Anda di halaman 1dari 6

IDUL FITRI & HALAL BIHALAL

. . . )1(. ! : . .(2)
Sidang Jum`at Rahimakumullah Tidak henti-hentinya saya serukan kepada kita semua, untuk senantiasa meningkatkan kualitas Iman dan Taqwa serta Amal kebajikan kita kepada Allah Swt., karena hanya keimanan dan ketaqwaanlah, bekal yang akan mampu menyelamatkan pelayaran kita mengarungi samudera kehidupan dunia mencapai benua kehidupan abadi di akherat nanti. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur an:


Dan berbekallah kamu sekalian, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (Qs. Al-Baqarah [2]: 197). Hadirin Sidang Jum`At Rahimakumullah Hari ini adalah lembaran kedua di Kalender bulan Syawal 1424 H. Ini berarti bahwa kita masih berada dalam suasana hari lebaran, hari raya Idul Fitri 1424 H, hari kemenangan umat Isam, di seluruh penjuru dunia, lintas samudera dan lintas benua, lintas etnis, lintas segalanya. Oleh karenanya, dalam merayakan Idul Fitri ini, ada baiknya kita berbicara sekilas seputar Idul Fitri dan Halal-Bihalal. Pertama : Idul Fitri Idul berasal dari kata (bahasa Arab) yang berarti Kembali, sedangkan Al-Fitr berarti asal kejadian, agama yang benar atau kesucian. Jadi kata Idul Fitri berarti boleh jadi berarti, kembalinya manusia pada kepada keadaan kesuciannya, atau keterbebasaan manusia dari noda-noda dosa, sehingga dengan demikian, ia berada dalam kesucian. Jika dilihat dari kata Kembali, berarti telah terjadi proses perpindahan atau perubahan. Seorang pegawai kantor pada hari-hari setelah lebaran dikatakan Kembali bekerja karena sebelumnya selama dua atau beberapa hari tidak aktif bekerja, sebab hari libur lebaran, begitu juga orang yang berangkat menunaikan ibadah Haji atau Umrah ke Mekkah, dikatakan kembali, kalau ia telah selesai dan pulang ke tempat asalnya dari Mekkah al-Mukarromah. Idul Fitri disebut juga dengan hari kemenangan, karena kitalah -umat Islam- yang telah bisa menyelesaikan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Ibadah puasa yang seperti diungkap dalam salah satu sabda Rasulullah- pertamanya adalah Rahmat, tengahnya adalah Ampunan serta akhirnya adalah Pembebasan dari api neraka, dan di samping itu, sungguh ia juga merupakan ujian di akhir semester perjalanan kita selama satu tahun mengitari roda dan agenda kehidupan yang penuh cobaan ini. Ramadan telah pergi meninggalkan kita, dan tak seorang pun bisa menjamin bahwa kita akan bertemu lagi dengan bulan suci ramadan satu tahun yang akan datang. Usia manusia ibaratnya laksana buah kelapa.
1 2

