Anda di halaman 1dari 10

Khutbah Jumat Pertama.

‫ يحب عباده المتسامحين‬،‫ البر الرحيم‬،‫الحمد هلل رب العالمين‬.


‫ وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله‬،‫أشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك له‬.
‫اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى آله وصحبه ومن اتبعهم بإحسان إلى يوم الدين‬.
‫أما بعد‬،
‫ وأ تعفوا أقرب للتقوى وال‬:‫ قال تعالى‬.‫ هللا وطاعته لعلكم تفلحون‬7‫فأوصيكم ونفسي بتقوى‬
‫تنسوا الفضل بينكم إن هللا بما تعملون بصير‬.

INNAL HAMDA LILLAAH, NAHMADUHUU


WA NASTA’IINUHUU WA NASTAGHFIRUHU
WA NA’UUDZUBILLAAHI MIN SYURUURI ‘ANFUSINAA
WA MIN SYAYYI-AATI A’MAALINAA
MAN YAHDILLAAHU FALAA MUDHILLALAHU
WA MAN YUDHLIL FALAA HAADIYALAHU

Membaca syahadat :

ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKALAAHU


WA ASYHADU ANNAA MUHAMMADAN ‘ABDUHUU WA RASUULUHUU
LAA NABIYYA BA’DAHU

Membaca shalawat :

ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA SYAYYIDINAA MUHAMMADIN


WA ‘ALAA AALIHII WA SHAHBIHII ‘AJMA’IIN

Membaca ayat alqur’an yang mengajak bertaqwa kepada allah, contoh:

YA AYYUHALLADZIINA AAMANU ITTAQULLAH HAQQOTU QOOTIHI WA LAA TUMUTUNNA


ILLA WA ANTUM MUSLIMUUN

Jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Ketika Rasulullah saw. berhijrah dari Mekah ke Madinah, beliau memulai pembangunan
sebuah masyarakat-negara dengan tiga hal pokok. Pertama, membangun masjid,
kedua mempersaudarakan antara orang-orang muhajirin (imigran, pendatang dari
Mekah) dengan Anshar (penduduk setempat) sama-sama pemeluk Islam, dan
ketiga mengikat perjanjian antara pemeluk Islam dan pemeluk agama lain di Madinah.

Mengapa hanya tiga hal itu, karena ketiganya merupakan fondasi untuk terbangunnya
kehidupan yang harmonis dan damai. Masjid untuk menguatkan ikatan batin manusia
dengan Tuhannya, persaudaraan untuk menguatkan hubungan antarsesama muslim,
sedangkan perjanjian untuk menguatkan hubungan antara umat Islam dan umat
beragama lainnya yang sudah ada di Madinah.

Sebuah masyarakat yang selalu terhubung kepada Tuhannya, tentu akan mendapatkan
pertolongan-Nya, mendapatkan bimbingan-Nya, dan petunjuk-Nya. Masjid merupakan
sarana untuk menguatkan hubungan itu. Bahkan untuk membangun masjid Nabawi itu,
Rasulullah saw. ikut turun tangan mengangkat batu. Dalam perkembangan selanjutnya,
masjid bukan hanya untuk beribadah mahdhah, tetapi juga untuk mengaji dan berdiskusi
tentang ajaran-ajaran agama untuk memperkuat hubungan dengan Allah tadi.

Yang kedua, para pendatang dari Madinah banyak yang tidak membawa apa-apa ketika
ikut berhijrah ke Madinah. Dengan mempersudarakan antara pendatang dengan
penduduk setempat, terciptalah hubungan yang luar biasa. Penduduk setempat, Anshar,
bahkan rela memberikan sebagian tanah yang dimilikinya kepada orang Muhajirin.
Tanpa transaksi jual beli.

