوقُولُوا َق ْواًل سَ د‬
)71

“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang
benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik dan
dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (Qs. Al-Ahzab, 33: 70-71)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

‫ وهلل الحمد‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫… هللا أكبر‬

Setiap kali umat Islam merayakan Idul Adha, kita merasakan kegembiraan yang lahir dari
pantulan cahaya tauhid, cahaya iman, dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Pada
hari ini kaum muslimin mewujudkan keimanan mereka dengan menunaikan rukun Islam ke
lima, ibadah haji ke Baitullah, dan melaksanakan shalat Idul Adha kemudian dilanjutkan
dengan penyembelihan hewan qurban untuk melestarikan sunah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Seperti diperintahkan di dalam Al-Qur’an, ibadah haji merupakan karunia Ilahy, tapi tidak
semua orang bisa meraihnya karena berbagai alasan. Berapa banyak orang yang memiliki
kecukupan harta, sehat fisik dan rohaninya, namun ia tidak berniat sungguh-sungguh
berangkat ke baitullah al-haram, sehingga ia tidak dapat menyambut panggilan Allah itu.
Sebaliknya, berapa banyak orang yang berniat haji, ingin berangkat ke tanah suci Makkah,
namun tidak memiliki kemampuan harta atau sedang mengalami sakit yang menghalangi
mereka menunaikan rukun Islam ke lima itu.

Bagi orang beriman, ibadah haji memiliki pesona dan daya tarik luar biasa, sehingga banyak
orang yang sudah berhaji berkali-kali, ingin mengulanginya lagi dan lagi. Bahkan di negeri
kita, seseorang yang begitu rindu memenuhi panggilan Ilahy namun tidak memiliki
kemampuan harta, sehingga terpaksa menempuh jalan yang bagi kebanyakan orang tidak
masuk akal, yang sekarang kita kenal dengan haji nunut. Subhanallah, Maha Benar Allah
dengan firman-Nya:

‫ْأ‬ ‫ْأ‬
ِ ‫َوَأ ِّذنْ فِي ال َّن‬
ٍ ‫اس ِب ْالحَ ِّج َي ُتوكَ ِرجَ ااًل َوعَ لَى ُك ِّل ضَ ام ٍِر َي تِينَ مِنْ ُك ِّل َف ٍّج عَ م‬
)27( ‫ِيق‬
“Wahai Ibrahim, umumkanlah kepada semua manusia untuk beribadah haji, niscaya mereka
akan datang memenuhi seruanmu dengan berjalan kaki dan mengendarai onta yang cekatan
dari tempat-tempat yang jauh.” (Qs. Al-Hajj, 22: 27)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

‫ وهلل الحمد‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫… هللا أكبر‬

Seruan untuk menunaikan ibadah haji dan menyembelih hewan qurban, yang
dikumandangkan oleh Nabi Ibrahim telah berlangsung berabad-abad lamanya, dan disambut
oleh berjuta-juta umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Sebagai bagian dari umat Islam sedunia, bangsa Indonesia dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia mendapatkan quota untuk jamaah haji sekitar 200 ribu orang. Jika
dianalogikan sebuah Universitas, maka setiap tahun bangsa Indonesia menghasilkan alumni
yang telah menunaikan rukun Islam ke lima sebanyak 200 ribu sarjana. Artinya, dari jumlah
penduduk sekitar 200 juta lebih, ada 200 ribu orang yang dikaruniai Allah kemampuan untuk
melaksanakan ibadah haji.

Secara ekonomi, kenyataan ini fantastik. Jika tahun ini ongkos naik haji (ONH) sekitar Rp 30
juta, maka peredaran uang dari aktifitas ini sekitar Rp. 6 trilyun, belum lagi adanya bisnis lain
yang muncul akibat kegiatan ini. Dan secara politik, menunjukan bahwa kekuatan umat Islam
di dalam negeri sangat besar, sehingga aktifitas haji seringkali menjadi obyek kepentingan
partai politik, khususnya partai-partai yang menjual Islam sebagai jargon kampanyenya.

