Anda di halaman 1dari 28

Alhamdulillah dengan tidak terasa kita telah berada pada penghujung

bulan haji (Dzulhijjah 1437), yang berarti beberapa hari lagi kita akan
meninggalkan tahun 1437 H, dan akan memasuki Tahun Baru Hijriyah, 1
Muharram 1438 H.
Hijrah dalam sejarah Islam adalah satu peristiwa monumental yang
sangat penting bukan hanya bagi kehidupan Nabi Muhammad SAW, tapi
juga bagi pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Peristiwa itu
adalah hijratur rasul dari Makkah ke Yatsrib yang kemudian kota ini
dikenal menjadi Madinah Al-Munawarah.
Betapa pentingnya peristiwa ini, hingga diabadikan dalam Al-Quran
surat Al-Anfaal ayat 74:
















Artinya : Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan
memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah
orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan
dan rezki (ni`mat) yang mulia (QS. 8 :74).
Dalam catatan sejarah tentang peristiwa hijrah telah terjadi pada
zaman rasul-rasul, seperti; Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as., dan Nabi
Muhammad SAW.
Hijrah Nabi Muhammad SAW bersama seluruh umat Islam adalah dari
Mekkah ke Yatsrib (Madinah). Para ulama membagi hijrah dalam
pengertian, antara lain :
1. Keluar dari Darul Harb, yaitu hijrah dari negeri kafir ke negeri Muslim.
2. Pindah dari suatu negeri yang dilanda perang ke negeri yang aman.

Nilai-nilai filosofis dari hijrah adalah pindah dari keadaan hidup yang
penuh penderitaan kepada keadaan hidup yang lebih baik, aman dan
sejahtera.
Umat Islam harus mempunyai semangat hijrah yaitu hijrah dari
keterbelakangan kepada kemajuan, dari kebodohan kepada kecerdasan,
dari kekufuran kepada keimanan. Nabi Muhammad SAW bersabda tentang
hakikat seorang Muslim dan seorang yang hijrah :












:

.














(riwayat Bukhari, Abu Dawud dan An-Nasai )


Maksudnya : Hakikat seorang Muslim adalah seorang yang dapat
menjaga lidah dan tangannya demi keselamatan orang lain. Sedang
seorang yang berhijrah, pada hakikatnya adalah seorang yang dapat
menjaga diri dari semua larangan Allah.
Prinsip untuk menegakkan kejujuran dan kebenaran, latar belakang
penetapan tahun hijriyah oleh Khalifah Umar bin Khattab dengan ucapan :









, maksudnya : penetapan tahun
hijriyah adalah tegaknya kebenaran dan hancurnya kebatilan. Maka
ditetapkanlah awal hijrah Nabi Muhammad SAW dengan seluruh umat
Islam dari Mekkah ke Madinah menjadi tahun baru Islam.
Dalam menyambut datangnya tahun baru Islam 1438 H yang insya
Allah akan segera tiba, maka kaum Muslim hendaknya :
1. Kita hendaknya tafakkur, merenungkan perilaku kita masa yang lalu
pada tahun yang segera kita tinggalkan. Perbuatan baik apakah yang
pernah kita lakukan dan perbuatan buruk/negatif dan tercela yang telah
kita perbuat pada masa lalu ? Agar kita dapat bertaubat dan bertekad
berbuat yang terbaik pada tahun yang akan datang. Khalifah Umar bin




Nilai



Khattab mengatakan :

dirimu sebelum dinilai orang lain.


2. Kita perbaharui tekad untuk meningkatkan kwalitas iman dan taqwa
untuk

kita

kinerja

meningkatkan

serta

SWT

Allah

kepada

kita

memperbaiki tarap hidup yang lebih baik dan sejahtera pada tahun
baru Islam 1438 H yang akan datang.
Dalam membangun semangat Islam untuk meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan serta niat lebih maju dan lebih baik masa yang akan
datang, Allah SWT berfirman dalam surat Al Hasyr ayat : 18 :

artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ,


hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
)Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. 59 : 18







.

.




.




.










.





.








.


.








.


.












.








.
. .















Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah,

Melalui mimbar khutbah ini, saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan
kepada para jamaah sekalian, marilah kita bersama-sama senantiasa
meningkatkan kadar ketaqwaan kepada Allah SWT. Taqwa dalam arti yang
sebenarnya. Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan
meninggalkan semua laranganNya. Bahwasannya tidak ada perbedaan
antara seseorang dengan seorang yang lainnya. Maka alangkah bahagia
dan beruntungnya orang yang termasuk dalam golongan muttaqin.
Karena kelak akan mendapat tempat dan maqam yang mulia di sisi Ilahi.
Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Masih di bulan Muharram ini memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada kita semua. Yaitu dengan
menggunakan nikmat itu ke jalan yang di ridloi-Nya. Bersyukur atas
nikmatnya, maka Allah pun akan menambah nikmat itu. Sebagaimana
dalam surat Ibrahim ayat 7 Allah SWT berfirman:













Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala tuhanmu memaklumkan:
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka sesungguhnya
azabKu sangat pedih.
Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Sebagai upaya memningkatkan iman dan taqwa kepada-Nya, maka
melalui datangnya Tahun Baru Hijriyah ini kita menengok sejarah masa
silam, masa perjuangan Nabi SAW dan para sahabat-sahabat beliau
menegakkan agama Allah.
Sebagaimana di ketahui dalam catatan sejarah, bahwa Nabi Muhammad
SAW, dan para sahabat beliau mengembangkan risalah Islam di Mekkah
banyak menemui tantangan dan hambatan yang tidak ringan. Orangorang Quraisy menentangnya. Mereka melakukan penganiayaan terhadap
sahabat-sahabat beliau dengan tujuan agar Nabi SAW menghentikan
dakwahnya.
Semakin hari kekejaman dan penganiayaan semakin keras, namun
sungguh suatu keajaiban, semakin keras penindasan dan dan semakin
keras penganiayaan, Islam pun semakin berkembang. Tidak satupun
orang yang begitu masuk Islam lalu sudi keluar atau menjadi murtad
bagaimanapun kerasnya kekejaman dan penganiayaan yang mereka
lakukan.

Makin hari kekejaman itu semakin menjadi-jadi, dan kemudian mencapai


puncaknya. Mereka sepakat untuk menangkap dan membunuh Nabi SAW.
Dalam keadaan genting itulah, Rasulullah mendapat perintah hijrah ke
Madinah. Maka berhijrahlah Beliau bersama para sahabat menuju kota
Yatsrib, yang sekarang menjadi kota Madinah.
Peristiwa hijrah ini terjadi tonggak perjuangan umat Islam untuk
selanjutnmya mereka tidak hanya dikagumi oleh kawan tapi juga disegani
oleh lawan. Peristiwa hijrah akan tetap relevan atau cocok dikaitkan
dengan konteks ruang dan waktu sekarang ataupun yang akan datang.
Nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa hijrah itu akan tetap cocok
dijadikan rujukan kehidupan. Banyak sekali hikmah yang dapat dipetik
dari peristiwa tersebut. Diantaranya:
Pertama, hijrah merupakan perjalanan mempertahankan keimanan.
Karena iman, para sahabat sudi meniggalakan kampung halaman,
meninggalkan harta benda mereka. Karena iman, mereka rela berpisah
dengan orang yang dicintainya yang berbeda akidah. Iman yang mereka
pertahankan melahirkan ketenangan dan ketentraman batin, kalau batin
sudah merasa tentram dan teraasa bahagia, maka bagaimanapun
pedihnya penderitaan dzahir yang mereka alami tidak akan terasa. Itulah
mengapa sebabnya para sahabat mau berjalan di gurun pasir yang panas.
Mereka melakukan perjalanan dari Mekkah menuju Madinah dengan bekal
iman. Oleh karena itu, dalam memperingati tahun baru hijriyah ini,
perlulah kita tanamkan keimanan dalam diri kita sebagaimana imannya
para sahabat. Dan diwujudkan dalam bentuk amal-amal saleh dalam
kehidupan ini.
Para jamaah, iman akan membuat hidup seseorang jadi terarah.
Kekuasaan dan kebebasan berfikir harus ada imbangannya. Allah tidak
harus ada imbangannya. Allah tidak hanya menganugerahkan akal pada
amnesia, tapi juga hati. Kita memang butuh ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diimbangi dengan keimanan akan membuat manusia
semakin sadar akan hakikat dirinya, timbul pengakuan sebagaimana
tersebut dalam surah Ali Imran ayat 191:







Artinya: Ya Tuhan kami, tiada sia-sia Engkau menciptakan ini.
Iman juga berfungsi untuk mengendalikan nafsu. Makhluk yang bernama
Malaikat cuma dianugerahakan akal saja tanpa nafsu, karena itu tidak ada
malaikat yang mendurhakai Allah, sehingga wajar kalau kita tiap hari

berbuat salah. Sedangkan manusia diberi kedua-duanya akal sekaligus


nafsu. Jika akal yang menguasai dirinya maka kebenaran akan menang
dan meningkat ke derajat malaikat. Namun kalau nafsu yang
mengendalikan dirinya maka sifat-sifat binatang yang menghiasi
perilakunya. Sehingga ia turun derajat ke tataran binatang. Hal ini seperti
yang difirmankan oleh Allah dalam suarh At-Tin ayat 4 dan 5 yang
berbunyi:












.





Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya.
Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Hikmah kedua adalah bahwasanya hijrah merupakan perjalanan ibadah.
Pada waktu hijrah, dorongan sahabat untuk ikut tidak sama. Oleh karena
itu Rasulullah SAW sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhori menyatakan bahwa amal-amal perbuatan itu tergantung
pada niatnya dan bagi tiap orang apa yang diniatkannya.
Oleh karena itu, semangat ibadah inilah yang harus menjiwai peringatan
hijrah dan langkah memasuki tahun baru hijriah.
Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Kemudian hikmah ketiga adalah bahwa hijrah adalah perjalanan ukhuwah.
Para jamaah, kita bisa menyimak bersama bagaimana penduduk Madinah
menyambut orang-orang Mekkah sebagai saudara. Kemudian mereka
bergaul dalam suasana ukhuwah yang berlandaskan satu keyakinan
bahwa semua manusia berasal dari Nabi Adam dan beliau diciptakan dari
tanah. Maka bersatulah orang-orang muhajirin dan orang ansharsebagai
saudara yang diikat oleh akidah. Dalam surah Al-Hujarat ayat 10 Allah Swt
berfirman :







Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.
Dan kaum muhajirin dan anshar ini mendapat jaminan dari Allah akan
masuk surga. Sebagaimana dalam surah At-taubah ayat 100 Allah Swt
berfirman :




Artinya: Dan orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik. Allah ridla kepada mereka dan mereka
pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selamalamanya. Itulah kemenangan yang besar.
Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Demikianlah sekelumit tentang hikmah hijrah Nabi SAW yang dapat saya
sampaikan dalam khutbah ini. Sebegai penutup saya ingin menyampaikan
dua kisah penting yang dapat kita petik dalam menyikapi kondisi bangsa
Indonesia saat ini.
Perjalanan Nabi dari Makkah ke Madinah, sekitar 416 kilometer, ditempuh
selama 16 hari dengan mengendarai onta. Nabi mengistirahatkan onta
pada saat matahari hampir tepat di atas kepala dan baru melanjutkan
perjalanan sore harinya. Betapa Nabi sangat menaruh belas kasih kepada
sesama mahluk Allah.
Dalam perjalanan itu, Nabi diikuti oleh pembunuh bayaran dari Makkah
bernama Suroqoh bin Malik yang mengendarai kuda pilihan. Dia
mendapatkan iming-iming hadiah seratus unta dan wanita cantik untuk
bisa membunuh Nabi, minimal bisa menggagalkan perjalanan ke Madinah.
Namun ketika hendak mendekati Nabi, kuda Suroqoh mendadak
terpeleset dan jatuh. Riwayat lain menyebutkan, kuda Suroqoh terperosok
masuk kedalam tanah, dan itu terjadi sampai tiga kali.
Nabi yang mengetahui hal itu lalu mendekati Suroqoh dan menolongnya.
Suroqoh yang penasaran dengan perilaku Nabi itu lantas menanyakan
sesuatu perihal Tuhan Muhammad. Terjadilah dialog. Lalu turunlah ayat AlQuran surat Al-Ihlas. Pada ayat pertama berbunyi,


Kakanlah Dialah Allah Yang Maha Esa.

Suroqoh tertegun, tidak bisa berkata apapun. Bahkan kemudian dia


menawarkan barang-barang perbekalannya untuk keperluan perjalanan
Nabi, namun Beliau menolak.
Inilah pelajaran pertama, bahwa seorang pemimpin tidak
menerima sesuatu dari orang lain karena kepemimpinannya.

mudah

Peristiwa selanjutnya adalah ketika Nabi kehabisan perbekalan. Nabi


bersama Sahabat Abu Bakar dan dua orang pengawal singgah di sebuah
perkemahan, hendak membeli perbekalan. Perkemahan itu dihuni oleh
seorang perempuan bernama Umi Mabad yang ternyata dalam keadaan
serba berkekurangan.
Ada seekor hewan perahan tapi dalam keadaan kurus kerontang.
Jangankan susu Tuan, air kencing hewan itu pun sudah tidak ada, kata
Umi Mabad kepada Nabi.
Namun kemudian Nabi mendekati hewan itu, memeras kantong susunya
dan dengan izin Allah hewan itu keluar air susunya. Pertama-tama Nabi
memberikan gelas berisi susu kepada Abu Bakar, kedua kepada Sahabat
yang menuntun onta Nabi, ketika kepada Sahabat yang menuntun onta
Abu Bakar, baru kemudian Nabi meminumnya.
Banyak perintiwa penting dalam hijrah, namun dari peristiwa yang
barusan kita diajarkan bahwa semestinya pemimpin mendahulukan
kepentingan rakyatnya.
Umi Mabad yang keheranan lalu bertanya kepada Nabi. Kenapa Anda
tidak minum terlebih dahulu? Nabi menjawab:





Nabi mengajarkan bahwa, pelayan umat itu semestinya minumnya
belakangan, mendahulukan kepentingan umat dari pada kepentingan
pribadi.


Jum'at Khutbah ISLAM(HIJRIYAH)- BARU TAHUN MENYAMBUT


Tahunan








.









.


