Anda di halaman 1dari 7

Muqaddimah Bahasa Indonesia

Ma’asyiral muslimin, hadirin jama’ah shalat Idul Adha, yang sama-sama mengharapkan
ridha Allah Swt. Tidak ada kata yang paling layak kita ucapkan hari ini, tidak ada pujian
yang patut kita sanjungkan, tidak ada keagungan yang paling afdhal untuk kita
ucapkan, kecuali ucapan “Alhamdulillahirabbi alamiin”.
Segala puji bagi Allah swt yg telah mempertemukan kita kembali dengan hari raya Idul
Adha. Allah masih memberikan kita kesempatan untuk hidup pada hari yang mulia ini,
sehingga kita dapat menikmati berbagai karunia-Nya. Semua ini patut kita nikmati,
semua ini wajib kita syukuri, baik itu dengan hati yang lapang, lisan yang bertahmiid,
maupun amal perbuatan yang shalih. Sebab ukuran keimanan seseorang itu bukan hanya
dinilai dari hatinya, tetapi perlu juga diikrarkan lewat lisan dan ditunjukkan melalui
amalan-amalan kebajikan. (Al-iimanu huwa attashdiiqu bil qalbi, wal ikraru bil lisan, wal
amalu bil arkaan).
Kemudian, shalawat dan salam mudah-mudahan tetap tercurah limpahkan keapda
manusia teladan, kepada seorang nabi yang sangat kita rindukan, seorang rasul yang
sangat kita harapkan syafaatnya di hari kiamat nanti, yaitu baginda rasul kita, Rasulullah
Muhammad Saw. Karena beliaulah yang menjadi teladan kita, menjadi figure kita, baik
dalam menjalankan perintah-perintah Allah swt, maupun dalam bermuamalah dengan
sesama manusia. Sebab, dengan ajaran yang dibawanya, kita dapat membedakan mana
perbuatan2 yang haq dan mana perbuatan yang bathil, yaitu ajaran agama Islam.
Selanjutnya, pada kesempatan yang mulia ini, khatib berwasiat kepada diri pribadi dan
juga mengajak jama’ah sekalian untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Dengan terus senantaiasa berusaha sekuat tenaga kita
untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan2nya. Karena bekal
taqwa inilah yang nanti akan kita bawa ketika kita dipanggil untuk menghadap Allah Swt.
Allahuakbar2 Allahuakbar walillahilhamd….

Awalan Tentang Makna Ied


Hadirin seklaian, hari ini adalah tepat puncak hari perjuangan di awal bulan dzulhijjah.
Salah satu bulang dimuliakan oleh Allah Swt. Di mana pada bulan ini, kita diisyaratkan
dan dicontohkan oleh Rasulullah saw untuk mendapatkan cinta dan perhatian Allah swt
sebagaimana hadist beliau yang dikutip oleh Ibn Abbas Ra yang juga termaktub dalam
kitab shahih Bukhari dalam bab Kitabul Idain:

‫ فقالوا يا‬،‫ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى هللا من هذه األيام العشر يعني عشر ذي الحجة‬
‫ا‬
‫ إال رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع‬،‫ وال الجهاد في سبيل هللا‬: ‫رسول هللا وال الجهاد في سبيل هللا ؟ فقال‬
)969 ‫من ذلك بش يء ( رواه البخاري‬
Kata Nabi: tidak ada satu haripun yang di dalamnya amal shalih dikerjakan di hari itu,
nilainya lebih tinggi di sisi Allah dan naik statusnya menjadi ‘lebih dicintai oleh Allah’,
hari itu adalah 10 hari pertama di bulan dzulhijjah. Para sahabat pun bertanya, “Yaa
Rasulallah, apakah jihad fii sabilillah tak mampu menyaingi itu?” Rasulullah menjawab
“bahkan jihad fii sabilillah pun tak mampu mengungguli keutamaan 10 hari pertama di
bulan dzulhijjah, kecuali seorang pejuang yang berjuang dengan jiwa dan hartanya dan
kembali tanpa membawa suatu apapun”
Hadirin yang dirahmati oleh Allah, dan hari ini, menurut perhitungan Majelis Tarjih
PP Muhammadiyah adalah puncak atau garis finish dari 10 hari pertama itu, hari
yang disebut dengan Idul adha atau disebut juga dengan sebutan lain yaitu Idul Qurban.
Dalam bahasa Arab, (‫ )عيد‬berarti kembali. Kembali ke asal mula, Isim makan atau

