Anda di halaman 1dari 16

Kisi-Kisi Manajemen Zakat dan Wakaf

1. Pengertian Zakat dan Manjemen zakat (ana)


Zakat berarti berkah, tumbuh, bertambah, berkembang, bersih, suci, baik, terpuji,
diimani sebagai salah satu rukun islam oleh umat muslim yang bersumber dari wahyu
Allah dan sunah Rasul. Zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta dan
menyerahkannya kepada yang berhak menerimanya sebagaimana ditentukan oleh
(ulama) fikih dan mazhab-mazhab atau perundang-undangan zakat.
Manajemen zakat merupakan suatu pola perencanaan, pengelolaan,
pendistribusian, dan pengawasan dana zakat agar lebih terstruktur dan tersalurkan
secara merata dan memenuhi kemaslahatan umum.

2. Sejarah zakat di indonesia (ana)


Pengelolaan zakat di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari
waktu ke waktu. Pengelolaan zakat di Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh
pemerintah pada masing-masing periode sebagaimana dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Pengelolaan Zakat Masa Kolonial Belanda
Pada era kolonial Belanda, awalnya pengelolaan zakat cenderung dihalangi
oleh Pemerintah Kolonial karena diduga untuk membiayai perjuangan melawan
Pemerintah Belanda sehingga pemerintah hindia belanda melarang semua pegawai
pemerintah dan priyayi pribumi mengeluarkan zakat harta mereka. Namun,
akhirnya pada awal abad XX, diterbitkanlah peraturan yang tercantum dalam
Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905.
Dalam peraturan ini Pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri
urusan pengelolaan zakat, dan sepenuhnya pengelolaan akat diserahkan kepada
umat Islam.
b. Pengelolaan Zakat Masa Orde Lama
Setelah kemerdekaan Indonesia, perkembangan zakat menjadi lebih maju. Hal
tersebut dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan
kebebasan menjalankan syariat agama (pasal 29) dan pasal 34 UUD 1945 yang
menegaskan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara. Kata-kata
fakir miskin yang dipergunakan dalam pasal tersebut jelas menunjukkan kepada
mustahiq zakat (golongan yang berhak menerima zakat).
Kemudian tahun 1951 Departemen Negara mengeluarkan Surat Edaran Nomor
A/VII/17367 tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah. Pada
tahun 1964, Departemen Agama menyusun rancangan undang-undang tentang
pelaksanaan zakat dan rencana peraturan pemerintah pengganti undang-undang
tentang pelaksanaan pengumpulan dan pembagian zakat serta pembentukan
Baitul Maal.
c. Pengelolaan Zakat Masa Orde Baru
Pengelolaan zakat pada masa orde baru sudah bentuk Badan Amil Zakat Infaq
dan Shadaqah (BAZIS) yang dipelopori oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
Sejak itulah, secara beruntun badan amil zakat terbentuk di berbagai wilayah dan
daerah seperti di Kalimantan Timur (1972), Sumatra Barat (1973), Jawa Barat
(1974), Aceh (1975), Sumatra Selatan dan Lampung (1975), Kalimantan Selatan
(1977), dan Sulawesi Selatan dan Nusa tenggara Barat (1985).
Pada masa Orde Baru ini pula, pada tahun 1967 Menteri Agama menyiapkan
Rancangan Undang-Undang (RUU) Zakat yang akan diajukan kepada DPR
dengan surat Nomor: MA/095/1967 untuk disahkan menjadi undang-undang.
Namun gagasan tersebut ditolak oleh Menteri Keuangan yang menyatakan bahwa
peraturan mengenai zakat tidak perlu diatur oleh undang-undang namun cukup
dengan Peraturan Menteri Agama (PMA). Kemudian pada tahun 1968
dikeluarkanlah Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1968 tentang
Pembentukan Badan Amil Zakat dan Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun
1968 tentang Pembentukan Baitul Maal. Kedua PMA ini dianggap berkaitan di
mana Baitul Maal sebagai penerima dan penamupung zakat, dan kemudian
disetorkan kepada Badan Amil Zakat untuk disalurkan kepada yang berhak.
d. Pengelolaan Zakat Berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat
Pada era reformasi tahun 1998, setelah menyusul runtuhnya kepemimpinan
nasional Orde Baru, terjadi kemajuan signifikan di bidang politik dan sosial
kemasyarakatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ini,
pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat (BAZ) yang dibentuk oleh
pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah untuk tingkat
kewilayahan dan lembaga amil zakat (LAZ) yang dibentuk dan dikelola oleh
masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ORMAS (organisasi masyarakat)
Islam, yayasan dan institusi lainnya. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat menyatakan pengelolaan zakat berasaskan iman
dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Di dalam undang-undang zakat tersebut juga disebutkan jenis harta yang
dikenai zakat yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah saw., yakni hasil
pendapatan dan jasa. Jenis harta ini merupakan harta yang wajib dizakati sebagai
sebuah penghasilan yang baru dikenal di zaman modern.
e. Pengelolaan Zakat Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, mengartikan pengelolaan zakat berasaskan: Syariat Islam; Amanah;
Kemanfaatan; Keadilan; Kepastian Hukum; Terintegrasi; Akuntabilitas.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 7, 8, 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
organisasi pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Unit Pengelola Zakat (UPZ).
BAZNAS, LAZ dan UPZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

