Anda di halaman 1dari 90

Kisah-kisah Al-Quran

Part 1
1. Karunia Bagi Kaum Quraisy
Tahukah kamu? Quraisy merupakan nama suatu suku bangsa Arab yang menetap di Kota
Mekah dan daerah sekitarnya. Quraisy sendiri sebenarnya merupakan nama asli dari Fihr,
yang merupakan leluhur Nabi Muhammad saw. dan keturunan Nabi Ibrahim as. Silsilah
lengkapnya adalah sebagai berikut: Muhammad saw. bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin
Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murra bin Kaab bin Luay bin Ghalib bin
Quraisy (Fihr) bin Malik bin Nazar bin Kinanah bin Khuzaymah bin Mudrikah bin Ilyas bin
Mazar bin Nazar bin Maad bin Adnan bin Ismail as. bin Ibrahim as.
Pada zaman dahulu, kaum Quraisy mencari nafkah dengan cara berdagang. Kaum Quraisy
berdagang dua kali dalam setahun, yaitu ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri
Yaman pada musim dingin. Jarak yang mereka tempuh bisa mencapai 2000 km lho! Mereka
berangkat beramai-ramai dengan menunggang unta, sekitar 500-1000 ekor unta untuk
ditunggangi dan membawa barang dagangan mereka.
Sepanjang perjalanan banyak perampok yang berusaha menghadang mereka. Namun dengan
perlindungan Allah kafilah dagang Quraisy selalu berhasil mengalahkan perampok-perampok
tersebut. Sehingga tidak ada lagi yang berani untuk menghadang dan merampok kaum
Quraisy. Selain itu, kaum Quraisy juga sangat dihormati karena mereka merupakan pelayan
bagi setiap tamu yang mengunjungi Kabah di Mekah.
Selain itu, para tamu tersebut juga kerap membawa berbagai jenis makanan untuk bangsa
Arab khususnya kaum Quraisy. Jadi, meskipun mereka (kaum Quraisy) tinggal di daerah
gurun pasir, namun hampir semua buah-buahan bisa mereka nikmati.
Begitu banyak karunia yang Allah berikan bagi kaum Quraisy. Untuk itu sudah sepatutnya
mereka beriman hanya kepada Allah dan bukan berhala.
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy (1), (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada
musim dingin dan musim panas (2), Maka henddaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik)
rumah ini (kabah) (3), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan (4). (QS. Al-Quraisy: 1-4)
2. Kota yang Aman
Suatu hari, terdapat rombongan kaum dari luar Kota Mekah yang mendatangi pusat Kota
Mekah. Mereka berkata bahwa kabilah mereka diserang oleh perampok. Mendengar kabar
tersebut seorang anak laki-laki berlari ketakutan pulang ke rumahnya. Ia menghampiri sang
kakek yang sedang memerah susu kambing.
Namanya Qasim, ia bercerita kepada kakeknya mengenai peristiwa yang ia saksikan di pusat
kota tadi. Qasim khawatir kalau nanti para perampok juga akan menyamun Kota Mekah,
Kota yang ia tempati. Kakek Qasim mengerti sekali perihal ketakutan cucunya itu. Untuk itu
kakek berkata pada Qasim, Qasim cucuku, perampok itu tidak akan menyerang Kota
Mekah.

Dengan raut muka penuh tanda tanya Qasim berkata, Mengapa demikian Kek?
Lalu kakek pun menjelaskan bahwa Mekah merupakan kota suci yang tidak boleh dilakukan
peperangan di atasnya. Hal tersebut dikarenakan di Mekah terdapat Kabah yang dihormati
oleh seluruh masyarakat Arab.
Seolah mengerti perkataan sang kakek, Qasim mengangguk-anggukan kepalanya. Ia sedikit
lega mendengar penjelasan Kakek. Namun ada satu lagi pertanyaan di benaknya, Kek,
kenapa Kabah sangat dihormati?
Kabah merupakan pusat ibadah sejak masa Nabi Ibrahim as. Bangunan itu dibangun oleh
Nabi Ibrahim as. bersama putranya Nabi Ismail as. atas perintah Allah SWT, kata kakek
kepada Qasim.
Oh begitu rupanya, Qasim tidak takut lagi kek. Qasim juga bersyukur karena kita tinggal di
kota suci ini.
Tidakkah mereka memperhatikan bahwa Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci
yang aman padahal manusia di sekitarnya saling merampok? Mengapa (setelah nyata
kebenaran) mereka masih percaya kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? (QS.
Al. Ankabuut: 67)
3. Serangan Pasukan Bergajah
Suatu hari Abdul Muthalib kembali kepada kaum Quraisy untuk memberi tahu tentang
kedatangan tentara bergajah yang dipimpin oleh Abrahah. Ia meminta masyarakat keluar dari
Mekah dan berlindung di puncak gunung dan syib (jalan di antara dua gunung). Lalu Abdul
Muthalib bersama beberapa orang Quraisy kembali ke kabah untuk berdoa kepada Allah
Ya Allah, sesungguhnya seorang hamba telah melindungi pelananya
Maka lindungilah Rumah-Mu
Ya Tuhan, salib mereka tidak akan mengalahkan-Mu besok pagi
Karena hanya Engkaulah Yang Maha Kuat
Jika Engkau membiarkan mereka dan kiblat kami
Maka itu karena sesuatu yang telah Engkau inginkan sebelumnya
Keesokan harinya Abrahah bersiap untuk memasuki Mekah bersama dengan gajah-gajahnya.
Tekadnya sangat bulat untuk menghancurkan Kabah. Alasannya adalah agar orang-orang
tidak lagi mengunjungi Kabah sebab ia telah membuat gereja yang sangat besar yang ia beri
nama Al Qulais. Ia ingin agar orang-orang tidak berhaji ke Kabah melainkan ke gereja yang
ia buat.
Abrahah menunggangi gajah bernama Mahmud. Ketika ia dan pasukannya hendak mencapai
Mekah, Nufail bin Habib Al-Khatsami datang mendekat dan membisikan sesuatu kepada
Mahmud, Duduklah wahai Mahmud, atau pulanglah dengan damai ke tempatmu semula,
karena sesungguhnya engkau sekarang berada di tanah suci!

Gajah Mahmud pun duduk. Kemudian Nufail bin Habib pergi ke atas gunung. Pasukan
Abrahah memukul Gajah Mahmud agar berdiri namun ia tak kunjung berdiri. Kemudian
mereka mencucuk dan mengiris perutnya, Gajah Mahmud tetap terduduk dan enggan berdiri.
Hingga mereka mengarahkan Gajah Mahmud ke arah Yaman ia pun berdiri dan berlari. Lalu
mereka mengarahkannya ke arah Syam, ia berdiri dan berlari. Lalu mereka mengarahkannya
ke arah Timur, ia pun berdiri dan berlari. Ketika kembali mereka mengarahkannya ke Mekah,
Gajah Mahmud menolak berdiri.
Langit pun nampak gelap. Tak disangka, bayangan gelap itu merupakan sekawanan burung
yang masing-masing membawa tiga buah batu kecil menyala. Sebuah batu di paruhnya dan
dua buah batu di cengkramannya. Batu-batu tersebut dilemparkan ke pasukan Abrahah. Jika
salah satu batu mengenai seorang dari pasukan Abrahah, ia pasti tewas.
Allahu Khairan Hafidzan: Allah adalah sebaik-baiknya tempat perlindungan. Allah juga tidak
pernah mengingkari janji-Nya untuk menjadikan Mekah sebagai Kota yang paling aman.
Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap
pasukan bergajah?(1), Bukankah Dia telaah menjadikan tipu daya mereka itu dia-sia? (2),
Dan Dia mengirimkan burung yang berbondong-bondong (3), Yang melempari mereka
dengan batu dan tanah liat yang terbakar (4), Sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daundaun yang dimakan (ulat) (5). (QS. Al-Fiil: 1-5)
4. Gua Kecil di Jabal Nur
Jabal Nur merupakan sebuah gunung batu di Mekah yang menjulang tinggi seperti piramid.
Dari namanya, Jabal Nur memiliki arti Gunung yang Bercahaya. Untuk dapat mencapai ke
sana, diperlukan usaha yang tidak mudah. Karena jalan yang harus dilewati berupa ratusan
anak tangga yang berkelok dan dengan derajat kemiringan hingga 60 derajat.
Pada ketinggian 270 meter Jabal Nur terdapat sebuah Gua kecil, panjangnya sekitar 1,5
meter, dengan tinggi 2,5 meter dan kedalaman 2 meter. Gua tersebut bernama Gua Hira.
Karena tempatnya yang kecil dan sulit dicapai, tak banyak orang yang mengunjungi Gua
tersebut. Kecuali seorang pria tampan yang kerap menyendiri untuk beribadah kepada Allah
SWT. Ya, dia adalah Nabi Muhammad saw. Siti Khadijah (istri Nabi Muhammad saw.) juga
kerap datang ke Gua Hira untuk membawakan makanan kepada suaminya.
Suatu Hari, tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan atau bertepatan dengan tanggal 6 Agustus
610 M, Gua kecil di Jabal Nur itu menjadi saksi atas penobatan Muhammad saw. sebagai
seorang utusan Allah SWT. Malam itu dingin sekali, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang
memanggil nama Muhammad saw., Ya Muhammad, Bacalah!
Muhammad saw. menjawab, Aku tidak bisa membaca.
Lalu suara itu menyentak, Bacalah!
Muhammad saw. menjawab lagi, Aku tidak bisa membaca.
Hingga ketiga kalinya, suara itu berseru, Bacalah! dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah
yang Maha Mulia. Yang mengajar dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.

Suara itu merupakan suara malaikat Jibril yang sedang menyampaikan wahyu pertama dari
Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. Saat menerima penobatan sebagai utusan Allah ini
Nabi Muhammad saw. berusia 40 tahun dan istrinya, Siti Khadijah berusia 55 tahun.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1), Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah (2), Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia (3), Yang
mengajar (manusia) dengan pena (4), Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya (5). (QS. A-Alaq: 1-5)
5. Hai Orang yang Berselimut, Bangunlah . . .
Sejak peristiwa malam itu, Nabi Muhammad saw. masih sering mengunjungi Gua Hira untuk
beribadah kepada Allah SWT sambil menantikan wahyu berikutnya. Namun ia tak kunjung
pula mendengar suara malaikat Jibril. Surat Al-Alaq ayat 1-5 itu bagaikan wahyu pertama dan
terakhir yang diterimanya.
Hingga suatu ketika,
Ia sedang dalam perjalanan menuruni Jabal Nur hendak pulang ke rumahnya. Lalu suara tak
biasa itu terdengar lagi, Ya Muhammad. Suara yang menyebut namanya itu terdengar dari
atas langit. Nabi Muhammad saw. pun menengadah ke atas langit dan mendapati sebuah
cahaya disana. Cahaya tersebut merupakan malaikat Jibril yang duduk di antara langit dan
bumi.
Seketika itu pula Nabi Muhammad saw. menjadi lemas dan tersungkur ke tanah. Di tengah
ketakutannya, ia pun berlari menuju rumah, seakan tak peduli dengan kakinya yang terantuk
bebatuan. Setibanya di rumah, ia meminta sang istri Siti Khadijah untuk menyelimutinya,
Selimuti aku. Selimuti aku, kata rasul yang masih ketakutan.
Suara malaikat Jibril pun terdengar lagi.
Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan, agungkanlah
Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji ...
Wahyu kedua yang didengarnya merupakan perintah untuk berdakwah dan mengajak
manusia kepada agama Allah.
Wahai orang yang berselimut! (1), Bangunlah, lalu berilah peringatan! (2), Dan
agungkanlah Tuhanmu! (3), Dan bersihkanlah pakaianmu! (4), Dan tinggalkanlah segala
(perbuatan) yang keji! (5), Dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak! (6), Dan karena Tuhanmu, bersabarlah. (QS. AlMuddatstsir: 1-7)
6. Tuduhan Batil pada Rasulullah saw
Setelah mendapat wahyu untuk berdakwah, Nabi Muhammad saw pun mulai mengajak
masyarakat untuk masuk Islam dan meninggalkan berhala. Sebagian dari mereka ada yang
langsung yakin dan kemudian beriman kepada Allah Yang Maha Esa (satu) dan tidak
menyembah berhala lagi.
Namun, tak sedikit pula orang-orang yang menolak dakwah Nabi Muhammad saw. Tak hanya
penolakan yang ia terima, kata-kata menyakitkan juga kerap ia dapati.

Engkau penyihir! sumpah serapah seseorang kepadanya.


Kata-katamu sangat berbahaya, Muhammad! tambah yang lain.
Rasulullah saw. pun terdiam dibuatnya. Beliau yang tadinya bermaksud mengajak orangorang untuk memeluk Islam, menjadi berkecil hati dan bersedih.
Sudahlah, buat apa didengarkan. Tinggalkan saja dia. Jangan sampai kita menjadi aneh
seperti dia!
Betul, ucapannya merupakan kebohongan yang dibuat-buat!
Tak hanya itu, di lain waktu ada yang mengatakan bahwa Muhammad adalah orang gila.
Padahal sebelumnya ia mendapat gelar Al-Amin yang berarti orang yang tepercaya.
Untuk menghibur hatinya, Allah SWT mengutus Jibril as. menyampaikan wahyu selanjutnya.
Dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah orang gila (2), Dan
sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya (3), Dan
sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur (4), Maka kelak engkau akan
melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat (5), Siapa di antara kamu yang
gila (6). (QS. Al-Qalam: 2-6)
7. Kisah tentang Para Pemilik Kebun
Dikisahkan terdapat beberapa orang pemilik kebun di suatu desa yang subur. Para pemilik
kebun sangat mencintai kebun tersebut karena selalu menghasilkan buah-buahan yang lebat
dan segar. Mereka kerap memetik hasil panen yang banyak untuk dimakan sendiri atau dijual.
Hingga suatu ketika datanglah seorang yang sedang kelaparan kepada mereka yang sedang
bekerja, Tuan, apakah ada pekerjaan yang dapat saya lakukan. Saya sangat lapar Tuan.
Tidak ada seorang pemilik kebun pun yang memperdulikannaya, bahkan mereka
mengusirnya.
Huh, pergi sana! Tidak ada pekerjaan yang dapat kamu lakukan.
Kemudian ia pergi dengan perasaan sedih.
Sementara itu, setelah selesai bekerja, para pemilik kebun kembali ke rumah mereka dengan
perasaan bangga. Mereka membayangkan hasil panen yang akan mereka petik keesokan
harinya. Malam itu mereka tidur dengan nyenyak.
Mereka tak mengetahui, sesuatu yang buruk telah terjadi pada kebun mereka ketika mereka
tidur. Kebun yang selalu mereka rawat setiap hari itu dilahap oleh api yang sangat besar
hingga tak menyisakan apa-apa untuk mereka. Si jago merah membuat kebun yang penuh
warna menjadi abu dan arang saja.
Keesokah harinya, mereka pergi ke kebun dengan penuh semangat karena mengharapkan
hasil panen yang melimpah. Salah seorang dari mereka berujar, Jangan sampai ada orang
miskin yang memasuki kebun kita hari ini. Seorang lagi menjawab, Ya, benar. Merepotkan
saja orang-orang seperti mereka.

Saat tiba di kebun, betapa terkejutnya mereka melihat seluruh kebun yang habis terbakar.
Mereka pun menyesal atas apa yang telah mereka perbuat. Mereka pun berkata, Sungguh,
kita ini benar-benar orang yang sesat. Kini kita tidak memperoleh apa pun. Bukankah aku
telah mengatakan, mengapa kamu tidak bertasbih? Kata salah seorang yang paling bijak di
antara mereka.
Dengan serempak mereka mengatakan, Subhanallah. Sungguh kami adalah orang-orang
yang zalim. Mereka pun bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah dan berdoa agar
diberikan ganti dengan kebun yang lebih baik.
Sungguh, kami telah menguji mereka (orang musyrik Mekah) sebagaimana kami telah
menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah pasti akan memetik (hasil)Noya
pada pagi hari (17), Tetapi mereka tidak menyisihkan (dengan mengucap Insya Allah( (18),
Lalu kebun itu ditimpa bencana (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur
(19), Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita (20), Lalu pada pagi
hari mereka saling memanggil (21), Pergilah pagi-pagi ke kebunmu jika kamu hendak
memetik hasil (22), Maka mereka pun berangkat sambil berbisik-bisik (23), Pada hari ini
jangan sampai ada orang miskin yang masuk ke dalam kebunmu (24), Dan berangkatlah
mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu
(menolongnya) (25), Maka ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata, Sungguh, kita
ini benar-benar orang-orang yang sesat (26), Bahkan kita tidak memperoleh apa pun (27),
Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, Bukankah aku telah mengatakan
kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)? (28), Mereka mengucapkan,
Mahasuci Tuhan kami, sungguh kami adalah orang-orang yang zalim (29), Lalu mereka
saling berhadapan dan saling menyalahkan (30), Merekaa berkata, Celaka kita!
Sesungguhnya kita adalah orang-orang yang melampaui batas (31), Mudah-mudahan Tuhan
memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik dari pada yang ini. Sungguh,
kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. (QS. Al-Qalam: 17-32)
8. Turunnya Dua Cahaya
Terdengar sebuah suara, Hari ini salah satu pintu langit akan dibuka. Hanya untuk hari ini
saja. Pintu tersebut tidak pernah dibuka sebelumnya. Ketika itu Rasulullah saw. duduk di sisi
malaikat Jibril yang sedang menyampaikan wahyu. Mula-mula malaikat Jibril mengucapkan
salam kepadanya.
Assalamualaikum, ya Rasulullah.
Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, jawab Rasul saw.
Dengan turunnya dua cahaya ini saya memberikan kabar gembira kepadamu. Dua cahaya ini
tidak pernah diturunkan sebelumnya selain kepadamu.
Apakah itu? tanya Rasulullah.
Kedua cahaya itu ialah surat Al-Fatihah dan surat Al-Baqarah ayat 286 (ayat terakhir). Tidak
ada satu pun doa yang disertai dengan bacaan kedua surat ini melainkan Allah akan
mengabulkan.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang (1), Segala puji bagi Allah,
Tuhan seluruh alam (2), Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang (3), Pemilik hari

pembalasan (4), Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah
kami mohon pertolongan (5), Tunjukilah kami jalan yang lurus (6), (Yaitu) jalan orangorang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat (7). (QS. Al-Fatihah: 1-7)
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia
mendapat (pahala) dari (kebijakan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari
(kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak
sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatullah kami.
Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir (286).
(QS. Al-Baqarah: 286)
9. Balasan bagi Abu Lahab dan Istrinya
Abu Lahab merupakan paman Nabi saw. yang selalu menentang dakwah beliau. Sejak
pertama kali Rasulullah saw berdakwah dan mengenalkan Islam, Abu Lahab dan istrinya
(Ummu Jamil) selalu menunjukkan permusuhan dan tak segan menyakitinya.
Wanita itu (istri Abu Lahab) biasa menabur duri di jalan yang biasa dilalui Rasul. Hingga tak
jarang kak-kaki Rasul saw. terluka akibatnya. Selain itu ia suka mengadu domba dan
menyebar fitnah kepada orang-orang Mekah agar memusuhi Nabi Muhammad saw.
Suatu hari Rasulullah saw. pergi ke suatu lembah dan menaiki bukitnya, kemudian beliau
berteriak seraya memanggil orang-orang untuk datang. Wahai sekalian manusia, datanglah
kemari. Maka orang-orang Quraisy pun berkumpul di sekitar beliau. Beliau pun berkata,
Bagaimana jika aku kabarkan kepada kalian bahwa ada musuh di balik bukit ini yang akan
segera menyergap kalian. Apakah kalian percaya?
Ya, sahut mereka yang berkumpul.
Kemudian beliau saw. melanjutkan, Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi
kalian. Sesungguhnya di hadapan kalian akan ada azab yang pedih.
Lalu salah seorang di antara mereka, Abu Lahab, berkata, Celakalah engkau Muhammad.
Apakah hanya untuk ini kamu mengumulkan kami di sini?
Orang-orang yang berkerumun pun segera bubar mendenga bantahan Abu Lahab.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! (1), Tidaklah berguna
baginya hartanya dan apa yang ia usahakan (2), Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak (neraka (3), Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah)
(4), Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal (5). (QS. Al-Lahab: 1-5)
10. Abu Bakar yang Dermawan
Tidak seorang pun yang memberi bantuan kepada kami kecuali kami beri balasan yang
sesuai dengan apa yang mereka berikan kecuali Abu Bakar. Karena dia memiliki bantuan
yang hanya dibalas oleh Allah SWT. pada hari kiamat dan tidak ada yang memberikan

hartanya melebihi apa yang diberikan oleh Abu Bakar, sabda Rasulullah saw. (HR.
Tirmidzi, dari Abu Hurairah)
Abu Bakar merupakan salah satu sahabat Rasulullah saw. Ia merupakan orang pertama yang
masuk Islam dari golongan sahabat. Kelebihannya dibanding sahabat-sahabat Rasul lainnya
ialah sifatnya yang dermawan. Ia tak mengharapkan apa pun selain balasan dari Allah.
Suatu ketika Rasulullah saw.menghimbau para sahabatnya untuk berinfak. Abu Bakar
langsung menemui beliau secara sembunyi-sembunyi, Wahai Rasulullah, inilah infakku.
Pahalanya tergantung Allah SWT. Rasul pun tersenyum mengangguk.
Tak lama kemudian datanglah Umar bin Khattab menyerahkan infaknya secara terangterangan. Umar berkata, Wahai Rasulullah, inilah infakku. Pahalanya untukku di sisi Allah.
Rasul juga menerima infak Umar dan berkata, Jarak antara infak kalian berdua laksana dua
kalimat yang kalian ucapkan.
Abu Bakar dan Umar selalu senantiasa berlomba dalam kebaikan. Meskipun Umar berusaha
untuk mengalahkan Abu Bakar khususnya dalam hal kedermawanan, namun ia tidak pernah
bisa. Suatu hari ada kesempatan untuk berinfak kembali dan kali ini Umar sedang memiliki
harta berlimpah. Ia menyisihkan sebagian untuk diinfakkan dan sebagian lagi untuk
keluarganya. Umar datang menemui Rasul dengan membawakan uang infak tersebut.
Lalu Rasulullah saw. bertanya kepada Umar, Wahai Umar, apakah yang engkau sisakan
untuk keluargamu? Umar pun menjawab, Aku menyisakan harta yang sama dengan yang
aku infaakkan.
Datanglah Abu Bakar membawa infaknya. Rasul saw. pun menanyakan hal yang sama
kepada Abu Bakar, Apa yang kau sisakah untuk keluargamu?
Abu Bakar mennjawab, Aku menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk keluargaku.
Sejak saat itulah Umar merasa tidak akan pernah bisa mengalahkan Abu Bakar.
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) (1), Demi siang apabila terang benderang
(2), Demi penciptaan laki-laki dan perempuan (3), Sungguh, usahamu memang beraneka
macam (4), Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa (5), Dan
membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga) (6), Maka akan kami mudahkan baginya
jalan menuju kemudahan (kebahagiaan) (7), Dan ada pun orang yang kikir dan merasa
dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah) (8), Serta mendustakan (pahala) yang terbaik
(9), Maka akan kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan) (10). (QS.
Al-Lail: 1-10)
11. Allah Tak Pernah Meninggalkanmu (Muhammad)
Sudah beberapa waktu lama Rasulullah tidak menerima wahyu. Hatinya pun menjadi sedih
dan gelisah. Hal tersebut terdengar hingga ke telinga orang-orang kafir Quraisy. Mereka pun
mengolok-olok Rasul dengan mengatakan bahwa Allah SWT. telah meninggalkannya.
Aku rasa teman mu itu (Malaikat Jibril as.) telah meninggalkanmu dan membencimu, kata
Ummu Jamil, istri Abu Lahab.

Mendengar perkataan tersebut Rasul pun menjadi sedih. Namun tak lama kemudian, malaikat
Jibril datang membawakan kabar gembira padanya, sekaligus jawaban atas kesedihannya.
Kabar bahwa Allah tak pernah meninggalkannya
Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu (3), Dan
sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari pada yang permulaan (4), Dan sungguh,
kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau menjadi puas
(5). (QS. Adh-Dhuha: 3-5)
12. Tawaran Bertukar Tuhan
Ketika melakukan dakwah di Mekah, Rasulullah saw. selalu dihalangi oleh orang-orang
penyembah berhala. Mereka selalu mengejek Rasulullah saw. untuk menyakiti hati umat
Islam. Meskipun demikian, usaha mereka untuk menghentikan dakwah Rasul tak pernah
berhasil. Mereka pernah menawarkan kepada Rasul wanita, harta, hingga jabatan agar Rasul
menghentikan dakwahnya. Namun usaha tersebut gagal karena Rasul menolak semua
tawaran mereka itu.
Hingga suatu hari, datanglah Walid Ibnu Al-Mughirah, Al-Ash bin Wail, Al-Aswad Ibnu
Muthalib, dan Umayah bin Khalaf kepada Rasul.
Wahai Muhammad, kami mempunyai sebuah tawaran kepadamu.
Tawaran apa lagi yang hendak kalian berikan padaku?
Bagaimana jika engkau Muhammad menyembah Tuhan kami selama setahun, sebagai
gantinya kami akan menyembah Tuhanmu selama setahun. Engkau pun akan kami sertakan
dalam urusan kami.
Rasulullah saw. menjawab, Akan kutunggu jawaban Allah untuk urusan ini. Kemudian
sebab peristiwa tersebut, Allah menurunkan surat Al-Kafirun ayat 1-6.
Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir! (1), Aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah (2), Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah (3), Dan aku
tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4), Dan kamu tidak pernah (pula)
menjadi penyembah apa yang aku sembah (5), Untukmu agamamu dan untukku agamaku
(6). (QS. Al-Kafirun: 1-6)
13. Amal Sebesar Atom
Seorang lelaki tua sedang duduk bersama kawannya di dekat Baitullah dan berkata,
Kebaikan yang kecil tidak akan dibalas oleh Allah. Lalu temannya pun menjawab, Ya, kau
benar. Untuk itu lebih baik memilih amalan yang besar dan banyak dari pada melakukan
kebaikan yang kecil. Yang lainnya pun mengangguk sambil berpikir.
Mungkinkah kebaikan yang kecil bagaikan debu yang sekali ditiup langsung hilang?
Ya, sangat disayangkan.
Lalu bagaimana dengan keburukan yang kecil?
Mereka pun kembali berpikir dengan munculnya pertanyaan tersebut.

Jika dipikir-pikir, mungkin saja hal itu sama. Hal buruk yang kecil tidak akan dibalas oleh
Allah.
Benarkah?
Dari pada berdebat panjang lebar, kita tanyakan langsung saja pada Rasul.
Mendengar pertanyaan seperti itu, Rasul tidak langsung menjawabnya karena menunggu
jawaban Allah. Pertanyaan ini kemudian Allah jawab dengan turunnya surat Al-Zalzalah ayat
7-8.
Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah (atom), niscaya dia akan melihat
(balasan)nya (7), Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah (atom), niscaya
dia akan melihat (alasan)Noya (8). (QS. Al-Zalzalah: 7-8)
14. Ketika Rasulullah Disihir
Pada suatu hari Rasululah saw. menderita penyakit parah selama beberapa hari. Kemudian
datanglah dua malaikat untuk menjenguk beliau yang terbaring di kasurnya. Kedua malaikat
itu ada yang duduk di dekat kaki beliau dan dekat kepala beliau. Malaikat yang duduk di
dekat kaki Rasul bertanya, Mengapa ia? Lalu malaikat yang duduk di dekat kepala beliau
menjawab, Ia terkena sihir,
Siapa yang menyihirnya?
Labid Ibnul Asham, seorang beragama Yahudi.
Di mana diletakkannya benda sihir itu?
Benda tersebut diletakkan di bawah sumur batu milik Fulan. Hendaklah Muhammad
mengambil sebuah kotak yang terdapat di dalam sumur tersebut setelah airnya dikeringkan.
Lalu pada malam itu malaikat tersebut mengajarkan dua buah surat kepada Rasulullah saw.,
yaitu surat Al-Falaq dan An-Naas, guna menghilangkan sihir tersebut.
Pada hari berikutnya Amar bin Yasir dan beberapa sahabat lainnya pergi menuju sumur yang
dimaksud untuk mengambil kotak seperti yang diucapkan malaikat. Setibanya di sumur milik
Fulan tersebut, mereka mendapati air sumur yang telah keruh berwarna merah kecokelatan.
Lalu mereka mengeringkan sumur tersebut dan mengambil kotak berisi benda yang diikat
dengan 11 simpul.
Dibawalah benda tersebut ke hadapan Rasulullah. Oleh Rasulullah benda tersebut dibacakan
surat Al-Falaq dan An-Naas. Setiap kali Rasul membaca kedua surat tersebut terbukalah satu
simpul yang terikat.
Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar) (1), Dari
kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan (2), Dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita
(3), Dan dari kejahatan (perempuan-peremppuan) penyihir yang meniup pad buhul-buhul
(talinya) (4), Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki (5). (QS. Al-Falaq:
1-5)

Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhannya manusia (1), Raja manusia (2), Sembahan
manusia (3), Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi (4), Yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia (5), Dan (golongan) jin dan manusia (6). (QS. AnNaas: 1-6)
15. Kegalauan Umar
Suatu ketika, Ibrahim, salah satu anak Rasulullah saw. yang masih berusia 12 bulan sakit dan
meninggal dunia. Saat itu Rasul sedih dan berkata, Wahai Ibrahim, aku tak punya kekuasaan
apa pun melainkan atas kehendak Allah.
Jenazah Ibrahim kemudian dikuburkan, Rasul sendiri yang menggendong jasadnya ke dalam
liang Lahat. Kemudia Rasul saw. berbisik, Wahai Ibrahim, jika malaikat bertanya kepadamu,
maka jawablah Allah Tuhanku, Muhammad Rasulullah ayahku, dan Islam agamaku.
Umar bin Khatab saat itu sedang berada di belakang Rasulullah. Ia menangis tersedu-sedu
setelah mendengar perkataan Rasul kepada Ibrahim. Karena heran, Rasulullah bertanya
kepada Umar, Wahai Umar, mengapa engkau menangis? Kemudian Umar menjawab,
Ibrahim belum akil balig dan amalnya belum dicatat, tetapi engkau mengkhawatirkannya
seperti itu. Bagaimana dengan aku yang sudah akil balig dan amalanku sudah dicatat?
Sejak saat itu Umar gelisah hingga berhari-hari, sampai Allah menurunkan firman sebagai
jawaban atas kegalauan Umar.
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam
kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan
Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim: 27)
16. Perjalanan di Malam Hari
Pada suatu malam, malaikat Jibril as. bertamu ke rumah Rasulullah saw. Kali ini ia tak hanya
sendirian, ia membawa binatang berwarna putih yang langkah kakinya sejauh pandangan
mata. Binatang itu bernama Buraq atau Barqun yang berarti kilat.
Sebelum memulai perjalanan mereka, Jibril terlebih dulu membersihkan dada Rasul dari halhal buruk dan mengisinya dengan hikmah dan ilmu.
Kemudian Rasulullah saw. mengendarai Buraq menuju Masjidil Aqsa yang berada di
Palestina. Perjalanan tersebut hanya ditempuh dalam waktu sekejap mata, padahal jarak
antara keduanya (Mekah dan Palestina) sekitar 1.500 km. Masjidil Aqsa merupakan kiblat
pertama umat muslim. Di sana Rasulullah saw. mengerjakan ibadah shalat dua rakaat. Lalu
Jibril menawarkan dua minuman kepada Rasul, khamar (arak) dan susu. Rasulullah saw.
memilih susu.
Engkau dalam kesucian Sekiranya engkau pilih khamar, sesatlah umatmu, kata Jibril.
Rasulullah saw. melanjutkan perjalanannya menembus langit dunia. Sesampainya di langit
pertama, Rasul saw. bertemu dengan Nabi Adam as. yang di sisi kanannya berjajar roh
penghuni surga dan di sisi kirinya berjajar roh penghuni neraka. Kemudian beliau
melanjutkan menuju tingkatan langit berikutnya dan berikutnya. Di langit kedua Rasul
bertemu dengan Nabi Isa as. dan Nabi Yahya as, di langit ketiga dengan Nabi Yusuf as., di
langit keempat dengan Nabi Idris as., Nabi Harun as. di langit kelima, Nabi Musa as. di langit

keenam, dan Nabi Ibrahim as. di langit ketujuh. Ketika di langit ketujuh Rasul juga melihat
tempat 70.000 malaikat shalat setiap hari, Baitul Mamur.
Perjalanan pun dilanjutkan menuju Sidratul Muntaha. Rasul melihat empat buah sungai
disana, sungai madu dan susu yang berada di surga, serta sungai Nil dan Eufrat. Jibril
kembali menawarkan minuman, kali ini tiga buah gelas, berisi madu, susu, dan khamar. Rasul
saw. pun kembali memilih susu.
Itulah perlambang kesucianmu dan umatmu, kata Jibril.
Malaikat Jibril mengajak Rasulullah saw. berkeliling surga yang sangat indah, di sana Rasul
dapat melihat wajah asli Jibril as. Tujuan utama dari perjalanan ini adalah Allah memberi
perintah kepada Rasul dan umatnya untuk mendirikan shalat. Mulanya Allah memerintahkan
50 kali dalam sehari. Namun atas nasihat Nabi Musa as. Rasulullah saw meminta keringanan
kepada Allah. Akhirnya tersisa 5 kali waktu shalat dalam sehari untuk dijalankan Rasul saw
dan umatnya.
Setelah itu, Rasulullah saw. kembali pulang ke Masjidil Haram. Proses perjalanan ke langit
ini hanya terjadi dalam tempo waktu semalam saja. Kini kita mengenang perjalanan indah
nan ajaib itu sebagai Isra Miraj.
Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha
Mendengar, Maha Melihat. (QS. Al-Isra: 1)
17. Saat Rasul Berwajah Masam
Abdullah bin Ummi Maktum sedang berjalan menggunakan tongkatnya ke rumah Rasulullah
saw. Ia menggunakan tongkat untuk membantunya terhindar dari berbagai macam gangguan
jalanan sebab matanya telah buta.
Karena tak dapat melihat, ia langsung memotong pembicaraan Rasul dengan tiga tokoh
Quraisy Mekah, Uthbah bin Rabiah, Abu Jahal, dan Abbas bin Abdul Muthalib.
Ya Rasulullah, ajarkan aku beberapa ayat Al-Quran, ujarnya.
Rasul pun seketika berpaling dengan wajah memerah dan cemberut. Abdullah bin Ummi
Maktum tentu tidak dapat melihat ekspresi Rasul terebut, namun ia memahaminya dari cara
Rasul yang tidak langsung menjawab.
Rasul mungkin saja tak senang saat itu, sebab ia sedang menerangkan hakikat Islam kepada
tiga tokoh Quraisy Mekah tersebut. Rasul berharap agar mereka dapat memeluk Islam.
Abdullah bin Ummi Maktum langsung menyingkir dari Rasulullah sambil menunggu giliran
dengan sabar. Setelah selesai berbicara dengan tokoh-tokoh Quraisy, Rasul tak juga
menjawab pertanyaan Abdullah. Ia malah menemui keluarganya dan baru datang menemui
kami sambil berkata, Wahai orang yang telah menyebabkan sekumpulan ayat turun dari
langit untukku.
Abdullah bin Ummi Maktum pun terkejut. Mungkin Allah baru saja menegur Rasulullah
karena telah berwajah masam pada seorang buta yang sangat ingin mempelajari Islam.

Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling (1), Karena seorang buta telah datang
kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum) (2), Dan tahukan engkau (Muhammad) barangkali
dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa) (3), Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran yang
memberi manfaat kepadanya? (4), Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup
(pembesar-pembesar Quraisy) (5), Maka engkau (Muhammad) memberi perhatian
kepadanya (6), Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman)
(7), Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan
pengajaran) (8), Sedang dia takut (kepada Allah) (9), Engkau (Muhammad malah
mengabaikannya (10), Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh (ajaran-ajaran Allah) itu suatu
peringatan (11), Maka barang siapa menghendaki tentulah dia akan memerhatikannya (12),
Di dalam kitab-kitab yang dimuliakan (di sisi Allah) (13), Yang ditinggikan (dan) disucikan
(14), Di tangan para utusan (malaikat) (15), Yang mulia lagi berbaakti (16)). (QS. Abasa:
1-16)
18. Kisah Penduduk Thaif
Pernah suatu ketika Rasulullah saw. pergi ke sebuah kota kecil di lembah bukit dengan tujuan
untuk berdakwah. Kota itu bernama Thaif. Untuk ke sana Rasul harus terlebih dahulu
menempuh perjalanan sepanjang 70 km dari Mekah.
Setelah menyampaikan dakwah kepada penduduk Thaif, mereka tak hanya menolak Rasul
dan dakwahnya, melainkan turut melemparnya dengan batu. Seluruh penduduk Thaif, dari
yang muda hingga yang tua, turut serta melempari Rasul dengan batu hingga darah mengucur
dari tubuhnya. Mereka mengejar sampai Rasul lari ke luar Thaif.
Allah pun mengutus malaikat Jibril as. untuk menghibur Rasul. Jibril berkata, Allah telah
mengutus malaikat gunung untuk engkau beri perintah sesukamu.
Wahai Muhammad! Aku adalah malaikat penjaga gunung yang diutus Tuhanmu untuk
menerima perintahmu. Jikalau engkau suka, aku akan membalikkan gunung Akhsyabin ini ke
atas mereka.
Kemudian Rasul menjawab, Tidak! Aku bahkan mendoakan mereka agar di antara
keturunan mereka ada yang menyembah Allah saja dan tidak menyekutukannya.
Dan sungguh, alami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang
mereka ucapkan (97), Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau di
antara orang yang bersujud (shalat) (98), Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal)
datang kepadamu (99). (QS. Al-Hijr: 97-99)
19. Jin yang Memeluk Islam
Setelah keluar dari desa Thaif, Rasulullah saw. dan Zaid (anak angkatnya) memutuskan untuk
kembali ke Mekah. Rasul masih merasa sedih atas peristiwa yang dialaminya di Thaif.
Kemudian Rasul saw. beristirahat sejenak di sebuah mata air yang disebut Wadi Al-Jin. Di
sana Rasul melakukan shalat dan membaca ayat suci Al-Quran.
Tanpa ia sadari sekelompok bangsa jin sedang menikmati bacaan Al-Quran Rasul. Para
bangsa jin yang mendengar bacaan Al-Quran Rasul itu pun sebenarnya sedang gundah,
karena mereka tidak lagi dapat mendengar berita-berita dari langit.

Wahai temanku, apa yang sedang dibaca oleh pria itu? aku senang sekali mendengarnya,
ujar seorang dari bangsa jin.
Aku pun sama tidak tahunya denganmu. Tapi aku juga menikmati bacaan tersebut, jawab
salah seorang temannya.
Kemudaian Zaid kembali ke tempat Rasul setelah mengambilkan air untuknya, Ini (airnya)
Ya Rasulullah.
Akhirnya bangsa jin mengetahui bahwa pria paruh baya itu ialah seorang utusan Allah. Dan
sudah pasti bacaan yang mereka dengar merupakan Al-Quran yang mulia. Oleh karena itu,
mereka pun memutuskan untuk masuk Islam dan mengajak teman-teman mereka yang lain.
Kemudian Allah SWT menyampaikan kabar gembira ini kepada Rasul saw., untuk menghibur
hatinya yang tak berhasil mengajak penduduk Thaif memeluk Islam.
Katakanlah (Muhammad), Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah
mendengarkan (bacaan), lalu mereka berkata, Kami telah mendengarkan bacaan yang
menakjubkan (Al-Quran) (1), (Yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami
beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun
dengan Tuhan kami (2). Dan sesungguhnya Maha Tinggi keagungan Tuhan kami, Dia tidak
beristri dan tidak berranak (3). (QS. Al-Jin: 1-3)
20. Jelmaan Iblis di Darun Nadwah
Para pemuka dari kalangan kafir Quraisy sepakat untuk merencanakan sesuatu yang buruk
terhadap Rasulullah saw. Mereka pun sengaja berkumpul di Darun Nadwah pada hari kamis,
12 September 622 M. Kemudian salah satu jelmaan iblis turut serta mengikuti perbincangan
mereka. Iblis yang menyamar sebagai manusia itu mengaku berasal dari Nejad.
Dalam perundingan hari itu di Darun Nadwah, salah seorang kafir Quraisy mengusullkan
untuk memenjarakan Rasul, Bagaimana kalau Muhammad kita penjarakan saja?
Jangan! Kalau kalian penjara maka para pengikutnya akan menyerang dan mengalahkan
kalian, sahut iblis.
Bagaimana jika kita asingkan?
Tidak, tidak!. Muhammad memiliki tutur kata yang baik. Ia akan dengan mudah
mempengaruhi penduduk untuk mengikutinya dari tempat ia diasingkan, dan kembali
mengalahkan kalian, sahut iblis lagi.
Kemudian Abu Jahal mengusulkan untuk mengumpulkan pemuda terkuat dari masing-masing
kabilah untuk menyerang Rasulullah saw.
Menurutku itu baru usul bagus, kata iblis.
Maka, keputusan yang ditetapkan bersama-sama oleh pemuka Quraisy tersebut ialah
menyiapkan pemuda terkuat untuk menyerang Rasulullah saw di rumahnya.

Akan tetapi, Allah SWT Maha Melihat dan Maha Mendengar, Allah menyampaikan rencana
mereka kepada Rasulullah saw. Sehingga usaha mereka kali ini pun gagal karena tak ada
yang dapat menghalangi kekuasaan Allah.
Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu
(Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu, Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah
adalah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS. Al-Anfaal: 30)
21. Muhajirin dan Anshar Bersaudara
Muhajirin merupakan sekelompok orang yang berhijrah bersama para Rasul dari Mekah ke
Madinah, sedangkan kaum Anshar merupakan kaum asli penduduk Madinah yang dengan
senang hati menerima kedatangan Rasul, kaum Muhajirin, dan Islam.
Suatu hari seorang pemilik kebun anggur dari kalangan Anshar sedang memetik hasil
panennya yang berlimpah. Lalu ia berbicara kepada temannya, Alhamdulillah hasil panen
kita banyak sekali. Jangan lupa untuk membaginya kepada kaum Muhajirin.
Pemilik kebun anggur itu pun kemudian membagi hasil panennya menjadi dua bagian dan
ditaruh di dalam dua keranjang. Satu keranjang hanya berisi anggur saja, satu keranjang lagi
diisi oleh dedaunan di bawah anggur yang membuat anggur terlihat lebih banyak padahal
sebenarnya sama saja.
Pemilik anggur kemudian mendatangi keluarga kaum Muhajirin sambil membawa kedua
buah keranjang tadi. Ia meminta sahabatnya kaum Muhajirin untuk memilih salah satu dari
dua keranjang tersebut. Kaum Muhajirin merasa tidak enak hati dan meminta sahabatnya
kaum Anshar saja yang memilih terlebih dahulu.
Tidak sahabatku. Engkau adalah tamu dan aku adalah tuan rumah. Sudah menjadi
kewajibanku untuk mempersilakan tamunya terlebih dahulu, kata pemilik anggur dari
kalangan Anshar tersebut.
Akhirnya sahabat Muhajirin mengiakan. Ia memilih keranjang anggur yang berisi lebih
sedikit agar sahabatnya mendapat yang lebih banyak.
Begitulah kira-kira persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum
kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka.
Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada
mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun
mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr: 9)
22. Seekor Burung dan Laba-Laba
Rasulullah saw. sedang dalam perjalanannya menuju Madinah dalam rangka berhijrah. Beliau
berdua saja dengan Abu Bakar karena umatnya yang lain sudah lebih dahulu berhijrah.
Selama dalam perjalanan Rasul saw. selalu waspada akan kejaran kaum Quraisy yang ingin
membunuhnya.

Kemudian saat tiba di sebuah gua Rasul dan Abu Bakar pun bersembunyi. Saat itu Rasul
berkata kepada Abu Bakar yang bersedih dan khawatir, Janganlah engkau bersedih,
sesungguhnya Allah bersama kita.
Di mulut gua terjadi pemandangan yang luar biasa. Seekor laba-laba sedang membuat
sarangnya di sana. Tak lama kemudian seekor burung yang sedang kepayahan dengan segera
juga mengumpulkan rumpun dan pelepah kurma kering. Rupanyaa burung tersebut bergegas
membuat sarang dikarenakan ia hendak bertelur.
Setibanya pasukan Quraisy yang mengejar Rasul tiba di gua tersebut, mereka berasumsi
bahwa tidak mungkin Rasul dan Abu Bakar bersembunyi di sana. Hal itu karena sarang labalaba dan burung yang bertelur di mulut guanya. Jika ada seseorang yang memasuki gua ini,
sudah tentu sarang laba-laba ini akan rusak. Mereka tidak mungkin bersembunyi di sini.
Akhirnya atas izin Allah Rasul dan Abu Bakar pun selamat.
Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu)
ketika orang-orang kafir mengusirnya (dai Mekah); sedang dia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada di dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya,
Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita. Maka Allah menurunkan
ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikatmalaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan Seruyan orang-orang kafir itu
rendah Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (QS.
At-Taubah: 40)
23. Kisah Dua Orang Munafik
Dahulu di Madinah ada dua orang munafik yang hendak pergi menuju kaum musyrik di
Mekah. Ketika di tengah perjalanan mereka, turunlah hujan lebat disertai petir dan kilat yang
menyambar. Saat itu waktu menunjukkan malam hari.
Mereka pun ketakutan dibuatnya. Mereka menutup telinga dengan jari karena tak kuat
mendengar suaranya, mereka pun memejamkan mata karena kilatan yang menyilaukan mata.
Tak diduga dan disangka, kata-kata yang keluar dari mereka justru berbeda, Seandainya pagi
tiba kita akan menemui Muhammad dan menyaakan masuk islam padanya.
Keesokan harinya mereka terbangun dan langsung bergegas menuju Rasulullah saw untuk
menyatakan keimanan mereka. Rasul kemudian membacakan wahyu-wahyu yang pernah
diterimanya kepada kedua orang tersebut. Tapi bukannya mendengarkan mereka malah
menutup telinga, karena takut kalau-kalau ada wahyu yang Allah turunkan berkaitan dengan
kejadian yang menimpa mereka.
Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan, petir
dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu
karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir. (QS. Al-Baqarah: 19)
24. Berinfaklah dengan Harta yang Baik
Sepasang suami misteri sedang memandangi hasil panen kebun kurma milik mereka. Mereka
merasa bangga dengan usaha dan kerja keras yang telah mereka lakukan. Lalu sang misteri

berkata kepada suaminya, Wahai suamiku, berat sekali rasanya jika harus menginfakkan
sebagian hasil kebun kita ini, mengingat usaha yang kita lakukan bersama tak mudah.
Aku rasa juga begitu, kata sang suami yang sedang memandangi buah-buahan yang terlihat
segar, besar, dan manis. Bagaimana jika kita infakkan saja kurma-kurma yang sudah tidak
layak jual? lanjut suaminya.
Sang istri pun merasa dengan begitu mereka tidak akan merasa rugi, Usul yang bagus
suamiku.
Sesampainya di rumah, mereka langsung memisahkan buah kurma yang basah dan rusak,
yang tidak keras bijinya, serta kurma yang telah patah tandannya. Mereka benar-benar
menginfakkan hasil kebuh yang jelek kualitasnya, yang mereka pun enggan jika
memakannya.
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baikbaik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu
memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Kaya, Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah: 267)
25. Perumpamaan Orang-orang munafik
Seorang yang bisu dan tuli sedang berjalan sendirian di tengah hutan. Ia berjalan seorang diri
tanpa seorang pun bersamanya. Saat malam tiba, ia pun berencana untuk menyalakan api
untuk menerangi jalan yang akan dilewatinya. Karena dengan bantuan api itu tentu ia tak
akan tersesat.
Tiba-tiba angin bertiup kencang tak henti-hentinya. Sehingga ia tak dapat menyalakan api.
Kini ia diselimuti oleh kegelapan yang pekat. Tak berguna api yang hendak ia nyalakan,
karena tak kuasa membendung kencangnya angin yang bertiup.
Sungguh malang orang itu. Kini ia tak dapat menemukan jalan pulang. Ia tersesat di tengah
hutan dan sendirian. Ketika bertemu dengan orang lain pun ia tak dapat bertanya dan
meminta bantuan karena ia bisu dan tuli. Ia pun terpaksa menunggu pagi tiba agar dapat
berjalan kembali ke rumahnya.
Begitulah perumpamaan bagi orang-orang munafik yang tak mau mengikuti petunjuk Allah
dan Rasulullah saw. Mereka bagaikan orang buta dan bisu itu.
Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api dan telah menerangi
sekelilingnya. Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka
dalam kegelapan tidak dapat melihat (17). Mereka tuli, bisu, dan buta sehingga mereka tidak
dapat kembali (18). (QS. Al-Baqarah: 17-18)
26. Kisah tentang Azan
Sejak diperintahkan shalat 5 waktu saat peristiwa Isra Miraj, para sahabat selalu berkumpul
di sekitar masjid Nabawi menunggu Rasulullah masuk ke masjid dan menjadi imam. Mereka
berpikir jika seperti ini terus mereka mungkin akan melewatkan waktu shalat karena satu hal.
Kemudian mereka mengusulkan pada Rasulullah saw. untuk membuat penanda masuknya
waktu shalat.

Seusai shalat berjamaah mereka kemudian bermusyawarah mengenai hal tersebut.


Ada yang punya usulan? Rasulullah bertanya kepada seluruh sahabat yang berkumpul.
Lalu seorang berpendapat, Ya Rasulullah, bagaimana kalau waktu masuk shalat ditandai
dengan mengibarkan bendera. Orang yang melihat bendera dapat memberitahukannya kepada
yang lain.
Sepertinya itu bukan usulan yang tepat karena orang yang berada jauh mungkin tak dapat
melihat bendera, jawab Rasul.
Yang lainnya berpendapat lagi, Bagaimana jika membunyikan lonceng ya Rasulullah.
Suaraanya akan bisa didengar bahkan dari kejauhan?
Itu cara yang dilakukan orang-orang Nasrani, ujar Rasul.
Bagaimana jika meniupkan terompet?
Bukankah itu seperti yang dilakukan orang Yahudi, Rasul menolak usulan tersebut dengan
halus.
Bagaimana dengan menyalakan api, ya Rasulullah?
Itu cara yang biasa dilakukan orang Majusi, jawab Rasul.
Kemudian mereka kembali terdiam dan memikirkan. Umar bin Khatab mengambil suara
yang memecah keheningan, Bagaimana jika dengan teriakan lantang Hayya alash
shalaah? Usulmu diterima Umar, kata Rasul tersenyum. Sejak saat itu masuknya waktu
shalat ditandai dengan Seruyan Hayya alash shalaah.
Hingga suatu malam, seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid bermimpi melihat seorang
laki-laki yang sedang membawa lonceng. Kemudian ia bermaksud membeli lonceng tersebut
kepadanya. Laki-laki itu berkata, Untuk apa lonceng ini? Abdullah bin Zaid menjawab,
Untuk menyerukan waktu shalat. Kemudian laki-laki itu menawarkan diri untuk
mengajarkan beberapa kalimat untuk panggilan shalat. Abdullah bin Zaid pun bersedia
diajarkan kalimat yang merupakan panggilan azan seperti yang kita kenal sekarang.
Keesokan harinya Abdullah bin Zaid memberitahukan perihal mimpinya kepada Rasulullah.
Lalu Rasul menjawab, Mimpimu seperti mimpi Umar, dan kalimat itu juga merupakan
kalimat yang kudengar saat Mikraj ke langit. Sejak hari itu waktu shalat ditandai dengan lafaz
Azan seperti saat ini. Rasul pun menunjuk Bilal sebagai muazin pertama karena suaranya
yang merdu dan lantang.
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (melaksanakan) shalat, mereka menjadikannya
bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang
tidak mengerti. (QS. Al-Maidah: 58)
27. Rasulullah saw. Berlinang Air Mata
Suatu hari Bilal bin Rabbah hendak melantunkan bacaan azan subuh seperti biasanya. Ketika
Bilal tiba di Masjid Nabawi ia mendapati Rasul saw. berlinang air mata. Bilal pun cemas
akan keadaan Rasul saw yang sangat dicintainya itu.

Ya Rasulullah, apa gerangan yang membuatmu seperti ini? tanya Bilal pada Rasul.
Baru saja Allah menurunkan wahyu kepadaku, bahwa orang-orang yang membaca Al-Quran
dan menyaksikan alam akan merugi seandainya tidak mau memikirkan hakikatnya.
Bagaimana bunyi firman tersebut Ya Rasul?
Rasul pun menjawab, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian
malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (QS. Ali Imran: 190)
28. Yang Terkabul di Antara Dua Doa
Perang Badar merupakan perang skala besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan,
yaitu Muslim dan Quraisy. Saat itu Rasulullah saw. sedang memimpin pasukan kecil dalam
usaha melakukan pencegatan terhadap kabilah Abu Sofyan yang baru saja pulang dari Syam.
Tak disangka ternyata kabilah Abu Sofyan berhasil meloloskan diri. Kemudian kaum Quraisy
Mekah mengirimkan pasukan dengan kekuatan besar yang dipimpin oleh Abu Jahal. Jumlah
pasukan Muslim sekitar 300 orang, sementara jumlah pasukan Quraisy sekitar 1000 orang.
Melihat kenyataan itu Rasulullah saw. bersama sahabat dan pasukannya mempersiapkan diri
di sebuah lembah guna mengatur strategi.
Malam harinya sebelum perang Rasulullah saw. berdoa dengan khusyuk.
Ya Allah, inilah orang-orang Quraisy yang datang dengan kecongkakan dan kesombongan
untuk mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, tunaikanlah kemenangan yang telah Engku janjikan
kepadaku. Ya Allah, kalahkan mereka esok hari.
Ya Allah, laksanakanlah apa yang telah engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika engkau
binasakan golongan Islam ini, Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi selamanya.
Sepanjang malam Rasul tak henti-hentinya memanjatkan doa seperti itu. Sementara itu, di
kubu Abu Jahal di seberang lembah, ia pun turut berdoa kepada Tuhannya.
Ya Tuhan, siapakah yang lebih cinta kepada Engkau dan yang lebih rida pada sisi Engkau?
Maka, berilah pertolongan kepada kami, ya Tuhan! Kamilah yang terutama membela
kebenaran, maka berilah pertolongan kepada kami. Ya Tuhan, agama kami yang lama dan
Muhammad yang baru! Ya Tuhan, tolonglah oleh-Mu di antara kedua agama itu yang paling
baik.
Ya Tuhan, siapa di antara kami, dua golongan yang lebih memutuskan tali hubungan darah,
memecahkan persatuan bangsa, dan yang lebih mendatangkan apa yang tidak dikenal oleh
kita, maka binasakan ia esok pagi.
Seperti yang kita ketahui perang Badar dimenangkan oleh kaum Muslim meskipun
perbandingan jumlahnya masih kalah dengan kaum Quraisy. Jadi, nyatalah siapa yang benar
dan siapa yang Allah kabulkan doanya.

(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya


bagimu, Sungguh Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat
yang datang berturut-turut. (QS. Al-Anfaal: 9)
29. Hujan dan Rasa Kantuk yang Menentramkan
Semalam sebelum perang Badar, seluruh pasukan baik dari kubu Muslim maupun kubu
Quraisy berada di dalam nuansa ketegangan. Hanya saja bedanya pasukan Quraisy memilih
untuk mengatasi kecemasan dengan berpesta spora dengan tari-tarian, bunyi gendang, dan
mabuk-mabukan.
Berbeda dengan kaum Muslim yang saat itu justru merasa mengantuk dan tertidur nyenyak.
Meskipun sebentar saja, tidur yang dilakukan umat Muslim mampu memberikan kesegaran
pada tubuh mereka setelah perjalanan jauh dan saat akan berperang esok harinya.
Selain itu, malam diselimuti oleh hujan yang membuat tidur mereka semakin nyaman. Hujan
juga membuat tanah di sekitar mereka menjadi padat sehingga mengokohkan kaki-kaki
mereka pada saat berperang. Itulah nikmat yang Allah berikan untuk kaum yang membela
agama-Nya.
Salah seorang di antara mereka berkata, Alhamdulillah semalam kita tertidur nyenyak.
(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketentraman dari-Nya,
dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan
(hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu untuk menguatkan
hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian). (QS. Al-Anfaal: 11)
30. Perang Bani Qainuqah
Seorang wanita Muslimah pergi ke pasar Bani Qainuqah untuk menyepuh perhiasannya. Di
sana memang terkenal sebagai tempatnya pengrajin logam mulia. Wanita Muslimah itu
kemudian mendatangi salah satu toko yang dimiliki oleh orang Yahudi.
Kemudian ia duduk di sebuah kursi sambil menunggu pengerjaan tukang sepuh. Tanpa ia
sadar tukang sepuh mengaitkan ujung pakaiannya. Lalu beberapa orang Yahudi lainnya
menyuruh wanita muslimah untuk berdiri. Saat ia berdiri tersingkaplah punggungnya dan
terlihat auratnya. Mereka pun tertawa menganggap hal tersebut hal yang lucu. Wanita
Muslimah itu pun merasa malu dan berteriak meminta tolong.
Kebetulan terdapat seorang pria muslim yang melihat dan mendengarnya meminta tolong.
Pria itu pun memukul tukang sepuh hingga terluka dan akhirnya meninggal dunia. Peristiwa
ini menimbulkan kemarahan baik di kalangan kaum Yahudi Bani Qainuqah maupun kaum
Muslim di Madinah.
Kaum Yahudi bermaksud untuk melanggar perjanjian damai dan menyerang kaum Muslim.
Namun Rasulullah saw. bersama pasukannya terlebih dahulu mengepung perkampungan
mereka selama beberapa hari. Hingga akhirnya Bani Qainuqah pun menyerah dan bersedia
menerima hukuman yang diberikan Rasul saw., yaitu meninggalkan Kota Madinah. Semakin
lama jumlah mereka semakin berkurang karena meninggal akibat terserang penyakit.
Sungguh, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang berhadap-hadapan. Satu
golongan berperang di jalan Allah dan yang lain (golongan) kafir yang melihat dengan mata

kepala, bahwa mereka (golongan muslim) dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan
pertolongan-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati). (QS. Ali Imran: 13)
31. Sosok Munafik
Ketika Rasulullah saw. berhijrah ke Madinah, banyak di antara orang-orang Madinah dari
berbagai suku yang berbondong-bondong memeluk Islam. Dan sejak itu pula Rasulullah saw.
menjadi tersohor di kalangan mereka. Hal tersebut menimbulkan rasa iri kepada seorang
petinggi Madinah, karena sebelum kedatangan Rasul, ia adalah sosok yang paling disegani
dan dihormati. Namanya Abdullah bin Ubay bin Salul.
Tak hanya sosok yang terkenal di kalangan orang-orang Madinah, Abdullah bin Ubay pun
sempat dicalonkan sebagai pemimpin salah satu suku di Madinah, yakni suku Khazraj.
Setelah masa ketenarannya pudar karena tergantikan oleh Rasulullah saw., Abdullah bin Ubay
kemudian berpura-pura memeluk Islam dan menyatakan keimanannya kepada umat Muslim.
Namun kemudian ketika ia kembali kepada kaumnya, ia berkata, Aku hanya mengolok-olok
saja, sebenarnya aku tidak memeluk Islam.
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, Kami
mengakui bahwa engkau adalah Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa engkau benarbenar Rasul-Nya, dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar
pendusta (1), Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah
mereka kerjakan (2), Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman,
kemudian menjadi kafir, maka hati mereka dikunci, sehingga mereka tidak dapat mengerti
(3). (QS. Al-Munafikun: 1-3)
32. Perang Uhud
Setelah kemenangan umat Muslim pada Perang yang berlangsung di Badar, kaum Musyrikin
berjanji bahwa mereka akan membalas kekalahan tersebut. Ketika kaum muslim sedang
dalam perjalanannya dari Kota Madinah 3000 tentara Musyrikin yang dipimpin oleh Abu
Sufyan mengahdang mereka. Saat itu jumlah kaum Muslim sekitar 700 orang.
Rasulullah saw. mengatur siasat guna mengalahkan kaum Musyrikin. Kaum muslim dibagi
menjadi beberapa bagian, sayap kanan berada di kaki Bukit Uhud dan sayap kiri di kaki Bukit
Ainain, Rasul berada di sayap kiri. Kemudian Rasul menempatkan 50 orang pemanah di atas
Bukit Ainain yang dipimpin oleh Abdullah bin Zubair.
Para pemanah tersebut diperintahkan untuk menjatuhkan pasukan berkuda musuh. Sehingga
kaum Muslim aman dari serangan belakang. Paraa pemanah diperintahkan untuk tidak
beranjak dari posisi mereka dalam keadaan apapun, Menang atau kalah, janganlah turun dari
bukit.
Beberapa saat sebelum perang, Abdullah bin Ubay (sosok munafik) menghasut para tentara
Muslim untuk mundur karena mereka kalah jumlah dibanding Kaum Quraisy. Alhasil Bani
Salamah dari Suku Khazraj dan Bani Haritsah dari Suku Aus pun terkena hasutannya.
Pada awal peperangan, menujukkan bahwa kaum Muslim akan memenangkan perang. Saat
itu kaum musyrik terdesak dan lari kocar-kacir dibuatnya. Namun para pemanah melanggar

perintah Rasul dengan turun dari bukit Ainain. Sebagian dari mereka turun karena melihat
barang-barang orang Quraisy yang ditinggalkan begitu saja. Padahal Abdullah bin Zubair
sudah mengingatkan mereka.
Hal tersebut dilihat oleh Khalid bin Walid yang saat itu belum memeluk Islam. Ia
memanfaatkan situasi tersebut untuk memutar arah menyerang sayap kiri Muslimin dari
belakang. Oleh karena itu banyak kaum muslim yang mati Syahid, Rasul pun terluka hingga
patah giginya.
Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi hari meninggalkan
keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman pada pos-pos pertempuran. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui (121), Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur)
karena takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Karena itu, hendaklah kepada Allah
saja orang-orang mukmin bertawakal (122). (QS. Ali Imran: 121-122)
33. Doa Orang Yahudi Khaibar
Sebelum diutusnya Rasulullah saw., orang-orang Yahudi dan Nasrani meyakini akan
datangnya seorang nabi akhir zaman sebagai penutup para Nabi yang bernama Ahmad atau
Muhammad.
Khaibar merupakan sebuah oasis yang terletak sekitar 150 km dari Madinah. Disana terdapat
sekelompok orang Yahudi dari Bani Nadhir. Mereka kerap berperang dengan Suku Aus dan
Suku Khazraj di Madinah. Biasanya orang-orang Yahudi Khaibar selalu kalah ketika
berperang. Hingga suatu ketika sebelum perang mereka berdoa menggunakan nama Nabi
akhir zaman, Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu dengan hak Muhammad,
nabi yang umbi, yang Engkau telah janjikan kepada kami, dan Engkau utus dia di akhir
zaman, Tidakkah Engkau menolongkami untuk mengalahkan mereka?
Setelah berdoa mereka pun memenangkan peperangan. Lalu setiap kali hendak berperang
mereka akan terlebih dahulu memanjatkan doa kepada Allah dengan menggunakan nama
Rasulullah.
Ketika Muhammad saw. telah diangkat sebagai Rasul dan berhijrah ke Madinah, orang-orang
Yahudi Khaibar tak kunjung beriman kepadanya. Sejak saat itu mereka tak lagi
memenangkan peperangan.
Muadz bin Jabal, Bisyr bin Barra, dan Daud bin Salamah berkat kepada Yahudi Khaibar,
Wahai kaum Yahudi, berimanlah kalian sekalian. Dahulu kalian kerap memanjatkan doa atas
nama Nabi Muhammad saw. Kalian juga meyakini bahwasanya akan kedatangan Nabi akhir
zaman, dan kalian juga menyebutkan segala ciri-ciri yang terdapat padanya (Muhammad).
Dia tidak memenuhi sifat-sifat yang kami kenal dan bukanlah orang yang kami terangkan
kepadamu, kata Salam bin Misykam.
Dan setelah sampai kepada mereka kitab (Al-Quran) dari Allah yang memebenarkan apa
yang ada pada mereka, sedangkan sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orangorang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu,
mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar (89), Sangatlah
buruk (perbuatan) mereka menjual dirinya, dengan mengingkari apa yang diturunkan Allah,
karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di

antara hamba-hamba-Nya. Karena itulah mereka menanggung kemurkaan demi kemurkaan.


Dan kepada orang-orang kait (ditimpakan) azab yang menghinakan (90). (QS. Al-Baqarah:
89-90)
34. Perpindahan Kiblat
Sejak diturunkan perintah shalat lima waktu saat Isra Mikraj, Rasulullah saw. dan umat Islam
shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis. Ketika berada di Baitullah ia dapat shalat
menghadap Baitul Maqdis (timur), namun hal tersebut tidak dapat dilakukan ketika berada di
Madinah. Rasul kemudian berdoa kepada Allah agar kiblat dipindahkan ke Baitullah,
kiblatnya Nabi Ibrahim dan Ismail.
Pada bulan Rajab, Allah SWT memberi perintah untuk memindahkan kiblat dari Baitul
Maqdis ke Baitullah (Kakbah). Saat Allah menurunkan perintah tersebut Rasul sedang shalat
zuhur berjamaah. Dua rakaat pertama ia shalat ke arah Baitul Maqdis, dua rakaat terakhir
menghadap Baitullah di Mekah.
Hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan kaum Muslim. Setelah dijelaskan
mereka pun mengerti. Berbeda halnya dengan orang-orang munafik. Mereka menjadikan hal
tersebut bahan untuk memperolok umat Islam.
Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan berkata, Apakah yang
memalingkan mereka (muslim) dari kiblat yang dulu mereka (berkiblat) kepadanya?
Katakanlah (Muhammad), Milik Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (142).
Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan kami
palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah
masjidil haram. Dan dimana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan
sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan
kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang
mereka kerjakan (144). (QS. Al-Baqarah: 142 dan 144)
35. Hakikat Kebajikan
Sejak peristiwa pemindahan arah kiblat dari timur (Baitul Maqdis) ke barat (Baitullah di
Mekah) umat Muslim menjadi bahan olok-olok kaum Nasrani dan Yahudi. Kaum Nasrani
berkata bahwasanya kebajikan adalah beribadah dengan menghadap ke timur. Sementara
kaum Yahudi berkata bahwa kebajikan ialah beribadah dengan menghadap ke barat seperti
yang mereka lakukan.
Para sahabat kemudian bertanya kepada Rasulullah perihal tersebut. Gunjang-ganjing yang
mereka dengar dari kaum Yahudi dan Nasrani disampaikan oleh mereka kepada Rasul.
Mendengar kabar tersebut Rasul tak langsung menjawab pertanyaan mereka melainkan
menunggu jawabannya dari Allah.
Setelah wahyu mengenai masalah tersebut turun, Rasul saw. langsung memanggil para
sahabat untuk berkumpul dan menjelaskan makna kebajikan yang sesungguhnya.
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan
itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitabkitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim,

orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan


untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat,
orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam
kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 177)
36. Dekat atau Jauhkah Tuhan?
Dengan wajah penuh rasa ingin tahu, seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah dan
para sahabat yang sedang bersamanya. Orang tersebut berkata kepada Rasulullah, Wahai
utusan Allah, apakah Allah itu dekat sehingga kita dapat memohon sesuatu kepadanya?
Ataukah Allah itu jauh sehingga kita harus berteriakuntuk menyeru-Nya?
Sahabat yang kala itu bersama Rasul mempertanyakan hal serupa. Allah itu dimana? Apakah
jauh atau dekat?
Seperti biasa, Rasul menunggu jawaban yang pasti dari Allah, tidak langsung menjawab, dan
cenderung terdiam.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka
sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa
kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar
mereka memperoleh kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186)
37. Tangan yang Terbelenggu
Kondisi di Madinah tidaklah menentu, suatu ketika tanah subur dan di saat yang lain tidak
menghasilkan. Saat musim paceklik ini kaum kafir Madinah menyalahkan kehadiran Islam
sebagai penyebabnya.
Suatu ketika datanglah seorang Yahudi bernama Nabbasy bin Qais kepada Rasulullah saw.
Sesungguhnya Tuhanmu itu kikir (bakhil), tidak mau memberi, protesnya dengan diliputi
emosi yang tinggi.
Kemudian Allah SWT, berfirman:
Dan orang-orang Yahudi berkata, Tangan Allah terbelenggu. Sebenarnya tangan
merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknan disebabkan apa yang telah mereka
katakan itu, padahal kedua tangan Allah terbuka; Dia memberi rezeki sebagaimana Dia
kehendaki. Dan (Al-Quran) yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu pasti akan
menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan mereka. Dan kami timbulkan
permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan
api peperangan, Allah memadamkannya. Dan mereka berusaha (menimbulkan) kerusakan di
bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Maidah: 64)
38. Shalat Wustha (Yang di Tengah)
Shalat merupakan kewajiban setiap umat muslim. Hanya saja, waktu shalat zuhur yang siang
hari merupakan masa sibuk seseorang bekerja atau masa ketika seseorang lelah dan
membutuhkan istirahat. Seringkali karena kesibukan atau rasa lelah tersebut shalat zuhur
sering ditunda-tunda.

