Anda di halaman 1dari 16

‫‪Melestarikan Nilai Ramadhan‬‬

‫‪Dengan Memakmurkan Masjid‬‬


‫‪Khutbah Pembukaan‬‬

‫ُهللَا َأْك َب ُر – ُهللَا َأْك َب ُر – ُهللَا َأْك َب ُر – ُهللَا َأْك َب ُر – ُهللَا َأْك َب ُر‬
‫– ُهللَا َأْك َب ُر – ُهللَا َأْك َب ُر – ُهللَا َأْك َب ُر – ُهللَا َأْك َب ُر‬
‫ُهللَا َأْك َب ُر َك ِبْي ًر ا َو اْلَح ْم ُد ِهَّلِل َك ِثْي ًر ا َو ُس ْب َح اَن ِهللا ُبْك َر ًة‬
‫َو َأِص ْي ًال‪َ .‬ال ِإَل َه ِإَّال ُهللا َو ْح َد ُه‪َ ,‬ص َد َق َو ْع َد ُه َو َن َص َر‬
‫َع ْبَد ُه‪َ .‬و َأَع َّز ُج ْن َد ُه‪َ ,‬و َه َز َم ْاَألْح َز اَب َو ْح َد ُه‪َ ,‬ال ِإَلَه ِإَّال ُهللا‬
‫َو َال َن ْع ُبُد ِإَّال ِإَّياُه ُم ْخ ِلِص ْي َن َلُه الِّد ْيُن َو َلْو َك ِر َه اْلَك اِفُرْو َن ‪.‬‬
‫َاْلَح ْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ْي َه َد اَن ا ِلَه َذ ا َو َم ا ُك َّن ِلَن ْه َت ِد َي َلْو َال َأْن َه َد اَن ا‬
‫ُهللا َو َم ْن َي ْه ِد ُهللا َفَال ُم ِض َّل َل ُه َو َم ْن ُيْض ِلْل َفَال َه اِد َي‬
‫َلُه‪َ .‬أْش َه ُد َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ْح َد ُه َالَش ِر ْي َك َلُه َش َه اَد َة َع ْبٍد‬
‫َلْم َي ْخ َش ِإَّال َهللا َو َأْش َه ُد َأَّن ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه َو َر ُس ْو ُلُه اَّل ِذ ْي‬
‫اْخ َت اَر ُه ُهللا َو اْص َط َفاُه‪َ .‬الَّلُهَّم َص ِّل َو َس ِّلمْ َع َلى َس ِّي ِد َن ا‪5‬‬
‫ُم َح َّمٍد َو َع َلى آِلِه َو َص ْح ِبِه َو َم ْن َو اَالُه‪َ ,‬أَّما َب ْع ُد ‪:‬‬
‫َفَي ا َأُّي َه ا الَّن اُس ِاَّتُقوْا َهللا َح َّق ُتَقاِت ِه َو َال َت ُم ْو ُتَّن ِإَّال َو َأْنُتْم‬
‫ُمْس ِلُمْو َن ‪َ ,‬و اْع َلُم ْو ا َأَّن َي ْو َم ُك ْم َه َذ ا َي ْو ٌم َع ِظ ْي ٌم َو ِع ْي ٌد‬
‫َك ِر ْي ٌم‪َ ,‬أَح َّل ُهللا َلُك ْم ِفْي ِه الَّط َع اَم َو َح َّر َم َع َلْي ُك ْم ِفْي ِه الِّص َي اَم‬
‫َفُه َو َي ْو ُم َت ْس ِبْي ٍح َو َت ْح ِم ْي ٍد َو َت ْه ِلْي ٍل َو َت ْع ِظ ْي ٍم َو َت ْم ِج ْي ٍد‬
‫َف َس ِّبُحْو ا َر َّب ُك ْم َو َع ِّظ ُمْو اُه َو ُتْو ُبْو ا ِإَلْي ِه َو اْس َتْغ ِفُرْو اُه‪.‬‬