Assalamualaikum. wr. wb. Pada kesempatan yang baik ini, saya
mengajak diri saya sendiri dan para pembaca untuk selalu bersyukur
kepada Allah swt atas segala anugerah dan kenikmatan yang telah di
berikan kepada kita, sehingga kita masih di beri kesempatan untuk bisa
bertemu dengan tahun baru Mudah-mudahan kedepan kita di beri
kekuatan oleh Allah untuk bisa mengisi lembaran baru dengan senantiasa
meningkatkan iman dan takwa kepada Allah swt., menjalankan segala
perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, serta menjauhi segala
perbuatan yang mengundang kemurkaan-Nya. Sehingga dengan begitu,
mudah-mudahan kita bertambah mendapatkan limpahan rahmat, berkah
dan ridha-Nya, bahagia di dunia dan akhirat, Amin.
Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun terus
digilirkan oleh Allah swt. Berlalu meninggalkan kita tanpa pernah akan
kembali lagi, sementara pada setiap saat yang telah berlalu itu, apakah
terisi dengan kebaikan ataukah keburukan, semuanya akan diminta
pertanggungjawabannya kelak dihadapan Allah swt. Oleh sebab itu, kita
mesti banyak memohon ampun kepada Allah swt. Atas segala kesalahan
dan dosa yang telah berlalu sambil terus memperbaiki diri. Ke depan kita
berusaha maksimal untuk mengisi setiap saat dan kesempatan dengan

aktivitas keimanan dan kesalehan yang lebih banyak dan berkualitas, kita
dayafungsikan sisa usia kita untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah
swt.
Rasulullah SAW. dan para sahabatnya sebelum melakukan hijrah
secara fisik (hijrah- badaniyah), setelah lebih dahulu melatih diri
melakukan hijrah secara mental (hijrah qalbiyah). Selama tiga belas tahun
beliau dan para sahabat mengambil sikap hijrah qalbiyah di tengahtengah komunitas masyarakat yang tertutup oleh kabut kejahiliaan dan
kemusyrikan. Mereka tetap tegak mempertahankan identitas dan
komitmen keimanannya, tidak hanyut dan tidak pula terpengaruh oleh
arus kesesatan. Dalam kondisi yang demikian itu, justru keyakinan dan
keimanan mereka semakin matang dan tangguh, ketabahan hati mereka
semakin membaja, sehingga ketika datang saatnya harus melakukan
hijrah secara fisik (hijrah badaniyah), hati mereka tidak tergoncang sedikit
pun juga, sikap mereka begitu mantap dan tangguh.
Prof. Mahmud Syaltut, mengemukakan, Kaum Muhajirin
melakukan hijrah fisik bukanlah lari untuk menyelamatkan diri, tidak pula
merasa lemah menghadapi kekuatan musuh yang besar, tidak untuk
kepentingan harta benda dan bukan pula karena dorongan ambisi
kekuasaan. Tetapi hijrah fisik itu mereka lakukan merupakan kelanjutan
dan buah dari hijrah secara hati nurani (hijrah- qalbiyah), sebagai realisasi
untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan.
Hijrah merupakan peristiwa bersejarah yang memiliki makna
penting dan strategis untuk di jadikan pijakan dalam medan perjuangan
yang tetap relevan dikaitkan dengan konteks ruang dan waktu sekarang
juga yang akan datang. Peristiwa hijrah tidak bisa di lepaskan dari
berjihad di jalan Allah swt. Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menyatakan
akan hal ini, di antaranya firman Allah swt.:

Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta
berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang
memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada
Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap)
orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada
kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka

berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam


(urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan
kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan
mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Anfal:
72).
Dan firman Allah swt.:




Artinya:
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan
Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang
yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki
(nikmat) yang mulia.(QS. Al-Anfal:74)
Dengan tahun baru hijrah ini marilah kita jadikan momentum
memperkokoh keimanan dan memperteguh perjuangan, baik dengan
harta, jiwa dan rag kita, demi keluhuran dan ketinggian agama Allah swt.
Sebagaimana semangat keimanan dan perjuangan para sahabat yang
tidak mudah patah semangat, mereka begitu gigih mempertahankan dan
memperjuangkan keimanan dan keyakinan aqidahnya.
Meninggalkan kampung halaman yang sudah mendarah daging,
harta dan keluarga yang dicintainya yang berbeda aqidah, bukan hal yang
mudah tanpa aqidah dan keimanan yang kuat. Demi keimanan dan
keyakinan mereka rela meninggalkan kampung halaman, menyusuri
padang pasir di bawah sengatan terik matahari dan dinginnya angin
malam di Makkah menuju ke Madinah. Sebuah perjalanan yang
melelahkan dan beresiko tinggi. Tanpa keimanan yang kuat mustahil
seseorang mau melakukannya. Iman yang mereka pertahankan
melahirkan kekuatan yang luar biasa, dengan keimanan yang tertanam
kuat dalam batin, penderitaan lahir, tidak menyurutkan semangat mereka
berhijrah dan berjihad di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang mukmin
sejati, yang mendapatkan maghfirah, anugerah yang besar dan derajat
yang tinggi di jalan Allah swt. sebagaimana ditegaskan dalam ayat di
atas.
Dan Allah swt. juga berfirman:




Artinya:
"Orang-orang yang beriman dan berhijrah, serta berjihad di jalan
Allah, dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya

"di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.


)(QS. At-Taubah:20
Demikianlah yang saya sampaikan, marilah kita jadikan tahun baru
Hijrah ini sebagai momentum untuk memperkokoh keimanan,
memperteguh perjuangan dan semoga kita diberi kekuatan oleh Allah
untuk dapat mengisi sisa-sisa usia kita dengan aktivitas keimanan dan
kesalehan, sehingga ke depan kita semakin bertaqwa dan dekat kepada
Allah swt. dan dengan ketakwaan dan kedekatan hubungan baik kepada
Allah, tentu kita menjadi orang yang beruntung dan berbahagia,
utamanya kelak disisi Allah swt.















2007 November 02 Jumat,


)Islam Baru (Tahun MUHARRAM KHUTBAH
MUHARRAM SEJARAH
)HIJRIAH BARU TAHUN (PERINGATAN
M.A Lc., Muhayar, Marhadi
Assalaamualaikum, warahmatullaahi wabarakaatuh.














: )















(. :

























.



hormati,.

saya

Yanga
1.
2.
3
4.

Rasanya, ketika kita berbicara tentang hijrah, tentang Muharram, atau


tentang tahun baru Islam, tidak ada sesuatu yang baru atau menarik bagi

kita. Sekilas pandang, kita seakan merasa sudah terlalu pandai dalam
mengenali bulan Islam yang satu ini. Benarkah demikian? Sudahkah
khasanah keilmuan kita, sesuai dan memadai sebagai insan akademis
Islam, yang kelak akan bersinggungan langsung dengan kebutuhan
masyarakat?
Sejarah
bulan
Hijriah
Sejarah mencatat, manusia pertama yang berhasil mengkristalisir hijrah
nabi sebagai event terpenting dalam penaggalan Islam adalah Sayidina
Umar bin Al Khattab, ketika beliau menjabat sebagai Khalifah. Hal ini
terjadi pada tahun ke-17 sejak Hijrahnya Rasulullah Saw dari Makkah ke
Madinah.
Namun demikian, Sayidina Umar sendiri tidak ingin memaksakan
pendapatnya kepada para sahabat nabi. Sebagaimana biasanya, beliau
selalu memusyawarahkan setiap problematika umat kepada para
sahabatnya. Masalah yang satu ini pun tak pelak dari diktum diatas.
Karenanya, beberapa opsi pun bermunculan. Ada yang menginginkan,
tapak tilas sistem penanggalan Islam berpijak pada tahun kelahiran
Rasulullah. Ada juga yang mengusulkan, awal diresmikannya
(dibangkitkannya) Muhammad Saw sebagai utusannyalah yang
merupakan timing waktu paling tepat dalam standar kalenderisasi.
Bahkan, ada pula yang melontarkan ide akan tahun wafatnya Rasulullah
Saw, sebagai batas awal perhitungan tarikh dalam Islam.
Walaupun demikian, nampaknya Sayidina Umar r.a. lebih condong kepada
pendapat sayidina Ali karamallhu wajhah-- yang meng-afdoliah-kan
peristiwa hijrah sebagai tonggak terpenting ketimbang event-event
lainnya dalam sejarah Islam, pada masalah yang satu ini. Relevan dengan
klaim beliau: Kita membuat penaggalan berdasar pada Hijrah Rasulullah
Saw, adalah lebih karena hijrah tersebut merupakan pembeda antara
yang
hak
dengan
yang
batil.
Dalam penulisan tahun Hijriah sendiri, biasa ditulis dengan karakter hurup
( )dalam bahasa Arab, atau (A.H.) singkatan dari Anno Hegirea (sesudah
hijrah) untuk bahasa-bahasa Eropa. sedangkan untuk bahasa Indonesia
biasa ditulis dengan (H.). Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 1
Muharam,
bertepatan
dengan
16
Juli
622
M,
hari
Jumat.
Yang
Unik
Dalam
Hijriah
Nampaknya, ada sesuatu yang unik dalam kalenderisasi Islam ini. Ketika
sejarah mengatakan, bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabiul Awal
bukan pada bulan Muharram--, tapi mengapa pada dataran realita, pilihan

