Anda di halaman 1dari 80

1

Qashash Al-Thair wa Al-Hayawân fî Al-Quran Al-


Karîm1
Dr. Hamid Ahmad Al-Thahir

Kairo: Dâr Al-Ghad Al-Jadîd


1427 H- 2006 M

Penerjemah: Jejen Musfah dan Ojun Rojun

1
Diterbitkan oleh penerbit Mizan, Bandung, 2009.
2

Daftar Isi
Pengantar Penulis
1. Burung Gagak dan Kedua Anak Adam
2. Unta Saleh
3. Biri-biri dan Ismail a.s.
4. Serigala dan Tujuh Sapi
5. Ikan Paus dan Yunus a.s.
6. Ular, Katak, Belalang, dan Kutu
7. Manna, Salwa, dan Anak Sapi Samiri
8. Sapi Bani Israil
9. Ikan, Musa, dan Khidir a.s.
10. Keledai Bul‘am
11. Semut, Burung Hud Hud, dan Nabi Sulaiman
12. Keledai Nabi ‗Uzair
13. Binatang Ashabul Ukhdud
14. Gajah Abrahah
15. Anjing Ashabul Kahfi
3

PENGANTAR PENULIS

Segala puji milik Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Kami
memuji-Nya sebagai orang-orang yang bersyukur. Kami bersyukur pada-Nya sebagai
orang-orang yang memuji. Tuhanku, pada-Mu kami bertawakal, dan pada-Mu kami
kembali. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad hamba-Nya dan Rasul-Nya. Ya Allah, salawat, salam, dan keberkahan
semoga selalu bersama Nabi, keluarga, dan para sahabatnya semua.
Al-Quran Al-Karim kitab Allah. Allah menurunkannya sebagai petunjuk bagi
seluruh alam. Al-Quran berisi petunjuk dan pelajaran. Banyak pelajaran terdapat dalam
kisah-kisah dan peristiwa-peristiwa yang telah diceritakan Al-Quran. Sungguh indah
bahwa beberapa petunjuk dan pelajaran disampaikan melalui lisan binatang dan burung.
Kadang kita berkhayal bahwa mereka tidak mengerti sesuatu, namun kita heran saat
menemukan bahwa beberapa binatang dan burung mengerti pengajaran Tuhannya lebih
baik daripada sebagian Bani Adam.
Inilah hal yang akan tergambar dalam beberapa kisah dalam buku ini, di mana
beberapa karakter burung dan binatang telah tertulis dalam Al-Quran Al-Karim; agar
kita bisa mengambil pelajaran dan petunjuk dari kisah-kisah ini.
4

1. BURUNG GAGAK DAN KEDUA ANAK ADAM

“Allah Swt. berfirman, „Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya


kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan
kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka (Habil) diterima dan dari yang lain
(Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, „Sungguh, aku pasti membunuhmu!‟ Dia
(Habil) berkata, „Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang
bertakwa.‟
„Sungguh, jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk
membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Aku takut
kepada Allah, Tuhan seluruh alam.‟
„Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa
(membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka; dan
itulah balasan bagi orang yang zalim.‟ Maka, nafsu (Qabil) mendorongnya untuk
membunuh saudaranya. Kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah
ia termasuk orang yang rugi.
Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk
diperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya mengubur mayat
saudaranya. Qabil berkata, „Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat
seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat mengubur mayat saudaraku ini?! Maka
jadilah dia termasuk orang yang menyesal,‖ (QS Al-Maidah [5]: 27-31).
Adam durhaka pada Tuhan-nya. Adam memakan buah khuldi yang telah Allah
haramkan baginya dan istrinya di surga. Sebagai hukumannya, Adam dan Hawa
diturunkan ke bumi, meninggalkan surga dan beragam kenikmatannya. Hal ini
merupakan kemenangan pertama bagi setan atas Adam dan keturunannya, setelah ia
tercampakkan dari rahmat Allah karena menolak bersujud bersama para malaikat
kepada Adam atas perintah Allah Swt. Namun, Allah menerima taubat Adam dan
Hawa, dan mengampuni dosanya. Bumi merupakan tempat bertaubat, bukan tempat
siksaan. Maka setan merasa sangat sedih menerima kenyataan tersebut. Ia pun
menunggu kesempatan yang tepat untuk menggoda Adam dan keturunannya agar
durhaka kepada Allah.
Kehidupan di dunia ini sangat sulit dan menyakitkan karena sebelumnya Adam
dan Hawa merasakan kenikmatan surga. Di surga keduanya merasa kenyang, tidak lapar
dan haus. Surga tempat istirahat, dan tidak melelahkan. Sebaliknya, hidup di dunia
harus bekerja dengan gigih dan tekun. Bekerja agar mampu membeli makanan dan
minuman. Jika tidak, maka perut akan berbunyi karena lapar, dan hati akan terbakar
karena haus.
Adam dan Hawa dapat melihat dan merasakan kelelahan dan kesakitan tersebut,
maka keduanya sangat sedih karena telah berpisah dengan surga dan beragam
kenikmatannya. Keduanya pun menangis berharap dapat kembali merasakan
kenikmatan dan kesenangan surga. Namun, tidak akan masuk surga kecuali setelah
kematian. Sepasang suami-istri itu pun, Adam dan Hawa, menghadapi kehidupan dunia
yang melelahkan. Adam a.s. berfikir serius: ―Aku dan Hawa hanya berdua, tidak ada
orang ketiga bagi kami, maka untuk siapakah syariat yang telah Allah berikan
kepadaku?‖
Adam ingat janji Allah Swt. bahwa anak dan keturunannya akan bertebaran di
muka bumi ini, maka ia pun menunggu saat kelahiran anak-anaknya tersebut. Waktu
5

terus berputar, hamillah Hawa. Ini merupakan kehamilan pertama di muka bumi. Adam
merasa senang dan sangat bahagia. Tibalah saat melahirkan setelah sempurna sembilan
bulan usia kandungan yang disertai kelemahan dan kepayahan yang dirasakan Hawa
selama mengandung tersebut. Saat itu merupakan masa yang sulit dan mencemaskan.
Bau kematian muncul berkali-kali pada saat itu, seakan-akan Hawa melihat dengan
mata kepalanya sendiri.
Namun jeritan kedua bayi menghilangkan kesakitan dan kepayahannya. Senyum
pun kembali menghampiri Adam dan Hawa. Allah telah menganugerahi keduanya dua
anak kembar: laki-laki dan perempuan. Adam memberi nama Qabil untuk anak laki-
lakinya, dan menamai anak perempuannya: Iqlima. Iqlima memiliki paras yang sangat
cantik, sehingga orang tidak akan berpaling jika memandang wajahnya.
Tidak berlangsung lama, setelah melewati beberapa bulan, Hawa hamil lagi. Di
perutnya terdapat dua janin bayi lagi yang baru. Dalam masa hamil tersebut Hawa
merasakan kebahagiaan dan juga kesakitan, sehingga ia merasa mendekati kematian
sebelum anak kembarnya itu lahir. Sembilan bulan pun tiba. Lahirlah anak kembar itu:
laki-laki dan perempuan. Laki-laki bernama Habil dan perempuan bernama Lubuda.
Adam pun memuji Allah Swt. atas karunia anak tersebut.
****
Setiap orang akan percaya bahwa pendidikan bagi empat anak yang dilahirkan
dalam waktu berdekatan sangat penting sekaligus sangat sulit, apalagi pada zaman tidak
ada seorang pun di muka bumi ini kecuali sosok Ibu dan Ayah yang memiliki empat
anak. Tidak ada penolong yang lain dalam kesulitan mendidik anak-anak tersebut.
Namun Allah Swt. memberkati Adam dalam merawat kedua anak laki-laki dan
kedua anak perempuannya. Mereka tumbuh dewasa dalam pengawasan ayah mereka,
Adam, dan kasih sayang Ibu mereka, Hawa. Dan Iqlima mampu menyejukkan bagi
mereka yang memandangnya, karena dipenuhi kecantikan dan feminim, sedangkan
Lubuda tidak secantik Iqlima. Hal tersebut tidak meresahkan Adam dan Hawa,
keduanya mencintai Iqlima dan Lubuda sama besarnya.
Qabil dan Habil bekerja membantu Adam a.s. Qabil memilih menjadi petani,
mencangkul, dan bercocok tanam, serta memanennya untuk kebutuhan makan
keluarganya dan untuk memberi makan binatang ternak yang dipelihara oleh Habil.
Habil mengembala ternaknya di ladang yang hijau, agar kualitas peliharaannya baik,
sehingga semua anggota keluarganya bisa meminum susunya dan memakan dagingnya.
Sementara itu Iqlima dan Lubuda membantu Hawa di rumah. Keduanya
menjaga hasil kebun, memasak, dan membuat pakaian dan penutup kepala dari bulu
unta dan bulu kambing. Keduanya juga membuat beragam alat untuk beristirahat bagi
ketiga laki-laki di rumah itu, yang dengan sekuat tenaga menyiapkan segala kebutuhan
keluarga kecil mereka.
Tidak ada hal yang merusak kebahagiaan hidup keluarga sederhana itu. Hingga
tibalah masanya anak-anak untuk menikah. Di bumi ini tidak ada yang lain kecuali
anak-anak Adam. Allah membolehkan seorang saudara laki-laki menikah dengan
saudara perempuannya. Namun dengan satu syarat!! Seorang saudara laki-laki tidak
boleh menikah dengan saudara perempuannya yang dilahirkan pada kehamilan yang
sama. Namun ia menikah dengan saudara perempuan adiknya. Dengan demikian Qabil
menikah dengan Lubuda, dan Habil menikah dengan si cantik Iqlima.
Syariat itu diharamkan kemudian. Manusia bertambah banyak dan berbeda-beda
di banyak bangsa. Syariatpun berubah atas perintah Allah. Tidak diperbolehkan seorang
laki-laki menikah dengan saudara perempuannya. Selamanya.
6

Adam berniat mengabarkan hal tersebut kepada anak-anaknya. Adam berkata


sambil tersenyum:
―Tibalah waktunya menikah bagi anak-anak kami, sehingga kami akan melihat
cucu-cucu.‖ Kedua anak perempuan itu tersipu malu. Dan kedua anak laki-laki itu
merasa bahagia. Adam pun melanjutkan perkataannya:
―Qabil akan menikah dengan Lubuda. Habil dengan Iqlima.‖
Saat senyum kebahagiaan mereka belum reda, Qabil berkata setengah berteriak,
dan penuh dendam:
―Habil tidak akan pernah menikahi Iqlima. Iqlima hanya milikku. Aku lebih
berhak atas Iqlima dibanding Habil.‖
Dalam situasi penolakan penuh amarah itu, Adam yang pengasih tidak
terpancing, bahkan ia berkata dengan lembut:
―Qabil…, Allah telah mengharamkan Iqlima untukmu. Ia hanya halal untuk
Habil. Ini merupakan perintah Allah. Taatlah pada perintah-Nya.‖
Qabil menjawab:
―Aku tidak akan patuh kecuali pada jiwaku. Aku tidak akan pernah menikah
dengan Lubuda yang jelek. Seharusnya ia menikah dengan Habil.‖
Qabil memandang Iqlima. Ia menemukan kecantikan yang teramat sangat pada
diri Iqlima. Ia pun merasakan letupan api yang menyala-nyala di dalam hati dan
dadanya. Tidak seorang pun tahu bahwa itu adalah api kedengkian terhadap saudaranya
Habil yang tak berdosa. Hanya saja Allah telah menghalalkan baginya menikah dengan
Iqlima. Jadi bukan kehendak diri Habil.
Sementara itu di sudut yang jauh, dan tidak seorang pun yang tahu, setan
menertawakan sikap Qabil, yakni setelah ia melihat kecantikan pada diri Iqlima, maka
ia menyalakan api kedengkian, semangat, dan ketamakan di dadanya; melanggar
perintah Allah Swt.
***
Qabil keluar rumah. Api kedengkian hampir saja membakar dan membunuh
dirinya. Ia berjalan sambil menunduk tanpa arah tujuan? Ia hanya berjalan terus. Dalam
pikirannya hanya ada satu tujuan: ―Bagaimana caranya agar ia bisa menikah dengan
Iqlima?‖
Inilah mangsa bagi setan. Tidak ada kesulitan baginya untuk merayu Qabil,
maka ia menghampiri hati Qabil tanpa sepengetahuannya. Setan pun mulai berbisik:
―Habil. Anak itu memiliki tempat yang khusus di hati Adam. Ia lebih mencintai
Habil daripada engkau. Adam akan menikahkannya dengan si cantik Iqlima, dan
menyisakan untukmu Lubuda yang jelek.‖
Qabil tergoda oleh rayuan setan. Setan pun menyalakan lagi api rayuannya:
―Habil. Seorang pengembala yang pekerjaannya hanya keluar bersama beberapa
kambing dan bersantai di sekitar piaraannya itu. Sementara engkau adalah seorang
petani yang bangun pada pagi hari sebelum makhluk yang lain bangun. Engkau
bersusah payah mencangkul tanah, menaburkan benih, bercocok tanam, dan memanen
hasilnya. Lalu engkau hanya mendatapkan Lubuda, dan Habil berhasil memperoleh
Iqlima.‖
Qabil telah tertutup mata hatinya. Ia lupa bahwa setiap pekerjaan tidak ada yang
mudah dan ringan. Kedengkian dan ketamakan telah membutakan Qabil dalam
memahami saudaranya. Sebenarnya Habil juga bersusah payah dalam memelihara
ternak, memberinya minum dan makan, dan menjaganya dari ancaman serigala. Namun
suara kedengkian telah bersemayam dalam hatinya dan semakin bertambah besar
7

sehingga ia berbisik pada dirinya sendiri: ―Aku akan menikahi Iqlima dengan cara apa
pun!!‖
Akhirnya Qabil pulang ke rumah dan melihat ayahnya yang sedang menunggu
kedatangannya. Kesedihan menyelimuti wajah Adam karena takut rayuan setan telah
menguasai anaknya, padahal ia tak sedikitpun membedakan anak-anaknya. Adam
berkata:
―Perhatikanlah anakku. Qabil, berkurbanlah kepada Allah dengan sesuatu dari
hasil kebunmu dan sampaikanlah kurban itu hanya kepada Allah. Demikian pula Habil
menyerahkan kurbannya kepada Allah.‖
―Siapa di antara kalian berdua yang diterima kurbannya, dialah suami Iqlima
yang cantik jelita.‖
Qabil dan Habil menerima tawaran tersebut. Keduanya pun bersiap-siap untuk
berkurban kepada Allah.
***
Pada zaman dahulu terdapat banyak keajaiban. Di antara keajaiban itu adalah
bahwa ketika seorang hamba berkurban, maka ia meletakkan kurbannya di atas puncak
gunung. Jika Allah menerima kurbannya, maka api putih turun dari langit
menyambarnya. Namun jika Allah menolaknya, maka kurban itu akan tetap ada, tidak
ada yang mendekatinya, baik itu manusia maupun burung, bukti bahwa Allah tidak
meridai hamba itu dan kurbannya.
Habil yang baik, pergi ke gunung membawa binatang peliharannya yang paling
baik, yaitu yang paling gemuk dan paling kuat, untuk diberikannya kepada Tuhan
sebagai kurban. Habil cinta pada Allah, dan pecinta memberi kekasihnya sesuatu yang
paling berharga. Sedangkan Qabil, ia telah memilih untuk menikahi Iqlima. Terjadilah
apa yang seharusnya terjadi. Ia tidak bersusah payah menyiapkan kurban yang baik,
bahkan ia berkurban dengan buah dan sayur yang buruk, sebagai kurban untuk
Tuhannya.
Dua bersaudara itu berkumpul di tempat yang sama. Keduanya mendaki gunung
hingga mencapai puncaknya untuk meletakkan kurban mereka masing-masing. Habil
dan Qabil menunggu waktu untuk mengetahui hasilnya. Waktu berlalu terasa sangat
lambat. Habil merasa senang dan gembira, karena rida terhadap keputusan (qadha) yang
akan diterimanya dari Allah. Qabil berharap pada dirinya sendiri, bahwa kurbannya
akan diterima. Jiwanya dipenuhi dengki terhadap saudaranya.
Tibalah saat yang ditunggu-tunggu, api putih yang besar meluncur seperti panah,
menyambar kurban Habil dalam sekejap mata. Sedangkan kurban Qabil masih utuh.
Allah menghendaki Iqlima untuk Habil. Ia pun bersujud sebagai tanda syukur kepada
Allah.
Setan tidak berhenti merayu Qabil, seperti anak kecil bermain sepak bola. Ia
selalu menghadirkan rupa si cantik Iqlima dalam pikiran Qabil. Setan membisikinya
bahwa Adam mendoakan Habil, dan tidak mendoakannya. Ia berbisik:
―Kerjakanlah sesuatu sebelum kau kehilangan pujaan hatimu.‖
―Aku akan membunuhmu, Habil,‖ katanya pada Habil.
Habil menjawab dengan tenang, ―Allah menerima amal orang-orang yang
bertakwa.‖
Habil lebih kuat dibanding Qabil, namun iman mencegahnya untuk melukai dan
menjauhi permusuhan. Ia berkata:
8

“‟Sungguh, jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk


membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Aku takut
kepada Allah, Tuhan seluruh alam.‟
„Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa
(membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka; dan
itulah balasan bagi orang yang zalim.‟ Maka, nafsu (Qabil) mendorongnya untuk
membunuh saudaranya. Kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah
ia termasuk orang yang rugi,‖ (QS Al-Maidah [5]: 27-31).
Habil mampu membunuh Qabil atau melindungi dirinya sendiri, namun ia takut
kemarahan Allah karena membunuh saudaranya. Ia lebih rida mematuhi perintah Allah,
maka ia menolak tipu daya dan bisikan setan. Sedangkan Qabil sudah siap melakukan
apa pun demi mendapatkan Iqlima. Qabil meraih batu dan mencari Habil. Saat Habil
sedang tekun dengan pekerjaannya, Qabil memukul kepalanya dari arah belakang, darah
mengalir, dan ia pun meninggal.
Di tempat yang jauh dari Qabil, setan tertawa riang, setelah ia mampu
mengeluarkan kedua orang tuanya dari surge, ia juga mampu membujuk seorang
saudara membunuh saudaranya sendiri setelah menanamkan rasa permusuhan di hati
Qabil.
Itulah awal perbuatan dosa di dunia, awal darah mengalir, awal bangkai terbujur,
dan dosa yang besar adalah membunuh manusia tidak bersalah dan membunuh jiwa
yang diharamkan Allah kecuali dengan jalan hak; bahkan sama dengan membunuh
seperenam penduduk bumi—jika manusia membunuh manusia lainnya.
***
Qabil tidak pernah melihat mayat sebelumnya, dan tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya ketika salah di antara mereka meninggal dunia. Ia pun menggendong
mayat Habil, tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Lalu ia berjalan dengan wajah
nampak kehausan dan penuh kasih. Saat merasa letih ia pun beristirahat, sambil duduk.
Tiba-tiba ia melihat pemandangan yang langka, dua ekor burung gagak sedang
bertarung, seperti dua orang yang sedang bergulat. Pertarungan semakin sengit sehingga
salah satu dari burung itu terbunuh.
Burung gagak yang terbunuh jatuh ke bumi, seperti jatuhnya Habil. Burung
gagak yang hidup turun menghampirinya dan meletakkannya di atas tanah. Kedua
kakinya menggali lubang, menarik mayat burung itu dan memasukannya ke lubang, lalu
menimbunnya dengan tanah. Kemudian burung gagak itu meninggalkannya setelah
menguburkannya.
Qabil memahami bahwa Allah mengutus burung gagak itu kepadanya agar
mengajarkannya cara menguburkan mayat saudaranya. Ia pun berucap, ―Oh, celaka
aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini?‖ (QS Al-Maidah [5]: 31).
Qabil melangkah, lalu menggali lubang untuk saudaranya. Ia pun
menguburkannya, sehingga menjadi kuburan pertama di muka bumi ini.
Adam merasa kehilangan setelah tahu bahwa anaknya terbunuh. Air matanya
mengalir, sambil berdoa semoga Allah mengampuni Qabil. Kesedihannya teramat
dalam, sehingga Allah menganugerahinya seorang anak lagi yang bernama Syits.
Sedangkan Qabil menerima balasan yang serupa; ia dibunuh oleh anaknya
sendiri, dan Allah menyiksanya. Sesungguhnya setiap orang yang terbunuh hingga hari
kiamat, dosa pembunuhnya dilimpahkan pada Qabil, karena ia merupakan orang
pertama yang membunuh.
9

Demikianlah, burung gagak menjadi guru bagi manusia.

Pelajaran Berharga:
1. Setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia, maka seyogyanya tidak
taat padanya.
2. Taat terhadap perintah Allah dan menjalankan apa yang diwajibkan-Nya
pada kita.
3. Kebencian, kedengkian, dan ketamakan merupakan kunci-kunci setan.
4. Menafkahkan di jalan Allah harta yang terbaik.
10

2. UNTA SALEH

Kaum ‗Ad hancur setelah kufur terhadap ayat-ayat Allah. Setelah


kehancurannya, datanglah kaum yang kuat, berperawakan besar, dan bangunan
rumahnya yang kokoh. Di antara kaum tersebut ada yang bernama Umar Al-wahid,
yang berumur panjang. Kaum Tsamud, itulah nama kaumnya.
Allah telah menganugerahkan kaum tersebut kekuatan fisik, kesehatan, dan
umur panjang. Di antara mereka ada yang membangun rumah dari pohon, daun, dan
rantingnya. Namun rumah itu hancur sebelum pemiliknya meninggal. Mereka pun
berfikir untuk membangun rumah di gunung, maka mereka membangunnya di bagian
tempat tinggal mereka, yaitu Al-Ahqaf.
Di antara mereka ada yang sangat kuat, ia pergi mengambil batu besar,
memahatnya, melubanginya, dan menjadikannya sebagai rumah untuknya dan
keluarganya.
Inilah bukti kekuatan laki-laki kaum Tsamud. Setelah bergulirnya waktu,
manusia lupa nikmat-nikmat Allah, sehingga mereka ingkar pada Allah. Mereka
memahat patung, dan menyembahnya seperti yang pernah dilakukan kaum Nuh
sebelumnya, yaitu ‗Ad.
Allah bermaksud member petunjuk kepada mereka, dengan mengutus seorang
laki-laki dari mereka, yang telah mereka kenal akhlak baiknya, keturunannya yang
mulia, dan ucapannya yang dapat dipercaya.
Allah mengutus Saleh a.s. kepada mereka. Ia membawa misi agar kaumnya tidak
menyembah patung, namun hanya menyembah Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Saleh menghampiri kaumnya, mengingatkan mereka pada Allah:
―Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tidak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya.‖
Namun mereka menjawab:
―…mengapa engkau melarang kami menyembah apa yang disembah oleh nenek
moyang kami? Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap
apa (agama) yang engkau serukan pada kami,‖ (QS Hud, [11]: 62).
Setelah berusaha mengingatkan mereka kepada nikmat-nikmat Allah yang telah
mereka rasakan, Saleh berkata:
―Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti
(yang berkuasa) sesudah kaum „Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu
dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya
untuk dijadikan rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu
membuat kerusakan di bumi,‖ (QS Al-A‘raf [7]: 74).
Tidak ada yang beriman kepada Saleh, kecuali orang-orang yang lemah dari
kaumnya, yaitu mereka yang melihat asal-usul yang baik, dan ucapan yang dapat
dipercaya dalam diri Saleh. Mereka beriman kepada utusan yang dapat dipercaya itu.
Saleh selalu menyeru kaumnya, namun mereka tetap mendustakannya, dan tidak
beriman padanya. Saleh tidak putus asa dan selalu sabar atas kejahatan kaumnya
terhadap dirinya dan pengikutnya.
Semakin semangat Saleh berdakwah, semakin bertambah kaumnya
mendustakannya. Mereka meminta Saleh sesuatu yang aneh.
―Mohonlah pada Tuhanmu agar menurunkan bukti kebenaranmu, sehingga kami
percaya pada kerasulanmu.‖
―Ya Allah, tunjukanlah pada mereka sebuah bukti agar mereka percaya.‖
11

―Berkumpullah bersama kami pada hari raya. Kami akan meminta bukti dari
tuhan kami, dan engkau akan minta bukti pada Tuhanmu.‖
Tibalah hari raya itu. Kaum Saleh berkumpul dengan membawa patung-patung
mereka. Mereka sepakat bahwa Saleh berdoa pada Tuhannya agar menunjukkan sebuah
bukti kerasulan, sedangkan mereka berdoa pada tuhan mereka agar tidak mengabulkan
doa Saleh.
Seorang laki-laki kaum Tsamud yang bernama Jundu‘ bin Amr berkata: ―Saleh,
keluarkanlah dari batu besar ini seekor sapi betina, yang tidak seperti biasanya. Jika
engkau mampu kami akan beriman.‖ Saleh berdoa pada Tuhannya.
Mereka berdoa pada tuhan mereka. Tidak henti-hentinya mereka menertawakan
Saleh yang sedang berdoa pada Tuhannya. Tiba-tiba…batu itu pecah dan keluarlah
seekor sapi betina yang sedang hamil tua. Ketika semua orang menyaksikannya, sapi itu
melahirkan anaknya. Jundu‘ dan sebagian kaum Saleh, beriman padanya, sedangkan
yang lainnya tetap dalam kekufuran.
Saleh berkata: ―Unta ini akan minum dalam satu hari, dan kalian minum di hari
berikutnya.‖
Kaum Tsamud menyaksikan keajaiban sapi ini dan anaknya, yaitu meminum air
sumur hingga habis. Lalu mereka meminum air susu sapi ini hingga kenyang.
Pada hari berikutnya giliran mereka yang minum air. Kemudian, esoknya sapi
itu kembali menghampiri sumur, air pun naik, lalu sapi meminumnya sampai habis.
Sapi itu pun kembali ke asalnya. Demikianlah, seharusnya Tsamud beriman dengan
adanya bukti-bukti tersebut. Namun mereka tetap dalam kekufuran dan
pembangkangannya.
***
Shunaim bin Harawan menikah dengan seorang perempuan kaya raya bernama
Shaduq. Saat ia telah beriman, ia mendermakan hartanya untuk Saleh dan orang-orang
mukmin. Namun Shaduq mencelanya karena ia seorang kafir.
Shaduq membawa anak-anaknya dan menyembunyikan mereka di rumah anak-
anak pamannya. ―Kembalikan anak-anakku,‖ kata Shunaim.
Shaduq menolak permintaan suaminya. Maka keduanya meminta pendapat
anak-anak paman Shaduq, sedangkan mereka adalah orang-orang mukmin, sehingga
mereka mengembalikan anak-anak itu pada Shunaim.
Kebencian Shaduq semakin bertambah terhadap Saleh a.s. karena suaminya
mendermakan harta padanya, beriman, dan memisahkan dirinya dengan anak-anaknya.
Ia memiliki seorang teman, ‗Unaizah bint Ghanam, seorang kafir. Ia mempunyai
seekor kambing yang sedang hamil tua. Ketika kambing itu melihat sapi Saleh, maka ia
berlari mendahuluinya, namun ia tidak mendapatkan air untuk diminum. ‗Unaizah pun
marah.
Keduanya sama marah terhadap terhadap Saleh dan orang-orang mukmin, dan
sepakat untuk membunuh sapi itu, sehingga Saleh marah karenanya.
Saat keduanya memberikan sejumlah uang pada seorang laki-laki untuk
membunuh sapi, ia menolaknya. Ia berfikir hal itu perbuatan keji. Sapi itu bukan
sembarang sapi; sapi itu bukti yang datang dari sisi Allah.
Namun seorang laki-laki bernama Mushadda‘ bin Mahraj mencintai Shaduq dan
ingin memilikinya. Ia setuju untuk membunuh sapi. Ia mencari orang-orang untuk
membantunya melaksanakan perbuatan dosa ini. Quddar bin Salaf, temannya, setuju
terhadap rencana jahat itu; ia merupakan orang yang terpandang di kaumnya.
12

Kemudian keduanya mencari teman lainnya sehingga jumlah mereka menjadi


sembilan laki-laki. Mereka berbuat kerusakan di bumi, dan tidak memeliharanya.
Mereka beranggapan bahwa Quddar bin Salaf merupakan orang yang paling dirindukan.
Saleh tinggal di masjid. Kaumnya memberi nama masjid itu ―Masjid Saleh.‖
Saat subuh tiba ia menemui kaumnya.
Quddar dan para sahabatnya berusaha membunuh Saleh a.s., namun malaikat
menghalangi orang-orang itu, dan melempar mereka dengan batu.
Saat mereka putus asa karena tidak mampu membunuh Saleh, mereka mencari
sapi. Quddar bin Salaf mengeluarkan anak panah dan meletakkannya di busurnya,
menunggu hingga sapi keluar. Panah itu mengenai leher sapi, dan matilah sapi tersebut.
Mereka menghampiri sapi dan menyembelihnya, serta memakan dagingnya.
Kaum Saleh sadar akan dosa yang telah mereka lakukan. Mereka menemui
Saleh sambil menangis. ―Temuilah anak sapi itu. Saat kalian menemukannya, semoga
Allah mengampuni dosa kalian,‖ demikian saran Saleh a.s. kepada kaumnya.
Saat mereka sedang mencari anak sapi itu, mereka menemukannya telah masuk
ke dalam batu besar, tempatnya keluar dulu bersama ibunya, setelah ia melenguh
dengan keras.
Saleh tahu bahwa sekarang siksa telah datang pada kaumnya. Kehancuran pasti
terjadi pada kaumnya. Ia pun berkata pada kaumnya:
―Bersenang-senanglah di rumah kalian selama tiga hari. Kemudian siksa akan
menghampiri kalian. Itulah janji yang pasti ditepati‖.
Tanda siksa itu adalah pada hari pertama wajah mereka akan menguning; hari
kedua wajah mereka akan memerah; dan hari ketiga wajah mereka akan berubah hitam.
Pada hari pertama mereka mendapati wajah mereka menguning. Masing-masing
mereka memberitahukan perubahan tersebut. Demikian pula pada hari kedua wajah
mereka berubah merah, seperti yang dikatakan Saleh, sehingga mereka yakin terhadap
siksa itu. Saleh dan orang-orang mukmin pergi meninggalkan negerinya menuju Syam.
Tibalah hari ketiga, wajah kaum Tsamud menghitam seperti aspal, maka mereka
membalsem tubuh mereka, mereka saling mengkafani satu sama lain, menjatuhkan diri
mereka di atas tanah, dan menunggu siksa yang akan mereka terima.
Datanglah sebuah teriakan yang keras dari langit (suara yang sangat keras, yang
memekakkan telinga, dan mengakibatkan manusia mati karena kerasnya), sehingga hati
mereka copot, dan mereka pun mati semuanya. Tidak ada yang tersisa dari mereka,
besar maupun kecil. Tidak ada yang selamat kecuali seorang perempuan yang terus
berlari; ia kafir, ia meninggal saat meminum air. Sebelum meninggal ia sempat
menceritakan apa yang terjadi pada kaumnya.
Sedangkan Saleh dan orang-orang mukmin selamat. Mereka tinggal di Syam,
hingga nabi Saleh a.s. meninggal dunia.
Nabi Muhammad Saw. pernah melewati negeri kaum Tsamud saat
perjalanannya menuju Perang Tabuk. Orang-orang muslim minum dari sumur-sumur
negeri itu dan mengadon gandum dengan air ini, maka Nabi meminta mereka
memuntahkan air yang telah diminum oleh mereka dan tidak mengadon dengan airnya.
Nabi meminta mereka minum dari sumur yang dipakai sapi tempat minumnya. Nabi dan
para sahabat menangis saat memasuki negeri itu, sehingga mereka tidak mengalami apa
yang terjadi pada kaum Tsamud sebelumnya.
Pelajaran Berharga:
1. Hanya menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
13