3. 8 asnaf zakat kontemporer (yun)


a. Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pendapatan yang cukup
b. Miskin : orang yang memiliki pendapatan, tetapi tidak mencukupi kebutuhannya
selama satu tahun
Kriteria fakir dan miskin : Orang yang sdh cukup usia nikah dan ingin nikah,
tetapi tidak punya biaya menikah b) Pelajar atau kategori yang tidak memiliki
biaya pendidikannya c) Orang yang tidak mampu bekerja d) Orang yang belum
mendapatkan pekerjaan yang tetap dan layak sesuai dengan muru’ahnya e) Para
karyawan atau pegawai di instansi pemerintah atau swasta yang pendapatannya
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya f) Ahlul bait yang tidak
mendapatkan haknya dari baitul maal g) Suami yang memiliki pendapatan, namun
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya maka bagian istri boleh
disalurkan untuk suaminya
Pendapat ulama tentang standar kecukupan : a) Mencukupi kebutuhan selama
hidupnya atau sesumur hidupnya b) Mencukupi kebutuhan selama satu tahun c)
Sebesar nominal yang dibutuhkan
c. Muallafatu qulubuhum : orang yang dilembutkan hatinya
1) Orang yang diharapkan kecenderungan hatinya
2) Keyakinannya dapat bertambah thdp islam
3) Terhalang niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya
kemanfaatan membela dari serangan musuh
Muallafatu qulubuhum : menurut Dr. Yusuf Qardhawi
a) Orang yang diharapkan bisa masuk islam, rekan, mitra dan keluarganya
b) Orang yang dikhawatirkan berbuat jahat terhadap islam
c) Muallaf agar ia teguh dengan keislamannya
d) Tokoh muslim yang memiliki mitra non muslim yang diharapkan
e) Kaum muslimin di perbatasan yang diharapkan bisa mempertahankan atau
membela dari serangan musuh
f) Umat islam yang diharapkan bisa menarik zakat dari orang yang enggan
membayar zakat Kebutuhan men-ta’lif qulub dibutuhkan meskipun islam sudah
tersebar seantoro penjuru dunia
Muallafatu qulubuhum era Kontemporer :
a) Penunjukannya diserahkan oleh otoritas
b) Jika pemerintah tidak melakukannya, ormas bisa menjadi wakil dari
pemerintah, tetapi tidak boleh personal
d. Riqab
1) Riqab bermakna hamba sahaya atau budak, baik laki-laki maupun perempuan
2) Riqab pada konteks KONTEMPTORER bisa diartikan sebagai seorang
tawanan Muslim yang di tawan oleh tentara musuh, seorang yang dipenjara
karena di fitnah, seorang pembantu yang di sekap dan di siksa oleh
majikannya atau bangsa muslim yang di jajah kafir
e. Gharimin (orang-orang yang berhutang)
Ragam orang berhutang :
1) Orang yang berhutang untuk dirinya
a) Gharim (orang yang berhutang) membutuhkan biaya untuk menutupi
utangnya
b) Berutang untuk kebutuhan yang taat atau minimal mubah, maka utang utk
maksiat tidak termasuk
c) Utang telah jatuh tempo
2) Orang yang berhutang untuk orang lain Dalam hal ini contoh adalah utang
untuk mengishlah dua pihak dengan mengeluarkan biaya tertntu untuk shalah,
seperti untuk yayasan, pengelola pendidikan, lembaga sosial, anak yatim, dsb
Hak Zakat orang yang berutang : Orang yang berutang untuk kepentingan diri
sendiri diberikan biaya sejumlah pokok utangnya sehingga ia bisa melunasi
utangnya. Oleh karenanya jika kreditornya mengikhlaskan atau dilunasi pihak lain
maka ia wajib mengembalikan zakat yang telah diterimanya.
Dari sisi MAQASHID SYARIAH Memberikan pinjaman dari dana zakat untuk
orang-orang yang memenuhi kebutuhan dari dana gharimin diperbolehkan agar
mereka tidak hutang ke bank konvensional dan transaksi ribawi.
Keadilan Islam terhadap orang yang berhutang Islam menganjurkan setiap orang
untuk hidup sederhana Jika terdesak kebutuhan, seseorang diperbolehkan
berhutang Jika tidak mampu membayar, dibantu dengan dana zakat
f. Fisabilillah
1) Fisabilillah (di jalan Allah) makna asalnya adalah jihad qital (perang fisik)
2) Makna kontemporernya adalah setiap aktivitas yang ditujukan untuk
perjuangan di jalan Allah SWT, seperti dakwah, mengelola sarana dakwah
seperti masjid, sekolah, majlis taklim, dsb
g. Ibnu sabil adalah orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan untuk
melaksanakan perbuatan taat, bukan untuk maksiat, yang diperkirakan tidak
mencapai tujuannya bila tidak dibantu zakat (Ibnu Sabil disebut 8 kali dalam
alquran).
Hak Zakat orang yang berutang Kadar atau persentase tertentu bagi ibnu
sabil :
1) Ibnu sabil diberikan biaya dan pakaian yang cukup agar ia bisa kembali ke
kampung halamannya
2) Biaya akomodasi jika perjalanannya jauh
3) Biaya-biaya perjalanannya, diberikan kepada yang mampu berusaha maupun
tidak. Tidak hanya biaya bepergian tapi juga pulang kampung
Kriteria Ibnu Sabil yang berhak atas dana Zakat :
1) Memerlukan bantuan untuk kembali ke kampung halamannya
2) Bukan perjalanan untuk maksiat
3) Tidak menemukan orang lain yang bsa membantunya
Hikmah Penyebutan Alquran ttg Ibnu Sabil :
1) Bepergian untuk mencari maisyah
2) Perjalanan dalam rangka mencari ilmu
3) Perjalanan dalam rangka jihad fisabilillah untuk mengamanahkan dakwah dan
membela umat islam 4) Bepergian yang dianjurkan oleh islam dalam rangka
menunaikan rukun islam yang ke lima yaitu Haji
h. Amil Zakat : setiap orang atau pihak yang bekerja atau bertugas untuk
mengumpulkan, mendayagunakan, dan mendistribusikan zakat.