jatuh pada bulan Muharram, bukan pada bulan Rabiul Awal, sebagai
pinangan
pertama
bagi
awal
penanggalan
Islam.
Memang, dalam peristiwa hijrah ini Nabi bertolak dari Mekah menuju
Madinah pada hari Kamis terakhir dari bulan Safar, dan keluar dari tempat
persembunyiannya di Gua Tsur pada awal bulan Rabiul Awal, tepatnya
pada
hari
Senin
tanggal
13
September
622.
Hanya saja, Sayidina Umar beserta sahabat-sahabatnya menginginkan
bulan Muharram sebagai awal tahun hijriah. Ini lebih karena, beliau
memandang di bulan Muharramlah Nabi berazam untuk berhijrah,
padanya Rasulullah Saw selesai mengerjakan ibadah haji, juga
dikarenakan dia termasuk salah satu dari empat bulan haram dalam Islam
yang dilarang Allah untuk berperang di dalamnya. Sehingga Rasulullah
pernah menamakannya dengan Bulan Allah. sebagaimana sabdanya:
Sebaik-baik puasa selain dari puasa Ramadhan adalah puasa di Bulan
Allah, yaitu bulan Muharram. ( Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam
kitab
Shahihya).
Ternyata keunikan awal Hijriah tidak hanya sampai di situ. Biasanya, pada
hari kesepuluh dari bulan tersebut, sebagian orang dari kampung kita
membuat makanan sejenis bubur yang dinamakan bubur Asyura, atau
mungkin dalam bentuk lain semacam nasi tumpeng, maupun makanan
lain sejenisnya, tergantung budaya masing-masing tempat dalam
mengekspresikan rasa bahagianya terhadap hari Islam tersebut.
Sepertinya, yang menjadi unik bagi kita sebagai kaum terpelajar adalah
tradisi bubur Asyura tersebut. Adakah hubungannya dengan Islam?
Asyura itu sendiri terambil dari ucapan `Asyarah, yang berarti sepuluh.
Hari
Asyura,
hari
yang
ke
sepuluh
dari
bulan
Muharram.
Islam memerintahkan umatnya untuk berpuasa sunah dan meluaskan
perbelanjaan
kepada
keluarganya
pada
hari
tersebut.
Kalau kita berupaya untuk menelusuri keterangan dari junjungan kita,
Rasulullah Saw, dari hadits sahihnya kita dapati, bahwa ia adalah hari
yang bersejarah bagi umat Yahudi, karena pada hari itulah Allah
menyelamatkan Nabi Musa a.s. serta para pengikutnya, disaat
menenggelamkan
Firaun.
Adapun tradisi bubur Asyura --berdasarkan riwayat dhaif--, karena pada
hari itu Allah mengaruniakan nikmat yang besar kepada para nabi
terdahulu, sejak zaman Nabi Adam As. hingga Nabi kita Muhammad Saw.

Konon, di hari Asyura ini, ketika Nabi Nuh As. dan para pengikutnya turun
dari bahtera, mereka semuanya merasa lapar dan dahaga, sedangkan
perbekalan masing-masing telah habis. Maka Nabi Nuh As. meminta
masing-masing membawa satu genggam biji-bijian dari jenis apa saja
yang ada pada mereka. Terkumpullah tujuh jenis biji-bijian, semuanya
dicampurkan menjadi satu, lalu dimasak oleh beliau untuk dijadikan
bubur. Berkat ide Nabi Nuh As., kenyanglah para pengikutnya pada hari
itu. Dari cerita inilah, dikatakan sunat membuat bubur Asyura dari tujuh
jenis biji-bijian untuk dihidangkan kepada fakir miskin pada hari itu.
Menurut hemat penulis, semua pada asalnya boleh-boleh saja, selagi tidak
bertentangan dengan kaidah agama yang lain. Terlebih, di saat tradisi
semacam ini mengandung nilai positif dan seiring (implisit) dengan ajaran
Islam. Hanya saja, yang selalu ditekankan oleh junjungan kita, hendaknya
manusia selalu mengenang dan mengingat hari ketika Allah menurunkan
nikmat atau azab kepada manusia, agar kita semua dapat bersyukur,
sadar dan insaf kepada-Nya. Mungkin sekedar inilah yang ditekankan
Rasululullah
Saw.
berkenaan
dengan
hari
Asyura
tersebut.
Sebagaimana gejala lain terkadang kita dapati juga dari masyarakat kita
masyarakat Bekasi atau Betawi--, berkenaan dengan Muharram ini.
Semacam tradisi atau bahkan keyakinan tentang tidak mau
melangsungkan akad pernikahan di bulan ini. Fenomena semacam ini,
apakah memang ada landasannya dalam Islam, atau hanya sekedar
khurafat, bahkan mungkin karena kontaminasi dan pengaruh kultur IslamKejawen yang terkadang masih melekat dalam budaya Indonesia.
Muharram dalam perspektif Islam, merupakan salah satu dari empat bulan
haram yang ada dalam Islam (Rajab, Zulkadah, Zulhijjah dan Muharram).
Dalam empat bulan ini, kita dilarang melancarkan peperangan kecuali
dalam kondisi darurat yang tidak dapat kita elakan. Firman Allah Swt
dalam surah At Taubah ayat 36: Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah
ada dua belas bulan (yang telah ditetapkan) di dalam kitab Allah ketika
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan yang dihormati.
Ketetapan yang demikian itu adalah agama yang lurus, maka janganlah
kamu menganiaya diri kamu dalam bulan-bulan yang dihormati itu
(dengan
melanggar
larangan-Nya).
Berdasarkan ayat ini, segala aktifitas kebaikan tidak ada larangannya
untuk dilakukan di bulan Muharram. Demikian juga dengan bulan Rajab,
Zulkadah dan Zulhijjah. Hanya maksiat dan kezaliman saja yang dilarang
lebih keras oleh Allah Swt pada bulan-bulan tersebut. Adapun aktifitas