Yang tua dan kering: jatuh, yang setengah tua : jatuh, bahkan yang masih berbentuk putik-bungapun bisa jatuh. Oleh karena itu, jika ramadan merupakan bulan ujian, jika ramadan adalah bulan latihan, maka setelah kita selesai menjalani hari-hari latihan ini, kita yakin bahwa ibadah dan amal keseharian kita akan lebih baik dari sebelumnya. Selama bulan ramadlan, puasa telah mengajarkan kita bagaimana hidup bersahaja, rasa lapar telah mendemonstrasikan bagaimana tidak enaknya menjadi masyarakat miskin, yang hampir setiap saat mengalami kelaparan, betapa puasa telah mendidik kita semua untuk tidak menjadi manusia yang tamak dan rakus, satu meja makanan yang telah kita siapkan dikala siang, ternyata yang kita makan tak lebih hanya sekitar satu piring atau bahkan tidak sampai. Kita dilarang tamak dan Rakus karena sifat tamak dan rakus adalah bisikan syetan dan Iblis. Sedangkan syetan dan Iblis adalah makhluk yang senantiasa memusuhi Allah Swt. Lihatlah !, betapa ibadah shalat, yang setiap hari dan setiap malam kita laksanakan, mulai shalat fardlu, taraweh, witir atau bahkan tahajjud, telah mengajarkan tentang bagaimana kita membangun kebersamaan. Dalam shalat kita tidak dibedakan mana yang mahasiswa mana yang pelajar, mana yang pegawai dan mana yang tenaga kerja, mana yang etnis barat dan mana yang timur, karena stratifikasi sosial dan bentuk-bentuk feodalisme yang lain adalah rekayasa manusia yang sering kali menjadi model pelanggaran Hak-Hak Asazi Manusia. Betapa Zakat telah mampu menjembatani antara si kaya dengan si miskin. Seorang penuntut ilmu katakanlah : seperti halnya mahasiswa atau mahasiswi- di perantauan, yang menerima limpahan uang zakat, meski sebesar LE. 100.00 atau LE. 200.00 Pound, boleh jadi rasa bahagianya sama dengan pegawai yang menerima gaji US$ 900,- . Oleh karenanya, Zakat menjadi sesuatu yang disyariatkan oleh Islam karena di antara sekian harta yang kita miliki, ternyata tersimpan pula hak-hak orang lain, yang jika hak-hak itu tidak dikeluarkan, justru ia bisa menjadi bumerang dan virus-virus yang akan merusak rangkaian system amal dan kebajikan kita yang lain. Di Islamlah kita benar- benar dididik untuk benar-benar menghayati makna persamaan, makna persaudaraan, makna keadilan, makna toleransi, penghargaan terhadap hak-hak asazi manusia, pemeliharaan terhadap lingkungan hidup, menghormati orang-orang yang lebih tua sekaligus menyayangi yang lebih muda. Sungguh !, Manusia yang lebih mulia di hadapan Allah Swt adalah manusia yang lebih bertaqwa.


Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Sesungguhnya orang yang lebih mulia di antara kamu adalah mereka yang lebih bertaqwa. (QS. Al-Hujurat [49]: 13) Oleh karena itu, Umat Islam yang telah selesai menjalani Ibadah Puasa selama satu bulan Ramadan penuh, bisa benar-benar dikatakan BerIdul Fitri kalau ia benar-benar kembai kepada fitrah, kembali kepada asal kejadian, dan kesucian terbebas dari segala dosa dan noda. Sebab manusia diciptakan Allah dengan fitrah, dengan suci; hanya saja, setelah kita berinteraksi dengan berbadai dinamika kehidupan, sering kita tergelincir, dari maksud dan tujuan diciptakannya kita, yang oleh Allah Swt., yang di dalam Al-Qur an dibahasakan dengan:

Tidaklah AKU ciptakan jin dan manusia kecuali supaya mengabdi kepada-KU (QS. Al-Dzariyat [51]:56)

Hadirin Sidang Jum`at Rahimakumullah Yang kedua : Halal-Bihalal Dari sisi bahasa, Kata Halal-bihalal merupakan sebuah kata majemuk yang khas Indonesia, yang berarti Bersilaturrahmi atau silaturrahim, sehingga tidak kita temukan kata halal-bihalal di negaranegara lain, kecuali mungkin di negara-negara yang juga berbahasa Melayu. Kata Silaturrahim, juga merupakan kata Majemuk, yang berasal dari kata bahasa Arab, Shilat dan Rahim. Kata Shilat berakar dari kata Washal, yang berarti menyambung atau menghimpun. Sedangkan kata Rahim pada awalnya berarti kasih sayang, kemudian berkembang sehingga berarti Peranakan atau kandungan, sebab anak yang dikandung senantiasa mendapat curahan kasih sayang. Rasulullah Saw. mendefinisikan orang yang bersilaturrahim dengan sabda beliau:


Bukanlah bersilaturrahim orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturrahim adalah yang menyambung apa yang telah putus. (HR. Bukhari). Dalam Al-Qur an, kata halal dapat ditemukan pada sekitar 6 ayat, dalam lima surat. Dua di antaranya dirangkaikan dengan kata haram dan dalam konteks konteks kecaman, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah surat al-Nahl ayat 116, dan surat Yunus ayat 59: Sedangkan keempat kata Halal lainnya senantiasa dirangkaikan pada kata Kulu yang berarti makanlah dan Thayyibah yang berarti yang baik dan menyenangkan. Ini mengandung kesan bahwa boleh jadi ada yang halalan tapi tidak Thayyiban, (halal namun tidak baik) seperti halnya perbuatan Thalak, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullullah Saw. :


Perbuatan halal namun dibenci oleh Allah adalah Thalak Namun yang dikehendaki oleh Allah dalam al-Quran tadi adalah bahwa aktivitas muslim seharusnya yang senantiasa memiliki barometer Halal dan Thayyib. Oleh karena itu yang dituntut oleh Al-Quran dalam rangka halal-bihalal ini adalah di samping adanya saling memaafkan juga harus diikuti dengan berbuat kebajikan. Sebuah riwayat menuturkan, seusai memberikan khutbah Idul Fitri Rasulullah Saw. Tiba-tiba melafalkan kata, Amin yang artinya Semoga Allah mengabulkan sebanyak tiga kali. Para sahabat heran, satu di antaranya ada yang bertanya : Ya Rasul, mengapa anda tiba-tiba menyebut kata Amin, pada hal tak seorangpun membacakan doa, ?; Rasulullah menjawab, Ada Malaikat Jibril datang kepadaku, sraya berkata Ya Rasulullah !, maukah Rasulullah mengaminkan, saya yang membacakan doa untuk umatmu ?; Rasul menjawab, Ya Silahkan wahai malaikat Jibril, lalu Malaikat Jibril membacakan doanya: Ya Allah, pada hari 1 Syawal ini semoga tidak engkau terima puasa dan ibadah anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, Rasulullah Saw. bilang Amin (Semoga Allah mengabulkan). Dalam sebuah hadits yang lain, ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda : Sungguh rugi seseorang yang masih punya orang tua yang sudah tidak berdaya, namun keberadaan dirinya yang masih punya orang tua tersebut, tidak membuatnya masuk sorga, karena mungkin ia lupa diri dan lupa daratan, sehingga tidak lagi mau memperhatikan, menjaga dan mengurus orang tuanya. Naudzublillahi Min dzalik. Orang tua yang melahirkan kita, yang mendidik dan