Padahal Rasulullah saw. telah bersabda bahwasanya pekerjaan yang paling baik ialah shalat
di awal waktu.
Suatu hari Rasul pernah shalat zuhur berjamaah bersama para sahabat. Saat itu banyak dari
kalangan sahabat yang merasa berat dan enggan melaksanakan shalat zuhur. Uh! kata
mereka mengeluh. Lalu sebagian yang lain mengingatkan sesamanya, Meskipun dirasa
berat, shalat adalah kewajiban yang harus dikerjakan.
Mereka pun bersegera melaksanakan shalat.
Peliharalah semua shalat dan shalat wustha. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah
dengan khusyuk. (QS. Al-Baqarah: 238)
39. Infak Empat Dirham
Ali bin Abi Thalib merupakan saudara sepupu Rasulullah saw. Ia juga merupakan menantu
Nabi yang memperistri Fatimah binti Muhammad. Ali menjadi muslim sejak ia remaja. Ia
dikenal sebagai pemuda yang sangat berani dan ahli bermain pedang. Selain itu, kelebihannya
yang lain ialah kedermawanannya.
Ali bin Abi Thalib memiliki kebiasaan unik dalam bersedekah. Ia membagi uang sedekah
miliknya menjadi empat bagian. Setiap bagian bernilai satu dirham. Satu dirham ia infakkan
secara terang-terangan untuk memotivasi orang lain bersedekah. Satu dirham lagi diinfakkan
secara sembunyi-sembunyi. Dua dirham lagi ia infakkan di waktu siang dan malam. Hal
tersebut mendapatkan pujian dari Allah SWT dan Rasul-Nya.
Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyisembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS> Al-Baqarah: 274)
40. Beriman di Waktu Pagi dan Kafir di Waktu Petang
Para pemuka Yahudi khawatir karena semakin banyak saja orang-orang yang memeluk Islam.
Mereka khawatir kalau-kalau kekuatan Islam tak dapat terbendung dan terkalahkan. Mereka
pun kian resah karena segala upaya mereka menghancurkan Islam tak juga membuahkan
hasil.
Sebuah ide gila pun muncul di benak mereka. Mereka merencanakan untuk berpura-pura
memeluk Islam dan menghasut para pengikut Rasul untuk menjadi kafir. Pada pagi hari
mereka mengaku beriman dan menyusup di antara orang-orang beriman untuk mengatakan
bahwa Rasul merupakan seorang pendusta. Bisa saja kan di antara mereka masih ada yang
tapis imannya dan mempercayai mereka. Dan mereka kembali kepada kaum kafir pada
malam harinya untuk melaporkan sudah sejauh mana usaha mereka.
Mereka lupa, bahwa mungkin saja Rasul saw. tidak mengetahui rencana mereka dan tidak
berburuk sangka kepada mereka. Namun Allah SWT Maha Melihat lagi Maha Mendengar.
Allah SWT menyampaikan kabar tersebut kepada Rasul sehingga tak ada seorang pun
sahabat yang terpengaruh oleh hasutan mereka.
Dan segolongan ahli kitab berkata (kepada sesamanya), Berimanlah kamu kepada apa
yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada awal siang dan ingkarilah di akhirnya,
agar mereka kembali (kepada kekafiran) (72), Dan janganlah kamu percaya selain kepada

orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya petunjuk itu


hanyalah petunjuk Allah. (Janganlah kamu percaya) bahwa seseorang akan diberi seperti
apa yang diberikan kepada kamu, atau bahwa mereka akan menyanggah kamu di hadapan
Tuhanmu. Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya karuniaitu di tangan Allah, Dia
memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.
(73). (QS. Ali-Imran: 72-73)
41. Sujud pada Rasul
Pada suatu hari Rasulullah saw, mengumpulkan para pendeta Yahudi dan Nasrani dari suku
Najran di Madinah. Maksudnya adalah untuk mengajak mereka memeluk Islam. Kemudian
salah satu Pendeta Yahudi bertanya kepada Rasul, Wahai Muhammad, apakah engkau
menginginkan kami menyembahmu seperti orang Nasrani menyembah Isa as.?
Maadzallah, sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari hal tersebut, ujar Rasul.
Allah tidak pernah menurunkan syariat untuk menyembah Rasul. Rasul merupakan seorang
utusan yang membawa dan menyampaikan perintah Allah.
Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan
kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, Jadilah kamu penyembahku, bukan
penyembah Allah, tetapi (dia berkata), Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah karena
kamu mengajarkan kitab dan karena Kama mempelajarinya! (79), Dan tidak (mungkin pula
baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah
(patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu muslim? (80). (QS. Ali Imran:79-80)
42. Perang Khandaq (Ahzab)
Perang ini disebut dengan perang khandaq yang berarti parit atau perang azab yang berarti
golongan yang bersekutu.
Bangsa Yahudi dan bangsa Quraisy bersekutu untuk memerangi Rasulullah saw. Ketika
disatukan pasukan mereka menjadi banyak berjumlah sekitar 10.000 orang yang terdiri dari
empat suku: suku Gathafan dari Qais Gailan, suku Fazarah, Bani Murrah, dan suku Quraisy
Mekah.
Abu Sufyan bin Harb memimpin pasukan Quraisy, Uyaynah bin Ham memimpin pasukan
Gathafan, Harits binAuf memimpin pasukan Bani Murrah, dan Masud bin Rakhilah
memimpin pasukan Bani Fazarah. Kemudian mereka pun berkumpul di Khaibar dengan
membawa persenjataan yang lengkap.
Mendengar kabar tersebut Rasulullah saw. segera bermusyawarah dengan para sahabat. Saat
itu pasukan umat Islam berjumlah 3000 orang. Mereka diperintahkan oleh Rasul untuk
membangun benteng pertahanan. Kemudian Salman Al-Farizi memberi usulan pada Rasul,
Ya Rasulullah, di Persia, ketika kami hendak diserang, kami membuat parit. Alangkah
baiknya jika kita juga membuat parit untuk menghalau mereka.
Rasulullah pun setuju dengan usulan Salman. Umat Muslim bergerak cepat membuat parit
yang lebarnya 40 hasta, sedangkan panjangnya dimulai dari Ajam Syaikhain di ujung
pemukiman Bani Haritsah hingga Al-Madzadz.

Di saat genting seperti ini, orang-orang munafik yang berpura-pura memeluk Islam justru
menghambat pekerjaan mereka. Ada yang bermalas-malasan atau lamban bekerja, ada pula
yang sengaja pergi tanpa izin kepada Rasul. Kaum Muslimin pun menderita kelaparan dan
kelelahan. Rasul pun mengganjal perut beliau dengan dua buah batu agar para sahabat tidak
melihatnya yang kempis.
Mereka (muslimin) bersenandung di tengah pekerjaan yang mereka lakukan, Kamilah yang
telah membaiat Nabi Muhammad sehingga Islam menjadi keyakinan kami selamanya.
Rasul pun menjawab mereka dengan bersenandung pula, Sesungguhnya tak ada kebaikan
kecuali kebaikan akhirat. Ya Allah ampunilah kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Pada akhirnya perang khandaq dimenangkan oleh kaum Muslimin. Golongan yang bersekutu
lari ketakutan setelah berhari-hari mengepung Kaum Muslimin. Allah SWT menurunkan
tentara malaikat dan topan yang kencang untuk mengusir mereka. Allah memerintahkan
Rasul dan kaum Muslimin untuk mengalahkan Yahudi Bani Quraizhah dengan melempari
mereka menggunakan batu dari dalam benteng.
Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan,
karena mereka (juga) tidak memperoleh keuntungan apa pun. Cukuplah Allah (yang
menolong) menghindarkan orang-orang mukmin dalam peperangan. Dan Allah Maha Kuat,
Maha Perkasa. (QS. Al-Ahzab: 25)
43. Persia, Romawi, dan Yaman
Ketika sedang menggali parit dalam perang Khandaq, beberapa orang sahabat (di antaranya
Salman Al-Farizi, Hudzaifah bin Al-Yamani, Numan bin Muqrin) menemukan sebuah batu
berwarna putih yang sangat keras dan secara otomatis menghambat pekerjaan penggalian
mereka.
Salman Al-Farizi, kemudian menghadap Rasul dan menyamppaikan perihal batu tersebut.
Karena walau bagaimana pun sahabat tidak ingin menlanggar perintah Rasul seperti pada
Perang Uhud.
Mendengar laporan Salman, Rasul segera bergegas menuju parit tersebut. Rasul meminjam
cangkul milik Salman dan memukul batu hingga tiga kali. Setiap pukulan, Rasul berhasil
meremukkan batu dan mengeluarkan cahaya putih. Setiap mengeluarkan cahaya putih Rasul
bertakbir diikuti para sahabat, Allahu Akbar. Hingga pukulan terakhir batu baru benarbenar hancur. Salman dan para sahabat lain belum pernah melihat hal yang demikian.
Rasul kemudian menjelaskan, Saat aku melakukan pukulan pertama hingga keluar cahaya
seperti yang kalian lihat, Jibril menampakkan padaku istana raja dan benteng isra (raja
Persia). Jibril juga mengabarkan bahwa umatku akan menguasai tempat tersebut. Kemudian
aku melakukan pukulan kedua hingga keluar sinar seperti yang kalian lihat. Jibril
menampakkan padaku istana raja dari Romawi dan mengabarkan bahwa umatku akan
menguasai tempat tersebut.
Kemudian aku melakukan pukulan ketiga hingga nampak cahaya yang kalian lihat. Telah
ditampakkan padaku istana raja dari Sana (Yaman). Jibril mengabarkan bahwa umatku juga
akan menguasai tempat tersebut. Bergembiralah karena kemenangan telah dekat dengan
kalian.

Mendengar kabar tersebut para sahabat sangat bergembira dan bersemangat melanjutkan
penggalian, Segala puji bagi pemegang janji yang benar (Allah).
Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka
berkata, Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan benarlah Allah dan
Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka. (Al-Ahzab:
22)
44. Perjanjian Hudaibiyah
Setelah Perang Khandaq yang dimenangkan oleh umat Muslim berakhir, Rasul dan para
sahabat berencana pergi ke Mekah untuk melaksanakan ibadah umrah. Ketika dalam
perjalanan menuju Mekah, pasukan Rasul dihadang oleh kaum Quraisy. Mereka meminta
Rasul menandatangani perjanjian yang secara jelas merugikan umat Muslim. Rasul pun
menandatanganinya.
Para sahabat yang menyaksikan kejadian tersebut diliputi berbagai pertanyaan. Salah satunya
Umar bin Khatab.
Bukankah engkau benar-benar seorang utusan Allah? Bukankah kita berada di pihak
pembela kebenaran sementara mereka pendukung kebatilan?
Benar, begitulah adanya, jawab Rasul.
Lalu mengapa engkau rela dihina dalam persoalan agama ini? tanya Umar.
Sesungguhnya Aku seorang Nabi Allah. Aku tidak akan melanggar perintah-Nya dan Dialah
satu-satunya penolongku, ujar Rasul.
Merasa belum terpuaskan dengan jawaban Rasul, kemudian Umar bin Khatab bertanya
kembali, Bukankah kau bilang kita akan umrah ke Mekah?
Benar. Tetapi apakah aku mengatakan bahwa kita akan melakukannya pada tahun ini?
Umar kemudian menggelengkan kepala.
Sesungguhnya engkau pasti akan mendatangi Baitullah dan bertawaf di sekelilingnya, ujar
Rasulullah.
Kemudian Umar menanyakan hal yang sama kepada Abu bakar dan ditanggapi dengan bijak
olehnya, Beliau adalah Rasulullah. Beliau tidak akan melanggar perintahnya dan Allah akan
selalu menolongnya. Maka tetaplah engkau (Umar) menaati Rasulullah dalam keadaan apa
pun.
Allah telah menyebutkan perjanjian Hidaibiyah sebagai kemenangan umat Islam. Maka
terbuktilah hal tersebut. Kemenangan demi kemenangan dirasakan umat Muslim. Satu per
satu tempat yang didiami suku Arab di Mekah dan Madinah berhasil ditaklukkan, hingga
akhirnya Mekah berhasil direbut.
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah
memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan
supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak). (QS. Al-Fath: 1-3)

45. Bocornya Sebuah Rahasia


Perjanjian Hudaibiyah dilanggar oleh orang-orang Musyrik. Mereka menyerang Bani
Khuzaah yang merupakan sekutu Muslim. Mendapat kabar terrsebut Rasulullah saw.
memerintahkan umat Muslim untuk bersiap melakukan penyerangan ke Mekah.
Tak disangka seorang sahabat bernama Hathib bin Abi Baltaah mengutus seorang wanita
untuk membawa surat berisi kabar penyerangan tersebut kepada pimpinan Mekah. Allah
memberitahukan perihal tersebut kepada Rasul. Kemudian Rasul menyuruh Ali bin Abi
Thalib, Zubair bin Awwam, dan Al-Miqdad untuk mencari wanita tersebut di sebuah padang
rumput bernama Khakh.
Benar saja mereka bertiga berhasil menemukan wanita itu di Khakh. Mereka meminta wanita
untuk menunjukkan surat tersebut. Awalnya ia tidak mau memberikan, namun setelah dibujuk
wanita itu mau menyerahkannya.
Surat itu berisi pemberitahuan Hathib kepada orang Mekah mengenai rencana penyerangan
umat Muslim. Rasul memanggil Hathib untuk mengklarifikasi surat tersebut, Hathib, apa
maksudnya surat ini?
Ya Rasulullah, janganlah terlebih dahulu menghukum aku sebelum engkau dengarkan
penjelasanku. Aku berbuat demikian bukan karena aku telah murtad dan bukan pula karena
aku ingin kafir setelah beriman. Sesungguhnya aku memiliki sanak famili disana, dan aku
ingin ada di antara orang-orang Quraisy yang melindungi mereka. Walau bagaimana pun
kaum Muhajirin meninggalkan harta benda dan keluarga yang mereka cintai di Mekah.
Rasul pun berkata, Hathib berkata yang sesungguhnya kepada kalian.
Kemudian Allah menurunkan wahyu yang berisi larangan berkasih sayang dengan orang
yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian
sebagai teman-teman setia yang kalian berikan (keteranganketerangan mengenai
Muhammad) berdasarkan kasih sayang. Sesungguhnya mereka itu mengingkari kebenaran
yang datang kepada kalian dan mereka telah mengusir Rasul serta mengusir kalian karena
beriman kepada Allah, Tuhan kalian. Jika kalian benar-benar hendak keluar untuk berjuang
di jalan-Ku dan ingin memperoleh keridaan-Ku (janganlah kalian berbuat sedemikian itu).
(Janganlah) kalian memberitahukan secara rahasia (keterangan-keterangan tentang
Muhammad) kepada mereka karena kasih sayang. Aku Maha Mengetahui apa yang kalian
sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan (secara terang-terangan). Dan barang siapa di
antara kalian melakukannya, maka sesungguhnya ia telah sesat dari jalan yang lurus. (QS.
Al-Mumtahanah: 1)
46. Perang Khaibar
Sebagaimana telah disebutkan, Khaibar adalah sebuah kota besar yang terletak sekitar 160
km di utara Madinah. Benteng tinggi berjajar di sana. Selain itu ladang rumput tumbuh di
sekitar kawasan tersebut.
Rasul berangkat ke Khaibar bersama dengan 1.400 tentara Islam yang menunggang kuda.
Setibanya Rasul tiba di perbatasan Khaibar, ia memanjatkan doa kepada Allah.

Ya Allah, penguasa langit dan segala keteduhannya. Penguasa kami dengan segala isinya.
Penguasa semua setan dengan segala penyesatannya. Dan penguasa angin dengan segala
tiupannya. Kami memohon kepada-Mu, ya Allah, semua kebajikan yang ada di permukaan
ini. Segala yang baik termasuk penghuninya. Dan segala kebaikan yang ada di dalamnya.
Kami berlindung kepada-Mu, ya Allah, dari keburukan yang datang dari permukiman ini, dari
penghuninya, dan dari apa yang ada di dalamnya.
Biasanya Rasul menunggu waktu pagi untuk menyerang, jika ada yang mengumandangkan
adzan maka Rasul urungkan niat menyerang daerah tersebut. Namun kali ini, Rasul tidak
perlu menunggu pagi karena penduduk Khaibar tak seorang pun yang muslim.
Rasul kemudian membagi sahabat menjadi empat bagian. Benteng demi benteng berhasil
ditaklukkan. Hingga tersisa dua benteng, Al-Wathih dan Sulalim. Keduanya dikepung selama
10 malam. Akhirnya, benteng ini dapat ditaklukkan di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib,
para penduduknya menyerah, dan bersedia mengikuti perjanjian dan peraturan umat Islam.
Dan (kemenangan-kemenangan) atas negeri-negeri lain yang tidak dapat kamu perkirakan,
tetapi sesungguhnya Allah telah menentukannya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu. (QS. Al-Fath: 21)
47. Penaklukan Kota Mekah
Pada tanggal 10 Ramadhan, Rasul dan 10.000 umat Muslim menuju Mekah dengan melewati
gurun Sahara. Seluruh kaum Muhajirin dan Anshar ikut serta, begitu juga Bani Sulaim dan
Bani Muzainah. Mereka akan mengambil alih Kota Mekah dari para penyembah berhala.
Dalam perjalanan tersebut Rasulullah saw. bertemu dengan rombongan pamannya, Abbas bin
Abdul Muthalib. Ia dan rombongan keluarganya tersebut ingin masuk Islam dan berhijrah ke
Madinah. Rasul juga bertemu dengan Abu Sufyan bin Al Harits bin Abdul Muthalib serta
Abdullah bin Abi Umayyah. Mereka semua masuk Islam.
Rasul meminta pamannya, Abbas, untuk membawa Abu Sufyan ke tempat yang akan dilewati
pasukan muslimin. Setiap kabilah yang lewat di hadapannya ia akan berkata, Siapakah
mereka?
Hingga lewatlah Rasul bersama pasukannya melewati Abu Sufyan. Kala itu Rasul
mengenakan serban hijau tua sementara pasukannya yang terdiri Muhajirin dan Anshar
mengenakan serban hitam. Abu Sufyan terpana melihat karisma Rasul serta pasukannya itu.
Tak ada kekuatan yang dapat mengalahkan mereka. Keponakanmu kelak akan menjadi
maharaja besar, Hai Abu Fadhl (panggilan Abbas), ujar Abu Sufyan.
Itu bukan kerajaan Abu Sufyan, melainkan kenabian, sahut Abbas.
Kalau begitu alangkah mulianya, kata Abu Sufyan.
Pasukan Muslim semakin mendekati Kota Mekah. Para penduduk Mekah berkerumun di
sekitar pemimpin mereka menunggu perintah. Tibalah Abu Sufyan berteriak kepada mereka,
Hai orang-orang Quraisy! Muhammad datang kepada kalian membawa pasukan yang tidak
dapat kalian tandingi. Barang siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan akan selamat.

Apa gunanya rumahmu bagi kami? kata orang-orang Quraisy seolah mengolok Abu
Sufyan.
Abu Sufyan melanjutkan, Barang siapa yang masuk ke rumahnya dan mengunci pintu ia
akan selamat. Barang siapa yang masuk ke dalam masjidil Haram ia akan selamat.
Mereka pun berlarian menuju rumah masing-masing dalam keadaan takut dan khawatir.
Sebagian dari mereka ada yang memasuki Masjidil haram.
Pasukan Muslim terus berjalan memasuki Kota Mekah. Rasul berjalan dengan menundukkan
kepalanya hingga janggutnya hampir menyentuh punuk unta. Para sahabat pun bersiap
menerima segala perintah Rasul. Rasul pun berkata, Hari ini Kakbah harus dihormati. hari
ini orang-orang Quraisy dimuliakan Allah.
Rasul memasuki Mekah kembali sebagai seorang pemenang setelah sebelumnya beliau diusir
dan dihina. Meskipun demikian, Rasul tidak membalas mereka dengan kejahatan sedikit pun.
Beliau memerintahkan untuk tidak menyerang kecuali terlebih dahulu diserang.
Kemudian Rasul pun tawaf di Baitullah dan menghancurkan segala macam bentuk berhala
yang ada di Kakbah. Mekah takluk tanpa perlawanan sedikit pun. Orang-orang pun
berbondong-bondong memeluk Islam.
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (1), Dan engkau melihat manusia
berbondong-bondong masuk agama Allah (2), Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu
dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima taubat (3). (QS. AnNashr: 1-3)
48. Turunnya Wahyu Terakhir
Hari ini merupakan hari diturunkannya wahyu terakhir kepada Rasulullah saw. Saat itu rasul
sedang beribadah haji bersama para sahabat. Beliau menyampaikan wahyu tersebut kepada
sahabat-sahabatnya, mereka pun bergembira karena agama Islam telah sempurna. Kecuali
Abu bakar, ia menangis sejadinya sambil berlari ke rumahnya.
Beberapa sahabat mengikutinya dan bertanya apa yang ia tangisi, bukankah agama kita telah
sempurna? Kemudian Abu bakar berkata, Wahai sahabatku, tidakkah kamu melihat celah di
antara kabar tersebut? Dengan turunnya ayat tersebut, menunjukkan bahwa perpisahan kita
dengan Rasulullah semakin dekat. Hasan dan Husain akan kehilangan kakek, dan para istri
nabi akan menjadi janda.
Sahabat yang mendengar penjelasan Abu Bakar tersadar dan menangis sekuat-kuatnya.
Sahabat yang kebetulan melewati rumah Abu Bakar pun bingung dan melaporkan hal tersebut
kepada Rasul. Ya Rasulullah, kami baru saja melewati rumah Abu Bakar dan mendengar
jeritan tangis para sahabat.
Rasul yang mendengar laporan seperti itu segera pergi ke rumah Abu Bakar.
Wahai sahabatku, mengapa kalian menangis?
Kemudian Ali menjelaskan alasan mereka menangis dan Rasul pun menjawab,
Sesungguhnya yang dikatakan Abu bakar adalah benar. Waktuku untuk meninggalkan kalian
sudah hampir tiba.

Mendengar jawaban Rasul, Abu Bakar kembali menangis bahkan hingga pingsan.
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan (daging) hewan yang
disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala.
Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan anak panah, (karena) itu suatu perbuatan
fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab
itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku
sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku
ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena
ingin berbuat dosa, sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah:
3)
49. Diciptakannya Manusia Pertama
Setelah Allah SWT. menciptakan bumi dengan gunung-gunungnya, lautan dan tumbuhtumbuhannya, menciptakan langit dengan mataharinya, bulan dan bintang-bintangnya yang
bergemerlapan, maka tibalah kehendak Allah SWT. untuk menciptakan sejenis makhluk lain
yang akan menghuni dan mengisi bumi, memelihara dan mengelola kekayaan yang
terpendam di dalamnya dan berkembang biak turun-temurun mewarisi apa yang ada di bumi
sepanjang masa yang dikehendaki Allah SWT.
Allah SWT. berfirman kepada para malaikat bahwa Dia akan menciptakan seorang manusia
yang akan dijadikannya pemimpin di muka bumi. Malaikat mempertanyakan firman Allah
tersebut, Mengapa Engkau hendak menciptakan makhluk yang akan membuat kerusakan di
bumi?
Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, jawab Allah.
Maka diciptakanlah manusia pertama itu dari lumpur hitam yang dikeringkan selama
beberapa waktu dan secara bertahap. Makhluk bernama manusia itu dibentuk dengan sebaikbaiknya bentuk sehingga membuat seluruh penghuni surga kagum.
Mereka berkata, Belum pernah ada makhluk ciptaan Allah yang indah dan sempurna seperti
ini.
Setelah berbentuk sempurna, sebuah ruh ditiupkan ke dalamnya agar ia bisa hidup dan
bergerak, terdiri atas daging, darah, serta otot. Ia dapat bergerak sesuai kemauan dan
pikirannya, karena ia juga dilengkapi dengan nafsu dan akal. Nafsu akan membuatnya
berkeinginan sedangkan akal akan membuatnya memikirkan dan mengagungkan kebesaran
Allah.
Manusia pertama tersebut bernama Adam. Ia memulai kehidupannya di dalam surga dengan
berbagai kesenangan. Ia dapat menikmati berbagai macam buah-buahan di sana.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Sungguh, Aku akan
menciptakan seorang manusia dari lumpur hitam yang diberi bentuk (28), Maka apabila Aku
telah menyempurnakan (kejadian)Noya, dan Aku telah meniupkan ruh (ciptaan)-Ku ke
dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan sujud (29). (QS. Al-Hijr: 28-29)
50. Pengetahuan Adam tentang Nama-Nama Benda

Allah hendak menghilangkan anggapan rendah para malaikat terhadap Adam dan
menyakinkan mereka akan kebenaran hikmat-Nya menunjuk Adam sebagai pemimpin di
bumi, maka diajarkanlah kepada Adam nama-nama benda yang berada di alam semesta,
kemudian diperagakanlah benda-benda itu di depan para malaikat seraya berkata, "Cobalah
sebutkan pada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu benar merasa lebih mengetahui dan lebih
mengerti dari Adam."
Para malaikat tidak berdaya memenuhi tentangan Allah untuk menyebut nama-nama benda
yang berada di depan mereka. Mereka mengakui ketidaksanggupan mereka dengan berkata,
"Maha Agung Engkau! Sesungguhnya kami tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu
kecuali apa yang Tuhan ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana."
Adam lalu diperintahkan oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama benda itu kepada
para malaikat dan setelah diberitahukan oleh Adam, berfirmanlah Allah kepada mereka,
"Bukankah Aku telah katakan padamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan."
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan
kepada para malaikat, seraya berfirman, Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika
kamu yang benar? (31), Mereka menjawab, Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana (32), Dia (Allah) berfirman, Wahai Adam! Beritahukanlah
kepada mereka nama-nama itu! Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia
berfirman, Bukankah telah aku katakan kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit
dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?
(33). (QS. Al-Baqarah: 31-33)
51. Iblis Membangkang
Ketika Allah memberikan perintah untuk sujud kepada Adam sebagai penghormatan bagi
makhluk Allah yang akan diberi amanat menjaga bumi dengan segala apa yang hidup dan
tumbuh di atasnya serta yang terpendam di dalamnya, Iblis membangkang dan enggan
mematuhi perintah Allah seperti para malaikat yang lain. Iblis merasa dirinya lebih mulia,
lebih utama dan lebih agung dari Adam karena ia diciptakan dari unsur api, sedang Adam dari
tanah dan lumpur. Kebanggaannya dengan asal usulnya menjadikan ia sombong dan merasa
direndahkan jika bersujud menghormati Adam seperti para malaikat yang lain, meskipun
diperintah oleh Allah.
Tuhan bertanya kepada Iblis, "Apakah yang mencegahmu sujud menghormati sesuatu yang
telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?"
Iblis menjawab, "Aku adalah lebih mulia dan lebih unggul dari dia. Engkau ciptakan aku dari
api dan menciptakannya dari lumpur."
Oleh karena kesombongan, kecongkakan dan pembangkangannya melakukan sujud yang
diperintahkan, maka Allah menghukum Iblis dengan mengusirnya dari surga dan
mengeluarkannya dari barisan malaikat dengan disertai kutukan dan laknat yang akan
melekat pada dirinya hingga hari kiamat. Di samping itu ia dinyatakan sebagai penghuni
neraka.

Iblis dengan sombongnya menerima dengan baik hukuman Tuhan itu dan ia hanya mohon
agar kepadanya diberi kesempatan untuk hidup kekal hingga hari kebangkitan kembali di hari
kiamat. Allah meluluskan permohonannya dan ditangguhkanlah ia sampai hari kebangkitan.
Bukannya berterima kasih dan bersyukur atas pemberian jaminan itu, ia malah mengancam
akan menyesatkan Adam sebagai sebab terusirnya dia dari surga dan dikeluarkannya dari
barisan malaikat, dan ia juga berjanji akan mendatangi anak-anak keturunannya dari segala
penjuru untuk membujuk mereka meninggalkan jalan yang lurus dan bersamanya menempuh
jalan yang sesat, melakukan maksiat dan hal-hal yang terlarang, menggoda mereka supaya
melalaikan perintah-perintah agama dan mempengaruhi mereka agar tidak bersyukur dan
beramal soleh.
Kemudian Allah berfirman kepada Iblis yang terkutuk itu:
"Pergilah engkau bersama pengikut-pengikutmu yang semuanya akan menjadi isi neraka
Jahanam dan bahan bakar neraka. Engkau tidak akan berdaya menyesatkan hamba-hamba-Ku
yang telah beriman kepada-Ku dengan sepenuh hatinya dan memiliki aqidah yang mantap
walaupun engkau menggunakan segala kepandaianmu menghasut dan memfitnah."
Kecuali iblis; ia menyombongkan diri dan ia termasuk golongan yang kafir (74), (Allah)
berfirman, Wahai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Aku
ciptakan dengan kekuasaan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu (merasa)
termasuk golongan yang (lebih) tinggi? (75), (Iblis) berkata, Aku lebih baik dari padanya,
karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah (76), Allah
berfirman, Kalau begitu keluarlah kamu dari surga! Sesungguhnya kamu adalah makhluk
yang terkutuk (77), Dan sungguh, kutukan-Ku tetap atasmu, sampai hari pembalasan (78),
(Iblis) berkata, Ya Tuhanku, tangguhkanlah aku sampai pada hari mereka dibangkitkan
(79), (Allah) berfirman, Maka sesungguhnya kamu termasuk golongan yang diberi
penangguhan (80), Sampai pada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat) (81),
(Iblis) menjawab, Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya (82),
kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka (83). (QS. Shad: 74-83)
52. Diciptakannya Hawa
Adam diberi tempat oleh Allah di surga dan baginya diciptakanlah Hawa untuk
mendampinginya dan menjadi teman hidupnya untuk menghilangkan rasa kesepiannya dan
melengkapi keperluan fitrahnya untuk mengembangkan keturunan. Menurut cerita para
ulama, Hawa diciptakan oleh Allah dari salah satu tulang rusuk Adam yang ada di sebelah
kiri di saat ia masih tidur sehingga ketika ia terjaga, ia melihat Hawa sudah berada di
sampingnya. Ia ditanya oleh malaikat, "Wahai Adam! Apa dan siapakah makhluk yang berada
di sampingmu itu?"
Berkatalah Adam, "Seorang perempuan. Sesuai dengan fitrah yang telah diilhamkan oleh
Allah kepadanya. "Siapa namanya?" tanya malaikat lagi. "Hawa", jawab Adam. "Untuk apa
Tuhan menciptakan makhluk ini? tanya malaikat lagi.
Adam menjawab, "Untuk mendampingiku, memberi kebahagiaan bagiku, dan mengisi
keperluan hidupku sesuai dengan kehendak Allah."
Allah berpesan kepada Adam, "Tinggallah engkau bersama istrimu di surga, rasakanlah
kenikmatan yang berlimpah-limpah di dalamnya, cobalah dan makanlah buah-buahan yang
lezat yang terdapat di dalamnya sepuas hatimu dan sekehendak hatimu. Kamu tidak akan

mengalami atau merasa lapar, haus ataupun letih selama kamu berada di dalamnya. Akan
tetapi, Aku ingatkan janganlah makan buah dari pohon ini yang akan menyebabkan kamu
celaka dan termasuk orang-orang yang zalim. Ketahuilah bahwa Iblis itu adalah musuhmu
dan musuh istrimu, ia akan berusaha membujuk kamu dan menyeret kamu keluar dari surga
sehingga hilanglah kebahagiaan yang kamu sedang nikmati ini."
Dan Kami berfirman, Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga dan
makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi)
janganlah kamu dekati pohon itu, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS. AlBaqarah: 35)
53. Aksi Hasud Iblis
Sesuai dengan ancaman yang diucapkan ketika diusir oleh Allah dari surga akibat
pembangkangannya. Serta terdorong pula oleh rasa iri hati dan dengki terhadap Adam yang
menjadi sebab ia terkutuk dan terlaknat selama-lamanya, tersingkir dari singgasana
kebesarannya. Iblis mulai menunjukkan rancangan penyesatannya kepada Adam dan Hawa
yang sedang hidup berdua di surga yang tentram, damai, dan bahagia.
Ia menyatakan kepada mereka bahwa ia adalah kawan mereka dan ingin memberi nasihat dan
petunjuk untuk kebaikan dan mengekalkan kebahagiaan mereka. Segala cara dan kata-kata
halus digunakan oleh Iblis untuk mendapatkan kepercayaan Adam dan Hawa bahwa ia betulbetul jujur dalam nasihat dan petunjuknya kepada mereka. Ia membisikkan kepada mereka
bahwa larangan Tuhan kepada mereka untuk memakan buah-buah yang ditunjuk itu adalah
karena dengan memakan buah itu mereka akan menjelma menjadi malaikat dan akan hidup
kekal.
Diulang-ulanglah bujukannya dengan menunjukkan akan harumnya bau pohon yang dilarang,
indah bentuk buahnya dan lezat rasanya. Sehingga pada akhirnya termakanlah bujukan yang
halus itu oleh Adam dan Hawa dan dilanggarlah larangan Tuhan.
Allah mencela perbuatan mereka itu dan berfirman, "Tidakkah Aku mencegah kamu
mendekati pohon itu dan memakan dari buahnya dan tidakkah Aku telah ingatkan kamu
bahwa setan itu adalah musuhmu yang nyata."
Adam dan Hawa mendengar firman Allah itu sadarlah ia bahwa mereka telah melanggar
perintah Allah dan telah melakukan suatu kesalahan dan dosa besar. Seraya menyesal
berkatalah mereka, "Wahai Tuhan kami! Kami telah menganiaya diri kami sendiri dan telah
melanggar perintah-Mu karena terkena bujukan Iblis. Ampunilah dosa kami karena kami
tergolong orang-orang yang merugi bila Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami."
Kemudian setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya, dengan berkata, Wahai Adam!
Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan
binasa? (120), Lalu keduanya memakannya, lalu tampaklah oleh keduanya aurat mereka
dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan telah
durhakalah Adam kepada Tuhannya, dan sesatlah dia (121). (QS. Thaha: 120-121)
Keduanya berkata, Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau
tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orangorang yang rugi. (QS. Al-Araf: 23)

54. Adam dan hawa Diturunkan ke Bumi


Allah telah menerima taubat Adam dan Hawa serta mengampuni perbuatan mereka yang
melanggar perintah-Nya akibat bujukan iblis. Adam dan Hawa merasa tenteram kembali
setelah menerima pengampunan Allah dan selanjutnya akan menjaga jangan sampai tertipu
lagi oleh Iblis dan akan berusaha agar pelanggaran yang telah dilakukan dan menimbulkan
murka dan teguran Tuhan itu menjadi pengajaran bagi mereka berdua untuk lebih berhati-hati
menghadapi tipu daya dan bujukan Iblis. Harapan untuk tinggal terus di surga yang telah
pudar karena melanggar perintah Allah, muncul kembali dalam hati dan pikiran Adam dan
Hawa yang merasa kenikmatan dan kebahagiaan hidup mereka di surga tidak akan terganggu
dan bahwa ridha serta rahmat Allah akan tetap melimpah di atas mereka untuk selamalamanya.
Akan tetapi, Allah telah menentukan dalam takdir-Nya apa yang tidak terlintas dalam hati dan
tidak terpikirkan oleh mereka. Allah SWT. yang telah menentukan dalam takdir-Nya bahwa
bumi yang penuh dengan kekayaan untuk dikelola akan dikuasai kepada manusia keturunan
Adam. Ia pun memerintahkan Adam dan Hawa turun ke bumi sebagai benih pertama dari
hamba-hamba-Nya yang bernama manusia itu. Berfirmanlah Allah kepada mereka, "Turunlah
kamu ke bumi, sebagian dari pada kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Kamu dapat
tetap tinggal dan hidup di sana sampai waktu yang telah ditentukan."
Turunlah Adam dan Hawa ke bumi menghadapi cara hidup baru yang jauh berlainan dengan
hidup di surga yang pernah dialami dan yang tidak akan berulang kembali. Mereka harus
menempuh hidup di dunia yang fana ini dengan suka dan dukanya dan akan menurunkan
umat manusia yang beraneka ragam sifat dan tabiatnya, berbeda-beda warna kulit dan
kecerdasan otaknya.
Umat manusia yang akan berkelompok-kelompok menjadi suku-suku dan bangsa-bangsa di
mana yang satu menjadi musuh yang lain saling bunuh-membunuh dari waktu ke waktu
sehingga Allah mengutus nabi-nabi-Nya dan rasul-rasul-Nya memimpin hamba-hamba-Nya
ke jalan yang lurus penuh damai kasih sayang di antara sesama manusia. Jalan yang menuju
kepada ridha-Nya dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Kami berfirman, Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut
pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS. Al-Baqarah: 38)
55. Nabi Idris
Nabi Idris adalah keturunan keenam dari Nabi Adam, putra dari Yarid bin Mihlaiel bin Qinan
bin Anusy bin Shiyth bin Adam A.S. yang menjadi keturunan pertama yang diutus menjadi
nabi setelah Adam dan Shiyth. Menurut kitab tafsir, beliau hidup 1.000 tahun setelah Nabi
Adam wafat.
Nabi Idris dianugerahi kepandaian dalam berbagai disiplin ilmu, kemahiran, serta
kemampuan untuk menciptakan alat-alat untuk mempermudah pekerjaan manusia, seperti
pengenalan tulisan, matematika, astronomi, dan lain sebagainya. Menurut suatu kisah,
terdapat suatu masa di mana kebanyakan manusia akan melupakan Allah sehingga Allah
menghukum manusia dengan bentuk kemarau yang berkepanjangan. Nabi Idris pun turun
tangan dan memohon kepada Allah untuk mengakhiri hukuman tersebut. Allah mengabulkan
permohonan itu dan berakhirlah musim kemarau tersebut dengan ditandai turunnya hujan.