‫‪Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd‬‬


‫‪Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Shalat Iedul Fitri‬‬
‫‪rahimakumullah‬‬
Pertama-tama, marilah kita memulai pagi yang
cerah ini dengan mengungkapkan syukur kita
kepada Allah SWT. Setiap hari anugerah dan
nikmat-Nya turun kepada kita, meskipun setiap
hari kita tak pernah absen melakukan dosa
dan kesalahan kepada-Nya. Setiap saat
limpahan rezeki-Nya dikucurkan pada kita
sehingga tercukupi kebutuhan sandang,
pangan dan papan kita, meskipun pada saat
yang sama kita terasa berat untuk beramal
dan berinfaq di jalan-Nya. Setiap waktu,
belaian kasih sayang-Nya, rahman dan rahim-
Nya senantiasa kita rasakan, meskipun kita
sering melalaikan perintah-perintah-Nya.

Allahu Akbar walillahil hamd.

Shalawat dan salam kita haturkan pada


junjungan kita Nabi besar Muhammad saw
yang telah membimbing kita menuju risalah
Allah, yakni dienul Islam. Beliau tidak hanya
menyampaikan ajaran tetapi juga memberikan
ketauladanan paripurna pada kita: bagaimana
menjadi hamba Allah yang taat, bagaimana
menjadi suami dan kepala keluarga yang
bertanggungjawab, bagaimana menjadi
pejabat publik yang amanah, bagaimana
menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana.

”Laqad kaana lakum fii rasulillahi uswatun


khasanah"

Sungguh dalam diri Rasulullah terdapat


keteladanan yang baik).
Saat kita menghadapi krisis keteladanan, saat
kita kehilangan pemimpin yang layak dicontoh,
saat kita tidak menemukan tokoh idola yang
bisa dijadikan model, nilai-nilai keteladanan
Rasululullah saw 15 abad silam sangat relevan
kita hadirkan di era kontemporer dewasa ini.

Allahu Akbar 3 X, Walillahi al hamd

Bapak-bapak, Ibu-ibu, Jamaah Idul Fitri


Rahimakumullah

Hari ini kita merayakan Iedul Fithri 1428 H.


Kita berkumpul di tempat yang mulia ini, untuk
bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah,
bersujud di altar kekuasaan-Nya, serta
berulangkali membesarkan Asma-Nya dengan
gema takbir yang membahana.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamd.

Berakhirnya bulan Ramadhan kemarin sore


memunculkan dua perasaan sekaligus, yakni
sedih dan gembira. Kita sedih karena
Ramadhan terasa begitu cepat berlalu,
padahal belum banyak rasanya amal shalih
yang kita lakukan, belum banyak shadaqah
yang kita berikan, belum banyak ayat-ayat
Qur’an yang kita lantunkan, dan belum banyak
sujud yang kita kerjakan. Padahal, tahun
depan belum tentu kita bias berjumpa kembali
dengan Ramadhan yang mulia ini. Siapa yang
bisa memberikan jaminan, bahwa Ramadhan
dan Idul Fitri tahun depan Malaikat maut tidak
datang menjemput kita ? Siapa yang bisa
memberikan kepastian bahwa ajal kita tak kan
tiba mendahului Ramadhan dan Idul Fitri tahun
depan ?

Marilah kita melihat ke kiri dan ke kanan kita.


Marilah kita periksa orang-orang yang kita
cintai: ayah-bunda, saudara, istri, suami,
tetangga, sahabat, dan handai taulan. Adakah
di antara mereka yang tak lagi berada di
tengah-tengah kita? Adakah di antara mereka
yang sudah meninggalkan kita kembali kepada
Yang Maha Suci? Ke manakah ayah atau Ibu
yang tahun lalu menyambut uluran tangan kita
dengan tetesan air mata kasih sayang? Ke
mana kakak atau adik kita yang pada Lebaran
lalu masih berbagi bahagia bersama kita? Ke
manakah tetangga atau sahabat dekat yang
dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan
selamat Hari Raya Idul Fitri? Ya Allah, mereka
telah kembali kepada-Mu. Mereka telah
"mudik" ke kampung halaman yang abadi
memenuhi panggilan Ilahi Rabbi. Kita tidak
tahu, apakah Ramadhan dan Idul Fitri kali ini
merupakan Ramadhan dan Idul Fitri kita yang
terakhir.