Sementara, pada fondasi yang ketiga, Rasulullah saw. menanamkan


prinsip muwâthanah: kewarganegaraan. Prinsip ini mengacu pada adanya hak bagi siapa
pun yang berada di Madinah untuk menjadi warga negara yang sama, tanpa melihat
agamanya, suku bangsanya, asal keturunannya, dan sebagainya. Dengan prinsip seperti
ini, seorang muslim sama kedudukannya dengan seorang Yahudi atau Nasrani dalam
bernegara, bermasyarakat, berbangsa, bersosialisasi. Rasulullah saw. menetapkan
bahwa baik muslim maupun non muslim sama-sama berkewajiban membela Madinah
dari serangan pihak ketiga.

Dalam bahasa sekarang, prinsip ini mungkin bisa kita katakan sebagai prinsip menerima
keberadaan pihak lain (qabûl al-âkhar) yang berbeda. Bahwa agama Islam yang dibawa
oleh Rasulullah saw. mengajarkan kepada umatnya, pemeluknya, agama Islam adalah
agama terakhir pembawa keselamatan dunia akhirat, itu tidak menghalangi pemeluk
Islam untuk mengakui adanya pihak lain yang memilih agama lain sebagai jalan
hidupnya. Bahwa nabi pembawa ajaran agama terakhir ini berasal dari bangsa Arab, itu
tidak menghalangi pemeluk Islam untuk mengakui keberadaan bangsa-bangsa lain
(Eropa, China, Afrika, dan sebagainya) untuk hidup berdampingan secara baik dan damai
di dunia. Bahwa nabi sang pembawa ajaran agama ini berasal dari kabilah Quraisy, itu
tidak menghalangi pemeluk Islam untuk mengakui dan menghormati suku-suku Arab
lainnya yang cukup banyak.

Ini tentu saja sebuah prinsip yang sangat mulia dan tinggi. Pengakuan terhadap orang
lain. Ini adalah salah satu bentuk toleransi beragama yang sangat tinggi.

Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan keadaan bangsa kita sejak dibentuknya NKRI
sampai sekarang. Ada banyak suku bangsa, ada beragam bahasa daerah, ada sejumlah
agama dan kepercayaan. Tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak boleh menghalangi kita
untuk membela dan menjaga persatuan republik yang kita cintai ini.

Karena itu, jika ada elemen bangsa –apalagi umat Islam– yang selalu berupaya
memancing di air keruh, berusaha menumbuhkan bahkan membesar-besarkan
perbedaan dan keberagaman ini, boleh jadi dia belum mengerti makna toleransi yang
diajarkan oleh Rasulullah saw.

Sidang Jumat rahimakumullah,

Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. tentu saja tidak lepas dari bimbingan wahyu
dan firman Tuhan. Itulah cara dakwah Rasulullah, cara bermasyarakat Rasulullah, yang
penuh dengan toleransi, penuh dengan hikmah, penuh dengan nasihat yang baik, juga
sesekali dengan bertukar pikiran atau berdebat dengan cara yang baik pula. Ini
digambarkan dalam firman Allah swt.:

)125:‫ك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِي ِه َي أَحْ َس ُن} (النحل‬ ِ ِ‫ع إِلَى َسب‬
َ ِّ‫يل َرب‬ ُ ‫ا ْد‬

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah ) dan pengajaran yang baik, dan
berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. (QS An-Nahl: 125).

Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. pada masyarakat Madinah itu sekaligus juga
merupakan wujud nyata dari ajaran universalitas Islam, di mana Allah berfirman:
‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد‬
13‫هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر }(الحجرات‬
Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan
perempuan, dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supa kamu
sekalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa. (QS Al-Hujurat: 13).

Selain muwâthanah, hak yang sama sebagai warga satu wilayah atau satu negara,
toleransi yang diajarkan oleh Rasulullah saw. adalah menghormati sesama manusia
sebagai satu saudara dan satu keturunan, anak cucu Adam as. Allah swt. sendiri telah
menyatakan di dalam Al-Qur’an bahwa Dia meletakkan manusia anak cucuk Adam pada
kedudukan yang terhormat melebihi banyak  makhluk lainnya.