Pertanyaannya, semakin banyak yang berangkat haji, apakah negeri kita semakin berdaulat
dan bermartabat? Apakah grafik iman dan keshalihan masyarakat Indonesia semakin
meningkat ataukah kian merosot? Apakah banyaknya jumlah orang bertitel haji berpengaruh
bagi keadilan sosial, pemberantasan korupsi dan mengatasi dekadensi moral? Jawabannya
sudah kita rasakan dan alami, sungguh memilukan sekaligus memalukan. Bahkan
Departemen Agama yang punya kewenangan dalam penyelenggaraan ibadah haji justru
dicap sebagai departemen paling korup di negara ini.

Kenyataan yang memprihatinkan ini, bisa disalah pahami oleh mereka yang lemah iman,
seolah-olah ibadah kepada Allah, dan keterikatan pada ajaran agama tidak memiliki
kontribusi dalam memperbaiki masyarakat. Sehingga tidak sedikit masyarakat yang apatis
dan berfikir negatif, untuk apa shalat, puasa, haji, jika faktanya korupsi merajalela,
kemaksiatan sudah beranak pinak, generasi muda kian rusak akal dan moralnya. Akibatnya,
orang semakin malas beribadah kepada Allah, semakin cuek pada agama, bahkan berani
menista agama menganggapnya sebagai sumber kekerasan rumah tangga, mencerca Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menghina Allah subhanahu wa ta’ala, seperti
dilakukan mahasiswa UIN di Surabaya. Padahal segala kejahatan itu terjadi disebabkan
pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang salah, menyimpang dari tuntunan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

‫ وهلل الحمد‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫… هللا أكبر‬

Berangkat dari kenyataan ini, bagaimanakah cara kita menumbuhkan keimanan pada Allah,
dan meningkatkan keyakinan bahwa melaksanakan kebajikan yang diajarkan syariah Islam
adalah solusi bagi segala problem kehidupan di dunia ini? Alangkah baiknya, jika momentum
Idul Adha ini kita gunakan untuk mengoreksi sikap beragama kita selama ini. Di satu segi kita
mengaku beragama Islam, tapi dalam kehidupan sehari-hari kita menolak aturan hidup yang
sesuai dengan syariat Islam.

Oleh karena itu, sikap yang benar dalam beragana, menurut Islam adalah menaati Allah
subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya dalam segala urusan. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-
Nya akan mendatangkan keuntung dunia dan akhirat. Sunah Rasul itu bagaikan perahu di
tengah gelombang, yang akan menyelamatkan penumpangnya hingga sampai ke tujuan.
Perhatikanlah firman Allah:

)52( َ‫َو َمنْ يُطِ ِع هللاَ َورَ سُولَ ُه َوي َْخشَ هللاَ َو َي َّت ْق ِه َفُأولَِئكَ ُه ُم ْال َفاِئ ُزون‬

“Siapa saja yang menaati Allah dan Rasul-Nya, takut akan siksa Allah di akhirat, dan
menjauhkan diri dari segala larangan-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang benar-
benar beruntung.” (Qs. An-Nur, 24: 52)

Keberuntungan hidup di dunia dan akhirat merupakan dambaan setiap mukmin. Kita ingin
berjumpa dengan Allah dalam keadaan ridha dan diridhai. Deposito berharga yang dapat
digunakan untuk menyelamatkan diri kelak di akhirat, ditunjukkan Allah subhanahu wa ta’ala
yaitu mendermakan sebagaian harta, menebar ilmu dan memperbanyak amal shalih.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫ َو َولَ ٍد صَ ال ٍِح ي َْدعُو َل ُه‬، ‫ َوعِ ْل ٍم ُي ْن َت َف ُع ِب ِه‬، ‫ار َي ٍة‬


ِ َ‫ مِنْ صَ دَ َق ٍة ج‬: ‫ ِإ َذا َماتَ اِإْل ْنسَ انُ ا ْن َق َطعَ عَ مَل ُ ُه ِإاَّل مِنْ ثَاَل َث ٍة‬.
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu):
sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631)

Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mengingatkan kita, bahwa jika manusia
meninggal dunia, maka segala amalnya terputus, kecuali tiga perkara yang dapat
menyelamatkan dirinya, yaitu:

Pertama, sadaqah jariyah, yaitu wakaf yang kita berikan selama hidup di dunia. Selain itu,
ada infaq, shadaqah yang kita keluarkan, sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain untuk
beribadah dan menaati Allah subhanahu wa ta’ala.