2. Tidak boleh takabur dengan kekuatan yang Allah telah berikan pada seorang
hamba, karena kekuatan Allah amat luas. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
3. Bersyukur atas segala nikmat Allah, dan tidak mengingkarinya.
4. Kemaksiatan akan mengakibatkan siksa yang besar.
14

3. BIRI-BIRI ISMAIL A.S.

Tidak ada yang beriman pada Ibrahim, kecuali Sarah anak perempuan
pamannya, dan menjadi istrinya, dan anak laki-laki saudaranya, Luth. Setelah keluar
dari Babil, Irak, Ibrahim sampai di Syam. Allah memberinya wahyu:
―Aku menjadikan tanah ini bagimu dan keturunanmu‖.
Ibrahim tinggal di Syam, hingga akhirnya tibalah masa kemarau yang panjang.
Ibrahim dan Sarah pergi ke Mesir. Raja Mesir saat itu punya kebiasaan buruk,
bahwa saat ia melihat wanita cantik, maka ia akan menjadikannya miliknya. Para
pengawal menemui raja dan mengatakan bahwa wanita cantik itu bernama Sarah,
datang bersama suaminya. ―Bawalah wanita itu ke hadapanku,‖ perintah Raja. Ibrahim
takut raja menyakiti Sarah jika ia tahu bahwa ia adalah istrinya.
Maka ia berkata pada Sarah, ―Di dunia ini, selain aku dan engkau tidak ada yang
muslim. Jika engkau ditanya, katakanlah bahwa engkau adalah saudaraku.‖
Sarah setuju terhadap saran Ibrahim, dan berdoa kepada Allah Swt.: ―Ya Allah,
jika engkau mengetahui bahwa aku beriman padamu, kepada utusanmu, dan aku
menjaga kemaluanku kecuali pada suamiku, maka jangan biarkan orang kafir
menguasaiku.‖ Raja bermaksud menyentuhnya, saat ia sudah hamper dekat, tiba-tiba
tangannya lumpuh. ―Apa yang terjadi?‖, Tanya Raja.
―Ini perbuatan Tuhanku,‖ jawab Sarah.
―Berdoalah pada Tuhanmu, aku tidak akan melukaimu.‖
Sarah mendoakannya, namun Raja kembali melakukan perbuatannya.
Tangannya lumpuh lagi. Sarah kembali berdoa, setelah ia berjanji tidak akan
menyentuhnya lagi. Namun Raja mengulanginya lagi untuk ketiga kalinya. Sarah
kembali mendoakannya. ―Ini adalah kebenaran. Demi Allah, aku tidak akan pernah
melukaimu,‖ kata Raja.
Raja berkata kepada para pengawalnya, ―Apakah engkau membawa kepadaku
seorang perempuan atau setan?‖
Raja mengembalikan Sarah pada Ibrahim, dan memberinya uang dan hadiah,
kambing dan sapi, dan memberinya seorang budak perempuan, Hajar.
Sarah kembali menemui Ibrahim, dan melihatnya sedang salat. ―Allah telah
melindungiku dari orang zalim. Raja memberiku Hajar,‖ kata Sarah.
Ibrahim kembali ke Syam bersama Sarah. Istrinya yang cantik itu mempunyai
segala hal yang didambakan oleh setiap lelaki, kecuali satu hal, bahwa ia belum bisa
melahirkan seorang anak, sedangkan ia kini telah menjadi seorang nenek dan Ibrahim
seorang kakek.
Sarah merasakan apa yang ada dalam pikiran Ibrahim, maka ia memberikan
Hajar pada suaminya untuk dinikahi. Allah memberinya seorang keturunan yang saleh
yang kelak akan memakmurkan bumi setelah Ibrahim. Ibrahim menikah dengan Hajar
yang berkebangsaan Mesir.
Setelah sembilan bulan mengandung, ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang
tampan untuk Ibrahim.
Setelah hamil sembilan bulan Hajar melahirkan seorang bayi laki-laki yang
tampan, Ismail.
Kehadiran Ismail menjadikan suasana rumah yang berbeda, ada keriangan dan
keceriaan di sana. Karenanya, hati Sarah terusik. Ia menduga bahwa sekarang Hajar
akan melebihi dirinya; ia berharap seandainya Allah memberinya seorang anak seperti
halnya Hajar.
15

Ibrahim memiliki sifat yang mulia, sehingga disebut ―Bapak Dua Tamu‖, bahwa
jika tidak ada tamu yang mengunjunginya, ia akan mencarinya. Pada saat ia sedang
duduk di depan rumahnya, datanglah para lelaki yang berpakaian serba putih.
―Assalamu‘alaikum‖.
―Semoga keselamatan juga menyertai orang-orang yang kami tidak kenal,‖
jawab Ibrahim.
Ia menemui keluarganya, lalu menghidangkan daging anak sapi jantan yang
gemuk, dan mempersilahkan para tamu untuk menyantapnya.
―Kalian tidak makan,‖ Tanya Ibrahim heran.
Namun mereka tetap tidak menyentuh makanan tersebut. ―Sebenarnya siapa
kalian. Sungguh kami sangat takut pada kalian‖.
―Jangan takut. Kami adalah malaikat Allah yang diutus bagi kaum Luth‖.
Sarah memerhatikan kejadian tersebut dari dekat, sehingga ia tertawa melihat
ketakutan suaminya, karena sesungguhnya ia tahu bahwa mereka adalah para malaikat.
Malaikat berkata pada Sarah, ―Kami membawa kabar gembira dengan kehadiran
seorang anak yang cerdas.‖
Sarah terperanjat: seorang nenek-nenek yang mandul bisa melahirkan, dan
suaminya seorang kakek-kakek; ini merupakan sesuatu yang ajaib.
―Aku sudah tua, bagaimana kau bisa menyampaikan kabar gembira ini,‖ Tanya
Ibrahim.
―Kami tidak main-main, janganlah termasuk orang-orang yang berputus asa,‖
para Malaikat meyakinkan.
―Orang yang berputus asa dari rahmat Allah adalah orang yang tersesat,‖ timpal
Ibrahim.
Sarah hamil, lalu melahirkan Ishaq; Ibrahim bahagia karenanya:
―Segala puji milik Allah yang telah memberikan Ismail dan Ishaq pada masa
tuaku. Sesungguhnya Allah Mahamendengar doa‖.
Sarah merasa kurang nyaman dengan kehadiran Hajar, maka ia meminta Ibrahim
membawanya jauh darinya.
Allah mewahyukan pada Ibrahim untuk mengabulkan permohonan Sarah; pergi
bersama Hajar dan Ismail. Allah akan memberkati dan menjadikan keturunannya penuh
berkah.
Ibrahim berjalan hingga sampai ke negeri Paran—sekarang Jabal Makkah. Hajar
masih punya setengah roti dan sekantung air. Ibrahim meninggalkannya bersama
anaknya.
―Kau meninggalkan kami di sini tanpa air dan makanan, serta tak ada seorang
pun,‖ tanya Hajar.
Ibrahim tak menjawab. Ia tetap diam.
―Apakah Allah memerintahkanmu untuk melakukan hal ini?‖
―Ya‖.
―Allah tidak akan menyia-nyiakan kami‖.
Kemudian Ibrahim pergi menuju Syam. Ia berdoa pada Allah: ―Tuhan kami, aku
menempatkan keturunanku di lembah yang tidak ada tanaman di rumah-Mu tanah
haram. Tuhan kami, jadikanlah hati manusia mencintai mereka, dan berilah mereka
rezeki dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.‖
Allah mencukupi segala kebutuhan Hajar dan bayinya, Ismail, yang hidup di
gurun pasir yang luas.
16

Air dan roti telah habis. Hajar dan Ismail kehausan, namun tidak ada air. Ia
berjalan sampai jauh dari Ismail, hingga ia tidak bisa melihat anaknya menangis
kehausan. Hajar naik gunung Shafa; itulah tempat yang paling dekat, ia berharap bisa
menemukan air.
Lalu ia berlari-lari kecil—karena merasa lelah, hingga sampai ke gunung
Marwah, namun ia tidak menemukan air, dan tidak melihat seorang pun.
Ia kembali dan mengira bahwa anaknya telah mati.
Namun sungguh ajaib, di bawah kedua kaki Ismail terdapat air. Allah telah
memancarkannya. Hajar berseru, ―zum…zum‖; ia khawatir air itu akan segera habis.
Lalu ia minum, dan member minum anaknya dari sumur zam-zam.
Rombongan pedagang yang sedang lewat melihat seekor burung terbang
mengitari gurun—pertanda ada air, maka mereka menghampiri tempat itu untuk
mengetahui apa yang terjadi.
Mereka melihat air, Hajar, dan Ismail. Mereka minta izin tinggal di tempat ini.
―Kalian boleh tinggal di sini…namun kalian tidak berhak atas air ini,‖ kata Hajar.
Akhirnya, Hajar dan Ismail tinggal bersama kabilah Jurhum, setelah mereka
membawa seluruh keluarga mereka.
Ismail hidup di tengah-tengah mereka, dan belajar bahasa Arab. Mereka kagum
terhadap kejujuran, ketekunan salat, dan kenabiannya. Mereka menikahkannya dengan
salah satu perempuan mereka, sehingga Ismail memberikan keturunan dari mereka. Dan
terpenuhilah janji Allah terhadap Ibrahim.
Ibrahim rindu pada anaknya, Ismail. Ia menyiapkan perbekalan untuk perjalanan
dari Syam ke Makkah.
Saat Ibrahim bermaksud minum di sumur zam-zam, ia melihat seorang pemuda
di bawah pohon yang sedang meraut anak panah di dekat sumur. Saat Ismail
melihatnya, ia mengenalinya, maka ia bangkit menghampirinya untuk berbincang
dengan ayahnya, kekasih Allah (khalîlullâh) yang tidak pernah dilihatnya dalam masa
yang lama.
Kemudian Ismail mengajak Ibrahim ke rumahnya. Saat Ibrahim tidur ia
bermimpi menyembelih anaknya—mimpi para nabi merupakan wahyu dari Allah.
Ibrahim memanggil anaknya, Ismail.
―Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, „Wahai ayahku!
Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang yang sabar,‘‖ (QS Al-Shaffât [37]: 102).
Ibrahim membawa tali dan pisau. Iblis menemui keduanya dengan menyamar
sebagai seorang laki-laki.
―Kau hendak ke mana, pak tua?‖
―Kami mau ke bukit‖.
―Mungkin saja setan menemuimu dalam mimpi dan menyuruhmu menyembelih
anakmu‖.
Ibrahim mengenali Iblis. ―Menjauhlah dariku, wahai musuh Allah‖. Lalu setan
menemui Ismail. ―Ayahmu akan membunuhmu, Ismail‖.
―Lakukanlah apa yang Allah perintahkan…karena patuh dan taat pada Allah,‖
kata Ismail.
Ibrahim dan Ismail sampai di bukit. Rasa kebapakan Ibrahim muncul; ia adalah
seorang ayah disamping sebagai nabi. Ia akan menyembelih anaknya yang baru saja
bertemu dengannya setelah bertahun-tahun berpisah. Ibrahim berkata pada ayahnya,
17

―Ayah, jika akan menyembelihku, perkuatlah ikatannya, tutuplah mukaku, sehingga kau
tidak melihat wajahku—yang bisa menyebabkan kau melanggar perintah Allah,
copotlah bajuku untuk mengkafaniku.‖
―Anakku, engkau sebaik-baik penolong dalam menjalankan perintah Allah‖.
Ibrahim mengasah pisau yang akan memotong urat leher buah hatinya. Ismail
berbaring dan menyerahkan segalanya pada Allah.
Tiba-tiba ada suara memanggil:
―Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh,
demikianlah kami member balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata,‖ (QS Al-Shaffât [37]: 104-106).
Ibrahim menoleh, ia melihat biri-biri putih tua, sebagai tebusan bagi Ismail.
Ibrahim senang tiada tara.
Air matanya berlinang membasahi janggutnya yang putih, dipeluknya Ismail:
―Anakku, hari ini kau diserahkan padaku‖.
***
Tempat Ka‘bah al-bait al-haram telah hilang menjadi sebuah bukit rendah yang
merah.
Allah mewahyukan pada Ibrahim, ―Bangunlah sebuah rumah untukku di sini.‖
Ibrahim menemui Ismail.
―Allah menyuruh kita menyucikan rumah-Nya untuk orang-orang tawaf, iktikaf,
rukuk, dan sujud‖.
Lalu keduanya menuju tempat rumah itu, dan bersiap-siap untuk membangunnya
sambil berdoa:
―Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi baitullah bersama Ismail,
(seraya berdoa), „Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah
Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang
yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri
kepada-Mu dan tunjukanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji), dan
terimalah taubat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima taubat, Maha
Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan
mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan
Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang
Mahaperkasa, Mahabijaksana,‖ (QS Al-Baqarah [2]: 127-129)
Ibrahim membuat tanda sebagai petunjuk bagi manusia untuk memulai dan
mengakhiri tawaf.
―Anakku, carilah sebuah batu yang paling bagus untuk kujadikan tanda di sini‖.
Ismail datang terlambat. Saat ia datang, Allah telah menurunkan batu hitam (hajar
aswad) dari langit pada Ibrahim.
―Ya Allah, kami telah selesai membangun rumah-Mu‖.
―Perintahkan orang-orang untuk melaksanakan haji‖.
―Bagaimana caranya, sedangkan suaraku lemah‖.
―Kewajibanmu adalah menyeru; Aku yang akan menyampaikannya. Katakanlah:
‗hai manusia, diwajibkan bagimu berhaji ke rumah tua, Ka‘bah. Maka kalian telah
memenuhi kewajiban pada Tuhan.‘‖
Ibrahim berdiri di dataran tinggi menyeru manusia. Manusia berdatangan dari
segala penjuru yang jauh.
18

Generasi terus berganti, keturunan Ismail bertambah banyak, hingga Allah


mengutus pada mereka Muhammad Saw., cucu Ismail—yang disembelih, anak
Abdullah—yang disembelih. Jadi beliau adalah putra dua orang yang disembelih.

Pelajaran Berharga:
1. Tidak putus asa dari rahmat Allah.
2. Tawakal pada Allah, dan selalu berdoa pada-Nya.
3. Allah tidak akan melupakan hamba-hamba-Nya yang mengesakan-Nya.
4. Taat pada Allah.
19

4. SERIGALA DAN TUJUH SAPI

Ya‘kub mempunyai 12 orang anak, dua yang terakhir adalah Yusuf dan adiknya
Bunyamin. Ibunya meninggal saat keduanya masih kecil. Ya‘kub sangat menyayangi
keduanya yang masih kecil.
Janji Allah pada Ya‘kub adalah bahwa akan keluar seorang nabi dari tulang
belakangnya, seperti halnya Ibrahim sebelumnya.
Pada suatu hari Yusuf menemui ayahnya untuk menceritakan mimpi anehnya.
Yusuf kecil melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan, sujud padanya. Yusuf bangun
dari tidurnya ketakutan, dan menceritakannya pada ayahnya.
Ya‘kub sebagai nabi yakin bahwa anak ini akan memperoleh kedudukan yang
mulia, dan akan terjadi sesuatu padanya.
Ia menasihati anaknya agar menyembunyikan mimpinya:
―Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-
saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan
itu musuh yang jelas bagi manusia,‖ (QS Yusuf [12]: 5) 31.
Ya‘kub tahu bahwa saudara-saudara Yusuf membencinya. Bagaimana
seandainya mereka tahu tentang mimpi ini. Setan akan merayu mereka, agar
permusuhan mereka semakin bertambah.
Namun Yusuf mengatakannya sehingga mereka tahu kisah mimpinya.
Saudara-saudara Yusuf berkumpul di tempat menggembala kambing mereka,
salah seorang dari mereka berkata:
―Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada
kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam
kekeliruan yang nyata,‖ (QS Yusuf [12]: 8) 32.
Yang lain berkata:
―Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah
tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik,‖ (QS Yusuf [12]:
9).
Yang tertua berkata, ―Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi masukkan saja
dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian musafir, jika kamu hendak
berbuat,‖ (QS Yusuf [12]: 10).
Jika ia berada di dalam sumur, maka ia akan ditemukan oleh orang-orang yang
sedang lewat, dan akan menjualnya.
Akhirnya mereka sepakat untuk membuang Yusuf ke sumur. Setelah mereka
menaruhnya di dalam sumur, beberapa pedagang lewat, menawannya, dan menjualnya.
Allah tidak akan membiarkan mereka membunuh Yusuf.
Mereka datang menemui Ya‘kub:
―Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia bersenang-senang
dan bermain-main, dan kami pasti menjaganya,‖ (QS Yusuf [12]: 12).
Ya‘kub berkata: ―Aku takut kalian pergi untuk bermain-main sehingga
meninggalkan Yusuf sendirian, dan serigala memangsanya; Yusuf masih kecil sehingga
tidak akan mampu melindungi dirinya sendiri.‖
―Jumlah kami sepuluh, bagaimana mungkin serigala memangsanya; tidak akan
mampu serigala melewati kami‖.
Ya‘kub merasa tenang dengan janji anak-anaknya, ia berpesan pada mereka agar
memberi Yusuf makan dan minum.
20

Mereka membawa Yusuf di atas bahu mereka. Setelah mereka tak terlihat lagi
oleh Ya‘kub, mereka melemparkannya ke tanah.
Mereka sangat terkejut dengan apa yang dikatakan Yusuf.
Yusuf mengatakan apa yang akan dilakukan mereka terhadapnya, bahwa mereka
akan melemparkannya ke dalam sumur. Kesesatan mereka makin bertambah dan
menginginkan membunuhnya. Mereka melucuti baju Yusuf dan melemparkannya ke
sumur.
Mereka telah menyembelih seekor kambing kecil, dan melumurkan darahnya ke
baju Yusuf.
Lalu mereka kembali ke Ya‘kub seraya menangis:
―Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan
Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala;…,‖ (QS Yusuf [12]: 17)
33
Demi Allah Yusuf tidak dimakan oleh serigala. Ia telah dianiaya dalam
kebohongan yang telah mereka perbuat, dan kesepakatan jahat yang telah mereka
rencanakan.
Mereka menunjukkan baju Yusuf pada ayahnya, namun ia tidak menemukan
satu pun sobekan; sepertinya serigala telah mengoyak baju Yusuf, memakannya, namun
tidak meninggalkan bekas taring di bajunya.
Ya‘kub berkata:
―Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk
itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja
memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan,‖ (QS Yusuf [12]: 18).
Ia tidak memiliki apa pun sekarang kecuali sabar atas ketentuan (qadhâ‟) Allah.
***
Si kecil Yusuf menangis di dalam sumur. Tiba-tiba ia melihat timba kecil yang
diikat tali turun ke sumur.
Maka Yusuf bergantung pada tali, dan keluar bersamanya. Laki-laki yang
sedang menimba berteriak:
―Oh, senangnya, ini adalah seorang anak muda!” (QS Yusuf [12]: 19).
Laki-laki itu bermaksud mengambil air untuk rombongan pedagang.
Namun ia mendapat seorang anak yang tampan. Ia akan menjualnya di Mesir.
Tidak ragu lagi bahwa ia akan mendapatkan keuntungan uang yang banyak.
Yusuf yang mulia anak orang yang mulia ditawan untuk dijual, dengan
penjualan yang rendah di Mesir. Ia dibeli oleh seorang perdana menteri Mesir.
Ia meminta istrinya untuk memelihara Yusuf kecil, pintar, dan tampan, sehingga
ia tidak kehilangan masa kecilnya.
Sang istri merawat Yusuf, dan menyaksikannya tumbuh dewasa di hadapan
matanya, sehingga ia mencintainya dan merindukannya.
Ia meliburkan para pembantunya, dan mengunci seluruh pintu.
Ia hendak berbuat jahat terhadap Yusuf, namun Yusuf lari di depannya dan ia
mengejarnya di belakang, sehingga baju belakangnya robek. Pintu terbuka dan di depan
pintu ada perdana menteri dan anak paman istrinya. Istrinya segera berdusta: ―Yusuf
bermaksud jahat padaku.‖
Anak pamannya berkata, ―Kita lihat baju Yusuf. Jika sobeknya di depan maka
engkau yang benar, namun jika sobeknya di belakang maka engkau dusta, dan Yusuf
yang benar.‖
21

Semua menyaksikan kebenaran Yusuf. Allah telah menyelamatkannya. Istri


perdana menteri ingin menghentikan berita buruk tentangnya, maka ia mengumpulkan
setiap istri menteri. Ia menyediakan ruangan bagi mereka, buah-buahan, memberikan
pada setiap wanita itu sebuah pisau, dan meminta Yusuf untuk keluar.
Saat para wanita itu menyaksikan keindahan, ketampanan, dan cahaya Yusuf,
mereka memotong jari-jari mereka sebagai ganti buah-buahan.
Para suami takut istri-istri mereka tergoda Yusuf, maka mereka memasukkan
Yusuf ke dalam penjara; ia dizalimi, karena tidak pernah melakukan kejahatan atau
berbuat dosa.
***
Pada masa itu Raja Mesir telah memerintah dalam waktu yang lama. Sebagian
dari mereka ingin membunuhnya. Maka mereka menaruh racun pada makanan roti yang
dibuatkan oleh tukang roti, dan berusaha memasukkan racun pada minumannya, namun
si pemberi minum menolaknya.
Raja mengetahui rencana jahat ini, dan menyuruh memenjarakan pembuat roti
dan pemberi minum hingga ada keputusan tentang keduanya.
Di dalam penjara keduanya bertemu Yusuf.
Yusuf memiliki akhlak yang baik, semua orang menyukainya. Pada suatu malam
keduanya bermimpi. Si pemberi minum bermimpi dirinya memberi minum Raja, sama
seperti biasanya.
Si pembuat roti bermimpi dirinya disalib di papan kayu, dan burung mematuk
kepalanya. Yusuf menafsirkan mimpi keduanya, bahwa pemberi minum akan
mendapatkan kembali pekerjaannya, dan akan bebas dari kehancuran.
Sedangkan pembuat roti akan disalib seperti mimpinya dan meninggal.
Yusuf berpesan agar pemberi minum menceritakan kisahnya pada Raja,
sehingga ia dikeluarkan dari penjara—yang dimasukinya karena sebuah kezaliman.
Namun ia lupa pada pesan Yusuf, sehingga ia tetap dalam penjara selama
sembilan tahun.
Dalam tidurnya Raja bermimpi tujuh sapi gemuk keluar dari sungai Nil. Lalu
datang tujuh sapi kurus memakan sapi-sapi gemuk itu. Ia juga melihat tujuh tangkai
padi yang hijau dan tujuh tangkai padi yang kering.
Raja bangun dari tidurnya dengan perasaan terkejut.
Lalu ia tidur lagi, dan memimpikan hal yang sama. Ia pun bangun sambil
berteriak.
―Berikanlah pendapat tentang mimpiku; apa makna mimpi itu,‖ katanya.
―Mimpi itu tak lebih sekedar pikiran dan kekhawatiran saja,‖ kata mereka.
―Tidak…tidak…Mimpi itu datang berulang kali‖.
Maka pemberi minum itu ingat tentang Yusuf, pemuda yang menafsirkan
mimpinya.
―Utuslah aku untuk menemuinya di penjara‖. Ia menemui Yusuf di penjara, dan
menceritakan mimpi Raja padanya. Yusuf menafsirkan mimpi itu padanya:
―Kalian bercocok tanam selama tujuh tahun terus-menerus, lalu tujuh tahun
berikutnya adalah musim kemarau, tidak ada hujan dan tanaman.
Kemudian datang satu tahun, di mana ada hujan, kalian bercocok tanam, hewan-
hewan makan dan minum maka kalian memeras susunya dan meminumnya.‖
Saat Raja mendengar hal itu jiwanya merasa tenang.
―Panggil Yusuf menghadapku‖.
22

Saat utusan Raja menemui Yusuf di penjara ia berkata, ―Temuilah Raja,


tanyakanlah padanya tentang keburukanku terhadap para wanita.‖
Maka Raja mengumpulkan para wanita. ―Apa yang telah Yusuf lakukan pada
kalian?‖ ―Kami tidak mengetahui keburukannya. Demi Allah, sesungguhnya ia tidak
bersalah‖.
Istri perdana menteri berkata, ―Sekarang, telah jelas kebenaran. Yusuf bebas,
dan aku yang zalim disebabkan oleh nafsu yang mendorongku berbuat jahat (al-nafs al-
ammârah bi al-sû‟).‖ Raja mengetahui bahwa Yusuf tak bersalah, maka ia
mengeluarkannya dari penjara, dan membawanya ke istananya.
―Hari ini, engkau di samping kami memiliki tempat terpercaya, maka pilihlah
apa yang kau suka,‖ kata Raja.
―Jadikanlah aku bendahara Mesir, karena aku orang yang cerdas dan mampu
menjaga,‖ jawab Yusuf.
Raja memberinya kedudukan perdana menteri. Yusuf menjadi perdana menteri
setelah dipenjara dan mengalami perbudakan, untuk memulai hidup yang baru.
***
Kelaparan dan kekeringan telah melanda seluruh negeri, khususnya Mesir dan
Syam. Kelaparan telah menimpa saudara-saudara Yusuf.
Maka mereka datang ke Mesir; karena Rajanya telah mengeluarkan perintah
untuk menyimpan makanan dan biji-bijian, sebagai persiapan untuk tahun-tahun
kemarau seperti mimpinya.
Mereka membawa barang-barang untuk ditukarkan dengan makanan. Mereka
tidak tahu bahwa mereka datang pada Yusuf, perdana menteri Mesir.
Mana mungkin, Yusuf telah dilemparkan ke sumur, mereka menyangka bahwa
ia telah meninggal. Yusuf menunjukkan kasih sayang pada mereka seperti layaknya
seorang teman, mereka menceritkan tentang saudaranya yang hilang, Yusuf, dan
saudaranya yang kedua yang ada di Syam beserta ayahnya, Ya‘kub.
―Aku tidak akan pernah memberi kalian makanan sampai engkau membawa
saudara kalian padaku,‖ kata Yusuf. Ia memerintahkan para tentaranya untuk
mengembalikan barang-barang mereka tanpa sepengetahuan mereka, hingga mereka
kembali lagi padanya untuk kedua kalinya.
Mereka kembali pada Ya‘kub:
―Ayah, perdana menteri menolak memberikan makanan pada kami kecuali kami
membawa saudara kami, Bunyamin.‖
―Bagaimana aku memercayakan Bunyamin pada kalian; aku telah
memercayakan Yusuf pada kalian sebelumnya, namun kalian menghilangkannya?‖
Mereka membuka tas-tas mereka, dan mendapati barang-barang bawaannya
telah kembali pada mereka. ―Ayah, inilah bukti kejujuran kami‖.
Lalu mereka bersumpah atas nama Allah akan mengembalikan Bunyamin pada
Ya‘kub—kecuali Allah menentukan hal lain, maka ia mengizinkan mereka membawa
Bunyamin.
Bunyamin pergi ke Mesir bersama saudara-saudaranya. Ia tidak tahu apa yang
akan terjadi di sana nanti.
***
Yusuf memikirkan suatu cara untuk mengelabui saudara-saudaranya. Ia meminta
para pengawalnya menyimpan takaran kerajaan—alat untuk mengukur sesuatu—di
dalam barang bawaan Bunyamin, lalu mencarinya sehingga ditemukannya di dalam
23

bawaannya. Pengawal memasukkan takaran kerajaan itu di dalam barang bawaan


Bunyamin.
Lalu seseorang berteriak, ―Telah hilang takaran kerajaan atau telah dicuri.
Barangsiapa mengembalikannya baginya hadiah makanan yang baik.‖
―Kami adalah anak-anak seorang nabi, tidak mungkin mencuri?‖
Para pengawal memeriksa setiap barang bawaan. Barang-barang bawaan
saudara-saudara Yusuf diperiksa terlebih dahulu, lalu barang Bunyamin, dan
menemukannya. Kemudian mereka memberitahukan hal tersebut pada Yusuf, seperti
benar-benar terjadi—Yusuf minta mereka menyimpan rahasia ini.
Saudara-saudara Yusuf berusaha membela Bunyamin di hadapannya: ―Ambillah
salah satu di antara kami sebagai gantinya, karena ayahnya sudah sangat tua.‖
―Kami tidak akan menahan kecuali orang yang ketahuan sebagai pencuri,‖ kata
Yusuf. Saudara-saudaranya tidak bisa membujuk Yusuf, bagaimana mereka akan
menemui Ya‘kub.
Padahal mereka telah bersumpah atas nama Allah untuk mengembalikan
anaknya. Mereka telah menghilangkan Yusuf atas kehendak mereka sendiri.
Mereka berdiskusi atas masalah ini.
Yang tertua berkata, ―Pulanglah pada ayah kalian, katakan bahwa anaknya telah
mencuri; jika tidak percaya, tanyakanlah pada orang-orang yang pergi bersama kami.‖
Saudara Yusuf pulang menemui Ya‘kub. Ia merasa sangat sedih hingga matanya
buta. Ia ingat Yusuf kecil yang sebelumnya telah dihilangkan oleh saudara-saudaranya.
―Pergilah kalian, carilah Yusuf. Aku merasakan kehadirannya‖.
―Yusuf…Yusuf. Engkau akan meninggal saat masih mengingat Yusuf‖.
***
Saudara-saudara Yusuf kembali ke Mesir. Mereka hanya membawa sedikit
barang. Saat menemui Yusuf mereka memohon agar mempercayai mereka, dan
memberikan mereka makanan.
―Apakah kalian ingat apa yang kalian lakukan pada Yusuf dan saudaranya di
masa lalu; saat kalian adalah orang-orang bodoh‖.
Sekarang mereka yakin kebenaran ucapan ayah mereka. Orang yang sedang
berbicara pada mereka itu adalah Yusuf.
―Engkau adalah Yusuf‖.
―Ya‖. ―Aku Yusuf dan ini saudaraku. Sungguh, Allah telah melimpahkan
karunia-Nya kepada kami. Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka
sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik,‖ (QS Yusuf
[12]: 90).
Mereka berkata, ―Demi Allah, sungguh Allah telah melebihkan engkau di atas
kami, dan sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah (berdosa),‖ (QS Yusuf [12]:
91).
―Semoga Allah memaafkan kalian. Mengampuni dosaku dan dosa kalian.
Pergilah kalian membawa bajuku ini, dan usapkanlah pada wajah ayahku hingga ia akan
kembali bisa melihat,‖ kata Yusuf.
―Lalu bawalah ia ke sini; bawalah seluruh keluarga kalian ke Mesir‖.
Saat rombongan pulang dari Mesir, Ya‘kub mencium wangi baju Yusuf, dan
berkata pada anak-anaknya:
―Ini adalah wangi Yusuf; aku dapat merasakannya‖.
24