tempatnya disebut dengan (‫)معاد‬, isim zaman atau waktunya disebut dengan (‫)ميعاد‬.
Suatu saat kita pasti akan kembali kepada Sang Pencipta; Allah Swt,
َ ُّ ‫آن َل َر‬
َ ‫ض َع َل ْي َك ْال ُق ْر‬
َ ‫إن َّال ِذ ي َف َر‬
ۚ ‫اد َك ِإ ل ٰى َم َع ٍاد‬ َّ ). “Sungguh yang telah menfardlukan
kepada engkau (Muhammad). sampaikan (Viralkan) kepada seluruh umatmu, yang telah
memfardlukan seluruh ketentuan umatmu dalam al-qur’an itu, kelak pasti akan
mewafatkanmu dan mengembalikan engkau ke tempat kembali”. (‫ )معاد‬tempat kembali.

Waktunya disebut (‫)ميعاد‬, Allah dalam firman-Nya menyampaikan,


ْ ُ ْ َ َ ‫َ ْ َّ َ ْ َ ْ َّ ه‬ َّ ُ َ َ َّ ٓ َ َّ َ
(‫ّٰللا َّل ُيخ ِلف ِاْل ْي َع َاد‬ ‫اس ِليو ٍم َّل ريب ِفي ِه ِۗان‬
ِ ‫) ربنا ِانك ج ِامع الن‬. Sungguh Allah tidak akan pernah
menyalahi janji-Nya, setiap kita pasti akan wafat dan kembali kepada Allah swt. (‫)ميعاد‬
waktu kembali.
Maka Ied pada hari ini bukan hanya seremonial ibadah saja, lebih jauh dari itu, Ied pada
hari ini juga menyiratkan pesan kepada kita bahwa suatu saat kita pasti akan
kembali kepada Allah swt.
Tapi pertanyannya (ma’asyiral muslimin), apakah setiap dari kita yang dipanggil kembali
kepada Allah memiliki bekal yang cukup untuk mendapatkan ramat Allah? Apakah kita
ketika berpulang dosa-dosa kita sudah pasti diampuni oleh Allah? Apakah kita ketika
dipanggil menghadap Allah akan disambut dengan kalimat ,
ُ ُ َ َ ُ َّ َ ْ ُ ْ ُ ْ َّ َ ُ َّ َ َ
‫اض َية َم ْر ِض َّية ف ْادخ ِلي ِفي ِع َب ِادي َو ْادخ ِلي َج َّن ِتي‬
ِ ‫س اْلطم ِئنة ا ْر ِج ِعي ِإلى َرِب ِك َر‬ ‫يا أيتها النف‬
Apakah setiap dari kita akan berpulang dalam keadaan khusnul khatimah?
Allahu Akbar 3x wa lillahilhamd…
Sebelum kita menjawabnya, Allah swt lebih dulu menginginkan setiap hambanya yang
akan berpulang, memiliki kedekatan dengan Allah swt.
Hamba yang memiliki kedekatan dengan tuhannya, akan lebih mudah diampuni dosa-
dosanya. Hamba yang memiliki kedekatan dengan Allah, akan lebih mudah mendapatkan
rahmat-Nya.
Dekat atau kedekatan yang berlebih dalam bahasa Arab disebut dengan Qurbaan. Dari
asal kata kerja Qoruba yang berarti sesuatu yang dekat. Dan Qurban merupakan kata
superlative dari qoruba yang berarti menjadi semakin mendekat. Maka hari ini,
sejatinya bukan hanya momentum shalat dua rakaat dan mendengarkan khutbah. Lebih
jauh dari itu, Idul Adha merupakan sarana (merupakan fasilitas latihan) bagi kita
untuk senantiasa membangun kedekatan kepada Allah. Untuk membuat posisi
keimanan kita semakin dekat di sisi Allah. Agar saat Ied kita yang sesungguhnya, keadaan
kita telah lebih dekat dengan Allah swt.
Kisah Nabi Ibrahim
Allahu Akbar 3x wa lillahilhamd…
Ma’asyiral musliminrahimakumullah. momentum Idul Adha ini juga tidak akan pernah