Dalam kaitan ini Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

َّ ‫يَا َأ ُّيهَا الَّذِينَ آ َم ُنوا َأ ْنفِقُوا ِممَّا رَ َز ْق َنا ُك ْم مِنْ َقب ِْل َأنْ َيْأتِيَ ي َْو ٌم اَل َب ْي ٌع فِي ِه َواَل ُخلَّ ٌة َواَل َش َفاعَ ٌة َو ْال َكافِرُونَ ُه ُم‬
)254( َ‫الظالِمُون‬

“Wahai kaum mukmin, keluarkanlah derma dari sebagian harta yang Kami berikan kepada
kalian sebelum datang hari kiamat. Pada hari kiamat tidak ada lagi tebusan dosa. Tidak ada
teman yang dapat menolong orang-orang kafir, dan bagi mereka tidak ada pertolongan dari
Allah. Orang-orang kafir itu benar-benar merugikan diri sendiri.” (Qs. Al-Baqarah, 2: 254)

Mendermakan harta di dunia sebagai persiapan menghadap Allah subhanahu wa ta’ala kelak
di akhirat, merupakan sifat orang beriman. Sedangkan orang yang kikir mendermakan
hartanya di jalan Allah adalah mentalitas orang-orang munafik, yang tidak pernah berniat
mempersiapkan dirinya menghadap Allah. Adakalanya mereka mendermakan hartanya, tapi
bukan untuk meraih keridhaan Allah, bukan untuk menjadikan dirinya semakin cinta pada
kebenaran, melainkan untuk kepentingan dunia, mencari pujian dari orang lain agar disebut
dermawan. Mereka memberi sumbangan pada orang lain untuk mendapatkan popularitas
dan mendapatkan imbal balik dari mereka yang disumbangi.

Misalnya, ada orang memberi sumbangan supaya didukung sebagai anggota DPR/DPRD,
sama sekali bukan untuk memperoleh keridhaan Allah. Ada juga orang yang mencalonkan
diri jadi Gubernur, Bupati atau jabatan lainnya, tiba-tiba dia begitu dermawan, dan rela
menghamburkan uang demi mendapatkan dukungan konstituen.

Sebagaimana orang kafir, menyumbang, memberi bantuan kemanusiaan dengan tujuan


menjauhkan manusia dari jalan Allah. Mereka bangun pabrik bir, mengadakan festival gay
dan lesbian, mereka tak ragu menghanburkan uang. Mereka juga membantu Negara lain
supaya pemerintahnya bersedia membuat aturan dan UU sesuai agenda mereka, yaitu
menjauhkan masyarakat dari syariat Allah. Begitulah faktanya, seperti firman Allah:
( َ‫هللا َفسَ ُي ْنفِقُو َنهَا ُث َّم َت ُكونُ عَ لَي ِْه ْم حَ سْ رَ ًة ُث َّم ي ُْغلَبُونَ َوالَّذِينَ َك َفرُوا ِإلَى جَ َه َّن َم يُحْ َشرُون‬
ِ ‫يل‬ ِ ْ‫صدُّوا عَ ن‬
ِ ‫سَب‬ َ ‫ِإنَّ الَّذِينَ َك َفرُوا ُي ْنفِقُونَ َأ‬
ُ ‫مْوالَ ُه ْم ِل َي‬
)36

“Kaum kafir mendermakan harta mereka untuk menyesatkan manusia dari agama Allah.
Kaum kafir yang telah mendermakan hartanya untuk menyesatkan manusia, mereka kelak
akan menyesal. Kemu dian di medan perang, kaum kafir akan dikalahkan oleh kaum mukmin.
Dan orang-orang kafir di akhirat kelak akan dikumpulkan di neraka Jahannam.” (Qs. Al-Anfal,
8: 36)