Mereka menyangka bahwa ia gila, namun datanglah anaknya yang membawa


baju Yusuf, mengusapkannya pada wajahnya, maka penglihatannya kembali normal.
Kemudian anak-anaknya mohon maaf pada Ya‘kub. Ya‘kub telah memaafkan mereka.
Mereka semua bersiap-siap untuk perjalanan ke Mesir. Yusuf menyambut
mereka. Tiba-tiba semuanya sujud pada Yusuf, sebelas saudara, ibu, dan ayahnya.
Yusuf segera membawa ibu dan ayahnya ke atas singgasana. ―Ayahku, inilah
makna mimpiku saat aku masih kecil; sebelas bintang, matahari, dan bulan sujud
padaku. Allah telah menunjukkannya, menyelamatkanku dari kejahatan, dan
mengampuni saudara-saudaraku‖.
Semua keluarga Ya‘kub hidup di Mesir sejak saat itu. Yusuf berseru pada Allah:
―Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian
kekuasaan, dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (wahai Tuhan)
Pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah
aku dalam keadaan muslim, dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh,‖ (QS
Yusuf [12]: 101) 40

Pelajaran Berharga:
1. Perbuatan maksiat tidak akan bermanfaat bagi hamba.
2. Dampak kebohongan itu sangat besar.
3. Allah akan menolong hamba-hamba-Nya yang mengesakan-Nya dari
kehancuran, memberi mereka nikmat, menjadikan mereka para pemimpin,
dan menjadikan mereka para pewaris.
4. Tidak putus asa dari rahmat Allah. Kebahagiaan setelah penderitaan itu
selalu dekat.
5. Memaafkan orang yang bersalah merupakan sifat para nabi dan orang-orang
saleh.
6. Rendah hati (tawadhu‟) pada Allah atas segala nikmat dan bersyukur pada-
Nya.
25

5. IKAN PAUS DAN YUNUS A.S.

Pada masa lalu di Irak terdapat kota Mushol, kota besar yang terdiri dari banyak
wilayah, dan wilayah yang paling besar adalah wilayah Nainawa.
Di wilayah ini terdapat banyak sekali nikmat Allah. Kebun-kebun yang hijau
berbuah lebat, air sungai terpancar di sekitarnya untuk diminum dan untuk bercocok
tanam. Demikian juga binatang ternak—sapi dan kambing—minum air sungai, dan
perutnya kenyang dengan makanan yang cukup tersedia, sehingga mereka menghasilkan
susu dan daging. Kebaikan sangat banyak terdapat di Nainawa.
Sayang, penduduk Ninawi tidak pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah
tersebut.
Mereka kafir terhadap Allah, menyembah patung, bintang, dan tetap dalam
pembangkangan dan kekufuran.
Allah memilih seorang laki-laki saleh dari mereka. Ia menyembah Allah dan
tidak kafir pada-Nya.
Laki-laki saleh itu adalah Yunus bin Matta. Mereka mengenal kejujuran,
kemuliaan, dan kebaikan akhlaknya di tengah-tengah masyarakat.
Yunus menyeru penduduk Ninawi untuk hanya menyembah Allah, tidak
menyekutukan-Nya, dan tidak kafir pada-Nya; meninggalkan ibadah pada bintang dan
patung.
Penduduk Ninawi berjumlah 120.000 laki-laki dan perempuan.
Yunus hanya sendirian, tidak ada seorang pun penduduk Ninawi yang beriman.
Yunus mengingatkan mereka tentang nikmat-nikmat Allah yang diberikan pada
mereka, yaitu tanah yang subur menghasilkan buah-buahan, sungai-sungai yang
mengalir di atasnya, hewan-hewan yang menghasilkan susu untuk diminum anak-anak,
dan daging untuk dimakan orang-orang dewasa.
Allah telah member mereka semua kenikmatan di atas, namun mengapa mereka
tidak menyembahnya? Bintang hanyalah ciptaan Allah, maka sembahlah Yang
menciptakannya, patung adalah hasil rekaan tidak bermanfaat dan tidak mencelakakan,
tidak mendengar dan tidak mampu bicara.
Akal mana yang menerima ibadah terhadap patung-patung yang tidak memberi
manfaat dan tidak mampu mencelakai.
Namun kaumnya tetap dalam pembangkangan dan kekafiran. Kekafirannya
semakin bertambah, mereka mengejek Yunus a.s. Maka ia menasihati mereka agar takut
pada siksa Allah dan pada kemarahan-Nya pada mereka.
Saat Yunus sering menakuti mereka dengan siksa, mereka tidak
mempercayainya, dan malah mengejeknya.
Allah mewahyukan pada Yunus untuk mengingatkan mereka dan menakuti
mereka dengan siksa. Yunus melaksanakannya, mengingatkan mereka pada kemarahan
Allah, dan menjanjikan mereka bahwa siksa akan turun tiga hari lagi.
Namun kaumnya tidak juga mau beriman, sehingga Yunus putus asa terhadap
keimanan kaumnya. Jiwanya merasa sangat sedih.
Ia tidak menunggu wahyu Allah turun padanya. Ia meninggalkan Ninawi dan
kaumnya setelah merasa putus asa atas keimanan kaumnnya.
Satu hari berlalu dari waktu yang dijanjikan Yunus tentang turunnya kemarahan
Allah pada kaumnya.
Hari kedua lewat, dan pada hari ketiga, penduduk Ninawi menyadari hilangnya
Yunus, maka mereka mencarinya, namun tidak menemukannya.
26

Pada hari ketiga mereka melihat tanda siksa yang dijanjikan Yunus pada mereka,
berupa mega hitam yang mengitari kepala-kepala mereka. Ini pasti siksa dan kemarahan
Allah.
Namun di manakah gerangan Yunus sekarang, mereka ingin beriman padanya?
Ia telah meninggalkan mereka dan negeri mereka.
Mereka semua keluar rumah berharap Yunus bersama mereka berdoa kepada
Allah agar mengangkat siksa. Mereka menyebar ke setiap jalan sambil berteriak,
memohon pada Allah, dan menyatakan taubat.
Ibu-ibu menangis keras, laki-laki berteriak, anak-anak menangis, bahkan
binatang-binatang—sapi dan kambing—merasa sedih, sepertinya mereka menangis saat
melihat siksa.
Penduduk Ninawi telah benar-benar taubat, maka Allah mengangkat siksa dari
mereka. Mereka semua beriman pada Allah. Mereka mohon ampun atas segala dosa
yang telah mereka perbuat, dan memohon agar mengembalikan Yunus yang saleh, yang
telah meninggalkan mereka.
Yunus telah meninggalkan Ninawi, ia putus asa terhadap keimanan kaumnya.
Yunus, seorang nabi, seharusnya ia tidak melakukan hal itu kecuali atas izin Allah.
Namun ia telah meninggalkannya tanpa petunjuk dan perintah dari Allah.
Yunus berdiri di pinggir pantai. Ia melihat sebuah perahu siap berlayar, ia
menemui pemiliknya agar ia bisa berlayar bersama mereka. Orang-orang sepakat
membawanya.
Para penumpang melihat Yunus salat dan banyak menyebut nama Allah.
Mereka tahu bahwa ia adalah nabi Allah, maka mereka sangat mencintainya
sehingga tidak membebaninya dengan suatu pekerjaan. Mereka melayani Yunus.
Di tengah laut ombak semakin meninggi datang silih berganti.
Ombak menghantam perahu. Mereka melemparkan banyak barang-barang
bawaan mereka karena perahu sangat berat.
Sepertinya isi perahu masih terasa berat, namun sudah tidak ada barang lagi,
sehingga mereka harus melemparkan salah satu penumpang agar mereka semua tidak
tenggelam.
Pimpinan perahu meminta diadakan undian. Mereka juga memasukkan nama
Yunus a.s. dalam undian ini.
Nama Yunus keluar pada undian pertama, namun mereka tidak mau
melemparkan nabi Allah ke laut. Mereka mencoba mengundi lagi. Keluarlah nama
Yunus untuk kedua kalinya, namun bagaimana mungkin mereka tega melemparkan
laki-laki saleh ini ke tengah laut.
Mereka mengundi lagi untuk ketiga kalinya. Hasilnya tetap pada Yunus a.s.
Semua merasa sedih atas hasil ini. Mereka mulai membuka baju Yunus. Ia
menjatuhkan dirinya sendiri ke laut. Semua yakin akan kematiannya. Perahu meluncur
jauh meninggalkannya.
Yunus mengucapkan sahadat, sesungguhnya tidak ada tuhan kecuali Allah, saat
hendak terjun ke laut. Ia yakin tentang kematiannya. Dia berenang di dasar laut
menunggu saat kematiannya.
Ikan paus besar datang melahap Yunus a.s. Ia berada di dalam kegelapan perut
ikan ini, dan kegelapan laut.
Yunus menyangka dirinya telah mati. Ia menggerakan tangannya dan berhasil,
maka ia tahu bahwa dirinya masih hidup. Ia pun bersujud pada Allah di dalam perut
ikan paus.
27

―Ya Allah, aku sujud padamu di tempat yang tidak pernah seorang pun sujud‖.
Ikan paus berenang ―bersama‖ Yunus di laut, sementara ia berenang dalam
kegelapannya.
Yunus mendengar batu kecil dan dua ikan paus kecil bertasbih pada Allah.
Ia menyadari bahwa ia telah membuat Tuhannya marah karena meninggalkan
Ninawi tanpa perintah dari-Nya, maka air matanya mengalir. Lalu ia berdoa pada Allah
Swt.
―Tidak ada tuhan kecuali Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang zalim,‖ kata Yunus.
Yunus memanggil Tuhannya dalam kegelapan: kegelapan laut, kegelapan perut
ikan paus, dan kegelapan malam.
Di langit, malaikat mendengar tasbih Yunus di dalam perut ikan paus, bahwa ia
menyucikan Tuhannya dan mengingat-Nya. Ia mengucapkan kalimat ini terus-menerus:
―Lâ ilâha illa anta subhânaka innî kuntu minadz-dzâlimîn‖. Maka malaikat berkata pada
Allah Swt.:
―Tuhan kami, kami mendengar suara yang lemah di satu tempat yang langka‖.
―Itu suara Yunus. Ia telah durhaka padaku, maka Aku menahannya di dalam
perut ikan paus di tengah lautan,‖ kata Allah.
―Yunus…hamba yang saleh, yang mengerjakan amal saleh siang dan malam,‖
malaikat heran.
―Ya‖.
Malaikat memohon pada Allah agar membebaskan Yunus. Allah
mengabulkannya.
Allah menyuruh ikan paus itu agar mengeluarkan Yunus dari perutnya, dan
mengantarkannya di daratan.
Ikan paus itu meletakkan Yunus di daratan. Ia dalam keadaan telanjang tanpa
sehelai benang pun, maka Allah menciptakan untuknya pohon labu air. Ia dalam
keadaan sakit, badannya lemah, seperti anak kecil tanpa pakaian.
Yunus memakan buah labu dan duduk berteduh di bawah pohon itu. Ia
bersyukur pada Allah karena telah menyelamatkannya dari kedukaan dan kesusahan
yang telah dialaminya.
Ketika kesehatan dan kekuatannya sudah pulih, Allah menyuruhnya kembali ke
Ninawi. Ia kembali ke sana, maka 120.000 orang beriman padanya. Allah telah
menerima taubatnya.

Pelajaran Berharga:
1. Tidak melakukan maksiat pada Allah Swt. Jika terjadi kemaksiatan maka
harus segera bertaubat.
2. Tidak putus asa terhadap rahmat Allah, walaupun kematian siap
menjemputmu.
3. Allah Swt. sangat menyayangi hamba-hamba-Nya.
28

6. ULAR, KATAK, BELALANG, DAN KUTU

Ibrahim masuk Mesir ditemani oleh istrinya Sarah a.s. Disebutkan bahwa Raja
Mesir memberi istrinya seorang budak perempuan, Hajar—baca kisah Biri-biri Ismail
a.s. Di Mesir, Allah menyampaikan kabar gembira pada Ibrahim, bahwa salah satu
keturunannya akan mengalahkan Raja Firaun. Ibrahim meriwayatkan kisah ini, sehingga
orang-orang Mesir akan menyebarkannya setelah kematiannya. Mereka percaya
kebenaran kisah ini.
Bani Israil masuk ke Mesir bersama paman mereka, Ya‘kub. Ia sendiri
keturunan Israil. Garis keturunan mereka sampai pada Ya‘kub. Mereka membicarakan
kabar baik ini hingga sampai pada mata-mata hakim, menteri, dan petinggi Mesir. Maka
mereka menyampaikan kisah itu pada Raja Mesir saat itu, Firaun.
Firaun khawatir dengan nasib kerajaannya yang luas. Apalagi, kekayaan dan
tanah-tanah Mesir ada dalam kepemilikan Bani Israil—setelah mereka memiliki harta
yang banyak, mereka juga menguasai bidang industri, sehingga mereka lebih kaya dari
orang-orang Mesir.
Dengan demikian, Firaun menetapkan untuk menguasai kekayaan, rumah-
rumah, dan tanah-tanah milik Bani Israil. Ia mengembalikan keadaan mereka tidak
memiliki apa pun seperti saat kedatangan pertama mereka ke Mesir. Lebih dari itu, ia
menjadikan mereka pembantu bagi orang-orang Mesir. Ia memaksa mereka untuk
membangun kota-kota, menggali tanah-tanah, dan menyerahkan pada mereka
pekerjaan-pekerjaan sulit yang membutuhkan kesungguhan dan kepayahan yang berat.
Saat ini Bani Israil merindukan kehadiran anak itu yang berasal dari keturunan
Ibrahim, yang akan membebaskan mereka dari Firaun dan tentara-tentaranya. Kisah ini
pun diyakini kebenarannya oleh Firaun, maka ia membuat perintah baru. Ia
memerintahkan untuk menyembelih setiap bayi laki-laki yang lahir, dan membiarkan
bayi perempuan dari Bani Israil, sehingga ia membunuh anak yang akan menjadi
penghancur kerajaannya. Ia, si pendosa lupa bahwa Allah mampu melakukan apa pun
sesuai kehendaknya; dan ia sendiri adalah hamba Allah Swt.
Saat jumlah laki-laki Bani Israil sedikit, penduduk Mesir berkata, ―Anak laki-
laki disembelih, orang tua meninggal dunia, maka Bani Israil akan lenyap, dan kami
tidak akan menemukan orang yang akan membantu kami.‖
Firaun memutuskan untuk membunuh seluruh anak-anak dalam satu tahun, dan
membiarkan mereka dalam tahun berikutnya. Demikian kebijakan itu berlaku. Para
dukun anak berkeliling menemui perempuan-perempuan Bani Israil untuk
mengumpulkan nama-nama mereka yang sedang hamil, dan mendatangi mereka pada
saat kelahiran. Jika bayi itu laki-laki maka mereka menyembelihnya dengan pisau, dan
membiarkannya jika perempuan dalam satu tahun; dan pada tahun berikutnya bayi-bayi
itu tidak disembelih. Berapa banyak bayi laki-laki disembelih di samping ibunya?!
***
Di rumah Imran—salah seorang yang saleh dari Bani Israil, istrinya hamil pada
tahun tidak ada penyembelihan. Ia berharap pada Allah agar anak yang ada dalam
kandungannya adalah laki-laki hingga tidak disembelih. Allah memberinya seorang
anak laki-laki yang diberinya nama Harun. Pada tahun berikutnya istri Imran hamil lagi,
ia berharap pada Allah agar anaknya bukan laki-laki sehingga tidak dibunuh. Namun
Allah menetapkan apa yang ada dalam rahim sesuai kehendak-Nya. Ia memberikan bayi
laki-laki pada siapa yang dikehendaki-Nya, dan memberikan bayi perempuan pada siapa
yang dikehendaki-Nya.
29

Tidak ada tanda-tanda kehamilan pada istri Imran, sehingga para dukun bayi
tidak melihat kehamilannya. Saat tiba waktu kelahiran, saat-saat yang menyulitkan,
lahirlah bayi itu. Terjadilah apa yang ia takutkan: ia telah melahirkan seorang bayi laki-
laki!!
Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan? Para penyembelih sedang menantinya
dengan membawa pisau-pisau mereka. Seandainya mereka mendengar suaranya,
mereka akan mendatanginya untuk menyembelihnya. Tidak ada seorang pun yang
mampu menyembunyikan tangisan bayi, yang akan menangis saat lapar, haus, atau
terbangun dari tidurnya. Ia tidak bisa berbicara pada bayinya, atau bayi itu berbicara
padanya. Ia sungguh bingung, dan menyangka bayi itu akan disembelih. Tiba-tiba ada
suara datang dalam hatinya agar ia menyusuinya, saat ia telah merasa lega, taruhlah
anak ini di sungai Nil. Jangan takut dan khawatir. Kami akan mengembalikannya
padamu, dan menjadikannya salah seorang utusan.
Ia yakin bahwa ini datang dari Allah, bukan dari setan. Maka ia membawa
sebuah peti dari kayu, dan memasukan bayinya di dalamnya setelah ia menyusuinya.
Lalu ia menaruhnya di sungai Nil, dan menyerahkan urusannya pada Allah.
***
Di istana Firaun, para budak wanita melihat peti terbawa air mendekati serambi
istana, maka mereka berteriak memanggil. Datanglah para pengawal, mengambil peti
itu. Saat mereka membuka peti itu mereka menemukan seorang bayi laki-laki tampan
dan baunya wangi. Allah meletakkan kecintaan pada wajahnya, sehingga orang yang
melihatnya akan mencintainya. Istri Firaun datang, Asiyah bint Mazahim. Saat ia
melihat bayi kecil itu ia menyukainya. Sedangkan Firaun telah menyuruh para
penyembelih untuk memotong leher bayi kecil tersebut. Istrinya berusaha mencegahnya.
―Ia adalah pujaan hati bagiku dan bagimu. Jangan kau bunuh dia. Mudah-
mudahan ia berguna bagi kita atau kita mengangkatnya sebagai anak‖.
Asiyah belum punya anak laki-laki, maka Firaun mengabulkannya. Ia tidak
membunuh bayi itu, dan menyerahkannya pada istrinya yang berkata: ―Kami
memberinya nama Musa. Kami menemukannya antara air dan pohon. Mû dalam bahasa
orang-orang Mesir artinya air, Syî atau Sya adalah pohon, maka namanya Musa.
Masalahnya adalah bayi ini tidak mau minum susu dari siapa pun. Semua orang
bingung menghadapi masalah ini, maka diumumkanlah tentang pembayaran bagi siapa
saja yang bisa menyusui Musa.
Ibu Musa hampir gila saat kehilangan bayinya dalam waktu yang lama, sehingga
ia hampir berteriak mengatakan, ―Aku menaruh anakku di Sungai Nil.‖
Bila saja Allah tidak menetapkan iman padanya. Ia meminta anak
perempuannya—saudara Musa—untuk mengikuti peti itu agar tahu apa yang terjadi
dengan saudaranya? Ia pun terus berjalan hingga sampai di istana. Berita itu tersebar di
setiap sudut istana bahwa bayi itu tidak mau disusui.
Saudara bayi itu mendengar berita tersebut, maka ia menemui istri Firaun.
―Apakah aku boleh menunjukkan pada kalian ahli bait yang akan menyusui, merawat,
dan menjaganya; mereka juga akan menasihatinya?‖
Asiyah menitipkan Musa pada perempuan itu, karena bayi itu harus segera
disusui dank arena kecintaannya pada Musa.
Musa kembali lagi ke pelukan ibunya yang hampir hilang akalnya, dan
jantungnya berhenti berdetak, kalau saja Allah tidak menguatkannya. Ia berteriak:
―Alhamdulillah. Anakku telah kembali padaku‖. Ia menyusui bayi itu yang
diberi nama oleh Asiyah dengan Musa. Musa telah menjadi anak-anak, maka ibunya
30

menceritakan kisahnya. Ia memuji Allah karena Dia telah menyelamatkannya. Musa,


Harin, dan Imran menyembah Allah. Saat ia menjadi seorang pemuda, Allah
memberinya ilmu dan kekuatan fisik.
***
Musa hidup di lingkungan istana Firaun. Ia mengenal para pembantu, dan
mereka juga mengenalnya. Bani Israil mengetahui kisah Musa, sehingga mereka
menyayanginya.
Suatu hari Musa keluar istana, ia berada di Manfa—ibu kota Mesir pada saat itu.
Tiba-tiba ia mendengar suara memanggilnya.
―Musa…Musa tolonglah aku‖.
Dilihatnya dua orang laki-laki sedang bertengkar. Laki-laki Firaun dan laki-laki
Bani Israil. Orang Mesir itu akan membunuh orang Yahudi tersebut, maka Musa segera
menolong orang Yahudi. Tanpa sengaja Musa memukul orang Mesir itu, dan mati.
Musa menyaksikan mayat di hadapannya. ―Ini merupakan perbuatan setan. Ia
adalah musuh yang menyesatkan dan nyata‖.
Lalu Musa menghadap Allah. ―Tuhanku, aku menganiaya diriku sendiri, maka
ampunilah dosaku‖. Allah mengampuninya.
Musa merasa Allah telah mengampuninya. ―Ya Tuhanku! Demi nikmat yang
telah Engkau anugerahkan kepadaku, maka aku tidak akan menjadi penolong bagi
orang-orang yang berdosa,‖ (QS Al-Qashash [28]: 17).
Musa masih berjalan di Manfa. Ia takut terhadap tentara dan orang Mesir karena
hari ini ia telah membunuh orang Mesir.
Firaun pasti akan mencari si pembunuh. Suara itu kembali memanggilnya,
seperti halnya kemarin. Laki-laki yang sama, yang minta pertolongannya kemarin. Ia
sedang bertengkar dengan orang Mesir.
Saat melihatnya Musa berkata,
―Engkau sungguh, orang yang nyata-nyata sesat,‖ (QS Al-Qashash [28]: 18).
Orang Yahudi itu melihat kemarahan di mata Musa. ―Apakah kau mau
membunuhku, seperti engkau membunuh seseorang kemarin. Jika kau melakukannya
kau tidak akan mendapat apa pun, kecuali menjadi orang kuat di bumi ini. Namun jika
kau tidak melakukannya, kau adalah orang yang saleh‖.
Musa tidak membunuh dan tidak menyakitinya, namun meninggalkannya.
Ia menemui Firaun, menceritakan apa yang telah terjadi. Firaun mengeluarkan
ketetapan untuk membunuh Musa, namun seseorang yang menyayangi Musa
mendengar apa yang akan terjadi pada Musa. Ia bergegas menemui Musa.
―Musa, sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau
untuk membunuhmu, maka keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang member nasihat kepadamu,‖ (QS Al-Qashash [28]: 20).
Musa segera berlari kencang meninggalkan Mesir, karena jika ia tertangkap oleh
pengawal istana, Firaun pasti akan membunuhnya.
Musa berjalan di tengah gurun pasir, tidak tahu arah tujuannya. Namun ia
tawakal pada Allah, dan mohon keselamatan pada-Nya.
Ia berkata, ―Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar,‖ (QS
Al-Qashash [28]: 22).
Ia berjalan selama tujuh hari tanpa makanan dan air. Ia makan daun dan rumput.
Perjalan ini sangat berat, hingga ia sampai di depan sumur, di mana banyak orang-orang
berdiri di sana.
***
31

Musa telah sampai di Madyan, sebuah kampong yang bukan wilayak kekuasaan
Firaun, dekat Syam.
Di depan sumur itu—tempat penduduk Madyan mengambil air minum—orang-
orang berkumpul untuk minum dan memberi minum kambing-kambing mereka, kecuali
dua orang perempuan duduk di tempat yang jauh. Musa melihatnya.
Musa bertanya, ―Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?‖
Keduanya menjawab, ―Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami),
sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya),sedang ayah kami
adalah orang tua yang telah lanjut usianya,‖ (QS Al-Qashash [28]: 23); ―Kami
mengembala kambing, menggantikannya‖.
Musa melihat para pengembala menutup sumur dengan batu besar; tidak akan
mampu mengangkatnya kecuali sepuluh orang laki-laki. Ia mendekati sumur, lalu
mengangkat batu itu, dan mengambil air untuk kedua perempuan itu.
Ia mengembalikan batu itu seperti semula. Keduanya kagum pada Musa.
Musa kembali berteduh di bawah pohon.
Ia berkata, ―Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu
kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku,‖ (QS Al-Qashash [28]: 24).
Saat ini ia sangat lapar, yang ada di depan mata hanya daun hijau, namun ia
tetap bersyukur pada Allah Swt.
Tiba-tiba ia melihat salah seorang perempuan tadi berjalan menghampirinya
malu-malu. Dia berkata, ―Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk member balasan
atas (kebaikan)-mu member minum (ternak) kami,‖ (QS Al-Qashash [28]: 25).
Musa berjalan di depannya. ―Tunjukkan padaku jalannya, jika aku salah‖.
Musa sampai di rumahnya, bertemu dengan seorang tua yang saleh, ayah kedua
wanita tadi. Ia melihatnya sebagai orang saleh, maka Musa menceritakan kisahnya.
Orang tua saleh itu berkata, ―Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat
dari orang-orang yang zalim itu,‖ (QS Al-Qashash [28]: 25).
Salah seorang putrinya berkata, ―Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja
(pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya,‖ (QS Al-Qashash [28]: 26).
Ayahnya berkata, ―Kamu tidak mengenal siapa Musa.‖
―Ia berjalan di depanku hingga sampai di sini. Ia sama sekali tidak melihatku.
Orang semacam ini tidak akan berkhianat‖.
―Musa, aku akan menikahkanmu dengan salah seorang putriku ini. Sebagai
syaratnya kau bekerja padaku selama depalan tahun, jika kau menyempurnakannya
sepuluh tahun, itu pilihanmu sendiri. Aku tidak bermaksud menyusahkanmu. Kau akan
mendapatiku termasuk orang-orang saleh‖.
Musa memilih menikah dengan yang paling kecil, dan bekerja pada ayahnya. Ia
berkata:
―Allah sebagai wakil apa yang telah kita ucapkan‖.
Sepuluh tahun berlalu begitu cepat. Musa rindu pulang ke Mesir untuk melihat
Ibu dan saudaranya.
Musa menentukan hari perjalanan. Ini merupakan malam yang gelap dan dingin
saat Musa dan keluarganya sampai di sebelah kanan gunung Thur.
Musa mencoba mencari arah jalan namun tidak menemukannya. Lalu ia
berusaha mencari api sebagai penerang atau penghangat keluarganya. Ia melihat api di
samping gunung Thur.
32

―Tunggulah di sini…aku menemukan api. Mudah-mudahan aku bisa


mendapatkan bara api, sehingga kau bisa menghangatkan diri dengannya,‖ kata Musa
pada keluarganya.
Musa sampai di bukit Thuwa. Ia menggunakan tongkatnya untuk melihat api itu.
Api itu menyala di sela-sela sebuah pohon di sebelah kanan bukit.
Tuhannya memanggil, ―Sungguh, Aku adalah Allah, Tuhan seluruh alam!‖ (QS
Al-Qashash [28]: 30).
Jiwanya terpanggil, dan ia melepas sandalnya.
Allah memanggilnya, ―Lepaskan kedua sandalmu. Karena engkau berada di
lembah yang suci,‖ (QS Tha Ha, [20]: 12).
―Dan Aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku,‖ (QS Tha Ha, [20]: 14).
Allah menyuruh Musa melemparkan tongkatnya, maka ia melemparkannya.
Musa melihat tongkatnya berubah menjadi ular besar. Ia takut, dan lari.
―Musa, jangan takut. Aku tidak menakuti para utusanku‖.
Allah menyuruhnya memegang tongkat itu. Ular itu berubah menjadi tongkat
lagi. Allah berkata pada Musa, ―Masukkanlah tanganmu ke dalam sakumu, maka
tanganmu akan bercahaya tanpa kamu merasa sakit.‖
Musa melihat tangannya putih seperti bulan; sebelumnya ia melihat tongkatnya
berubah menjadi ular.
―Dengan dua bukti ini pergilah menemui Firaun untuk kau ajak menyembah-
Ku‖.
Musa berkata, ―Ya Tuhanku, sungguh aku telah membunuh seorang dari
golongan mereka, sehingga aku takut mereka akan membunuhku,‖ (QS Al-Qashash
[28]: 33)
Allah berfirman, ―Aku telah mengutus Harun. Pergilah bersamanya menemui
Firaun. Ia tidak akan mampu mengalahkanmu. Dengan mukjizatku kalian berdua dan
pengikut-pengikutmu akan mengalahkannya.‖
***
Musa kembali ke Mesir. Ia menemui Harun yang telah Allah utus untuknya.
Keduanya pergi ke istana Firaun menghadapnya.
―Apa maksud kedatanganmu‖.
―Aku adalah utusan Tuhan alam ini‖.
Firaun mengingatkan Musa tentang pembunuhan orang Mesir, namun Musa
menjelaskan bahwa ia tidak sengaja melakukannya.
―Siapakah Tuhan alam yang kau maksud‖.
―Tuhan langit dan bumi, serta apa yang ada di antara keduanya, jika kalian
yakin. Tuhan kalian dan bapak-bapak moyangmu. Tuhan timur dan barat, serta apa yang
ada di antara keduanya‖.
Firaun mengumpulkan orang-orang: ―Aku adalah tuhan kalian yang tinggi.
Tidak tuhan selainku‖.
Ia berkata pada Musa, ―Tunjukanlah bukti jika kau benar seorang rasul.‖
Musa melemparkan tongkatnya, dan berubah menjadi ular besar. Lalu ia
menunjukkan tangannya, maka tangannya bercahaya.
―Musa telah menjadi seorang penyihir. Apakah kamu datang kepada kami agar
kau mampu mengusir kami dari tanah kami dengan sihirmu? Aku akan mengumpulkan
para penyihir. Kita akan bertarung pada hari yang telah kita sepakati‖.
33

―Pada hari raya,‖ kata Musa.


