1. Mad Iwadh
Mad secara bahasa artinya panjang dan ‘iwaḍ artinya pengganti. Jadi mad
'iwaḍ adalah bacaan dibaca panjang sebagai pengganti. Adapun yang digantinya
adalah harakat (tanda baca) tanwin fathah atau fathatain ).ً..( jika diikuti alif ( ( ا.
Sedangkan menurut istilah, mad ‘iwaḍ adalah bacaan panjang ketika ada
tanwin fathah atau fathatain dibaca waqaf (berhenti) pada akhir kalimat, baik
berhenti karena terdapat tanda waqaf atau karena kehabisan nafas. Cara
membacanya dibaca panjang satu alif atau dua harakat.
2. Mad Lain
Mad secara bahasa artinya panjang, dan layyin artinya lunak. Sedangkan
menurut istilah mad layyin adalah apabila terdapat wau sukun atau ya sukun yang
didahului huruf berharakat fathah dan setelahnya berupa huruf hidup yang dibaca
waqaf (berhenti). Cara membacanya dapat memilih; 1 alif atau dua harakat, 2 alif
atau empat harakat, 3 alif atau enam harakat.
Dalam al-Qur’an terdapat banyak kalimat yang memuat mad layyin.
Perhatikan beberapa ayat berikut dalam QS. al-Quraisy (106): 1-4 fokus pada
kalimat yang berwarna merah.
Mad secara bahasa artinya panjang, ‘ariḍ artinya baru/tiba-tiba dan sukun
artinya mati. Menurut istilah, mad ‘ariḍ lissukun adalah bacaan panjang yang
terjadi apabila ada bacaan mad ṭabi’i bertemu dengan huruf hidup yang dibaca
waqaf (berhenti), baik berhenti diakhir ayat maupun di tengah ayat.
Cara membaca mad ‘ariḍ lissukun boleh dibaca dua harakat (qaṣr), empat
harakat (tawassuṭ), atau enam harakat (ṭul). Terdapat banyak hukum bacaan mad
‘ariḍ lissukun dalam al-Qur’an. Perhatikan kalimat yang berwarna merah pada QS.
ar-Rahman (55) : 78, QS. al-Baqarah (2) : 6, QS. Ali Imran (3) : 3.
BAB 2 : KUBERBAGI INFAK DAN SEDEKAH
1. Isi Kandungan QS. Al- Fajr (89): 15-18, QS. Al- Baqarah (2): 254 dan 261
Pengertian Infak dan Sedekah .
Lalu kepada siapa kita memberikan infak dan bersedekah? Dalam QS. at-
Taubah (09):60 Allah Swt. berfirman:
Dalam QS. Al- Fajr (89): 15-16 dijelaskan bahwa kecenderungan manusia
merasa mulia dengan rezeki yang diberikan Allah Swt, padahal tidaklah demikian,
sesungguhnya harta itu hanyalah ujian dan cobaan bagi mereka. Dan begitu pula
sebaliknya, jika mereka diberi kesempitan rezeki, mereka menganggap Allah Swt.
menghina mereka. Padahal tidaklah demikian, sesungguhnya Allah memberi
rezeki kepada siapapun yang disukai-Nya dan tidak disukai-Nya. Begitu pula Allah
Swt. menyempitkan rezeki kepada siapapun yang disukai-Nya dan tidak disukai-
Nya.
Dalam QS. al- Baqarah (2): 254 Allah Swt. menyeru orang-orang yang
beriman agar menafkahkan hartanya, baik sedekah yang wajib (zakat) maupun
sedekah yang sunah. Dan hendaknya bersegera untuk menafkahkan sebagian
rezeki yang Allah Swt. karuniakan sebelum datangnya hari kiamat. Karena setelah
kiamat tiba maka seseorang tidak dapat menebus dirinya dengan harta apapun.
Pada saat itu tidak ada pertolongan dari sahabat dan kerabat, bahkan keturunan
pun tak ada yang peduli lagi.
4. Isi Kandungan QS. Al- Baqarah (2): 261
Dalam QS. Al- Baqarah (2): 261 Allah Swt. menjelaskan bahwa
menginfakkan harta dengan ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya akan
dilipatgandakan pahalanya sampai tujuh ratus kali lipat. Walaupun asbabun nuzul
ayat ini berhubungan dengan kedermawanan sahabat Nabi Muhammad Saw.,
yaitu Ustman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Keduanya menyumbangkan
harta mereka ketika perang tabuk. Namun secara umum ayat ini mendorong agar
manusia gemar infak dan sedekah tanpa dibatasi oleh kondisi dan keadaan
BAB 3: KUATKAN IMAN DENGAN BERBAGI
“Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Nabi Saw. bersabda: "Tidak ada
suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun
(datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; "Ya Allah berikanlah
pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya", sedangkan yang satunya lagi
berkata; "Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang
menahan hartanya (bakhil)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah
Saw. menjelaskan bahwa sesungguhnya para malaikat berdoa agar Allah Swt.
mengganti harta orang-orang yang berinfak. Allah akan mengganti dengan
kebaikan di dunia dan pahala di akhirat.
Dalam hadis riwayat Bukhari dari Hakim bin Hizam, Rasulullah menjelaskan
bahwa “Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah”, maksudnya
bahwa orang yang memberi lebih baik daripada yang menerima. Namun demikian
bukan berarti jika kita diberi sesuatu oleh orang lain tidak boleh menerima. Jika
ada orang yang memberi hadiah maka boleh diterima. Hal ini pernah dicontohkan
Rasulullah Saw., ketika itu Rasulullah menegur sahabtnya, Umar bin Khaththab
karena Umar tidak mau menerima pemberian Rasulullah Saw., maka Rasul pun
menegurnya, sebagaimana sabdanya: “Ambillah pemberian ini! Harta yang
datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya, dan
juga tidak memintanya. Maka ambilah. Dan apa- apa yang (tidak diberikan
kepadamu). maka jangan memperturutkan hawa nafsumu (untuk
memperolehnya).” (HR. Bukhari - Muslim). Dengan demikian jika ada yang
memberi tidak dilarang untuk menerimanya, tetapi dilarang meminta-minta.