4. Regulasi2 zakat (yun)


Dalam hal Zakat, menunjukkan bahwa kehadiran pemerintah/negara sudah ada
dari:
a. Kerajaan islam
b. zaman kolonial belanda
c. kemudian berlanjut dari tahun 1951
d. UU Zakat No. 38 tahun 1999 & UU Zakat No. 23 tahun 2011, Inpres no. 3 tahun
2014 terdapat berbagai peraturan dalam Undang-Undang tentang zakat, mulai dari
Peraturan Menteri, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah (Peraturan Daerah
PERDA Zakat) dll.

5. Dasar alquran ttg zakat (yun)


QS. Al-Baqarah : 43

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku’.
QS. At-Taubah :103

6. zakat di masa kontemporer (des)

Pemilihan kata kontemporer itu artinya ada yg harus di bandingkan dg masa lalu,
lalu apa yg kiranya membedakan dan mnjadi kajian serius di masa kontemporer?
Yaitu dilihat dari segi teknologi, regulasi, serta sistem pengelolaannya.
Hal2 tersebut saangat penting karena:
a. perubahan zaman yg mjdi sebuah keniscayaan, maka diperlukan adaptasi sistem
yg mampu mengakomodir semua problem2 baru yg muncul terkait zakat
b. diperlukannya ijtihad2 baru terhadap seluruh permasalahan yg muncul terkait
wilayah hukum syara' nya.
simpelnya itu krn Quran sdh berhenti turun, hadits jga sdh selesai sementara zaman trs
berubah. maka para ulama (dlm hal ini DSN MUI) harus mampu mengambil
kesimpulan hukum terhadap masalah2 baru yg muncul.
Macam-macam zakat kontemporer
a. Zakat profesi
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan atas pekerjaan disuatu bidang jasa
atau pelayanan4 yang menghasilkan gaji dalam bentuk mata uang.
Misalnya karyawan pabrik, skretaris, direktur, pegawai bank, guru, pilot dsb.
Landasan hukum :
QS. at-Taubah: 103
a. PMA No. 52 tahun 2014
b. PMA RI No. 31 tahun2019