“Kullu nafsin dzaa iqatul maut”,

"Setiap yang berjiwa pasti akan menghadapi


kematian.”
Itu semua kita mafhum. Yang jadi persoalan
adalah, apakah kita telah siapkan pundi-pundi
amal yang akan menjadi bekal saat kita mudik
ke akhirat, kampung halaman kita yang abadi?
Andaikan, setelah Idul Fitri ini, Malaikat maut
datang menjemput, sudah cukupkah
perbekalan kita yang kelak akan
menyelamatkan kita dari semua prosedur
pemeriksaan di akhirat yang pasti kita lewati?
Bagaimana dengan shalat kita, bagaimana
dengan tahajud kita, bagaimana dengan puasa
kita, bagaimana dengan amal sholeh kita,
bagaimana dengan bakti kita pada orang tua,
bagaimana menutup aurat kita, bagaimana
kontribusi kita pada dakwah dan syiar agama
Allah ? Hari ini, di Idul Fitri ini, saatnya kita
melakukan instropeksi, koreksi diri dengan
hati yang tulus dan jujur, untuk bersama-sama
memperbaiki diri guna meraih ridha Ilahi
Rabbi.

Allahu Akbar 3 X walillahi alhamd

Di sisi lain, berakhirnya Ramadhan membawa


kegembiraan kita tersendiri. Di pagi hari ini, di
Idul Fitri ini, kita diwisuda atas kelulusan kita
menempuh ujian wajib selama satu bulan
untuk menahan diri dari segala hal yang
membatalkan dan mengurangi makna puasa.
Saatnya kita meraih kemenangan, saatnya kita
menggapai ampunan-Nya. Allah berjanji,
sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad
saw,:

“Barang siapa yang menegakkan puasa karena


iman dan penuh keikhlasan, maka Allah akan
ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.“
Inilah saatnya kita kembali pada fitrah kita,
kembali pada kesucian kita. Kita dilahirkan
dalam keadaan fitrah, suci dan cenderung
pada kebenaran yang hakiki. Akan tetapi,
setelah kita menginjak dewasa, pergaulan kita
semakin luas, kebutuhan hidup kita semakin
banyak, angan-angan kita semakin
menerawang, jiwa yang suci tadi
terkontaminasi dengan virus-virus
kemaksiyatan, dengan debu-debu dosa kepada
Allah. Semua anggota tubuh kita memberikan
kontribusi dalam berbuat dosa. Lisan kita,
berapa banyak orang yang telah tersakiti oleh
lidah kita ? Mata kita, berapa banyak
pendangan haram yang telah dilakukan oleh
mata kita? Hati kita, berapa banyak penyakit
hati telah bersemayam dalam hati kita, seperti
iri, dengki, buruk sangka, sombong, dsb?
Tangan kita, berapa banyak dosa yang telah
dilakukan akibat tangan kita.

Ramadhan hadir sebagai sarana untuk


melakukan tazkiyatun nafs, pensucian jiwa.
Lisan, mata, telinga, hati dan pikiran kita
dibersihkan, dikarantina selama Ramadhan
melalui puasa dan berbagai latihan
pengendallian diri selama sebulan. “Qad
aflakha man zakkaha wa qad kho baman
dassaha” (Beruntunglah orang-orang yang
mensucikan diri dan rugilan orang-orang yang
mengotori dirinya). Ibadah Ramadhan yang kita
jalankan sebulan penuh, adalah sarana untuk
menemukan kembali jalan menuju fitrah.