Orang-orang berkumpul di pantai untuk melihat apa yang akan terjadi antara
para penyihir Firaun dan Musa.
Para penyihir berkata pada Musa, ―Siapa yang lebih dulu, kami atau engkau?‖
―Kalian duluan‖.
Saat para penyihir itu melemparkan tongkat dan tali mereka, orang-orang
berkhayal bahwa semua itu ular yang berjalan dan berlari. Musa merasa takut, maka
Allah berfirman.
―Jangan takut, engkau lebih tinggi. Lemparkan tongkatmu. Mereka telah
membuat tipu daya penyihir. Tukang sihir tidak akan menang‖. Saat ular itu mendekati
Musa, ia melemparkan tongkatnya.
Ular itu menelan tongkat dan tali para penyihir. Mereka pun bersujud.
―Kami beriman pada Tuhan alam, Tuhan Musa dan Harun‖. Firaun marah dan
menyuruh agar para penyihir itu diikat di pohon kurma, lalu tangan dan kaki mereka
dipotong.
―Allah adalah baik dan kekal. Siapa yang datang pada Tuhannya dalam keadaan
durhaka, baginya Neraka Jahanam; ia tidak hidup dan mati di dalamnya. Siapa yang
menemui-Nya dalam keadaan beriman dan berbuat amal saleh, bagi mereka derajat
yang tinggi, surga di sisi Allah. Dia akan mengampuni dosa mereka,‖ kata para penyihir
itu.
Ular telah menjadi sebab keislaman para penyihir itu. Benar bahwa racun ular
itu mematikan, namun orang kafir lebih banyak racunnya yang mematikan, karena
racun ular mematikan tubuh, sedangkan racun kafir membunuh ruh dan hati!!
***
Allah menurunkan kemarau panjang di Mesir, sehingga mereka meminta Musa
berdoa pada Allah.
―Jika Allah telah menghilangkan kemarau ini, kami akan beriman‖.
Allah menghilangkan kemarau, namun mereka tidak mau beriman.
Allah mengirim belalang yang memakan tanaman dan buah milik mereka,
namun mereka tetap tidak mau beriman. Lalu Allah mengirim kutu, katak, dan darah—
semuanya menguasai mereka.
Kutu membunuh mereka dan anak mereka, merusak tanaman dan makanan
mereka. Sedangkan katak menyerang mereka di dalam rumah mereka.
Ketika orang-orang Mesir ingin minum dari sungai Nil, airnya berubah menjadi
darah. Namun jika Bani Israil ingin meminumnya, darah itu kembali menjadi air seperti
semula. Firaun selalu berjanji pada Musaakan beriman dan membebaskan Bani Israil—
dari kejahatannya, jika ia mau berdoa pada Tuhannya. Ini merupakan penangguhan
yang diberikan Allah pada Firaun agar ia menjadi muslim atau membiarkan Musa dan
Bani Israil meninggalkan Mesir.
***
Allah mewahyukan Musa agar bersiap-siap untuk keluar dari Mesir bersama
Bani Israil. Mereka keluar secara sembunyi-sembunyi dari Mesir, hingga sampai di laut.
Musa dan kaumnya yang beriman berhenti di tepi laut.
Firaun dan tentaranya mengejar hingga sampai di laut. Musa melihat Firaun
berhenti di belakang rombongannya. Posisinya sangat sulit. Firaun di belakang mereka,
dan laut di hadapan mereka.
Bani Israil berkata pada Musa, ―Firaun akan menangkap kita.‖
34

―Allah memerintahkanku untuk berhenti di sini. Allah tidak akan pernah


membinasakanku‖.
Allah memerintahkan Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya. Laut
terbelah. Setiap bagiannya seperti gunung yang tinggi.
Bani Israil menyebrangi laut. Musa bermaksud memukul laut dengan
tongkatnya, namun Allah mewahyukan agar membiarkan laut dalam keadaan terbelah.
Firaun menyaksikan peristiwa tersebut, maka ia berjalan dengan kudanya hingga
masuk ke dalam laut diikuti oleh para tentaranya dari belakang. Allah meminta laut
untuk kembali seperti sebelumnya, maka Firaun dan para tentaranya tenggelam di dalam
laut.
Firaun berteriak:
―Aku beriman. Aku termasuk orang-orang muslim‖.
Namun sekarang iman itu tidak berguna. Firaun telah kafir padahal ia telah
melihat beberapa bukti. Firaun mati, Musa dan orang-orang mukmin selamat.
***
Pelajaran Berharga:
1. Tauhid merupakan dakwah para nabi, termasuk Musa a.s.
2. Seluruh makhluk taat pada Allah, termasuk ular.
3. Kekuatan manusia lemah dan terbatas, sedangkan kekuatan Allah tidak ada
batasnya.
4. Orang zalim pasti kalah, walaupun kezalimannya berlangsung lama.
5. Sabar terhadap kepahitan di jalan Allah.
6. Malu adalah sifat wanita mukminah.
35

7. MANNA, SALWA, DAN ANAK SAPI SAMIRI

Musa a.s. memukul laut dengan tongkatnya. Laut pun terbelah, setiap bagian
laut itu seperti gunung yang tinggi. Lalu Bani Israil menyebrangi laut hingga sampai di
tepi laut.
Firaun melihat pemandangan laut itu, maka ia mengejar Bani Israil. Namun laut
itu kembali menyatu seperti semula, sehingga Firaun dan tentaranya tenggelam. Allah
menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari Firaun dan kekejamannya, yaitu
menyembelih bayi laki-laki dan membiarkan bayi perempuan, serta menyiksa mereka
dengan siksa yang keras.
Musa meminta Bani Israil untuk bersujud sebagai rasa syukur pada Allah.
―Kami lelah, Musa. Kami tidak mau sujud sekarang.‖
Demikianlah, orang-orang Yahudi itu melupakan keutamaan yang Allah berikan
pada mereka. Itulah tabiat mereka; selalu seperti itu. Musa dan kaumnya—Bani Israil—
berjalan di gurun pasir Sina yang luas, melewati kaum yang menyembah patung.
―Musa, buatkanlah sebuah patung untuk kami; kami akan menyembahnya
seperti patung orang-orang itu‖.
―Kalian adalah kaum yang bodoh. Kalian keluar dari Mesir karena beriman pada
Allah. Sekarang kalian mau kafir. Apa sebab keluarnya kalian dari Mesir; Firaun
menyiksa kalian di sana?!‖ Musa meminta mereka bertaubat dan mohon ampun.
Allah mewahyukan Musa agar menyuruh Bani Israil memasuki tanah suci di
Palestina.
―Kaumku masuklah ke tanah suci yang telah Allah wajibkan pada kalian. Kalian
jangan kembali ke belakang, maka kalian akan kembali tersesat‖.
Saat itu, Palestina didiami oleh kaum yang kuat, ‗Amaliqah, maka Bani Israil
merasa takut.
―Musa, di sana ada kaum yang sangat kuat. Kami tidak akan memasukinya
hingga mereka keluar dari sana‖.
Bani Israil lupa Allah menyelamatkan mereka dari Firaun, yang lebih kuat dari
‗Amaliqah. Dua orang laki-laki dari mereka—semoga Allah memberikan nikmat pada
keduanya—berkata:
―Masuklah ke Palestina, kalian akan menang. Kepada Allah kalian bertawakal,
jika kalian orang-orang mukmin‖.
Kemenangan telah ditetapkan untuk Bani Israil atas musuh-musuh mereka, jika
mereka taat dan tawakal pada Allah.
Bani Israil tetap dalam kekafiran mereka.
―Musa, kami tidak akan memasukinya selama mereka masih di sana, selamanya.
Pergilah kau dan Tuhanmu. Berperanglah kalian berdua. Kami duduk di sini
menunggu.‖
Musa marah mendengar perkataan mereka seperti itu, maka ia berdoa:
―Tuhan, aku tidak memiliki siapa pun kecuali diriku dan saudaraku, Harun.
Pisahkanlah kami berdua dengan orang-orang fasik ini‖.
Siksa itu sangatlah pedih. Allah melarang Bani Israil masuk rumah suci dan
Palestina selama 40 tahun, dan menyesatkan mereka di gurun Sina yang kering, tanpa
air.
Gurun Sina menjadi gurun tersesat. Seorang lelaki Bani Israil mencoba keluar
dengan berjalan kaki dalam waktu lama, namun saat tiba sore hari ia menemukan
36

dirinya di tempat yang sama saat pertama berjalan; sebagai siksa atas kedurhakaan
mereka. Siksa itu berlangsung selama 40 tahun di Gurun Tih (tersesat).
Sina, negeri gurun pasir, tidak ada tumbuhan dan air di sana kecuali sedikit.
Orang Israil berputar dalam satu lingkaran tanpa henti sepanjang hari, dan dalam satu
daerah, tidak mampu keluar darinya.
Bani Israil kelaparan dan kehausan. Pertama, mereka mengeluh kehausan pada
Musa, maka Musa berdoa pada Tuhannya agar member mereka minum. Allah
mewahyukan Musa:
―Pukullah batu itu dengan tongkatmu‖. Saat Musa memukul batu itu dengan
tongkatnya, maka keluarlah 12 mata air persis seperti jumlah golongan Bani Israil.
Mereka pun minum hingga hilang rasa haus mereka. Kedua, mereka mengeluh
kelaparan, maka Musa berdoa pada Allah. Allah menurunkan Manna dan Salwa untuk
mereka.
Manna adalah minuman manis terbuat dari madu yang jatuh dari pohon.
Barangsiapa yang meminumnya akan kenyang, dan hilanglah rasa haus mereka. Manna
turun seperti salju. Jika salah seorang dari mereka menyimpannya, maka Manna itu
akan hancur, kecuali hari Jumat. Mereka menyimpannya pada hari itu untuk hari sabtu,
yang merupakan hari ibadah mereka; orang-orang Yahudi tidak bekerja pada hari itu.
Sedangkan Salwa adalah burung puyuh gemuk turun sudah terpanggang dari
langit, sebagai makanan yang penuh berkah. Allah berfirman pada mereka:
―Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami berikan‖.
Mereka makan, dan merasa kenyang. Namun tabiat Bani Israil yang
memisahkan mereka—dengan Manna dan Salwa. Yaitu banyak permintaan terhadap
para nabi. ―Musa, kami bosan dengan makanan ini—Manna dan salwa, berdoalah pada
Allah agar mengeluarkan untuk kami biji-bijian dari tanah, seperti kacang, bawang
merah, bawang putih, mentimun, dan kacang adas‖.
Musa, nabi Allah, heran dengan sikap kaum yang telah Allah beri Manna dan
Salwa, meminta sesuatu yang berbau busuk, kacang adas, kacang, dan bawang.
―Apakah kalian akan mengganti sesuatu yang baik dengan yang lebih rendah.
Pergilah ke Mesir. Di sana terdapat apa yang kalian minta‖.
Mereka malu terhadap diri mereka sendiri, namun mereka kembali untuk kedua
kalinya mengeluh pada Musa panasnya sinar matahari; bukannya mereka bekerja,
membuat sesuatu yang dengannya mereka berteduh. Musa berdoa, maka Allah
memberikan mereka awan putih yang meneduhi mereka, sedangkan di tempat yang lain
cahaya matahari merata.
Di malam hari cahaya bulan merata. Allah memberikan mereka nikmat yang
besar. Dalam beberapa malam, yang tidak ada cahaya bulan, Allah menjadikan buat
mereka tiang-tiang dari cahaya, yang dengan terangnya mereka berjalan di malam hari.
Mereka keluar dari Mesir, tanpa membawa pakaian, maka mereka mengeluh
tentang baju-baju usang mereka pada nabi Allah, Musa. Musa berdoa, maka Allah
memberikan nikmat yang lebih besar. Allah membuat pakaian yang selalu bersih.
Pakaian-pakaian itu membesar sesuai pemiliknya saat usianya bertambah. Namun
mereka tidak memelihara nikmat-nikmat tersebut.
***
Allah mewahyukan Musa a.s. untuk pergi ke puncak gunung Thur. Allah akan
menurunkan syariat-Nya pada Musa dan mengajarkannya Taurat. Di dalamnya petunjuk
bagi Bani Israil.
37

Musa bersiap-siap untuk bertemu Allah, dan berpesan pada saudaranya Harun,
seorang nabi dan wakil, agar menjaga Bani Israil selama kepergiannya; agar Harun
mengurus urusan-urusan mereka, mengajari mereka apa yang belum mereka ketahui
dari syariat Allah. Musa menjelaskan bahwa masa kepergiannya adalah 30 hari.
Musa pergi menemui Tuhannya, menaiki gunung Thur. Di sana syariat Allah
turun padanya. Musa puasa selama 30 hari. Ia merasa bau mulutnya telah berubah, maka
ia menggunakan siwak—sikat dari akar pohon—untuk membersihkan gigi-giginya.
Allah bertanya:
―Mengapa kau melakukannya‖.
―Tuhanku, bau mulutku telah berubah‖.
―Musa, bau mulut orang puasa bagiku lebih wangi dibanding bau minyak
wangi‖.
Allah menyuruhnya puasa 10 hari lagi. Maka Musa tinggal (mîqât) bersama
Allah genap 40 malam. Allah memberinya lembaran-lembaran berisi Taurat dan
pengajarannya.
Pelajaran Taurat meliputi: jangan mencuri, jangan berzina, jangan bersumpah
palsu pada temanmu, sembahlah Allah; tiada sekutu bagi-Nya, jangan membunuh,
turutilah ayah dan ibumu sampai usiamu tua, jangan memerhatikan terlalu lama rumah
temanmu, jangan mengharapkan istrinya dan hamba sahayanya, yaitu iri padanya.
Musa bahagia menerima Taurat. Ia ingin segera menyampaikannya pada
kaumnya. Namun Allah menyampaikan berita yang membuatnya sedih. Berita apakah
gerangan?!
Sebelum meninggalkan Mesir, orang-orang Yahudi minta orang-orang Mesir
agar meminjami mereka emas dan perhiasan agar mereka bisa memakainya pada hari
raya, dan berjanji akan mengembalikannya.
Namun niat orang-orang Yahudi adalah mencuri perhiasan wanita yang terbuat
dari emas itu, yaitu cincin, anting, gelang kaki, dan sebagainya.
Karena Bani Israil bebal, salah seorang dari mereka, Samiri, mencuri emas
mereka dengan tipu daya setan.
Orang kafir ini mengumpulkan emas-emas itu. Ia membakarnya dan membuat
anak sapi jantan, dengan dua lubang di perutnya.
Jika udara masuk ke dalam perutnya, maka keluar suara seolah-olah suara sapi.
Orang-orang Yahudi menyangka bahwa sapi ini adalah tuhan. Samiri berkata pada
mereka, ―Inilah tuhan kalian dan tuhan Musa.‖
Ia memanfaatkan ketiadaan Musa pada sepuluh hari terakhir.
―Musa telah mati. Inilah tuhan kalian dan tuhannya. Sembahlah anak sapi ini‖.
Mereka menurutinya dan menyembahnya, kecuali Harun dan beberapa orang
mukmin yang menolak sujud pada patung emas yang disembah Yahudi, hamba harta
dan emas.
Saat Musa hendak kembali pada kaumnya, Allah mengabarkan bahwa kaumnya
menyembah patung sapi, maka ia sangat sedih.
Ia segera kembali. Di sana ia melihat sapi, dan mengira bahwa Harun telah
menyembah sapi bersama mereka. Ia mencekiknya.
―Mengapa kau biarkan mereka menyembah sapi? Apakah kau menyetujuinya?‖
―Musa, anak ibuku, jangan lakukan ini padaku. Demi Allah, aku telah
menasihati mereka, dan mencegahnya. Namun mereka tetap menyembahnya. Aku
menunggumu, hingga kau kembali dengan perintah Allah dalam masalah ini‖.
Harun menghadirkan Samiri pada Musa.
38

―Allah marah padamu, Samiri. Pergilah. Siksa Allah akan menimpamu, berupa
penyakit; saat tanganmu menyentuh tubuhmu, kulitmu akan terkelupas hingga kau akan
berkata, ‗Jangan sentuh aku.‘‖
Musa membakar sapi itu, dan melemparkannya ke laut. Bani Israil menangis
karena sedih terhadap sapi itu. Lalu mereka meminum air laut, tempat leburnya emas
itu. Sungguh suatu kebodohan!!
Allah membuka aib orang-orang itu. Warna mulut mereka berubah kuning.
―Wahai kaumku, kalian telah berbuat aniaya terhadap diri kalian sendiri, dengan
menjadikan sapi sebagai tuhan selain Allah. Siksa kalian adalah kalian akan membunuh
diri kalian sendiri, hingga Allah mengampuni kalian‖.
Musa memerintahkan orang-orang yang menyembah sapi agar memasuki desa
yang gelap. Lalu mengikat diri mereka, hingga datang orang yang tidak menyembah
sapi. Mereka akan membunuh Bani Israil itu dengan pedang. Sedangkan tanda Allah
menerima taubat mereka adalah datangnya kegelapan, lalu kegelapan itu hilang. Saat
kegelapan itu hilang, artinya taubat diterima, sehingga mereka terbebas dari
pembunuhan.
Orang yang tidak menyembah sapi mulai membunuh para penyembah sapi
hingga anak-anak menjeriti ayah-ayah mereka, para wanita menangis, Musa
mengangkat tangannya berdoa pada Allah.
Allah mengabulkan doa Musa, dan menerima taubat mereka. Kegelapan itu
hilang. Allah mengampuni orang-orang yang tersisa, dan menyayangi orang-orang yang
mati.
***
Allah menyuruh Musa memilih 70 laki-laki Bani Israil untuk pergi ke gunung
Thur. Mereka mohon ampun pada Allah atas penyembahan kaumnya terhadap sapi.
Musa memilih 70 laki-laki. Lalu Musa naik bersama mereka ke gunung Thur. Saat
Allah berbicara, Musa masuk ke dalam awan dari cahaya; cahaya ini meliputi gunung—
seluruhnya bahkan lebih. Bani Israil mendengar perkataan Allah pada Musa.
―Musa, kami tidak akan beriman padamu hingga kami melihat Allah secara
langsung‖.
Pertanyaan mereka ini karena ragu terhadap Allah Swt., maka Allah
mengirimkan petir dari langit pada mereka. Mereka semua mati. Musa menangis.
―Wahai Tuhanku, jika Kau mau, Kau bisa menghancurkan mereka saat mereka
menyembah sapi. Tuhanku, akal mereka lemah. Jangan hancurkan kami karena
perbuatan orang-orang bodoh. Tuhanku, hidupkanlah mereka. Engkau pelindung kami,
maka ampunilah kami. Sayangilah kami. Engkau sebaik-baik orang yang mengampuni.
Tulislah untuk kami kebaikan di dunia ini. Kami bertaubat padamu. Kami telah kembali
dari maksiat‖.
Allah menghidupkan dan mengampuni mereka. Mereka kembali ke rumah-
rumah mereka bersama Musa a.s. Namun mereka kembali pada kemaksiatan, dan tidak
pernah meninggalkannya.

Pelajaran Berharga:
1. Bani Israil, yaitu orang-orang Yahudi merupakan kaum yang buruk yang
menentang Allah dan rasulnya, dan mengingkari janji merupakan sifat utama
mereka.
2. Bersyukur pada Allah atas segala nikmat, bukan membantah dan
mengkufurinya.
39

3. Hanya menyembah Allah, tiada sekutu baginya.


4. Allah tidak memerintah kecuali kebaikan, selamanya.
40

8. SAPI BANI ISRAIL


Seorang laki-laki menjerit dan berteriak.
―Engkau yang membunuh?‖ Yang lain berkata:
―Engkau dan kaummu yang membunuh‖.
Anak saudara orang yang terbunuh datang, menampar dan berkata, ―Kalian
membunuh pamanku untuk mencurinya dan mewarisi hartanya.‖
Salah seorang dari mereka berkata, ―Kita temui nabi Allah, Musa a.s. untuk
menjelaskan pada kita kebenarannya.‖
Mereka menemui Musa dan menceritakan kisah orang yang terbunuh itu
padanya.
―Aku minta kalian bersumpah atas nama Allah jika ada di antara kalian yang
tahu sesuatu tentang orang yang terbunuh ini‖.
Tidak ada seorang pun yang bicara, maka Musa minta pertolongan pada Allah,
dan berdoa. Lalu ia kembali ke kaumnya.
―Allah menyuruh kalian untuk menyembelih seekor sapi‖.
―Seekor sapi, Musa. Apakah kau mengejek kami‖.
―Aku berlindung pada Allah dari orang-orang yang bodoh‖.
―Kalau begitu tanyakan pada Allah seperti apa bentuk sapi itu‖.
Musa berdoa pada Allah. Allah berkata pada kalian, ―Sapi itu tidak tua dan tidak
kecil, pertengahan antara keduanya.‖
Karena Musa tahu bahwa mereka banyak bertanya, maka Musa berkata,
―Lakukanlah apa yang diperintahkan pada kalian.‖
―Tanyakan pada Tuhanmu, apa warna sapi itu‖.
Allah berkata bahwa, ―… Sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang
kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya,‖ (QS Al-
Baqarah [2]: 69). Saat mereka mempersulit, Allah akan menyulitkan mereka. Mereka
tidak menemukan sapi dengan warna tersebut. Mereka menemui Musa. ―Berdoalah pada
Allah agar menjelaskan pada kami. Karena sapi kuning itu banyak, kami bingung
memilihnya‖.
Musa berkata—setelah berdoa pada Allah. Allah berkata bahwa, ―…. sapi betina
itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula
untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang,‖ (QS Al-Baqarah [2]: 71).
Mereka pergi dan mencari sapi itu tanpa henti, hingga mereka menemukannya
pada seorang anak yang baik pada kedua orangtuanya. Allah memberinya balasan yang
baik. Ia menjual sapi itu dengan emas 10 kali lipat berat sapi itu.
Saat mereka telah menyembelih sapi itu, Musa menyuruh mereka untuk
mengambil tulang sapi itu dan memukulkannya pada orang yang terbunuh itu. Mereka
melakukannya.
Mayat itu berdiri. ―Anak adikku telah membunuhku, yaitu dia yang berteriak
dan menampar, agar ia mewarisi hartaku‖. Lalu orang itu mati untuk kedua kalinya.
Pembunuh itu pun diharamkan mendapat warisan. Tidak ada warisan bagi pembunuh.
Seperti dibunuhnya seorang paman, disebut dalam syara dengan qishâsh. Allah
membuka aibnya dan menghinakannya. Peristiwa itu sebagai bukti bagi Bani Israil
tentang kekuasaan Allah Swt. dalam menghidupkan orang mati, dan Dia Mahakuasa
terhadap segala sesuatu, dan hari kiamat itu benar.
41

Mukjizat dan bukti-bukti kebenaran Allah dan rasul-Nya tidak menyadarkan


Bani Israil. Namun mereka terus menyakiti Musa a.s., hingga ia mati dan ia benci pada
mereka.
Pelajaran Berharga:
1. Kekuasaan Allah membangkitkan orang-orang mati dari kubur mereka.
2. Tidak berlebihan pada diri dalam menjalankan syariat, dan taat pada Allah
Swt.
3. Banyak bertanya tidak selalu menunjukkan kecerdasan, namun kadang
menunjukkan kebodohan.
4. Baik terhadap kedua orangtua, balasannya kebaikan.
42

9. IKAN, MUSA, DAN KHIDIR A.S.


Pada suatu hari, nabi Musa memberikan ceramah di hadapan Bani Israil,
menyuruh mereka untuk taat kepada Allah Swt. Tiba-tiba salah seorang di antara
mereka berdiri dan berkata:
―Siapakah orang yang paling banyak ilmunya?‖
Musa menjawab, ―Sayalah orangnya.‖
Maka Allah menurunkan wahyu kepada Musa, ―Mengapa engkau menganggap
bahwa dirimu sebagai manusia yang paling banyak ilmunya? Mengapa tidak
menyerahkannya kepada Allah dengan mengatakan, ‗Allahlah yang lebih tahu.‘‖ Musa
pun memohon ampun kepada Tuhannya lalu berkata, ―Wahai Tuhanku, lalu siapakah
orang yang lebih banyak ilmunya daripadaku?‖
Allah berfirman, ―Sesungguhnya aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di
majma‟al bahrain (pertemuan dua laut), dia lebih banyak ilmunya daripada kamu.‖
―Wahai Tuhanku, bagaimana aku bisa sampai kepadanya?‖
―Bawalah seekor ikan dalam sebuah wadah, lalu engkau pergi ke tempat itu. Di
sana ikan tersebut akan hilang dan itulah tandanya engkau akan bertemu dengan seorang
hamba yang beriman.‖
Musa sangat merindukan pertemuan dengan hamba mukmin yang telah Allah
ajari ilmu selain yang ia miliki. Lalu Musa memanggil pembantunya yang sudah
menginjak remaja, yaitu Yusya bin Nun. Ia menyuruhnya berburu seekor ikan untuk
diletakkannya dalam sebuah wadah.
Dimulailah perjalanan ilmiah Musa dan pemuda itu untuk mencari hamba Allah
tersebut.
Musa adalah seorang nabi yang tidak menyukai kesengsaraan atau kelelahan
dalam perjalanan kecuali karena tujuan mencari ilmu dan menginginkan untuk segera
mencapainya, walaupun sampai ke ujung dunia.
Oleh karena itu, Musa dan Yusya bin Nun keluar untuk mencari seorang hamba
saleh yang telah diberi banyak ilmu oleh Allah. Sehingga, keduanya sampai ke tempat
bertemunya dua lautan.
Di pinggir sebuah batu karang yang besar, Musa dan Yusya tertidur karena
sangat kelelahan. Pada waktu mereka tertidur, ikan yang mereka bawa keluar dari
wadahnya. Karena batu besar tersebut letaknya tidak jauh dari laut, maka ikan itu
dengan cepat kembali ke lautan dengan perasaan senang karena bisa hidup kembali.
Musa dan Yusya bangun dari tidur dan keduanya melanjutkan pencarian hamba
yang saleh tersebut. Di tengah perjalanan, Musa dan Yusya merasa sangat lapar. Musa
berkata kepada Yusya:
―Bawalah ke mari makanan kita (ikannya), kita sudah sangat letih karena
perjalanan kita ini!‖
Lalu Yusya membuka wadah ikannya dan ternyata ikan itu sudah tidak ada. Ia
mengira bahwa dirinya lupa meninggalkan ikan itu di pinggir batu besar tadi.
―Aku lupa membawa ikan itu. Bagaimana kalau kita kembali ke pinggir batu
tempat kita tidur, mudah-mudahan ikan itu mAsih ada di sana,‖ kata Yusya.
Musa mengetahui bahwa ia akan menemukan hamba saleh itu di sana.
Sebagaimana yang diberitahukan oleh Allah Swt., sesungguhnya tanda untuk itu adalah
dengan hilangnya ikan. Sekarang ikannya sudah hilang, berarti ia akan segera bertemu
dengan hamba itu dan menimba ilmu darinya.
43

Lalu kembalilah Musa dan Yusya ke tempat batu besar berada, untuk
menemukan keajaiban Allah Swt. di sana.
***
Khidir a.s. adalah seorang hamba Allah yang saleh, yang telah diajari oleh Allah
sebuah ilmu yang tidak dimiliki oleh siapa pun. Khidir telah meminum mata air yang
disebut Ainul Hayat, yaitu mata air yang jika diminum oleh seseorang maka ia akan
memiliki umur panjang.
Khidir telah hidup sampai ia memeluk agama Islam bersama Rasulullah Saw.
dan setelah itu ia wafat.
Ia berkeliling negeri untuk melaksanakan perintah Allah, mengajak para hamba
untuk beribadah kepada-Nya.
Di pertemuan dua laut, di bawah batu besar, Khidir melakukan salat dengan
berbaju merah. Lalu Musa mengucapkan salam kepadanya:
―Assalalmu‟alaikum warahmatullâh wabarakâtuh‖.
―Wa‟alaika salam. Siapakah engkau?‖
―Musa, nabi dari Bani Israil, Siapa namamu, wahai hamba yang saleh?‖
―Aku Khidir. Apa maksud kedatanganmu ke sini?‖
―Aku ingin mengikutimu hingga engkau mau mengajariku ilmu yang telah Allah
ajarkan kepadamu‖.
―Wahai Musa, sesungguhnya aku memiliki ilmu yang tidak Allah ajarkan
kepadamu dan engkau pun memiliki ilmu yang tidak Allah ajarkan kepadaku.
Sesungguhnya engkau tidak akan bisa sabar terhadap apa yang engkau lihat. Bagaimana
mungkin engkau bisa sabar dengan ilmu yang belum engkau ketahui sedikit pun.‖
―Insya Allah aku akan menjadi orang yang sabar dan tidak akan melanggar apa
yang engkau perintahkan.‖
―Jika engkau mengikutiku maka janganlah engkau menanyakan sesuatu apapun
sebelum aku menjelaskannya‖.
Inilah syarat yang diterima Musa untuk mengikuti perjalanan Khidir, agar bisa
melihat dan mendengar tanpa harus berbicara, sebelum Khidir menjelaskan dan
menyebutkan rahasia-rahasia pengetahuan tersebut di akhir. Maka tibalah saatnya
perjalanan seorang hamba yang saleh dengan seorang nabi. Ini merupakan salah satu
proses pembelajaran yang menjadikan para nabi sebagai murid dari sebagian hamba
yang saleh.
Adakah perjalanan yang lebih indah daripada perjalanan seorang nabi yang
menjadi murid dari seorang hamba yang saleh? Jelaslah ini merupakan perjalanan yang
menakjubkan!!
***
Musa dan Khidir pergi hingga sampai ke pinggir lautan. Lalu keduanya
meminum mata air Ainul Hayat.
Tak lama kemudian, sebuah perahu lewat di hadapan mereka. Khidir memanggil
para penumpang yang berada di atasnya dan mereka pun ternyata mengenal Khidir.
Khidir dan Musa menaiki perahu bersama mereka.
Para pemilik perahu sudah mengenal Khidir, sehingga mereka menerima dan
mengajaknya naik tanpa harus membayar ongkos. Musa senantiasa menunggu apa yang
akan ia ketahui dari hamba saleh itu. Ia pun berdiri di sampingnya, di ujung perahu.
Lalu datanglah seekor burung kecil hinggap di tepi perahu. Burung itu menjulurkan
paruhnya ke laut dan meminum setetes air. Asinnya air laut tidak membuat burung itu
kaget, setelah itu ia terbang jauh. Khidir berkata terhadap Musa:
44

―Wahai Musa sesungguhnya perumpamaan ilmuku, ilmumu dan ilmu seluruh


manusia dibandingkan dengan ilmu Allah seperti paruh burung tersebut ketika barada di
tengah lautan‖.
Tahulah Musa bahwa ia sedang berada di depan seorang cendekiawan. Rasa
takjub Musa makin bertambah, demikian pula penghormatannya kepada Khidir. Di
tengah-tengah ketakjubannya itu terajadilah hal yang tak disangka-sangka. Ketika para
pemilik perahu—mereka adalah orang-orang fakir miskin—sedang sibuk berburu, tiba-
tiba Khidir mendekati sebuah papan perahu dan mencopotnya sehingga perahu itu
berlubang.
Di sinilah Musa berontak dan marah, lalu ia berkata:
―Mereka adalah kaum yang telah membawa kita tanpa memungut ongkos,
mengapa engkau mencopot papan perahu mereka dan membuat perahu itu berlubang,
apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh engkau telah berbuat suatu
kesalahan yang besar‖.
Tetapi Khidir kelihatan tenang dan berkata kepada Musa:
―Bukankah aku telah mengatakan kepadamu sesungguhnya engkau tidak akan
bisa sabar denganku‖.
Lalu Musa ingat tentang syarat itu. Perjanjian yang telah ia putuskan adalah
tidak bertanya dan tidak membantah.
―Janganlah engkau menghukumku karena aku lupa dan jangan pula
membebaniku dengan urusan yang tidak mampu aku lakukan‖.
Lalu ia pergi lagi setelah Khidir memaafkan kealfaannya yang pertama.
***
Sifat lupa dan tidak sabar adalah aib manusia. Adam pun pernah lupa memakan
buah khuldi yang diharamkan Allah dan ia menginginkan dengan segera atas sebuah
keputusan Allah. Balasan yang ia terima adalah diturunkan ke bumi. Maka seluruh
keturunan Adam mewarisi sifat ini, sehingga Musa pun lupa apa yang dia janjikan
kepada Khidir untuk tidak bertanya tentang sesuatu sebelum Khidir menjelaskan hakikat
dari perkara-perkara yang ia lakukan dan Khidir juga memaklumi Musa.
Selanjutnya Khidir berangkat dengan ditemani Musa, untuk mengajarkan
kepadanya sebuah pelajaran baru dan menjelaskan rahasia keajaibannya.
Khidir dan Musa turun dari perahu menuju sebuah desa. Mereka berdua
menemukan seorang anak yang sedang bermain dengan riang gembira. Mereka
bagaikan malaikat karena masih suci dari dosa dan belum mengetahui antara salah dan
benar.
Tiba-tiba Khidir memilih salah seorang anak yang paling ganteng di antara
mereka. Ia membisikinya dan pergi bersama anak itu hingga ke tempat yang jauh dari
pandangan manusia. Ia memegang kepala anak itu lalu membunuhnya. Musa melihat
Khidir melakukan hal itu hingga ia pun berteriak dan bergejolak amarahnya.
―Mengapa engkau membunuh jiwa yang masih suci, tanpa alasan yang benar
(bukan karena dia telah membunuh orang lain)? Sungguh engkau telah melakukan
sesuatu yang sangat mungkar.‖
Perkara-perkara yang sulit itu tidak bisa dipahami oleh Musa. Andaikan kita
berada pada posisi sebagai Musa tentu kita akan melakukan hal sama. Tetapi Khidir
tidak melakukan sesuatu kecuali karena perintah Allah. Lalu Khidir memandang Musa
dengan berkata:
―Bukankah telah aku katakan kepadamu, sesungguhnya engkau tidak akan bisa
sabar bersamaku.‖
45