positif --semacam pernikahan--, dalam perspektif Islam adalah satu


aktifitas atau amalan kebajikan, bukan maksiat dan kezaliman. oleh
karenanya, tidak ada larangan dalam Islam untuk melangsungkan acara
perkawinan
di
bulan
Muharram.
Namun saya lebih melihat, bahwa ketabuan semacam ini, --barangkali-adalah sebagai pengaruh dari doktrin Syiah. Secara kebetulan, Sayidina
Hussain terbunuh di Karbala pada bulan Muharram. Karenanya
masyarakat Syiah memandang bulan Muharram sebagai bulan dukacita
dan bulan berkabung. Maka mereka menghukumi haram untuk
melangsungkan akad dan resepsi pernikahan, atau acara suka-ria lainnya
di bulan itu. Pemahaman semacam ini tersebar luas ke negara-negara
Islam dan akhirnya sampai ke negara kita (wallahu alam).
Mengingat bahwa kalender hijriah dihitung berdasarkan rotasi bulan yang
berlawanan dengan rotasi matahari, maka mengakibatkan semua harihari besar Islam dapat terjadi pada musim-musim yang berbeda. Sebagai
contoh, musim haji dan bulan puasa, bisa terjadi pada musim dingin atau
pada musim panas. Dan yang perlu diingat, hari-hari besar Islam tidak
akan terjadi persis dengan musim kejadiannya, kecuali sekali dalam 33
tahun.
Kita pun sering menemukan perbedaan di antara beberapa kalender
hijriah yang dicetak, perbedaan tersebut terjadi dikarenakan:
Pertama, tidak ada standardisasi internasional tentang cara melihat anak
bulan.
Kedua, penggunaan cara penghitungan dan proses melihat bulan yang
berbeda.
Ketiga, keadaan cuaca dan peralatan yang dipakai dalam melihat anak
bulan.
Dari sini, maka tidak akan ditemukan adanya program penanggalan hijriah
yang 100 persen benar, sehingga proses melihat anak bulan (ruyah)
masih tetap relevan meskipun sebenarnya dilematis-- dalam penentuan
hari besar, seperti bulan puasa, Idul Fitri dan Idul Adha.
Eksistensi
Hijrah
Menginterpretasikan hijrah sebagai the founding of Islamic Community
seperti dideskripsikan oleh Fazlur Rahman (guru besar kajian Islam di
Universitas Chicago), sepenuhnya benar dan dapat dielaborasi dalam
perspektif
sejarah.
Hijrah menggambarkan perjuangan menyelamatkan akidah, penghargaan
atas prestasi kerja, dan optimisme dalam meraih cita-cita. Itulah

sebabnya, Fazlur Rahman menyebut peristiwa hijrah sebagai marks of the


beginning of Islamic calender and the founding of Islamic Community.
Sebagaimana klaim seorang profesor di bidang kultur Indo-Muslim
Universitas Harvard, Annemarie Schimmael, menyebut hijrah sebagai
tahun (periode) menandai dimulainya era muslim dan era baru menata
komunitas
muslim.
Kelahiran Piagam Madinah, yang oleh Montgomery Watt disebut sebagai
Konstitusi Madinah dan konstitusi modern yang pertama di dunia, adalah
proklamasi
tentang
terbentuknya
suatu
ummah.
Karena hijrah bukanlah pelarian akibat takut terhadap kematian, karena
tidak mung-kin Rasulullah takut terhadap kematian. Sebab jika Rasulullah
Saw mempertahankan eksistensi kaum muslimin di Makkah kala itu, ini
akan menyulitkan kaum muslimin itu sendiri, yang waktu itu baru
berjumlah 100-an orang. Rasulullah berhijrah setelah mempersiapkan
kondisi psikologis dan sosiologis di kota Madinah dengan mengadakan
perjanjian
Aqabah
I
dan
Aqabah
II
di
musim
haji.
Adapun dalam mengembangkan makna hijrah untuk menarik relevansi
kekiniannya, jelas tidak harus menggunakan parameter sosiologis sejarah
jaman Rasulullah. Karena menarik sosiologi sejarah menjadi kemestian
yang harus dilalui itu merupakan kemuskilan. Karena Rasulullah telah
tiada. Jadi memaknai makna hijrah saat ini adalah dengan menarik
peristiwa
itu
sebagai
ibrah
(pelajaran).
Cita-cita dari hijrah Nabi Saw adalah untuk mewujudkan peradaban Islam
yang kosmopolit dalam wujud masyarakat yang adil, humanis, egaliter,
dan demokratis tercermin dalam keputusan Nabi mengganti nama Yastrib
menjadi Madinah, atau Madinatul Munawarah (kota yang bercahaya),
yaitu kota par exellence, tempat madaniyah atau tamadun, berperadaban.
Transformasi
Kebijaksanaan
Sejarah
Peristiwa hijrah ke Madinah atau yang saat ini kita peringati sebagai tahun
baru Hijrah (1 Muharram 1419), adalah peristiwa yang di dalamnya
tersimpan suatu kebijaksanaan sejarah (sunnatullah) agar kita senantiasa
mengambil hikmah, meneladani, dan mentransformasikan nilai-nilai dan
ajaran Rasulullah saw (sunnatur-rasul). Setidaknya ada tiga hal utama dari
serangkaian peristiwa hijrah Rasulullah, yang agaknya amat penting untuk
kita
transformasikan
bagi
konteks
kekinian.
Pertama, adalah transformasi keummatan. Bahwa nilai penting atau missi
utama hijrah Rasulullah beserta kaum muslimin adalah untuk

penyelamatan nasib kemanusiaan. Betapa serangkaian peristiwa hijrah


itu, selalu didahului oleh fenomena penindasan dan kekejaman oleh
orang-orang kaya atau penguasa terhadap rakyat kecil. Pada spektrum ini,
orientasi keummatan mengadakan suatu transformasi ekonomi dan
politik.
Kebijaksanaan hijrah, sebagai sunnatullah dan sunnatur-rasul, di mana
masyarakat mengalami ketertindasan, adalah merupakan suatu
kewajiban. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an, orang yang mampu
hijrah tetapi tidak melaksanakannya disebut sebagai orang yang
menganiaya dirinya sendiri (zhalim). sebab luasnya bumi dan
melimpahnya rezeki di atasnya, pada dasarnya memang disediakan oleh
Allah untuk keperluan manusia. Karena itulah, jika manusia atau
masyarakat mengalami ketertindasan, Allah mewajibkan mereka untuk
hijrah
(QS
4:
97-100).
Tujuan dari hijrah, dalam visi al-Qur'an itu, agar manusia dapat
mengenyam 'kebebasan'. Jadi tidak semata-mata perpindahan fisik dari
satu daerah ke satu daerah lain, apalagi hanya sekadar untuk
memperoleh keuntungan ekonomi dan politik belaka, melainkan lebih dari
itu melibatkan hijrah mental-spiritual, sehingga mereka memperoleh
'kesadaran baru' bagi keutuhan martabatnya. Hijrah Nabi ke Madinah,
telah terbukti mampu mewujudkan suatu kepemimpinan yang di
dalamnya berlangsung tatanan masyarakat berdasarkan moral utama
(makarimal akhlaq), suasana tentram penuh persaudaraan dalam
pluralitas (ukhuwah) dan pengedepanan misi penyejahteraaan rakyat (almaslahatu
al-ra'iyah).
Kedua, adalah transformasi kebudayaan. Hijrah dalam konteks ini telah
mengentaskan masyarakat dari kebudayaan jahili menuju kebudayaan
Islami. Jika sebelum hijrah, kebebasan masyarakat dipasung oleh struktur
budaya feodal, otoritarian dan destruktif-permissifistik, maka setelah
hijrah hak-hak asasi mereka dijamin secara perundang-undangan
(syari'ah). Pelanggaran terhadap syari'ah bagi seorang muslim, pada
dasarnya tidak lain adalah penyangkalan terhadap keimanan atau
keislamannya sendiri. Bahkan lebih dari itu, pelanggaran terhadap hakhak aasasi yang telah dilindungi dan diatur dalam Islam, akan dikenai
hukum yang tujuannya untuk mengembalikan keutuhan moral mereka
dan
martabat
manusia
secara
universal.
Nilai transformatif kebudayaan berasal dari ajaran hijrah Rasulullah,
dengan demikian pada dasarnya ditujukan untuk mengembalikan
keutuhan moral dan martabat kemanusiaan secara universal (rahmatan