Kedua, ilmun yuntafa’u bihi, yaitu ilmu yang bermanfaat yang diajarkan pada masyarakat, dan
tetap bermanfaat setelah meninggal. Seperti dikatakan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib:

Ilmu akan menjaga kita, sedangkan harta sebaliknya, kitalah yang harus menjaganya.
semakin banyak ilmu seseorang semakin banyak orang yang menyayangi dan
menghormatinya. Sedangkan semakin banyak harta, semakin banyak musuh dan orang yang
iri kepadanya. Ilmu jika diamalkan akan semakin bertambah, sedangkan harta jika digunakan
akan semakin bekurang. Pemilik ilmu akan diberi syafaat (pertolongan) di hari akhir kelak,
sedangkan pemilik harta akan dihisab diusut asal muasal hartanya oleh Allah subhanahu wa
ta’ala.

Ketiga, waladun shalih, yaitu anak yang shalih. Kita meninggalkan anak-anak yang shalih,
baik anak itu mendo’akan kita setiap saat atau tidak, tapi keshalihan anak itu saja sudah
menambah pahala yang terus menerus bagi orang tuanya hingga yaumul qiyamah. Maka
jangan biarkan anak-anak kita berkubang dalam kehidupan pergaulan bebas, yang
mengabaikan agama dan menuruti hawa nafsu belaka.

َ‫) ِإاَّل َمنْ َتابَ َوآمَنَ َوعَ ِم َل صَ الِحً ا َفُأولَِئكَ ي َْد ُخلُون‬59( ‫سَوفَ ي َْل َق ْونَ غَ ًّيا‬ َّ ‫َف َخلَفَ مِنْ َبعْ ِد ِه ْم َخ ْلفٌ َأضَاعُوا ال‬
ِ ‫صاَل َة َوا َّت َبعُوا ال َّشه ََوا‬
ْ ‫ت َف‬
ْ
)60( ‫الجَ َّن َة َواَل يُظلَمُونَ َش ْيًئ ا‬ ْ

“Sepeninggal para Nabi datanglah generasi baru yang mengabaikan shalat dan mengikuti
hawa nafsunya. Karena itu mereka pasti ditimpa kebinasaan. Kecuali mereka yang bertobat,
beriman dan beramal shalih. Mereka akan diberi pahala surga, mereka tidak sedikitpun akan
diperlakukan dzalim.” (Qs. Maryam, 19: 59-60)

Oleh karena itu, penting bagi orang tua Muslim untuk mendidik anak-anaknya,
menghantarkan mereka berangkat dewasa dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Hendaknya setiap keluarga Muslim berusaha keras mendidik dan menjadikan anaknya
sebagai aset dunia-akhirat. Sehingga, suatu saat nanti di negeri kita, muncul sarjana ekonomi
sekaligus ahli fiqih dan hafal Al-Qur’an. Seorang profesor di bidang tata Negara sekaligus ahli
hadits dan hafal Al-Qur’an. Seorang doktor di bidang politik, ahli tafsir dan hafidz Al-Qur’an.
Seorang panglima tentara, ahli strategi dan hafal Al-Qur’an. Seorang Presiden yang alim,
shalih dan hafal Al-Qur’an, sehingga memerintah negerinya dengan adil dan beradab di
bawah naungan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