Musa berkata penuh malu dengan apa yang telah ia lakukan. ―Jika aku bertanya
kepadamu tentang hal yang lain, engkau berhak untuk meninggalkanku. Engkau telah
banyak memaafkanku‖.
Sebenarnya Musa masih berharap untuk tetap menyertainya. Ia menunggu
keajaiban-keajaiban lain dalam perjalanannya. Tetapi ia menetapkan sebuah syarat
dengan apa yang dikatakannya itu. Dia mengira tidak akan lupa untuk kesekian kalinya.
Tetapi Adam pun dulu pernah lupa, maka wajarlah kalau keturunannya memiliki sifat
pelupa. Manusia sungguh berada dalam duka cita.
***
Kemudian Musa dan Khidir melanjutkan perjalanannya yang asing dan penuh
keajaiban, hingga mereka sampai ke sebuah desa dalam keadaan sangat lapar.
Mereka pun mencari makanan dari penduduk desa itu. Apalagi Musa belum
sempat makan sejak hilangnya ikan yang ia bawa. Sedangkan penduduk desa tersebut
merupakan orang-orang kikir, mereka tidak mau menjamu keduanya. Musa tetap
bersabar hingga ia bersama Khidir menemui sebuah tembok tua yang hampir roboh.
Khidir berkata pada Musa: ―Bantulah aku menegakkan dinding ini.‖
Rasa lapar yang dirasakan Musa sudah begitu kuat, namun ia tetap diam
sehingga tidak adanya perpisahan dalam perjalanannya menemani orang saleh tersebut.
Lalu dia membantunya menegakkan dinding itu. Ketika keduanya selesai mendirikan
kembali dinding itu, Musa berkata:
―Kita telah meminta makanan dan jamuan dari penduduk desa ini, tapi mereka
tidak mau menjamu kita. Andaikan engkau mau, engkau bisa meminta upah atas
pekerjaan ini‖.
Khidir pun berkata, ―Inilah akhir dari perjalan kita.‖
Musa sepertinya menyesali apa yang ia katakan. Ia masih berharap perjalanan itu
bisa lebih lama lagi.
Lalu Khidir berkata lagi, ―Akan aku jelaskan takwil tentang apa yang ingin
segera engkau ketahui.‖
―Adapun perahu, itu adalah milik orang-orang miskin dan fakir yang bekerja di
laut. Sementara di belakang mereka terdapat seorang raja zalim yaitu Hudad bin Budar
yang akan merampas setiap perahu untuk dimilikinya. Jika ia melihat cacat dalam
perahu, ia akan meninggalkannya dan tidak akan mengambilnya.‖
―Setelah kita semua turun dari perahu itu, ia datang dan mendapati perahu telah
terkoyak lalu ia pun meninggalkannya. Mengoyak perahu adalah sebagai sebab
selamatnya para pemilik perahu itu, bukan untuk menenggelamkan mereka.‖
Musa merasa takjub. Ia tidak mengetahui tentang hal-hal yang gaib dan yang
memperdayakan akal manusia. Ia tidak mengetahui hikmah Allah dalam segala
perbuatan, walaupun dalam beberapa hal ia merasa lelah mengikutinya.
―Sedangkan Anak yang dibunuh—namanya Jaisur—kedua orang tuanya adalah
orang mukmin. Jika ia dibiarkan hidup, ia akan menjadi orang kafir. Allah akan
mengganti dengan anak berikutnya yang lebih baik darinya, yaitu anak yang akan
menjadi seorang mukmin yang tidak akan menyusahkan kedua orang tuanya.‖
Kematian yang mendadak mendatangkan kesedihan yang mendalam bagi kedua
orang tuanya, namun kecintaan Allah terhadap hamba-Nya melebihi kecintaan seorang
ibu terhadap anaknya.
―Mengenai tembok, adalah milik dua orang anak yatim di Madinah. Bapaknya
adalah seorang mukmin. Di bawah dinding itu terdapat kekayaan yang disimpan
bapaknya untuk bekal kedua anaknya itu.‖
46

―Bapak kedua anak itu telah berdoa kepada Allah agar kedua anaknya bisa
mendapati hartanya itu, maka Allah mengabulkan doanya dan menyuruhku untuk pergi
ke sana, menegakkan kembali dinding itu sebelum benar-benar runtuh. Jika keduanya
menginjak dewasa, maka mereka akan mendapatkan harta simpanan itu. Inilah takwil
tentang apa yang ingin segera engkau ketahui.‖
Khidir dan Musa berpisah. Setelah melakukan perjalanannya mencari ilmu baru
tersebut, Musa kembali ke Bani Israil. Kebaikan yang sangat bernilai; sebuah perahu
yang dicopot papannya, anak yang dibunuh, dan tembok yang dibangun kembali.
Setelah melewati masa yang lama, Rasulullah Saw. bersabda. ―Kita
menyayangkan, andaikan Musa Sabar, kita akan melihat keajaiban. Kita semua
menyayangkan hal itu.‖

Pelajaran Berharga:
1. Allah Swt. Maha Mengetahui, dan ilmu-Nya tidak terbatas.
2. Memuliakan ilmu dan ulama serta mau menanggung kesusahan dalam mencari
ilmu.
3. Perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa dalam mencapai apa yang diharapkan.
4. Takdir Allah seluruhnya baik untuk manusia; karena Dia mencintai semua
hamba-Nya.
47

10. KELEDAI BUL’AM


Selama empat puluh tahun, Bani Israil hidup di padang yang luas dan tersesat.
Mereka tidak pernah bisa keluar dari sana. Beberapa generasi telah mati di padang
tersebut dan diganti dengan generasi-generasi baru.
Sebelum Nabi Musa a.s. wafat, ia berjanji bahwa dari generasi baru akan
muncul, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah, tidak bersujud kepada berhala,
menyembah anak sapi jantan atau durhaka kepada Allah. Maka janji itu pun terbukti,
mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ia menyuruh mereka untuk salat dan zakat serta jihad di jalan Allah. Akan tetapi
nabi Musa wafat sebelum menyempurnakan cita-citanya memerdekakan Baitulmaqdis.
Allah telah mewahyukan kepada Musa sebelum ia wafat untuk membuat
perjanjian dengan mereka yang beriman, agar tetap mendirikan salat, menunaikan zakat
dan beriman kepada Rasul.
Ketika mereka mampu melaksanakan kewajiban ini, ia menyuruh mereka untuk
berperang dan mereka pun mentaatinya sehingga Allah mengampuni dosa-dosa mereka,
menghilangkan siksa dari mereka semua dan Allah menaklukkan bagi mereka
Baitulmaqdis yang berada di tangan kaum kafir al-Amalik.
Musa mempercayakan semangat pendidikannya kepada seorang pemuda, Yusya
bin Nun, yang merupakan pelayannya. Ia juga memilih di antara pemuda-pemuda Bani
Israil yang mempunyai kekuatan badan dan kekuatan iman untuk dijadikan tentara yang
siap berperang di jalan Allah.
Pemuda-pemuda yang mempunyai kelebihan itu berjumlah duabelas orang.
Mereka dipilih untuk menjadi pemimpin sekaligus panglima bagi kaumnya masing-
masing. Allah telah mengancam mereka dengan siksa, jika mereka mengkhianati
perjanjian itu.
Musa berkata kepada mereka, ―Jika setelah itu, diantara kamu ada yang kafir
maka ia telah berpaling dari agama Allah.‖
Jumlah pemuda yang terdiri dari duabelas orang tersebut ditetapkan berdasarkan
jumlah kaum dan kabilah Bani Israil. Bani Israil tersebut terdiri dari duabelas kabilah
sesuai dengan jumlah putra Yaqub a.s. termasuk Nabi Yusuf a.s.
Pemuda-pemuda tersebut merupakan tentara-tentara mukmin yang dipimpin
oleh Yusya bin Nun untuk berangkat ke Baitulmaqdis. Hal ini terjadi setelah wafatnya
Nabi Musa a.s.
***
Di tanah al-Amalik, hiduplah Bul‘am bin Ba‘ura seorang pria saleh yang
mengetahui ismu al-a‟zham (nama-nama Allah Yang Agung) yang jika dibaca dalam
berdoa, maka doa tersebut akan dikabulkan.
Dia adalah seorang laki-laki yang dicintai oleh kaumnya, tetapi dia memisahkan
diri dari mereka di padang pasir yang berada di negerinya. Ia hidup di gerejanya yang
jauh dari kaumnya dari kekufuran mereka.
Dalam hati Bul‘am tidak terbersit untuk mengajak kaumnya beriman. Dia
memilih uzlah (memisahkan diri) daripada mengajak manusia untuk beriman kepada
Allah Swt.
Kaum al-Amalik mengetahui bahwa generasi baru dari kaum Musa telah muncul
menjadi mujahid di jalan Allah. Mereka tidak memiliki sifat penakut sebagaimana
dimiliki oleh orang-orang sebelumnya. Mereka memilih mati di jalan Allah untuk
mendapatkan surga.
48

Maka sadarlah mereka bahwa dalam memerangi Bani Israil mesti menggunakan
tipudaya. Salah seorang di antara mereka berkata:
―Kita harus pergi menemui Bul‘am, meminta agar dia berdoa kepada Allah
untuk membinasakan mereka. Dia itu doanya mustajab. Setiap hujan terhenti, kami
selalu pergi menemuinya dan dia berdoa kepada Allah, maka hujan pun turun. Untuk itu
kita harus pergi kepadanya agar dia berdoa kepada Allah.‖
―Ide yang bagus, kita temui dia,‖ kata sang gubernur. Maka semuanya pergi
untuk menemui Bul‘am di tempat peribadatannya.
***
Setelah Allah mengangkat siksa-Nya, tentara Bani Israil senantiasa berada di
padang pasir.
Mereka baru bisa keluar dari padang yang luas dan menyesatkan setelah berada
di dalamnya selama empat puluh tahun penuh, di mana mereka berada dalam satu
kumpulan dan menetap di dalamnya, tanpa bisa keluar. Sekarang mereka sudah bisa
keluar. Mereka bahagia dan menyadari bahwa ini merupakan pertolongan dari Allah.
Suatu ketika, Yusya berkhutbah di hadapan kaumnya:
―Wahai Bani Israil ingatlah nikmat yang telah Allah berikan kepadamu, ketika
Allah menyelamatkanmu dari Fir‘aun. Ia telah membunuh setiap anak laki-lakimu,
mempermalukan istri-istrimu dan menghinakanmu dengan menjadi seorang hamba di
tanah dan istananya. Andaikan kamu semua tidak beriman kepada Allah berkat petunjuk
nabi-Nya, Musa, niscaya kamu akan tetap berada di tangan Firaun yang zalim yang
telah Allah tenggelamkan ke dalam lautan. Allah telah menyelamatkanmu dan
memilihmu sebagai orang-orang yang beriman kepada-Nya.
Dia telah menaungimu dengan awan dan menurunkan kepadamu manna (sejenis
madu) dan salŵ (sejenis burung puyuh).
Dan Dia telah menjadikan di antara kamu orang-orang yang merdeka
(mempunyai hak kepemilikan). Diantaranya ada yang memiliki rumah dan pelayan serta
Allah menurunkan rezeki kepadanya dari langit.
Janganlah kamu semua menjadi seperti orang-orang yang berkata kepada Musa:
‗Pergilah engkau dan Tuhanmu untuk berperang, sungguh kami akan tetap di sini.‘
Akan tetapi berperanglah kalian semua di jalan Allah, menghadapi musuh-
musuh-Nya hingga kamu bisa masuk ke tanah Muqaddas, nikmat dan berkah terus-
menerus turun kepadamu serta tidak ada kemarahan dan laknat di antara kamu.
Ketahuilah bahwa kita tidak bisa menang dengan alat-alat perang, dan tidak juga dengan
jumlah yang banyak, tapi kita dapat menang atas musuh-musuh kita hanya dengan
senjata iman kepada Allah, dan percaya atas pertolongan-Nya. Andaikan kita maksiat
kepada Allah, maka kita akan menjadi orang-orang yang hina dan musuh akan
membinasakan kita. Untuk itu, maka tetaplah pergi ke tanah Muqaddas.‖
Seorang tentara berkata, ―Wahai Nabi Allah, kenapa kita harus ke tanah
Muqaddas? Kenapa kita tidak berperang di tempat yang lain?‖
―Karena Muqaddas merupakan tanah kakekmu, Ibrahim dan bapakmu, Yakub.
Baitulmaqdis adalah milik setiap mukmin. Oleh karena itu Allah menyuruhmu untuk
membersihkannya dari kalangan al-Amalik yang menyembah berhala.‖
Yang lain berkata, ―Baitulmaqdis akan menjadi milik kita selamanya.‖
―Baitulmaqdis akan menjadi milik orang-orang mukmin saja. Jika kamu inkar
kepada Allah dan maksiat kepada-Nya niscaya Allah akan melepaskannnya darimu dan
kamu tidak akan bisa menjadi penduduk dan pemiliknya. Baitul Muqadas hanyalah
49

milik orang-orang beriman yang tidak durhaka terhadap apa yang Allah perintahkan dan
tidak merubah Firman Allah, melainkan taat kepada-Nya.‖
Keberanian telah menyelimuti seluruh jiwa tentara Bani Israil. Mereka berjalan
untuk menemui musush-musuh mereka dari kalangan al-Amalik. Kekuatan mereka
membuat mereka tidak takut menghadapi jumlah musuh mereka yang banyak.
Bahkan, iman merupakan ikrar sumpah mereka, kebenaran merupakan tujuan
mereka dan mati syahid adalah cita-cita mereka, sehingga akhirnya mereka bisa
memerdekakan tanah Muqaddas dari tangan orang-orang kafir penyembah berhala.
***
Di pihak lain, gubernur al-Amalik dan para panglimanya telah sampai ke gereja
Bul‘am dan Bul‘am pun menyambut mereka. Mereka berkata, ―Keperluan kami datang
kepadamu adalah agar engkau berdoa untuk kehancuran tentara Bani Israil.‖
―Bagaimana mungkin? Pemimpin mereka adalah nabi. Seorang nabi mempunyai
urusan dengan Allah, sedangkan aku tidak memiliki kekuasaan untuk mendoakan
kebinasaan mereka‖.
―Jika engkau berdoa untuk mereka, nanti kami akan memberikan harta yang
banyak dan engkau akan menjadi pemegang urusan kami. Kami akan mendengar kata-
katamu dan mengikuti pendapatmu. Kami tidak akan memutuskan suatu perkara tanpa
persetujuanmu. Engkau akan menjadi orang pertama di negeri kami‖.
Bul‘am memandang mereka, dan setan pun telah membisiki hatinya. Apa yang
mereka katakan telah menggugah hatinya. Ia menjadi tamak terhadap kehidupan dunia
dan lupa terhadap apa yang ia tunggu-tunggu dari Allah, yaitu surga dan nikmat-nikmat
yang tidak akan hilang selama taat kepada Allah. Ia juga telah berkhianat kepada
kaumnya.
Setan telah mengalahkannya. Ia menjadi sesat dan menyesatkan. Ia telah
menjual akhirat dan membeli dunia dengan menyepakati apa yang mereka pinta. Lalu ia
menunggangi keledainya menuju tempat berkumpulnya tentara Bani Israil untuk berdoa
demi kebinasaan mereka. Tetapi tiba-tiba keledainya tidak mau berjalan, bahkan
terdiam di tempat.
Ia memukulnya dengan tongkat agar keledai itu bisa berdiri dan berjalan, tetapi
keledai itu hanya melangkah sedikit lalu kembali diam di tempat, bahkan keledai itu
malah tertidur di tanah. Bul‘am memukulnya lagi dengan pukulan yang lebih keras, dan
keledai itu tiba-tiba berucap, ―Hai Bul‘am, mau pergi ke mana engkau? Sesungguhnya
malaikat berada di depanku menolak dan mengembalikanku serta tidak mengijinkanku
berjalan. Apakah engkau akan pergi ke nabi Allah, dan engkau akan berdoa demi
kebinasaan kaumnya yang beriman? Ini tidak akan terjadi bagimu selamanya.‖
Tetapi Bul‘am sudah buta dari tanda-tanda kekuasaan Allah termasuk keadaan
keledai yang bisa berbicara. Ia tetap memukulnya dengan pukulan yang lebih keras.
Benar-benar harta itu telah menghasudnya. Ia menginginkan martabat yang tinggi di
kalangan kaumnya.
Akhirnya ia sampai ke sebuah gunung yang disebut Husban. Ia melihat markas
tentara Bani Israil dan Yusya bin Nun. Lalu ia berdoa untuk mereka tetapi sekarang
lidahnya tidak mau mentaatinya. Ketika dia berdoa untuk Yusya dan Bani Israil
lidahnya terbalik sehingga dia berdoa untuk kebinasaan kaum dan dirinya sendiri.
Kaum Bul‘am memandangnya dengan heran, mengapa dia bisa melakukan
seperti itu? Lalu ia mencoba untuk kedua kalinya, namun tetap lidahnya berdoa untuk
diri dan kaumnya. Ketika mencoba yang ketiga kalinya lidahnya terkulai ke atas
dadanya. Maka tahulah ia bahwa Allah menjaga orang yang beriman. Dia tidak akan
50

menolong orang yang durhaka untuk mengalahkan orang yang taat dan tidak juga orang
menolong orang kafir untuk mengalahkan orang mukmin.
Ia berkata kepada kaumnya: ―Akhirat telah hilang dariku, yang tinggal hanyalah
urusan dunia. Aku telah inkar kepada Allah ketika aku berdoa untuk nabi dan kaumnya
sehingga Allah mengambil keberkahan ismu al-a‟zham dariku.
Maka doaku untuk mereka gagal sehingga aku tidak mendapatkan harta darimu,
yang ada hanyalah tipu daya dan kemakaran.‖
Mereka berkata, ‖Apa yang dapat kami lakukan?‖
―Sesungguhnya Allah akan mengazab suatu kaum jika mereka buta terhadap hal
yang keji dan melakukan dosa. Jika engkau menginginkan agar Allah murka terhadap
Yusa dan kaumnya, engkau hanya bisa melakukannya dengan cara mempercantik para
wanita dari kaummu dan mengirimkan mereka sebagai wanita penjual diri kepada
tentara Yahudi Bani Israil. Maka di saat ada salah seorang dari Bani Israil melakukan
kekejian, Allah akan mengirimkan azabnya terhadap mereka.‖ Pendapat ini pun
disepakati mereka.
Tak lama kemudian, lewatlah seorang perempuan dari kalangan mereka
kehadapan salah seorang tentara Bani Israil. Tentara itu pun tergoda dan melakukan
kekejian bersama perempuan tersebut. Lalu Allah menurunkan tha‟un (sebuah penyakit
yang mematikan) terhadap pelaku tersebut dan menular ke seluruh tentara Bani Israil.
Maka sejumlah besar tentara mati, sebagai balasan atas kekejian mereka.
Suatu saat, seorang mukmin datang membawa tombak dan masuk ke dalam
kemah yang di dalamnya terdapat pasangan yang sedang berzina. Lalu ia menikam
keduanya dan membawa keduanya yang masih tertikam itu ke tengah-tengah lapangan
sambil berkata:
―Ya Allah sesungguhnya aku telah membunuh orang yang maksiat terhadap-Mu
dan melakukan kekejian, maka hilangkanlah penyakit tha‘un. Allah pun menghilangkan
penyakit tha‘un tersebut dari Bani Israil. Sekarang mereka tinggal berhadapan dengan
kaum al-Amalik.
***
Semua tipu daya kaum al-Amalik untuk mengalahkan Bani Israil gagal. Jalan
lain hanyalah berperang antara dua kaum tersebut.
Adapun Bul‘am, ia telah dilaknat oleh Allah ketika ia lebih memilih bumi dan
dunia serta melupakan langit dan akhirat. Ia menjadi seperti anjing. Jika engkau
meninggalkannya, ia akan menjulurkan lidahnya dan menyalak, atau jika engkau
memukulnya ia pun akan menjulurkan lidahnya dan menyalak. Di dunia ia dilaknat
sementara di akhirat diazab.
Yusya bin Nun menyiapkan tentaranya untuk membebaskan Baitulmaqdis dari
orang-orang kafir. Setelah ia menyebrang sungai Ardan, lalu sampailah ia ke kota
Arihan dan ia mengalahkan para penjaga di sana.
Pengepungannya terhadap kota tersebut dilakukan selama enam bulan penuh.
Kota ini memiliki tembok pertahanan yang kokoh dan tinggi serta merupakan kota
kaum al-Amalik yang paling banyak penduduknya. Dengan pertolongan Allah, ia dapat
mengalahkan kaum al-Amalik di kota ini. Setelah penaklukannya, ia pun dapat
menaklukkan negeri demi negeri, kota demi kota, dan mengalahkan para panglima al-
Amalik.
Namun setelah itu semua, dia belum bisa sampai ke Baitulmaqdis. Kaum al-
Amalik menyadari bahwa jatuhnya Baitulmaqdis merupakan kehinaan yang sangat
besar.
51

Mereka lalu mengumpulkan tentaranya dan melakukan perjanjian untuk


mempertahankan kota mereka. Bersamaan dengan ini Yusya dan tentaranya telah
sampai ke Baitulmaqdis.
Dimulailah peperangan. Tidak ada suara yang melebihi kerasnya suara pedang.
Tidak ada yang beterbangan di udara selain debu dan kerikil. Terdengar pula rintihan
orang-orang yang luka. Suara takbir Bani Israil terdengar ke angkasa. Peperangan
memanas dan pertempuran menyala-nyala. Kaum al-Amalik menyerang dan Bani Israil
menekannya. Peperangan tersebut dimulai sejak pagi-pagi sekali dan berlanjut
sepanjang hari dalam keadaan yang tidak menyenangkan seperti halnya yang dirasakan
kaum al-Amalik. Siang hari hanya tinggal separuhnya, namun pertempuran tetap
berlangsung hingga matahari terbenam. Nampaklah, Bani Israil sebentar lagi akan
mencapai kemenangan dari musuh-musuh mereka.
Yusya a.s. berfikir dan menyadari bahwa hari itu adalah hari Jum‘at, jika
peperangan berakhir pada hari tersebut, mereka tidak akan bisa melanjutkan
peperangan melawan musuh mereka kecuali pada hari Ahad. Sebab hari Sabtu bagi
orang Yahudi merupakan hari libur dari segala pekerjaan dan hanya digunakan untuk
beribadah. Mereka tidak melakukan urusan yang lain.
Dengan demikian, kaum al-Amalik dapat menghimpun kembali kekuatan
tentaranya yang sudah bercerai-berai. Mereka dapat memulai pertempuran dengan
semangat baru. Pintu keluar dari masalah ini telah tertutup semuanya bagi Yusya,
kecuali dari salah satu pintu yaitu pintu langit. Ia pun mengangkat pandangannya
kepada Allah Swt. sambil memandang matahari yang hampir terbenam. Lalu ia berkata
kepada matahari:
―Engkau adalah mahluk yang diperintah oleh Allah dan aku pun demikian. Ya
Allah tahanlah sebentar matahari itu untukku.‖
Allah mengabulkan doanya dan menahan matahari itu hingga tidak terbenam.
Yusya menyeru kaum dan tentaranya, ―Mari kita menuju pertolongan-Nya wahai tentara
Allah.‖
Maka Bani Israil menyerang musuh mereka dengan serangan yang keras
sehingga dapat mengalahkan musuh-musuh mereka dengan kekalahan yang hina.
Mereka membunuh raja al-Amalik dan gubernurnya serta mengumpulkan harta
rampasan. Sebagaimana yang sudah berlalu bahwa harta rampasan itu dikumpulkan di
sebuah tempat, kemudian datang api putih dari langit yang melalapnya. Jika api itu
tidak turun berarti Allah murka terhadap mereka.
Untuk itu, Yusya mengumpulkan harta rampasan di suatu tempat dan menunggu
turunnya api itu bersama Bani Israil, akan tetapi api tersebut tidak kunjung turun.
Yusya berkata pada Bani Israil, ‖Sungguh diantara kalian terdapat para pencuri.‖
Mereka semua tidak mengakui bahwa di antara mereka ada yang mencuri sesuatu.
Yusya berkata lagi, ―Masing-masing pimpinan dari duabelas kabilah hendaklah berjabat
tangan denganku, jika tangan salah seorang di antara mereka menempel, kita akan tahu
bahwa dialah pencurinya.‖
Mulailah para pemimpin yang duabelas itu berjabat tangan dengan Yusya, dan
tiba-tiba tangan kedua orang di antara mereka menempel ke tangan Yusya. Yusya
berkata, ―Kamulah pencurinya.‖
Mereka pun mencari barang yang dicurinya dan menemukan emas sebesar
kepala sapi. Maka Yusya mengambilnya dan meletakannya bersama harta rampasan
lainnya. Api putih pun turun dari langit dan melahapnya. Mereka memuji Allah atas hal
itu.
52

Perjalanan Yusya sudah sampai ke arah Baitulmaqdis hingga mendekati tembok


pertahanannya.
Di atas tembok pertahanan Baitulmaqdis Allah menurunkan wahyu kepada
Yusya berupa sebuah perintah. Yusya menyampaikan perintah tersebut kepada
kaumnya, ―Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk masuk pintu Baitulmaqdis sambil
bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur atas kemenanganmu dan hendaklah kamu
mengatakan “hiththatun.””
―Apa itu hiththatun ya Yusya?‖ Kata salah seorang di antara mereka.
Maksudnya, ―Wahai Tuhan ampunilah dosa-dosa yang telah kami perbuat
dahulu.‖
―Semuanya? Tidak mungkin Allah akan mengampuni semua dosa-dosa kita.
‖Sessungguhnya nikmat Allah untukmu dan kaummu sangat banyak, maka
taatilah Allah dan mintalah ampunan kepadanya.‖
Orang-orang Yahudi tersebut kembali mengulang perilakunya seperti dahulu.
Mereka mangolok-olok perintah Allah dan berencana melakukan perkara yang lain.
Ketika mereka sampai ke pintu Baitulmaqdis mereka melihat pintu itu kecil,
tidak mungkin bisa masuk kecuali sambil sujud. Sebagian mereka berfikir untuk
mengejek dan mendurhakai perintah Allah itu.
Untuk mengganti sujud sebagi tanda syukur terhadap Tuhannya yang menolong
mereka dari musuh-musuh mereka dan taat kepada-Nya, tiba-tiba mereka memposisikan
pinggulnya untuk merangkak sebagai ganti dari sujud dengan dahi.
Sebagai pengganti dari kata hiththatun, sebagian mereka mengatakan hinthatun
yang artinya gandum. Tujuannya tiada lain untuk mengolok-olokkan perintah Allah.
Alangkah besarnya keinkaran seorang manusia yang baru saja melihat nikmat
Tuhannya turun lalu dia mendurhakai-Nya. Perbuatan maksiat tersebut memang hanya
sekedar ucapan dan sujud yang secara sepintas tidak merugikan mereka.
Namun Allah sangat murka terhadap mereka. Lalu Allah menurunkan tha‟un
yang kesekian kalinya terhadap mereka sebagi balasan atas kekufuran mereka, hingga
sejumlah besar dari kalangan mereka binasa. Mereka mati dalam keadaan maksiat dan
kufur.
Mereka tidak mendengar nasihat nabinya dan mereka tidak berdoa terhadap
Tuhannya. Nabi Yusya terdiam dengan penuh kesedihan dan penyesalan atas apa yang
dilakukan kaumnya. Rasa khawatir nabi atas kaumnya dan kesedihannya atas mereka
yang binasa seperti kekhawatiran dan kesedihannya atas anak-anaknya yang hilang.
Orang-orang mukmin pun menyesalkan atas binasanya para pemuda tersebut yang mati
dalam keadaan kafir terhadap Allah dan tidak memohon kepada Allah.
Sebagian dari mereka yang beriman memasuki Baitulmaqdis. Nabi Yusya tetap
menyertai mereka dan menetapkan hukum di kalangan mereka dengan syariat Allah,
dan kitab-Nya— yang pada masa itu adalah Taurat.
Yusya senantiasa menaggung rasa sakit dari mereka, keras kepala mereka dan
kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah, dengan kesabaran dan penuh harap sampai
ia wafat ketika menginjak umur 127 tahun.
Sebelum wafat, ia telah melaknat Bani Israil dan mendoakan kejelekan untuk
mereka. Ia pun wafat dalam keadaan memendam benci terhadap kaumnya sebagaimana
bencinya Musa a.s.; karena mereka fasik, merubah firman Allah dan membunuh para
nabi tanpa alasan yang benar.
Maka Allah mengazab mereka dengan memberikan kehinaan dan kemiskinan
sampai hari kiamat.
53

Ketika Allah mengutus Muhammad Saw. dan menyuruhnya untuk


mendakwahkan Islam, mereka mengetahuinya, demikian juga anak-anak mereka.
Namun mereka tetap kafir dan berusaha untuk membunuhnya. Beliau pun terpaksa
mengalahkan dan mengusir mereka.
Pada masa Umar bin Khatab, Baitulmaqdis kembali berada di tangan orang
beriman walaupun kemudian direbut kembali oleh orang-orang yang berlaku maksiat
dari kalangan mukmin. Baitulmaqdis, senantiasa akan ada kelompok yang
memperjuangkannya. Mereka adalah tentara Islam termasuk pembaca diantaranya,
insya Allah.