bisa kita lepaskan dari kisah dan suri tauladan dari seorang Rasul yang terpilih, seorang
Rasul yang juga termasuk ke dalam golongan ulul azmi, yaitu Nabiyullah Ibrahim As.
Nabiyullah Ibrahim As ini juga menjadi salah satu nabi terbaik yang diplih oleh Allah
bersama Rasulullah saw. Sehingga Nabi Ibrahim mendapatkan julukan (gelar), khalilullah
(kekasih Allah),
Para ulama’ menyatakan bahwa dalam Al-qur’an yang kita Imani (yang menjadi petunjuk
kita) mempunyai 4 prinsip yang disampaikan di dalamnya. Pertama tentang aqidah.
Kedua, syariah. Ketiga, akhlakul karimah. Dan yang keempat ini agak nyleneh, yaitu
kisah-kisah. Kenapa setelah membahas aqidah, syariah, dan akhlakul karimah. Kemudian
muncul statement atau wahyu Allah berupa kisah2? Maka Jawabannya adalah tidak
mungkin kita bisa belajar aqidah dan keimanan yang kuat tanpa contoh. Mengetahui
syariah yang tepat tanpa tuntunan. Dan beramal dan berakhlakul karimah yang benar
tanpa suri tauladan.
Ma’asyiral khadirin, semua manusia mengakui kebaikan nabi Ibrahim, bahkan umat
Yahudi pun mengakui bahwa Nabi Ibrahim adalah nabinya. Umat nasrani juga mengklaim
bahwa nabi Ibrahim adalah nabinya. Oleh karena itu, Allah langsung menjawab di dalam
al-qur’an:
ْ ُْ َ ‫ص َران ًّيا َو َٰلكن َك‬
َ ‫ان َحنيفا ُّم ْسلما َو َما َك‬
‫ان ِم َن ٱْلش ِر ِك َين‬ ْ َ َ َ ًّ ‫يم َي ُه‬ ْٰ َ َ َ
ِ ِ ِ ِ ‫وديا وَّل ن‬ ِ ُ ‫ما كان ِإب َر ِه‬
Tidaklah Ibrahim itu Yahudi, tidak pula nasrani. Tetapi Ibrahim adalah muslim yang lurus
(haniifan muslima).
Ma’asyiral haadiruan as’adakumullah….
Kisah pelajaran hidup dari Nabi Ibrahim beserta putranya, nabiyullah Ismail, patut kita
jadikan suri tauladan kemantaban tauhidnya, akhlaknya yang mulia, dan kesabarannya
dalam mengemban risalah serta melaksanakan semua tuntunan Tuhannya.
Sebagaimana kita ketahui, sejak kecil nabi Ibrahim telah diuji oleh Allah dengan berbagai
ujian. Beliau tidak dirawat oleh kedua orangtuanya tanpa bimbingan dan kasih
sayangnya. Sebab raja namrud yang berkuasa di kala itu, mengeluarkan intruksi,
barangsiapa yang melahirkan bayi laki2, maka harus dibunuh hidup2. Karena raja
namrud takut kalau nantinya bayi tersebut akan menghancurkan kekuasaannya. Akan
tetapi ma’asyiral muslimin, kekuasaan Allah di atas segala-galanya. Maka Allah
tumbuhkan rasa belas kasihan dalam hati kedua orangtua nabi Ibrahim, sehingga mereka
tidak sampai hati membunuh anaknya sendiri. Akhirnya mereka tempatkan Nabi Ibrahim
ke dalam goa. Kemudian ketika nabi Ibrahim menginjak dewasa, Allah uji lagi dengan
menghadapi ayahnya sendiri yang menyembah berhala, bahkan ayahnya tersebut yang
menciptakan berhala2 tersebut.
Hadirin rahimakumullah. Tidak hanya sampai di situ, ketika nabiyullah Ibrahim menikah