lil-'alamiin). Mengenai apa saja martabat kemanusiaan atau hak-hak asasi


--yang merupakan pundamen utama suatu kebudayaan-- yang dilindungi
Islam, al-Qur'an telah menggariskan pokok-pokoknya seperti perlindungan
fisik individu dan masyarakat dari tindakan badani di luar hukum,
perlindungan keyakinan agama masing-masing tanpa ada paksaan untuk
berpindah agama, perlindungan keluarga dan keturunan, perlindungan
harta benda dan milik pribadi di luar prosedur hukum, perlindungan untuk
menyatakan pendapat dan berserikat dan perlindungan untuk
mendapatkan
persamaan
derajat
dan
kemerdekaan.
Ketiga, adalah transformasi keagamaan. Transformasi inilah, yang dalam
konteks hijrah, dapat dikatakan sebagai pilar utama keberhasilan dakwah
Rasulullah. Persahabatan beliau dan persaudaraan kaum Muslimin dengan
kaum Yahudi dan Nasrani, sesungguhnya adalah basis utama dari misi
(kerisalahan) yang diemban Rasulullah. Dari sejarah kita mengetahui,
bahwasanya yang pertama menunjukkan 'tanda-tanda kerasulan' pada
diri Nabi, adalah seorang pendeta Nasrani yang bertemu tatkala Nabi dan
pamannya Abu Thalib berdagang ke Syria. Kemudian pada hijrah pertama
dan kedua (ke Abesinia), kaum muslimin ditolong oleh raja Najasy. Dan
pada saat membangun kepemimpinan Madinah, kaum muslimin bersama
kaum Yahudi dan Nasrani, bahu-membahu dalam ikatan persaudaraan dan
perjanjian. Karena itulah, pada masa kepemimpinan Nabi dan sahabat,
Islam secara tertulis mengeluarkan undang-undang yang melindungi
kaum Nasrani dan Yahudi. Wallahu l hdi il sablirrasyd!
Menyongsong
Tahun
Baru
Hijriyah
"Dan katakanlah! Beramallah maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui hal yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS: AtTaubah:105)
Tidak terasa umur kita bertambah satu tahun lagi. Itu berarti jatah hidup
kita berkurang dan semakin mendekatkan kita kepada rumah masa
depan, kuburan. Pelajaran yang terbaik dari perjalanan waktu ini adalah
menyadari sekaligus mengintrospeksi sepak terjang kita selama ini. Kita
punya lima hari yang harus kita isi dengan amal baik. Hari pertama, yaitu
masa lalu yang telah kita lewati apakah sudah kita isi dengan hal-hal yang
dapat memperoleh ridho Allah? Hari kedua, yaitu hari yang sedang kita
alami sekarang ini, harus kita gunakan untuk yang bermanfaat baik dunia
maupun akhirat. Hari ketiga, hari yang akan datang, kita tidak tahu
apakah itu milik kita atau bukan. Hari keempat, yaitu hari kita ditarik oleh
malaikat pencabut nyawa menyudahi kehidupan yang fana ini, apakah
kita sudah siap dengan amal kita? Hari kelima, yaitu hari perhitungan

yang tiada arti lagi nilai kerja atau amal, apakah kita mendapatkan rapor
yang baik, dimana tempatnya adalah surga, atau mendapat rapor dengan
tangan kiri kita, yang menunjukan nilai buruk tempatnya di neraka. Pada
saat itu tidak ada lagi arti penyesalan. Benar sekali kata seorang ulama
besar Tabi'in, bernama Hasan Al-Basri, "Wahai manusia sesungguhnya
engkau adalah kumpulan hari, setiap hari berkurang, berarti berkurang
pula
bagaianmu."
Umar bin Khatab berkata, "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab."



,

,






,
.




.

! .




Sidang Jumuah rahimakumulloh,
Di penghujung bulan Dzul-hijjah 1436 H, dan menyongsong Muharram
1437 H, saya mengajak diri saya dan para jamaah sekalian. Marilah kita
jaga kualitas iman dan takwa kita kepada Allah, dan mari kita tingkatkan
menjadi yang lebih baik. Dengan melaksanakan perintah Allah dengan
ikhlas dan istiqamah, serta menjauhi segala apa yang dilarang, dengan
sabar dan tawakkal.
Sudah 1437 tahun lebih, telah berlalu perjalanan sejarah Hijrahnya
Rasulullah Shollallohu Alaihi wa Alih wa Shohbihi wa Sallam berlalu.
Makna hijrah bagi kaum Muslim memiliki makna yang sangat dalam dan
mendasar yaitu suara hati, perasaan yang sangat mendasar (Alwizdan),
mengaktualisasikan nilai-nilai akidah yang bertujuan untuk memisahkan
antara yang hak dan yang batil yaitu dengan berhijrah kepada Allah
Subhanahu wa Taala secara totalitas.
Hijrah dari Kemusyrikan dan Kekufuran Kepada Nilai-nilai Islam
yang Murni
Awal dari hijrahnya kenabian ini bertujuan untuk keluar dari belenggu
masyarakat Jahiliyah dan berbagai unsur budayanya pada masa itu dan
menuju kepada berdirinya Negara Islam di Madinah Munawwarah. Dari
awal hijrah inilah menjadi ujung tombak terbentuknya sejarah Hijriyah
yang dikenal dengan Taqwim Hijrie; penanggalan Hijriyah atau tahun

hijriyah di kalangan umat Islam, yang berawal dari hijrahnya Nabi


Muhammad Shollallohu Alaihi wa Alih wa Shohbihi wa Sallam dari Makkah
ke Yatsrib yang akhirnya nama ini berubah menjadi nama Madinah AlMunawwarah. Makna Hijrah dan keutamaan hijrah yang Allah Subhanahu
wa Taala gambarkan dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut:
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada
Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar (QS. Attaubah [9] : 100).
Dari ayat-ayat Al-Quran di atas makna hijrah mengandung interpretasi
yang begitu luas baik secara ruhiyah, bathiniyah maupun lahiriyah, baik
secara mikro maupun makro. Tahun baru Hijriyah atau makna dari kata
Hijrah itu sendiri merupakan momentum bagi kaum Muslimin untuk
terus mampu dalam berkreasi, menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi,
menjunjung tinggi hak asasi manusia, menciptakan birokrasi yang
modern, transparan, rapi dan bersih, membangun dan menegakkan
keadilan hukum yang tegas dan berwibawa, kemajuan diberbagai bidang
seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, industri, informasi,
teknologi, militer, dsb, menuju peradaban sebuah negara yang aman,
sejahtera dan makmur yang mampu bersaing dengan negara lain secara
terhormat dan beradab untuk membangun kemaslahatan umat manusia
diseluruh dunia.
Maasyirol Musholliin Rahimakumulloh,
Tahun baru Islam jatuh diantara bulan Haram yaitu bulan Muharram. Bulan
Haram ada empat dari bulan Arab hijriyah yaitu Dzulqadah (bulan ke-11),
Dzulhijjah (bulan ke-12), Muharram (bulan ke-1) dan Rajab (bulan ke-7), Di
dalam Al-Quran (Q.S. at-Taubah:36), Allah menyebutkan:
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus,
maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,
dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa. (Q.S. at Taubah :36).
Pada ayat ini menerangkan kepada kita bahwa setelah penciptaan langit
dan bumi Allah menciptakan bulan yang berjumlah 12 bulan yang mana
bulan tersebut merupakan bulan tahun Hijriah. Dalam bulan-bulan
tersebut terdapat 4 bulan yang paling istimewa diantara bulan yang
lainnya, salah satunya adalah bulan Muharram. Pada bulan Muharram
Allah mengharamkan umat islam melakukan perbuatan yang dilarang,
(membunuh, berperang). Tetapi disana juga menjelaskan bahwa orang