Pelajaran Berharga:
1. Bersyukur pada Allah Swt. atas nikmat-Nya yang banyak
2. Takut hanya kepada Allah Swt.
3. Menjauhkan diri dari segala yang bathil dan merendahkan diri karena Allah
Azza wa Jalla.
4. Baitulmaqdis adalah amanah bagi setiap orang mukmin
54

11. SEMUT, BURUNG HUD HUD, DAN NABI SULAIMAN


Di dalam kerajaan Saba—yang terletak di bagian selatan Yaman—kesenangan
manusia menjadi sangat mahal. Mereka berada dalam ketakutan yang sangat besar.
Tidak ada seorang pun yang berani berbicara kecuali dengan berbisik. Ketenangan dan
keamanan sepertinya telah hilang dan tidak kembali lagi. Hal itu disebabkan karena raja
mereka adalah seorang manusia yang zalim. Hatinya seolah-olah terbuat dari karang dan
batu, keras tidak mengenal kasih sayang. Ia menempatkan bangsanya dalam kerendahan
dan kehinaan, sehingga ia suka dengan pertumpahan darah dan selalu bersenang-senang
di tengah-tengah suara kesakitan dan jeritan orang-orang yang lemah.
Di sebuah sudut negeri yang jauh, duduklah seorang wanita cantik yang bernama
Bilqis. Ia ikut merasakan kepahitan hidup yang muncul setelah terbunuhnya raja Saba
yang adil. Raja tersebut dibunuh oleh raja zalim yang kemudian menempati
kedudukannya pada singgasana kerajaan Saba yang agung. Bilqis teringat pada hari-hari
yang penuh keadilan dan kasih sayang yang telah lalu. Ia merasa sakit atas penderitaan
yang dialami oleh bangsa Saba yang sebelumnya merasa tenang, tidak pernah
mendapatkan aniaya dan siksaan dari rajanya.
Tiba-tiba dalam hatinya terlintas sebuah pemikiran. Lalu ia memutuskan untuk
melakukannya demi membebaskan negeri dari aniaya sang raja yang zalim dan
mengembalikan ketenangan ke negeri Saba dan bangsanya. Dengan segera ia
menghadap ke istana raja zalim itu, yang jika orang melihatnya akan merasa gemetar
hatinya, memalingkan matanya dan tidak akan bisa menguasai dirinya. Namun ketika
Bilqis datang, ia tersenyum kagum terhadap kecantikan Bilqis. Bilqis datang sambil
menyembunyikan suatu rencana dalam hatinya. Lalu ia menceritakannya dan kemudian
kembali pulang.
Kunjungannya terhadap raja itu terus berulang. Maka kecintaan sang raja
semakin bertambah, sehingga gambaran tubuhnya tidak bisa hilang dari ingatannya.
Setiap kali ia pergi, sang raja sangat merindukannya. Maka sang raja memutuskan untuk
menikahinya. Lalu ia meminta kesediaan Bilqis untuk menjadi istrinya dan seketika itu
juga Bilqis menyetujuinya.
Perayaan pun diselenggarakan di negeri Saba. Semuanya bersiap-siap untuk
memberangkatkan Bilqis yang cantik, seorang anak raja yang kekuasaannya berpindah
kepada raja mereka sekarang.
Tibalah waktu keberangkatan calon pengantin wanita ke rumah calon pengantin
pria. Bilqis datang dengan berpakaian pengantin. Ia tampak cantik melebihi indahnya
bunga. Ia bagaikan bagian dari rembulan. Raja pun menyambutnya dan mengumumkan
ke seluruh negeri Saba bahwa Bilqis telah menjadi istri raja.
Berbagai upacara dan perayaan telah berakhir. Para undangan telah kembali ke
tempatnya masing-masing dan istana telah dipenuhi dengan ketenangan yang
mengagungkan. Sang raja membawa istrinya ke kamar. Dengan segera, Bilqis
menghidangkan secangkir arak kepadanya. Ia pun meminumnya. Lalu ditambah lagi
dan dengan tak sabar ia kembali meminumnya, ditambah lagi dan terus ditambah hingga
akhirnya ia memasuki malam hari dalam keadaan sangat mabuk dan akalnya pun hilang.
Setelah itu, Bilqis perlahan mendekatinya untuk melakukan apa yang telah ia pikirkan
sebelumnya. Ketenangannya sudah hilang, seketika ia memotong leher raja zalim
tersebut. Kemudian ia memberikan isyarat kepada para pembantunya. Tatkala mereka
mendekat, diberikanlah kepala raja zalim itu kepada mereka, lalu mereka pergi
memberikan kabar gembira kepada penduduk Saba dengan kabar yang sangat
55

menyenangkan. Raja zalim telah terbunuh, maka Bilqis mengambil alih singgasana
kerajaan untuk mengembalikan keamanan, ketenangan, dan keadilan.
Diumumkanlah tentang kedudukan ratu Bilqis sebagai pemerintah negeri
tersebut dan yang menduduki singgasana agung yang telah ia hias menjadi sebuah
singgasana yang sangat indah dan mempesona.
***
Di tempat lain, Nabi Sulaiman sedang berdoa kepada Tuhannya, ―Wahai
Tuhanku ampunilah aku dan berilah aku kerajaan yang tidak patut dimiliki seorang pun
setelah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.‖
Allah mengabulkan doanya itu. Maka Dia memberi Sulaiman angin yang
mampu membawanya dari suatu tempat ke tempat lain dengan sekejap mata. Angin itu
selalu mentaatinya jika diperintah.
Ketika jin dan setan semuanya melayani Sulaiman, di antara mereka ada yang
menyelam kedalam lautan dan kembali membawa harta simpanan, yang lainnya
membangun istana dan tempat-tempat salat dan ada juga yang membangun sebuah
tempat yang dilengkapi dengan kuali besar untuk memasak makan bagi para tentara dan
orang-orang kafir.
Di samping itu, Allah mengajarkan kepada Sulaiman bahasa burung, hewan-
hewan dan binatang kecil. Ia dapat berbicara dengan mereka dan mereka pun dapat
berbicara dengannya. Ketika ia merasakan nikmat Allah tersebut ia mensyukuri-Nya,
tidak mendurhakai-Nya, dan mempersembahkan nikmat-nikmat tersebut dalam
kebaikan.
Keluarlah tentara Sulaiman dalam jumlah yang banyak, yang terdiri dari burung,
binatang liar, manusia dan jin serta udara, yang semuanya diperintahkan oleh Sulaiman.
Debu pun bertebaran ke atas langit, suara kaki terdengar keras dan Sulaiman berada di
bagian depan tentaranya yang besar itu. Di tengah-tengah suara gemuruh ini nabi
Sulaiman memberikan isyarat kepada tentaranya untuk diam dan berhenti. Nabi
Sulaiman mendengarkan suara yang pelan dari seekor semut kecil yang sedang berdiri
di permukaan lembah semut, memberikan perhatian kepada umatnya atas kedatangan
tentara tersebut. Ia berkata, ―Wahai semut-semut masuklah ke dalam sarangmu agar
kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya. Mereka tidak merasakannya.‖
Semut tersebut merasa khawatir terhadap saudara-saudaranya yang akan
terbunuh dan hancur terinjak kaki-kaki tentara Sulaiman yang banyak. Namun semut
tersebut telah mengetahui adilnya nabi Sulaiman. Sesungguhnya dia dan tentaranya
tidak akan membunuh semut atau yang lainnya kecuali jika mereka tidak merasakannya
atau tanpa sengaja.
Seketika itu, Sulaiman tersenyum gembira karena mendengar perkataan semut
yang menggambarkan jiwa tentara yang ikhlas dalam berbuat, memperingatkan
kaumnya dan memutuskan segala urusan kaumnya dengan adil dan penuh kasih sayang.
Kemudian ia bersyukur atas nikmat Allah tersebut dengan berdoa:
―Wahai tuhanku jadikanlah aku sebagai orang yang mensyukuri nikmat-Mu
yang telah engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan agar aku
mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke
dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.‖
Tentara itu terdiam sampai semut dan saudara-saudaranya masuk. Kemudian
Sulaiman menyuruh tentaranya untuk melanjutkan perjalanan.
Tentara Sulaiman merasakan kelelahan. Ia melihat sebidang tanah putih dan
indah seolah-olah merupakan tanah yang megah yang dipenuhi dengan sayuran. Ia
56

menginginkan untuk turun ke tanah tersebut dan menghentikan perjalanan tentaranya.


Orang-orang menginginkan air karena mereka pun kehausan. Namun mereka tidak
menemukannya. Sementara burung Hud Hud yang menjadi penunjuk nabi Sulaiman
dalam mencari air, tidak ada di tempat. Ia pun mencari Hud Hud tersebut namun tidak
menemukannya. Ia berkata, ―Mengapa aku tidak melihat Hud Hud, ataukah memang dia
tidak ada di sini?‖
Burung-burung yang lain mencari Hud Hud ke setiap tempat, namun mereka
juga tidak menemukannya. Burung-burung itu pun memberitahukan berita itu kepada
Sulaiman. Sulaiman marah dan berkata, ―Akan aku hukum ia dengan hukuman yang
berat atau aku sembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.‖
***
Di tanah Allah yang luas dan di bawah langit-Nya, Hud Hud sedang berputar-
putar dengan kedua sayapnya. ia dibawa oleh angin seolah sedang berenang di udara
sebagaimana ikan-ikan berenang di air. Pertama kalinya ia merapatkan kedua sayapnya
dan menghimpunnya, lalu mengembangkannya kembali setelah itu ia memasukkan
kepalanya ke dalam tubuhnya dan terakhir membalikkan kedua sayapnya seperti orang
yang sedang melakukan atraksi dengan baik dan tidak takut jatuh dari ketinggian.
Hud Hud menyerahkan kendali sayapnya kepada angin sehingga tidak disadari,
ia sudah sampai ke negeri Saba, jauh dari tentara Sulaiman yang ia tinggalkan sejak
beberapa jam yang lalu ketika ia berada di udara. Ia sangat berduka ketika teringat
bahwa ia tidak meminta izin kepada Sulaiman dalam perjalan yang jauh tersebut.
Perasaan bersalahnya sama seperti seorang tentara yang bersalah ketika melanggar
perintah panglimanya.
Kesedihan dan rasa takutnya itu hampir saja membunuhnya. Ketika dalam
kedaan seperti itu tiba-tiba ia melihat suatu keadaan yang mengagetkan. Seorang ratu
sedang duduk di atas singgasana, dan bukan seorang raja. Orang-orang sedang bersujud
kepada selain Allah pencipta bumi dan langit, Hud Hud tidak yakin bahwa manusia
yang berakal dan berfikir mempersembahkan dirinya kepada selain Allah. Namun lama-
kelamaan ia merasa yakin tentang keadaan itu dan ia segera kembali untuk memberitahu
Sulaiman tentang apa yang dilihatnya.
Di tempat yang lain, burung-burung sedang mencari Hud Hud khawatir ia
tertimpa hukuman atau dibunuh setelah ia keluar tanpa izin. Secara samar-samar, dari
kejauhan burung-burung itu melihat Hud Hud telah datang dengan mahkotanya yang
tetap menghiasi kepalanya dan dengan paruhnya yang panjang yang sering
digunakannya mengeluarkan ulat dan mencari air. Lalu burung-burung itu menghampiri
dan memberitahunya tentang apa yang terjadi pada Sulaiman. Ia terbang bersama
mereka dengan penuh ketenangan dan disertai hati yang riang hingga sampai ke majlis
nabi Sulaiman. Di hadapan Sulaiman, Hud Hud mengangkat kepalanya, menurunkan
ekornya, dan merendahkan sayapnya di atas tanah sebagai tanda hormat. Sulaiman
mengarahkan tangannya ke arah kepala Hud Hud lalu bertanya:
―Kemana saja engkau pergi?‖
―Tenanglah wahai nabi Allah, aku telah mengetahui sesuatu yang tidak engkau
ketahui, aku baru datang dari negeri Saba membawa berita yang meyakinkan,‖ jawab
Hud Hud dalam keadaan meminta belas kasihan.
Nabi Sulaiman merasa heran atas berita Hud Hud, begitu juga orang-orang yang
ada di sekitarnya. Ceritanya sekarang adalah antara Hud Hud dan manusia. Hud Hud
melanjutkan perkataanya:
57

“Sungguh kudapati seorang perempuan yang memerintah mereka (kaumnya)


dan ia dianugrahi segala sesutu serta memiliki singgasana yang besar,” (QS Al-Naml
[27]: 23).
Nabi Sulaiman bertanya lagi, ― Benarkah itu?‖
“Aku dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah,” (QS
Al-Naml [27]: 24).
Inilah yang membuat Hud Hud sedih melihat manusia bersujud kepada matahari
dan menyembahnya, bukan kepada Allah. Mereka tidak bersujud kepada Allah yang
telah menciptakan matahari dan bulan, langit dan bumi serta isinya. Kemarahan Nabi
Sulaiman pun hilang dan berkata:
“Akan kami lihat apakah kamu benar atau termasuk yang berdusta,” (QS Al-
Naml [27]: 27).
Lalu Hud Hud pergi menjadi petunjuk bagi orang-orang untuk mencari air.
Keberangkatannya berbarengan dengan nabi Sulaiman menulis surat untuk Bilqis ratu
Saba. Lalu ia memanggil Hud Hud dan meletakkan surat itu pada paruhnya sambil
berkata:
“Pergilah engkau dengan membawa suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada
mereka, kemudian pergilah dari mereka, lalu perhatikan apa yang mereka bicarakan,”
(QS Al-Naml [27]: 28).
Hud Hud pergi ke Saba disertai oleh burung-burung yang lainnya. Lalu burung-
burung itu membiarkan Hud Hud pergi sendiri membawa surat Nabi Sulaiman kepada
ratu Bilqis dan kaumnya yang menyembah matahari.
Bilqis sudah masuk ke kamar tidurnya. Ia menutup pintu kamarnya dan
merebahkan tubuhnya di atas ranajang untuk beristirahat dari kepayahan di siang hari,
di mana ia mengatur segala urusan kerajaannya. Ia menatap atap kamarnya sambil terus
memikirkan tentang sebagian masalah negeri Saba. Ketika ia hanyut dalam pikirannya
itu tiba-tiba ia melihat sebuah bayangan. Lalu ia mengawasinya untuk meyakinkan apa
yang dilihatnya itu. Tiba-tiba ia melihat seekor burung Hud Hud telah menghampirinya.
Burung itu masuk lewat salah satu lubang tempat masuknya sinar matahari ke dalam
kamar tidur sang ratu. Ia melemparkan suratnya ke atas tempat tidur sang ratu. Sebelum
buyar rasa herannya, ratu Bilqis membuka surat itu. Semerbak harum minyak kesturi
dari surat itu menusuk hidungnya. Ia melihat tulisan Sulaiman lalu membacanya. Hud
Hud memperhatikannya dengan mencuri-curi pandang sambil menghela nafas dengan
tenang dan menakjubkan, sebagaimana yang diperintahkan Sulaiman. Bilqis bergumam:
‖Utusan raja itu seekor burung Hud Hud, sungguh ia merupakan raja yang
menakjubkan‖.
Ia tidak menunggu sampai subuh tiba, tetapi langsung memanggil para
menterinya, para pembesar kerajaan yang terdiri dari ahli pikir, ahli pengetahuan, dan
penelitian, serta para dewan permusyawaratan. Semuanya datang dengan berjalan cepat
sambil saling bertanya tentang apa yang terjadi. Ketika mereka sudah berkumpul
lengkap, Bilqis berkata:
“Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah
surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman yang isinya, „Dengan nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong
kepadaku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang muslim (yang berserah diri),”
(QS Al-Naml [27]: 29-31).
Ia terdiam sejenak dan memandang wajah-wajah orang yang hadir. Ia melihat
adanya perhatian pada diri mereka, lalu berkata:
58

”Wahai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam perkaraku ini. Aku
tidak pernah memutuskan suatu perkara sebelum kamu hadir dalam majlisku,” (QS Al-
Naml [27]: 32).
Salah seorang di antara mereka menjawab, “Kita memiliki kekuatan dan
keberanian yang luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada di tanganmu;
maka pertimbangkanlah apa yang engkau perintahkan,” (QS Al-Naml [27]: 33).
Pendapat untuk berperang tidak mengagumkan Bilqis, sebab di dalam perang
akan terjadi kebinasaan, kerugian, pertumpahan darah, dan pembunuhan.
“Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukan suatu negeri, mereka tentu
membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian
yang akan mereka perbuat. Sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
membawa hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para
utusan itu,” (QS Al-Naml [27]: 34-35).
Bilqis meminta dipanggilkan salah seorang pembesar yang paling mulia di
kerajaan Saba. Ia telah mengumpulkan barang-barang berharga, harta benda baru dan
hadiah yang pantas untuk raja Sulaiman yang nampak dari suratnya bahwa ia
mempunyai kekuatan, kemewahan dan kemajuan. Kemudian ia menyuruhnya pergi ke
tempat Sulaiman untuk menyerahkan hadiah kepadanya dan kembali dengan membawa
balasan. Pembesar itu bersiap-siap untuk pergi menuju Sulaiman, ia tidak mengetahui
bahwa Hud Hud berada di tempat yang dekat untuk menyaksikan kejadian-kejadian
yang akan ia sampaikan secara keseluruhan kepada nabi Sulaiman. Bahkan ia
mendahului sang menteri pembesar terbang menuju nabi Sulaiman di Syam.
Ini merupakan yang ke empat kalinya perjalan Hud Hud dalam waktu sehari
semalam. Ia telah melakukan perjalanannya menuju Saba, pulang pergi sebanyak dua
kali. Kali ini ia datang membawa berita yang diperintahkan, untuk didengar Sulaiman.
Ia menyampaikan kejadian dan perbincangan antara Bilqis dan para menterinya. Ia
memberitahu nabi Sulaiman bahwa akan datang seorang laki-laki dari para pembesar
Saba yang paling mulia dengan membawa hadiah. Jika ia menerimanya maka mereka
akan tahu bahwa Sulaiman hanyalah seorang raja dan jika ia menolaknya berarti ia
adalah seorang nabi yang ingin mengislamkan mereka karena Allah Swt. Nabi Sulaiman
menyuruhya untuk berpaling dan menunggu kedatangan utusan dari ratu Saba beserta
hadiahnya. Ketika utusan itu tiba, nabi Sulaiman mengizinkannya untuk masuk. Dan
pada saat masuk inilah, tubuhnya mendadak gemetar dan takut. Tapi manis muka
Sulaiman dan senyumannya menjadikan ia kembai tenang.
Laki-laki itu melihat ke sekitarnya dengan penuh kekaguman. Harumnya minyak
kesturi telah memenuhi ruangan istana. Terlihat olehnya tentara dari jenis burung,
hewan, dan binatang buas sedang bercakap-cakap. Ada juga yang membawa barang-
barang dengan suara-suaranya yang terdengar namun tidak dapat dilihat yang
memegangnya, yaitu jin, dan barang-barang berharga serta mutiara. Di samping itu,
keajaiban lautan terlihat memenuhi tempat itu. Demikian juga bangunan-bangunan yang
tinggi yang tak bisa dicapai oleh manusia semuanya terdapat di sini. Seketika itu juga ia
menyadari bahwa hadiah yang ia bawa dari ratu Saba tidak ada harganya. Namun ia
tetap mengeluarkannya untuk dipersembahkan kepada Sulaiman sekedar melaksanakan
tugas dari ratunya.
Ketika nabi Sulaiman melihatnya, ia pun berkata, “Apakah kamu akan
memberikan harta kepadaku? Apa yang Allah berikan kepadaku lebih baik daripada
apa yang Allah berikan kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu,”
(QS Al-Naml [27]: 36).
59

‖Tuanku!‖ kata utusan Bilqis.


“Kembalilah kepada mereka, sesungguhnya kami pasti akan mendatangi
mereka dengan bala tentara yang mereka tidak akan mampu melawannya, dan akan
kami usir mereka dari negeri itu (Saba) secara terhina dan mereka akan menjadi
(tawanan) yang hina dina,” (QS Al-Naml [27]: 37).
Utusan itu membawa hadiahnya dan kembali ke negeri Saba dengan dipenuhi
rasa takjub. Ia menceritakan segala yang ia lihat dari kerajaan Sulaiman yang kaya raya
lalu menyampaikan penolakan Sulaiman dan ancamannya dengan pengiriman tentara
kepada ratu Bilqis. Sang ratu berkata:
―Demi Allah, ini bukan seorang raja. Kita tidak akan bisa memeranginya dan
mesti harus beriman kepadanya‖.
Ia pun bersiap-siap untuk pergi dari kerajaannya menuju kerajaan Sulaiman.
Namun ia khawatir dengan singgasananya sehingga ia mengunci pintu-pintunya dan
menempatkan para penjaga yang keras lagi kuat. Setelah segalanya siap, ia
mengumumkan keberangkatannya. Lalu keluarlah ratu yang cantik, Bilqis dengan
menggunakan tunggangan kerajaan yang pantas baginya untuk melakukan perjalanan
yang paling menakjubkan selama hidupnya.
Dari kejauhan, sudah nampak ada orang yang bertugas melihat dan mendengar
kabar kedatangan Bilqis yang cantik menuju kerajaan yang kaya raya, untuk
diberitahukan kepada nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman menunggunya untuk menanti kabar
keimanannya beserta kaumnya terhadap Allah.
***
Adapun Hud Hud, ia telah menyampaikan ciri-ciri singgasana Bilqis kepada
Sulaiman yang pembuatannya telah dilakukan oleh para pekerja dan artsitek yang ahli.
Ia ingin mendatangkannya kehadapan nabi Sulaiman untuk menjadi bukti atas
kenabiannya dan menjadi petunjuk atas adanya kekuasaan Allah. Nabi Sulaiman berkata
kepada orang-orang yang ada disekitarnya:
―Wahai para pembesar! Siapakah diantara kamu yang sanggup membawa
singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku dalam keadaan muslim
(berserah diri),” (QS Al-Naml [27]: 38).
Iprit dari golongan jin berkata: ”Aku yang akan membawanya kepadamu
sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu; dan sungguh aku kuat melakukannya dan
dapat dipercaya,” (QS Al-Naml [27]: 39).
Seorang yang mempunyai ilmu dan iman berkata: ‖Aku akan membawa
singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip,” (QS Al-Naml [27]: 40).
Nabi Suliman berkata:‖ Benarkah? ‖
Ia berkata: ―Lihatlah di sebelah kanan, wahai Nabi!‖
Ia melihatnya, dan tiba-tiba singgasana itu sudah berada sebagaimana ciri-ciri
yang dijelaskan oleh Hud Hud, pada singgasana itu terdapat emas dan perak, yakut
merah dan hijau dan mutiara. Singgasana itu benar-benar indah. Ia bersyukur lalu
menundukkan kepalanya penuh dengan ketawadhuan. Ia berkata: “…ini termasuk
karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-
Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk kebaikan sendiri,
dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia,”
(QS Al-Naml [27]: 40).
Ia berkata kepada orang disekitarnya: “Ubahlah untuknya singgasananya; kita
akan melihat apakah ia (Bilqis) mengenal atau tidak mengenalnya lagi,” (QS. Al-Naml
[27]: 41)
60

Sulaiman menyuruh tentaranya dari kalangan manusia dan jin untuk


membangun istana yang tinggi—yang terbuat dari kaca—agar menjadi hal baru yang
menakjubkan di dalam kerajaannya. Mereka pun bangkit membangunnya. Maka
bangunan itu selesai dalam waktu yang sangat singkat dan dengan bentuk yang sangat
elok.
Hari demi hari dan malam demi malam telah berlalu, sampailah tunggangan ratu
Bilqis di kerajaan sulaiman dan ia pun melihatnya. Ia cantik sebagaimana yang disebut-
sebut oleh mereka. Sulaiman menyambutnya dengan muka yang manis dan senyum
yang menawan. Lalu menundukkan pandangannya darinya. Sementara sang ratu melihat
segala keajaiban yang belum ia lihat bandingannya. Hampir saja kesadarannya hilang
dan hatinya sangat heran. Kemudian Nabi Sulaiman mengajaknya ke tempat dimana ia
meletakkan singgasananya setelah ia merubah sebagian penampilannya. Lalu ia berkata:
“Seperti inikah singgasanamu?” (QS Al-Naml [27]: 42).
Ia pun membalikkan pandangannya ke arah itu. Singgasana tersebut mirip
kepunyaannya, tapi bagaimana mungkin? Ia telah menutup pintu-pintunya? Ia berkata
dengan sangat cerdik: ―Sepertinya ini singgasanaku!!‖
―Benar, ini adalah singgasanamu,‖ Kata Sulaiman.
Maka Bilqis semakin bertambah takjub. Keimanan pun sudah memasuki
hatinya. Bagaimana mungkin singgasana yang sangat kuat bisa dibawa oleh seorang
nabi, kalau bukan dengan kekuasaan Allah? Bagaimana perjalanan yang jauh itu bisa
dipersingkat menjadi sekejap mata dan singgasana yang berat dapat dibawa? Ini tiada
lain merupakan bantuan angin yang telah ditundukkan Allah bagi Sulaiman.
Setelah itu, Sulaiman mengajaknya ke istana yang telah dibangun untuk
diperlihatkan kepadanya. Tatkala Bilqis melihat air yang mengalir di bawah istana, ia
tidak tahu bahwa air itu mengalir di bawah kaca. Ia mengira kedua kakinya akan hanyut
ke dalam air dan kotor kena tanah. Maka ketika masuk, ia langsung mengangkat
bajunya hingga kelihatan kedua betisnya. Nabi Sulaiman berkata:
“Sesungguhnya ini hanyalah lantai istana yang dilapisi kaca,” (QS Al-Naml
[27]: 44).
Maka seketika itu jiwanya semakin kuat dengan iman. Ia berada di dalam
kerajaan Sulaiman selama berhari-hari. Di dalamnya, ia melihat keajaiban-keajaiban,
rahasia-rahasia dan hal-hal yang membuat ia heran. Maka akhirnya ia beriman kepada
Allah, menetapkan kenabian Sulaiman dan menengadahkan kepalanya ke langit, seraya
berkata:
“Ya Tuhanku, sungguh aku telah berbuat zalim terhadap diriku. Aku berserah
diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh alam,” (QS Al-Naml [27]: 44).

Pelajaran Berharga:
1. Allah Swt. Mahakuasa terhadap segala sesuatu, menundukkan angin, manusia,
jin burung dan binatang buas untuk nabi-Nya.
2. Mensyukuri nikmat karena Allah Swt. sebagai pengganti dari maksiat kepada-
Nya.
3. Iman kepada Allah satu-satu-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya. Selain Allah,
semua makhluk tidak bisa memberi manfaat dan bahaya.
4. Tidak ada yang mengetahui hal-hal yang gaib kecuali Allah.
5. Mengajak kepada agama Allah di setiap waktu seperti yang dilakukan oleh
burung Hud Hud.
6. Mengerahkan segenap kesungguhan dan jiwa demi tegaknya agama Allah.
61

12. KELEDAI NABI UZAIR

Setelah nabi Musa a.s. wafat, orang-orang Yahudi banyak melakukan kerusakan
di muka bumi. Sebelumnya, Allah telah mengutus para nabi untuk mereka. Nabi demi
nabi datang silih berganti. Namun orang-orang Yahudi tersebut malah membunuh dan
mendustakannya. Mereka menyembah berhala dan ingkar terhadap Allah. Maka Allah
mengutus seorang raja dari Persia yaitu Bukhtanashar yang berhasil membunuh seribu
orang Bani Israil. Dan di antara mereka yang masih hidup dijadikannya sebagai pelayan
dan hamba sahaya bagi dirinya dan bagi kaumnya. Ini merupakan akibat dari kekufuran
mereka terhadap Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar.
Tangan-tangan jahat pun meluas sampai ke Baitulmaqdis, sehingga
Bukhtanashar dan tentaranya membinasakannya. Mereka menjadikan Baitulmaqdis
sebagai tempat yang tidak berguna lagi, seolah-olah tidak ada kemewahan sebelumnya.
Negeri itu menjadi negeri yang kosong dari penduduk. Tidak ada bekas-bekas
kehidupan dan juga bangunan. Di dalamnya, tidak terdengar lagi suara penduduk. Yang
ada hanyalah sisa-sisa keruntuhan dan kehancuran. Atap-atap rumah berjatuhan
menimpa dinding-dinding yang roboh dan perabot rumah serta perhiasan tampak
berserakan. Padahal, sebelumnya negeri tersebut penuh dengan kehidupan dan
kesenangan. Orang yang melihatnya hanya bisa merasakan sedih atas kehancurannya.
Bani Israil yang telah mengundang azab dan kehancuran dengan dosa-dosanya, telah
dilaknat oleh Allah Swt. karena telah membuat-Nya murka. Tulang-belulang lapuk yang
berserakan dari sisa-sisa bangkai Bani Israil yang terbunuh adalah sebagai bukti nyata
atas perbuatannya itu.
Di Baitulmaqdis—setelah mengalami kehancuran dan keruntuhan serta menjadi
negeri mati—terdapat seorang hamba yang saleh yaitu Uzair. Dengan menunggangi
keledainya, ia keluar untuk mencari rezeki. Ketika ia melihat bukti keruntuhan dan
kehancuran itu, hatinya merasa sedih dan menangisi kaumnya. Ia adalah seorang
mukmin yang hafal Taurat. Telah lama ia mengingatkan mereka dengan siksa akibat
adanya kekufuran dan pembunuhan terhadap para nabi. Tetapi mereka tidak mengikuti
petunjuk dan nasihatnya. Sehingga mereka ditimpa azab yang pedih. Negeri mereka,
Baitulmaqdis pun hancur, bagaikan pengantin perempuan yang mereka bunuh di hari
kepergiannya ke rumah pengantin pria.
Uzair mengeluarkan tempat makanannya. Ia hendak menyantap makanannya
itu. Namun kehancuran Baitulmaqdis telah membuatnya khawatir. Ia bergumam,
―Bagaimana Allah menghidupkan negeri ini setelah hancur?‖
Laki-laki itu melihat bukti kehancuran dan keruntuhan. Ia heran dan bertanya-
tanya bagaimana A llah Swt. mengembalikan kehidupan di negeri tersebut setelah
matinya segala macam kehidupan. Rumah-rumah sudah tidak berguna, hancur
berantakan dan para penduduk telah memindahkannya. Mustahil kehidupan akan
kembali di negeri seperti ini. Namun Allah Swt. mendengarnya. Dia berkehendak untuk
memperlihatkan bagaimana Dia menghidupkan yang telah mati, dan bagaimana
mengembalikan kehidupan berikutnya pada tulang-belulang yang sudah lapuk, dan
bangkai yang sudah menjadi tanah, yang dijadikan tempat bagi ulat-ulat untuk meyantap
makanan serta berjalan-jalan di atasnya.
Tidak lama kemudian, Uzair tertidur dan tidak tahu bahwa tidurnya akan lama
hingga seratus tahun atau satu abad.
62

***
Di Baitulmaqdis kehidupan telah kembali lagi setelah Allah menghilangkan
azab-Nya terhadap mereka. Bukhtanashar pun telah meninggal dan pemerintahan telah
di pegang oleh orang-orang yang adil. Kehidupan dan kesenangan di Baitulmaqdis
kembali seperti semula, kecuali satu hal yang hilang dari hati dan tidak pernah kembali,
yaitu keimanan yang telah ditinggalkan Bani Israil. Mereka lupa terhadap Taurat yang
telah diturunkan kepada nabi Musa a.s. Mereka mengganti, merubah dan menulisnya
kembali dengan tangan-tangan mereka yang merajut kebohongan dan kepalsuan
terhadap Allah dan rasul-Nya.
Selama Uzair mati tak seorang pun yang menoleh dan membangunkannya.
Keledai yang pernah ia tunggangi tinggal tulang-belulang yang lapuk seperti tulang-
belulang yang ia lihat sebelum ia mati. Adapun makanannya, selama seratus tahun,
masih tetap seperti semula, tidak berubah. Makanan itu dijaga oleh Allah Swt. Uzair
sendiri tinggal tulang-belulang lapuk yang berserakan. Kemudian Allah memerintahkan
tulang-belulang Uzair itu untuk bersatu kembali. Maka tulang-belulang itu pun
menyatu. Allah meniupkan ruh ke dalam akal, hati dan mata Uzair agar bisa melihat
proses penciptaan-Nya. Tulang-belulangnya tersusun dan bersatu kembali dengan
kehendak Allah sehingga Allah membalutnya dengan daging. Uzair pun kembali hidup.
Ia duduk bersila dengan stabil. Di depannya sudah berada seorang malaikat yang
bertanya:
“Berapa lama engkau tinggal di sini?”
Adapun ketika Uzair mulai tidur, sinar matahari dalam keadaan terik, berarti
sudah masuk waktu zuhur. Dan Allah membangkitkannya sore hari sebelum matahari
terbenam. Maka ia mengira bahwa ia tidur hanya beberapa jam atau sehari penuh.
“Aku tinggal di sini hanya sehari atau setengah hari,” jawabnya.
Malaikat berkata lagi, ―Engkau telah tinggal seratus tahun.‖
Uzair merasa aneh dan heran. Manusia tidak mungkin bisa tidur satu abad
penuh!! Ini tiada lain karena kehendak Allah.
Ketika malaikat melihat ia merasa heran dan aneh, ia berkata kepadanya:
―Lihatlah makananmu belum berubah.”
Lalu Uzair melihat makanannya, dan makanan itu pun benar belum berubah. Ia
semakin heran.
Malaikat berkata lagi, “Lihatlah keledaimu, Kami bermaksud menjadikanmu
sebagai tanda kekuasaan Kami (Allah) bagi manusia.”
Uzair menoleh, mencari keledainya. Ia tidak menemukannya, kecuali tulang-
belulang lapuk yang berserakan, terpisah-pisah di setiap tempat. Lalu malaikat
memanggil tulang-belulang itu dan terkumpullah tulang-belulang itu. Malaikat itu
memanggilnya dengan kehendak Allah, dengan tujuan agar tersusunnya tulang-belulang
itu dapat dilihat oleh Uzair sehingga ia mengetahui jawaban dari pertanyaanya:
“Bagaimana Allah menghidupkan negeri ini setelah hancur?”
Kemudian tulang-belulang keledai itu tersusun. Allah membalutnya dengan kulit
dan bulu hingga menjadi seekor bangkai. Lalu Allah meniupkan ruh kepadanya, maka
keledai itu pun mengeluarkan suara.
“Lihatlah tulang-belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kemudian
kami membalutnya dengan daging,” kata malaikat.
Di sinilah segala keraguan Uzair hilang. Ia mengetahui bahwa Tuhannya
Mahakuasa terhadap segala sesuatu. Dan ia yakin bahwa dirinya telah mati selama
seratus tahun yang kemudian Allah membangkitkannya. Ia berkata:
63