b. Zakat perniagaan
adalah zakat yang dikeluarkan dari harta niaga. Harta niaga adalah harta atau
aset yang diperjualbelikan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan.
Syarat Wajib Zakatperniagaan
1) mencapai nisab seharga85 gram emas (806 ribu/gram)
2) haul, serta
3) Dikurangi Utang dan Kebutuhan Mendesak (termasuk gaji karyawan dan
4) biaya produksi)
5) kadar zakat 25%
Cara penghitungan zakat perniagaan
(Modal diputar + keuntungan + piutang) - (utang + kerugian) x 2,5% =Zakat Ibu
Azizah seorang pedagang kelontong. Walaupun tokonya tidak begitu besar, ia
memiliki aset (modal) sebanyak Rp 50.000.000. Ia mendapatkan keuntungan
bersih sebesar Rp 5.000.000/bulan. Usaha itu ia mulai pada bulan Januari 2005.
Setelah berjalan 1 tahun pada bulan tersebut ia mempunyai piutang yang dapat
dicairkan sebesar Rp3.000.000 dan utang yang harus ia bayar pada bulan tersebut
sebesar Rp3.100.000
Jawab:
Zakat dagang dianalogikan dengan zakat emas, nisab-nya adalah 85 gram emas
(806 ribu/gram), mencapai haul dan dengan tarif 2,5%.
 Aset atau modal yang dimiliki Rp50.000.000
 Keuntungan setiap bulan Rp 5.000.000 x 12 = Rp 60.000.000
 Piutang sejumlah Rp3.000.000,00
 Utang sejumlah Rp3.100.000,00
Penghitungan zakatnya:
(Modal + untung +piutang ) - (utang ) x 2,5% = zakat (50.000.000 + 60.000.000 +
3.000.000)-(3.100.000) x 2,5% = Rp2.747.500
Jadi, zakatnya adalah Rp2.747.500
c. Zakat Uang
Uang merupakan alat tukar langsung yang memiliki harga yang sah yang biasa
dijamin dengan persediaan emas sebesar yang ditentukan oleh undang- undang.
Uang ini diterbitkan oleh pemerintah atau badan yang diberi izin oleh pemerintah
untuk menerbitkannya.
d. Zakat Hasil Produksi
Hasil produksi adalah barang yang diperoleh melalui proses pengelolaan baik
melalui proses alamiah maupun secara manufaktur.
e. Zakat Investasi
Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh
dari hasil investasi, misalnya bangunan atau kendaraan yang disewahkan. Tujuan
dari investasi adalah untuk menghasilkan pemasukan atau untuk berniaga.
f. Zakat Surat-Surat Berharga
Dalam zaman moderen ini yang perlu mendapat perhatian untuk dikeluarkan
zakatnya adalah zakat surat-surat berharga, diantaranya adalah sham dan obligasi
yaitu kertas berharga yang berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan khusus
yang disebut dengan bursa kertas – kertas berharga.
Jadi dengan demikian yang dikatakan dengan saham adalah hak pemilikan
tertentu atas kekayaan satu perseorangan terbatas atau atas penunjukkan atas
saham tersebut. Sedangkan obligasi adalah perjanjian tertulis dari Bank atau
perusahaan atau pemerintah kepada pembawanya untuk melunasi sejumlah
pinjaman dalam masa tertentu dengan bunga tertentu pula.
g. Zakat perusahaan
Perusahaan dikenakan zakatnya karena termasuk dalam kategori maal atau
harta dan mempunyai nilai ekonomi. Perusahaan wajib zakat adalah perusahaan
yang bergerak di usaha yang halal. Biasanya saham perusahaan tidak hanya
dimiliki oleh satu orang, tetapi dimiliki oleh beberapa orang. Oleh karena itu,
dalam muamalah Islam, perusahaan digolongkan ke dalam syirkah (perkongsian),
dan ketika mengeluarkan zakat perusahaan digolongkan kepada syakhsyiya
Iktibarilah (badan hukum yang dianggap orang)