Nabi Idris diperkirakan bermukim di Mesir di mana ia berdakwah untuk menegakkan agama
Allah, mengajarkan tauhid, dan beribadah menyembah Allah serta memberi beberapa
pedoman hidup bagi pengikutnya supaya selamat dari siksa dunia dan akhirat.
Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Idris di dalam kitab (Al-Quran). Sesungguhnya dia
seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang nabi. (QS. Maryam: 56)
56. Dakwah Nabi Nuh
Nabi Nuh menerima wahyu kenabian dari Allah dalam masa "fatrah" yaitu masa kekosongan
di antara dua rasul di mana biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran
agama yang dibawa oleh nabi yang meninggalkan mereka dan kembali menjadi syirik,
meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di bawah pimpinan
Iblis.
Demikianlah maka kaum Nabi Nuh tidak luput dari proses tersebut, sehingga ketika Nabi
Nuh datang di tengah-tengah mereka, mereka sedang menyembah berhala, yaitu patungpatung yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri kemudian disembah sebagai tuhantuhan yang dapat membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan
kemalangan menurut mereka. Berhala-berhala yang dipertuhankan dan menurut kepercayaan
mereka mempunyai kekuatan dan kekuasaan ghaib itu diberi nama-nama yang terus berganti
menurut kehendak dan kebodohan mereka. Kadang-kadang mereka namakan berhala mereka
" Wadd " dan " Suwa ". Kadangkala " Yaguts ", dan bila sudah bosan digantinya dengan nama
" Yatuq " dan " Nasr".
Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh iblis itu, mengajak
mereka meninggalkan syirik dan penyembahan berhala dan kembali kepada tauhid
menyembah Allah, dan melakukan ajaran-ajaran agama yang diwahyukan kepadanya serta
meninggalkan kemungkaran dan kemaksiatan yang diajarkan oleh Setan dan Iblis.
Nabi Nuh menarik perhatian kaumnya agar melihat alam semesta yang diciptakan oleh Allah
berupa langit dengan matahari, bulan dan bintang-bintang yang menghiasinya, bumi dengan
kekayaan yang ada di atas dan di dalamnya, berupa tumbuh-tumbuhan dan air yang mengalir
yang memberi kenikmatan hidup kepada manusia, pergantian malam menjadi siang dan
sebaliknya yang semua itu menjadi bukti dan tanda nyata akan adanya keesaan Tuhan yang
harus disembah dan bukan berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri.
Di samping itu, Nabi Nuh juga memberitakan kepada mereka bahwa akan ada ganjaran yang
akan diterima oleh manusia atas segala amalannya di dunia yaitu surga bagi amalan kebajikan
dan neraka bagi segala pelanggaran terhadap perintah agama yang berupa kemungkaran dan
kemaksiatan.
Nabi Nuh yang dikaruniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh seorang nabi,
fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam tindak-tanduknya
melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan
dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan kadang kala dengan katakata yang tajam dan nada yang kasar bila menghadapi pembesar-pembesar kaumnya yang
keras kepala yang enggan menerima hujjah dan dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka
yang tidak dapat mereka bantah atau patahkan.

Akan tetapi, walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tenaganya berdakwah kepada
kaumnya dengan segala kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dalam setiap kesempatan,
dengan cara sembunyi-sembunyi atau terus terang dan terbuka ternyata hanya sedikit sekali
dari kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang menurut
riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang. Mereka pun terdiri dari orang-orang yang
miskin dan berkedudukan sosial lemah. Adapun orang yang kaya raya, berkedudukan tinggi
dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan pembesar-pembesar dan penguasapenguasa tetap membangkang dan tidak mempercayai Nabi Nuh. Bahkan mereka berusaha
melakukan persekongkolan untuk melumpuhkan dan menggagalkan usaha dakwah Nabi Nuh.
Berkata mereka kepada Nabi Nuh, "Bukankah engkau hanya seorang dari pada kami dan
tidak berbeda dengan kami sebagai manusia biasa. Jikalau betul Allah akan mengutuskan
seorang rasul yang membawa perintah-Nya, pasti Ia akan mengutuskan seorang malaikat
yang patut kami dengarkan kata-katanya dan kami ikuti ajakannya. Bukan manusia biasa
seperti engkau yang hanya dapat diikuti oleh orang-orang berkedudukan sosial rendah, seperti
para buruh tani, orang-orang yang tidak berpenghasilan yang bagi kami mereka seperti
sampah masyarakat. Pengikut-pengikutmu itu adalah orang-orang yang tidak mempunyai
daya pikir dan ketajaman otak, mereka mengikutimu secara buta dan tuli tanpa memikirkan
dan mempertimbangkan masak-masak benar atau tidaknya dakwah dan ajakanmu itu.
Coba agama yang engkau bawa dan ajaran-ajaran yang engkau sadurkan kepada kami itu
memang benar, niscaya kami dulu mengikutimu dan bukannya orang-orang yang mengemis
pengikut-pengikutmu itu. Kami sebagai pemuka-pemuka masyarakat yang pandai berpikir,
memiliki kecerdasan otak dan pandangan yang luas dan yang dipandang masyarakat sebagai
pemimpin-pemimpinnya, tidaklah mudah menerima ajakanmu dan dakwahmu. Engkau tidak
mempunyai kelebihan di atas kami tentang soal-soal kemasyarakatan dan pergaulan hidup.
Kami jauh lebih pandai dan lebih mengetahui dari padamu tentang itu semua. Anggapan kami
terhadapmu tidak lain dan tidak bukan bahwa engkau adalah pendusta belaka."
Nuh berkata, menjawab ejekan dan olok-olokan kaumnya, "Adakah engkau mengira bahwa
aku dapat memaksa kamu mengikuti ajaranku atau mengira bahwa aku mempunyai
kekuasaan untuk menjadikan kamu orang-orang yang beriman jika kamu tetap menolak
ajakanku dan tetap menutup mata dan telinga terhadap bukti-bukti kebenaran dakwahku dan
tetap mempertahankan pendirianmu yang tersesat yang diilhamkan oleh kesombongan dan
kecongkakan karena kedudukan dan harta benda yang kamu miliki. Aku hanya seorang
manusia yang mendapat amanat dan diberi tugas oleh Allah untuk menyampaikan risalahNya kepada kamu. Jika kamu tetap keras kepala dan tidak mau kembali ke jalan yang benar
dan menerima agama Allah yang diutuskan-Nya kepadaku maka terserahlah kepada Allah
untuk menentukan hukuman-Nya dan ganjaran-Nya kepada dirimu. Aku hanya pesuruh dan
rasul-Nya yang diperintahkan untuk menyampaikan amanat-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
Dialah yang berkuasa memberi hidayah kepadamu dan mengampuni dosamu atau
menurunkan azab dan siksaan-Nya kepada kamu sekalian jika Ia kehendaki. Dialah pula yang
berkuasa menurunkan siksa dan azab-Nya di dunia atau menangguhkannya sampai hari
kemudian. Dialah Tuhan pencipta alam semesta ini, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha
Pengasih, dan Maha Penyayang."
Pada akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran kata-kata Nabi Nuh
dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan dialog dengan beliau, maka
berkatalah mereka, "Wahai Nabi Nuh! Kita telah banyak bermujadalah dan berdebat dan
cukup berdialog serta mendengar dakwahmu yang sudah menjemukan itu. Kami tetap tidak
akan mengikutimu dan tidak akan sesekali melepaskan kepercayaan dan adat-istiadat kami

sehingga tidak ada gunanya lagi engkau mengulang-ulangi dakwah dan ajakanmu dan
bertegang lidah dengan kami. Datangkanlah apa yang engkau benar-benar janjikan. Kami
ingin melihat kebenaran kata-katamu dan ancamanmu dalam kenyataan. Karena kami masih
tetap belum mempercayaimu dan tetap meragukan dakwahmu."
Dia (Nuh) berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan
malam (5), Seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran)
(6), Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau
mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan
bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri
(7). (QS. Nuh: 5-7)
57. Bahtera Nabi Nuh
Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun
berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan
berhala dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah Yang maha Kuasa memimpin
mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar
mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah kepadanya,
mengangkat derajat manusia yang tertindas dan lemah ke arah yang sesuai dengan fitrah dan
kodratnya dan berusaha menghilangkan sifat-sifat sombong dan congkak yang melekat pada
para pembesar kaumnya dan mendidik agar mereka saling sayang-menyayangi, tolongmenolong di antara sesama manusia.
Akan tetapi, dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil menyadarkan dan
menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya, kecuali sekelompok kecil
kaumnya yang tidak mencapai seratus orang, walaupun ia telah melakukan tugasnya dengan
segala daya usahanya dan sekuat tenaganya dengan penuh kesabaran dan kesulitan
menghadapi penghinaan, ejekan dan cercaan makian kaumnya, karena ia mengharapkan akan
datang masanya di mana kaumnya akan sadar dan datang mengakui kebenarannya dan
kebenaran dakwahnya. Harapan Nabi Nuh akan kesadaran kaumnya ternyata makin hari
makin memudar dan bahwa sinar iman dan takwa tidak akan menembus ke dalam hati
mereka yang telah tertutup rapat oleh ajaran dan bisikan Iblis. Allah pun berfirman:
"Sesungguhnya tidak akan seorang dari pada kaumnya mengikutimu dan beriman kecuali
mereka yang telah mengikutimu dan beriman lebih dahulu, maka janganlah engkau bersedih
hati karena apa yang mereka perbuatkan."
Dengan penegasan firman Allah itu, lenyaplah sisa harapan Nabi Nuh dari kaumnya dan
habislah kesabarannya. Ia memohon kepada Allah agar menurunkan azab-Nya kepada
kaumnya yang berkepala batu seraya berseru, "Ya Allah! Janganlah Engkau biarkan seorang
pun dari pada orang-orang kafir itu hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mereka akan berusaha
menyesatkan hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan mereka tidak akan
melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat maksiat dan anak-anak yang kafir
seperti mereka."
Doa Nabi Nuh dikabulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak perlu lagi
menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya karena mereka itu akan menerima hukuman
Allah dengan mati tenggelam.

Setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi Nuh
mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mengumpulkan bahan yang diperlukan,
kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan keramaiannya
mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan pembuatan kapal
yang diperintahkan itu.
Walaupun Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya agar dapat bekerja dengan
tenang tanpa gangguan dalam menyelesaikan pembinaan kapalnya, tapi ia tidak luput dari
ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui tempat kerja pembuatan
kapal itu. Mereka mengejek dan mengolok-olok dengan mengatakan:
"Wahai Nuh! Sejak kapan engkau telah menjadi tukang kayu dan pembuat kapal? Bukankah
engkau seorang nabi dan rasul menurut pengakuanmu, kenapa sekarang menjadi seorang
tukang kayu dan pembuat kapal? Dan kapal yang engkau buat itu di tempat yang jauh dari air
ini adalah maksudmu untuk ditarik oleh kerbau ataukah mengharapkan angin yang akan
menarik kapalmu ke laut?"
Dia (Nuh) berdoa, Ya Tuhanku, tolonglah aku, karena mereka mendustakan aku (26), Lalu
kami wahyukan kepadanya, Buatlah kapal di bawah pengawasan dan petunjuk Kami, maka
apabila perintah Kami datang dan tanur (dapur) telah memancarakan air, maka
masukkanlah ke dalam (kapal) itu sepasang-sepasang dari setiap jenis, juga keluargamu,
kecuali orang yang lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpakan siksaan) di antara mereka.
Dan janganlah engkau bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zalim,
sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan (27). (QS. Al-Mukminum: 26-27)
58. Datangnya Air Bah
Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan laut pertama
di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah, "Siap-siaplah engkau dengan kapalmu, bila
tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda dari-Ku maka segeralah angkut bersamamu di
dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di
atas bumi dan berlayarlah dengan izin-Ku."
Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan dahsyat, yang
dalam sekejap mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa menggenangi
daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai puncak bukit-bukit. Tiada tempat
berlindung dari air bah yang dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh
dengan para orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas
perintah Allah.
Dengan iringan "Bismillah majraha wa mursaha" berlayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya
menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala
ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan
gelombang air yang menggunung berusaha menyelamatkan diri dari cengkraman maut yang
siap menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.
Dan apabila engkau dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas kapal, maka
ucapkanlah, Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang
zalim (28), Dan berdoalah, Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan
Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat (29). (QS. Al-Mukminun: 28-29)

59. Kanan, Putra Nabi Nuh yang Tenggelam


Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orangorang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah
olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama "Kan'an" timbul tenggelam dipermainkan oleh
gelombang yang tidak menaruh belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menerima
hukuman Allah itu. Pada saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang
seorang ayah terhadap putra kandungnya yang berada dalam keadaan cemas menghadapi
maut ditelan gelombang.
Nabi Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat
suaranya memanggil putranya, Wahai anakku! Datanglah kemari dan bergabung bersama
keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar engkau selamat dan
terhindar dari bahaya maut yang engkau jalani karena hukuman Allah." Kan'an, putra Nabi
Nuh, yang tersesat dan telah terkena rayuan setan dan hasutan kaumnya yang sombong dan
keras kepala itu menolak dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya
dengan kata-kata yang menentang, "Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi
berlindung di atas geladak kapalmu. Aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri dengan
berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini."
Nabi Nuh menjawab, "Percayalah bahwa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan
engkau ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Tidak akan ada yang dapat melepaskan
diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini kecuali orang-orang yang memperoleh
rahmat dan ampunan-Nya."
Setelah Nabi Nuh mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan'an disambar gelombang
yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan matanya. Tergelincirlah ia ke bawah lautan air
mengikuti kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Nabi Nuh bersedih hati dan berduka cita atas kematian putranya dalam keadaan kafir, tidak
beriman, dan belum mengenal Allah. Beliau berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya putraku itu adalah darah dagingku dan adalah bagian dari keluargaku
dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji benar dan Engkaulah Maha Hakim yang Maha
Berkuasa."
Kepadanya Allah berfirman:
"Wahai Nuh! Sesungguhnya putramu itu tidaklah termasuk keluargamu, karena ia telah
menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu, menolak dakwahmu, dan mengikuti jejak
orang-orang yang kafir dari pada kaummu. Coretlah namanya dari daftar keluargamu. Hanya
mereka yang telah menerima dakwahmu mengikuti jalanmu dan beriman kepada-Ku dapat
engkau masukkan dan golongkan ke dalam barisan keluargamu yang telah Aku janjikan
perlindungannya dan terjamin keselamatan jiwanya. Adapun orang-orang yang mengingkari
risalahmu, mendustakan dakwahmu, dan telah mengikuti hawa nafsunya dan tuntutan Iblis,
pastilah mereka akan binasa menjalani hukuman yang telah Aku tentukan walau mereka
berada di puncak gunung sekalipun. Maka janganlah engkau sesekali menanyakan tentang
sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku ingatkan, janganlah engkau sampai tergolong ke
dalam golongan orang-orang yang bodoh."
Nabi Nuh segera sadar setelah menerima teguran dari Allah bahwa cinta kasih sayangnya
kepada anaknya telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang

kafir termasuk putranya sendiri. Ia sadar bahwa ia tersesat pada saat ia memanggil putranya
untuk menyelamatkannya dari bencana banjir yang didorong oleh perasaan kasihan dan
ikatan darah yang menghubungkannya dengan putranya. Padahal sepatutnya cinta dan taat
kepada Allah harus mendahului cinta kepada keluarga dan harta benda. Ia sangat sesalkan
kelalaian dan kealpaannya itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan
maghfirahnya dengan berseru:
"Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan yang terlaknat, ampunilah
kelalaian dan kealpaanku sehingga aku menanyakan sesuatu yang aku tidak mengetahuinya.
Ya Tuhanku, bila Engkau tidak memberi ampun dan maghfirah serta menurunkan rahmat
bagiku, pasti aku menjadi orang yang rugi."
Dan Nuh memohon kepada Tuhannya sambil berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku
adalah termasuk keluargaku, dan janji-Mu itu pasti benar. Engkau adalah hakim yang paling
adil (45), Dia (Allah) berfirman, Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk
keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon
kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar
(engkau) tidak termasuk orang yang tak mengetahui (46), Dia (Nuh) berkata, Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku
tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuni, dan (tidak) menaruh belas
kasihan padaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi (47). (QS. Hud: 45-47)
60. Bahtera Nabi Nuh Selamat
Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum Nuh yang kafir
dan zalim. Sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi
kemudian tertambatlah kapal Nuh di atas bukit "Judie" dengan iringan perintah Allah kepada
Nabi Nuh, "Turunlah wahai Nuh dan para mukmin yang menyertaimu dengan selamat
dilimpahi barakah dan inayah dari sisi-Ku bagimu dan bagi umat yang menyertaimu."
Difirmankan, Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari
Kami, bagimu dan bagi semua umat (mukmin) yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang
Kami beri kesenangan (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab Kami
yang pedih. (QS. Hud: 48)
61. Kaum Aad
Aad adalah nama bapak suatu suku yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama AlAhqaf terletak di utara Hadramaut, antara Yaman dan Umman, dan termasuk suku yang tertua
sesudah kaum Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh yang
besar. Mereka dikaruniai oleh Allah SWT. tanah yang subur dengan sumber-sumber airnya
yang mengalir dari segala penjuru sehingga memudahkan mereka bercocok tanam untuk
bahan makanan mereka dan memperindah tempat tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga
yang indah-indah. Berkat karunia Allah SWT. itu mereka hidup makmur, sejahtera, dan
bahagia. Dalam waktu yang singkat mereka berkembang dan menjadi suku yang terbesar di
antara suku-suku yang hidup di sekelilingnya.
Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh, kaum Hud dari suku Aad ini tidak mengenal Allah
Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama
"Shamud" dan "Alhattar" dan menyembahnya sebagai tuhan mereka yang menurut
kepercayaan mereka dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat

menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris dan Nabi Nuh
sudah tidak berbekas dalam hati, jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari. Kenikmatan hidup
yang mereka dapatkan dianggap berkat karunia dan pemberian kedua berhala yang mereka
sembah. Oleh karenanya, mereka tidak putus-putus sujud kepada kedua berhala itu
mensyukurinya dan memohon perlindungannya dari segala bahaya dan musibah.
Sebagai akibat dan buah dari aqidah yang sesat itu pergaulan hidup mereka menjadi dikuasai
oleh tuntutan dan pimpinan Iblis laknatullah, di mana nilai-nilai moral dan akhlak tidak
menjadi dasar penimbangan atau kelakuan dan tindak-tanduk seseorang, tetapi kebendaan
dan kekuatan lahiriahlah yang menonjol sehingga timbul kerusuhan dan tindakan sewenangwenang di dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah dan yang berkuasa
memeras yang di bawahnya.
Sifat-sifat sombong, congkak, iri hati, dengki, hasut dan saling membenci yang didorong oleh
hawa nafsu merajalela dan menguasai penghidupan mereka sehingga tidak memberi tempat
kepada sifat-sifat belas kasihan, sayang menyayang, jujur, amanat dan rendah hati.
Demikianlah gambaran masyarakat suku Aad tatkala Allah SWT. mengutus Nabi Hud
sebagai nabi dan rasul kepada mereka.
Tidakkah engkau (Muhammad) memerhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap
(kaum) Aad? (6), (Yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum Aad) yang mempunyai bangunanbangunan yang tinggi (7), Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negerinegeri lain (8). (QS. Al-Fajr: 6-8)
62. Dakwah Nabi Hud
Diterangkan oleh Nabi Hud bahwa dia adalah pesuruh Allah SWT., yang diberi tugas untuk
membawa mereka ke jalan yang benar, yaitu beriman kepada Allah SWT. yang menciptakan
mereka, menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari
mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan
menuntut mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah SWT. dan
memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka
menghadapi ajakan dan dakwahnya, mereka akan ditimpa azab dan dibinasakan oleh Allah
SWT. sebagaimana yang terjadi atas kaum Nuh yang mati binasa tenggelam dalam air bah
akibat kecongkakan dan kesombongan mereka.
Bagi kaum Aad seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan hal yang tidak pernah mereka
duga. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah sama
sekali cara hidup mereka dan menghancurkan peraturan dan adat istiadat yang telah mereka
kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa
seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak cara hidup mereka dan
menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak
kenal dan tidak dapat dimengerti dan diterima oleh akal pikiran mereka. Dengan serta-merta
ditolaklah oleh mereka dakwah Nabi Hud itu dengan berbagai alasan dan tuduhan kosong
terhadap diri beliau serta ejekan-ejekan dan hinaan yang diterimanya dengan kepala dingin
dan penuh kesabaran.
Berkatalah kaum Aad kepada Nabi Hud, "Wahai Hud! Ajaran dan agama apakah yang
engkau hendak anjurkan kepada kami? Engkau ingin agar kami meninggalkan persembahan
kami kepada tuhan-tuhan kami yang berkuasa ini dan menyembah tuhanmu yang tidak dapat
kami jangkau dengan panca indera kami dan tuhan yang menurut kamu tidak bersekutu. Cara

persembahan yang kami lakukan ini ialah yang telah kami warisi dari nenek moyang kami
dan tidak sesekali kami akan meninggalkannya bahkan sebaliknya engkaulah yang
seharusnya kembali kepada aturan nenek moyangmu dan jangan mencederai kepercayaan dan
agama mereka dengan membawa suatu agama baru yang tidak dikenal oleh mereka dan tentu
tidak akan direstuinya."
Wahai kaumku! jawab Nabi Hud, "Sesungguhnya Tuhan yang aku serukan untuk
menyembah-Nya walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya dengan panca inderamu, tapi
kamu dapat melihat dan merasakan wujudnya dalam diri kamu sendiri sebagai ciptaan-Nya
dan dalam alam semesta yang mengelilingimu beberapa langit dengan matahari, bulan, dan
bintang-bintangnya, bumi dengan gunung-gunungnya, sungai, tumbuh-tumbuhan, dan
binatang-binatang yang kesemuanya dapat bermanfaat bagi kamu sebagai manusia. Dan
menjadikanmu dapat menikmati kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Tuhan itulah yang
harus kamu sembah dan tundukkan kepala kepada-Nya, Tuhan Yang Maha Esa tiada
bersekutu tidak beranak dan diperanakan yang walaupun kamu tidak dapat menjangkau-Nya
dengan panca inderamu, Dia dekat denganmu, mengetahui segala gerak-gerik dan tingkah
lakumu, isi hatimu, denyut jantungmu, dan jalan pikiranmu. Tuhan itulah yang harus
disembah oleh manusia dengan kepercayaan penuh kepada keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya
dan bukan patung-patung yang kamu buat dengan memahat dan mengukirnya dengan
tanganmu sendiri kemudian kamu sembah sebagai tuhan padahal ia suatu benda yang tidak
dapat berbuat apa pun yang menguntungkan atau merugikan kamu. Alangkah bodohnya dan
dangkalnya pikiranmu jika kamu tetap mempertahankan agamamu yang sesat itu dan
menolak ajaran dan agama yang telah diwahyukan kepadaku oleh Allah Tuhan Yang Maha
Esa itu."
Wahai Hud! jawab kaumnya, "apakah yang menjadikan engkau berpandangan dan
berpikiran lain dari pada yang sudah menjadi pegangan hidup kami sejak dahulu kala dan
menjadikan engkau meninggalkan agama nenek moyangmu sendiri bahkan hingga engkau
menghina dan merendahkan martabat tuhan-tuhan kami dan membodoh-bodohi kami dan
menganggap kami berakal sempit dan berpikiran dangkal? Engkau mengaku bahwa engkau
terpilih menjadi rasul oleh Tuhanmu untuk membawa agama dan kepercayaan baru kepada
kami dan mengajak kami keluar dari jalan yang sesat menurut pengakuanmu ke jalan yang
benar dan lurus. Kami merasa heran dan tidak dapat menerima oleh akal kami sendiri bahwa
engkau telah dipilih menjadi pesuruh Tuhan. Apakah kelebihan kamu dibandingkan dengan
kami? Engkau tidak lebih atau kurang adalah seorang manusia biasa seperti kami. Hidup,
makan, minum, dan tidur tiada bedanya dengan kami, mengapa engkau yang dipilih oleh
Tuhanmu? Sungguh engkau menurut anggapan kami seorang pendusta besar atau mungkin
engkau berpikiran tidak sehat terkena kutukan tuhan-tuhan kami yang selalu engkau ejek hina
dan cemooh."
"Wahai kaumku" jawab Nabi Hud, "Aku bukanlah seorang pendusta dan pikiranku masih
waras dan sehat, tidak kurang sesuatu pun. Ketahuilah bahwa patung-patungmu yang kamu
pertuhankan itu tidak dapat mendatangkan sesuatu gangguan atau penyakit bagi badanku atau
pikiranku. Kalian mengenalku, sejak lama aku hidup di tengah-tengah kalian dan aku tidak
pernah berdusta dan bohong sepanjang pergaulanku dengan kalian. Tidak pernah terlihat pada
diriku tanda-tanda ketidakwajaran perlakuanku atau tanda-tanda yang meragukan kewarasan
pikiranku dan kesempurnaan akalku. Aku adalah benar pesuruh Allah SWT. yang diberi
amanat untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah tersesat
karena pengaruh ajaran Iblis laknatullah dan sudah jauh menyimpang dari jalan yang benar
yang diajarkan oleh nabi-nabi yang terdahulu karena Allah SWT. tidak akan membiarkan

hamba-hamba-Nya terlalu lama terlantar dalam kesesatan dan hidup dalam kegelapan tanpa
diutuskan seorang rasul yang menuntun mereka ke jalan yang benar dan penghidupan yang
diridhai-Nya."
Kaum Aad menjawab, "Kami bertambah yakin dan tidak ragu lagi bahwa engkau telah
mendapat kutukan tuhan-tuhan kami sehingga menyebabkan pikiranmu kacau dan akalmu
berubah menjadi tidak sehat. Engkau telah mengucapkan kata-kata yang tidak masuk akal
bahwa jika kami mengikuti agamamu, akan bertambah rezeki dan kemakmuran hidup kami
dan bahwa kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami dan menerima segala ganjaran
atas segala amalan kami. Adakah mungkin kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami
setelah kami mati dan menjadi tulang? Dan apakah benar azab dan siksaan yang engkau
selalu takut-takutkan kepada kami? Semua ini kami anggap ancaman kosong belaka.
Datangkanlah apa yang engkau janjikan dan ancamkan itu jika engkau betul-betul benar
dalam kata-katamu dan bukan seorang pendusta."
"Baiklah" jawab Nabi Hud," Jika kamu meragukan kebenaran kata-kataku dan tetap
bersikeras untuk tidak menghiraukan dakwahku dan meninggalkan persembahanmu kepada
berhala-berhala itu maka tunggulah saat tibanya pembalasan Tuhan di mana kamu tidak akan
dapat melepaskan diri dari bencananya. Allah SWT. menjadi saksiku bahwa aku telah
menyampaikan risalah-Nya dengan sepenuh tenagaku kepadamu dan akan tetap berusaha
sepanjang hayat untuk memberi tuntunan ke jalan yang baik yang telah digariskan oleh Allah
SWT. bagi hamba-hamba-Nya."
Dan kepada kaum Aad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, Wahai kaumku!
Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah
mengada-ada (50), Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku)
ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?
(51). (QS. Hud: 50-51)
63. Hancurnya Kaum Aad
Pembalasan Allah SWT. terhadap kaum Aad yang kafir dan tetap membangkang itu
diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang
dan kebun-kebun mereka, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau mereka
tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya.
Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan
itu adalah suatu awal dari siksaan Allah SWT. yang dijanjikan, dan bahwa Allah SWT. masih
memberi kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan dan kekafiran mereka dan
kembali beriman kepada Allah SWT. dengan meninggalkan persembahan mereka yang batil
kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT. agar segera turun hujan
kembali dengan lebat dan menghindarkan mereka dari bahaya kelaparan yang mengancam.
Akan tetapi, mereka tetap belum mau percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah
janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon
perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.
Tantangan mereka terhadap janji Allah SWT. yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera
mendapat jawaban dengan datangnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan
terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas kota mereka.

Mereka malah menyangka hal tersebut merupakan kabar baik dari tuhan-tuhan mereka yang
hendak menurunkan hujan. Melihat sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah
Nabi Hud dengan nada mengejek, "Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat
bagi kamu, tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah
SWT. yang telah kujanjikan dan bukankah kamu menantikan saat untuk membuktikan
kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dustai?"
Kemudian menjadi kenyataanlah apa yang dikatakan oleh Nabi Hud itu bahwa bukan hujan
yang turun dari awan yang tebal itu, tetapi angin topan yang dahsyat dan kencang disertai
bunyi gemuruh yang merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya. Beterbanganlah
semua perabot-perabot dan harta benda mereka dan terlempar jauh pula binatang-binatang
ternak. Kaum Aad menjadi panik. Mereka berlari ke sana-sini mencari perlindungan.
Bencana angin topan itu berlangsung selama delapan hari tujuh malam sehingga sempat
menyapu bersih kaum Aad yang congkak untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umatumat yang akan datang.
Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah
SWT. dari bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan
tanah Al-Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum Aad, pergilah Nabi Hud
meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa
hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang
terletak di atas sebuah bukit di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi
para peziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutama pada bulan
Syaaban setiap tahun.
Sedangkan kaum Aad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin
(6), Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terusmenerus; maka kamu melihat kaum Aad pada waktu itu mati bergeimpangan seperti batangbatang pohon kurma yang telah kosong (lapuk) (7). (QS. Al-Haqqah: 6-7)
64. Kaum Tsamud
Tsamud adalah nama suatu suku yang oleh ahli sejarah dimasukkan ke dalam bagian dari
bangsa Arab dan ada pula yang menggolongkan mereka ke dalam bangsa Yahudi. Mereka
bertempat tinggal di suatu dataran bernama Alhijir, terletak antara Hijaz dan Syam yang
dahulunya termasuk jajahan dan dikuasai suku Aad yang telah habis binasa disapu angin
topan yang di kirim oleh Allah sebagai pembalasan atas pembangkangan dan pengingkaran
mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud A.S.
Kemakmuran dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan dinikmati
oleh kaum Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud. Tanah-tanah yang subur yang memberikan
hasil berlimpah ruah, binatang-binatang, kebun-kebun bunga yang indah-indah, bangunan
rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang datar dan dipahatnya dari gunung. Semuanya
itu menjadikan mereka hidup tentram, sejahtera dan bahagia. Mereka merasa aman dari
segala gangguan alamiah dan berpikiran bahwa kemewahan hidup mereka akan kekal.
Kaum Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan Mereka adalah berhala-berhala yang mereka
sembah dan puja, kepadanya mereka berkurban, tempat mereka meminta perlindungan dari
segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan. Mereka tidak dapat
melihat atau memikirkan lebih jauh dan apa yang dapat mereka jangkau dengan panca indera.

Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah setelah kaum Aad dan
menempatkan kamu di bumi. Di tempat yang datar kamu dirikan istana-istana dan di bukitbukit kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah
kamu membuat kerusakan di bumi. (QS. Al-Araf: 74)
65. Dakwah Nabi Saleh
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya
berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya nabi pesuruh di sisi-Nya untuk
memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Sunnatullah ini berlaku
pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mereka diutus Nabi Saleh, seorang yang telah
dipilih-Nya dari suku mereka sendiri, dari keluarga yang terpandang dan dihormati oleh
kaumnya, tangkas, cerdik, pandai, rendah hati, dan ramah dalam pergaulan.
Nabi Saleh mengenalkan Tuhan yang patut mereka sembah, yaitu Allah Yang Maha Esa, yang
telah mencipta mereka, alam sekitar, tanah-tanah yang subur, dan binatang-binatang. Tuhan
Yang Esa itulah yang harus mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka pahat
sendiri dari batu-batu gunung yang tidak bisa memberi sesuatu kepada mereka atau
melindungi mereka dari ketakutan dan bahaya.
Nabi Saleh memperingatkan mereka bahwa ia adalah seorang dari mereka. Mereka adalah
kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan sesuku dengan mereka. Ia
mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mereka dan sesekali tidak akan menjerumuskan
mereka ke dalam hal-hal yang akan membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi
mereka.
Ia menerangkan bahwa ia adalah pesuruh dan utusan Allah, dan apa yang diajarkan dan
didakwahkannya adalah amanat Allah yang harus dia sampaikan untuk kebaikan semasa
hidup dan sesudah mati untuk mereka di akhirat kelak. Ia mengharapkan kaumnya
mempertimbangkan dan memikirkan sungguh-sungguh apa yang ia serukan dan anjurkan
agar mereka segera meninggalkan persembahan kepada berhala-berhala itu dan beriman
kepada Allah Yang Maha Esa. Allah maha dekat kepada mereka mendengarkan doa mereka
dan memberi ampun kepada yang salah bila diminta.
Terperanjatlah kaum Saleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mereka merupakan
hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mereka sendiri. Maka
serentak ditolaklah ajakan Nabi Saleh itu seraya berkata mereka kepadanya, "Wahai Saleh!
Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan cerdas, pikiranmu tajam dan pendapat
serta semua pertimbanganmu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan
dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau sebetulnya untuk memimpin
kami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal
yang gelap bagi kami dan menjadi pengikut kepercayaan kami di kala kami menghadapi
krisis dan kesusahan. Akan tetapi, segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan kami
kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak tandukmu yang menyalahi
adat-istiadat dan tata cara hidup kami. Apakah yang engkau serukan kepada kami? Engkau
menghendaki agar kami meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami.
Persembahan dan agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebagian hidup kami
sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk selama-lamanya. Kami sesekali
tidak akan meninggalkannya karena seruanmu dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat
itu. Kami tidak mempercayai omong kosongmu bahkan meragukan kenabianmu. Kami tidak

akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mereka dan
mengikuti jejakmu."
Nabi Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti
ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengarunia mereka rezeki dan penghidupan
yang sejahtera. Diceritakan kepada mereka kisah kaum-kaum yang mendapat siksa dan azab
dari Allah karena menentang rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa dapat
terjadi kepada mereka jika mereka tidak mau menerima dakwahnya dan mendengar nasihat
yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar
mereka dan yang tidak mengharapkan atau menuntut upah atas usahanya itu.
Sekelompok kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakan terdiri dari orang-orang yang
kedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman kepadanya, sedangkan
sebagian besar, terutama mereka yang tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tinggi,
tetap bersikeras kepala dan menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Saleh dan
mengingkari kenabiannya dan berkata kepadanya.
"Wahai Saleh! Kami kira bahwa engkau telah kerasukan setan dan terkena sihir. Engkau telah
menjadi kehilangan akal. Akalmu sudah berubah dan pikiranmu sudah kacau sehingga
engkau dengan tidak sadar telah mengeluarkan kata-kata yang tidak masuk akal dan mungkin
engkau sendiri tidak memahaminya. Engkau mengaku bahwa engkau telah diutus oleh
Tuhanmu sebagai nabi dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu dari pada kami semua sehingga
engkau dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih patut dan
cakap untuk menjadi nabi atau rasul dari pada engkau. Tujuanmu dengan bicara kosong
hanyalah untuk mengejar kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi
kaummu. Jika engkau merasa bahwa engkau sehat jasmani dan rohani, juga mengaku bahwa
engkau tidak mempunyai tujuan yang terselubung dalam dakwahmu itu maka hentikanlah
usahamu menyiarkan agama barumu dengan mencerca persembahan kami dan nenek
moyangmu sendiri. Kami tidak akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah
ditempuh oleh orang-orang tua kami lebih dahulu.
Nabi Saleh menjawab, "Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa aku tidak
mengharapkan sesuatu apapun darimu sebagai imbalan atas usahaku memberi tuntunan
kepadamu. Aku tidak mengharapkan upah atau pangkat dan kedudukan bagi usahaku ini. Apa
yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan Dialah yang kelak akan memberiku.
Dan bagaimana aku dapat mengikutimu dan menelantarkan tugas dan amanat Tuhan
kepadaku, padahal aku telah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran dakwahku.
Janganlah sesekali kamu harapkan bahwa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan
melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk melanjutkan persembahan
nenek moyang kami yang batil itu. Siapakah yang akan melindungiku dari murka dan azab
Tuhan jika aku berbuat demikian? Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan
membinasakan aku dengan seruanmu itu."
Setelah gagal menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya ia bahkan makin giat
menarik orang-orang mengikutinya dan berpihak kepadanya, para pemimpin dan pemuka
kaum Tsamud berusaha membendung arus dakwahnya yang makin lama makin mendapat
perhatian terutama dari kalangan masyarakat bawah dan menengah. Mereka menentang Nabi
Saleh dan memintanya untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan suatu bukti
mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang berada di luar kekuasaan
manusia.

Dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, Wahai
kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu
dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepadaNya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmatNya) dan memperkenankan (doa hamba-Nya) (61), Mereka (kaum Tsamud) berkata, Wahai
Saleh! Sungguh, engkau sebelum ini berada di tengah-tengah kami merupakan orang yang
diharapkan, mengapa engkau melarang kami menyembah apa yang disembah oleh nenek
moyang kami? Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap apa
(agama) yang engkau serukan kepada kami (62). (QS. Al-Hud: 61-62)
66. Mujizat Nabi Saleh
Nabi Saleh sadar bahwa tantangan kaumnya yang menuntut bukti berupa mukjizat itu adalah
bertujuan untuk menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata
kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka.
Nabi Saleh membalas tentangan mereka dengan menuntut janji mereka bila ia berhasil
mendatangkan mukjizat yang mereka minta, maka mereka akan meninggalkan agama dan
persembahannya dan akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman Allah SWT.
Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh
memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran
risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tantangan kaumnya yang masih
bersikeras itu. Ia memohon kepada Allah dengan kekuasaan-Nya untuk menciptakan seekor
unta betina yang dikeluarkan dari perut sebuah batu karang besar yang terdapat di sisi sebuah
bukit yang mereka tunjuk. Kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha
Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta
betina.
Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi
Saleh kepada mereka, "Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah ia
mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah. Ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air
minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendapatkan minum bagimu dan bagi
ternakanmu juga, dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu sampai
mengganggu binatang ini."
Kemudian berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa
mendapat gangguan. Dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi
yang diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta
Nabi Saleh itu datang minum tiada seekor binatang lain berani menghampirinya. Hal ini
menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin
merasakan bahwa adanya unta Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan.
Dengan berhasilnya Nabi Saleh mendatangkan mukjizat yang mereka, tuntut gagallah para
pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan
pengaruh Nabi Saleh. Sebaliknya hal ini telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya
dan menghilangkan keraguan dari kaumnya. Mereka pun menghasut pemilik-pemilik ternak
yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang merajalela di
ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.

Dan wahai kaumku! Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat untukmu, sebab itu
biarkanlah dia makan di bumi Allah dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan
apa pun yang akan menyebabkan kamu segera ditimpa (azab). (QS. Hud: 64)
67. Unta Nabi Saleh Dibunuh
Persekongkolan diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan
pembunuhan unta Nabi Saleh. Dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab
yang diancam oleh Nabi Saleh bila untanya diganggu di samping adanya dorongan keinginan
yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi, muncullah tiba-tiba seorang janda
bangsawan yang kaya raya menawarkan akan menyerah dirinya kepada siapa yang dapat
membunuh unta Nabi Saleh. Selain janda itu, ada juga seorang wanita lain yang mempunyai
beberapa putri cantik-cantik menawarkan akan menghadiahkan salah seorang dari putriputrinya kepada orang yang berhasil membunuh unta itu.
Dua macam hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu, di samping hasutan para
pemuka Tsamud, mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda bin Muharrij dan Gudar
bin Salif bersedia melakukan pembunuhan bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping
sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para orang-orang kafir suku Tsamud bila
unta Nabi Saleh telah mati dibunuh. Dengan bantuan tujuh orang lelaki lagi bersembunyilah
kumpulan itu di suatu tempat di mana biasanya dilalui oleh unta dalam perjalanannya ke
perigi tempat unta itu minum. Mussada memanah betis unta-unta itu disusul oleh Gudar yang
menikamkan pedangnya.
Dengan perasaan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota menyampaikan berita
matinya unta Nabi Saleh. Berita itu disambut sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak
musyrikin seakan-akan mereka kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan
yang gemilang.
Berkata mereka kepada Nabi Saleh, "Wahai Saleh! Untamu telah mati dibunuh, cobalah
datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancaman-Nya bila unta itu diganggu, jika
engkau betul-betul termasuk orang-orang yang benar dalam kata-katanya."
Nabi Saleh menjawab, "Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azabNya jika kamu mengganggu unta itu. Dengan terbunuhnya unta itu, maka tunggulah engkau
akan tibanya masa azab yang Allah telah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu.
Kamu telah menantang Allah dan terimalah kelak akibat tantanganmu kepada-Nya. Janji
Allah tidak akan meleset. Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini
kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak
Allah dan takdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalangi."
Nabi Saleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan, jika mereka sadar akan
dosanya dan bertaubat minta ampun serta beriman kepada Allah. Akan tetapi, pada
kenyataannya waktu tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Saleh yang
ditentang untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
Dan di kota itu, ada sembilan orang laki-laki yang berbuat kerusakan di bumi, mereka tidak
melakukan perbaikan (48), Mereka berkata, Bersumpahlah kamu dengan (nama) Allah,
bahwa kita pasti akan menyerang dia bersama keluarganya pada malam hari, kemudian kita
akan mengatakan kepada ahli warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kebinasaan
keluarganya itu, dan sungguh kita orang yang benar (49), Dan mereka membuat tipu daya

dan Kami pun menyusun tipu daya, sedang mereka tidak menyadari (50). (QS. An-Naml:
48-50)
68. Azab kepada Kaum Tsamud
Nabi Saleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa mereka akan
didahului dengan tanda-tanda. Pada hari pertama bila mereka terbangun dari tidurnya, wajah
mereka menjadi kuning, kemudian berubah menjadi merah pada hari kedua, dan hitam pada
hari ketiga dan pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih.
Mendengar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya, kelompok
sembilan orang, kelompok pembunuh unta, merancang rencana pembunuhan Nabi Saleh
sebelum tibanya azab yang dijanjikan itu. Mereka mengadakan pertemuan rahasia dan
bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu pada malam hari, ketika
orang masih tidur nyenyak untuk menghindari pembalasan oleh keluarga Nabi Saleh, jika
identitas mereka sebagai pembunuhnya diketahui. Rencana mereka ini dirahasiakan sehingga
tidak diketahui dan didengar oleh siapa pun kecuali kesembilan orang itu sendiri.
Ketika mereka datang ke tempat Nabi Saleh untuk melaksanakan rencana jahatnya di malam
hari, berjatuhanlah di atas kepala mereka batu-batu besar yang tidak diketahui dari arah mana
datangnya dan yang seketika merebahkan mereka di atas tanah dalam keadaan tidak
bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindungi rasul-Nya dari perbuatan jahat hambahamba-Nya yang kafir.
Satu hari sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah
berangkatlah Nabi Saleh bersama para mukminin pengikutnya menuju Ramlah, sebuah
tempat di Palestina, meninggalkan Hijir dan penghuninya, kaum Tsamud binasa, ditimpa
halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.
Lalu datanglah gempa menimpa mereka dan mereka pun mati bergelimpangan di dalam
reruntuhan rumah mereka. (QS. Al-Araf: 78)
69. Kaum Sodom
Masyarakat Sodom adalah masyarakat yang rendah tingkat moralnya, rusak mentalnya, tidak
mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab. Kemaksiatan dan
kemungkaran merajalela dalam pergaulan hidup mereka. Pencurian dan perampasan harta
milik merupakan kejadian sehari-hari di mana yang kuat berkuasa sedang yang lemah
menjadi korban penindasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol
yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseks di kalangan lelakinya dan
lesbian di kalangan wanitanya. Kedua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam
masyarakat sehingga menjadi suatu kebiasaan bagi kaum Sodom.
Seorang pendatang yang masuk ke Sodom tidak akan selamat dari diganggu oleh mereka.
Jika ia membawa barang-barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya, jika ia
melawan atau menolak menyerahkannya maka nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi,
jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia akan
menjadi rebutan di antara mereka dan akan menjadi korban perbuatan keji dan sebaliknya
jika si pendatang itu seorang perempuan muda maka ia menjadi mangsa bagi pihak wanitanya
pula.

Kepada masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian paras
penyakit sosialnya diutuslah nabi Luth sebagai pesuruh dan Rasul-Nya untuk mengangkat
mereka dari lembah kenistaan dan kesesatan untuk membawa mereka ke jalan yang bersih,
bermoral, dan berakhlak mulia.
Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, Kamu benar-benar melakukan
perbuatan yang sangat keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat
sebelum kamu. (QS. Al-Ankabut: 28)
70. Dakwah Nabi Luth
Nabi Luth mengajak mereka beriman dan beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan
mungkar menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan yang diilhamkan oleh iblis
dan setan. Ia memberi penjelasan kepada mereka bahwa Allah telah menciptakan mereka dan
alam sekitarnya. Allah SWT tidak meridhai perbuatan mereka yang mendekati sifat dan tabiat
binatang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi
ganjaran setimpal dengan amal kebajikan mereka. Orang yang berbuat baik dan beramal
saleh akan diganjar dengan surga di akhirat, sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan
dibalas dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.
Nabi Luth berseru kepada mereka agar meninggalkan kebiasaan melakukan perbuatan
homoseks dan lesbian karena perbuatan itu bertentangan dengan fitrah dan hati nurani
manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung di dalam penciptaan manusia menjadi dua
jenis, yaitu lelaki dan perempuan. Juga kepada mereka diberi nasihat dan dianjurkan supaya
menghormati hak dan milik masing-masing dengan meninggalkan perbuatan perampasan,
perompakan serta pencurian yang selalu mereka lakukan.
Demikianlah Nabi Luth melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya. Ia tidak
henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap pertemuan dengan kaumnya
secara berkelompok atau secara perseorangan mengajak agak mereka beriman dan percaya
kepada Allah menyembah-Nya melakukan amal saleh dan meninggalkan perbuatan maksiat
dan mungkar.
Akan tetapi, keruntuhan moral dan kerusakan akhlak sudah berakar di dalam pergaulan hidup
mereka dan pengaruh hawa nafsu dan penyesatan setan sudah begitu kuat menguasai tindaktanduk mereka, maka dakwah dan ajakkan Nabi Luth yang dilaksanakan dengan kesabaran
dan ketekunan tidak mendapat tempat di dalam hati dan pikiran mereka. Telinga-telinga
mereka sudah tertutup bagi ajaran-ajaran Nabi Luth, sedang hati dan pikiran mereka sudah
tersumbat rapat dengan ajaran-ajaran setan dan iblis.
Akhirnya kaum Luth merasa kesal mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth yang
tidak putus-putus itu dan minta agar ia menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi
pengusiran dirinya dari Sodom bersama keluarganya. Nabi Luth pun sudah tidak memiliki
harapan lagi kepada masyarakat Sodom untuk dapat terangkat dari lembah kesesatan dan
keruntuhan moral. Obat satu-satunya, menurut Nabi Luth, untuk mencegah penyakit akhlak
yang sudah parah itu menular kepada masyarakatnya ialah dengan membasmikan mereka dari
atas bumi untuk pengajaran umat-umat di sekelilingnya. Beliau memohon kepada Allah agar
kepada kaumnya, masyarakat Sodom, diberi pengajaran berupa azab di dunia sebelum azab
yang menanti mereka di akhirat kelak.

Kaum Luth telah mendustakan para rasul (160), Ketika saudara mereka, Luth, berkata
kepada mereka, Mengapa kamu tidak bertakwa? (161), Sungguh, aku ini seorang rasul
kepercayaan (yang diutus) kepadamu (162), Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah
kepadaku (163), Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku
hanyalah dari tuhan seluruh alam (164), Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara
manusia? (165), Dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi
istri-istri kamu? Kamu (memang) orang-orang yang melampaui batas (166), Mereka
menjawab, Wahai Luth! Jika engkau tidak berhenti, engkau termasuk orang-orang yang
terusir (167), Dia (Luth) berkata, Aku sungguh benci kepada perbuatan. (QS. AsySyuara: 160-178)
71. Tamu Istimewa Nabi Luth
Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah SWT.
Dikirimkanlah kepadanya tiga orang malaikat menyamar sebagai lelaki remaja yang berparas
tampan. Dalam perjalanan hendak memasuki kota, mereka bertemu dengan seorang gadis
yang cantik yang sedang mengambil air dari sebuah perigi. Para malaikat atau lelaki remaja
itu bertanya kepada si gadis bisakah mereka bertamu kerumahnya. Si gadis tidak berani
memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka
ditinggalkanlah para lelaki remaja itu oleh si gadis seraya ia pulang ke rumah untuk
memberitahu ayahnya.
Si ayah, yaitu Nabi Luth sendiri mendengar laporan putrinya menjadi bingung jawaban apa
yang harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk
beberapa waktu. Namun, menerima tamu-tamu remaja yang berparas tampan akan
mengundang risiko gangguan kepadanya dan kepada tamu-tamunya dari kaumnya yang
tergila-gila oleh remaja-remaja yang berwajah tampan. Kalau hal seperti itu terjadi ia sebagai
tuan rumah harus bertanggung jawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa
bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.
Akhirnya Nabi Luth memutuskan bahwa ia akan menerima mereka sebagai tamu di
rumahnya apa pun yang akan terjadi. Sebagai akibat keputusannya ia pasrahkan kepada Allah
yang akan melindunginya. Lalu pergilah ia sendiri menjemput tamu-tamu yang sedang
menanti di pinggir kota dan diajaklah mereka bersama-sama ke rumah pada saat kota Sodom
sudah gelap dan sepi.
Nabi Luth berusaha dan berpesan kepada istrinya dan kedua putrinya agar merahasiakan
kedatangan tamu-tamu, jangan sampai terdengar dan diketahui oleh kaumnya. Akan tetapi,
istri Nabi Luth membocorkan berita kedatangan para tamu ini dan terdengarlah oleh pemukapemuka mereka bahwa Luth memiliki tamu yang berwajah tampan.
Terjadilah apa yang dikhawatirkan oleh Nabi Luth. Begitu tersiar dari mulut ke mulut berita
kedatangan tamu-tamu remaja di rumah Luth, berdatanganlah mereka ke rumahnya untuk
melihat para tamunya. Nabi Luth tidak membuka pintu bagi mereka, dan berseru agar mereka
kembali ke rumah masing-masing serta jangan mengganggu tamu-tamu yang datangnya dari
jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan. Nabi Luth berseru agar mereka kembali
kepada istri-istri mereka dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar yang tidak
senonoh, sebelum mereka dilanda azab dan siksaan Allah.
Dan ketika para utusan kami (para malaikat) itu datang kepada Luth dia merasa curiga dan
dadanya merasa sempit karena (kedatangan)nya. Dia (Luth) berkata, Ini hari yang sangat

sulit (77), Dan kaumnya segera datang kepadanya. Dan sejak dahulu mereka selalu
melakukan perbuatan keji. Luth berkata, Wahai kaumku! Inilah putri-putri (negeri)ku,
mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu
mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu orang yang
pandai? (78), Mereka menjawab, Sesungguhnya engkau pasti tahu bahwa kami tidak
mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu; dan engkau tentu mengetahui apa
yang (sebenarnya) kami kehendaki (79), Dia (Luth) berkata, Sekiranya aku mempunyai
kekuatan (untuk menolakmu) atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu
aku lakukan). (QS. Hud: 77-80)
72. Hancurnya Kaum Sodom
Seruan dan nasihat-nasihat Nabi Luth tidak dipedulikan, mereka bahkan mendesak akan
mendobrak pintu rumahnya dengan paksa kalau tidak dibuka dengan sukarela. Merasa bahwa
dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan arus orang-orang penyerbu dari kaumnya itu
yang akan memaksakan kehendaknya dengan kekerasan, berkatalah Nabi Luth secara terus
terang kepada para tamunya, Sesungguhnya aku tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu
menyerbu ke dalam. Aku tidak memiliki senjata dan kekuatan fisik yang dapat melawan
kekerasan mereka. Tidak pula mempunyai keluarga atau sanak saudara yang disegani yang
dapat aku mintai pertolongannya, maka aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan
rumah aku tidak dapat menghalau gangguan terhadap tamu-tamuku di rumahku sendiri.
Begitu Nabi Luth selesai mengucapkan keluh-kesahnya, para tamu segera mengenalkan diri
kepadanya dan memberi tahu bahwa mereka adalah malaikat-malaikat yang menyamar
sebagai manusia yang bertamu kepadanya. Bahwa mereka datang ke Sodom untuk
melaksanakan tugas menurunkan azab dan siksa atas rakyatnya yang membangkang dan
enggan membersihkan masyarakatnya dari segala kemungkaran dan maksiat.
Kepada Nabi Luth para malaikat itu menyarankan agar pintu rumahnya dibuka lebar-lebar
untuk memberi kesempatan bagi orang-orang yang haus homoseks itu masuk. Namun, ketika
mereka masuk tiba-tiba sekelilingnya menjadi gelap dan mereka tidak bisa melihat.
Sementara para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau dan berteriak-teriak
bertanya apa yang menjadikan mereka buta dengan mendadak, para malaikat berseru kepada
Nabi Luth agar segera meninggalkan perkampungan itu bersama keluarganya, karena
masanya telah tiba bagi azab Allah yang akan ditimpakan. Para malaikat berpesan kepada
Nabi Luth dan keluarganya agar perjalanan ke luar kota jangan seorang pun dari mereka
menoleh ke belakang.
Nabi Luth keluar dari rumahnya sehabis tengah malam, bersama keluarganya terdiri dari
seorang istri dan dua putrinya, berjalan cepat menuju keluar kota, tidak menoleh ke belakang
sesuai dengan petunjuk para malaikat yang menjadi tamunya. Akan tetapi, si istri berada di
belakang rombongan Nabi Luth berjalan perlahan-lahan tidak secepat langkah suaminya dan
tidak henti-henti menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa yang akan menimpa atas
kaumnya, seakan-akan meragukan kebenaran ancaman para malaikat yang telah didengarnya
sendiri.
Begitu langkah Nabi Luth beserta kedua putrinya melewati batas kota Sodom, sewaktu fajar
menyingsing, bergetarlah bumi dengan dahsyatnya di bawah kaki rakyat Sodom, tidak
terkecuali istri Nabi Luth yang munafik itu. Getaran itu mendahului suatu gempa bumi yang
kuat dan hebat disertai angin yang kencang dan hujan batu sijjil yang menghancurkan dengan

serta-merta kota Sodom beserta semua penghuninya. Demikianlah mukjizat dan ayat Allah
yang diturunkan untuk menjadi pengajaran bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.
Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth, dan
Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar. (QS. Hud: 82)
73. Tauhid Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim adalah putra Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir
bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama
"Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pada saat itu diperintah oleh seorang raja
bernama "Namrud bin Kan'aan."
Kerajaan Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur, sejahtera, dalam keadaan
serba cukup sandang maupun pangan. Akan tetapi, tingkatan hidup rohani mereka masih
berada di tingkat jahiliyah. Mereka tidak mengenal Tuhan Pencipta
yang telah
mengaruniakan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi. Persembahan mereka adalah
patung-patung yang dipahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja mereka, Namrud bin Kan'aan, menjalankan pemerintahan dengan tangan besi dan
kekuasaan mutlak. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya merupakan
undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau ditawar. Kekuasaan yang besar yang berada
di tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebih-lebihan yang ia nikmati lama-kelamaan
menjadikannya tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut
disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan.
Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya, lahir dan dibesarkanlah Nabi
Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai
calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya, jauhjauh telah diilhami akal sehat dan pikiran tajam, serta kesadaran bahwa apa yang telah
diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuatan yang sesat yang
menandakan kebodohan dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah
perbuatan mungkar yang harus diberantas dan diperangi agar mereka kembali kepada yang
benar yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patungpatung buatannya, tapi karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya
ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu. Bahkan secara mengejek ia
menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata, "Siapakah yang
akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini?"
Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata,
Inilah Tuhanku. Maka ketika bintang itu terbenam, dia berkata, Aku tidak suka kepada
yang terbenam (76), Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, Inilah Tuhanku.
Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat (77), Kemudian ketika dia melihat
matahari terbit, dia berkata, Inilah Tuhanku, ini lebih besar. Tetapi ketika matahari
terbenam, dia berkata, Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri apa yang kamu
persekutukan (78), Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi
dengan mengikuti kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang musyrik (79). (QS. Al-Anam: 76-79)

74. Empat Ekor Merpati


Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan
berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebalkan iman
dan keyakinannya, menentramkan hatinya, serta membersihkannya dari keragu-raguan yang
mengganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya
bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
Berserulah ia kepada Allah, "Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati." Allah menjawab seruannya dengan
berfirman, Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?" Nabi Ibrahim
menjawab, "Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada
kekuasaan-Mu. Namun, aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku
mendapat ketenteraman dan ketenangan. Juga agar makin menjadi tebal dan kukuh
keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."
Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim, lalu diperintahkanlah ia menangkap
empat ekor burung. Setelah memperhatikan dan meneliti bagian-bagian tubuh burung itu,
kemudian memotongnya menjadi berkeping-keping, lalu mencampurkan tubuh burung yang
sudah hancur itu di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu
dengan yang lain.
Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim
memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap
bagian tubuh burung dari bagian yang lain.
Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah beterbangan empat ekor burung itu dalam
keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi
Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya,
dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat
menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya
dari sesuatu yang tidak ada. Dengan demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi
Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan keraguannya.
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana
Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman, Belum percayakah engkau? Dia
(Ibrahim) menjawab, Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap). Dia (Allah)
berfirman, Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian
letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya
mereka datang kepadamu dengan segera. Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (QS. Al-Baqarah: 260)
75. Penghancuran Berhala-Berhal
Nabi Ibrahim pernah berdakwah kepada ayahnya namun gagal. Kegagalan Nabi Ibrahim
dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena ia
sebagai putra yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar
terangkat dari lembah kesesatan dan syirik. Namun, ia sadar bahwa hidayah itu ada di tangan
Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah,
bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.

Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit
pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus
memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih kepercayaan-kepercayaan yang
bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan
bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa. Ketika mereka
sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang
dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan
mereka, maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka kemukakan yaitu bahwa mereka
hanya meneruskan apa yang oleh nenek moyang mereka lakukan dan mereka tidak akan
melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak ada manfaatnya lagi berdebat dan bermujadalah
dengan kaumnya yang berkepala batu dan yang tidak mau menerima keterangan dan buktibukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan
bahwa mereka tidak akan menyimpang dari cara persembahan nenek moyang mereka.
Walaupun Nabi Ibrahim menyatakan berkali-kali bahwa mereka dan nenek moyang mereka
keliru dan tersesat mengikuti jejak setan dan iblis.
Nabi Ibrahim kemudian berencana akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan
yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhalaberhala dan patung-patung yang mereka sembah betul-betul tidak berguna bagi mereka dan
bahkan tidak dapat menyelamatkan siapa pun.
Sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon setiap tahun untuk keluar
kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari
mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkemah dengan membawa bekal
makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil
meninggalkan kota-kota kosong dan sunyi. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak berpura-pura
sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah. Mereka merasa khawatir kalau penyakit Nabi
Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular.
"Inilah dia kesempatan yang ku nantikan," kata Nabi Ibrahim dalam hati ketika melihat kota
sudah kosong dari penduduknya dan sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burungburung yang berkicau. Dengan membawa sebuah kapak di tangannya ia pergi menuju tempat
peribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya
deretan patung-patung yang terlihat di serambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk ke
arah bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim
dengan nada mengejek, "Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang disajikan
untukmu ini? Jawablah aku."
Kemudian disepak, dipukullah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong
dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak
diganggu dan pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu,
setelah kamu pergi meninggalkannya. (QS. Al-Anbiya: 57)
76. Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, ketika pulang dari berpesta ria di luar kota dan
melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan berserakan di
atas lantai.
"Siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhantuhan persembahan kami ini?" mereka bertanya dengan nada heran.
Berkata salah seorang di antara mereka, "Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu
mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang
melakukan perbuatan yang berani ini."
Seorang yang lain menambahkan dengan berkata, "Dialah yang pasti berbuat, karena ia
adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan
hari suci dan keramat."
Setelah menyelidiki, akhirnya mereka memastikan bahwa Ibrahim lah yang merusakkan dan
memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang
dianggap suatu penghinaan yang tidak dapat diampuni terhadap kepercayaan dan
persembahan mereka. Suara marah, jengkel, dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang
menuntut agar si pelaku diminta bertanggung jawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana
seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Hal itu memang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka
di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Dengan cara demikian beliau
dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mereka yang batil dan sesat itu,
seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa.
Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung
mengunjungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu. Ketika Nabi
Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili, ia disambut oleh para hadirin
dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan kemarahan para penyembah berhala
terhadap beliau yang telah berani menghancurkan berhala-berhala mereka.
"Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" tanya
salah satu hakim.
Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab, "Patung besar yang berkalungkan
kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Coba tanya saja kepada patung-patung itu
siapakah yang menghancurkannya."
Para hakim terdiam sejenak seraya melihat yang satu kepada yang lain dan berbisik-bisik,
seakan-akan Ibrahim mengejek mereka. Kemudian berkata si hakim, "Engkau kan tahu
bahwa patung-patung itu tidak dapat berbicara dan berkata. Mengapa engkau minta kami
bertanya kepadanya?"
Berkata Nabi Ibrahim kepada para hakim itu, "Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah
patung-patung itu, yang tidak dapat bicara, melihat, dan mendengar. Mereka tidak membawa
manfaat atau menolak madarat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan
kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu!
Tidakkah dapat kamu berpikir dengan akal yang sehat bahwa persembahan kamu adalah
perbuatan yang keliru yang hanya dipahami oleh setan. Mengapa kamu tidak menyembah

Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu
di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hinanya kamu dengan persembahan
kamu itu."
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena
Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, Tuhanku ialah yang
menghidupkan dan mematikan, dia berkata, Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.
Ibrahim berkata, Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat?
Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
zalim. (QS. Al-Baqarah: 258)
77. Nabi Ibrahim Dibakar Hidup-Hidup
Setelah selesai Nabi Ibrahim mengutarakan pidatonya itu, para hakim memutuskan bahwa
Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan
menghancurkan tuhan-tuhan mereka. Maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir
menyaksikan pengadilan itu, "Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar
setia kepadanya."
Keputusan mahkamah telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan dibakar hiduphidup dalam api yang besar. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh
seluruh rakyat pun diatur. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan
pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dan setiap penduduk secara gotong-royong
harus mengambil bagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti
kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai
sumbangan dan tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antaranya terdapat para wanita yang
hamil dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan
memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau
melindungi yang hamil di kala ia bersalin.
Setelah terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan
tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk
menyaksikan pelaksanaan hukuman atas Nabi Ibrahim. Kemudian kayu-kayu itu dibakar dan
terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang di atasnya terdapat uap yang ditimbulkan oleh
api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim dibawa dari
atas sebuah gedung yang tinggi dilemparkanlah ia ke dalam tumpukan kayu yang menyalanyala itu dengan iringan firman Allah, "Hai api, menjadilah engkau dingin dan berilah
keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang
menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakal karena iman
dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi
makanan api dan korban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Memang demikianlah
apa yang terjadi ketika ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat itu, ia merasa dingin
sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat
tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedangkan tubuh dan pakaian yang terlekat pada
tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api. Hal ini merupakan suatu mukjizat
yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan

penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat
itu.
Para penonton upacara pembakaran heran dan tercengang ketika melihat Nabi Ibrahim keluar
dari bukit api yang sudah padam dan menjadi abu itu dalam keadaan selamat, dengan
pakaiannya yang utuh, tidak ada tanda-tanda sentuhan api sedikit pun. Mereka meninggalkan
lapangan dalam keadaan heran seraya bertanya-tanya pada diri sendiri dan satu sama lainnya
bagaimana hal yang ajaib itu bisa terjadi. Padahal menurut anggapan mereka dosa Nabi
Ibrahim sudah mendurhakai tuhan-tuhan yang mereka puja dan sembah. Ada sebagian dari
mereka yang dalam hati kecilnya mulai meragukan kebenaran agama mereka. Namun,
mereka tidak berani mengatakan keraguannya itu kepada orang lain, sedang para pemuka dan
para pemimpin mereka merasa malu karena hukuman yang dijatuhkan kepada Nabi Ibrahim
berakhir dengan kegagalan.
Mukjizat yang diberikan oleh Allah SWT. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan
kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan keraguan dalam kepercayaan sebagian penduduk
terhadap persembahan dan patung-patung mereka dan membuka mata hati banyak orang
untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya. Bahkan tidak sedikit yang
ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, tapi khawatir akan mendapat kesulitan
dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan pembesarnya
yang mungkin akan menjadi murka bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak
Nabi Ibrahim.
Kami (Allah) berfirman, Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim.
(QS. Al-Anbiya: 69)
78. Nabi Ishaq
Nama Ishaq berasal dari bahasa Yahudi Yis.h.a-q yang berarti tertawa/tersenyum. Kata itu
didapatkan dari ibunya, Sarah yang tersenyum tidak percaya ketika mendapatkan kabar
gembira dari malaikat Jibril.
Sebelum kelahiran Ishaq, Sarah dan suaminya, Ibrahim, mendapat kabar gembira dari Allah
melalui malaikat Jibril. Dalam pesan itu malaikat Jibril menyampaikan bahwa Sarah akan
melahirkan seorang anak laki-laki bernama Ishaq yang kelak akan menjadi seorang nabi.
Sarah tersenyum karena merasa heran dan aneh. Dia merasa aneh karena tidak mungkin dia
dan suaminya dapat memberi keturunan jika usia mereka sudah cukup tua, yaitu Sarah
berusia 90 tahun dan Nabi Ibrahim 120 tahun. Ishaq pun akhirnya terlahir di kota Hebron di
daerah Kana'an pada tahun 1897 SM.
Ishaq merupakan anak kedua dari Nabi Ibrahim dan Sarah setelah Ismail. Bersama Ismail, ia
menjadi penerus ayahnya untuk berdakwah di jalan Allah. Ketika Ibrahim telah sangat tua,
Ishaq belum juga menikah. Ibrahim tidak mengizinkan Ishaq menikah dengan wanita Kana'an
karena masyarakatnya tidak mengenal Allah dan asing terhadap keluarganya. Oleh karena itu,
Ibrahim memerintah seorang pelayan untuk pergi ke Harran, Irak, dan membawa seorang
perempuan dari keluarganya. Perempuan yang dimaksud itu adalah Rafqah binti Batuwael
bin Nahur, saudara Ibrahim yang kemudian dinikahkan dengan Ishaq.
Setelah 10 tahun Ishaq menikah dengan Rafqah, lahirlah dua anak kembar. Anak pertama
diberi nama Al-Aish dan anak kedua Yaqub yang lahir dengan memegang kaki saudaranya.

Dari Ishaq-lah kemudian terlahir nabi-nabi Bani Israil. Ishaq meninggal pada tahun 1717 SM,
pada usia 180 tahun.
Dan istrinya berdiri lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira
tentang (kelahiran) Ishaq dan setelah Ishaq (akan lahir) Yaqub. (QS. Hud: 71)
79. Nabi Yaqub
Nabi Yaqub adalah putra dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari
Nabi Ibrahim, bernama Rifqah binti A'zar. Ia adalah saudara kembar dari putra Ishaq yang
kedua bernama Ishu.
Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai serta tidak ada
menaruh kasih sayang terhadap satu sama lain. Bahkan Ishu mendendam dan iri terhadap
Yaqub, saudara kembarnya yang memang dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh
ibunya. Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah
diketahui oleh Ishu bahwa Yaqublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta
kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan
karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Yaqub memperoleh berkah dan doa ayahnya,
Nabi Ishaq.
Melihat sikap saudaranya yang bersikap kaku dan dingin, juga mendengar kata-kata
sindirannya yang timbul dari rasa dengki dan iri hati, bahkan bernada mengancam maka
datanglah Yaqub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Ia berkata mengeluh,
"Wahai ayahku! Tolonglah berikan ide kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi
saudaraku Ishu yang membenciku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang
menyakitkan hatiku, sehingga menjadikan hubungan persaudaraan kami berdua renggang dan
tegang tidak ada saling cinta mencintai saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah
memberkahi dan mendoakan aku agar aku memperoleh keturunan saleh, rezeki yang mudah,
dan kehidupan yang makmur serta kemewahan. Dia menyombongkan diri dengan kedua
orang istrinya dari suku Kan'aan dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua istri itu
akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak di dalam pencarian dan penghidupan dan
macam-macam ancaman lain yang mencemaskan dan menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah
berikan aku ide bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara
kekeluargaan.
Berkata si ayah, Nabi Ishaq, yang memang sudah merasa kesal melihat hubungan kedua
putranya yang makin hari makin meruncing, "Wahai anakku, karena usiaku yang sudah lanjut
aku tidak dapat menengahi kamu berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku
sudah membungkuk, raut mukaku sudah berkerut, dan aku sudah berada di ambang pintu
perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah
menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara
terbuka akan memusuhimu, dan berusaha mencelakaimu. Ia dalam usahanya memusuhimu
akan mendapat sokongan dan pertolongan dari saudara-saudara iparnya yang berpengaruh
dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut pemikiranku ialah
pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah ke Fadan A'raam di daerah Irak, tempat
bermukim saudara ibumu, Laban bin Batuil. Engkau dapat mengharap dinikahkan kepada
salah seorang putrinya dan dengan demikian menjadi kuatlah kedudukan sosialmu. Kemudian
disegani dan dihormati orang karena kedudukan mertuamu yang menonjol di mata
masyarakat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa dariku. Semoga Allah memberkahi
perjalananmu, memberi rezeki, serta kehidupan yang tenang dan tenteram.