ٍ ِ‫ت َوفَض َّْلنَاهُ ْم َعلَى َكث‬


‫ير‬ ِ ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آَ َد َم َو َح َم ْلنَاهُ ْم فِي ْالبَرِّ َو ْالبَحْ ِر َو َر َز ْقنَاهُ ْم ِم َن الطَّيِّبَا‬
)70 :‫ضياًل } ( اإلسراء‬ ِ ‫ِم َّم ْن َخلَ ْقنَا تَ ْف‬
Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan
di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas
banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. (QS Al-Isra’: 70).

Dalam ayat lain Allah berfirman:

)4 :‫ان فِي أَحْ َس ِن تَ ْق ِو ٍيم} ( التين‬


َ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإْل ِ ْن َس‬
Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS At-Tin
4).

Suatu ketika lewat di hadapan Rasulullah saw. sejumlah orang mengusung jenazah.
Beliau lalu berdiri untuk menghormati jenazah itu. Di antara sahabat ada yang berkata,
“Itu jenazah orang Yahudi, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab, “Bukankah ia juga
manusia seperti kita?” (HR Bukhari).

Ini menunjukkan betapa tingginya pengakuan Islam terhadap keberadaan orang lain.
Betapa tingginya penghormatan Islam terhadap pihak lain yang berbeda. Tentu pada
saat yang sama harus kita yakini pula bahwa penghormatan kita kepada pihak lain yang
berbeda itu tidak harus berarti kita menerima keyakinan mereka. Ada prinsip lain yang
tidak boleh terganggu: lakum dinukum wa liyadin. Bagimu agamamu dan bagiku
agamaku.

Selain itu, sebagai wujud pengejawantahan nilai-nilai toleransi beragama yang diajarkan
oleh Rasulullah saw. untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan damai, beliau
menerapkan prinsip kebebasan yang bertanggung jawab. Semua warga Madinah bebas
berdagang sesuai keahliannya, tanpa melihat siapa pendatang dan siapa pribumi.
Semua warga Madinah bebas mengikuti pengajian Rasul (mengikuti pendidikan), baik
laki-laki maupun perempuan. Semua orang bebas menentukan pilihan agama dan
keyakinannya dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya. Bahkan lebih dari itu,
seandainya ada yang memilih untuk tidak beriman pun, ajaran Islam yang dibawa oleh
Rasulullah saw. ini memberi kebebasan. Allah berfirman:

)29:‫ق ِم ْن َربِّ ُك ْم فَ َم ْن َشا َء فَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َء فَ ْليَ ْكفُرْ } (الكهف‬


ُّ ‫َوقُ ِل ْال َح‬

Katakanlah, “Kebenaran itu dari Tuhanmu. Siapa yang menghendaki beriman, biarkan dia
beriman, dan siapa yang menghendaki kufur dan tidak beriman, biarkan dia kufur.” (QS Al-
Kahf: 29).

Namun Allah juga menjelaskan konsekuensi dari masing-masing pilihan itu. Manusia
diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya dengan konsekuensinya masing-masing.
Yang beriman akan selamat di dunia dan akhirat, yang tidak beriman tidak selamat.

Sidang Jumat rahimakumullah,

Toleransi juga mengandung arti menjaga kerukunan, menjaga hubungan baik antar
sesama umat beragama. Al-Quran tidak melarang, bahkan menganjurkan kita untuk
tetap menjaga hubungan baik dalam batas-batas muamalat, interaksi sosial-keduniaan,
antara muslim dan bukan muslim, selama mereka tidak memerangi kita dan tidak
mengusir kita dari tanah air.
Allah swt. berfirman:

‫ار ُك ْم أَ ْن تَبَرُّ وهُ ْم َوتُ ْق ِسطُوا‬


ِ َ‫ِّين َولَ ْم ي ُْخ ِرجُو ُك ْم ِم ْن ِدي‬ ِ ‫ين لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي الد‬ َ ‫اَل يَ ْنهَا ُك ُم هَّللا ُ َع ِن الَّ ِذ‬
‫ِّين َوأَ ْخ َرجُو ُك ْم ِم ْن‬
ِ ‫ين قَاتَلُو ُك ْم فِي الد‬ َ ‫إِلَ ْي ِه ْم إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِط‬
َ ‫ين ؛ إِنَّ َما يَ ْنهَا ُك ُم هَّللا ُ َع ِن الَّ ِذ‬
:‫ون } (الممتحنة‬ َ ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُم‬ َ ِ‫اج ُك ْم أَ ْن تَ َولَّ ْوهُ ْم َو َم ْن يَتَ َولَّهُ ْم فَأُولَئ‬
ِ ‫ار ُك ْم َوظَاهَرُوا َعلَى إِ ْخ َر‬ ِ َ‫ِدي‬
)8.