muslim harus memerangi orang kafir yang selalu mengajak kepada


kehancuran. Yang dilakukan orang kafir, adalah bukan karena ingin
merampas harta seperti yang dilakukan sebelum datangnya Islam,
merebut kekuasaan, balas dendam seperti yang telah dialami ketika
umat Islam mengusir orang kafir untuk meninggalkan Makkah dan
Madinah, tetapi mereka menginginkan agama Islam hancur.
Salah seorang ahli tafsir dari kalangan tabiin yang bernama Qatadah bin
Diamah Sadusi rahimahulloh menyatakan,
Amal sholeh lebih besar pahalanya jika dikerjakan di bulan-bulan haram
sebagaimana kezholiman di bulan-bulan haram lebih besar dosanya
dibandingkan dengan kezholiman yang dikerjakan di bulan-bulan lain
meskipun secara umum kezholiman adalah dosa yang besar(2).
Disinilah yang menjadi pokok pada bulan Muharram, bahwa diharamkan
umat-Nya melakukankan berperang atau membunuh pada bulan-bulan
istimewa tersebut, karena apabila melanggarnya, maka dosanya akan
dilipat gandakan dari bulan-bulan yang lain. Dengan adanya larang
tersebut berarti Allah juga akan memberikan pahala bagi umatNya yang
mengerjakan alaman seperti yang disunahkan.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Bakar radhiyallohu
anhu, Rasulullah Shollallohu Alaihi wa Alih wa Shohbihi wa Sallam
menjelaskan keempat bulan haram yang dimaksud:










Dari Abu Bakar r.a, bahwa Rasulullah berkhotbah ketika beliau
melaksanakan haji, beliau berkata: ketahuilah bahwa zaman itu akan
terus berputar seperti bentuknya. Hari yang mana Allah ciptakan pada
langit dan bumi itu dalam setahun sebanyak 12 bulan diantaranya ada 4
bulan Haram, 3 yang berturutan yaitu Dzulqadah, Dzulhijjah, dan
Muharram sedangkan bulan Rajab dihimpit antara bulan Jumadi (Jumadil
Awwal dan Jumadil Akhir) dan bulan Syaban. ( Hadits Riwayat BukhariMuslim).
Para ulama bersepakat bahwa keempat bulan haram tersebut memiliki
keutamaan dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain selain Ramadhan,
namun demikian mereka berbeda pendapat, bulan apakah yang paling
afdhal diantara keempat bulan haram yang ada? Imam Hasan Al Bashri
rahimahulloh dan beberapa ulama lainnya berkata,
Sesungguhnya Allah telah memulai waktu yang setahun dengan bulan
haram (Muharram) lalu menutupnya juga dengan bulan haram (Dzulhijjah)
dan tidak ada bulan dalam setahun setelah bulan Ramadhan yang lebih
agung di sisi Allah melebihi bulan Muharram (3). (Lathoif Al Maarif hal
36)

Bulan Muharram disifatkan sebagai Bulan Allah


Kedua belas bulan yang ada adalah makhluk ciptaan Allah, akan tetapi
bulan Muharram meraih keistimewaan khusus karena hanya bulan inilah
yang disebut sebagai syahrullah (Bulan Allah). Rasulullah shallallohu
alaihi wasallam bersabda:
















Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah
(yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat
fardhu adalah shalat malam. (Hadits Riwayat Muslim (11630) dari
sahabat Abu Hurairah radhiyallohu anhu).
Hadits ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus yang dimiliki bulan
Muharram karena disandarkan kepada Lafzhul Jalalah (lafazh Allah). Para
Ulama telah menerangkan bahwa ketika suatu makhluk disandarkan pada
lafzhul Jalalah maka itu mengindikasikasikan tasyrif (pemuliaan) terhadap
makhluk tersebut, sebagaimana istilah baitullah (rumah Allah) bagi mesjid
atau lebih khusus Kabah dan naqatullah (unta Allah) istilah bagi unta nabi
Sholeh alaihis salam dan lain sebagainya.
Al Hafizh Abul Fadhl Al Iraqy rahimahulloh menjelaskan, Apa hikmah dari
penamaan Muharram sebagai syahrulloh (bulan Allah) sementara seluruh
bulan milik Allah? Mungkin dijawab bahwa hal itu dikarenakan bulan
Muharram termasuk diantara bulan-bulan haram yang Allah diharamkan
padanya berperang, disamping itu bulan Muharram adalah bulan perdana
dalam setahun maka disandarkan padanya lafzhul Jalalah (lafazh Allah)
sebagai bentuk pengkhususan baginya dan tidak ada bulan lain yang Nabi
Muhammad Shollallohu Alaihi wa Alih wa Shohbihi wa Sallam sandarkan
kepadanya lafzhul Jalalah melainkan bulan Muharram (4) (Hasyiah As
Suyuthi ala Sunan An Nasaai)
Bulan ini juga sering dinamakan: Syahrullah Al Asham (Bulan Allah yang
Sunyi). Dinamakan demikian, karena sangat terhormatnya bulan ini
(6). Karena itu, tak boleh ada sedikitpun riak dan konflik di bulan ini.
Sidang Jumuah Rahimakumulloh,
Adapun ibadah yang dianjurkan secara khusus pada bulan ini adalah
memperbanyak puasa sunnah sebagaimana yang telah disebutkan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu anhu,
sebagaimana hadits di atas. Kemudian anjuran berpuasa di bulan
Muharram ini lebih dikhususkan dan ditekankan hukumnya pada hari yang
dikenal dengan istilah Yaumul Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan
Muharram (Asyuro). Asyuro berasal dari kata Asyarah yang berarti
sepuluh. Pada hari Asyuro ini, Rasulullah shallahu alaihi wasallam
mengajarkan kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah
dan ketundukan kepada Allah Taala yaitu ibadah puasa, yang kita kenal

dengan puasa Asyuro. Berdasarkan hadits Nabi Shollallohu Alaihi wa Alih


wa Shohbihi wa Sallam tentang Kaum Yahudi juga berpuasa di hari Asyuro
bahkan menjadikannya sebagai Ied (hari raya).






Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma berkata: Ketika Rasulullah shallallohu
alaihi wasallam. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari Asyura, maka Beliau bertanya: Hari apa ini?. Mereka
menjawab, Ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah
menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa
pada hari ini. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pun bersabda, Aku
lebih berhak terhadap Musa daripada kalian. Maka beliau berpuasa dan
memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa di tahun yang akan datang.
(Hadits Riwayat Bukhari (1865) dan Muslim(1910)).
Kaum Quraiys di zaman Jahiliyah juga berpuasa Asyuro dan puasa ini
diwajibkan atas kaum muslimin sebelum kewajiban puasa Ramadhan:






.

