Anda di halaman 1dari 4

HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Sumber hukum islam ada dua, yaitu Al-Qur’an dan al-hadist. Kedudukan hadis
sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Seluruh umat islam baik yang naql
maupun yang ahli aql telah sepakat bahwa hadis merupakan sumber dasar hukum
islam, dan disepakati tentang diwajibkannya untuk mengikuti hadis sebagaimana
diwajibkan mengikuti Al-Qur’an.

Dalam kaitannya dengan ini, Muhammad Ajjaj Al-Khatib mengatakan:

“Al-Qur’an dan As-Sunah (Al-Hadis) merupakan dua sumber hukum syariat islam yang
tepat, sehingga umat islam tidak mungkin mampu memahami syatiat islam tanpa kembali
kepada kedua sumber hukum islam tersebut. Mujtahid dan orang alim pun tidak
diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.”

Al-Qur’an Qath’i

Alqur'an yang diturunkan secara mutawatir, dari segi turunnya berkualitas qath'i(pasti
benar) akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung Alqur'an ada kalanyabersifat qath'I dan
ada kalanya bersifat zdanni (relatif benar). Ayat yang bersifat qath'i adalah lafal-lafal yang
mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipamahi makna lain darinya. Ayat-ayat
seperti ini, misalnya ;ayat-ayat waris, hudud , kaffarat.
Adapun ayat-ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-
qur'an mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk dita'wilkan.
Misalnya lafal ‫ ق**ر و ء‬, musytarak (mengandung pengertian ganda) yaitu qara / lafal yang
terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 228.

Kata quru di atas merupakan lafal musytarak yang mengandung dua makna, yaitu
suci dan haidl. Oleh sebab itu, apabila kata quru di artikan dengan suci, sebagaimana yang
dianut ulamaSyafiiyyah ' adalah boleh / benar. Dan jika diartikan dengan haidl juga boleh
(benar)sebagaimana yang dianut ulama Hanafiyah.

Dalil disebut Qath’i (pasti) apabila memenuhi dua persyaratan :

 Qath’i wurudnya (sumbernya) yaitu : Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir


 Qath’i dhalalah-nya (petunjuk lafazhnya) yaitu : muhkam (tidak ada kemungkinan
multi penafsiran) dan sharih (jelas).

Bila suatu dalil dari Ayat Al-Qur’an dan atau Hadits telah memenuhi semua syarat dalil
qath’i diatas maka menjadi dalil qath’i yang sempurna, maka hukumnya harus diterima bulat-
bulat, tanpa reserve. Tidak boleh ada ijtihad lagi dan tidak boleh diotak-atik, tidak boleh
ditambah-dikurangi.
Kebanyakan masalah Ushul dalilnya adalah qath’i, sedangkan kebanyakan masalah furu’
dalilnya tidak qath’i. Tetapi ada juga masalah furu’ yang dalilnya qoth’i sehingga semua
ulama menyepakatinya dan tidak ada perbedaan pendapat dalam hal tersebut, contohnya :

 Hukum haram bagi daging babi, bangkai, darah yang mengalir, khamr (arak) dan riba.
 Hukum rajam bagi pezina mukhson (sudah pernah menikah), dera 100 kali bagi
pezina ghoiru mukhson (belum pernah menikah).
 Hukum Qisash (balas bunuh) bagi pembunuhan yang disengaja.
 Hukum potong tangan bagi pencuri.
 Hukum dera 80 kali bagi orang yang mendakwakan tuduhan dusta.
 Hukum potong tangan, kaki dan disalip bagi pelaku kerusuhan dan tindakan anarkis.
(perampok, penjarah, pelaku huru-hara, pemberontak, dsb).

Hadis Sebagai Bayan


Hadis sebagai bayan, yaitu bayan taqrir, bayan tafsir, bayan naskhi dan bayan tasyri’i. adapun
penjelasannya sebagai berikut:

a. Bayan taqrir

Yaitu posisi hadis sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan al-qur’an (ta’ki).
Seperti yang dijelaskan pada hadis berikut :

‫عن ابنى عمررضي هللا عنهماقال رسول هللا صلى هللا عليه وسّلم بني االسالم على خمس‬

‫شهادةان الاله اّالهللا وان محّمدارسول هللا واقام الصالةوايتاءالّز كاةوالحج وصوم رمضان‬

Dari Ibn Umar ra.: Rasulullah saw bersabda: Islam didirikan atas lima perkara: menyaksikan
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adlah utusan Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, puasa, haji dan puasa ramadhan.

b. Bayan tafsir

Yaitu hadis sebagai penjelas (tafsir) terhadap al-qur’an dan fungsi inilah yang terbanyak.
Ada 3 macam yaitu :

1. Tafshil al mujmal

Yaitu hadis yang memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al-qur’an. Seperti
dalam hadis nabi yang diriwayatkan bukhari misalnya :

‫صّلواكارايتمونى اصّلى‬

Shalatlah sebagaimana engkau melihat shalatku. (H.R. Muslim)

2. Takhshish al-amm
Yaitu hadis yang mengkhususkan ayat-ayat al-qur’an yang umum. Seperti yang terkandung
dalam surat an-nisa’ : 14

‫يوصيكم هللا فى أولدكم للّذ كرمشل حّظ األنشيين‬

Allah mensyari’atkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian
seorang anak lelaki sam dengan bagian dua anak perempuan.

3. Taqyid al-muthlaq

Yaitu hadis yang membatasi kemutlakan al-qur’an. Misalnya firman allah dalam Q.S
Al-maidah : 38

‫واالّسارق والّساارقه فاقطعواأيديهما‬

Pencuri lelaki dan perempuan, potonglah tangan-tangan mereka.

Sedangkan dalam sabda nabi berbunyi sebgai berikut:

‫أتي بسا ر ق فقطع يد ه من مفضل ا لكف‬

Artinya:

“Rasulullah saw didatangi seorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan
pencuri tersebut dari pergelangan tangan.

c. Bayan naskhi

Yaitu hadis menghapus hukum yang diterangkan dalam al-qur’an. Para ulama
mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka
terjadi perbedaan pendapat dalam men-takrif-kannya. Hal ini terjadi pada kalangan ulama
mutaakhirin dengan ulama mutaqadimin. Menurut ulama mutaqadimin, yang disebut
bayannaskhi ini adalahdalil syara’( yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada), karena
datangnya kemudian.

Dari pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang dating kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang terdahulu. Demikianlah menurut ulama yang menganggap
adanya fungsi bayan naskhi. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadis-
hadis yang mutawatir dan masyur, sedangkan terhadap hadis ahad dia menolaknya.

Seperti kewajiban wasiat yang diterangkan dalam surat al-baqarah : 180

Diwajibkan atas kamu, apabila diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara maruf,
(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Ayat tersebut dinasakh dengan hadis nabi:

“ Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan tidak ada
wasiat itu wajib bagi waris”. (HR. An-Nasa’i)

d. Bayan tasyri’i

Yaitu hadis menciptakan hokum syari’at yang belum ijelaskan dalam al-qur’an. Para
ulama berbeda pendapat tentang fungsi sunnah sebagai dalil pada sesuwatu hal yang tidak
dijelaskan pada al-qur’an. Misalnya, keharaman jual beli dengan berbagai cabangnya
menerangkan yang tersirat dalam Surah an-Nisa’: 29 .

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.

Anda mungkin juga menyukai