Allahu Akbar 3 X walillahi alhamd

Ma’asyiral muslimin, Jamaah Idul Fitri yang


berbahagia
Dr. Yusuf al-Qardhawy, ulama Timur Tengah
yang disegani dunia Islam dan pernah
beberapa kali berkunjung ke Indonesia,
menyebut Ramadhan sebagai madrasah
mutamaiyyizah atau lembaga pendidikan
istimewa bagi orang beriman. Bagi orang
beriman, Ramadhan merupakan training center
atau kawah candradimuka, tempat
penggemblengan jiwa agar menjadi pribadi
yang paripurna. Selama satu bulan, kita dilatih
untuk melakukan tazkiyatun nafs, pensucian
jiwa melalui tarbiyah dengan nilai-nilai
Ramadhan yang diharapkan dapat kita jadikan
bekal untuk memasuki 11 bulan yang akan
datang. Otak kita dibersihkan, emosi kita
dicerdaskan, spiritual kita dicerahkan, dan
religiusitas kita dimantapkan. Hal itu tidak lain
untuk mengantarkan kita sebagai insan
muttaqin (manusia bertaqwa), sebagaimana
dinyatakan Allah dalam Qs Al Baqarah: 183
yang sudah sangat popular setiap bulan
Ramadhan.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan


atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian
menjadi taqwa.”

Dalam agama kita, taqwa adalah ultimate goal


seluruh rangkaian peribadatan: perintah
shalat, ujungnya adalah taqwa, perintah zakat
ujungnya adalah taqwa, perintah puasa
ujungnya adalah taqwa, perintah haji ujungnya
adalah taqwa. Taqwalah yang menentukan
posisioning kita di hadapan Allah Yang Maha
Agung, bukan harta kita—seberapa banyak pun
harta yang kita miliki, bukan gelar akademik
kita, seberapa hebat dan panjang pun gelar
kita, bukan jabatan kita, seberapa tinggi pun
kedudukan kita, bukan pula afiliasi kepartaian
kita, apapun partai yang kita anut.

“Inna aqramakum ‘indallahi atqaa kum”

Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi


Allah adalah orang-orang yang bertaqwa” (QS
Al Hujurat: 13).
Begitu pentingnya taqwa, sampai Nabi
berwasiat agar kita menjaga ketaqwaan, di
manapun kita berada

“Ittaqullah, khaitsumma kunta”

"Bertaqwalah kepada Allah, di manapun kalian


berada).”
Jamaah Idul Fitri rakhimakumullah

Bulan Ramadhan merupakan musim ketaatan


atau maushimut-thoah. Setiap tahun di bulan
Ramadhan umat Islam di seantero dunia
mengalami transformasi penampilan. Yang
biasanya di luar bulan Ramadhan jarang sholat
ke masjid, tiba-tiba mendapati dirinya
mengayunkan langkah kaki dengan ringannya
ke masjid, musholla atau surau. Itulah
sebabnya kita temui masjid lebih semarak di
bulan suci tersebut. Yang biasanya di luar
bulan Ramadhan terasa berat untuk ber-infaq
atau mengeluarkan sedekah, tiba-tiba
mendapati diri menjadi dermawan dengan
merogoh kantong atau membuka dompet
membagi sebagian rizqi kepada fihak lain yang
membutuhkan.

Muslimah yang biasanya di luar bulan


Ramadhan tidak pernah peduli menutup aurat
tubuhnya, seketika dengan semangat
menampilkan dirinya ber-jilbab tiap kali
berjumpa dengan lelaki yang bukan muhrimnya
di bulan penuh rahmat tersebut.

