Islam
admin 2015-01-13
19 76 111.5K 264
Masa muda atau usia remaja adalah saat orang-orang mulai mengenal dan merasakan
manisnya dunia. Pada fase ini, banyak pemuda lalai dan lupa, jauh sekali lintasan
pikiran akan kematian ada di benak mereka. Apalagi bagi mereka orang-orang yang
kaya, memiliki fasilitas hidup yang dijamin orang tua. Mobil yang bagus, uang saku
yang cukup, tempat tinggal yang baik, dan kenikmatan lainnya, maka pemuda ini
merasa bahwa ia adalah raja.
Di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ada seorang pemuda yang kaya,
berpenampilan rupawan, dan biasa dengan kenikmatan dunia. Ia adalah Mushab bin
Umair. Ada yang menukilkan kesan pertama al-Barra bin Azib ketika pertama kali
melihat Mushab bin Umair tiba di Madinah. Ia berkata,
Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah
dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga.
Ia adalah di antara pemuda yang paling tampan dan kaya di Kota Mekah. Kemudian
ketika Islam datang, ia jual dunianya dengan kekalnya kebahagiaan di akhirat.
Mushab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih sedikit)
setelah kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam dilahirkan pada tahun 571 M (Mubarakfuri, 2007: 54), sehingga Mushab bin
Umair dilahirkan pada tahun 585 M.
Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy; Mushab bin Umair bin Hasyim bin
Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.
Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, Mushab adalah seorang
pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat
menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal Mushab
adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah
orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan
jejak di jalan yang ia lewati. (al-Jabiri, 2014: 19).
Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling
bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mushab bin Umair.
(HR. Hakim).
Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana
makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makana sudah
ada di hadapannya.
Demikianlah keadaan Mushab bin Umair. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan
banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang ibunya, membuatnya tidak pernah merasakan
kesulitan hidup dan kekurangan nikmat.
Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali
bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu anhum.
Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain. Ketika intimidasi terhadap dakwah
Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam
radhiyallahu anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa, jauh dari pengawasan
orang-orang kafir Quraisy.
Mushab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala, pecandu
khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia
mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang.
Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan nenek moyang semata.
Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam. Ia
mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam di rumah al-Arqam dan menyatakan
keimanannya.
Suatu hari Utsmani bin Thalhah melihat Mushab bin Umair sedang beribadah kepada
Allah Taala, maka ia pun melaporkan apa yang ia lihat kepada ibunda Mushab. Saat
itulah periode sulit dalam kehidupan pemuda yang terbiasa dengan kenikmatan ini
dimulai.
Hari demi hari, siksaan yang dialami Mushab kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari
pergaulannya, Mushab juga mendapat siksaan secara fisik. Ibunya yang dulu sangat
menyayanginya, kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya. Warna kulitnya berubah
karena luka-luka siksa yang menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai terlihat
mengurus.
Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak ada lagi fasilitas kelas satu yang ia
nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah. Ali bin Abi Thalib
berkata, Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di
masjid. Lalu muncullah Mushab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar
dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihatnya,
beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum
memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang (HR. Tirmidzi No.
2476).
Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu anhu berkata, Dahulu saat bersama orang
tuanya, Mushab bin Umair adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia
mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya
pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai
tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia. (Siyar
Salafus Shaleh oleh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).
Saat datang di Madinah, Mushab tinggal di tempat Asad bin Zurarah. Di sana ia
mengajrkan dan mendakwahkan Islam kepada penduduk negeri tersebut, termasuk
tokoh utama di Madinah semisal Saad bin Muadz. Dalam waktu yang singkat, sebagian
besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan setelah
taufik dari Allah- akan kedalaman ilmu Mushab bin Umair dan pemahamanannya yang
bagus terhadap Alquran dan sunnah, baiknya cara penyampaiannya dan kecerdasannya
dalam berargumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak terburu-buru.