dan hidup damai bersama istrinya (sarah). Namun sampai mereka menginjak umur 80
taun belum juga dikarunia seorang anak. Sehingga siti sarah sering termenung karena
sudah setua itu belum diberi anak. Akhirnya, atas saran dan usulan siti sarah, ia
menyuruh Nabi Ibrahim unuk menikah lagi, dan dia sendiri yang memilihkan seorang
wanita, ia adalah siti hajar. Dan dari pernikahan bersama siti hajar inilah nabi Ibrahim
mendapat keturunan dengan dikaruniai seorang putra yang bernama Ismail As. Betapa
bahagianya nabi Ibrahim As. Ketika mempunyai seorang putra yang sangat baik akhlak
dan ketaatannya pada Allah. Akan tetapi Nabi Ibrahim kembali diuji oleh Allah swt.
Setelah lulus dari ujian di masa kecilnya, kemudian selamat dari ujian orangtuanya yang
menyekutukan Allah, dan lulus juga dari ujian pernkahannya yang pertama tidak
menghasilkan keturunan. Nabi Ibrahim kembali diuji dengan ujian yang besar, yaitu
nabi Ibrahim diminta untuk mengurbankan anak semata wayangnya yang paling dicintai
melalui mimpinya sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat ash-shafat.
Nabi Ibrahim berkata pada anaknya; yaa bunayya (wahai ankku). Inni ara fil manam
(sesungguhnya di dalam tidurku aku bermimpi). Anni atbahuka (aku menyembelih
lehermu). Fandhur madza taraa (apa pendapatmu tentang hal itu, wahai anakku). Dalam
hal ini, Ayah yang shalih menanyakan pada anak. Dan anak yang shalih itu pun juga
menjawab yaa abatii if’al ma tu’mar (wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan
oleh Allah kepadamu). Satajidunii insyaallah minas shobiriin (Insyaallah aku akan sabar,
akan menjadi bagian dari orang2 yang sabar menerima ketentuan Allah).
Demikianlah kisah nabi Ibrahim As yang diabadikan dalam Al-qur’an sebagai ibrah
khasanah (sebagai pelajaran yang patut kita jadikan contoh). Inilah pelajaran pertama
dari peristiwa Idul Adha, yaitu pelajaran kesabaran terhadap ujian2 yang
diberikan oleh Allah swt. Ujian2 yang diberikan oleh Allah tersebut apabila kita terima
dengan lapang dada (kita hadapi dengan penuh kesabaran) dan meyakini bahwa itu
semua adalah ujian bagi keimanan kita, maka akan semakin menjadikan kita dekat
dengan Allah. Sebagaimana makna sebenarnya dari qurbaan yaitu dengan keimanan
menjadikan semakin dekat dengan Allah swt. Karena dengan ujian, keimanan dapat
meningkat levelnya. Dengan ujian, keimanan itu dapat naik kelasnya.
Ujian dan tantangan yang datang kepada kita bermacam-macam, agar kita menjadi
orang2 yang benar2 bertaqwa kepada Allah. Sebab inti dari perjuangan dan pengorbanan
kita bukan dilihat dari bentuk dan jenisnya. Akan tetapi, nilai ketaqwaan kitalah yang
menentukan. Seperti yang dijelaskan oleh firman Allah dalam surat Al-Hajj: 37:

‫ك َس َّخَرَها لَ حك ْم لِتح َكِّٰبحوا ٰه‬


‫اّللَ َع هلى َما‬ ِ‫لَن يَّن َال هاّلل حُلومها وََل ِدم ۤاؤها وهل ِكن يَّنالحه التَّ ْق هوى ِمْن حك ْۗم َك هذل‬
َ ْ ‫ْ َ َٰ حْ ح َ َ َ ح َ َ ْ َ ح‬
ِِ ِ
َ ْ ‫َه هدى حك ْم ْۗ َوبَ ٰش ِر الْ حم ْحسن‬
‫ي‬
Daging kurban dan darahnya, tidak akan dapat mencapai keridhaan Allah. Tetapi
ketaqwaanmulah yang dapat untuk mencapainya. Hal ini menunjukkan bahwa keimanan
dan ketaqwaan menjadi kunci utama dalam menghadapi ujian dan menunjukkan
ketaatan kita dalam beribadah kepada Allah.
PELAJARAN KEDUA UNTUK SPIRITUAL MENGHILANGKAN NAFSU HEWANI
Allahu Akbar 3x wa lillahilhamd…
Hadirin jamaah shalat idul adha yang dirahmati oleh Allah. Hikmah atau pelajaran
selanjutnya dari Idul Adha adalah, menghilangkan sifat hewani atau sifat kebinatangan
dalam diri manusia. Salah satu hal yang paling esensial dari momentum Idul Adha selain
ibadah haji adalah penyembelihan hewan qurban. Dan dalam penyembelihan hewan
qurban tersebut juga mempunyai makna simbolis yang cukup mendalam bagi kita
sebagai seorang hamba.
Penyembelihan hewan qurban tersebut bersumber dari ketaatan dua nabi yang
menjalankan ketaataatanya pada perintah Allah. Dan ketaatan tersebut tidak akan dapat
terlaksana jika tanpa didasari denganr kecintaan yang luar biasa dari Nabi Ibrahim
kepada Rabb-Nya (Allah swt). Cintanya Nabi Ibrahim sebagai seorang ayah kepada anak
yang paling dinanti-nanti puluhan tahun kedatangannya dan paling dicintainya, masih
tidak dapat mengungguli rasa cintanya kepada Sang Pencipta. Karena Cintanya Nabi
Ibrahim pada Allah mengalahkan segalanya. Sehingga Nabi Ibrahim rela mengorbankan
anak semata wayangnya, yaitu nabi Ismail yang sangat dicintainya demi ketaatan pada
perintah Allah Swt.
Ma’asyiral muslimin, boleh jadi ismail2 kita atau yg kita sayangi itu harta, bisa jadi
jabatan atau tahta, bisa jadi kekuatan atau ketampanan kita. Pertanyaannya, dg tingkat
keimanan yg kita punya, apakah kita mau mengorbankan atau menghilangkan sifat
hewani, nafsu yg kita lekatkan pada harta kita, jabatan kita, dan kekuatan tubuh kita.
Maka marilah kita jadikan harta, jabatan, kekuatan yg kita punya untuk kebaikan, untuk
berjuang di jalan2 yg di ridai oleh Allah. Agar sifat nafsu hewani yg melekat pd hal2 yg
kita cintai itu perlahan memudar dari dalam diri kita. Sehingga kita akan menjadi pribadi
yg menpunyai nafsul muthmaiinnah, mempunyai jiwa2 yg penuh dg ketenangan, penuh
dg kesalehan bukan dengan kesalahan.
Ada orang yang dalam hidupnya lekat dengan taqwa. Diperintahkan shalat, dia shalat.
Diminta sedekah, dia sedekah. Diwajibkan berpuasa, dia berpuasa. Mereka adalah orang2
yang muttaqiin (ketaqwaannya murni kepada Allah Swt). Tapi ada orang yang terhambat
ketaatannya. Terhambat melaksanakan kebikan-kebiakan. Apa sebabnya? Penyebabnya
adalah sifat hewani yang masih melekat pada diri hamba tersebut. Bahkan kata-kata al-
qur’an, orang2 yang meninggikan nafsunya, mereka itu lebih sesat darpada binatang
(ulaaika kal an’am bal hum adholl).
Sapi kambing itu hewan, mereka hanya memakan rumput. Manusia ada yang memakan
aspal, memakan besi, bahkan memakan tiket-tiket dana orang haji. Mereka dengan berani
memakan harta yang haram. Maka tidak heran jika al-qur’an mengatakan mereka lebih
sesat daripada binatang sekalipun. Maka momentum Idul Adha ini, kita menyaksikan
hewan2 qurban disembelih, dan bayangkan kita juga ikut menyembelih nafsu2 hewani
yang melekat pada jiwa2 kita.
IBRAH KETIGA. IBRAH SPIRITUAL SOSIAL (SPIRIT ALTRUISME)
Pelajaran yang ketiga, Idul Adha tidak hanya mengajarkan kita sebuah pengalaman
spiritual individual (atau pengalaman keagamaan yang sifatnya personal) hablun
minallah. Akan tetapi Idul Adha juga mengajarkan bagaimana sikap spiritual social kita
terhadap sesama atau hablun minannaas. Karenanya, momentum Idul Adha ini bukan
hanya bentuk ibadah selebrasi seremonial atau ibadah yang sifatnya hanya untuk
memperingati sebuah kejadian. Akan tetapi Idul adha juga merupakan bagian dari ibadah