Allahu Akbar 3X walillahil hamd

Bulan ramadhan boleh berlalu, tetapi satu hal


tidak boleh meninggalkan kita dan harus tetap
bersama kita, yaitu spirit dan moralitas
shiyamu ramadhan. Inilah yang harus mangisi
sebelas bulan ke depan dalam perjalanan
hidup kita, sebagai pribadi, keluarga, warga
masyarakat, ummat dan bangsa. Prestasi yang
kita capai dengan ‘ibadat ramadhan hendaklah
kita jadikan modal untuk meraih
“shiyamuddahri” , yakni nilai, pahala serta
kebaikan puasa sepanjang masa. Agar hidup
kita tidak pernah lepas dari keberkahan, dari
maghfirah dan rahmat Allah SWT.

Dalam rangka meraih nilai shiyauddahri itu


maka Rasulullah saw menganjurkan ummatnya
untuk melanjutkan shiyamu ramadhan dengan
puasa sepekan di bulan syawal. Sebagaimana
sabda beliau:
‫من صام رمضان مث أتبعه بست من شوال فكأمنا صام الدهر كله‬
“Barang siapa menunaikan shiyamu ramadhan
dan diikuti puasa enam hari pada bulan
syawal, maka nilainya seperti puasa
sepanjang masa” (HR Muslim)
Kecuali melanjutkan ramadhan dengan puasa
syawal, adalah penting meneruskan jiwa serta
moralitas shiyamu ramadhan itu sendiri. Spirit
shiyam dan qiyamu ramadhan adalah “imanan
wahtisaban”, yaitu al tashdiq wal inqiyad,
membenarkan segala yang datang dari Allah
baik perintah maupun larangan dan
mematuhinya; dengan semata-mata
mengharap ridha Allah. Ketika Allah ridha,
maka rahmatNya yang tak terhingga akan
dicurahkan, kendatipun kita tersalah maka
ampunanNya yang tak terbatas akan
menutupinya” ghufira lahu ma taqaddama min
dzanbih” diampuni semua dosanya yang telah
lalu.

Ramadhan telah meng-upgrade pribadi muslim


menjadi pribadi mu’min, dari keislaman yang
bersifat status atau pengakuan menjadi
keislaman komitmen dan kepatuhan. Dengan
menghadirkan serta meneguhkan basis iman,
setiap muslim mampu menjaga diri dari
pelbagai kema’siatan.

Allahu Akbar 3X walillahilhamd

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah


Adapun akhlaqiyah atau nilai-nilai moralitas
Ramadhan yang penting untuk tetap
dipertahankan pasca ramadhan adalah sbb:

1. Suasana Religius

Suasana yang bernuansa agama selama


Ramadhan sangat terasa, baik di rumah kita, di
lingkungan kita, di masjid kita dan bahkanm di
televise kita. Cobalah lihat, masjid, mushola
dan surau jamaahnya penuh saat Ramadhan.
Kita yang sebelum ramadhan jarang berjamaah
shalat di masjid, saat Ramadhan ringan betul
melangkahkan kaki bersama anak-anak ke
masjid. Karena itu, meski Ramadhan telah
berlalu, mari tetap kita hidupkan masjid-masjid
kita dengan melestarikan shalat berjamaah di
masjid.

2. Kemampuan mengendalikan diri

Esensi dari puasa (ash-shiyam) adalah al-


imsak, yang artinya mengendalikan diri.
Kemampuan pengendalian diri ini merupakan
kunci sentral terwujudnay tatanan yang baik
dalam masyarakat. Sebaliknya, kegagalan
mengendalikan diri dari godaan nafsu syaitan,
akan meninimbulkan berbagai masalah dalam
kehidupan. Seorang penguasa yang gagal
mengendalikan dirinya, akan
menyalahgunakan kekuasaannya. Tidak heran
KKN, masih marak di negeri yang mayoritas
muslim ini. seorang pebisnis yang gagal
mengendalikan diri akan melakukan berbagai
cara pintas untuk meraih keuntungan
sebanyak-banyaknya, meskipun merugikan
orang lain dan melanggar nilai-nilai agama.
Seorang remaja yang gagal mengendalikan diri
dalam pergaulanmnya, akan terjebak dalam
pergaulan bebas yang merusak moralitas dan
masa depannya. Pelajaran pengendalian diri
selama puasa Ramdahan hendaklah kita
hidupkan setelah Ramadhan usai.