7. PMA ttg Zakat Maal (des)


Peraturan Mentri Agama No. 52 Tahun 2014 tentang
Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mall
a. Tarif 2,5% dalam zakat perdagangan itu dari selisih aktiva lancar dikurangi
kewajiban jangka pendek atau 2,5% dari modal(persediaan barang dagangan dan
dana tunai) dan keuntungan dikurangi kewajiban jangka pendek.
b. Harta perniagaan yang dikenakan zakat dihitung dari Aktiva Lancar dikurangi
Kewajiban Jangka Pendek
c. Penghitungan dilakukan dengan cara sebagaiberikut:
1) Menghitungaktiva lancar yang dimiliki badan usaha pada saat haul;
2) Menghitung kewajiban jangka pendek yang harus dibayar oleh badan usaha
pada saat haul;
3) Menghitung selisih Aktiva Lancar dengan Kewajiban Jangka Pendek.Jika
mencapai nisab, maka jatuh kewajiban menunaikan zakatperniagaan.
ASPEK ZAKAT WAKAF ERA KONTEMPORER
a. ASPEK REGULASI & KETATANEGARAAN
b. ASPEK KELEMBAGAAN
c. ASPEK FIKIH
d. ZAKAT & WAKAF
e. ASPEK KOMPETENSI
f. AMIL & NAZHIR
g. ASPEK