yang dapat memberikan dampak social yang nantinya patut untuk kita jadikan sebuah
kultur atau kebiasaan.
Pelajaran yang ketiga itu adalah tentang semangat altruisme atau dalam bahasa Al-
qur’annya yaitu “Al-iitsaar”. Yaitu mendahulukan orang lain daripada dirinya sendiri. Wa
yu’tsiruuna ‘ala anfusihim walau kaana bihim khashashah (Al-Hasyr:9). Para hadirin
rahimakumullah. Kalau ada orang kaya, berderma itu sebuah hal yang biasa. Kalau ada
orang yang mempunyai kelapangan ekonomi kemudian berdonasi, itu juga menjadi
sebuah hal yang seharusnya. Tapi Al-qur’an mengajarkan pada kita semua, justru pada
saat kita membutuhkan tetapi kita masih berfikir untuk orang lain itu baru menjadi
sebuah hal yang istimewa. Wa yu’tsiruuna ‘ala anfusihim walau kaana bihim khashashah,
mementingkan orang lain meskipun dirinya juga ada kebutuhan yang luar biasa.
Para hadirin yang dimuliakan oleh Allah, dalam bahasa Arab ada dua kata yang meiliki
arti yang mirip tetapi terdapat perbedaan makna jika dikaji lebih dalam. Yaitu Haajjah
dan Khashashah. Keduanaya sama-sama memiliki arti kebutuhan (keperluan). Akan
tetapi keduanya memiliki dimensi dan kedalaman yang berbeda. Kalau Haajjah,
kebutuhannya itu sifatnya masih biasa-biasa saja. Akan tetapi Khashashah, itu kebutuhan
yang luar biasa yang harus dipenuhi kebutuhan tersebut. Dan Al-Qur’an mengajarkan kita
untuk memberi walau membiru. Artinya, kita diserrukan agar tidak hanya
mementingkan diri sendirii, tetapi juga memikirkan orang lain. Oleh karena itulah, ada
sebagain mufassir yang mengatakan kenapa perintah berqurban disandingkan dengan
perintah shalat (Faa shalli lirabbika, wan haar). Hal itu menandakan bahwa hablun
minallah (ditandai) dengan shalat itu belum sempurna apabila belum kita sempurnakan
dengan ibadah yang sifatnya hablun minannas yang salah satu bentuknya adalah dengan
berqurban.
Ma’asyiral muslimiin. Pemaknaan Idul Adha yang mengajarkan kita ibadah dalam
dimensi social juga digambarkan dengan pembagian daging hewan kurban kepada fakir
miskin. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam juga memperhatikan dan sangat peduli
dengan kaum mustadh’afiin. Mengajarkan kita bagaiamana kepedulian Islam terhadap
sesama. Bagi kita umat Islam, memang berqurban dengan menyembelih hewan ternak
merupakan salah satu bentuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah).
Namun kalau hanya memahami Qurban hanya sebatas itu saja, maka pesan Islam sebagai
agama yang peduli kepada sesama, sebagaimana disebutkan dalam Hadis Nabi ”sebaik-
baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”- tidak akan terwujud.
KESIMPULAN
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Inilah ibrah atau pelajaran yang dapat kita ambil
dari momentum hari raya Idul Adha. Hari raya ini bukan hanya menjadi selebrasi ibadah
momentual saja atau menjadi peringatan hari besar Islam yang dirayakan dengan shalat
dua rakaat yang kemudian dilanjutkan khutbah dan penyembelihan hewan qurban saja.
Lebih dari itu, ini adalah moentum kita untuk bermuhasabah, memperbaiki diir kita agar
senantiasa semakin hari semakin memiliki tingkat kedekatan yang berlebih kepada Allah
yang dalam bahasa Arab disebut dengan qurbaan. Sehingga pada saatnya nanti kita Ied
yang sesungguhnya, keadaan kita telah dekat dengan Allah Swt.
Selain semangat spiritual individual, hari raya Idul juga menyiratkan pesan spiritual
sosail yang patut kita jadikan kultural. Spirit altruism. Semangat untuk berbagi terhadap
sesame, tidak hanya kita laksanakan ketika Idul Adha. Akan tetapi momen ini adalah
madrasah. Momen ini adalah latihan untuk kita senantiasa mementingkan kebahagiaan
bersama. Menadahulukan kepentingan ummat di atas kepenting2 gologan maupun
pribadi. Sebab, menjalankan ibadah dengan hanya fokus hubungan kita dengan Allah
(hablun minallah), tidak akan lengkap tanpa diiringi dengan membuat kemaslahatan
hubungan sesame manusia (hablum minan naas).

Anda mungkin juga menyukai