Anda di halaman 1dari 4

Nama: Putrie Aura Hermawan.

NIM: 21003249.
1.Bagaimana pendapat anda tentang pengamalan hadis dha’if dalam kehidupan sehari-hari? Jelaskan!
Jawab:
sebagian besar ulama hadis menyatakan boleh mengamalkan hadis dhaif selama hadis
tersebut tidak berkaitan dengan akidah, sifat-sifat Allah, dan hukum Islam (fikih). ... Sehingga
boleh saja mengutip hadis ini untuk menyemangati seseorang untuk menjadi penghafal Al-
Qur'an.
2.Kenapa sunnah/hadis menjadi pegangan penting bagi umat Islam?analisis
Jawab:
Pengertian Hadits
Sebelum menelaah lebih jauh tentang fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam, perlu untuk
mengetahui tentang pengertian hadits terlebih dahulu. Hadits dan Al-Qur’an merupakan dua
sumber hukum Islam yang memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lainnya untuk
menjelaskan terkait ajaran Islam.
Hadits (‫ ) الحديث‬secara harfiah dapat diartikan sebagai perkataan (sabda), percakapan, atau
perbuatan. Sedangkan secara terminologi, hadist didefinisikan sebagai catatan yang
bersumber dari pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan
syariat islam.
Secara garis beras, hadits mempunyai makna segala perkataan (sabda), perbuatan, dan
ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan hukum syariat islam selain Al-
Qur’an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits, diantaranya adalah Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.
Pengertian Hadist Menurut Kalangan Ulama :
Beberapa ulama memiliki pendapat berbeda terkait dengan pengertian hadits tersebut.
1. Menurut Para Ahli Hadits
Menurut para ahli hadits, hadits merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, hal ihwal
(kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan kepada Nabi
Muhahmmad SAW.
2. Menurut Ahli Ushul Fiqh (Ushuliyyun)
Pengertian hadits juga dijelaskan oleh ahli ushul fiqh (Ushuliyyun). Menurut ahli ushul fiqh,
hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang hanya berhubungan dengan hukum-hukum islam.
3. Menurut Jumhur Ulama
Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, dan
ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan
para tabiin.
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam tentunya untuk menjelaskan lebih detail apa yang
tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Pada dasarnya, hadits memiliki fungsi utama sebagai
menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada di Al-
Qur’an. Para ulama sepakat setiap umat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada
hadits-hadits shahih.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ َّ َ َ ْ َ ُّ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ
‫للا َو سنة َرس ْو ِل ِه‬
ِ ‫ ِكتاب‬: ‫ت َركت ِف ْيك ْم أ ْم َرين لن ت ِضل ْوا َما ت َم َّسكت ْم ِب ِه َما‬
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang
kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R.
Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di
dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Berikut ini beberapa fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang perlu kamu pahami :
1. Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Qur’an)
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang pertama yakni adalah Bayan At-Taqrir atau
memperjelas isi Al-Qur’an. Hadits berfungsi untuk memperjalas isi Al-Qur’an, agar lebih
mudah dipahami dan menjadi petunjuk umat manusia dalam menjalankan perintah dari Allah
SWT.
Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Qur’an. Sebagai contoh
hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia
berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir atau menjelaskan dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
َ
ْ ْ ‫اغ ِس ُل ْوا وج ْو َه ُك ْم َوأ ْي ِد َي ُك ْم ِا َل ْال َم َر ِافق َو ْام َسح ْوا برء ْو ِس ُك ْم َو َا ْرج َل ُك ْم ِا َل ْال َك ْع َب‬
‫ي‬
ْ َ َ ّ
‫وة ف‬
َ ْ ْ َ ْ َ َ َ ْ َّ َ ُّ َ َ
ِ ِ ِ ‫ياايهاال ِذ ين امنو ِااذاقمتم ِال الصل‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)
Contoh lainnya dari Bayan at-Taqrir adalah terkait perintah sholat. Allah SWT berfirman,
“Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman”. (QS. 4/An-Nisa`: 103)
“Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah
sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan juga mungkar.” (QS.
29/Al-Ankabut: 45).
Dalam dua ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah rakaat didalam
shalat dan juga bagaimana tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu Rosulullah SAW
menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan perkataan. Rasulullah SAW
bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).
2. Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Qur’an)
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan At-Tafsir atau
hadits berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur’an.
Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al-
Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan)
pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At- tafsir adalah
penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.
َ ْ ْ َ َ ََ ََ
‫أت ِب َسا ر ِق فقط َع َيده ِم ْن ِمف َص ِل الكف‬
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”
Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
َ ََ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َّ ‫السارق َو‬
َّ ‫َو‬
ِ ‫السارقة فاقطع ْوااي ِد يه َما جزاء ِب َما ك َس َبا نكال ِمن‬
‫للا‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)
Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong
tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa
yang dipotong dari pergelangan tangan.
3. Bayan At-Tasyri’ (Memberi Kepastian Hukum Islam yang Tidak Terdapat dalam Al-Qur’an)
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni adalah sebagai Bayan At-Tasyri’,
yang dimana hadits sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak
dijelaskan dalam Al-Qur’an. Biasanya Al-Qur’an hanya menjelaskan secara general, kemudian
diperkuat dan dijelaskan lebih lanjut dalam sebuah hadits. Sebagaimana contohnya hadist
mengenai zakat fitrah, dibawah ini:
ُ َ َ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َّ َّ
‫الفطر ِم ْن َر َمضان َعّل الناس َصا ًعا ِم ْن ت َم ٍرا ْو َصا ًع ِام ْن ش ِع ْ ٍي َعّل كل حر‬
ِ ‫للا َصّل للا علي ِه وسلم فرض زكا ة‬
ِ ‫ِان َرس ْول‬
‫ي‬َْ ْ ‫َا ْو َع ْبد َذ َكر َأ ْو ُأ ْن َث م َن ْالم ْسلم‬
ِِ ِ ٍ
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’
kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau
perempuan”(HR. Muslim).
4. Bayan Nasakh (Mengganti Ketentuan Terdahulu)
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan Nasakh atau
mengganti ketentuan terdahulu. Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti
diantaranya at-taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau
ijalah (menghilangkan).
Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok
dengan lingkungannya dan lebih luas.
Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama.
Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala
hadits walaupun hadits ahad.
Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus
matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus
mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist.
Salah satu contoh dari Bayan Nasakh ini yakni :
َ َ
‫ل َو ِص َّية ِل َوارث‬
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
َْ ْ ‫الوص َّية ل ْل َوال َد ْين َو ْا َل ْق َرب‬
َْ ْ ‫ي ب ْال َم ْعر ْوف َح ًّقا َع َّل الم َّتق‬ َ ْ َ َ َ ْ َ ‫ُكت‬
َ ‫ب َع َل ْي ُك ْم ِا َذ‬
ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َْ ‫اح‬
‫ي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ض احد كم الموت ِان ت َرك خ َي‬ ِ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut,
jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara
ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)

Anda mungkin juga menyukai