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi
kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai
kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS Al-Mumtahanah: 8).

Di sisi lain, seseorang yang berasal dari agama bukan Islam lalu memeluk Islam,
sementara ayah atau ibunya masih tetap memeluk agamanya semula, Islam
mengajarkan kepada orang itu untuk tetap menjaga pergaulan, menjaga hubungan baik
antara anak dan orangtua, walaupun berbeda agama.

Dalam hal ini Allah swt. berfirman:

‫اح ْبهُ َما فِي ال ُّد ْنيَا‬


ِ ‫ص‬َ ‫ك بِ ِه ِع ْل ٌم فَاَل تُ ِط ْعهُ َما َو‬
َ َ‫ْس ل‬ َ ‫ك َعلى أَ ْن تُ ْش ِر‬
َ ‫ك بِي َما لَي‬ َ ‫َوإِ ْن َجاهَ َدا‬
)15 :‫ َم ْعرُوفًا } (لقمان‬.

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang
engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (QS Luqman: 15).

Dalam perkembangan selanjutnya, bahkan ada ulama yang berpendapat, seandainya


sang ayah yang masih pada agamanya semula meminta kepada anaknya yang sudah
memeluk Islam untuk dibelikan khamar (minuman keras), sang anak tetap diminta untuk
patuh membelikannya. Sungguh sebuah nilai toleransi yang sangat tinggi.
Semoga pada hari-hari dan masa-masa mendatang, Allah menambahkan sikap toleransi
itu ke dalam diri kita.
‫اللهم زدنا تسامحا ومحبة وتألفا‪ .‬ووفقنا‪ 7‬لطاعتك وطاعة رسولك محمد صلى هللا عليه‬
‫‪.‬وسلم‬
‫بارك هللا لي ولكم في القرآن الكريم ونفعني‪ 7‬وإياكم بما فيه من اآليات والذكر الحكيم‪ ،‬أقول‬
‫‪.‬قولي هذا وأستغفر هللا العظيم لي ولكم‪ ،‬فاستغفروه إه هو الغفور الرحيم‬

‫‪BARAKALLAHU LII WA LAKUM FILL QUR’AANIL AZHIIM‬‬

‫‪WA NAFA’NII WA IYYAKUM BIMA FIIHI MINAL AAYAATI WA DZIKRIL HAKIIM‬‬

‫‪AQUULU QAWLI HAADZA‬‬

‫‪WA ASTAGHFIRULLAAHAL ‘AZHIIM, LII WA LAKUM WA LII SYAA-IRIL MU’MINIINA WAL‬‬

‫‪MU’MINAAT WAL MUSLIMIINA WAL MUSLIMAAT MIN KULLI DZANBIIN‬‬

‫‪FASTAGHFIRUUHUU INNAHUU HUWAL GHAFUURUR ROHIIM‬‬

‫‪Khutbah Jumat Kedua.‬‬

‫ك لَهُ اِرْ َغا ًما لِ َم ْن َج َح َد‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هلل َح ْمدًا َكثِ ْيرًا َك َما اَ َم َر‪ .‬اَ ْشهَ ُد اَ ْن اَل اِلَهَ اِاَّل هللا َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي َ‬
‫صلِّ َو‬ ‫س َو ْالبَ َش ِر‪ .‬اَللَّهُ َّم َ‬
‫بِ ِه َو َكفَ َر‪َ .‬واَ ْشهَ ُد اَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ َو َحبِ ْيبُهُ‪َ 7‬و َخلِ ْيلُهُ‪َ 7‬سيِّ ُد اإْل ِ ْن ِ‬
‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َو اَصْ َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِ ْيرًا‬ ‫‪َ .‬سلِّ ْم َو بَ ِ‬