―Aku mengetahui bahwa Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu.‖


Allah Mahakuasa untuk menghidupkan kembali yang mati dan mengembalikan
kehidupan pada tulang-belulang yang sudah lapuk.
***
Uzair menunggangi keledai, kembali ke negerinya untuk melihat perubahan
segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Orang-orang yang ada, bukan lagi yang ia kenal
dan bukan lagi mereka yang mengenalnya. Rumah-rumah telah berubah. Tidak ada
sesuatu pun yang tetap seperti semula. Uzair terus melanjutkan perjalanannya untuk
menghabiskan sisa umurnya yang telah terhenti selama seratus tahun. Ia mencari tahu
tentang keadaan rumahnya hingga akhirnya ia menemukannya. Ketika sudah mendekati
rumahnya, ia melihat seorang nenek buta yang sudah berumur seratus duapuluh tahun.
Ia adalah pelayannya yang ditinggalkan ketika berumur duapuluh tahun. Wanita tua itu
sangat mengenal Uzair dan masih mengingat paras wajahnya. Lalu Uzair bertanya:
―Apakah ini rumah Uzair?‖
―Sejak seratus tahun yang lalu, aku belum pernah mendengar lagi orang yang
menyebut Uzair. Orang-orang sudah melupakannya,‖ jawab si wanita itu sambil
menangis.
Uzair berkata kepadanya, ―Aku adalah Uzair. Allah telah mematikanku selama
seratus tahun, lalu Dia membangkitkanku lagi.‖
Wanita itu pun membuka kerut keningnya, dan kelihatan takjub. Namun ia tetap
belum percaya terhadap apa yang ia dengar.
―Sejak seratus tahun yang lalu, kami belum mendengar Uzair. Uzair selalu
dikabulkan doanya. Jika beliau mendoakan orang sakit maka Allah menyembuhkannya.
Untuk itu, berdoalah kepada Allah agar Dia mengembalikan penglihatanku sehingga
aku dapat melihat lagi. Jika engkau Uzair pasti aku masih mengenalimu,‖ lanjut si
wanita itu.
Lalu Uzair berdoa kepada Allah agar mengembalikan penglihatannya, dan Allah
pun mengabulkannya sehingga wanita tua itu dapat melihatnya. Maka, ketika ia
melihatnya ternyata benar, ia masih mengenalinya.
Wanita itu baru yakin bahwa ia adalah Uzair. Hal ini menjadi bukti atas
kebenaran ucapan Uzair bahwa Allah telah mematikannya selama seratus tahun,
kemudian membangkitkannya kembali.
Lalu Uzair memegang tangan pelayannya yang sudah tua itu dan pergi
bersamanya menuju ke suatu majlis yang di dalamnya terdapat anak-anaknya. Sang
pelayan tua menyeru mereka. Dan mereka pun berdiri, lalu ia berkata:
―Ini adalah Uzair!!‖
Tapi mereka tidak percaya terhadap kata-kata wanita tua itu. Uzair
meninggalkan anaknya ketika berumur delapan belas tahun. Maka umur anaknya
sekarang seratus delapan belas tahun. Sehingga umur anak lebih tua daripada bapaknya.
Memang tidak masuk akal jika dilihat dari segi umur anak-anaknya. Namun anaknya
yakin bahwa Uzair adalah yang sedang berdiri di depannya. Dan orang-orang yang
hadir pun percaya bahwa Uzair adalah tanda kekuasaan Allah dalam membangkitkan
orang yang sudah mati. Sebagaimana firman Allah: ―Agar Kami menjadikanmu sebagai
tanda kekuasaan Kami,” (QS Al-Baqarah [2]: 259). Yang membuat takjub adalah
bahwa seorang bapak berjalan di belakang anak-anaknya. Mereka adalah para pembesar
yang sudah tua. Mereka berjalan dengan tongkat sedangkan Uzair masih muda, lebih
kecil daripada mereka.
64

Uzair pergi untuk menulis kembali Taurat yang benar setelah orang-orang
merubahnya. Ia mengeluarkan Taurat lama dari sebuah tempat dimana ia dan bapaknya
memendamnya. Ia segera menulis ulang Taurat itu. Kemudian setelah itu ia meninggal
dunia. Demikian juga keledainya. Kali ini merupakan kematian terakhir yang akan
dibangkitkan kembali di hari kiamat. Setelah keduanya dijadikan sebagai tanda
kekuasaan Allah dalam menghidupkan kembali orang mati dan membangkitkan mereka
dari dalam kubur pada pase berikutnya, orang Yahudi memaknainya lain. Mereka
mengatakan: ―Uzair adalah anak Tuhan. Ia tidak mempunyai anak. Ia maha esa. Yang
tidak beranak dan tidak diperanakan. Tidak ada sekutu baginya.
Allah Swt. berfirman: “Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang
(bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia
berkata: „Bagaimana Allah menghidupkan negeri ini setelah hancur?‟ Lalu Allah
mematikannya (orang itu) selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya
(menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) bertanya, „Berapa lama engkau tinggal di
sini?‟ Dia (orang itu) menjawab, „Aku tinggal di sini sehari atau setengah hari.‟ Allah
berfirman, „Tidak! Engkau telah tinggal selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan
minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang-
belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia.
Lihatlah tulang-belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian
Kami membalutnya dengan daging.‟ Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata,
„Saya mengetahui bahwa allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah [2]:
259).

Pelajaran Berharga:
1. Kekuasaan Allah dalam mengembalikan makhluk dan kehidupan dari tulang-
belulang yang sudah lapuk.
2. Allah Swt. Mahahidup lagi tidak akan mati. Sedangkan manusia, jin dan semua
yang hidup selain Allah akan mati.
3. Iman kepada hari kiamat, kebangkitan dan tempat kembali.
65

13. BINATANG ASHABUL UKHDUD


Seorang penyihir tua berjalan dengan menggunakan tongkatnya. Pada tubuhnya,
nampak tanda-tanda usia tua. Ubannya sudah menyebar keseluruh rambut hingga
kelihatan putih. Tak sehelai pun rambutnya yang berwarana hitam. Tulangnya menjadi
lebih lemah daripada tulang anak kecil. Punggungnya sudah bungkuk dimakan lamanya
zaman. Di dekat istana raja, ia menatapkan kedua matanya, dan seketika teringat bahwa
dialah yang telah membantu raja—dengan kekuatan sihirnya—untuk mengatakan
kepada manusia bahwa dia (raja) adalah tuhan mereka.
Tetapi sekarang umurnya sudah hampir berakhir. Kelemahannya sebagai tanda
bahwa kematian akan segera menghampirinya.
Si penyihir tua memasuki istana raja. Dan ketika raja melihatnya, ia pun
langsung berdiri menyambut dan membantunya duduk, sehingga si penyihir itu
merasakan nafasnya kembali lega. Sang raja lalu menatapnya sambil berkata:
―Apa yang bisa aku lakukan sepeninggalmu, wahai penyihir negriku? Aku tidak
bisa melakukan tipu daya tanpa bantuanmu. Sesungguhnya manusia menyembahku
karena bantuan sihirmu.‖
―Wahai tuanku, umurku sudah menjelang akhir. Kesehatanku semakin hari
semakin menurun. Menurutku, sebaiknya engkau memilih seorang anak kecil. Aku akan
mengajarkan sihirku agar ia bisa menggantikanku dan membantu menyuruh manusia
menyembahmu. Sehingga jika aku mati, sihirku tidak akan mati dan manusia tetap
menyembahmu,‖ jawab si penyihir.
Raja tidak menemukan jalan lain kecuali usulan tersebut. Benar, si penyihir
sebentar lagi akan mati, sementara ia tidak bisa melakukan tipu daya tanpa dirinya. Jika
sihir itu hilang, maka aibnya akan terbuka dan orang-orang akan mengetahui bahwa ia
hanya sekedar manusia biasa seperti mereka. Maka raja pun menyetujui usulan tadi.
Kemudian ia menyuruh para pembantunya agar memilih seorang anak cerdas di daerah
kekuasaannya, untuk dijadikan penyihirnya yang baru. Dan akhirnya, terpilihlah
Abdullah bin Tamir seorang anak kota yang cerdas. Pada hari pertamanya, Abdullah
pergi ke penyihir dengan rasa senang dan gembira karena mendapatkan sebuah anugrah.
Baju-bajunya baru, hartanya banyak dan ia akan menjadi seorang penyihir raja yang
ditakuti manusia. Ia juga akan menjadi seorang laki-laki terkenal di seluruh daerah
kerajaan, bahkan akan menjadi orang terkaya setelah raja serta dapat tercapai segala
yang diinginkan. Lalu dimullailah pembelajaran sihir.
***
Jalan dari rumah Abdullah ke tempat penyihir melewati tempat peribadatan
seorang pendeta. Di Tempat tersebut, sang pendeta memisahkan diri dari orang lain
dengan tujuan semata-mata demi ibadah kepada Allah. Ini terjadi sebelum datangnya
Islam. Karena Islam jelas mengharamkannya. Setiap hari, setiap kali Abdullah melewati
sang pendeta, ia mendengar pendeta itu berdzikir menyebut Tuhannya dengan ucapan:
“La il̂ha illa Allah, ŷ hayyu ŷ qayŷ m, ŷ kĥliqu al-sam ̂ŵti wa al ardhi
(tidak ada Tuhan selain Allah, wahai Yang Mahahidup, wahai Yang terus-menerus
mengurus makhluk-Nya, wahai Pencipta langit dan bumi).‖
Kalimat tersebut bagaikan anak panah yang diarahkan pendeta kepada hati
Abdullah, yang senantiasa merasa tenang ketika mendengannya. Gema suaranya

)
Ashabul Ukhdud: Para pembuat parit
66

terdengar berulang-ulang di telinga Abdullah. Namun ia tidak berani masuk ke tempat


pendeta mukmin itu. Sehingga perjalanannya pun hanya menuju sang penyihir.
Selama Abdullah, si penyihir kecil dekat dengan penyihir raja, ia belum pernah
menemukan hal-hal yang berfaedah pada perilaku penyihir raja itu. Apa yang
dilakukannya hanya merupakan permainan, tipu daya, kepalsuan, dan angan-angan
semata. Si penyihir kecil mengetahui adanya perkara yang besar antara penyihir, raja,
dan sihirnya. Ia baru saja mendengar lagi suara pendeta di telinganya: “La il̂ha illa
Allah, ŷ hayyu ŷ qayŷ m, ŷ kĥliqu al-sam̂ŵti wa al-ardhi (tidak ada Tuhan
selain Allah, wahai Yang Mahahidup, wahai Yang Mahahidup, wahai Yang terus-
menerus mengurus makhluk-Nya, wahai Pencipta langit dan bumi).‖
Pahamlah Abdullah, bahwa ia tak lebih dari sekedar pelayan raja. Dan raja itu
hanya manusia yang lemah, tidak bisa memberikan manfaat dan bahaya kepada
seseorang. Bahkan ia membutuhkan makanan jika lapar, air jika haus, dan memerlukan
obat jika sakit. Apa yang nampak hanyalah merupakan tipu daya besar bagi penduduk
kerajaan.
Ketika Abdullah berada dalam perjalanan menuju si penyihir, tiba-tiba terdengar
lagi suara: Ŷ hayyu ŷ qayŷ m (wahai Yang Maha Hidup, wahai Yang terus-menerus
mengurus makhluk-Nya).
Ia berkeinginan keras untuk masuk ke dalam gua, sehingga akhirnya ia masuk
dan melihat ada orang tua yang sedang mengangkat tangannya sambil berdoa dengan
mengucapkan:
―Tuhanku Yang Maha Hidup dan Yang terus-menerus mengurus makhluk-
Nya….Tuhan langit dan Tuhan bumi….Engkau adalah Tuhan, tidak ada tuhan selain
diri-Mu….dan Engkau adalah Tuhan, tidak ada yang suci selain diri-Mu. Maha Tinggi
Engkau. ‗Arasy-Mu di atas langit wahai Yang Maha Pengasih. Maka ampunilah aku dan
sayangilah diriku.‖
Air mata Abdullah mengalir membasahi kedua pipinya. Doa itu terdengar
bagaikan mutiara prosa. Tiba-tiba dengan tak disadari lisannya terucap:
―Aku beriman kepada Yang Mahahidup dan Maha Berdiri Sendiri.‖
Orang tua itu terperanjat sambil berkata: ‖Siapa engkau anak muda?‖
―Saya Abdullah bin Tamir, penyihir raja yang kecil.‖
―Bagaimana engkau bisa masuk ke sini?‖ lanjut orang tua itu
―Aku mendengarmu menyeru Tuhanmu yang Mahahidup dan Yang terus-
menerus mengurus makhluk-Nya. Kata-katamu sungguh mengagumkanku,‖ jawab
Abdullah.
―Wahai anakku sesungguhnya Allah adalah penciptaku, penciptamu, dan juga
pencipta raja yang telah mengaku dirinya sebagai Tuhan selain Allah.‖
Abdullah berkata: ―Allah…. Dia Tuhan Yang Mahaagung. Aku dengar
ucapanmu itu. Tunjukanlah kepadaku, bagaimana aku menyembah Allah.‖
Maka Orang tua yang sekaligus pendeta itu mengajarkan kepadanya bagaimana
menyembah dan mensucikan Tuhannya. Abdullah menangis. Karena imannya, ia telah
menjadi dewasa dan kedewasaannya melebihi orang dewasa yang kafir terhadap Allah.
Di sini, sang pendeta berpesan: ―Wahai Abdullah janganlah engkau beritahu
orang lain tentang keberadaanku. Sembunyikanlah imanmu dari orang-orang. Jika raja
itu mengetahui keadaanmu yang sebenarnya, maka ia akan membunuhku dan juga
mambunuhmu. Lalu akan hilanglah keimanan di muka bumi.‖
―Aku akan mengikuti perintah orang yang telah memberiku petunjuk tentang
Allah yang Maha Esa,‖ kata Abdullah. Kemudian ia pergi.
67

***
Abdullah tidak begitu mementingkan lagi urusan sihir yang ia pelajari. Ia tahu
bahwa si penyihir yang mengajarinya adalah seorang pembohong. Dan ia tahu bahwa
kabathilan akan segera terungkap di hadapan manusia walaupun mereka orang-orang
kecil dan fakir seperti dirinya.
Yang lebih diperhatikan oleh Abdullah dalam hidupnya—sejak beriman kepada
Allah—adalah pergi ke gua tempat pendeta berada, mendengarkan tasybih-tasybih dan
senandungnya serta belajar darinya tentang cara menyenandungkannya untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Akibatnya, Abdullah banyak terlambat dalam
aktivitasnya.
Jika ia datang ke penyihir, maka si penyihir itu memukulnya karena ia terlambat.
Dan jika kembali ke rumahnya, keluarganya pun memukulnya karena ia juga terlambat
datang ke rumah. Ia mengalami dua urusan yang tidak menyenangkan. Lalu ia
menceritakan permasalahannya itu kepada pendeta. Sang pendeta menyarankan: ―Jika si
penyihir menanyakan, ‗mengapa kamu terlambat?‘ katakan kepadanya: ‗aku ditahan
keluargaku‘. Dan jika keluargamu menanyakanmu, jawablah: ‗Aku ditahan si
penyihir.‘‖
Karena jalan yang cukup jauh, maka si penyihir mempercayai apa yang
Abdullah katakan dengan tidak bertanya lagi pada keluarganya. Demikian juga
keluarganya tidak bisa bertanya kepada si penyihir. Akhirnya Abdullah selamat dari
amukan penyihir dan hukuman keluarganya.
Suatu hari Abdullah berjalan menelusuri jalan yang biasa ia lalui. Tiba-tiba ia
melihat adanya kemacetan di jalan itu. Ia segera mendekatinya. Ternyata, di sana ada
seekor binatang yang besar telah menghalangi jalan, sehingga tidak ada seorang pun
yang bisa menyebrang atau lewat. Kebetulan, Abdullah menemukan sebuah tongkat
tergeletak di atas tanah. Ia bergumam: ―Sekarang aku akan mengetahui mana yang lebih
dicintai Allah, urusan pendeta atau urusan penyihir.‖ Lalu ia berdoa: ―Ya Allah jika
urusan pendeta lebih Engkau cintai daripada urusan penyihir, maka jauhkanlah binatang
ini dari jalan.‖
Tidak lama kemudian ia melemparkan tongkatnya, dan binatang itu pun
menjauh. Abdulah melanjutkan perjalanannya menuju pendeta. Sementara imannya
semakin bertambah (karena kejadian tersebut). Sesampainya di tempat pendeta, ia
langsung menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. Sang pendeta memuji
Abdullah sekaligus memperigatkannya:
―Wahai anakku, sungguh sekarang engkau lebih baik dariku. Tapi ingat, Allah
akan mengujimu. Jika engkau diuji, maka janganlah engkau menunjukannya kepadaku.‖
Lalu keduanya melakukan salat dalam waktu yang lama, berdoa, dan memohon kepada
Allah.
Di istana, sang raja yang mengaku dirinya tuhan mempunyai saudara sepupu
yang mengalami kebutaan sejak kecil. Ia merasa sedih dengan keadaannya yang seperti
itu. Ia berusaha mencari tabib yang bisa mengembalikan penglihatannya agar dapat
melihat normal seperti orang lain.
Namun para tabib tidak ada yang mampu mengembalikan penglihatannya.
Walaupun kekayaan yang dimiliki si buta terpaksa dikerahkan, namun harta itu pun
tidak bisa membahagiakan dan mengembalikan penglihatannya.
Datanglah seseorang membawa kabar gembira, bahwa di negeri itu ada seorang
tabib yang sering didatangi banyak orang dan setiap orang yang memiliki penyakit atau
cacat dapat sembuh kembali. Orang-orang mengira bahwa ia mempunyai kekuasaan
68

untuk menyembuhkan. Maka sepupu raja yang buta itu bergegas mempersiapkan hadiah
dan hartanya. Lalu ia pergi untuk menghadap sang tabib yang pandai, yang bisa
melakukan hal-hal di luar kesanggupan tabib-tabib lainnya.
Sampailah si buta ke rumah sang tabib bersama orang yang mengantarnya.
Mereka melihat antrian panjang orang sakit sedang berdiri di hadapan pintu. Kemudian
mereka mohon izin masuk. Namun tiba-tiba mereka dikejutkan dengan hal yang tak
disangka-sangka, ternyata tabib itu adalah Abdullah bin Tamir si penyihir raja. Hanya
sekarang ia sudah lebih terkenal dari semua orang, bahkan dari raja sendiri.
Si buta itu memperlihatkan harta dan hadiah kepadanya agar bisa
mengembalikan penglihatannya. Abdullah berkata:
―Aku tidak membutuhkan imbalan. Aku tidak butuh harta. Yang aku butuhkan
hanyalah engkau beriman kepada Allah satu-satu-Nya.‖
―Siapakah Allah itu?‖ tanya si buta.
Ia menjawab, ―Allah adalah yang akan menyembuhkan penyakitmu jika aku
berdoa kepada-Nya untuk kesembuhanmu.‖
―Raja itu? Bukankah ia Tuhan?‖ Tanya si buta lagi.
Abdullah balik bertanya, ‖Apakah raja itu menyembuhkanmu? Ia adalah seorang
hamba, saya hamba, dan engkau juga seorang hamba. Kita semua adalah hamba Allah.‖
Lalu Abdullah berdoa untuk si buta agar Allah menyembuhkannya. Maka Allah
menyembuhkannya dan penglihatannya kembali normal. Si buta pun berteriak:
―Aku beriman kepada Allah…Tidak ada Tuhan selain Allah.‖
Kemudian Abdullah, si tabib kecil berpesan, ―Janganlah engkau memberitahu
raja, nanti ia bisa membunuhku dan juga membunuhmu.‖
Keluarlah si buta dengan penglihatannya yang normal. Ia telah beriman kepada
Allah setelah sebelumnya kufur. Dan ia juga menyembunyikan keimanannya walaupun
terhadap anak dan istrinya.
Suatu saat, seorang pengawal datang ke istana sepupu raja yang telah Allah
kembalikan penglihatannya itu. Ia berkata:
―Tuan raja ingin bertemu denganmu.‖
Maka ia pergi bersama pengawal tersebut dengan tanpa membutuhkan penuntun
dalam perjalanannya. Ketika masuk menemui raja, sang raja merasa takjub dengan
keadaannya dan berkata:
―Selamat buat sepupu kami yang telah kembali melihat.‖
―Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah menjadikan ini semua.‖
Mendengar jawaban seperti itu, raja langsung marah sambil membentak, ―Allah,
apakah engkau memuji Allah di dalam kerajaanku dan istanaku? Apakah engkau
beriman kepada Allah?‖
―Ya, aku beriman kepada Yang telah menyembuhkanku dan mengembalikan
penglihatanku wahai raja‖.
―Tuhan selain diriku disembah dalam kerajaanku?‖
―Tetapi semua orang adalah hamba dalam kerajaan Allah wahai raja,‖ jawab
sepupu raja dengan penuh keberanian.
Maka bangkitlah sang raja memanggil para pengawal, lalu mereka menyiksanya
hingga akhirnya mau menunjukkan Abdullah yang telah mengajarinya. Lalu mereka
mendatangkan Abdullah dan juga menyiksanya hingga Abdullah pun mau menunjukkan
pendetanya. Maka hadirlah ketiganya di hadapan sang raja yang zalim.
Kemudian raja mengikat mereka dengan tali yang terbuat dari besi, lalu berkata:
―Ingkarilah Allah, atau kalian semua aku bunuh!‖
69

Sepupu sang raja menjawab, ―Aku tidak menyembah kecuali kepada Allah dan
aku tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.‖
Maka tentara raja langsung membunuhnya dengan cara membelah tubuhnya
dengan gergaji hingga menjadi dua bagian.
Raja berkata kepada pendeta, ―Jadilah engkau orang kafir. Kalau tidak, kami
akan bertindak kepadamu seperti yang kami lakukannya kepada sepupu kami.‖
Pendeta itu tetap teguh pada keimanannya, lalu ia pun dibelah tubuhnya dengan
gergaji hingga menjadi dua bagian.
Tibalah giliran Abdullah, si anak kecil. Mereka berkata kepadanya, ‖Ingkarilah
Allah. Jika tidak, engkau akan seperti mereka.‖
Abdullah menjawab, ―Allah adalah Tuhanku. Aku tidak akan mempersekutukan-
Nya dengan sesuatu apa pun.‖
Dengan demikian Abdullah terancam hukuman mati. Mereka meletakkan gergaji
di atas kepalanya. Hampir saja mereka membunuhnya. Namun aneh, gergaji itu tidak
bisa digerakkan sama sekali. Mereka mencoba menggunakan pedang, tetap tidak bisa
membunuhnya. Lalu mereka mencoba menggunakan tombak, panah dan pisau, namun
mereka pun tetap tidak berhasil.
***
Raja terdiam heran melihat keadaan anak kecil ini. Dia tidak tahu apa yang harus
dilakukannya.
―Ya Allah cukupkanlah bagiku siksaan dan kejahatan mereka dan jauhkanlah
mereka dariku sesuai kehendak-Mu.‖
Inilah doa anak kecil tersebut ketika berada di puncak sebuah gunung. Ia disertai
dua orang pengawal raja yang akan melemparkannya dari atas gunung agar ia mati—
setelah berbagai macam cara dan tipu daya untuk membunuhnya telah dilakukan.
Allah mengabulkan doa anak kecil tersebut. Maka gunung pun berguncang dan
para pengawal itu mati berjatuhan kecuali Abdullah, dia tetap hidup.
Abdullah kembali menemui raja untuk yang kesekian kalinya. Ia mengajaknya
beriman kepada Allah. Raja semakin bertambah marah. Sehingga akhirnya ia menyuruh
tentaranya untuk meletakan anak kecil itu di atas perahu kecil dan membawanya ke
tengah lautan. Lalu mereka membiarkannya di sana agar mati tenggelam. Di tengah-
tengah ombak yang ganas, suara anak itu terdengar keras berdoa kepada Allah:
―Ya Allah cukupkanlah bagiku siksaan dan kejahatan mereka dan jauhkanlah
mereka dariku sesuai kehendak-Mu.‖
Sampan itu pun berbalik dan Abdullah selamat dari amukan ombak, lalu ia
kembali lagi menemui sang raja dan berkata kepadanya:
―Sesungguhnya engkau tidak akan bisa membunuhku kecuali engkau melakukan
apa yang aku perintahkan.‖
―Apa yang ingin engkau perintahkan?‖ tanya sang raja
Ia menjawab, ‖Kumpulkan orang-orang pada sebuah dataran tinggi, lalu ikat aku
pada batang pohon. Ambillah anak panah milikku dari wadahnya dan letakkan pada
busurnya, lalu ucapkan: ‗Bismillahi Rabbil gulam‟ (Aku berlindung atas nama Tuhan
anak ini). Jika engkau melepaskan panah itu, engkau dapat membunuhku.‖
Raja pun menyetujui apa yang Abdullah katakan, agar ia terbebas darinya.
Berkumpullah penduduk kerajaan di sebuah dataran yang tinggi. Mereka melihat
Abdullah terikat pada sebuah pohon. Tiba-tiba raja memegang wadah anak panah
Abdullah, lalu dikeluarkanlah anak panah dari wadah tersebut. Orang-orang pun
terdiam. Dengan suara yang nyaring raja mengucapkan:
70

“Bismillahi Rabbil gulam (Aku berlindung atas nama Tuhan anak ini).‖
Raja melepaskan anak panah itu tepat mengenai hidung Abdullah dan Abdullah
pun mati sebagai syahid. Para penduduk kerajaan mulai menyadari bahwa raja mereka
tidak mampu membunuh seorang anak kecil keculai setelah mengucapkan: “Bismillahi
Rabbil gulam (Aku berlindung dengan nama Tuhan anak ini).‖ Lalu mereka berteriak,
―Kami beriman kepada Tuhan anak ini.‖
Jasad Abdullah telah tiada, namun dakwahnya tetap hidup. Demikian juga
imannya. Raja merasa heran semua penduduknya telah menjadi penyembah Allah.
Mereka tidak lagi menyembahnya seperti semula. Akhirnya, sang raja zalim
memerintahkan untuk menggali parit besar.
Raja menyuruh para tentara pengawalnya untuk membuat parit dan menyalakan
api yang bersar di sepanjang parit tersebut. Mereka membawa orang-orang mukmin satu
per satu. Para tentara menyeru:
―Mau memilih kafir terhadap Allah atau dilemparkan ke dalam parit yang
berapi?‖
Orang-orang mukmin itu tidak seorang pun yang tersisa. Semuanya dibakar di
dalam parit, kecuali seorang wanita yang sedang menyusui anaknya. Dan tentara itu pun
merebut anaknya sambil berkata:
―Apakah engkau akan tetap beriman kepada Allah? Jika engkau tidak
melepaskan imanmu, maka kami akan membakar anakmu.‖
Wanita tersebut memandang anaknya dan hampir saja mengucapkan kalimat
kufur. Namun Allah menghendaki agar ia tidak menjadi orang kafir. Maka anaknya
tiba-tiba bisa berbicara. Ia mengatakan:
―Wahai ibuku, bersabarlah sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran yang
nyata.‖
Wanita itu pun menolak kekufurannya. Hatinya tidak merelakannya kecuali
dengan iman. Akhirnya, anaknya dilemparkan ke dalam parit, dan ia pun menyusul
berikutnya. Tinggallah raja dengan tentaranya, menunggu azab yang sangat pedih di
hari kiamat.
“Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di
Yaman). Yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar. Ketika mereka duduk di
sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-
orang mukmin. Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-
orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa, Yang Maha Terpuji.
Yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
Sungguh orang-orang yang mendatangkan cobaan (bencana, membunuh, menyiksa)
kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan lalu mereka tidak bertobat, maka
mereka kan mendapat azab Jahannam dan mereka akan mendapat adzab (neraka) yang
membakar,” (QS Al-Buruj [85]: 4-10).