3. Kesadaran akan pengawasan Allah


(ma’iyatullah).

Saat kita sendirian di suatu tempat yang tidak


ada orang lain melihat, kita sebenarnya bisa
saja makan atau minum dan kemudian
berpura-pura puasa kembali. Tidak ada orang
yang tahu. Akan tetapi hal itu tidak dilakukan
karena orang-orang yang berpuasa sadar akan
kebersamaan Allah dalam hidupnya
(ma’iyatullah). Meskipun orang lain tidak
melihat, tetapi kita sadar bahwa Allah melihat
kta. Berbagai penyelewengan yang terjadi
dalam masyarakat, termasuk korupsi dan
kolusi, dikarenakan tidak adanya kesadaran
pelakunya bahwa Allah melihat perbuatan dan
tingkah lakunya. Mereka merasa aman dapat
merekayasa agar orang lain tidak tahu, agar
terbebas dari pemeriksaan auditor. Padahal
ada auditor Yang Maha Agung dan Maha
Melihat yang mengawasi dan mengetahui
seluruh perbuatan mereka. Sifat ini telah
disebutkan di dalam banyak tempat dalam Al-
Quran. Di antaranya, firman Allah:

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi


dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam
di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk
ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya
dan apa yang turun dari langit dan apa yang
naik kepadanya. Dan dia bersama kamu di
mana saja kamu berada, dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid: 4)
Inilah sikap ikhsan. Kalau sikap ini kita
lestarikan pasca Ramadhan, khususnya oleh
politisi, pejabat public dan pelaku bisnis, insya
Allah berbagai penyimpangan yang terjadi
akan bisa diminimalisir.

4. Al shidqu yakni kejujuran.

Dimensi kejujuran dalam puasa sangat


ditekankan. Kejujuran merupakan bukti paling
niscaya bahwa seseorang dalam suasana
taqwa. Sebagaimana firman Allah:

١١٩ ‫َٰٓيَأُّيَه ا ٱَّلِذيَن َءاَم ُنوْا ٱَّتُقوْا ٱلَّلَه َو ُك وُنوْا َمَع ٱلَّٰص ِدِقَني‬
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah
kepada Allah, dan pastikanlah kamu sekalian
bersama orang-orang yang jujur”QS. AT
Taubah: 119

Kejujuran adalah gerbang menuju segala


kebaikan, sedangkan ketidak jujuran akan
membawa kepada pelbagai penyimpangan dan
kejahatan. Orang harus berlatih untuk jujur,
sekali dua kali tiga kali dan seterusnya,
sehingga ia dicatat oleh Allah sebagai pribadi
yang jujur (AL SHIDDIEQ). Kemudian telah ada
jaminan dari Allah, bahwa orang jujur akan
mujur, sedang yang tidak jujur cepat atau
lambat akan hancur. Bukti empirik telah begitu
banyak membenarkan korelasi ini.

5. Al tathahhur yakni membersihkan diri

Ramadhan adalah bulan suci, dan bagi yang


menjalankannya dengan baik akan
membersihkan dirinya dari segala noda dan
dosa, sebab sebulan penuh orang yang puasa
menjalani proses pembersihan yang
menyeluruh. Hanya dengan cara demikian
puasa seseorang diterima, dan do’anya
dikabulkan. Kemudian bersama ‘idul fithri
sepenuhnya kembali kepada kondisi fithrah.
Adalah penting kita ingatkan kepada diri,
janganlah apa yang sudah suci kita nodai lagi,
sikap perilaku yang sudah bersih jangan kita
kotori lagi. Penghasilan yang sudah halal dan
thayyib jangan sampai kita campuri lagi
dengan yang remang-remang (syubhat) apalagi
yang jelas-jelas haram. Puasa ramadhan
melatih kita bersabar dan kuat menahan lapar,
dan menegaskan bahwa kita tidak akan pernah
kuat menahan panasnya api neraka.