‫ وهلل الحمد‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫… هللا أكبر‬

Setiap orang tua yang beriman kepada Allah tentulah mengharapkan putra-putrinya menjadi
anak yang shalih dan shalihah, dan kelak bersama keluarganya berkumpul di surga. Lalu apa
yang harus dilakukan orang tua untuk meraih harapannya, agar generasi setelahnya lebih
baik bahkan dari orang tuanya sendiri? Inilah yang penting, bagaimana para orang tua
mengoptimalkan amal shalihnya agar memiliki keturunan yang baik, hidup dengan rezki yang
halal dan bersikap dermawan pada saudara muslim lainnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ [ َوالَّذِينَ آ َم ُنوا‬: ‫ ُث َّم َقرَ َأ‬: ‫ َقا َل‬. ‫ ِل َي َقرَّ عَ ْن ُه ْم عَ ْي َن ُه‬، ‫ َوِإنْ َكا ُنوا دُو َن ُه فِي ْالعَ م َِل‬، ‫ِن ِإلَ ْي ِه فِي دَرَ جَ ِت ِه‬
ِ ‫هللا عَ َّز َوجَ َّل لَ َيرْ َف ُع ُذرِّ َّي َة ْالمُْؤ م‬َ َّ‫ِإن‬
‫ مَا َن َقصْ َنا‬. ]21 : ‫) ] [الطور‬21( ٌ‫َان َأ ْلحَ ْق َنا ِب ِه ْم ُذرِّ َّي َت ُه ْم َومَا َألَ ْت َنا ُه ْم مِنْ عَ َمل ِِه ْم مِنْ َشيْ ٍء ُك ُّل امْ ِرٍئ ِبمَا َكسَبَ رَ هِين‬ ٍ ‫َوا َّتبَعَ ْت ُه ْم ُذرِّ ْ ِِإ‬
‫م‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ه‬
ُ ُ
‫ت‬ ‫ي‬
َّ
ْ َ َ ‫َأ‬
َ‫ اآلبَا َء ِممَّا عْ ط ْينا ال َبنِين‬.

“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat anak-anak orang-orang mukmin ke derajat orang


tuanya, walaupun amal shalih mereka tidak seperti amalan orang tuanya, agar orang tua
senang dan gembira berkumpul dengan anak-anaknya.” Kemudian Rasulullah membacakan
Al-Qur’an surat At-Thuur ayat 21:“Orang-orang mukmin berada di dalam surga disusul anak
keturunan mereka yang beriman. Kami kumpulkan orang-orang mukmin bersama dengan
anak keturunan mereka. Kami tidak mengurangi sedikitpun pahala atas amal mereka. Setiap
orang mendapatkan pahala sesuai amal shalih yang ia lakukan di dunia.” (HR. Imam Al-
Bazzaar)

Nampaknya anjuran Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayat Al-Qur’an di atas
sederhana, tapi dalam praktik kehidupan beragam akab melahirkan dampak positif, sebagai
pondasi membangun peradaban manusia yang diridhai Allah. Semoga kandungan khutbah ini
dapat memotivasi keluarga Muslim bersungguh-sungguh mendidik generasi muslim yang
cerdas otaknya, mulia akhlaknya, demi menyelamatkan negeri ini dari musibah dan
kerusakan yang lebih parah.

Munajat

‫ وهلل الحمد‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫ هللا أكبر‬، ‫… هللا أكبر‬

Mengakhiri khutbah ini, marilah munajat pada Allah Rabbul Alamin, dengan meluruskan niat,
membersihkan hati dan menjernihkan pikiran, Semoga Allah berkenan mengijabah do’a
hamba-Nya yang ikhlas.
ِ ‫ َومِنَ ْال َيقِي‬، َ‫ َومِنْ َطاعَ تِكَ مَا ُتبَلِّ ُغ َنا ِب ِه جَ َّن َتك‬، َ‫اَللَّ ُه َّم ا ْقسِ ْم لَ َنا مِنْ َخ ْش َيتِكَ مَا َتح ُْو ُل ِب ِه َب ْي َن َتا َو َب ْينَ َمعْ صِ َيتِك‬
َ ‫ْن مَا ُتهَوِّ نُ ِب ِه عَ لَ ْي َنا مَصَ آِئبَ ال ُّد ْنيا‬
.