Nasihat dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati si anak. Yaqub melihat dalam
anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya
dan Ishu. Apalagi dengan mengikuti saran itu ia akan dapat bertemu dengan bapak
saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya. Ia segera mengemasi
barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang sedih ia meminta
kepada ayah dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Dengan melalui gurun pasir yang luas dengan panas mataharinya yang terik dan angin panas
yang membakar kulit, Yaqub meneruskan perjalanan seorang diri menuju ke Fadan A'ram di
mana Laban tinggal. Dalam perjalanan yang jauh itu, ia sesekali berhenti beristirahat bila
merasa letih dan lesu. Dalam salah satu tempat perhentiannya ia tertidur di bawah sebuah
batu karang yang besar. Dalam tidurnya yang nyenyak, ia mendapat mimpi bahwa ia
dikaruniakan rezeki, hidup yang aman damai, keluarga dan anak cucu yang saleh dan
berbakti, serta kerajaan yang besar dan makmur.
Terbangunlah Yaqub dari tidurnya, mengusapkan matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan
sadarlah ia bahwa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi. Namun, ia percaya bahwa
mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari sesuai dengan doa ayahnya yang
masih tetap mendengung di telinganya. Dengan mimpi itu, ia merasa segala letih yang
ditimbulkan oleh perjalanannya menjadi hilang seolah-olah ia memperolehi tenaga baru dan
bertambahlah semangatnya untuk secepat mungkin tiba di tempat yang di tuju dan menemui
sanak saudaranya dari pihak ibunya.
Pada akhirnya Yaqub tiba di depan pintu gerbang kota Fadan A'ram setelah berhari-hari
menempuh perjalanan yang membosankan. Sesampainya di salah satu persimpangan jalan ia
berhenti sebentar untuk bertanya kepada salah seorang penduduk di mana letak rumah Laban
berada. Laban seorang yang kaya raya sehingga tidak sukar bagi seseorang untuk
menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis
cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Yaqub, "Kebetulan sekali,
itulah dia putrinya Laban yang akan dapat membawamu ke rumah ayahnya, ia bernama
Rahil.
Dengan hati yang berdebar, pergilah Yaqub menghampiri gadis cantik itu, lalu dengan malumalu, ia mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Ibunya yang bernama
Rifqah adalah saudara kandung dari ayah si gadis itu. Selanjutnya ia menerangkan kepada
gadis itu bahwa ia datang ke Fadam A'raam dari Kan'aan dengan tujuan hendak menemui
Laban, ayahnya, untuk menyampaikan pesan Ishaq. Maka dengan sikap yang ramah
dipersilakan Yaqub mengikutinya berjalan menuju rumah Laban.
Keduanya pun bahagia akhirnya dapat bertemu. Maka disiapkanlah oleh Laban bin Batu'il
tempat untuk Yaqub di mana ia dapat tinggal sesuka hatinya seperti di rumahnya sendiri.
Setelah selang beberapa waktu tinggal di rumah Laban, Yaqub menyampaikan pesan Ishaq,
agar mereka berdua berbesan dengan menikahkannya kepada salah seorang dari putriputrinya. Pesan tersebut diterima oleh Laban dengan syarat sebagai mas kawin ia harus
memberikan tenaganya di dalam peternakan calon mertuanya selama tujuh tahun. Yaqub
menyetujui syarat-syarat yang dikemukakan oleh Laban dan bekerjalah ia sebagai seorang
pengurus peternakan terbesar di kota Fadan A'raam itu.
Setelah masa tujuh tahun dilalui oleh Yaqub sebagai pekerja dalam peternakan Laban, ia
menagih janjinya yang akan mengambilnya sebagai anak menantunya. Laban menawarkan
kepada Yaqub agar menyunting putrinya yang bernama Laiya sebagai istri, tapi Yaqub

menghendaki Rahil adik dari Laiya, karena lebih cantik dari Laiya. Keinginannya diutarakan
secara terus terang oleh Yaqub kepada Laban, yang dipahami olehnya. Akan tetapi, adat
istiadat yang berlaku pada waktu itu tidak mengizinkan seorang adik melangkahi kakaknya
nikah lebih dahulu.
Oleh karenanya, sebagai jalan tengah agak tidak mengecewakan Yaqub dan tidak pula
melanggar peraturan yang berlaku, Laban menyarankan agar Yaqub menerima Laiya sebagai
istri pertama dan Rahil sebagai istri kedua yang akan disunting kelak setelah ia menjalani
masa kerja tujuh tahun di peternakannya.
Yaqub yang sangat hormat kepada Laban dan merasa berhutang budi kepadanya, tidak dapat
berbuat apa-apa selain menerima sarannya itu.
Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir dinikahkanlah Yaqub dengan Rahil gadis yang sangat
dicintainya. Dengan demikian Nabi Yaqub beristerikan dua wanita bersaudara, kakak dan
adik, hal mana menurut syariat dan peraturan yang berlaku pada saat itu tidak terlarang. Akan
tetapi, oleh syariat Nabi Muhammad saw. hal semacam itu diharamkan.
Laban memberi hadiah kepada kedua putrinya seorang hamba sahaya untuk menjadi asisten
rumah tangga mereka. Dari kedua istrinya serta kedua hamba sahayanya itu Yaqub dikaruniai
dua belas anak, di antaranya Yusuf dan Benyamin dari ibu Rahil, sedang yang lain dari
Laiya.
Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah
mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula)
kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yakub, dan anak cucunya; Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan
Sulaiman. Dan Kami telah memberikan kitab Zabur kepada Daud. (QS. An-Nisa: 163)
80. Mimpi Nabi Yusuf
Pada suatu malam, Nabi Yusuf melihat dalam mimpinya seakan-akan ada sebelas bintang,
matahari, dan bulan yang berada di langit turun dan sujud di depannya. Setelah bangun dari
tidurnya, ia datang menghampiri ayahnya, menceritakan kepadanya apa yang ia lihat dan
alami dalam mimpi.
Wajah Yaqub berseri-seri ketika mendengar cerita mimpi Yusuf, putranya. Ia berkata kepada
putranya, "Wahai anakku! Mimpimu adalah mimpi yang berisi dan bukan mimpi yang
kosong. Mimpimu memberikan tanda yang membenarkan firasatku pada dirimu, bahwa
engkau dikaruniakan oleh Allah kemuliaan, ilmu dan kenikmatan hidup yang mewah.
Mimpimu adalah suatu berita gembira dari Allah kepadamu bahwa hari depanmu adalah hari
depan yang cerah, penuh kebahagiaan, kebesaran, dan kenikmatan yang berlimpah.
Akan tetapi, Yaqub melanjutkan, Engkau harus berhati-hati, wahai anakku, janganlah
engkau ceritakan mimpimu itu kepada saudaramu. Aku tahu mereka tidak menyayangimu,
bahkan mereka iri kepadamu karena kedudukan yang aku berikan kepadamu dan kepada
adikmu Benyamin. Mereka selalu berbisik-bisik jika membicarakan tentangmu dan selalu
menyindir dalam percakapan mereka tentang kamu berdua. Aku khawatir, kalau engkau
ceritakan kepada mereka kisah mimpimu akan makin meluaplah rasa dengki dan iri mereka
terhadapmu dan bahkan tidak dipungkiri mungkin mereka akan merencanakan perbuatan
jahat terhadapmu yang akan mencelakaimu. Dalam keadaan demikian, setan tidak akan
tinggal diam, tetapi akan makin membakar semangat jahat mereka dan mengorbankan rasa

dengki dan iri hati yang bersemayam dalam dada mereka. Maka berhati-hatilah, hai anakku,
jangan sampai cerita mimpimu ini bocor dan didengar oleh mereka."
Dia (ayahnya) berkata, Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada
saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh,
setan itu musuh yang jelas bagi manusia. (QS. Yusuf: 5)
81. Yusuf Dibuang ke Parigi
Dalam pertemuan rahasia yang diadakan kesepuluh saudara Yusuf (kecuali Benyamin) untuk
merundingkan nasib yang mereka alami dan mengatur aksi yang harus mereka lakukan untuk
menyadarkan ayahnya dan menuntut perlakuan yang adil, berkata salah seorang dari mereka,
"Tidakkah kamu merasakan bahwa perlakuan terhadap kita sebagai anak-anaknya tidak adil
dan berat sebelah? Ia memanjakan Yusuf dan menyintai serta menyayanginya lebih dari pada
kita, seolah-olah Yusuf dan Benyamin sajalah anak-anak kandungnya dan kita anak-anak
tirinya, padahal kita lebih tua dan lebih cakap dari pada mereka berdua. Selain itu, kitalah
yang selalu mendampingi ayah, mengurus segala keperluannya dan keperluan rumah
tangganya. Kita merasa heran mengapa hanya Yusuf dan Benyamin saja yang mendapat
keistimewaan di sisi ayah. Apakah ibunya lebih dekat di hati ayah dibanding dengan ibu kita?
Jika memang itu alasannya, maka apakah salah kita? Bahwa kita lahir dari ibu yang mendapat
tempat kedua di hati ayah ataukah paras Yusuf yang lebih tampan dan lebih cakap dari pada
paras dan wajah kita yang memang sudah demikian diciptakan oleh Tuhan dan sesekali bukan
kehendak atau hasil usaha kita? Kita amat sesalkan perlakuan dan tindakan ayah keliru ini,
serta harus melakukan sesuatu untuk mengakhiri keadaan yang tak seimbang dan
mengesalkan hati kami semua."
Seorang saudara lain berkata menyambung, "Soal cinta atau benci, simpati atau antipati
adalah soal hati yang tumbuh laksana jari-jari kita, tidak dapat ditanyakan mengapa yang satu
lebih rendah dari yang lain dan mengapa ibu jari lebih besar dari jari kelingking. Yang kita
sesalkan ialah bahwa ayah kita tidak dapat membendung rasa cintanya yang berlebih-lebihan
kepada Yusuf dan Benyamin sehingga menyebabkannya berlaku tidak adil terhadap kami
semua selaku sesama anak kandungnya. Keadaan yang berat sebelah dalam hubungan kita
dengan ayah tidak akan hilang, jika penyebab utamanya tidak kita hilangkan."
Berkata Yahudza, putra keempat dari Nabi Yaqub dan yang paling cakap dan bijaksana di
antara sesama saudaranya, "Kita semuanya adalah putra-putra Yaqub pesuruh Allah dan anak
dari Nabi Ibrahim, pesuruh dan kekasih Allah. Kami semua adalah orang-orang yang
beragama dan berakal waras. Membunuh adalah sesuatu perbuatan yang dilarang oleh agama
dan tidak diterima oleh akal sehat. Apa lagi yang kami bunuh atau serahkan jiwanya kepada
binatang buas itu adalah saudara kita sendiri, sekandung, sedarah, sedaging yang tidak
berdosa dan tidak pula pernah melakukan hal-hal yang menyakitkan hati atau menyentuh
perasaan. Jika ia lebih dicintai dan disayangi oleh ayah, itu adalah suatu yang berada di luar
kekuasaannya dan sesekali tidak dapat ditimpakan dosanya kepadanya.
Maka menurut pikiranku..., kata Yahudza melanjutkan. Jalan yang terbaik untuk
melenyapkan Yusuf ialah melemparkannya ke dalam sebuah perigi yang kering yang terletak
di sebuah persimpangan jalan tempat kafilah-kafilah dan para musafir berhenti beristirahat
memberi makan dan minum kepada binatang-binatang kendaraannya. Dengan cara demikian
terdapat kemungkinan bahwa salah seorang dari musafir itu menemukan Yusuf,
mengangkatnya dari dalam perigi dan membawanya jauh-jauh sebagai anak pungut atau
sebagai hamba sahaya yang akan diperjual-belikan. Dengan cara ini, kita telah dapat

mencapai tujuan tanpa melakukan pembunuhan dan merenggut nyawa adik kita yang tidak
berdosa."
Pikiran dan pendapat yang dikemukakan oleh Yahudza itu mendapat sambutan baik dan
disetujui oleh saudara-saudaranya yang lain. Mereka akan melaksanakannya pada waktu dan
kesempatan yang tepat. Pertemuan secara rahasia itu berakhir dengan janji dari masingmasing saudara yang hadir, akan menutup mulut dan merahasiakan rencana jahat ini agar
tidak bocor dan didengar oleh ayah mereka sebelum pelaksanaannya.
Pada esok harinya, datanglah mereka menghadap Nabi Yaqub, ayahnya, meminta izin
membawa Yusuf berekreasi bersama mereka di luar kota. Berkata juru bicara mereka kepada
si ayah, "Wahai ayah yang kami cintai! Kami berhajat berekreasi dan berkemah di luar kota
beramai-ramai dan ingin sekali bahwa adik kami Yusuf turut serta dan tidak ketinggalan,
menikmati udara yang cerah di bawah langit biru yang bersih. Kami akan bawa bekal
makanan dan minuman yang cukup untuk santapan kami selama sehari berada di luar kota
untuk bersuka ria dan bersenang-senang, menghibur hati yang lara dan melapangkan dada
yang sesak, seraya mempertebal rasa persaudaraan dan semangat kerukunan di antara sesama
saudara."
Berkata Yaqub kepada putra-putranya, "Sesungguhnya akan sangat memberatkan pikiranku
bila Yusuf berada jauh dari jangkauan mataku. Apalagi akan turut serta bersamamu keluar
kota, di lapangan terbuka, yang menurut pendengaranku banyak binatang buas seperti
serigala yang banyak berkeliaran di sana. Aku khawatir bahwa kamu akan lengah
menjaganya karena kesibukan kamu bermain-main sendiri sehingga menjadikannya mangsa
bagi binatang-binatang buas itu. Alangkah sedihnya aku bila hal itu terjadi. Kamu mengetahui
betapa sayangnya aku kepada Yusuf yang telah ditinggalkan oleh ibunya."
Putra-putranya menjawab, "Wahai ayah kami! Apakah masuk akal kalau Yusuf akan diterkam
oleh serigala atau binatang buas di depan mata kami semua ini? Padahal tidak ada di antara
kami yang bertubuh lemah atau berhati penakut. Kami sanggup melawan segala gangguan
atau serangan dari mana pun datangnya, apakah itu binatang buas atau makhluk lain. Kami
cukup kuat, serta berani dan kami akan menjaga Yusuf sebaik-baiknya, tidak akan
melepaskannya dari pandangan kami walau sekejap pun. Kami akan mempertaruhkan jiwa
raga kami semua untuk keselamatannya dan di manakah kami akan menaruh wajah kami jika
terjadi hal-hal yang mengecewakan ayah mengenai diri Yusuf."
Akhirnya Nabi Yaqub tidak ada alasan untuk menolak permintaan anak-anaknya
mengajaknya berekreasi. Ia berkata kepada anak anaknya, "Baiklah jika kamu memang
sanggup bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatannya sesuai dengan ucapanmu itu,
maka aku izinkan Yusuf menyertaimu, semoga Allah melindunginya bersama kamu sekalian."
Pada esok harinya berangkatlah rombongan putra-putra Yaqub, kecuali Benyamin, menuju ke
tempat rekreasi atau yang sebenarnya menuju tempat di mana Yusuf akan ditinggalkan.
Setibanya di sekitar sumur yang menjadi tujuan, Yusuf segera ditanggalkan pakaiannya dan
dibuang di dalam sumur itu tanpa menghiraukan jerit tangisnya yang sedikit pun tidak
mengubah hati kakak-kakak yang sudah kehilangan rasa cinta kepada adiknya yang tidak
berdosa itu. Hati mereka menjadi senang karena akhirnya bisa menyingkirkan anak yang
telah mengambil seluruh perhatian ayah mereka.
Pada petang hari mereka kembali ke rumah tanpa Yusuf yang ditinggalkan seorang diri di
dasar sumur yang gelap itu, dengan membawa serta pakaiannya telah disiram darah seekor

kelinci yang sengaja dipotong untuk keperluan itu. Mereka menghadap Nabi Yaqub seraya
menangis bercucuran air mata dan bersandiwara seakan-akan sangat sedih sambil berkata
kepada ayahnya:
"Wahai ayah! Alangkah sial dan naasnya hari ini bagi kami, bahwa kekhawatiran ayah
tentang Yusuf telah terjadi. Yusuf telah diterkam oleh seekor serigala di kala kami bermain
dan meninggalkan Yusuf seorang diri menjaga pakaian. Kami cukup hati-hati menjaganya
sesuai dengan pesan ayah, tapi karena kami melihat saat itu tidak ada tanda-tanda atau jejak
binatang-binatang buas di sekitar tempat kami bermain, kami akhirnya meninggalkan Yusuf
sendirian menjaga pakaian kami yang tidak jauh dari tempat kami bermain bahkan masih
terjangkau oleh pandangan mata kami. Akan tetapi, serigala yang rupanya sudah mengintai
adik kami Yusuf itu bergerak begitu cepat sewaktu kami bermain sehingga tidak keburu kami
menyelamatkan jiwa adik kami yang sangat kami sayangi dan cintai itu. Oh ayah! Kami
sangat sesalkan diri kami yang telah gagal menepati janji dan kesanggupan kami kepada ayah
ketika kami minta izin membawa Yusuf. Namun, apa yang hendak dikatakan bila takdir
memang menghendaki yang demikian. Inilah pakaian Yusuf yang berlumuran dengan darah
sebagai bukti kebenaran perkataan kami. Walaupun kami merasa bahwa ayah tidak akan
mempercayai kami sekalipun kami berkata yang benar."
Nabi Yaqub yang sudah memperoleh firasat tentang apa yang akan terjadi terhadap Yusuf
tidak dapat berbuat apa-apa selain berpasrah kepada takdir Ilahi dan seraya menahan rasa
sedih, cemas, dan marah, berkatalah beliau kepada putra-putranya, "Kamu telah menuruti
hawa nafsumu dan mengikuti bujukan setan. Kamu telah melakukan suatu perbuatan yang
akan kamu akan rasakan sendiri akibatnya kelak jika sudah terbuka kebenaran yang patut
dimintai pertanggungjawaban-Nya dalam segala hal dan peristiwa.
Maka ketika mereka membawanya dan sepakat memasukkan ke dasar sumur, Kami
wahyukan kepadanya, Engkau pasti kelak akan menceritakan perbuatan ini kepada mereka,
sedang mereka tidak menyadari (15), Kemudian mereka datang kepada ayah mereka pada
petang hari sambil menangis (16), Mereka berkata, Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami
pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan
serigala; dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar
(17), Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia
(Yakub) berkata, Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang
buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja
memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan(18). (QS. Yusuf: 15-18)
82. Yusuf Dijual Sebagai Budak
Yusuf sedang berada di dalam sumur seorang diri, diliputi oleh kegelapan dan kesunyian yang
mencekam. Ia melihat ke segala arah sambil memikirkan bagaimana ia dapat mengangkat
dirinya dari sumur itu. Namun, ia tidak melihat sesuatu yang dapat menolongnya. Ia hanya
dapat melihat bayangan tubuhnya dalam air yang dangkal di bawah kakinya. Sungguh suatu
ujian yang amat berat bagi seorang yang masih semuda Yusuf yang masih belum banyak
pengalaman dalam kehidupan. Lebih-lebih terasa beratnya ujian itu ialah karena yang
melemparkannya ke dasar telaga itu adalah kakak-kakaknya sendiri.
Di samping memikirkan nasib yang sedang dialami, serta bagaimana ia menyelamatkan
dirinya dari bahaya kelaparan sekiranya ia lama tidak tertolong, ia selalu memikirkan
ayahnya ketika melihat abang-abangnya kembali pulang ke rumah tanpa dirinya bersama
mereka. Tiga hari berselang sejak Yusuf dilemparkan ke dalam perigi, dan belum nampak

tanda-tanda yang memberi harapan baginya dapat keluar, sedangkan kelaparan sudah mulai
membayangi dan ketika ia sudah nyaris putus asa terdengar olehnya suara sayup-sayup dan
aneh yang belum pernah didengarnya sejak ia dilemparkan ke dalam sumur itu. Makin lama
makin jelaslah suara-suara itu yang akhirnya terdengar seakan anjing menggonggong, suara
orang-orang berbicara dan tertawa terbahak-bahak dan suara jejak kaki manusia dan binatang
di sekitarnya.
Ternyata apa yang terdengar oleh Yusuf ialah suara-suara yang ditimbulkan oleh sebuah
kafilah yang sedang berhenti di sekitar sumur untuk beristirahat sambil mencari air untuk
diminum. Alangkah gembiranya Yusuf ketika ia sedang memasang telinganya dan mendengar
suara ketua kafilah memerintahkan orangnya melepaskan gayung mengambil air dari telaga
itu. Sesaat kemudian dilihat oleh Yusuf sebuah gayung turun ke bawah dan begitu terjangkau
oleh tangannya dipeganglah kuat-kuat gayung itu yang kemudian ditarik ke atas oleh sang
musafir seraya berteriak mengeluh karena beratnya gayung yang ditarik itu.
Para musafir yang berada di kafilah itu terperanjat dan takjub ketika melihat bahwa yang
memberatkan gayung itu bukannya air, tetapi manusia hidup berparas tampan, bertubuh tegak
dan berkulit putih bersih. Mereka berunding apa yang akan diperbuat dengan hamba Allah
yang telah diketemukan di dalam dasar sumur itu. Dilepaskan di tempat yang sunyi itu atau
dikembalikan kepada keluarganya. Akhirnya bersepakatlah mereka untuk membawanya ke
Mesir dan menjualnya sebagai hamba sahaya dengan harg yang tinggi, karena tubuhnya yang
baik dan parasnya yang tampan.
Setibanya kafilah itu di Mesir, dibawalah Yusuf di sebuah pasar khusus, di mana manusia
diperdagangkan dan diperjualbelikan sebagai barang dagangan atau sebagai binatangbinatang ternakan. Yusuf lalu ditawarkan di depan umum. Oleh karena para musafir yang
membawanya itu khawatir akan terbuka pertemuan Yusuf maka mereka enggan
mempertahankan sampai mencapai harga yang tinggi, tetapi melepaskannya pada tawaran
pertama dengan harga yang rendah dan tidak memadai. Padahal seorang seperti nabi Yusuf
tidak dapat dinilai dengan uang, bahkan dengan emas seisi bumi pun tidak seimbang.
Dalam pelelangan itu, Nabi Yusuf dibeli oleh ketua polisi Mesir bernama Fathifar sebagai
penawar pertama, yang merasa berbahagia memperoleh seorang hamba yang berparas bagus,
bertubuh kuat dan bahwa ia bukanlah dari manusia yang harus diperjualbelikan. Kata Fathifar
kepada istrinya ketika mengenalkan Yusuf kepadanya, "Inilah hamba yang aku baru beli dari
pelelangan. Berilah ia perlakuan dan layanan yang baik. Kalau kelak kami akan memperoleh
manfaat darinya dan mengambilnya sebagai anak kandung kita. Aku dapat firasat dari paras
mukanya dan gerak-geriknya bahwa ia bukanlah dari golongan yang harus diperjualbelikan.
Bahkan mungkin sekali ia adalah dari keturunan keluarga yang berkedudukan tinggi dan
orang-orang yang beradab.
Dan datanglah sekelompok musafir, mereka menyuruh seorang pengambil air. Lalu dia
menurunkan timbanya. Dia berkata, 'Oh senangnya, ini ada seorang anak muda! Kemudian
mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka kerjakan (19), Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu
beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya (20), Dan orang dari Mesir
yang membelinya berkata kepada istrinya, Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan)
yang baik, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.
Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir),
dan agar Kami ajarkan kepadanya takwil mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. (21) (QS. Yusuf: 19-21)

83. Nabi Yusuf Dipenjara


Yusuf dimasukkan ke dalam penjara bukannya karena ia telah melakukan kesalahan atau
kejahatan, tetapi karena sewenang-wenangan penguasa yang memenjarakannya untuk
menutupi dosanya sendiri dengan mengambinghitamkan orang yang dipenjarakan. Akan
tetapi, bagi Nabi Yusuf, penjara adalah tempat yang aman untuk menghindari segala godaan
dan tipu daya yang akan menjerumuskannya ke dalam kemaksiatan dan perbuatan munkar.
Bagi Yusuf hidup di dalam sebuah penjara yang gelap dan sempit adalah lebih baik dan lebih
disukai dari pada hidup di alam bebas di mana jiwanya tertekan dan hatinya tidak merasa
aman dan tenteram. Di dalam penjara Yusuf dapat membulatkan pikiran dan jiwanya,
beribadah dan menyembah Allah.
Di samping itu ia dapat melakukan dakwah di dalam penjara, memberi bimbingan dan nasihat
kepada tahanan lain, agar mereka yang berdosa, bertaubat dan kembali menjadi orang-orang
yang baik. Kepada tahanan yang tidak berdosa yang menjadi korban perbuatan penguasa
yang sewenang-wenang diminta agar bersabar dan bertakwa, bertawakal, serta beriman
memohon kepada Allah mengakhiri penderitaan dan kesengsaraan mereka.
Bersama dengan Yusuf, dipenjarakan pula dua orang pegawai istana Raja dengan tujuan
hendak meracuni Raja atas perintah dan dengan kerja sama dengan pihak musuh istana. Dua
pemuda pegawai yang dipenjara itu, seorang penjaga gudang makanan dan seorang pelayan
meja istana.
Pada suatu pagi datanglah kedua pemuda tahanan itu ke tempat Nabi Yusuf menceritakan
bahwa mereka telah mendapat mimpi. Si pelayan melihat ia seakan-akan berada di tengah
sebuah kebun anggur memegang gelas, seperti gelas yang sering digunakan minum oleh Raja,
lalu diisinya gelas itu dengan perahan buah anggur. Pemuda penjaga gudang melihat dalam
mimpinya seolah-olah di atas kepalanya ada sebuah keranjang yang berisi roti yang disambar
oleh sekelompok burung dan di bawanya terbang. Kedua pemuda tahanan itu mengharapkan
Nabi Yusuf agar memberi tafsiran bagi mimpi mereka itu.
Nabi Yusuf yang telah dikaruniai kenabian dan ditugaskan oleh Allah menyampaikan risalahNya kepada hamba-hamba-Nya memulai dakwahnya kepada kedua pemuda yang datang
menanyakan tafsiran mimpinya. Ia mengajak mereka beriman kepada Allah Yang Maha Esa,
meninggalkan persembahan kepada berhala-berhala yang mereka buat sendiri dengan
memberi nama-nama kepada berhala-berhala itu. Untuk membuktikan kepada kedua pemuda
itu bahwa ia adalah seorang Nabi dan pesuruh Allah, berkata Nabi Yusuf, "Aku tahu dan
dapat menerangkan kepada kamu, makanan dan minuman apa yang akan kamu terima, apa
jenisnya dan berapa banyaknya demikian pula jenisnya.
Demikian pula dapat aku memberi tafsiran bagi mimpi seorang termasuk kedua mimpimu. Itu
semua adalah ilmu yang dikaruniakan oleh Allah kepadaku. Aku telah meninggalkan agama
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan mengingkari adanya hari kiamat kelak.
Aku telah mengikuti agama bapak-bapakku, Ibrahim, Ishaq, dan Yaqub. Tidaklah sepatutnya
kami menyekutukan sesuatu bagi Allah yang telah mengaruniakan rahmat dan nikmat-Nya
atas kami dan atas manusia seluruhnya, tetapi kebanyakan manusia tidak menghargai nikmat
Allah itu dan tidak menyukuri-Nya. Cobalah pikirkan wahai teman-temanku mana yang lebih
baik dan lebih masuk akal, menyembah beberapa tuhan yang berbeda-beda atau menyembah
Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Perkasa? Tuhan telah memerintahkan janganlah kamu
menyembah selain Dia. Itulah agama yang benar dan lurus, tetapi banyak orang tidak
mengetahui dan tidak mau mengerti."

"Adapun mengenai mimpimu", Nabi Yusuf melanjutkan ceritanya, "tafsirnya bahwa engkau,
wahai pemuda pelayan, akan segera dikeluarkan dari penjara dan akan dipekerjakan kembali
seperti sedia kala, sedangkan engkau wahai pemuda penjaga gudang akan dihukum mati
dengan disalib dan kepalamu akan menjadi makan burung-burung yang mematuknya.
Demikianlah tafsir mimpimu yang telah menjadi hukum Allah bagi kamu berdua."
Berkata Nabi Yusuf selanjutnya kepada pemuda yang diramalkan akan keluar dari penjara,
"Wahai temanku, pesanku kepadamu, bila engkau telah keluar dan kembali bekerja di istana
sebutlah namaku di hadapan Raja. Katakanlah kepadanya bahwa aku dipenjarakan dengan
sewenang-wenang, tidak berdosa dan tidak bersalah. Aku hanya dipenjara untuk kepentingan
menyelamatkan nama keluarga Kepala Polisi Negara dan atas anjuran istrinya belaka.
Janganlah engkau lupakan pesanku ini, wahai temanku yang baik."
Kemudian, maka sesuai dengan tafsir Nabi Yusuf, tak lama kemudian keluarlah surat
pengampunan Raja bagi pemuda pelayan dan hukuman salib bagi pemuda penjaga gudang.
Akan tetapi, pesan Nabi Yusuf kepada pemuda pelayan tidak disampaikan kepada Raja
setelah ia diterima kembali bekerja di istana. Setan telah menjadikannya lupa setelah ia
menikmati kebebasan dari penjara dan dengan demikian tetaplah Nabi Yusuf berada di
penjara beberapa tahun lamanya. Ia menjadi motivator untuk para tahanan yang tidak berdosa
dan mendidik serta berdakwah kepada tahanan yang melakukan kejahatan dan perbuatanperbuatan yang buruk, agar mereka menjadi orang-orang yang baik dan bermanfaat bagi
sesama manusia dan menjadi hamba-hamba Allah yang beriman dan bertauhid.
Dan bersama dia masuk pula dua girang pemuda ke dalam penjara. Salah satunya berkata,
Sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur, dan yang lainnya berkata, Aku bermimpi
membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung. Berikanlah kepada kami
takwilnya. Sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang yang berbuat baik. (QS.
Yusuf: 36)
84. Nabi Yusuf Bebas dari Penjara
Pada suatu hari berkumpullah di istana raja Mesir, para pembesar, penasihat, dan para arif
bijaksana yang sengaja diundang untuk memberi tafsir mimpi yang telah menakutkan hati
raja. Ia bermimpi seakan-akan melihat tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus. Di samping
itu, ia melihat pula dalam mimpinya tujuh butir gandum hijau di samping tujuh butir lain
yang kering.
Tidak seorang dari pembesar-pembesar yang didatangkan itu dapat memberi tafsiran bagi
mimpi Raja. Bahkan sebagian dari mereka menganggapnya sebagai mimpi kosong yang tidak
berarti dan menganjurkan kepada Raja melupakan mimpi itu dan menghilangkannya dari
pikirannya.
Pelayan Raja, pemuda teman Yusuf dalam penjara, pada masa pertemuan Raja dengan para
tetamunya, lalu teringat olehnya pesan Nabi Yusuf kepadanya sewaktu ia akan dikeluarkan
dari penjara dan bahwa tafsir yang diberikan oleh Nabi Yusuf bagi mimpinya terjadi
sebagaimana telah ditakdirkan. Ia lalu memberanikan diri menghampiri Raja dan berkata,
"Wahai Paduka Tuanku! Hamba mempunyai seorang teman kenalan di dalam penjara yang
pandai menafsirkan mimpi. Ia adalah seorang yang cakap, ramah, dan berbudi pekerti luhur.
Ia tidak berdosa dan tidak melakukan kesalahan apa pun. Ia dipenjara atas fitnahan dan
tuduhan palsu belaka. Ia telah memberi tafsir bagi mimpiku sewaktu hamba berada dalam
tahanan bersamanya dan ternyata tafsirnya tepat dan benar sesuai dengan apa yang hamba

alami. Jika Paduka Raja berkenan, hamba akan pergi mengunjunginya di penjara untuk
menanyakan dia tentang tafsir mimpi Paduka Raja."
Dengan izin Raja, pergilah pelayan mengunjungi Nabi Yusuf dalam penjara. Ia
menyampaikan kepada Nabi Yusuf kisah mimpi Raja yang tidak seorang pun dapat
memberikan tafsir yang memuaskan dan melegakan hati majikannya. Ia mengatakan kepada
Nabi Yusuf bahwa jika Raja dapat mengetahui tafsir mimpinya, mungkin ia akan dikeluarkan
dari penjara dan dengan demikian akan berakhirlah penderitaan yang dialami bertahun-tahun
dalam kurungan.
Berucaplah Nabi Yusuf menguraikan tafsirnya bagi mimpi Raja, "Negara akan menghadapi
masa makmur, subur selama tujuh tahun, di mana tumbuh-tumbuhan dan semua tanaman
gandum, padi dan sayur mayur akan mengalami masa menuai yang baik yang membawa hasil
makanan berlimpah-ruah. Kemudian masuk musim kemarau selama tujuh tahun berikutnya di
mana sungai Nil tidak memberi air yang cukup bagi ladang-ladang yang kering, tumbuhtumbuhan dan tanaman rusak dimakan hama, sedangkan persediaan bahan makanan, hasil
tuaian tahun-tahun subur itu sudah habis dimakan. Akan tetapi, Nabi Yusuf melanjutkan
keterangannya, setelah mengalami kedua musim tujuh tahun itu akan tibalah tahun basah di
mana hujan akan turun dengan lebatnya menyirami tanah-tanah yang kering dan kembali
menghijau menghasilkan bahan makanan dan buah-buahan yang lezat yang dapat diambil
untuk diminum."
"Maka jika tafsirku ini menjadi kenyataan," Nabi Yusuf berkata lebih lanjut, "seharusnya
kamu menyimpan baik-baik apa yang telah dihasilkan dalam tahun-tahun subur, serta
berhemat dalam pemakaiannya untuk persiapan menghadapi masa kering, agar terhindar dari
bencana kelaparan dan kesengsaraan."
Setelah mendengar dari pelayannya apa yang diceritakan oleh Nabi Yusuf tentang mimpinya,
Raja merasa bahwa tafsir yang didengar itu sangat masuk akal dan dapat dipercaya. Ia
memperoleh kesan bahwa Yusuf yang telah memberi tafsir yang tepat itu adalah seorang yang
pandai dan bijaksana dan akan sangat berguna bagi negara jika ia menjadi penasihat dan
pembantu kerajaan. Maka disuruhlah si pelayan kembali ke penjara untuk membawa Yusuf
menghadap kepadanya di istana.
Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi)
tentang tujuh ekor sapi yang gemuk dan dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus,
tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali
kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui (46), Dia (Yusuf) berkata, Agar kamu
bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu
tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan (47). (QS.
Yusuf: 46-47)
85. Nabi Yusuf Diangkat sebagai Wakil Raja Mesir
Raja Mesir yang telah banyak mendengar tentang Nabi Yusuf dari pelayannya, para wanita
tamu Zulaikha dalam jamuan makan, dan dari Zulaikha sendiri, makin bertambah hormat dan
kagum terhadap Nabi Yusuf setelah berhadapan langsung dan bercakap-cakap dengan beliau.
Kecerdasan, pengetahuan yang luas, kesabaran, kejujuran, keramahan, dan akhlak, serta budi
pekerti luhurnya, menurut pikiran Raja akan sangat bermanfaat bagi kerajaannya bila diserahi
pimpinan negara dan rakyat. Maka Raja menawarkan agar ia tinggal di istana mewakili Raja

menyelenggarakan pemerintahan serta pengurusan negara, serta memimpin rakyat Mesir


yang diramalkan akan menghadapi masa-masa sukar dan sulit.
Nabi Yusuf tidak menolak tawaran Raja Mesir. Ia menerimanya asal ia diberi kekuasaan
penuh dalam bidang keuangan dan pengedaran bahan makanan, karena menurut
pertimbangan Nabi Yusuf, kedua bidang yang berkaitan antara satu sama lain itu merupakan
kunci dari kesejahteraan rakyat dan kestabilan negara. Raja yang sudah mempercayai Nabi
Yusuf, menyetujui persyaratan beliau dan memutuskan untuk menyerahkan kekuasaannya
kepada Nabi Yusuf dalam suatu upacara penobatan yang menurut kebiasaan yang berlaku.
Pada hari penobatan yang telah ditentukan, yang dihadiri oleh para pembesar negeri dan
pemuka-pemuka masyarakat, Nabi Yusuf dikukuhkan sebagai wakil Raja, dengan
mengenakan pakaian kerajaan dan di lehernya kalung emas. Kemudian di hadapan para hadiri
Raja melepaskan cincin dari jari tangannya lalu memasangkannya ke jari tangan Nabi Yusuf,
sebagai tanda penyerahan kekuasaan kerajaan. Setelah selesai penobatan dan serah terima
jabatan Nabi Yusuf A.S., maka Raja Mesir berniat menikahkan Yusuf dengan Zulaikha
{Ra'il}, janda majikannya yang telah meninggal ketika Nabi Yusuf A.S. masih dalam penjara.
Sebagai penguasa yang bijaksana, Nabi Yusuf memulai tugasnya dengan mengadakan
lawatan ke daerah-daerah yang termasuk dalam kekuasaannya untuk berkenalan dengan
rakyat jelata serta daerah yang diperintahnya dari dekat, sehingga segala rencana dan
peraturan yang akan dibuat dapat memenuhi keperluan dan sesuai dengan iklim dan keadaan
daerah.
Dalam masa tujuh tahun pertama Nabi Yusuf menjalankan pemerintahan di Mesir, rakyat
merasakan hidup tenteram, aman, dan sejahtera. Barang-barang keperluan cukup terbagi rata
oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Namun, Nabi Yusuf tidak lupa akan
peringatan yang tersirat dalam mimpi Raja Mesir, bahwa akan datang masa tujuh tahun yang
sukar dan sulit. Maka untuk menghadapi masa itu, Nabi Yusuf mempersiapkan gudang untuk
menyimpan bahan makanan untuk musim kemarau yang akan datang.
Berkat pengurusan yang bijaksana dari Nabi Yusuf, maka setelah masa hijau dan subur
berlalu dan masa kemarau tiba, rakyat Mesir tidak sampai mengalami krisis makanan atau
kelaparan. Persediaan bahan makanan yang disimpan di masa subur dapat mencukupi
keperluan rakyat selama masa kering. Bahkan dapat menolong masyarakat Mesir yang sudah
kekurangan bahan makanan dan menghadapi bahaya kelaparan.
Dan raja berkata, Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang
yang dekat) kepadaku. Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan Yusuf, dia (raja)
berkata, Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di
lingkungan kami dan dipercaya (54), Dia (Yusuf) berkata, Jadikanlah aku bendaharawan
negeri (Mesir), karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan
berpengetahuan (55), Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri
Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu.
Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuatt baik (56), Dan sesungguhnya pahala di
akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa (57). (QS.
Yusuf: 54-57)
86. Tamu dari Kanan