mendoakan kita; Tanpa peran mereka, tentu kita bukan apa-apa dan tidak berarti apa-apa. Lihatlah kisah Uwais Al-Qarni, yang mana suatu ketika Rasulullah Saw. minta atau berwasiat pada Sayyidina Umar, bahwa jika suatu ketika bertemu dengan seorang anak yang bernama Uwais Al-Qarni, agar ia memintakan doanya. Trenyata benar, bahwa pada masa Sayyidina Umar menjadi Kalifah dan Amirul Mukminin di Medinah, ia bertemu dengan seorang anak muda yang bernama Uwais al-Qarni, lalu beliau meminta doanya sebagaimana yang wasiatkan Rasulullah; Selidik punya selidik ternyata Uwais Al-Qarni ini adalah seorang anak yang sangat berbhakti kepada orang tuanya, yang saat itu hanya tinggal ibunya sendiri. Salah satu bentuk kebaikan Uwais al-Qarni pada Ibunya, telah dibuktikan bahwa pada Suatu ketika Ibu dan Aak yang tinggal di negara Yaman ini, sang Ibu memintanya diantar untuk bertemu Rasulullah. Sang anak dengan penuh taat menggendong ibundanya dari negara Yaman menuju Medinah, namun sampai di sana mereka tidak sempat bertemu Rasulullah. Subhanallah !. ternyata berbhaktinya Uwais pada orang tuanya begitu besar sehingga menjadi sebab ia memperoleh Ridla dan kasih sayang orang tuanya; Dan karena orang tuanya Ridla pada Uwais, maka Allah-pun meridlai Uwais Al-Qarni. Oleh sebab itu di kalangan masyarakat kita, ada ajaran yang sudah mentradisi, bahwa sesudah Shalat Idul Fitri kita dianjurkan untuk sungkem pada kedua orang Tua kita, memohon ampun dan senantiasa memohon doa dan Ridlanya. Hadirin, Sekarang kita kembali pada kisah dalam hadis tadi : Kemudian Malaikat Jibril melanjutkan doanya, Ya Allah, pada hari 1 Syawal ini semoga tidak engkau terima puasa dan ibadah suami-istri yang tidak saling memaafkan, Rasulullah Saw. bilang Amin (Semoga Allah mengabulkan). Kemudian Malaikat Jibril melanjutkan doanya lagi, Ya Allah, pada hari 1 Syawal ini semoga tidak engkau terima puasa dan ibadah seorang muslim yang tidak mau memaafkan sudaranya sesama muslim, Rasulullah Saw. bilang Amin (Semoga Allah mengabulkan). Hadirin Sidang Jum`at Rahimakumullah. Kalau kita perhatikan kisah tadi, ternyata dalam merayakan Idul Fitri dan berhalal bihalal serta saling bermaaf-maafan ini, ternyata ada tiga jalur penting; Pertama: Orang tua, Kedua: antara suami dengan istri (bagi yang telah berkeluarga), dan yan ketiga: adalah antar sesama saudara seiman dan seagama. Kita maklum bahwa interaksi dan komunikasi antar sesama manusia ibarat kita menaruh piring di antara tumpukan piring atau gelas-gelas kaca lainnya, mau atau tidak mau, suaranya pasti akan kedengaran. Begitu juga namanya mobil berjalan, mana ada yang selamat dari lecet atau keserempet, tapi kalau kita senantiasa hati-hati, Insya Allah tidak akan nabrak bablas. Oleh karenanya, dengan semangat Idul Fitri dan Halal bihalal ini, patutlah kita merenovasi bangunan pergaulan, komunikasi dan persahabatan kita. Berhati-hatilah dalam bergaul dan berbicara, karena berjuta-juta orang celaka di dunia ini lantaran tidak waspada dalam menjaga yang namanya Lidah. Manusia adalah makhluk Allah yang disamping memiliki jasad, juga memiliki roh atau kalbu, manusia di samping memiliki daya nalar atau fikiran ia juga memiliki emosi dan perasaan. Penyair Arab mengatakan:

"Kalau pedang lukai tubuh, masih ada harapan untuk sembuh, namun jika lidah lukai hati, kemana obat hendak dicari"

* *

Sesungguhnya hati mana kala telah terluka, ia laksana gelas-gelas kaca, yang pecahnya sulit disambung

Pribahasa Arab yang lain juga menuturkan : "Bahwa keselamatan seseorang bergantung pada bagaimana seseorang mampu mengatur oprasional lisannya". Gatal-gatal di badan, barangkali bisa digaruk, atau kita taburkan bedak Herocyn , tapi kalau lisan yang gatal, tentu ini perlu kesadaran dan perjuangan serta manajmen yang sehat dan dewasa. Dengan demikian, maka Idul Firi, Halal-bihalal dan Silaturrahim yang kita laksanakan ini, kita berharap benar-banar bisa mengantarkan kita pada terminal Idul Fitri yang kembali pada Fitrah yang suci sebagaimana asal kejadiannya, dan Halal-Bihalal seperti yang dikehendaki oleh Allah Swt. dalam al-Quran yaitu bahwa aktivitas Muslimin dan Muslimat seharusnya yang senantiasa memiliki barometer Halal dan Thayyib. Yakni di samping adanya saling memaafkan juga harus diikuti dengan berbuat kebajikan.


Semoga kita semua termasuk hamba-hamba Allah, yang Al-Aidin (orang-orang yang Kembali pada fitrah kesucian), wal Faizin (dan meraih keberuntungan, baik keberuntungan hidup di dunia terutama keberuntungan di akherat nanti) Amien

, .
Khutbah Jumat Bagian Kedua

, , . . . : . : . : . . .

* * * * * * * * * . ! .

Anda mungkin juga menyukai