، ‫ َوا ْنصُرْ َنا عَ لَى َمنْ عَ ادَ ا َنا‬، ‫ َواجْ عَ ْل َثْأرَ َنا عَ لَى َمنْ َظلَ َم َنا‬، ‫ث ِم َّنا‬ َ ‫ار‬ ‫َأ‬
ِ ‫ َواجْ عَ ْل ُه ْال َو‬، K‫ار َنا َوقُوَّ ِت َنا مَا حْ َي ْي َت َنا‬
‫َأ‬ ‫َأ‬
ِ َ‫ ِب سْ مَاعِ َنا َو ْبص‬K‫اَللَّ ُه َّم َم ِّتعْ َنا‬
ْ ِّ ُ ْ ْ ‫َأ‬ ْ
‫ َوالَتسَ لط عَ لَ ْي َنا َمنْ الَ َيرْ حَ ُم َنا‬، ‫ َو َم ْبلَغَ عِ ل ِم َنا‬، ‫ َوالَ َتجْ عَ ِل ال ُّدنيا َ كبَرَ َه ِّم َنا‬، ‫ َوالَ َتجْ عَ ْل مُصِ ْي َب َت َنا فِى ِد ْي ِن َنا‬.

َ‫ َو ُي َقاتِلُ ْونَ اَ ْو ِليَآءَك‬، َ‫ َو ُي َك ِّذب ُْونَ ُر ُسلَك‬، َ‫سَب ْيلِك‬ ِ ‫ اَللَّ ُه َّم ْالعَ ِن ْال َك َفرَ َة مِنْ َأهْ ِل ْال ِك َتا‬.
ُ ‫ب َو ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ الَّ ِذ ْينَ َي‬
ِ ْ‫صد ُّْونَ عَ ن‬

‫ار َنا َوقُلُ ْو ِب َنا‬ ‫َأ‬ ُّ َ‫ َو َنجِّ َنا مِن‬، ‫ َواهْ ِد َنا ُس ُب َل ال َّسالَم‬، ‫ َوَأصْ لِحْ َذاتَ َب ْي ِن َنا‬، ‫اَللَّ ُه َّم اَلِّفْ َب ْينَ قُل ُ ْو ِب َنا‬
ِ ‫الظلُمَا‬
ِ َ‫َاركْ لَ َنا فِى سْ مَاعِ َنا َواَ ْبص‬ ِ ‫ َوب‬، ‫ت ِإلَى ال ُّن ْو ِر‬ ِ
ِ ‫ َو ْالحَ مْ ُد‬. َ‫ َوصَ لَّى هللاُ عَ لَى مُحَ َّم ٍد َوعَ لَى آلِ ِه َوصَ حْ ِب ِه اَجْ َم ِع ْين‬. ‫ َو ُتبْ عَ لَ ْي َنا ِإ َّنكَ َأ ْنتَ ال َّتوَّ بُ الرَّ ِحي ِْم‬، ‫ َوَأ ْز َوا ِج َنا َو ُذرِّ يَّا ِت َنا‬.
َ‫هلل رَ بِّ العَ الَ ِم ْين‬

Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yangdapat
kiranya menghalangi antara kami dan maksiat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada
kami) demi taat kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke surga-Mu; dan
(bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu dan demi suatu keyakinan yang
kiranya meringankan beban musibah dunia kami.

Ya Allah, ya Tuhan kami senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-


penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan
jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembela kami terhadap orang-orang
yang menzhalimi kami serta bantulah kami dari menghadapi orang-orang yang memusuhi
kami; dan jangan kiranya Engkau jadikan musibah kami mengenai agama kami, jangan pula
Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, juga sebagai tujuan akhir
dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang
tidak menaruh sayang kepada kami.

Ya Allah, laknatilah orang-orang kafir ahli kitab dan orang-orang musyrik yang menghalang-
halangi jalan-Mu, mendustakan Rasul-rasulMu, dan membunuh kekasih-kekasih-Mu

Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami
jalan-jalan keselamatan dan entaskanlah kami dari kegelapan menuju cahaya yang terang.
Jauhkanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi dan berkatilah
pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami dan isteri-isteri
serta anak keturunan kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkaulah yang maha
pengampun lagi Maha Penyayang. Shalawat atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan ahli keluarga serta sahabat-sahabat beliau semuanya. Segala puji bagi Allah
Rabb semesta alam.

(Ukasyah/arrahmah.com

Anda mungkin juga menyukai