8. Potensi zakat di Indonesia (lul)


Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar. Seiring dengan perkembangan
ekonomi nasional, berkembang pula metode perhitungan potensi zakat nasional.
Menurut BAZNAS potensi zakat di Indonesia sebesar 217 triliun rupiah yang berasal
dari berbagai sumber penerimaan, namun besarnya potensi zakat yang dimiliki negara
Indonesia masih belum dapat terhimpun secara optimal oleh Organisasi Pengelola zakat
(OPZ).
Di Indonesia, pemerintah sudah serius menyiapkan perangkat untuk menggali
potensi zakat demi kesejahteraan masyarakat. Hal ini bisa dilihat UU No. 38 tahun 1999
yang sudah diperbarui menjadi UU No. 23 Tahun 2011 lalu berlanjut dengan adanya
Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2014 yang mengatur tentang optimalisasi zakat
di Kementrian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Pemerintah Daerah,
BUMN, dan BAZNAS. Sedangkan menurut Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang
ketentuan pokok kesejahteraan masyarakat, definisi tentang kesejahteraan masyarakat
adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan masyarakat baik materil maupun spiritual
yang diliputi oleh rasa takut, keselamatan kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin
yang memungkinkan bagi setiap masyarakat untuk mengadakan usaha penemuan
kebutuhan- kebutuhan jasmani dan sosial yang sebaik- baiknya bagi diri, keluarga serta
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan
pancasila.
Dalam skala nasional, jumlah seluruh penghimpunan zakat yang dikumpulkan oleh
BAZNAS, LAZ dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) se-indonesia mencapai Rp. 8,1
triliun (BAZNAS, 2019). Namun pencapaian tersebut masih jauh dari potensi zakat
sebesar Rp. 233,8 triliun karena mayoritas yang dihimpun masih merupakan zakat maal
(zakat yang dikenakan atas uang, emas, surat berharga, dan aset yang disewakan) yakni
mencapai 44,75% dari total jenis dana yang dihimpun (BAZNAS, 2018). Sementara
potensi zakat yang lebih besar dan masih terpendam adalah penghimpunan zakat dari
perusahaan. Jika potensi ini dapat dioptimalkan dengan peran aktif pemerintah yaitu
melalui regulasi dan beragam peraturan yang berkaitan dengan zakat maka dapat
dipastikan dukungan tersebut akan meningkatkan kinerja pengumpulan zakat nasional.
Saat ini perlahan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat dapat dikatakan cukup
meningkat secara signifkan namun realisasi penghimpunan zakat sebesar Rp. 8,1
Triliun masih tergolong kecil, karena potensi zakat di Indonesia yang mencapai Rp.
233,8 triliun per tahun atau sebesar 1,56% dari PDB Indonesia pada tahun 2018.
Demikian juga realisasi penghimpunan zakat yang masih sebesar 3,45% dari potensi
yang sebenarnya meskipun pengumpulan dan penyaluran zakat nasional pada tahun
2018 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 30,4% dan 39,95% (BAZNAS,
2018).
9. Teknologi dan penghimpunan, pengelolaan, pendistribusian dan pendayagunaan
Zakat di masa pandemi (lul)
a. Penghimpunan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan dana ZIS
dari muzakki. Pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah dan wakaf yang diambil
dari masyarakat merupakan peran, fungsi dan tugas bidang penghimpunan.
Dalam melaksanakan aktivitas pengumpulan dana tersebut bagian penghimpunan
dapat menyelenggarakan berbagai macam kegiatan. Menurut Sudewo (2004)
kegiatan penghimpunan ada dua yaitu manajemen penggalangan dana dan
layanan donatur. Dengan adalanya pelayanan untuk donatur, mereka tidak merasa
kecewa karena merasa tidak diperhatikan. Pencatatan nama-nama donatur sangat
penting karena hal ini menyangkut hubungan silaturrahim anatara muzakki, amil,
dan juga mustahik. Potensi zakat yang ada pada lembaga sangat berpengaruh
pada hubungan ini. Di Indonesia, potensi zakat ini cukup besar dan banyak
peneliti yang menilai bahwa zakat mampu menjadi bagian dari solusi persoalan
kesejahteraan. Dengan memanfaatkan teknologi, Baznas mengembangkan
komunikasi yang baik, yakni dengan memanfaatkan platform media online, baik
itu Whatsapp, Facebook, twitter, dan sebagainya berisi poster ajakan dan program
bantuan Baznas selama pandemic. Untuk pelayanan yang memuaskan salah
satunya dengan layanan jemput zakat. Atau dengan memanfaatkan channel online
untuk memudahkan donator membayar zakat seperti web donasi, crowd funding,
e-banking, e-commerce, termasuk e-wallet.
b. Pengelolaan Manajemen administrasi dan akuntansi menjadi syarat utama bagi
manajemen pengelolaan di lembaga zakat. Pengelolaan zakat harus memiliki
perencanaan kerja dan sistem administrasi yang lebih jelas dan tidak bisa
menjalankan lembaga hanya sesuka hati. Apalagi, zakat adalah bagian dari ibadah
wajib yang harus dilakukan oleh umat islam dan pengelolaannya juga menjadi
bagian untuk mencapai tujuan syariat zakat itu sendiri.
c. Pendayagunaan Kreativitas pendayagunaan merupakan hal yang memotori maju
atau mundurnya suatu lembaga zakat, yaitu bagaimana lembaga zakat
mendistribusikan dana zakat dengan inovasi-inovasi yang tentunya semakin baik
dan bisa memenuhi tujuan pendistribusian dana zakat kepada mustahik. Beberapa
kegiatan bidang pendayagunaan yang dapat dikembangkan yaitu pengembangan
ekonomi, pembinaan Sumber Daya Manusia dan Layanan Sosial. Artinya, dana
zakat bisa digunakan untuk keperluan konsumtif dan juga produktif. Penyaluran
ini diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat, yaitu 8 golongan
asnaf.
d. Pendistribusian Kegiatan pendistribusian sangat berkaitan dengan
pendayagunaan, karena apa yang akan didistribusikan disesuaikan dengan
pendayagunaan. Akan tetapi juga tidak bisa terlepas dari penghimpunan dan
pengelolaan. Meski demikian, lembaga zakat juga perlu memperhatikan
manajemen pendistribusian. Ada beberapa ketentuan dalam mendistribusikan
dana zakat kepada mustahik yaitu, mengutamakan distribusi domestik,
pendistribusian yang merata, membangun kepercayaan antara pemberi dan
penerima zakat. Pola manajemen ini patut diterapkan agar distribusi zakat sesuai
dengan syariat dan mampu mencapai tujuannya, yakni kemaslahatan umat.
Distribusi zakat perlu diatur secara baik agar tidak terjadi tumpang tindih dalam
proses distribusi. Dengan menjalankan pola manajemen zakat diatas, akan sangat
mungkin jika masyarakat muslim menjadi sejahtera. Begitu pula islam telah
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam bentuk kepedulian terhadap
sesama.