.








Dari Aisyah radhiyallohu anha berkata, Kaum Quraisy pada masa
Jahiliyyah juga berpuasa di hari Asyuro dan Rasulullah shallallohu alaihi
wasallam juga berpuasa pada hari itu, ketika beliau telah tiba di Madinah
maka beliau tetap mengerjakannya dan memerintahkan ummatnya untuk
berpuasa. Setelah puasa Ramadhan telah diwajibkan beliau pun
meninggalkan (kewajiban) puasa Asyuro, seraya bersabda, Barangsiapa
yang ingin berpuasa maka silakan tetap berpuasa dan barangsiapa yang
tidak ingin berpuasa maka tidak mengapa (Hadits Riwayat Bukhari
(1863) dan Muslim(1897))
Adapun keutamaan puasa Asyuro adalah:


Dari Abu Qatadah radhiyallohu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallohu
alaihi wasallam bersabda, Puasa hari Asyuro aku berharap kepada Allah
akan menghapuskan dosa tahun lalu (Hadits Riwayat Tirmidzi (753), Ibnu
Majah (1738) dan Ahmad(22024). Hadits semakna dengan ini juga
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shohih beliau (1162)).
Sedangkan puasa pada hari Tasua (ke-9 Muharram), Ibnu Abbas
radhiyallohu anhuma berkata: Ketika Rasulullah Shollallohu Alaihi wa Alih
wa Shohbihi wa Sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan

kaum muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) menyampaikan, Ya


Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani. Maka
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam pun bersabda:






Jika tahun depan insya Allah (kita bertemu kembali dengan bulan
Muharram), kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan (tanggal
sembilan). Akan tetapi belum tiba Muharram tahun depan hingga
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam wafat di tahun tersebut (Hadits
Riwayat Muslim (1134)).













Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma beliau berkata, Berpuasalah pada
tanggal sembilan dan sepuluh Muharram, berbedalah dengan orang
Yahudi
Maasyirol Muslimin Rahimakumulloh,
Pada akhirnya dapatlah kita simpulkan:
1. Begitu agungnya bulan Muharram, sehingga kita harus
memperbanyak amal sholih dan menghindari perbuatan munkar,
2. Diantara amalan yang sangat dianjurkan adalah puasa sunnah,
khususnya hari ke-9, 10 dan 11, bulan Muharram.
Dan marilah kita berdoa, memohon kepada Alloh, semoga kita diberi
kekuatan iman dan Islam, dan semoga selalu dalam hidayah Allah dengan
mengikuti sunnah Rasulullah Shollallohu Alaihi wa Alih wa Shohbihi wa
Sallam, aamin yaa mujiibas saa-iliin.
, ,
, , ,
Kedua Khutbah

, .

,
:

}
:

}
:

}
:


{.













,
,
. ,













Hadirin sidang jum'at rahimakumullah
Dengan keimanan yang ada pada diri kita, marilah kita senantiasa
bertakwa kepada Allah SWT. dengan takwa yang sebenar-benarnya dan
setulus-tulusnya, takwa dengan menjalankan segala perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Dengan takwa ini Insya Allah, Alloh SWT
akan memudahkan semua urusan kita, sebagaimana Allah SWT berfirman
dalam QS. Ath-Thalaq ayat 4 :
"Barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya".
Hadirin sidang jum'at rahimakumullah
Alhamdulillah dengan tidak terasa kita telah berada pada penghujung
bulan Dzulhijjah, 3 hari lagi kita akan meninggalkan tahun 1434 H, dan
akan memasuki Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharram 1435 H.
Hijrah dalam sejarah Islam adalah satu peristiwa monumental yang
sangat penting bukan hanya bagi kehidupan Nabi Muhammad SAW, tapi
juga bagi pertumbuhan dan perkembangan agama Islam pada zaman
dahulu hingga sekarang ini. Peristiwa itu adalah hijratur rasul dari Makkah
ke kota Madinah Al Munawarah. Betapa pentingnya peristiwa ini, hingga
diabadikan dalam Al-Quran surat Al-Anfaal ayat 74
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan
Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka Itulah orang-orang

yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki


(nikmat) yang mulia".
Hadirin sidang jum'at rahimakumullah
Dalam catatan sejarah tentang peristiwa hijrah telah terjadi pada zaman
rasul-rasul, seperti; Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as dan Nabi Muhammad
SAW.
Hijrah Nabi Muhammad SAW bersama seluruh umat Islam adalah dari
Mekkah ke Madinah mengandung pengertian, antara lain:
Keluar dari Darul Harb, yaitu hijrah dari negeri kafir ke negeri Muslim.
Pindah dari suatu negeri yang dilanda perang ke negeri yang aman.
Nabi Muhammad SAW bersabda tentang hakikat seorang Muslim dan
seorang yang hijrah "Hakikat seorang Muslim adalah seorang yang dapat
menjaga lidah dan tangannya demi keselamatan orang lain. Sedang
seorang yang berhijrah, pada hakikatnya adalah seorang yang dapat
menjaga diri dari semua larangan Allah". HR. Bukhari, Abu Dawud dan AnNasai
Latar belakang penetapan tahun hijriyah oleh Khalifah Umar bin Khattab
mengandung tujuan bahwa penetapan tahun hijriyah adalah tegaknya
kebenaran dan hancurnya kebatilan. Maka ditetapkanlah awal hijrah Nabi
Muhammad SAW dengan seluruh umat Islam dari Mekkah ke Madinah
menjadi tahun baru Islam.
Dalam menyambut datangnya tahun baru Islam 1435 H yang insya Allah
beberapa hari lagi akan tiba, maka kaum Muslim Indonesia dan seluruh
dunia hendaknya :
Kita hendaknya tafakur, merenungkan perilaku kita masa yang lalu pada
tahun yang segera kita tinggalkan. Perbuatan baik apakah yang pernah
kita lakukan dan perbuatan buruk/negatif dan tercela yang telah kita
perbuat pada masa lalu, Agar kita dapat bertaubat dan bertekad berbuat
yang terbaik pada tahun yang akan datang. Khalifah Umar bin Khattab
mengatakan
Nilai
dirimu
sebelum
dinilai
orang
lain.
Kita perbaharui tekad untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita
kepada Allah SWT serta meningkatkan kinerja kita untuk memperbaiki
taraf hidup yang lebih baik dan sejahtera pada tahun baru Islam 1435 H
yang akan datang.
Dalam membangun semangat Islam untuk meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta niat lebih maju dan lebih baik dimasa yang akan datang,
Allah SWT berfirman dalam surat Al Hasyr ayat 18
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Hadirin sidang jum'at rahimakumullah
Pada zaman sekarang ini makna hijrah adalah pindah dari keadaan hidup
yang penuh penderitaan kepada keadaan hidup yang lebih baik, aman
dan sejahtera, serta hijrah dari keterbelakangan kepada kemajuan, dari
kebodohan kepada kecerdasan dari kekufuran kepada keimanan.

Marilah kita ambil hikmah atau nilai rohaniyah yang terkandung di dalam
peristiwa hijrah yang dilakukan Rasulullah saw dan marilah kita berdoa
mudah-mudahan kita tergolong orang-orang yang beruntung serta
mendapatak hidayah dari Alloh SWT Amin yarobalalamin.









2 ke Khutbah























.





























.



















m doc bentuk dalam Download

Anda mungkin juga menyukai