Kemudian datanglah orang berduyun-duyun dari kota dan desa-desa pinggiran Mesir, bahkan
dari negara-negara yang berdampingan dengan Mesir yang sudah kekurangan bahan
makanan. Mereka datang mengharapkan pertolongan Nabi Yusuf untuk memberi kesempatan
membeli gandum serta bahan makanan yang masih tersedia dalam gudang-gudang
pemerintah.
Di antara para pendatang yang ingin berbelanja di Mesir terdapat rombongan orang-orang
Palestina, termasuk di antaranya ialah saudara-saudara Nabi Yusuf sendiri yang menjadi
penyebab utama bagi penderitaan yang telah di alaminya. Nabi Yusuf segera mengenali
mereka, tetapi mereka tidak mengenal Nabi Yusuf yang pernah dilemparkan ke dalam sumur.
Bahkan tidak terlintas dalam pikiran mereka bahwa Yusuf masih hidup, apa lagi menjadi
orang besar memimpin negara Mesir sebagai wakil Raja yang berkuasa.
Atas pertanyaan Nabi Yusuf berkatalah juru bicara rombongan putra-putra Yaqub, "Wahai
Paduka Raja, kami adalah putra-putra Yaqub yang semuanya berjumlah dua belas orang. Adik
kami yang termuda tinggal di rumah untuk menjaga ayah kami yang telah lanjut usia dan
buta. Salah satu saudara kami yang lain telah lama meninggalkan rumah dan hingga kini
tidak tahu di mana dia berada. Kami datang kemari atas perintah ayah kami, agar memohon
pertolongan dan bantuan Paduka yang budiman, kiranya dapat memberi kesempatan
memperkenankan kami membeli gandum dari persediaan pemerintahan tuan untuk memenuhi
keperluan kami yang sangat mendesak sehubungan dengan krisis bahan makanan yang
menimpa daerah kami."
Berkata Nabi Yusuf menjawab keterangan saudaranya itu, "Sesungguhnya kami meragukan
identitasmu dan menyangsikan keteranganmu. Kami tidak dapat mengabaikan adanya
kemungkinan bahwa kamu adalah mata-mata yang dikirim oleh musuh untuk membuat
kekacauan di negeri kami. Oleh karenanya, kami memintamu memberi bukti-bukti yang kuat
atas kebenaran kata-katamu atau membawa saksi-saksi yang kami percaya bahwa kamu
adalah betul-betul putra-putra Yaqub."
"Paduka Tuan Yang bijaksana", balas juru bicara itu, "Kami adalah orang-orang musafir
gharib di negeri tuan, tidak seorang pun di sini mengenal kami atau kami kenal, maka sukar
sekali bagi kami pada saat ini memberi bukti atau membawa saksi sebagaimana Paduka Tuan
minta. Kami hanya bisa pasrah kepada Paduka Tuan untuk memberi jalan kepada kami
dengan cara bagaimana kami dapat memenuhi permintaan paduka itu."
"Baiklah", Nabi Yusuf berkata, "Kali ini kami memberi kesempatan kepadamu untuk
membeli gandum dari gudang kami secukupnya untuk keperluan kamu sekeluarga dengan
syarat bahwa kamu harus kembali ke sini secepat mungkin membawa saudara bungsumu
yang kamu tinggalkan di rumah. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka kami tidak akan
melayani keperluanmu akan gandum untuk selanjutnya." Berkata abangnya kepada Yusuf
yang tidak mengenalkannya itu, "Paduka Tuan, kami mengira bahwa ayah kami tidak akan
mengizinkan kami membawa adik bungsu kami ke sini, karena ia adalah anak kesayangan
ayah kami yang sangat dicintai dan dia adalah penghibur ayah yang menggantikan kedudukan
saudara kami Yusuf, sejak ia keluar dari rumah menghilang tanpa bekas. Akan tetapi,
bagaimana pun untuk kepentingan kami sekeluarga, akan kami usahakan sedapat mungkin
membujuk ayah agar mengizinkan kami membawa adik kami, Benyamin, ke mari dalam
kesempatan yang akan datang."
Sejak awal Nabi Yusuf melihat wajah-wajah saudaranya yang datang memerlukan gandum,
tidak berniat sedikit pun hendak mempersulitkan misi mereka sebagai balas dendam atas

perbuatan yang telah dilakukan terhadap dirinya. Pertanyaan yang diberikan kepada mereka
hanya sekedar untuk mengetahui keadaan ayah dan adik bungsunya, Benyamin, yang sudah
bertahun-tahun ditinggalkan dan hanya sekedar taktik untuk mempertemukan kembali dengan
ayah dan saudara-saudaranya yang sudah lama terpisah.
Kemudian Nabi Yusuf memerintahkan pegawai-pegawainya mengisi karung-karung
saudaranya dengan gandum dan bahan makanan yang mereka perlukan. Lalu emas dan perak
yang mereka bawa untuk harga gandum dan bahan makanan itu dimasukkan kembali ke
dalam karung-karung mereka secara diam-diam tanpa diketahui.
Dan saudara-saudara Yusuf datang (ke Mesir) lalu mereka masuk ke (tempat)nya. Maka dia
(Yusuf) mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya (58), Dan ketika dia
(Yusuf) menyiapkan bahan makanan untuk mereka, dia berkata, Bawalah kepadaku
saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin), tidaklah kamu melihat bahwa aku
menyempurnakan takaran dan aku adalah penerima tamu yang terbaik? (59). (QS. Yusuf:
58-59)
87. Siasat Nabi Yusuf terhadap Saudaranya
Setibanya kembali di Palestina, mereka menceritakan kepada ayahnya, Yaqub, tentang
perjalanan mereka dan bagaimana Yusuf menerima mereka. Tanpa sedikit kesulitan pun
mereka telah diberikan gandum. Disampaikan pula oleh mereka kepada ayahnya, bahwa
mereka harus membawa adik bungsu mereka ke Mesir, bila mereka datang lagi untuk
membeli gandum dan bahan makanan. Tanpa membawa Benyamin, mereka tidak akan
dilayani dan diperkenankan membeli gandum yang diperlukan. Oleh karenanya, dari jauh
hari mereka mohon agar diperkenankan membawa Benyamin bila mereka kembali ke Mesir
untuk membeli gandum.
Berkata Nabi Yaqub setelah mendengar cerita putra-putranya, "Tidak, sesekali tidak akan
kuberikan izinkan kepadamu untuk membawa Benyamin jauh dariku. Aku tidak akan
mempercayakan Benyamin kepadamu setelah apa yang terjadi kepada Yusuf. Kamu telah
berjanji akan menjaganya baik-baik, bahkan sanggup mengorbankan jiwa ragamu untuk
keselamatannya. Akan tetapi, apa yang terjadi adalah sebaliknya. Kamu pulang ke rumah
dalam keadaan selamat, sedang adikmu Yusuf, kamu lepaskan menjadi mangsa serigala.
Cukuplah apa yang telah kualami kepada Yusuf dan tidak akan kubiarkan terulang lagi kali
ini kepada Benyamin".
Ketika karung-karung yang dibawa kembali dari Mesir dibongkar, ternyata di dalamnya
terdapat emas dan perak yang telah mereka bayarkan untuk harga gandum yang dibeli.
Dengan perasaan tercengang bercampur gembira, berlarilah mereka menyampaikan
keheranan mereka kepada ayahnya. Mereka berkata, "Wahai ayah! Kami tidak berdusta
dalam cerita kami tentang penguasa Mesir yang baik hati. Lihatlah barang-barang emas dan
perak yang telah kami bayarkan untuk ganti gandum yang kami terima, dipulangkan kembali
ke dalam karung-karung kami tanpa kami ketahui. Jadi apa yang kami bawa ini adalah
pemberian cuma-cuma dari penguasa Mesir yang sangat murah hati itu."
Dengan gandum yang diperoleh, keluarga Yaqub menjadi tenang dan merasa untuk beberapa
waktu api di dapur rumah akan tetap menyala. Akan tetapi, persediaan yang terbatas itu tidak
bertahan lama jika tidak disusul dengan pengisian stok baru selama musim kemarau belum
berakhir. Dengan demikian, maka Nabi Yaqub yang melihat persediaan gandumnya makin
hari makin berkurangan, sedangkan tanda-tanda krisis makanan belum berakhir, terpaksa

mengutus putra-putranya kembali ke Mesir untuk memperoleh bahan makanan untuk kedua
kalinya dari Yusuf, wakil Raja negeri itu. Oleh karena putra-putra Yaqub tidak akan berangkat
ke Mesir tanpa Benyamin, sesuai janji mereka kepada Yusuf, maka terpaksa pulalah Yaqub
mengikut sertakan putra bungsunya, Benyamin, dalam rombongan.
Dengan iringan doa serta nasihat si ayah, berangkatlah kafilah putra-putra Yaqub ke Mesir.
Setiba di perbatasan kota berpisahlah menjadi beberapa kelompok memasuki kota dari arah
yang berlainan sesuai dengan pesan ayah mereka untuk menghindari timbulnya iri hati
penduduk serta prasangka dan tuduhan bahwa mereka adalah mata-mata musuh.
Setibanya di istana kerajaan, mereka diterima oleh adik mereka sendiri, Yusuf, yang belum
mereka kenali kembali, dengan ramah dan hormat. Mereka disediakan tempat menginap di
sebuah rumah, sedang adik bungsu Yusuf, Benyamin, diajak bersamanya menginap di istana.
Sewaktu bersama dengan Yusuf, Benyamin menangis seraya berkata kepada abangnya yang
belum dikenali kembali, "Andaikan kakakku Yusuf masih hidup, pasti engkau akan
menempatkan aku bersamanya di sebuah rumah tersendiri sebagaimana saudara-saudaraku
yang lain." Yusuf lalu menghibur hati adiknya dengan berkata, "Apakah kau akan senang
kalau aku menjadi kakakmu menggantikan kakakmu yang hilang itu?" Benyamin menjawab,
"Tentu, tapi sayang sekali engkau tidak dilahirkan oleh ayahku Yaqub dan ibuku Rahil."
Mendengar kata-kata si adik, bercucurlah air mata Yusuf, lalu memeluk adiknya sambil
mengaku bahwa dia adalah Yusuf, kakaknya yang hilang itu. Ia menceritakan kepada adiknya
penderitaan -penderitaan yang telah dialami sejak ia dibuang ke dalam sumur,
diperjualbelikan sebagai hamba sahaya, ditahan dalam penjara selama bertahun-tahun tanpa
dosa dan akhirnya berkat rahmat dan karunia Tuhan diangkatlah ia sebagai wakil raja yang
berkuasa mutlak. Yusuf mengakhiri ceritanya dengan berpesan kepada adiknya agar
merahasiakan apa yang telah ia dengar dan jangan sampai diketahui oleh saudara-saudaranya
yang lain.
Alangkah gembiranya Benyamin mendengar cerita kakaknya yang telah hilang beberapa
tahun yang lalu. Ia segera memeluk kakaknya sambil berkata, "Aku tidak dapat bayangkan
betapa gembiranya ayah bila ia mendengar bahwa engkau masih hidup dalam keadaan sehat
dan tinggal di dalam istana yang diliputi oleh segala kemewahan dan kemegahan. Sebab sejak
engkau menghilang, ayah tidak pernah terlihat gembira. Ia selalu diliputi oleh rasa sedih dan
duka, tidak pernah sedikit pun bayanganmu terlepas dari ingatannya. Begitulah keadaan ayah
sejak engkau menghilang."
Yusuf menerima saudara-saudaranya sebagai tamu selama tiga hari tiga malam. Setelah
selesai masa bertamu bersiap-siaplah mereka untuk pulang kembali ke negerinya, sesudah
karung-karung mereka diisi dengan penuh {gandum} dan bahan-bahan makanan lain yang
diperlukan.
Setelah berjabat tangan dan berpamitan, bergeraklah mereka menuju pintu gerbang ke luar
kota. Akan tetapi, sebelum mereka sempat melewati batas kota, tiba-tiba beberapa pengawal
berkuda istana mengejar mereka dan memerintahkan agar berhenti dan tidak meneruskan
perjalanan, kemudian diadakan pemeriksaan terhadap barang-barang bawaan mereka. Para
pengawal mengatakan bahwa sebuah piala gelas minum raja telah hilang dan mungkin salah
seorang dari mereka yang mencurinya.

Mereka berhenti dan dengan heran berkata, "Demi Allah kami datang kemari bukan untuk
mengacau dan tidak mungkin salah seorang dari kami mencuri piala itu. Kami adalah putraputra Yaqub pesuruh Allah. Kami sudah merasa berhutang budi kepada raja dan banyak
berterima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada kami. Tidak mungkin kami akan
membalas kebaikan hati raja dengan mencuri barang-barangnya? Namun, untuk
membuktikan kata-kata kami, kami tidak keberatan karung-karung dan barang-barang kami
dibongkar dan digeledah sepuas-puasnya. Bila ternyata ada salah seorang dari kami yang
kedapatan mencuri piala itu di dalam kumpulan barang-barangnya, kami rela
menyerahkannya kepada raja untuk diberi balasan yang setimpal."
Penggeledahan dilakukan oleh para pengawal, barang-barang serta karung-karung diturunkan
dari atas punggung unta, dibongkar dan diperiksa. Tak lama kemudian berteriaklah salah
seorang pengawal dengan memegang piala di tangannya seraya berkata, "Ini dia piala yang
hilang!"
Para anggota rombongan terkejut, sambil memandang satu dengan yang lain musibah apakah
yang menimpa mereka? Mereka tidak percaya bahwa salah seorang dari rombongan
bersaudara itu melakukan perbuatan yang akan mencemarkan nama baik mereka. Namun,
yang mereka saksikan dengan mata kepalanya masing-masing tidak dapat dipungkiri dan
ditolak kebenarannya.
Bertanya pemimpin rombongan kepada pengawal, dari mana mereka dapatkan piala itu.
Mereka menunjuk kepada salah satu bagasi, yang ternyata kepunyaan adik bungsu mereka,
Benyamin. Maka sesuai dengan persetujuan yang telah disepakati, ditahanlah Benyamin dan
tidak diizinkan menyertai rombongan itu pulang.
Pada saat itu terbayanglah di hadapan mereka wajah Yaqub, ayah mereka, yang buta dan
sakit-sakitan. Ayah yang dengan susah payah dan dengan berat hati melepaskan Benyamin
menyertai mereka ke Mesir karena khawatir berulangnya kembali tragedi Yusuf akan dialami
oleh adik bungsunya. Bagaimana mereka harus hadapi ayah mereka yang telah dijanjikan atas
nama Allah bahwa Benyamin akan dibawa kembali? Dan apakah ayah mereka akan percaya
bila diberitahu bahwa Benyamin telah ditahan di Mesir karena mencuri piala raja? Tidakkah
berita itu kelak akan menjadikan penyakit ayah mereka makin parah, bahkan mungkin akan
mengakhiri hayatnya?
Selagi pertanyaan-pertanyaan itu berputar di dalam pikiran kakak-kakaknya, Benyamin
termenung seorang diri, tidak berkata sepatah kata pun. Ia kebingungan, bagaimana piala itu
bisa berada di dalam bagasinya. Padahal ia tidak merasa menyentuhnya. Ia ingin menolak
tuduhan dan menyangkal dakwaan terhadap dirinya, tapi akan merasa sia-sia belaka. Bahkan
akan membuat para pengawal istana yang telah mengeluarkan piala dari bagasinya sebagai
bukti yang nyata yang tidak dapat dibantah itu kesal. Ia hanya berpasrah kepada Allah Yang
Mengetahui bahwa ia bersih dari tuduhan mencuri.
Anggota rombongan ramai-ramai mendatangi Yusuf, memohon kebijaksanaannya agar
menerima salah seorang dari mereka untuk menggantikan Benyamin sebagai tahanan.
Mereka berkata, "Wahai Paduka Tuan! Kami sadar bahwa adik bungsu kami bersalah dan
kami tidak dapat memungkiri kenyataan yang telah kami saksikan dengan mata kepala kami
ketika piala ditemukan di dalam bagasinya. Akan tetapi, kami memohon kebijaksanaan dan
belas kasihan Tuan agar adik kami Benyamin meninggalkan Mesir dan sebagai gantinya
Paduka Tuan dapat menunjuk salah seorang dari kami sebagai tahanan. Sebab bila
rombongan kami tiba di tempat tanpa Benyamin, hal itu akan sangat menyedihkan ayah kami,

bahkan mungkin dapat membahayakan jiwanya. Ayah kami yang sudah lanjut usia, hampir
mencapai satu abad, berada dalam keadaan sakit, sejak kehilangan putra kesayangannya,
Yusuf. Adik kami Benyamin ini yang menjadi penghibur hatinya yang dirundung duka dan
sedih sepanjang hayatnya. Ia bahkan tidak mengizinkan kami membawanya kemari kalau
tidak karena terpaksa telah berkurangnya persediaan gandum di rumah. Maka sangat kami
harapkan belas kasihan Paduka Tuan kepada ayah kami dengan melepaskan Benyamin dan
menahan salah seorang dari kami sebagai gantinya."
Yusuf tidak menggubris permohonan kakak-kakaknya dan berpegang teguh pada kesepakatan
yang telah sama disetujui, bahwa barang siapa kedapatan piala di dalam bagasinya akan
ditahan. Apalagi menurut syariat Nabi Yaqub bahwa barang siapa yang mencuri maka
hukumannya ialah si pencuri dijadikan hamba satu tahun lamanya.
Permusyawaratan yang telah dilakukan dengan kakak-kakak Yusuf gagal memperoleh
persetujuannya melepaskan Benyamin dari tahanan, berkatalah Yahudza, saudara tertua di
antara mereka, "Aku tidak mempunyai muka untuk menghadap ayah tanpa Benyamin. Kami
telah mendurhakai ayah dengan melemparkan Yusuf ke dalam sumur sehingga membuat ayah
menderita sepanjang hayat dan kini akan tambah lagi penderitaan ayah dengan meninggalkan
Benyamin seorang diri di sini tanpa kami mengetahui apa yang akan dialaminya. Padahal
kami telah berjanji dan bersumpah akan membawanya kembali apa pun yang terjadi. Oleh
karenanya, aku akan tinggal di sini untuk sementara dan tidak akan pulang ke rumah sebelum
ayah memanggilku dan mengizinkanku kembali. Kembalilah kalian dan ceritakan kepada
ayah apa yang telah terjadi sebenarnya dan bila ayah tidak mempercayaimu, maka biarlah ia
bertanya kepada kafilah-kafilah dan orang-orang yang telah menyaksikan peristiwa
penggeledahan ini dengan mata kepala mereka sendiri di tempat kami ditahan.
Berangkatlah kafilah Yaqub kembali ke tanah airnya dengan hanya terdiri dari sembilan
orang, meninggalkan di belakang mereka kakak sulungnya, Yahudza, dan adik bungsunya,
Benyamin. Setiba di rumah, mereka menghadap ayahnya menceritakan apa yang telah terjadi
pada diri Benyamin dan Yahudza. Nabi Yaqub berkata sambil memalingkan wajahnya dan
mengusap dada, "Oh alangkah sedihnya hatiku karena hilangnya Yusuf yang masih terbayang
wajahnya di depan mataku. Kini kamu tambah lagi penderitaanku dengan meninggalkan
Benyamin di negeri orang. Untuk kedua kalinya kamu melanggar janji dan sumpahmu
sendiri, dan untuk kedua kalinya aku kehilangan putra yang sangat aku sayangi dan hanya
dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan itu. Semoga Allah memberi kesabaran
kepadaku dan mempertemukanku kembali dengan anak-anakku semuanya."
Berkata putra-putranya menjawab, "Wahai ayah! Demi Allah engkau akan mengidap penyakit
yang berat dan akan menghadap-Nya, bila engkau terus menerus mengenangkan Yusuf dan
tidak berusaha menghilangkan bayangannya dari pikiranmu."
Menjawab teguran putra-putranya itu berucaplah Yaqub, "Sesungguhnya hanya kepada Allah
aku mengadukan nasib, kesusahan, dan kesedihanku. Aku mengetahui dari Allah apa yang
kamu tidak mengetahuinya."
Mengenai diri Benyamin yang ditahan oleh pengawal-pengawal kerajaan, maka sepeninggal
kakak-kakaknya, oleh Yusuf diberitahu bahwa piala raja yang terdapat di dalam bagasinya,
adalah perbuatan pengawal-pengawalnya yang memang sengaja diperintah oleh beliau untuk
dimasukkan ke dalam bagasi Benyamin dengan maksud menahannya untuk tinggal
bersamanya di dalam istana. Ia membesarkan hati adiknya dengan meramalkan bahwa akan

tiba suatu saat di mana ia dengan adiknya dan seluruh keluarga akan bertemu dan berkumpul
kembali.
Maka ketika telah disiapkan bahan makanan untuk mereka, dia (Yusuf) memasukkan piala
ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan, Wahai
kafilah! Sesungguhnya kamu pasti pencuri (70), Mereka bertanya, sambil menghadap
kepada mereka (yang menuduh), Kamu kehilangan apa? Mereka menjawab, Kami
kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan
makanan seberat) beban unta dan aku jamin itu. (71). (QS. Yusuf: 70-71)
88. Matahari, Bulan, dan 11 Bintang
Sejak kembalinya kafilah putra-putranya dari Mesir tanpa Benyamin dan Yahudza, maka
kesedihan Yaqub makin mendalam dan menyayat hati. Ia tidak bisa tidur karena
mengenangkan ketiga putranya yang tidak jelas nasibnya. Ia hanya merasa terhibur bila ia
sedang menghadap kepada Allah, sholat, bersujud seraya memohon kepada Allah agar
mengaruniainya kesabaran dan keteguhan iman menghadapi ujian dan cobaan yang sedang ia
alami.
Kondisi fisik Nabi Yaqub makin hari makin menjadi lemah, tubuhnya makin kurus, ditambah
pula dengan kebutaan matanya yang menjadi putih. Hal ini menjadikan putra-putranya
khawatir terhadap kelangsungan hidupnya. Mereka menegurnya dengan mengatakan, "Wahai
ayah! Ayah adalah seorang Nabi dan pesuruh Allah yang diberikan wahyu dan memberi kami
tuntutan dan ajaran beriman. Sampai kapan ayah akan terus bersedih karena Yusuf dan
Benyamin? Kami sangat khawatir akan kondisi kesehatan ayah bila tidak segera sadar dan
berhenti mengenang Yusuf dan Benyamin".
Yaqub menjawab teguran putra-putranya itu mengatakan, "Kata-katamu menambah
kesedihan hatiku dan bahkan membangkitkan kembali kenangan-kenanganku, di mana semua
anak-anakku berkumpul di depan mataku. Aku yakin bahwa Yusuf masih hidup dan suara
hatiku mengatakan kepadaku bahwa ia masih ada di atas bumi Allah ini. Namun, di mana ia
berada dan apa yang ia alami, hanya Allah yang mengetahuinya. Bila kamu benar-benar
sayang kepadaku dan ingin melegakan hatiku serta menghilangkan rasa sedih dan duka
citaku, pergilah kamu merantau mencari jejak Yusuf dan berusahalah sampai menemukannya
dan setidaknya mendapat keterangan di mana ia berada sekarang dan jangan sesekali berputus
asa karena hanya orang-orang kafirlah yang berputus asa dari rahmat Allah".
Seruan Yaqub dipertimbangkan oleh putra-putranya dan diterimanyalah sarannya, setidaktidaknya ia sekedar membesarkan hati si ayah dan meredakan penderitaannya yang berlarutlarut. Sekali pun mereka merasa tidak mungkin mendapat Yusuf dalam keadaan hidup, tapi
bila mereka berhasil membujuk penguasa Mesir mengembalikan Benyamin, maka hal itu
sudah cukup menghibur bagi ayah mereka serta meringankan rasa sakit hatinya. Akhirnya
mereka memutuskan untuk pergi ke Mesir mencari Yusuf sambil pergi ke istana untuk
membeli gandum lagi.
Tibalah kafilah putra-putra Yaqub di Mesir untuk ketiga kalinya dan dalam pertemuan dengan
Yusuf, berkatalah juru bicara mereka:
"Wahai Paduka Tuan! Keadaan hidup yang sukar dan melarat di negeri kami yang disebabkan
krisis bahan makanan yang belum teratasi memaksa kami datang kembali untuk ketiga
kalinya mengharapkan bantuan dan murah hati paduka tuan. Kedatangan kami kali ini juga

untuk mengulang permohonan kami agar kiranya adik bungsu kami, Benyamin, dilepaskan
untuk kami bawa kembali kepada ayahnya yang sudah buta dan sakit-sakitan sejak Yusuf,
abang Benyamin hilang. Kami sangat mengharapkan kebijaksanaan paduka tuan agar
mengabulkan permohonan kami ini. Dengan kembalinya Benyamin kepada ayahnya dapat
meringankan penderitaan batinnya serta memulihkan kembali kesehatan badannya."
Kata-kata yang diucapkan oleh kakak-kakaknya menimbulkan rasa haru pada diri Yusuf,
membuatnya merasa bahwa masanya telah tiba untuk mengenalkan dirinya kepada saudarasaudaranya dan dengan demikian akan dapat mengakhiri penderitaan ayahnya yang malang
itu.
Berucaplah Yusuf kepada saudara-saudaranya, "Masih ingatkah kamu apa yang telah kamu
lakukan terhadap adikmu Yusuf, ketika kamu melemparkannya ke dalam sumur di suatu
tempat yang terpencil? Dan masih ingatkah kamu ketika seorang darimu memegang Yusuf
dengan tangannya yang kuat, menanggalkan pakaiannya dari tubuhnya, lalu dalam keadaan
telanjang bulat ditinggalkan seorang diri di dalam sumur yang gelap dan kering itu.
Kemudian tanpa menghiraukan tangisannya, kamu kembali pulang ke rumah dengan
perasaan puas seakan-akan kamu telah membuang sebuah benda atau seekor binatang yang
tidak patut dikasihani dan dihiraukan nasibnya?"
"Engkau Yusuf?" ujar kakak-kakanya.
"Benar", Yusuf menjawab, "Akulah Yusuf dan ini adalah adikku satu ayah dan ibu,
Benyamin. Allah dengan rahmat-Nya telah mengakhiri segala penderitaanku dan segala ujian
berat yang telah aku alami dan dengan rahmat-Nya pula kami telah dikaruniai nikmat rezeki
yang melimpah ruah dan penghidupan yang sejahtera. Demikianlah barang siapa yang
bersabar, bertakwa serta bertawakal tidak akan luput dari pahala dan ganjarannya."
Setelah mendengar pengakuan Yusuf, berubahlah wajah mereka menjadi pucat. Terbayang di
depan mata mereka apa yang telah diperbuat terhadap Yusuf yang berada di depan mereka
sebagai wakil raja Mesir yang berkuasa penuh. Mereka gelisah tidak dapat membayangkan
pembalasan apa yang akan mereka terima dari Yusuf atas dosa mereka itu.
Berkatalah saudara-saudara Yusuf dengan nada yang rendah, "Sesungguhnya kami telah
berdosa terhadap dirimu dan bertindak kejam ketika kami melemparkan kamu ke dasar
sumur. Kami lakukan perbuatan kejam itu, terdorong oleh hawa nafsu dan bisikan setan yang
terkutuk. Kami sangat sesalkan peristiwa yang terjadi itu yang berakibat penderitaan bagimu
dan bagi ayah kami. Akan tetapi, kini nampak kepada kami kelebihanmu di atas diri kami dan
bagaimana Allah telah mengaruniakan nikmat-Nya kepadamu sebagai ganti penderitaan yang
disebabkan perbuatan kami yang durhaka terhadap dirimu. Maka terserah kepadamu
pembalasan apa yang akan engkau timpakan kepada kami yang telah berdosa dan
mendurhakaimu".
Berucaplah Yusuf menenteramkan hati saudara-saudaranya yang sedang ketakutan, "Tidak
ada manfaatnya menyesalkan apa yang telah terjadi dan menggugat kejadian-kejadian yang
telah lalu. Cukuplah sudah bila itu semua menjadi pelajaran bahwa mengikuti hawa nafsu dan
bisikan setan selalu akan membawa penderitaan dan mengakibatkan dosa di dunia dan di
akhirat. Mudah-mudahan Allah mengampuni segala dosamu, karena Dialah Yang Maha
Penyayang serta Maha Pengampun. Pergilah kamu sekarang juga kembali kepada ayah
dengan membawa baju kemejaku ini. Usapkan ia pada kedua belah matanya yang insya Allah

akan menjadi terang kembali, kemudian bawalah ia bersama semua keluarga ke sini secepat
mungkin."
Maka bertolaklah kafilah putra-putra Yaqub dengan diliputi rasa haru bercampur gembira,
Mereka beramai-ramai masuk ke dalam rumah dan memeluk ayah mereka sambil
mengusapkan baju kemeja Yusuf pada kedua belah matanya. Seketika itu pula terbuka
lebarlah kedua belah mata Yaqub, memandang wajah putra-putranya dan mendengar kisah
perjalanan dan bagaimana mereka telah menemukan Yusuf bersama adiknya Benyamin.
Disampaikan pula kepada ayah undangan Yusuf agar semua sekeluarga berhijrah ke Mesir
dan berkumpul di istananya. Segera berkemaslah Yaqub sekeluarga menyiapkan diri untuk
berhijrah ke Mesir.
Setelah bertemu dan bersujud syukur, Yusuf kemudian membawa ayah dan ibu tirinya yang
juga saudara ibunya ke atas singgasana seraya berkata, "Wahai ayahku! Inilah dia tafsir
mimpiku yang dahulu itu telah menjadi kenyataan. Tidak kurang rahmat dan karunia Allah
kepadaku, yang telah mengangkatku dari dalam sumur, mengeluarkan aku dari penjara, dan
mempertemukan kami semua setelah setan telah merusak hubungan persaudaraan antaraku
dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Allah Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki
dan sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Kemudian Yusuf mengangkat kedua tangannya berdoa, "Ya Tuhanku! Engkau telah
menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan mengajarkan kepadaku pengetahuan serta
kepandaian menafsir mimpi. Ya Tuhanku, Pencipta langit dan bumi! Engkaulah pelindungku
di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam, beriman dan bertakwa dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh."
Dan dia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk
bersujud kepadanya (Yusuf). Dan dia (Yusuf) berkata, Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku
yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya
Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika
membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudarasaudaraku. Sungguh, Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh,
Dia Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. Yusuf: 100)
89. Ujian untuk Nabi Ayyub
Berkata salah seorang malaikat kepada kawan-kawannya yang lagi berkumpul berbincangbincang tentang tingkah-laku makhluk Allah, jenis manusia di atas bumi, "Aku tidak melihat
seorang manusia yang hidup di atas bumi Allah yang lebih baik dari hamba Allah Ayyub". Ia
adalah seorang mukmin sejati ahli ibadah yang tekun. Dari rezeki yang luas dan harta
kekayaan yang diberikan oleh Allah kepadanya, ia menyisihkan sebagian untuk menolong
orang-orang yang memerlukan yaitu para fakir miskin. Hari-harinya terisi penuh dengan
ibadah, sujud kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang diberikan
kepadanya."
Para kawanan malaikat yang mendengarkan kata-kata pujian dan sanjungan untuk Ayyub
mengakui kebenaran itu. Bahkan masing-masing menambahkan lagi dengan menyebut
beberapa sifat dan tabiat lain yang ada pada diri Ayyub. Percakapan para malaikat yang
memuji-muji Ayyub itu didengar oleh Iblis yang sedang berada tidak jauh dari tempat mereka
berkumpul. Iblis merasa panas dan jengkel mendengar kata-kata pujian bagi seseorang dari
keturunan Adam yang ia telah bersumpah akan sesatkan ketika ia dikeluarkan dari surga

