“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut
kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia
kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu
agar kamu ingat.” (Q.S Al-An`am : 152)
Ayat diatas diawali dengan larangan mendekati harta anak yatim, seperti
mengambil hartanya dengan alasan yang dibuat-buat, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat dan lebih menguntungkan, seperti menginvestasikannya agar
berkembang, atau menjaga agar keutuhannya terjamin, termasuk juga membayar
zakatnya jika telah mencapai satu nisab, sampai dia mencapai usia dewasa; mampu
mengelola hartanya.
Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan takaran dan
timbangan secara adil. Tidak boleh merekayasa untuk mengurangi takaran atau
timbangan dalam bentuk apa pun. Namun demikian, karena untuk tepat 100 % dalam
menimbang adalah sesuatu yang sulit, maka dibuat kesepakatan antara penjual dan
pembeli, berupa kerelaan agar jangan sampai menyulitkan keduanya.
Penjual tidak diharuskan untuk menambahkan barang yang dijual, melebihi
dari kewajibannya, pembeli juga merelakan jika ada sedikit kekurangan dalam
timbangan karena tidak sengaja. Ayat ini menunjukkan bahwa agama Islam tidak ingin
memberatkan pemeluknya.
3. Konsep Jujur Dalam Muamalah
BAB 3 : MENGGAPAI KEBERKAHAN HIDUP DENGAN JUJUR DALAM
MUAMALAH
1. Hadis Riwayat Baihaqi dari Ibnu Abbas Ra
“Dari Hasan bin Ali Ra.: Aku menghafal dari Rasulullah Saw..:"Tinggalkan yang
meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu karena kejujuran itu
ketenangan dan dusta itu keraguan.
Hadis ini menjelaskan tentang perintah Rasulullah Saw..untuk
meninggalkan segala sesuatu yang membuat kita ragu-ragu menuju kepada sesuatu
yang membawa kita kepada ketenangan. Kejujuran adalah hal yang membawa kita
kepada ketenangan, sementara dusta; curang, membawa kita kepada keraguan.
Beberapa ulama menjelaskan tentang bentuk-bentuk kejujuran meliputi: (1) kejujuran
berucap; (2) kejujuran berbuat; (3) kejujuran bermuamalat; (4) kejujuran bertekad; (5)
kejujuran berniat; dan (6) kejujuran berjanji.
3. Konsep Jujur Dalam Muamalah
Kejujuran merupakan tiang utama bagi manusia untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan di muka bumi. Jujur berarti kesesuaian antara hati, ucapan dan tindakan
yang ditampilkan. Allah Swt.. memerintahkan manusia untuk jujur dan bergaul dengan
orang- orang jujur agar kita terbiasa jujur. QS.at-Taubah (9): 119:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu
dengan orang-orang yang benar.”
Muamalah adalah aturan Allah untuk manusia untuk bergaul dengan manusia
lainnya dalam berinteraksi sosial. Ada 2 aspek dalam muamalah yaitu adabiyah dan
madaniyah. Aspek adabiyah menyangkut adab atau akhlak, seperti kejujuran, toleransi,
sopan santun, adab bertetangga dan sebagainya. Sedangkan aspek madaniyah
berhubungan dengan kebendaan, seperti halal, haram, syubhat, kemudharatan, dan
lainnya. Muamalah bertujuan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara
sesama manusia sehingga terwujudnya masyarakat yang rukun dan tentram.