Pelajaran Berharga:
1. Mewariskan kebaikan sebagi ganti dari kejahatan.
2. Adalah bohong setiap orang yang mengaku tuhan selain Allah Swt.
3. Kesabaran seorang mukmin terhadap takdir Tuhannya, walaupun menyakitkan.
4. Orang-orang mukmin berada dalam kemenangan. Walaupun manusia
menyangkanya kalah, tetapi bagi mereka surga di sisi Tuhannya.
5. Mengerahkan jiwa dan jihad di jalan Allah.
71

14. GAJAH ABRAHAH


Allah berfirman: ―Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana
Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan
tipu daya mereka itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang
berbodong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dan tanah liat yang dibakar,
sehingga mereka dijadikannya seperti daun-daun yang dimakan (ulat),” (QS Al-f̂l
[105]: 1– 5).
Ka‘bah bukanlah sekedar kumpulan batu-batu yang tersusun. Sejak dibangun
oleh Ibrahim dan Ismail, Ka‘bah dipandang oleh orang Arab sebagai rumah Allah dan
mesjid-Nya. Orang Arab, dari berbagai pelosok, sudah terbiasa datang mengunjungi
Ka‘bah, untuk berthawaf, dan melaksanakan rangkaian ibadah haji yang mereka warisi
dari leluhur mereka, Nabi Ibrahim a.s.
Orang Arab yang meninggalkan Ka‘bah kebanyakan mudah dicekam kerinduan,
sehingga mereka menginginkan untuk segera kembali ke Mekah—yang tiada lain
adalah Ummul Qura—yang Allah jadikan sebagai tanah haram pada hari penciptaan
langit dan bumi. Allah menjadikannya sebagai tanah yang paling mulia di alam ini,
karena adanya Ka‘bah al-Musyarrafah. Demikianlah kondisi orang Arab sebelum Islam.
Mereka mensucikan Ka‘bah, mencintai dan mengagungkannya serta tidak ada seorang
pun yang berani menyerang Mekah atau memerangi penduduknya, demi menghormati
kabilah Quraisy. Kabilah ini adalah kabilah yang telah Allah muliakan karena
pengabdiannya terhadap Baitullah dan tanggung jawabnya atas penyelenggaraan ibadah
haji bagi orang Arab dan yang datang dari luar Arab. Maka, Mekah menjadi tempat
yang aman dari rasa takut, tidak pernah terjadi kelaparan— karena makanan datang dari
berbagai tempat, dan semenjak Jibril memancarkan air zam-zam dari kedua telapak kaki
Ismail a.s., atas izin Allah—dan tidak pernah ada yang kehausan. Semuanya hidup
dalam keadaan aman sentosa di sekitar Baitullah, Ka‘bah al-Musyarrafah.
Di sebuah tempat yang tidak jauh dari Mekah, hiduplah Abrahah al-Habsyi. Ia
adalah seorang raja Yaman yang beragama Nashrani. Ia sangat benci dengan adanya
kecintaan orang Arab terhadap Ka‘bah al-Musyarrafah. Abrahah memandang Ka‘bah
hanya sekedar tumpukan batu-batu yang tersusun. Ia kafir terhadap Allah dan agama
Ibrahim a.s. yang telah diperintahkan olah Allah untuk membangun Ka‘bah dan
mengajari manusia ibadah haji. Sekarang, Ka‘bah hanyalah sekedar bangunan, yaitu
bangunan yang telah Allah muliakan, seperti halnya Dia muliakan sebagian manusia
dan menjadikannya sebagai rasul dan nabi.
Namun kebencian telah datang dari kedengkian Abrahah al-Habsyi. Ia berusaha
memalingkan orang Arab dari ibadah haji ke Baitullah. Ia membangun sebuah gereja
besar yang dihiasi dengan emas, perak dan patung-patung. Untuk semua itu, ia
keluarkan harta yang sangat banyak. Lalu ia umumkan tentang keinginannya agar orang
Arab melaksanakan ibadah haji ke ―al-Qullis‖, yaitu gerejanya yang dianggapnya akan
menarik perhatian orang Arab untuk meninggalkan Ka‘bah.
Abrahah mengira bahwa orang Arab akan terpedaya dengan emas dan perak dan
tunduk terhadap bangunan al-Qullis tersebut. Ia lupa bahwa yang membuat hati mereka
memuliakan Ka‘bah adalah Allah Swt. Maka, pada musim haji, tidak ada seorang Arab
pun yang melakukan ibadah haji di al-Qullis. Semuanya melakukan ibadah haji di
Ka‘bah Baitullah. Kecuali ada seorang Arab yang pergi ke al-Qullis tetapi bukan untuk
ibadah haji. ia pergi ke sana untuk kencing dan buang air besar. Lalu air kencing dan
72

kotorannya ia letakkan di dalamnya dengan maksud untuk menghinanya dan menghina


orang yang membangunnya yakni Abrahah. Setelah itu ia kembali ke negerinya.
Abrahah mengetahui apa yang terjadi dengan gerejanya itu. Ia bersumpah untuk
menyerbu Ka‘bah dan menghancurkannya. Lalu ia mempersiapkan tentaranya untuk
kepentingan tersebut.
Orang-orang yang melakukan perjalanan di padang pasir Jazirah Arab biasanya
banyak yang tersesat. Mereka tidak akan mengetahui tempat yang sedang mereka
tempuh kecuali dengan bantuan seseorang yang disebut al-dal̂l (penunjuk jalan). Dia
adalah orang yang tahu persis, hafal dan tidak lupa dengan jalan-jalan yang ada di
padang pasir. Jika ada orang yang berkendaraan melewati padang pasir tersebut tanpa
disertai seorang penunjuk jalan, maka ia akan tersesat. Inilah yang dibutuhkan Abrahah
dan tentaranya dalam melakukan perjalanannya untuk menghancurkan Baitullah.
Dalam perjalanannya itu, Abrahah menginginkan seorang penunjuk jalan. Tetapi
tak satu pun orang Arab yang mau menjadi penunjuk jalan bagi tentara yang akan
menghancurkan Baitullah. Orang-orang Arab hanyalah menginginkan untuk berjihad
melawan tentara Abrahah dan mencegah tindakannya. Maka, dengan semangat jihadnya
itu, keluarlah seorang lelaki Arab yang bernama Dzu Nafar untuk memimpin
pasukannya bertempur melawan tentara Abrahah di padang pasir. Sayang, mereka
mengalami kekalahan. Dan kekalahan itu bukan disebabkan oleh kuatnya Abrahah atau
banyaknya tentara Abrahah, tapi disebabkan oleh persenjataan Abrahah yang baru, yang
tidak dikenal di kalangan orang Arab, yaitu pasukan gajah.
Para tentara Abrahah dilengkapi dengan gajah-gajah yang besar dan gemuk.
Dengan belalainya, banyak pahlawan dan kuda-kuda terbunuh. Dan dengan kakinya,
gajah-gajah itu dapat menggilas orang-orang yang sedang bertempur. Gajah adalah
hewan yang tidak bisa hidup di Jazirah Arab yang luas dengan padang pasir. Ia adalah
binatang yang banyak membutuhkan air. Sementara, kapasitas air di Jazirah Arab
sedikit dan tak mencukupi untuk keperluan tersebut. Lagi pula jumlah tumbuh-
tumbuhannya sedikit, tidak akan mencukupi untuk binatang nabati seperti gajah.
Dengan demikian, mustahil gajah berada di Jazirah Arab. Maka, sedikit sekali orang-
orang Arab yang mengenalinya. Sehingga tatkala pasukkan Dzu Nafar melihatnya,
mereka langsung ketakutan dan melarikan diri. Dzu Nafar pun ditahan Abrahah al-
Habsyi dan dia dibiarkan hidup untuk menjadi penunjuk jalan bagi pasukan Abrahah di
padang pasir Arab.
Selain Dzu Nafar, ada pula orang yang semangatnya membara untuk melawan
Abrahah dan tentaranya. Dia adalah Nufail bin al-Khasy‘ami pemimpin kabilah
Khasy‘am dan Nahis. Namun nasibnya tidak jauh berbeda dengan Dzu Nafar. Abrahah
mengalahkannya dan menahah Nufail yang kemudian dijadikan penunjuk jalan bagi
Abrahah hingga sampai ke Tha‘if, yakni Madinah yang tidak jauh lagi dari Mekah.
Di Tha‘if, terdapat kabilah Tsaqif. Kabilah ini sama dengan Quraisy di Mekah.
Mereka takut terhadap Abrahah dan mengkhianati segala macam perjanjian. Mereka
mengutus seorang penunjuk jalan yang bernama Abu Raghal. Ia mengantar Abrahah
dan pasukannya hingga sampai ke tempat yang lebih dekat dengan Ka‘bah, yaitu al-
Magmas. Di sinilah, Allah menurunkan siksanya kepada mereka sehingga Abu Raghal
pun tewas. Lalu orang-orang melempari kuburannya tanpa rasa belas kasihan.
Demikianlah, Abrahah sampai ke tempat yang sangat dekat dengan Ka‘bah.
***
Ketika Abdul Muthallib—pemimpin Quraisy dan sekaligus penguasa penduduk
Mekah—mendengar kedatangan tentara Abrahah, ia segera mengumpulkan para
73

pembesar Quraisy untuk memusyawarahkan masalah Abrahah dan tentaranya.


Terjadilah kesepakatan antara kabilah Quraisy dan kabilah-kabilah lainnya yang berada
di tanah haram, yaitu kabilah Kinanah, Hudzail, dan Khaza‘ah. Mereka sepakat
terhadap suatu ide bahwa mereka tidak akan kuat berperang melawan para penunggang
gajah dan yakin bahwa Allah akan melindungi rumah-Nya (Ka‘bah). Akhirnya, mereka
pun sepakat untuk mengungsikan penduduk Mekah ke sebuah gunung di sekitar Mekah
yang jauh dari peperangan.
Ketika penduduk Mekah berada dalam pengungsian, tiba-tiba terdengar berita
bahwa rumah mereka dijarah oleh tentara Abrahah. Mereka mengambil unta dan
kambing. Di antara unta-unta yang mereka ambil terdapat unta milik Abdul Muthallib—
pemimpin kabilah. Maka Abdul Muthallib memutuskan untuk turun menemui Abrahah.
Bersamaan dengan itu, Abrahah mengutus salah seorang panglimanya untuk
mencari sang penguasa Mekah demi melakukan perundingan. Datanglah utusan itu
dengan Abdul Muthallib menemui Abrahah. Abdul Muthallib adalah seorang laki-laki
yang berwibawa. Orang yang melihatnya akan menyenangi dan menghormatinya. Maka
ketika Abrahah melihatnya, ia langsung berdiri menghormatinya dan mempersilahkan
duduk di dekatnya. Pandangan matanya pun terlihat memuliakannya. Lalu Abrahah
berkata kepadanya: ―Apa yang kau butuhkan? Apa yang kau cari dariku?‖
Abdul Muthallib menjawab, ‖Tentaramu telah mengambil untaku. Aku
menginginkan untaku.‖
Abrahah berakata lagi, ―Kenapa engkau membicarakan tentang unta, dan engkau
membiarkan Ka‘bah—dia agamamu dan agama nenek moyangmu—aku datang ke sini
untuk menghancurkannya, kenapa engkau tidak membicarakannya?‖
Abdul Muthallib menjawab, ―Aku hanyalah pemilik unta. Rumah itu (ka‘bah)
ada pemiliknya yang akan memelihara dan menjaganya.‖
Abrahah mengakhiri perkataannya, ―Allah tidak akan mencegahku untuk
menghancurkan rumah itu.‖ Kemudian ia mengembalikan unta kepada Abdul
Muthallib.
Abdul Muthallib kembali memerintahkan kaum Quraisy untuk keluar menuju
gunung bersama para wanita, anak-anak, unta, dan kambing. Mereka pun berangkat.
Kemudian Abdul Muthallib pergi menuju Ka‘bah. Sambil memegang pintu Ka‘bah,
beliau berdoa kepada Tuhan:
Ya Allah, hambamu adalah makhluk yang lemah, hanya mampu memelihara dan
menjaga unta, maka jagalah rumah-Mu dari gangguan mereka.
Sungguh salib Nashrani itu tak akan mampu mengalahkan agama Ibrahim dan
tak akan bisa menghancurkan rumah-Mu.
Kecuali jika Engkau membiarkan mereka menghancurkannya. Itu semua berada
dalam kekuasaan-Mu.
***
Setelah selesai berdoa, Abdul Muthallib naik ke puncak gunung disertai
penduduk Mekah untuk menunggu terjadinya keputusan Allah berkaitan dengan
masalah tersebut.
Abrahah memberikan isyarat kepada tentaranya untuk menghancurkan Ka‘bah.
Maka para tentara mulai menggerakkan gajahnya untuk menuju Ka‘bah. Namun
anehnya sang gajah sama sekali tidak mau bergerak. Tentara pelatih gajah pun datang
untuk bersama-sama menggerakkannya. Gajah tersebut malah tidur di tanah. Melihat
gajah tetap diam, para pelatih mengambil cambuk dan memukulkannya dengan pukulan
yang menyakitkan, tetapi gajah itu tetap tidak mau bergerak. Lalu mereka mencoba
74

memalingkannya ke arah Yaman, ternyata gajah pun bangun dan berlari. Mereka
mencoba lagi menghadapkan gajah ke arah Ka‘bah. Gajah itu kembali diam dan tidur di
tanah. Akhirnya para pelatih membawa kapak dan memukulkannya. Sejengkal pun,
gajah itu tetap tak mau bergerak. Mereka mencoba menghadapkannya ke arah Syam.
Gajah kembali berdiri dan lari. Mereka menghadapkannya lagi ke arah Ka‘bah dan
Ketiga kalinya gajah terdiam serta tidur di tanah.
Abrahah dan tentaranya tidak tahu bahwa gajah tetap taat pada perintah Allah
walaupun ia hewan tak berakal dan tak berhati. Ia tak bisa dijadikan sebab bagi
hancurnya Ka‘bah.
Mereka merasa kebingungan dengan kejadian tersebut. Segala macam cara telah
mereka lakukan, namun gajah tetap membantah demi mentaati perintah Allah.
Abrahah dan tentaranya pasti akan meresakan akibat (azab) dari perbuatannya
yang berusaha menghancurkan Ka‘bah dan menentang Allah. Dan Allah telah
menetapkannya pada saat mereka berfikir untuk menghancurkan Ka‘bah. Azab itu
menunggu mereka untuk kemudian datang menimpa secara tiba-tiba. Allah menjadikan
mereka sebagai pelajaran bagi umat terdahulu dan yang akan datang. Jika Abdul
Muthalib sebagai manusia lemah telah menjaga untanya, maka Allah akan menjaga
rumah-Nya. Karena beberapa tahun kemudian, Mekah akan menjadi saksi atas
diutusnya Rasulullah Saw. dan umatnya yang masuk Islam.
Ketika semuanya kebingungan dengan keadaan gajah yang tertahan oleh
perintah Allah. Tiba-tiba datang burung-burung yang aneh menutupi langit. Burung-
burung itu datang dengan berbondong-bondong. Pada masing-masing paruh dan kedua
kakinya terdapat batu yang berasal dari Sijj ̂l, yaitu sebuah tanah yang terletak di neraka.
Masing-masing batu seukuran dengan kacang kedelai. Kemudian batu-batu tersebut
dilemparkan ke tubuh para tentara Abrahah. Mereka pun berjatuhan terbanting dan
tewas. Jasadnya terpecah-pecah bagaikan dedaunan yang kering dan jatuh seperti telah
dimakan ulat.
Allah memusnahkan mereka semua, kecuali hanya sedikit yang selamat
termasuk Abrahah. Allah belum menghendaki ia mati agar bisa merasakan sakit dan
azab yang Allah berikan akibat dari perbuatannya. Pulang kembali ke negerinya
merupakan cara terburuk yang ia rasakan sepanjang hidupnya. Anggota tubuhnya
berjatuhan satu demi satu. Darah dan nanah terus bercucuran hingga ia sampai ke
Yaman. Tubuhnya berubah seperti anak burung yang baru dilahirkan, belum berbulu
dan belum bertulang. Itulah balasan yang setimpal. Allah membiarkan ia hidup sejenak
untuk merasakan pelajaran yang menyakitkan bagi dirinya dan bagi setiap orang yang
mencoba menghancurkan Ka‘bah atau bermaksud jahat terhadapnya. Kemudian ia mati
tanpa ada orang yang merasa belas kasihan kepadanya, demikian juga tentaranya.
Allah telah menolak reka perdaya pasukan bergajah dan menyelamatkan serta
memelihara rumah-Nya. Orang-orang Arab menamai tahun ini sebagai tahun gajah.
Lalu mereka kembali ke rumahnya masing-masing.
Beberapa bulan setelah kejadian itu, Abdul Muthallib memberi kabar gembira
tentang lahirnya seorang anak dari putranya, Abdullah. Anak itu adalah Muhammad bin
Abdillah Rasulullah Saw. yang dilahirkan untuk menyebarkan ―cahaya‖ ke seluruh
Jazirah Arab, bahkan seluruh alam.

Pelajaran Berharga:
1. Ka‘bah adalah Baitullah yang dijaga oleh Allah dari orang-orang yang
bermaksud melakukan tipu daya dan menghancurkannya.
75

2. Tentara Allah sangat besar dan banyak, diantaranya adalah burung kecil yang
membawa batu kecil tetapi mampu membinasakan Abrahah dan tentaranya.
3. Permusuhan kaum salib terhadap orang-orang muslim dan terhadap agama
Ibrahim berlangsung hingga sebelum kebangkitan Nabi Muhammad Saw.
4. Semua yang ada di alam raya taat kepada Allah Swt. dan bertasybih kepada-Nya
walaupun tidak bisa berbicara.
76

15. ANJING ASHHABUL KAHFI

Matahari terbit di ufuk timur. Siang datang menggantikan malam. Dan pagi hari
pun tiba. Sinar mentari terpancar menerangi kegelapan alam, tak terkecuali Kota Ufsus.
Semua yang ada di alam raya bangun dari tidurnya yang lelap. Burung-burung
beterbangan di angkasa luas dengan bentuknya yang indah. Suaranya bagaikan
nyanyian yang sangat merdu. Tampaklah bumi dengan hijaunya. Pepohonan bergoyang
dengan buahnya yang ranum. Ketika memasuki malam hari, semua yang ada bertasybih
kepada Allah dan menyembah-Nya, kecuali manusia.
Kota Ufsus adalah kota yang penuh dengan nikmat Allah dan kebaikan-Nya.
Penduduknya diberi akal sehingga menjadi penduduk yang beradab dan maju. Namun,
hati dan akal mereka buta dari ibadah kepada Sang Pemberi nikmat, yang telah
menciptakan langit dan bumi dan menjadikan mereka sebagai manusia yang paling
unggul pada zaman itu. Mereka menyembah berhala—baik yang terbuat dari batu
maupun dari kayu atau barang tambang—dan bersujud kepadanya. Manusia
menciptakan tuhannya dari batu yang tidak bisa berbicara, tidak bisa memberi manfaat
dan juga tidak bisa membahayakan. Lalu ia menyembahnya dan bersujud kepadanya!!
Sungguh ia bagaikan makhluk yang tak berakal dan tak berhati.
Pada hari raya, mereka keluar menuju tempat peribadatannya menyembah
berhala. Penduduk Ufsus ini bersujud terhadap berhala, menyembelih qurban dan
menghidangkan makanan dan minuman untuknya. Namun, ada enam orang pemuda
yang secara terpisah masing-masing memikirkan hal-hal yang dilakukan oleh keluarga
dan kaumnya itu. Mengapa kaumnya bersujud kepada batu, kayu atau barang tambang
yang mereka buat dengan sepengetahuan mereka dan dilihat oleh mata mereka sendiri?
Berhala itu, jika dikencingi anjing tak akan bisa menolaknya. Dan jika salah
satunya pecah tak akan bisa memperbaiki dirinya sendiri. Jelas, kaum mereka berada
dalam kesalahan. Mesti segala yang ada di alam ini memiliki Tuhan yang
menciptakannya dan yang menciptakan manusia semua. Dia adalah yang berhak
disembah dan Yang Mahasuci. Tidak ada Tuhan selain Dia.
Di antara pemuda yang enam itu tak ada yang menyembah berhala atau
menyembelih qurban untuknya seperti yang dilakukan oleh penduduk negrinya.
Bahkan, setelah Allah menancapkan Iman di hatinya, mereka tidak lagi beribadah di
tempat penyembahan berhala. Sehingga mereka menjadi pemuda yang meriman kepada
Tuhannya dan Allah menambahkan petunjuk kepada mereka.
Allah menyatukan hati dan jiwa mereka. Sehingga mereka saling bertemu antara
satu dengan yang lainnya dan mereka saling mengenal. Ketika mereka bersatu, salah
seorang di antara mereka berkata:
“Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru Tuhan selain
Dia. Sungguh kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan
yang sangat jauh dari kebenaran,” (QS al-Kahfi [18] : 14).
Yang lainnya menambahkan:
“Mereka itu kaum kita yang telah menjadikan (tuhan-tuhan) untuk disembah
selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang
kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-
ada kebohongan terhadap Allah,” (QS al-Kahfi [18] : 15).
Di sini, salah satu dari mereka mengajukan pendapat untuk menjauhi orang-
orang kafir tersebut agar mereka tidak terjebak melakukan hal serupa. Dia mengatakan:
77

“Apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain
Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan
melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna
bagimu dalam urusanmu,” (QS al-Kahfi [18] : 16).
Dia mengusulkan agar mereka berenam mau berlindung di dalam gua. Gua
tersebut adalah berupa sebuah lubang yang berada di bawah gunung. Lalu gua itu dia
pilih, walaupun sempit, gelap dan tidak mungkin bisa hidup seperti di dalam rumah
besar dan mencapai kemajuan. Sesungguhnya hidup di rumah besar yang disertai
kekufuran akan lebih sempit daripada hidup di dalam gua. Gua yang di penuhi
keimanan akan lebih bercahaya dan lebih bersinar dari pada rumah besar atau istana.
Jika mereka melakukannya, maka Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada mereka.
Dan Allah akan memberikan pertolongan yang mereka butuhkan untuk kehidupan
mereka berupa makmanan yang bisa menghilngkan rasa lapar.
***
Mereka sepakat untuk memisahkan diri dari tempat orang-orang kafir. Dan
menjadikan gua sebagai tempat untuk keimanan dan untuk orang-orang yang beriman.
Mereka berenam berangkat menuju gua yang mereka inginkan, hingga akhirnya
bertemu dengan seorang penggembala yang diikuti oleh anjingnya. Tiba-tiba si
penggembala itu beriman kepada Allah seperti mereka. Ia pun menginginkan untuk
bergabung bersama mereka. Demikian juga anjingnya, tetap ikut bersama mereka
kemanapun mereka pergi. Anjing tersebut sangat setia terhadap majikannya. Jika anjing
itu dipukul ia tetap kembali kepadanya. Dan jika diusir, ia malah mendekatinya. Orang-
orang menyebutnya sebagai contoh kesetiaan.
Salah seorang di antara pemuda yang tujuh itu memiliki uang yang berukirkan
nama raja yang zalim dan gambarnya. Lalu mereka memasuki gua, sementara anjing
tetap di luar karena ia merupakan binatang yang najis. Jika mulutnya menyentuh baju
atau bejana, maka harus dicuci sebanyak tujuh kali yang salah satunya menggunakan
debu. Malaikat tidak akan memasuki sebuah rumah jika di dalamnya terdapat anjing
atau gambarnya. Anjing hanya diperbolehkan bagi penggembala, orang yang takut
kecurian, atau orang yang sedang berburu mencari anjing. Adapun di luar itu semua
anjing tidak boleh dipelihara. Orang yang menghabiskan waktunya untuk memelihara
anjing tanpa adanya alasan-alasan tersebut, maka Allah akan mengurangi pahalanya
setiap hari satu qirath, yaitu seukuran gunung Uhud.
Anjing itu memilih untuk duduk di depan pintu gua agar bisa menjaga sahabat-
sahabatnya, menggonggong jika melihat orang musyrik Ufsus yang melewati mereka
dan mengusir ular atau binatang buas yang akan membahayakan terhadap keamanan
gua. Hal ini dikarenakan kesetiaan yang sangat mendalam dari anjing tersebut.
Adapun para pemuda mukmin, mereka telah masuk ke dalam gua. Di dalamnya
mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami,” (QS al-Kahfi [18]
: 10).
Karena perjalanan dari Ufsus sangat jauh, para pemuda itu pun merasa lelah,
mereka langsung terlempar ke tanah. Lalu mereka merebahkan tubuhnya untuk
beristirahat dan akhirnya tertidur pulas.
***
Allah menjadikan tidur sebagai istirahat bagi tubuh manusia setelah lelahnya
mengarungi siang. Di kala tidur, kedua mata terpejam, lisan terdiam, telinga berhenti
78

mendengar dan tubuh terbentang untuk menjalani istirahat agar bisa melanjutkan
aktifitas hidup di hari berikutnya.
Jika ada orang yang tidurnya lama, maka dia biasanya dianggap sebagai
nawŵmun (orang yang banyak tidur). Lalu, apa sebutan bagi orang yang tidurnya lama
sampai dengan tigaratus sembilan tahun!! Jangka waktu yang lama seperti ini telah
Allah tetapkan untuk tidurnya ashhabul kahfi (para penghuni gua), yaitu para pemuda
mukmin dan anjingnya, agar menjadi tanda dan petunjuk atas kekuasaan Allah dalam
membangkitkan jasad-jasad yang telah mati. Maka beriman terhadap hari kiamat
merupakan suatu kebenaran dan wajib dimiliki.
Di sekitar gua terjadi keajaiban-keajaiban. Pintu gua yang mereka huni terdapat
di sebelah utara. Sedangkan bagian dalamnya menghadap ke arah kiblat. Sebagaimana
dimaklumi, yang dimaksud dengan arah kiblat di sini adalah tenggara. Posisi ini sangat
baik dan mengandung kemaslahatan. Ketika matahari terbit dan sinarnya menguat,
condong dari gua mereka ke arah kanan. Artinya matahari terbit di sebelah barat dan
keluar sedikit demi sedikit. Lalu, ketika terbenam, meninggalkan mereka sebentar dan
masuk ke arah timur. Makna dari ini semua adalah bahwa sinar matahari itu masuk ke
dalam gua, membunuh akar-akaran dan mikroba, merubah udara sehingga tidak
membahayakan dan matahari yang tertuju pada mereka tidak mengakibatkan tubuh dan
baju mereka terbakar. Tetapi hanya mereka saja yang dapat memanfaatkan panasnya
sinar matahari dalam keadaan tidur. Dan panasnya sinar matahari tersebut tidak
membahayakan mereka. Hal ini terjadi semata-mata karena ketentuan Allah.
Para pemuda itu tidur tanpa makan dan minum dalam jangka waktu yang lama,
namun seorang pun tiak ada yang mati. Dan tidak ada yang merasa lapar maupun haus.
Hal ini juga terjadi semata-mata karena kekuasaan Allah.
Mereka tidur dengan kedua mata terbuka. Sebab jika mata mereka terpejam
selama tiga abad sembilan tahun pasti mata mereka akan rusak.
Selama mereka tertidur dalam jangka waktu tersebut, Allah membuat mereka
membolak-balikkan tubuhnya di atas tanah. Tidak ada seorang pun yang tidur hanya
pada sebelah badan, sehingga bagian badan tersebut dan bajunya tidak rusak. Adapun
anjing, tetap berada di depan pintu gua sambil menjulurkan kaki depannya dan duduk di
atas kaki belakangnya. Posisi duduk seperti ini disebut al-iq‟̂. Keadaan seperti ini
sungguh menakutkan. Dan ashabul kahfi itu hidup tapi tidak sadar, tidur tapi tidak
bangun. Mahasuci Allah yang telah memberikan kekuasaan kepada mereka untuk
menjadi seperti itu. Andaikan ada seseorang di antara kita melihat keadaan tersebut
pasti akan merasa takut dan berpaling lari.
***
Setelah melewati masa tigaratus sembilan tahun, segala sesuatu yang ada di
dunia mengalami perubahan. Kehidupan tidak berjalan tetap dan demikian juga negara-
negara, semuanya berubah. Selama tiga abad banyak orang yang mati, banyak orang
yang lahir, kekuasaan-kekuasaan jatuh diganti dengan yang lain, dan para raja pun
meninggal dunia diganti dengan raja-raja berikutnya. Ini adalah sunnatullâh pada
makhluk-Nya.
Kecuali ada satu hal yang tidak berubah yaitu pemuda kahfi dan anjingnya.
Mereka senantiasa tertidur di dalam gua hingga datang ketentuan Allah setelah jangka
waktu tersebut. Mereka terbangun dari tidurnya, karena Allah menghilangkan
penghalang dari telinga mereka. Telinga adalah indra pertama yang berfungsi ketika
seorang manusia tertidur. Sebelumnya Allah telah menutup telinga mereka selama tiga
abad. Ketika mereka bangun salah seorang di antara mereka bertanya:
79

―Berapa lama kamu tidur?‖


Yang lainnya menjawab sambil menggisik-gisik matanya untuk menghilangkan
rasa ngantuk,“Kita tidur di sini sehari atau mungkin setengah hari.”
Dalam pikirannya tidak terbayangkan bahwa dia telah tidur selama tigaratus
sembilan tahun.
Pemuda yang ketiga mengatakan, ―Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama
kamu tidur di sini.‖
Namun perut mereka yang tidak merasakan makanan selama selang waktu
tersebut, mulai merasa lapar. Lalu salah seorangnya berkata:
“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa
uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan
bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan
jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun. Sesungguhnya jika mereka
mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau
memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak
akan beruntung selama-lamanya,‖ (QS al-Kahfi [18]: 19 - 20).
Keluarlah salah seorang di antara mereka untuk mencari makanan. Dalam
genggaman tangannya terdapat uang perak dengan ukiran berbentuk gambar raja yang
zalim dan kafir. Ketika melihat keadaan di luar ia merasa kaget, ternyata kota Ufsus
yang dia lihat bukan Ufsus yang pernah ia kenal. Orang-orangnya pun sudah lain.
Rumah-rumah bukan yang dulu lagi. Dan demikian juga jalan-jalan seolah sudah
berubah. Apakah bumi yang berputar sehingga ia pergi ke negri lain? Atau mereka
berkelana dalam keadaan tidur?
Orang-orang yang ada di sekelilingnya melihatnya dengan heran dan tercengang.
Walaupun demikian, ia tetap melanjutkan perjalanannya hingga menemui seorang
penjual untuk membeli makanan dan memberikan uangnya. Di sini terjadi hal yang
tidak disangka-sangka, si penjual itu bertanya:
―Hai pemuda, apakah anda mendapatkan harta simpanan? Ini adalah uang lama,
telah lewat tigaratus sembilan tahun.‖
Si pemuda mukmin pun merasa seolah darahnya terhenti dan keringatnya keluar.
Ia terdiam penuh dengan rasa heran dan tercengang. Si penjual dapat melihat perubahan
yang tersembunyi pada diri pemuda itu. Ia telah tidur bersama sahabatnya selama
tigaratus sembilan tahun.
Dengan cepat, orang-orang berkerumun di sekelilingnya. Kemudian mereka
membawa pemuda itu ke hadapan raja yang mukmin—setelah hancurnya raja yang
sombong dan kejam dan masuknya cahaya keimanan ke dalam kerajaan. Sang raja
bertanya, ‖Ada kabar apa?‖
Si pemuda itu menceritakan kisahnya tentang gua dan tidur yang terus-menerus
selama tigaratus sembilan tahun. Orang-orang yang mendengarkan merasa takjub dan
menyadari bahwa Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu. Dan Dia Yang Mahasuci
berkuasa untuk mengembalikan makhluknya setelah mati dan di kubur.
Berangkatlah sang raja dan tentaranya disertai oleh para penduduk Ufsus yang
cukup banyak mengantar si pemuda mukmin menuju gua. Sesampainya di pintu gua
mereka pun mohon izin untuk masuk. Para sahabat si pemuda tercengang ketika melihat
kedatangan mereka. Lalu pemuda itu menceritakan kepada para sahabatnya tentang
keberadaan raja dan penduduknya yang merasa kaget dengan kisah hidup mereka.
Mereka pun semakin bertambah imannya. Kemudian mereka kembali tidur. Namun
tidur kali ini merupakan tidur yang tidak akan bangun lagi kecuali di hari kiamat.
80

Orang-orang berbeda pendapat mengenai sikap mereka terhadap ashabul kahfi.


Sebagian mengatakan, ―Kita tutup saja pintu gua ini agar tidak ada yang masuk
mengganggu mereka.‖
Tapi raja, para menteri dan pembesar kaum itu memilih membangun masjid di
atas mereka. Ini, mau tidak mau, merupakan kesalahan yang besar. Allah dan Rasul-Nya
telah melarang menjadikan kuburan sebagai masjid.
Pelajaran yang berharga dari kisah ini adalah bahwa seekor anjing yang
mencintai suatu kaum, merasa bahagia karena menemani mereka. Jika anjing saja
bahagia karena menemani pelaku kebajikan, mengapa manusia tidak menemani orang
mukmin agar dengan menemaninya bisa memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat?!

Pelajaran Berharga:
1. Iman kepada Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya.
2. Tidak menjadikan kuburan sebagai masjid atau salat di dalam masjid yang
disertai kuburan.
3. Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu, dan kekuasaan-Nya membangkitkan
manusia setelah mati merupakan hal yang benar.

Anda mungkin juga menyukai