karenanya. Ia tidak rela melihat seorang dari anak cucu Nabi Adam menjadi seorang mukmin
yang baik, ahli ibadah yang tekun dan melakukan amal saleh sesuai dengan perintah dan
petunjuk Allah.
Pergilah Iblis mendatangi Ayyub untuk menyatakan sendiri sampai sejauh mana kebenaran
kata-kata pujian para malaikat kepada diri Ayyub. Ternyata memang benar, Ayyub patut
mendapat segala pujian itu. Ia mendatangi Ayyub bergelimpangan dalam kenikmatan
duniawi, tenggelam dalam kekayaan yang tidak ternilai besarnya, mengepalai keluarga yang
besar yang hidup rukun, damai dan penuh bakti. Ia mendapati Ayyub tidak silau matanya oleh
kekayaan yang ia miliki dan tidak tergoyahkan imannya oleh kenikmatan duniawinya. Siang
dan malam ia senantiasa menemui Ayyub berada di mihrabnya melakukan sholat, sujud, dan
tasyakur kepada Allah atas segala pemberian-Nya. Mulutnya tidak berhenti menyebut nama
Allah berzikir, bertasbih, dan bertahmid. Ayyub ditemuinya sebagai seorang yang penuh
kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah yang lemah, yang lapar diberinya makan, yang
tidak berpakaian diberinya pakaian, yang bodoh diajar dan dipimpin dan yang salah ditegur.
Iblis gagal dalam usahanya membujuk Ayyub. Telinga Ayyub tak mendengar segala
bisikannya dan fitnahannya. Dalam hatinya yang sudah penuh dengan iman dan takwa tidak
ada tempat lagi bagi bibit-bibit kesesatan yang ditaburkan oleh Iblis. Cinta dan taatnya
kepada Allah merupakan benteng yang ampuh terhadap serangan Iblis dengan peluru
kebohongan dan memutar balikan kebenaran yang semuanya tidak berpengaruh pada diri
Ayyub.
Akan tetapi, Iblis bukanlah Iblis jika ia berputus asa. Ia pergi menghadap kepada Allah untuk
menghasut. Ia berkata, "Wahai Tuhan, sesungguhnya Ayyub yang menyembah dan memujimuji-Mu, bertasbih dan bertahmid menyebut nama-Mu, ia tidak berbuat demikian seikhlas
dan setulus hatinya karena cinta dan taat pada-Mu. Ia melakukan itu semua dan berlaku
sebagai hamba yang saleh, tekun beribadah kepada-Mu hanya karena takut akan kehilangan
semua kenikmatan duniawi yang telah Engkau karuniakan kepadanya. Ia takut, jika ia tidak
berbuat demikian, engkau akan mencabut darinya segala nikmat yang telah ia peroleh berupa
puluhan ribu hewan ternakan, beribu-ribu hektar tanah ladang, berpuluh-puluh hamba sahaya
dan pembantu serta keluarga dan putra-putri yang saleh dan berbakti. Tidakkah semuanya itu
patut disyukuri agar tidak terlepas dari kepemilikannya dan habis terkena musibah? Di
samping itu, Ayyub masih mengharapkan agar kekayaannya bertambah menjadi berlipat
ganda. Untuk tujuan dan maksud itulah Ayyub mendekatkan diri kepada-Mu dengan ibadah
dan amal-amal salehnya dan andai kata ia terkena musibah dan kehilangan semua yang ia
miliki, niscaya ia akan mengubah sikapnya dan akan melalaikan kewajibannya beribadah
kepada-Mu."
Allah berfirman kepada Iblis, "Sesungguhnya Ayyub adalah seorang hamba-Ku yang sangat
taat kepada-Ku, ia seorang mukmin sejati. Apa yang ia lakukan untuk mendekatkan dirinya
kepada-Ku adalah semata-mata didorong oleh iman yang teguh dan ketaatan yang bulat
kepada-Ku. Iman dan takwa yang telah meresap di dalam lubuk hatinya serta menguasai
seluruh jiwa raganya tidak akan tergoyah oleh perubahan keadaan duniawinya. Cintanya
kepada-Ku yang telah menjiwa dalam amal ibadah dan kebajikannya tidak akan menurun dan
menjadi kurang, walau musibah apa pun yang akan melanda dirinya dan harta kekayaannya.
Ia yakin bahwa apa yang ia miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat Aku
cabut darinya atau menjadikannya bertambah berlipat ganda. Ia bersih dari semua tuduhan
dan prasangkamu. Engkau memang tidak rela melihat hamba-hamba-Ku, anak cucu Adam,
berada di jalan yang benar, lurus dan tidak tersesat. Dan untuk menguji keteguhan hati Ayyub
dan kebulatan imannya kepada-Ku dan kepada takdir-Ku, Aku izinkan engkau untuk

mencoba menggodanya serta memalingkannya dari pada-Ku. Kerahkanlah pembantupembantumu menggoda Ayyub melalui harta kekayaan dan keluarganya. Coba binasakanlah
harta kekayaannya dan cerai-beraikanlah keluarganya yang rukun dan bahagia itu dan lihatlah
sampai di mana kemampuanmu menyesatkan dan merusakkan iman hamba-Ku Ayyub itu."
Dikumpulkanlah oleh Iblis setan-setan, pembantunya, diberitahukan bahwa ia telah
mendapatkan izin dari Tuhan untuk mengganyang Ayyub. Merusak aqidah dan imannya dan
memalingkannya dari Tuhannya yang ia sembah dengan sepenuh hati dan keyakinan.
Jalannya ialah dengan memusnahkan harta kekayaannya sehingga ia menjadi seorang yang
papa dan miskin, mencerai-beraikan keluarganya sehingga ia menjadi sebatang kara tidak
berkeluarga, Iblis berseru kepada pembantu-pembantunya itu agar melaksanakan tugas
penyesatan Ayyub sebaik-baiknya dengan segala daya dan siasat apa saja yang dapat mereka
lakukan.
Dengan berbagai cara, akhirnya berhasillah kawanan setan itu menghancurkan kekayaan
Ayyub, yang dimulai dengan hewan-hewan ternaknya yang bergelimpangan mati satu persatu
hingga habis sama sekali. Kemudian disusul ladang-ladang dan kebun-kebun tanamannya
yang rusak menjadi kering dan gedung-gedungnya yang terbakar habis dimakan api, sehingga
dalam waktu yang sangat singkat sekali Ayyub yang kaya-raya tiba-tiba menjadi seorang
yang miskin tidak memiliki apa-apa selain hatinya yang penuh iman dan takwa, serta jiwanya
yang besar.
Setelah berhasil menghabiskan kekayaan dan harta milik Ayyub, datanglah Iblis kepadanya
menyamar sebagai orang tua yang tampak bijaksana dan berpengalaman dan berkata,
"Sesungguhnya musibah yang menimpa dirimu sangat dahsyat sekali sehingga dalam waktu
yang begitu sempit telah habis semua kekayaanmu dan hilang semua harta kekayaan
milikmu. Kawan-kawanmu merasa sedih, sedang musuh-musuhmu merasa senang dan
gembira melihat penderitaan yang engkau alami akibat musibah yang susul-menyusul
melanda kekayaan dan harta milikmu. Mereka bertanya-tanya, apakah yang menyebabkan
Ayyub tertimpa musibah yang hebat itu yang menjadikannya dalam sekejap mata kehilangan
semua harta miliknya. Sementara beberapa orang dari mereka berkata bahwa mungkin karena
Ayyub tidak ikhlas dalam ibadah dan semua amal kebajikannya, dan ada yang berkata bahwa
andaikan Allah, Tuhan Ayyub, benar-benar berkuasa, niscaya Dia dapat menyelamatkan
Ayyub dari malapetaka. Mengingat bahwa ia telah menggunakan seluruh waktunya beribadah
dan berzikir, tidak pernah melanggar perintah-Nya. Adapun yang lain menggunjingkan
dengan mengatakan bahwa mungkin amal ibadah Ayyub tidak diterima oleh Tuhan, karena ia
tidak melakukan itu dari hati yang bersih dan sifat ria, dan ingin dipuji, selain itu banyak lagi
cerita-cerita orang tentang kejadian yang sangat menyedihkan itu. Aku pun menaruh simpati
kepadamu, hai Ayyub, dan turut bersedih hati dan berduka cita atas nasib buruk yang engkau
telah alami."
Iblis yang menyerupai sebagai orang tua itu mengakhiri kata-kata hasutannya seraya
memperhatikan wajah Ayyub yang tetap tenang berseri-seri tidak menampakkan tanda-tanda
kesedihan atau penyesalan yang ingin ditimbulkan oleh Iblis dengan kata-kata racunnya itu.
Ayyub berkata kepadanya, "Ketahuilah bahwa apa yang aku telah miliki berupa harta benda,
gedung-gedung, tanah ladang dan hewan ternak, serta lain-lainnya semuanya itu adalah
barang titipan Allah yang diminta-Nya kembali setelah aku cukup menikmatinya dan
memanfaatkannya sepanjang masa. Ibarat barang pinjaman yang diminta kembali oleh
tuannya jika saatnya telah tiba. Maka segala syukur dan puji bagi Allah yang telah
memberikan karunia-Nya kepadaku dan mencabutnya kembali pula dari siapa yang Dia
kehendaki dan mencabutnya pula dari siapa saja yang Dia suka. Dia adalah yang Maha Kuasa

mengangkat derajat seseorang atau menurunkannya menurut kehendak-Nya. Kami sebagai


hamba-hamba makhluk-Nya yang lemah patut berserah diri kepada-Nya dan menerima segala
qadha' dan takdir-Nya yang kadang kala kami belum dapat mengerti dan menangkap hikmah
yang terkandung dalam qadha' dan takdir-Nya itu."
Selesai mengucapkan jawabannya kepada Iblis yang sedang duduk tercengang di depannya,
menyungkurlah Ayyub bersujud kepada Allah memohon ampun atas segala dosa dan
keteguhan iman serta kesabaran atas segala cobaan dan ujian-Nya. Iblis segera meninggalkan
rumah Ayyub dengan rasa kecewa bahwa racun hasutannya tidak termakan oleh hati hamba
Allah yang bernama Ayyub itu. Akan tetapi, Iblis tidak akan pernah berputus asa
melaksanakan sumpah yang ia telah nyatakan di hadapan Allah dan malaikat-Nya bahwa ia
akan berusaha menyesatkan Bani Adam di mana saja mereka berada. Ia merencanakan
melanjutkan usaha gangguan dan godaannya kepada Ayyub lewat penghancuran keluarganya
yang sedang hidup rukun, damai, dan penuh cinta.
Iblis datang lagi menghadap kepada Tuhan dan meminta izin meneruskan usahanya
mengganggu Ayyub. Berkata ia kepada Tuhan, "Wahai Tuhan, Ayyub tidak termakan oleh
hasutanku dan sedikit pun tidak goyah iman dan aqidahnya kepada-Mu meskipun ia sudah
kehilangan semua kekayaannya dan kembali hidup papa dan miskin karena ia masih
mempunyai putra-putra yang dapat diandalkan untuk mengembalikan semua yang hilang itu
dan menjadi sandaran serta tumpuan hidupnya di hari tuanya. Menurut perkiraanku, Ayyub
tidak akan bertahan jika musibah yang mengenai harta kekayaannya mengenai keluarganya
pula. Apalagi bila ia sangat sayang dan mencintai, maka izinkanlah aku menguji kesabaran
dan keteguhannya kali ini melalui ujian yang akan aku lakukan terhadap keluarganya dan
putra-putranya yang ia sangat sayang dan cintai itu."
Allah meluluskan permintaan Iblis itu dan berfirman, "Aku mengizinkan engkau mencoba
sekali lagi menggoyahkan hati Ayyub yang penuh iman, tawakal dan kesabaran itu dengan
caramu yang lain. Namun, ketahuilah bahwa engkau tidak akan berhasil mencapai tujuanmu
melemahkan iman Ayyub dan menipiskan kepercayaannya kepada-Ku."
Iblis lalu pergi bersama pembantu-pembantunya menuju tempat tinggal putra-putra Ayyub di
suatu gedung yang penuh dengan sarana-sarana mewah dan megah. Lalu digoyangkanlah
gedung itu hingga roboh berantakan menjatuhi dan menimbun seluruh penghuninya.
Kemudian cepat-cepatlah pergi Iblis mengunjungi Ayyub di rumahnya, menyerupai seorang
dari kawan-kawan Ayyub yang datang menyampaikan takziah dan menyatakan turut berduka
cita atas musibah yang menimpa putranya. Ia berkata kepada Ayyub dalam takziahnya, "Hai
Ayyub, sudahkah engkau melihat putra-putramu yang mati tertimbun di bawah runtuhan
gedung yang roboh akibat gempa bumi? Kiranya, wahai Ayyub, Tuhan tidak menerima
ibadahmu selama ini dan tidak melindungimu sebagai imbalan bagi amal salehmu dan sujud
rukukmu siang dan malam."
Mendengar kata-kata Iblis itu, menangislah Ayyub tersedu-sedu seraya berucap, "Allahlah
yang memberi dan Dia pulalah yang mengambil kembali. Segala puji bagi-Nya, Tuhan yang
Maha Pemberi dan Maha Pencabut."
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar
(155), (Yaitu), orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, innalillaahi wa
innaa ilahi raajiuun (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)
(156). (QS. Al-Baqarah: 155-156)

90. Nabi Ayyub Terserang Penyakit


Iblis keluar meninggalkan Ayyub dalam keadaan bersujud munajat dengan rasa jengkel dan
marah kepada dirinya sendiri karena telah gagal untuk kedua kalinya membujuk dan
menghasut Ayyub. Ia pergi menghadap Tuhan dan berkata, "Wahai Tuhan, Ayyub sudah
kehilangan semua harta benda dan seluruh kekayaannya dan hari ini ia ditinggalkan oleh
putra-putranya yang mati terbunuh di bawah runtuhan gedung yang telah kami hancurkan.
Namun, ia masih tetap dalam keadaan mental yang kuat dan sehat. Ia hanya menangis
tersedu-sedu, tapi batin, jiwa, iman, dan kepercayaannya kepada-Mu tidak goyah sama sekali.
Izinkan aku mencobanya kali ini mengganggu kesehatan badannya dan kekuatan fisiknya,
karena jika ia sudah jatuh sakit dan kekuatannya menjadi lumpuh, niscaya ia akan mulai
malas melakukan ibadah dan lama-kelamaan akan melalaikan kewajibannya kepada-Mu dan
menjadi lunturlah iman dan akidahnya."
Allah tetap menentang Iblis bahwa ia tidak akan berhasil dalam usahanya menggoda Ayyub
walau bagaimana pun besarnya musibah yang ditimpakan kepadanya dan bagaimana pun
beratnya cobaan yang dialaminya. Hal ini karena Allah telah menetapkan dia menjadi teladan
kesabaran, keteguhan iman, dan ketekunan beribadah bagi hamba-hamba-Nya. Allah
berfirman kepada Iblis, "Bolehlah engkau mencoba lagi usahamu mengganggu kesehatan
badan dan kekuatan fisik Ayyub. Aku akan lihat sejauh mana kepandaianmu mengganggu
hamba pilihan-Ku ini."
Nabi Ayyub terserang penyakit yang sangat berat. Perutnya kembung dan seluruh kulitnya
memerah dan muncul bisul-bisul berisi nanah. Jika bisul itu pecah ulat akan muncul. Iblis
kembali membisikinya, Apakah engkau masih akan terus beribadah? Lihatlah keadaanmu
sekarang. Tidakkah kau marah pada Tuhanmu?
Pergilah! sentak Ayyub. Nikmat Allah padaku jauh lebih banyak dari pada ujiann-Nya.
Karena penyakit tersebut, semua orang meninggalkannya. Tamu yang biasa datang ke
rumahnya meminta pertolongan, tak satu pun yang menolongnya. Suatu hari istrinya pun
berkata, Suamiku, bukankah engkau seorang nabi. Mengapa engkau tidak berdoa saja
kepada Allah agar Ia menyembuhkan sakitmu? Allah pasti akan mengabulkannya.
Aku malu pada Allah. Dia telah memberi kenikmatan pada kita selama 80 tahun. Sementara,
ujian yang Dia berikan baru sebentar, jawab Nabi Ayyub.
Nabi Ayyub kemudian meminta petunjuk dari Allah. Allah lalu memerintahkan kepadanya
untuk menghentakkan kakinya ke tanah, yang mana dari tanah tersebut keluarlah air. Nabi
Ayyub diminta untuk meminum dan mandi dari sumber air tersebut. Penyakit kulit dari
tubuhnya pun hilang. Perlahan usaha dan doanya membuahkan hasil. Ia kembali memiliki
harta dan keturunan dalam jumlah yang lebih banyak dari sebelumnya.
(Allah berfirman), Entakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk
minum (42), Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulka kembali) keluarganya dan
Kami lipat gandakan jumlah mereka, sebagai rahmat Kami dan pelajaran bagi orang-orang
yang berpikir sehat (43). (QS. Shaad: 42-43)
91. Kaum Madyan

Syu'aib adalah salah satu dari empat nabi bangsa Arab. Tiga nabi lainnya adalah Hud, Saleh,
dan Muhammad SAW. Ia seorang nabi yang dijuluki juru pidato karena kecakapan dan
kefasihannya dalam berdakwah.
Nabi Syu'aib A.S. diutus ke tengah kaum Madyan yang tinggal di Ma'an, suatu daerah di
pinggir Syam (sekarang Suriah), yang berbatasan dengan Hijjaz dan dekat Danau Luth.
Sesuai namanya, bangsa Madyan adalah bangsa Arab yang bernasab dari Madyan bin
Ibrahim
AS.
Kaum ini menyembah Aikah, yaitu sebidang tanah padang pasir yang ditumbuhi sejumlah
pohon.

Apakah tidak sampai kepada mereka berita (tentang) orang-orang yang sebelum mereka,
(yaitu) kaum Nuh, Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negerinegeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa buktibukti yang nyata; Allah tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri
mereka sendiri. (QS. At-Taubah: 70)
92. Dakwah Nabi Syuaib
Masyarakat Madyan terkenal korup dan menjalankan praktek-praktek perdagangan yang
curang. Mereka menggunakan alat ukur yang besar kalau membeli dan menggunakan alat
ukur yang kecil kalau menjual, sehingga kekayaan bertumpuk pada segelintir orang saja.
Dalam kondisi demikian, Nabi Syu'aib AS memperingatkan kaumnya agar meninggalkan
praktek-praktek yang curang itu, tetapi ia ditanggapi dengan kasar, bahkan mereka
mengancam akan menyiksa dan merajamnya jika ia tidak mau menghentikan dakwahnya.
Akhirnya Nabi Syu'aib AS dan pengikutnya pindah ke negeri lain, karena penduduk Madyan
sudah tidak bisa diharapkan lagi. Beberapa saat setelah Nabi Syu'aib dan pengikutnya pergi,
tiba-tiba penduduk Madyan dikejutkan oleh adanya gempa maha dahsyat sehingga mereka
mati bergelimpangan.
Nabi Syu'aib dan pengikutnya pindah ke negeri Aikah sesuai petunjuk Allah SWT yang
memang menugaskannya berdakwah di sana. Ternyata penduduk Aikah juga sama
durhakanya dengan penduduk Madyan. Mereka menolak ajakan Nabi Syu'aib untuk
menyembah Allah. Mereka bahkan mengejek dan menantang Nabi Syu'aib agar
menyegerakan azab yang dijanjikan Allah.
Oleh karena kedurhakaan mereka ini, akhirnya turunlah azab Allah SWT berupa iklim panas
yang membakar dan menyesakkan dada. Dengan sia-sia kaumnya lari kesana-sini mencari
tempat perlindungan. Saat mereka kebingungan, tiba-tiba muncul segumpal awan hitam.
Orang-orang menyangka bahwa itu adalah awan pertolongan. Ketika kaum durhaka itu
bernaung di bawahnya, tiba-tiba awan itu mengeluarkan gemuruh yang dahsyat dan
menghancurkan mereka semua.
Binasalah kaum yang durhaka itu. Satu pun tak ada yang tersisa. Hanya Nabi Syu'aib AS dan
para pengikutnya yang bisa selamat berkat rahmat dan perlindungan Allah SWT.

Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Dia berkata, Wahai
kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi
takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik
(makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang
membinasakan (Kiamat). (QS. Hud: 84)
Lalu datanglah gempa menimpa mereka, dan mereka pun mati bergelimpangan di dalam
reruntuhan rumah mereka. (QS. Al-Araf: 91)
93. Kaum Nabi Yunus
Nabi Yunus bin Mata diutus oleh Allah SWT untuk menghadapi penduduk Ninawa, suatu
kaum yang keras kepala, penyembah berhala, dan suka melakukan kejahatan. Berulang kali
Nabi Yunus AS memperingatkan mereka, tetapi mereka tidak mau berubah, apalagi karena
Nabi Yunus AS bukan dari kaum mereka. Hanya ada 2 orang yang bersedia menjadi
pengikutnya, yaitu Rubil dan Tanuh. Rubil adalah seorang yang alim bijaksana, sedang Tanuh
adalah seorang yang tenang dan sederhana.
Oleh karena tak mendapat sambutan yang baik dari penduduk Ninawa, Nabi Yunus memberi
ultimatum pada kaumnya, jika dalam tempo 30 hari mereka tidak mau insyaf, tidak bertaubat
kepada Allah, maka akan diturunkan siksa. Akan tetapi, Allah mencela batas waktu yang
ditetapkan Nabi Yunus, dan memerintahnya untuk menambahnya menjadi 40 hari. Nabi
Yunus pun menuruti perintah Allah, dan mengabarkan pada kaumnya bahwa batas waktu
mereka diubah menjadi 40 hari. Namun, rupanya kaumnya tidak menggubris tenggang waktu
itu. Mereka malah menantang dan berani menunggu datangnya siksa itu.
Merasa kesal, Nabi Yunus lalu pergi meninggalkan penduduk Ninawa menuju suatu tempat.
Sepeninggal Nabi Yunus AS, setelah 40 hari tiba-tiba muncullah awan gelap di pagi hari,
semakin siang mereka melihat cahaya merah seperti api hendak turun dari langit. Mereka
sangat ketakutan. Berbondong-bondong mereka mencari Nabi Yunus, tapi tak ada seorang
pun yang tahu di mana keberadaannya.
Mereka lalu bertobat dan berdoa dengan khusyu kepada Allah. Semua orang, baik laki-laki
maupun perempuan, tak ketinggalan juga anak-anak menangis dan mengembalikan barangbarang rampasan kepada pemiliknya. Maka Allah SWT menerima taubat mereka, dan
mencabut kembali azab-Nya.
Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus). Ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia
menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang
sangat gelap, Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk
orang-orang yang zalim. (QS. Al-Anbiya: 87)
94. Nabi Yunus dalam Perut Ikan Paus
Setelah meninggalkan kaum Ninawa, Nabi Yunus AS tiba di suatu tempat di pinggir laut. Di
sana ia menjumpai sejumlah orang yang bergegas naik perahu. Nabi Yunus meminta izin pada
mereka agar diperbolehkan ikut, dan mereka mengizinkannya. Namun, ketika berada di
tengah laut tiba-tiba badai menerjang. Sang nahkoda meminta salah satu dari penumpang
untuk turun agar yang lain terselamatkan. Setelah diundi berkali-kali, selalu nama Nabi
Yunus AS yang keluar, sehingga ia pun pasrah. Ia menganggap bahwa itu sudah kehendak
Allah SWT, dan ia pun terjun ke laut.

Begitu melompat ke laut, tiba-tiba seekor ikan besar menelannya dan membawanya ke pantai.
Di dalam perut ikan itu Nabi Yunus menyadari kesalahannya telah meninggalkan kaumnya. Ia
pun berdoa dan bertaubat kepada Allah memohon ampunannya. Atas kesungguhan doanya,
maka sesampainya di pantai, Nabi Yunus dikeluarkan kembali dari perut ikan dalam keadaan
sakit dan lemah. Setelah Allah mengembalikan kesehatan dan kekuatannya, Nabi Yunus AS
mendapat wahyu agar kembali ke Ninawa untuk membina kaumnya yang sudah sadar itu.
Dan sungguh, Yunus benar-benar termasuk salah seorang rasul (139), (Ingatlah) ketika dia
lari, ke kapal yang penuh muatan (140), Kemudian dia ikut diundi, ternyata dia termasuk
orang-orang yang kalah (dalam undian) (141), Maka dia ditelan oleh ikan besar dalam
keadaan tercela (142), Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berzikir
(bertasbih) kepada Allah (143), Niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai
Hari Berbangkit (144). (QS. Ash-Shaffat: 139-144)
95. Nabi Zulkifli Menang Sayembara
Seseorang yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk menjadi nabi dan rasul adalah hamba
yang terbaik, sabar, dan saleh. Tersebutlah nama Nabi Zulkifli alaihis salam di antaranya.
Ayah Nabi Zulkifli bernama Nabi Ayyub alaihis salam. Ibunya bernama Rahmah. Dengan
demikian, Nabi Zulkifli masih terhitung cucu Nabi Ibrahim alaihis salam. Sebetulnya nama
asli Nabi Zulkifli ialah Basyar. Namun, karena ia selalu mampu memegang amanat dan janji,
maka dijuluki Zulkifli. Secara sederhana, Zulkifli berarti orang yang sanggup.
Sejak kecil hingga dewasa, Nabi Zulkifli belum pernah berbohong kepada siapa pun. Semua
janji yang diucapkannya senantiasa ditepati, sehingga teman-teman dan orang-orang sangat
senang kepadanya. Selain itu, ia cepat dikenal masyarakat lantaran semua tingkah lakunya
mencerminkan kebaikan dan kebenaran. Sikap dan pendiriannya tidak mudah goyah.
Emosinya benar-benar terkontrol secara baik. Saat ditimpa cobaan dan mendapat masalah, ia
pun menerimanya secara sabar, tanpa mau mengeluh atau bercerita ke orang lain. Ia lebih
suka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nabi Zulkifli dibesarkan di sebuah negara yang dipimpin oleh seorang raja yang arif dan
bijaksana. Raja tidak suka mementingkan dirinya. Semua pikiran, tenaga, dan harta
kekayaannya ditumpahkan demi wilayah dan bangsa yang dicintainya. Wajar bila seluruh
rakyatnya hidup makmur dalam suasana kedamaian. Sayangnya raja itu sudah sangat tua dan
tidak memiliki keturunan sama sekali. Sang raja sangat bingung dan gelisah mengenai
penggantinya kelak, termasuk nasib negara dan warganya.
Berhari-hari sang raja memikirkan persoalan tersebut. Ia pun meminta pertimbangan dan
berdiskusi dengan para penasehat istana. Akhirnya ditemukan jalan keluar terbaik, yakni
mengadakan sayembara terbuka. Dalam tempo cepat pengumuman sayembara sudah tersebar
ke seluruh daerah kekuasaannya. Di antara materi sayembara itu ialah untuk memberi
kesempatan kepada seluruh rakyatnya agar bisa memimpin negaranya. Adapun caranya,
rakyat diminta hadir di halaman istana yang luas pada hari dan waktu yang telah ditentukan.
Saat yang ditunggu tiba. Sejak pagi hari rakyat berbondong-bondong datang memenuhi alunalun istana untuk mengikuti sayembara. Nabi Zulkifli as ada di antara kerumunan massa.
Mereka harap-harap cemas menanti kemunculan raja di panggung utama. Beberapa dari
mereka ada yang percaya diri dan yakin akan bisa duduk di atas singgasana menggantikan
raja. Setelah para pengawal istana berusaha menenangkan rakyat, raja baru menampakkan

diri dengan baju kebesarannya. Spontan terdengar gemuruh tepuk tangan menandai rasa
hormat dan cintanya terhadap raja.
Raja berdiri di mimbar. Ia memandangi lautan manusia yang telah menyemut dan menanti
pernyataannya. Rakyat terdiam, suasana hening. Beginilah kata-kata sang Raja:
Wahai seluruh rakyat yang aku cintai, seperti diketahui, kini aku sudah lanjut usia. Aku pun
tidak mempunyai keturunan yang bisa meneruskan kejayaan kerajaan ini. Sementara aku
tidak akan lama lagi berada di antara kalian. Sebagaimana yang berlaku selama ini, titah raja
selalu dituruti dan tingkah lakunya diikuti rakyatnya. Oleh karena itu, aku akan mengambil
salah satu dari kalian yang terbaik. Sebagai persyaratan utama, orang yang akan menempati
posisiku adalah orang yang pada siang hari melakukan puasa dan malam hari mengerjakan
ibadah. Demikian isi pidato raja dengan nada bicara yang tegas dan berwibawa.
Seusai memberikan penjelasan, raja mempersilakan rakyatnya yang merasa sanggup dengan
persyaratannya agar mengangkat tangannya. Namun, setelah ditunggu beberapa lama, tidak
ada seorang pun yang berani mengacungkan jarinya. Bagi mereka, ketentuan itu jelas sangat
berat. Tiba-tiba Nabi Zulkifli mengangkat tangan, melangkah ke hadapan raja, kemudian
berkata dengan mantap, tapi tetap rendah hati. Maaf baginda, kiranya hamba sanggup
menjalankan puasa pada siang hari dan mengerjakan ibadah pada malam hari.
Semua yang hadir terkejut, tak terkecuali raja. Raja tidak yakin kepadanya mengingat usia
Nabi Zulkifli masih sangat muda. Raja mengamati Nabi Zulkifli secara detail dari ujung
rambut hingga ujung kaki. Nabi Zulkifli kembali menegaskan, Wahai paduka, hamba tidak
main-main dengan ucapan hamba. Apa yang paduka minta akan hamba laksanakan. Raja
terdiam sejenak, lantas memutuskan untuk mengabulkan permohonan Nabi Zulkifli. Selang
beberapa menit acara sayembara usai. Rakyat membubarkan diri, pulang ke rumah masingmasing.
Dan (ingaatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang
saleh. (QS. Al-Anbiya: 85)
96. Musa Kecil Dihanyutkan ke Sungai
Suatu ketika, Fir'aun bermimpi, yang oleh dukun peramalnya mimpi itu diartikan dengan
akan lahirnya seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan merampas kekuasaan raja.
Seketika itu Fir'aun menginstruksikan seluruh pasukannya untuk membunuh setiap bayi lakilaki
yang
lahir.
Ibu Musa, Yukabad, istri Imron bin Qahat bin Lewi bin Yaqub AS, merasa sangat gelisah
karena begitu ketatnya penyelidikan para petugas. Suatu ketika ibu Musa mendapat petunjuk
melalui mimpinya agar anaknya yang berusia 3 bulan dimasukkan ke dalam kotak lalu
dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin bahwa bayinya pasti akan selamat, bahkan
Yukabad kelak tetap akan dapat merawatnya.
Isyarat itu dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan tawakal. Kakak Musa diperintahkan
untuk mengikuti ke mana peti itu hanyut dan di tangan siapakah Musa nanti ditemukan.
Kotak yang berisi bayi itu tiba-tiba tersangkut di pohon dan berhenti di belakang rumah
Fir'aun. Putri Fir'aun menemukan peti tersebut, dan ia adalah seorang yang memiliki penyakit
belang. Ketika menyentuh Musa, mendadak penyakitnya sembuh. Dengan perasaan gembira

ia membawa peti itu kepada Asiah, istri Fir'aun, dan memberitahu apa yang telah terjadi.
Asiah mengambil bayi itu dan berniat untuk membesarkannya.
Asiah adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT. Namun, lantaran takut oleh
kekejaman Fir'aun, ia menyembunyikan keimanannya. Ketika itu Fir'aun mendengar adanya
wanita cantik bernama Asiah, dan ia pun menikahinya. Akan tetapi, ketika ia hendak
menggauli istrinya itu, seluruh badannya tiba-tiba menjadi kaku sehingga ia pun tidak bisa
mendekatinya,
hanya
bisa
memandangnya.
Fir'aun merasa curiga terhadap bayi yang ditemukan istrinya, tetapi Asiah tetap bersikeras
untuk membesarkannya karena ia sudah lama mendambakan anak. Bayi itu oleh Asiah diberi
nama Musa, yang artinya air dan pohon (mu = air, sa = pohon).
Di antara sejumlah inang pengasuh pilihan Asiah, bayi Musa hanya mau menyusu pada
Yukabad, sehingga Asiah akhirnya menerima Yukabad sebagai inang pengasuh Musa.
Dengan demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap akan mendapatkan kembali bayinya
terpenuhi.
Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau
khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut
dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu,
dan menjadikannya salah seorang rasul. (QS. Al-Qashash: 7)
97. Nabi Musa Meninggalkan Mesir
Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Musa dikembalikan lagi ke istana Fir'aun. Ia
dipelihara sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian seperti Fir'aun, mengendarai
kendaraan Fir'aun, sehingga ia dikenal sebagai Pangeran Musa bin Fir'aun.
Walaupun dididik dalam tradisi istana, sejak kecil Musa memahami bahwa ia bukan anak
Fir'aun melainkan keturunan Bani Israil yang tertindas. Oleh karena prihatin terhadap nasib
rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad untuk
membela kaumnya yang lemah.
Suatu saat tindakan Musa membela seorang anggota kaumnya yang berkelahi melawan
seorang dari golongan Fir'aun menyebabkan orang itu tewas. Seorang saksi yang melihat
kejadian itu lalu melaporkan pada Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela orang Israil,
Fir'aun segera memerintahkan orang untuk menangkap Musa. Akhirnya Musa melarikan diri
dan memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan memohon ampun kepada
Allah. Saat itu ia berusia 18 tahun.
Dan dia (Musa) masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka dia
mendapati di dalam kota itu dua orang laki-laki sedang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan yang seorang (lagi) dari pihak musuhnya (kaum Firaun).
Orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk (mengalahkan) orang
yang dari pihak musuhnya, lalu Musa berkata, Ini adalah perbuatan setan. Sungguh, dia
(setan itu) adalah musuh yang jelas menyesatkan). (QS. Al-Qashash: 15)
98. Nabi Musa Menikah

Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu'aib AS. Dari Mesir ke Madyan harus
ditempuh berjalan kaki selama 8 hari. Karena kelelahan dan merasa lapar, Musa beristirahat
di bawah pepohonan. Tak jauh dari tempatnya beristirahat, ia melihat dua orang gadis
berusaha berebut untuk mendapatkan air di sumur guna memberi minum ternak yang mereka
gembalakan. Kedua gadis itu berebutan dengan sekelompok pria-pria kasar yang tampak
tidak mau mengalah.
Melihat itu, Musa segera bergerak menolong kedua gadis tersebut. Laki-laki kasar tadi
mencoba melawan Musa, tapi Musa dapat mengalahkan mereka.
Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Nabi Syu'aib AS. Mereka lalu melaporkan kejadian
yang telah dialami bersama Musa kepada ayah mereka. Syu'aib lalu menyuruh kedua putrinya
untuk mengundang Musa datang ke rumah mereka.
Musa memenuhi undangan itu. Keluarga Syu'aib sangat senang melihat Musa. Sikapnya
sopan dan tampak sekali ia seorang pemuda bermartabat dari kalangan bangsawan. Kepada
Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa pembunuhan yang telah dilakukannya, yang
menyebabkan ia terusir dari Mesir. Syu'aib menyarankan agar ia tetap tinggal di rumahnya
agar terhindar dari kejaran orang-orang Fir'aun.
Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang putrinya. Sebagai syarat mas
kawin, Musa diminta bekerja menggembalakan ternak-ternak milik Nabi Syu'aib selama 8
tahun. Musa menyanggupi syarat tersebut, bahkan ia menggenapkan masa kerjanya menjadi
10 tahun. Ia menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama itu, nampaklah oleh keluarga
Syu'aib bahwa Musa adalah pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat diandalkan. Tak
salah jika Nabi Syu'aib mengambilnya sebagai menantu. Musa sangat bahagia hidup bersama
istrinya. Nabi Syu'aib juga lega karena anaknya mendapat pelindung yang dapat dipercaya.
Salah seorang dari kedua perempuan itu berkata, Wahai ayahku! Jadikanlah ia sebagai
pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai
pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya (26), Dia berkata,
Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua
anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan
tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dirimu,
dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku
termasuk orang yang baik (27), Dia (Musa) berkata, Itu (perjanjian) antara aku dan
engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak
ada tuntutan (tambahan) atas diriku (lagi). Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita
ucapkan (28). (QS. Al-Qashash: 26-28)
99. Musa kembali ke Mesir
Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat kembali ke sana bersama istrinya.
Musa sadar, tidak mustahil bahwa orang-orang Mesir masih akan mencarinya. Oleh karena
itu, ia dan istrinya tidak berani melalui jalan biasa melainkan memilih jalan memutar.
Sampai suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana yang harus ditempuh untuk
meneruskan perjalanan ke Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya terang benderang di
atas sebuah bukit. Musa berkata kepada istrinya, "Tunggu di sini, aku akan mengambil api itu
untuk menerangi jalan kita."

Tatkala Musa menghampiri api tersebut, tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai Musa! Aku
ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di
lembah suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku."
Inilah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa AS. Dengan diterimanya
wahyu ini, maka Musa telah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai rasul, Allah SWT
memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular dan tangannya yang
dapat bersinar putih cemerlang setelah dikepitkan di ketiaknya.
Maka ketika Musa telah menyelesaikan waktu yang telah ditentukan itu dan dia berangkat
dengan keluarganya, dia melihat api di lereng gunung. Dia berkaata kepada keluarganya,
Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa
suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sepercik api, agar kita dapat
menghangatkan badan (29), Maka ketika dia (Musa) sampai ke (tempat) ia itu, dia diseru
dari (arah) pinggir sebelah kanan lembah, dari sebatang pohon, di sebidang tanah yang
diberkahi, Wahai Musa! Sungguh, Aku adalah Allah, Tuhan seluruh alam! (40) (QS. AlQashas: 29-30)

Anda mungkin juga menyukai