Hal tersebut sangat terlihat ketika Mushab berhadap dengan Saad bin Muadz. Setelah
berhasil mengislamkan Usaid bin Hudair, Mushab berangkat menuju Saad bin Muadz.
Mushab berkata kepada Saad, Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar
(apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan,
maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi. Saad
menjawab, Ya, yang demikian itu lebih bijak. Mushab pun menjelaskan kepada Saad
apa itu Islam, lalu membacakannya Alquran.
Saad memiliki kesan yang mendalam terhadap Mushab bin Umair radhiyallahu anhu
dan apa yang ia ucapkan. Kata Saad, Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah
mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam, tentang kemuliaan
dan kemudahannya. Kemudian Saad berkata, Apa yang harus kami perbuat jika kami
hendak memeluk Islam? Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkan dua kalimat
syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat. Jawab Mushab. Saad pun melakukan apa
yang diperintahkan Mushab.
Setelah itu, Saad berdiri dan berkata kepada kaumnya, Wahai Bani Abdu Asyhal, apa
yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian? Mereka menjawab, Engkau
adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus
tabiatnya.
Lalu Saad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu besarnya
wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi mereka, Saad
berkata, Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara kepadaku
sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!
Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim.
Karena taufik dari Allah kemudian buah dakwah Mushab, Madinah pun menjadi tempat
pilihan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah. Dan kemudian
kota itu dikenal dengan Kota Nabi Muhammad (Madinah an-Nabawiyah).
Wafatnya
Mushab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan. Pada Perang Uhud,
ia mendapat tugas serupa. Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sahabat
yang mulia ini. Ia berkata:
Mushab bin Umair radhiyallahu anhu membawa bendera perang di medan Uhud. Lalu
datang penunggang kudak dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah al-Laitsi
(yang mengira bahwa Mushab adalah Rasulullah), lalu ia menebas tangan kanan
Mushab dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mushab membaca ayat:
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. (QS. Ali Imran: 144).
Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu Qumai-ah datang kembali dan
menebas tangan kirinya hingga terputus. Mushab mendekap bendera tersebut di
dadanya sambal membaca ayat yang sama:
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. (QS. Ali Imran: 144).
Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, Aku telah
membunuh Muhammad.
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).
(QS. Al-Ahzab: 23).
Setelah itu, beliau berkata kepada jasad Mushab, Sungguh aku melihatmu ketika di
Mekah, tidak ada seorang pun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya
daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.
Tak sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah.
Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila
ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda,
Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.
Mushab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu usianya 40 tahun.
Di masa kemudian, setelah umat Islam jaya, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu
yang sedang dihidangkan makanan mengenang Mushab bin Umair. Ia berkata,
Mushab bin Umair telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain
yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah. (HR. Bukhari no. 1273). Abdurrahman
bin Auf pun menangis dan tidak sanggup menyantap makanan yang dihidangkan.
Penutup
Semoga Allah meridhai Mushab bin Umair dan menjadikannya teladan bagi pemuda-
pemuda Islam. Mushab telah mengajarkan bahwa dunia ini tidak ada artinya dibanding
dengan kehidupan akhirat. Ia tinggalkan semua kemewahan dunia ketika kemewahan
dunia itu menghalanginya untuk mendapatkan ridha Allah.
Mushab juga merupakan seorang pemuda yang teladan dalam bersemangat menuntut
ilmu, mengamlakannya, dan mendakwahkannya. Ia memiliki kecerdasan dalam
memahami nash-nash syariat, pandai dalam menyampaikannya, dan kuat
argumentasinya.
Sumber:
al-Jabiri, Adnan bin Sulaiman. 2014. Shirah ash-Shahabi al-Jali: Mushab bin Umair.
Jeddah: Dar al-Waraq al-Tsaqafah
Mubarakfury, Shafiyurrahman. 2007. ar-Rahiq al-Makhtum. Qatar: Wizarah al-Awqaf
wa asy-Syu-un al-Islamiyah