‫ار َم اأْل ُ ُم ْو ِر َو يَ ْك َرهُ َسفَ ِ‬


‫اسفَهَا َواِنَّهُ اَل‬ ‫اَ َّما بَ ْع ُد‪ ،‬فَيَا ِعبَا َد هللا اِتَّقُ ْوا هللا َوا ْعلَ ُم ْوا اَ َّن هللا ي ُِحبُّ َم َك ِ‬
‫ون َعلى النَّبِ ّي‪ ،‬يَا‬ ‫صلُّ َ‬ ‫إن هللاَ َو َمالئِ َكتَهُ يُ َ‬ ‫اسقِي َْن‪ .‬قال تعالى في كتابه الكريم‪َّ :‬‬ ‫يَ ْه ِدى ْالقَ ْو َم ْالفَ ِ‬
‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِيما ً‬‫ين آ َمنُوا َ‬ ‫‪.‬أيُّهَا الَّ ِذ َ‬

‫ت َعلَى‬ ‫ت َوبَا َر ْك َ‬ ‫ْت َو َسلَّ ْم َ‬ ‫صلَّي َ‬ ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫صلِّ َو َسلِّ ْم َو بَ ِ‬ ‫اَللَّهُ َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُم ْؤ ِمنَا ِ‬
‫ت‬ ‫اِ ْب َرا ِه ْي َم َو َلَى اَ ِل اِ ْب َرا ِه ْي َم فِى ْال َعالَ ِمي َْن اِنَّ َ‬
‫اض َي‬‫ت يَا قَ ِ‬ ‫ك َس ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ُم ِجيْبُ ال َّد ْع َوا ِ‬ ‫ت اِنَّ َ‬‫ت اَأْل َحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواأْل َ ْم َوا ِ‬ ‫َو ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ت ْال َوهَّابُ ‪.‬‬ ‫ك َرحْ َمةً اِنَّ َ‬
‫ك اَ ْن َ‬ ‫ت‪ .‬اَللَّهُ َّم َربَّنَا اَل تُ ِز ْغ قُلُ ْوبَنَا بَ ْع َد اِ ْذهَ َد ْيتَنَا َو هَ ْبلَنَا ِم ْن لَ ُد ْن َ‬ ‫ْال َحا َجا ِ‬
‫اجنَا َو‬‫َّح ْي ٌم‪َ .‬ربَّنَا هَ ْبلَنَا ِم ْن اَ ْز َو ِ‬ ‫فر ِ‬ ‫ك َر ُؤ ْو ٌ‬ ‫َربَّنَا اَل تَجْ َعلْ فِى قُلُ ْوبَنَا ِغاًّل لِلَّ ِذي َْن اَ َمنُ ْوا َربَّنَا اِنَّ َ‬
‫ُذرِّ يَّتِنَا قُ َّرةَ اَ ْعي ٍُن َو اجْ َع ْلنَا لِ ْل ُمتَّقِي َْن اِ َما ًما‪َ .‬ربَّنَا اَتِنَا فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َو فِى اآْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َو قِنَا‬
‫اب النَّ ِ‬
‫ار‬ ‫‪َ .‬ع َذ َ‬
‫ان َو اِ ْيتَا ِء ِذى ْالقُرْ بَى َو يَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر‬ ْ
ِ ‫ِعبَا َد هللا! اِ َّن هللا يَأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َو اإْل ِ حْ َس‬
‫َو ْالبَ ْغ ِى يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َّذ َّكر ُْو َن فَ ْاذ ُكر ُْوا هللا ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َو ا ْش ُكر ُْوهُ َعلَى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َو‬
‫ لَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَ ُر َو هللاُ يَ ْعلَ ُم َما تَصْ نَع ُْو َن‬.
ALHAMDULILLAH,
ALHAMDULILLAAHI HAMDAN KATSIIRAAN THAYYIBAN MUBAARAKATAN FIIHI
KAMAA YUHIBBU RABBUNAA WA YURIIDUHU
WA ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU
WA ASYHADU ANNAA MUHAMMADAN ‘ABDUHUU WA RASUULUHU
AMMA BA’DU
YA AYYUHALLADZIINA AAMANU ITTAQULLAH WA QULUU QOULAN SADIDAH YUSHLIH
LAKUM  A’MALAKUM WA YAGHFIRLAKUM DZUNUBAKUM WA MAN YUTI’ILLAHA WA
ROSULAHU FAQOD FAAZA FAUZAN AZHIMAN (baca: azhima