6. Al mujahadah, membanting tulang

Dalam keadaan lapar dan dahaga shiyamu


ramadhan memacu insan beriman untuk lebih
giat lagi melakukan aktifitas taqarrub ilallah
seperti shalat, tilawatil quran dan kegiatan
yang bemanfaat bagi kehidupan sosial, seperti
shilaturahim, infaq shadaqah, mengajarkan
ilmu, memberi makanan berbuka bagi yang
puasa, bahkan berjihad di jalan Allah
menumpas pelbagai bentuk agresi terhadap
Islam dan ummat Islam. Wajarlah sejarah
mencatat di antara hasil mujahadah ramadhan
berupa kemenangan gemilang di perang badar
pada tahun ke-2 Hijriyah, pembebasan Makkah
(fathu Makkah) pada tahun ke-6 Hijriyah, dan
kemenangan perang Amoria yang meluluh
lantahkan pasukan Romawi di Byzantium pada
tahun 214 H pada masa Al Mu’tashim Billah.
Memang semangat ramadhan adalah semangat
juang untuk meraih pelbagai kemenangan.

7. Mempertahankan surplus spiritual (Al faidhu


wal insyirah)

Shiyamu ramadhan mendidik surplus spiritual


dan moral, menjaga diri agar tidak terjebak
pada kekerdilan jiwa dan kenihilan moral.
Mendidik para shaimin untuk mengokohkan
jiwanya serta melapangkan dadanya. Dengan
menegaskan pada dirinya “inni shaimun” aku
ini sedang puasa, ia mampu menggagalkan
setiap provokasi negatif yang akan merusak
hubungan sosial menjadi konflik yang
menghancurkan semua pihak. Bahkan semakin
surplus jiwanya insan puasa yang telah
memantapkan statusnya sebagai
“’ibadurrahman/hamba Allah yang Rahman”
sanggup membalas hal-hal yang buruk dengan
kebaikan, tarikan negatif dengan ajakan yang
positif. Ketika orang-orang jahil yang sedang
jadi hamba syetan atau hawa nafsunya
menyerang dengan ucapan yang tidak baik,
maka hamba Arrahman membalasnya dengan
do’a keselamatan.
Allahu Akbar 3X walillahil hamd

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Demikianlah dengan melestarikan nilai-nilai


shiyamu ramadhan serta moralitasnya, maka
kehidupan kita pasca ramdhan selama sebelas
bulan akan tetap disinari dengan cahaya
ramadhan, sehingga kerahmatan Allah dan
maghfirahnya akan senantiasa diberikan
kepada siapa saja yang mampu
mempertahankannya. Curahan berkah dari
langit selama bulan ramadhan akan berlanjut
manakala kita memenuhi faktor-faktor yang
menghadirkannya.

Marilah kita akhiri pertemua kita kali ini


dengan berdoa kepada Allah SWT agar amal
ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima
di sisi Allah SWT, dan kita berhasil meraih
Derajat muttaqin Amin yarobbal alamin.

‫َب َر َك ُهّٰللا ِل َو َلُك ْم ِفی اْل ُق ْر َاَن ْلَع ِظ ْي ِم *َو َنَفَع ِنْي َو ِاَّي ا ُك ْم ِبَم ا‬
‫ِفْي ِه ِمِناَاْل َي ا ِتَو اْلِز ْك ِر اْلَح ِك ْي ِم *َو َت َقَّبْل ِم ِّن ی َو ِم ْنُك ْم ِتاَل َو َت ُه‬
‫َاّٰن ُه ُه َو الَّسِم ْيُع اْلَع ِلَم *َو ُقْل َر ِّب اْغ ِفْر َو ْر َح م َو َاْن َت َح ْيُراْل َر‬
‫*ِحِم ْي َن‬

Anda mungkin juga menyukai