10. Kompetensi amil (fai)


Menurut Nana Minarti Direktur Pemberdayaan Baznas RI setidaknya ada
beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh amil diantaranya: Pengetahuan tentang
fikih zakat, kompetensi manajerial, kemampuan penghimpunan dana dan kemampuan
pendayagunaan.
Keempat kompetensi tersebut mutlak harus dimiliki oleh amil zakat. Kompetensi
pengetahuan tentang fikih zakat berkaitan tentang konsep dasar zakat dari tinjauan
fikih yang bersumber pada teks-teks keagamaan baik qur’an, hadist dan pendapat para
ulama. Kemampuan ini meliputi pengetahuan tentang dasar kewajiban zakat, jenis-
jenis zakat, mustahik, asnhaf zakat, haul, nishab, kadar zakat dan tata cara
penghitungan zakat.
Kemampuan manajerial juga tak kalah penting untuk dimiliki seorang amil.
Kemampuan manajerial berkaitan tentang pengelolaan zakat dari segi manajemen.
Dalam undang-undang zakat pasal 1 disebutkan bahwa pengelolaan zakat adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, danpengorganisasian dalam pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Aspek manajerial ini menjadi lebih penting
dan darurat untuk dimiliki oleh seorang amil. Perencanaan, pelaksanaan dan
pengorganisasian adalah fungsi dari manajemen. Ketiga fungsi tersebut memastikan
bahwa zakat dapat direncanakan, dilaksanakan dan diorganisasi dengan baik. Terkait
dengan fungsi evaluasi, Baznas dievaluasi pelaksanaannya oleh kepala daerah, kantor
akuntan publik, Kementerian Agama dan satuan audit internal Baznas serta
masyarakat secara umum.
Kompetensi ketiga yang harus dimiliki oleh amil adalah manajemen fundrising
zakat. Fundrising merupakan kegiatan pokok dari Baznas. Prinsip zakat adalah khudz
(ambillah), kata khudz dapat dimaknai sebagai usaha amil untuk mengumpulkan zakat
dari para muzaki untuk selanjutnya disalurkan pada mustahik. Zaman Nabi dan
sahabat petugas zakat sangat leluasa untuk mengumpulkan zakat karena mendapat
otoritas yang kuat dari khalifah. Petugas-petugas tersebut melakukan pengumpulan
door to door mengambil zakat dari kaum muslimin.
Kompetensi yang keempat yang harus dimiliki oleh amil adalah kompetensi
pendayagunaan. Kompetensi ini pada saat ini menjadi sebuah wacana yang
mengemuka di kalangan pegiat zakat. Pergeseran paradigma zakat dari
pendistribusian zakat bersifat konsumtif menjadi produktif menjadi sebuah
keniscayaan pada era sekarang. Bagaimana mustahik dapat diberdayakan agar zakat
mempunyai nilai lebih sangat penting untuk diterapkan. Pemberian konsumtif hanya
bersifat jangka pendek dan tidak menyelesaikan akar permasalahan yang ada. Bahkan
yang terjadi adalah ketergantungan dari mustahik. Untuk menyelesaikan akar
kemiskinan yang dimiliki oleh mustahik perlu adanya kajian-kajian dan telaah yang
rinci agar dana yang diberikan tidak salah sasaran. Setelah diadakan kajian dan telaah,
dana zakat yang diberikan nantinya dapat dirupakan modal kerja seperti alat kerja dan
modal usaha. Dana zakat juga dapat dimpakan dalam bentuk ketrampilan yang
diajarkan kepada mustahik.

11. Kedudukan, tugas dan fungsi Baznas mnrt UU Zakat (fai)


BAZNAS adalah badan resmi dan satu-satunya yang didirikan oleh pemerintah
berdasarkan keputusan presiden RI No. 8 thn 2001 yang memiliki tugas dan funsi
menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq dan sedekah pada tingkat nasional.
BAZNAS memiliki peran pengelolaan zakat dalam UU RI No.23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat.
UU RI No.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
Terdapat pada BAB II tentang Badan Amil Zakat Nasional
a. Kedudukan BAZNAS (pasal 5)
BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri untuk
melaksanakan pengelolaan zakat. BAZNAS berkedudukan di ibukota negara
b. Tugas BAZNAS (pasal 6)
Merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional
c. BAZNAS menyelenggarakan fungsi (pasal 7)
1) perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
2) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
3) pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
4) d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Anda mungkin juga menyukai