‘IBAADALLAAH INNALLAAHA YA’MURUKUM BI AMRI HATSUMA KHALAQOKUM. KAMAA


TA’ALA FIT TANZIL: WA MAA KHOLAQTUL JINNA WAL INSA ILLA LIYA’BUDUUUN.

WA INNALLAAHA WA MALAAIKATAHUU YUSHALLUUNA ‘ALAN NABII


YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANUU SHALLUU ‘ALAIHI WA SALLIIMU TASLIIMAAN (baca:
TASLIIMAA)

ALLAAHUMMA SHALLI WA SALLIM WA BAARIK ‘ALAA ‘ABDUKAA WA RUSUULIKAA


MUHAMMAD
WA ARDHOLLAHU ‘AN KHULAFAA-UR RAASYIDIIN
ABI BAKRI WA ‘UMAARA WA ‘UTSMAANA WA ‘ALIYIN
WA ‘AN SAA-IRIL AALI MUHAMMAD WASH SHAHBIHI AJMA’IIN
WAT TAABI’IINA WAT TAABI’IT TAABI’IINA
WA MAN TABI’AHUM BI IHSAANIN ILAA YAUMID DIIN
WA ‘ALAINA MA’AHUM BIRAHMATIKA YAA ARHAMAR RAAHIMIIN

Membaca do’a

ALLAHUMMAGH FIR LIL MU’MINIINA WAL MU’MINAAT WAL MUSLIMIINA WAL MUSLIMAAT
AL-AHYAA-I MINHUM WAL AMWAAT INNAKAS SAMII’UN QARIIBUN MUJIIBUD DA’WAT
WA YAA QAADHIYAL HAAJAAT

ALLAHUMAGH FIR LANA DZUNUBANA WA KAFFIR ANNA SAYIATINA WA TAWAFANA


MA’AL ABROR.
ALLAHUMMA INNAA NAS ALUKA DAULATAN KHILAFATAN ROOSYIDATAN 'ALA MINHAJIN
NUBUWWATI

baca do’a yang lain dan ditutup do’a


ROBBANAA LAA TUZIGH QULUBANA BA’DA IDZ HADAITANA WA HABLANA MIL
LADUNGKA ROHMA INNAKA ANTAL WAHHAAB.

RABBANAA AATINAA FID DUN-YAA HASANAH WA FILL AAKHIRAATI HASANAH WA QINAA


‘ADZAABAN NAAR.
Penutup khutbah kedua (bacaan ini didekritkan oleh khalifah umar bin abdul aziz harus dibaca
karena pada masa itu khutbah jum’at sering digunakan untuk menyerang lawan politik oleh para
khatib, diambil dari surat an nahl 90)

‘IBAADALLAH
INNALLAAHA YA’MURUU BIL ‘ADLI WAL IHSAAN
WA IITAA-I DZIL QURBAA
WA YANHAA ‘ANIL FAHSYAA-I WAL MUNKARI WAL BAGHYI

YAIZHZHUKUM LA’ALLAKUM TADZAKKARUUN


FADZKURULLAAHAL ‘AZHIIMA YADZKURKUM
WASTAGHFIRULLAAHAL AZHIMA YASTAJIB LAKUM
WASYKURUUHU ‘ALAA NI’AMIHI YAZIDKUM
WA LADZIKRULLAAHI AKBARU
WA AQIIMUSH SHALAH

Anda mungkin juga menyukai